Kajian Performansi Mesin Diesel Stasioner Satu Silinder Dengan Sistem Dua Bahan Bakar (Dual Fuel System)

(1)

KAJIAN PERFORMANSI MESIN DIESEL STASIONER

SATU SILINDER DENGAN SISTEM DUA BAHAN BAKAR

(

DUAL FUEL SYSTEM

)

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh :

Gunung A E Sinambela (100401013)

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Semakin bertambahnya populasi manusia di bumi dan semakin menipisnya sumber daya minyak menjadi sekian dari banyak hal yang mendorong kita untuk melakukan penelitian dan pengembangan terhadap sumber energi terbarukan (renewable energy), salah satunya yang memiliki potensi besar adalah penggunaan biogas yang digunakan sebagai bahan bakar motor bakar dengan sistem dua bahan bakar (dualfuel). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa performansi mesin diesel R 175 AN dengan menggunakan sistem dua bahan bakar (dual fuel) solar dan biogas dimana aliran biogas yang masuk ke ruang bakar akan diatur ( aliran 2, 4, 6 l/min). Selain itu, penelitian ini juga akan menganalisa emisi gas buang dari hasil pembakaran dan nilai ekonomis setelah menggunakan sistem dua bahan bakar (dual fuel) solar dan biogas. Daya maximum mesin terjadi pada penggunaan bahan bakar solar murni + 2 l/min biogas yaitu sebesar 1341,32 Watt, torsi maximum pada pembebanan 1500 Watt putaran 1500 rpm menggunakan bahan bakar solar murni + 2 l/min biogas sebesar 8,54 Nm. Nilai SFC maximum pada bahan bakar solar murni beban 600 Watt putaran 1000 rpm yaitu sebesar 852,3 gr/kW.jam. Efisiensi thermal brake maximum pada penggunaan bahan bakar solar murni + 6 l/min biogas pembebanan 900 Watt putaran 1000 rpm yaitu sebesar 47,60 %. Nilai AFR maximum pada bahan bakar solar murni + 6 l/min biogas pembebanan 600 Watt putaran 1000 rpm yaitu sebesar 310,42. Tekanan efektif rata-rata pembakaran saat menggunakan bahan bakar solar murni lebih rendah dibanding dengan tekanan efektif rata-rata saat menggunakan bahan bakar solar murni + biogas. Untuk emisi gas buang, nilai opacity rata rata mengalami penurunan setelah menggunakan sistem dua bahan bakar (dual fuel) solar dan biogas. Kadar HC dan CO mengalami peningkatan setelah menggunakan sistem dua bahan bakar (dual fuel). Untuk nilai ekonomis, setelah penggunaan sistem dua bahan bakar (dual fuel) nilai ekonomis dalam arti penghematan bahan bakar meningkat sampai 84,42 % jika dibanding dengan penggunaan bahan bakar solar murni.


(6)

ABSTRACT

The increasing human population on earth and the depletion of oil resources into a few thousandths of a lot of things that encourage us to do research and development on renewable energy sources , one of which has a great potential is the use of biogas is used as fuel for internal combustion engine with dual fuel system. This study aims to analyze the performance of the diesel engine R 175 AN using dual fuel systems diesel and biogas in which biogas flow entering the combustion chamber will be set (flow 2, 4, 6 l/s) . In addition, this study will also analyze the exhaust emissions from the combustion and economic value after use dual fuel systems diesel and biogas. Engine maximum power occurs in the use of pure diesel fuel + 2 l / min biogas which amounted to 1341.32 Watt, maximum torque at 1500 Watt loa d rotation 1500 rpm using pure diesel fuel + 2 l / min biogas amounted to 8.54 Nm. SFC maximum value on pure diesel fuel load of 600 Watts 1000 rpm rotation that is equal to 852,3gr / kW.jam. Maximum brake thermal efficiency in the use of pure diesel fuel + 6 l / min biogas load 900 Watt 1000 rpm rotation that is equal to 47,60%. For brake mean effective preasure using pure diesel fuel has decreased compared with brake mean effective preasure using pure diesel fuel + biogas. AFR maximum value on pure diesel fuel + 6 l / min biogas load 600 Watt 1000 rpm rotation that is equal to 310,42. For exhaust emissions, the average opacity value has decreased after using dual fuel systems diesel and biogas. HC and CO levels increased after using dual fuel systems. For economic value, after the use of dual fuel systems economic value in terms of fuel savings increased to 84,42% when compared with pure diesel fuel.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat, kasih, kekuatan dan kesehatan yang diberikan selama pengerjaan skripsi ini, sehingga skripsi ini dapat saya selesaikan dengan baik.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan untuk mencapai gela sarjana di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun yang menjadi judul skripsi ini yaitu “KAJIAN PERFORMANSI MESIN DIESEL STASIONER SATU SILINDER DENGAN SISTEM DUA BAHAN BAKAR (DUAL F UEL SYSTEM)”

Dalam penulisan skripsi ini tidak sedikit hambatan yang dihadapi penulis. Untuk itu penulis secara khusus menyampaikan terima kasih kepada dosen pembimbing Bapak Dr.Eng. Himsar Ambarita, ST.MT yang telah memberikan saran dan bimbingan untuk kelancaran penulisan skripsi ini.

Selama penulisan skripsi ini, penulis juga banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Abang dan kakakku keluarga Eldi L.P Sinambela, adek-adekku di kampung dan seluruh keluargaku, yang selalu memberikan semangat , doa dan dukungan kepada penulis dari awal masuk kuliah sampai penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Dr. Eng. Himsar Ambarita, ST. MT selaku dosen pembimbing, yang bersedia meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan serta masukan dalam penyelesaian tugas sarjana ini.

3. Bapak Dr.Ing.Ir Ikhwansyah Isranuri selaku Ketua Departemen Teknik Mesin USU yang memberikan kesempatan kepada penulis dalam menyelesaikan tugas sarjana ini.


(8)

5. Kawan-kawan satu partner skripsi Arie, Baringin, Bensazar, yang saling memberi semangat satu sama lain meskipun kadang ada salah paham tapi tetap kompak terus.

6. Seluruh Dosen dan Pegawai Departemen Teknik Mesin USU yang telah memberikan kesempatan dan urusan administrasi.

7. Kawan-kawan di BMC, kawan-kawan satu kos Rivai Purba dan Sahat Sihombing.

8. Teman-teman Teknik Mesin khususnya Stambuk 2010 yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan bantuan serta semangat bagi penulis.

9. Adinda Ricky Purba, Efenetus, dan semua adek-adek di Teknik Mesin USU yang telah banyak memberikan doa serta semangat bagi penulis dalam menyelesaikan tugas sarjana ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurang sempurnaan dan kekeliruan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis akan sangat berterima kasih dan dengan senang hati menerima saran dan kritik yang membangun demi tercapainya tulisan yang lebih baik.

Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberi manfaat kepada pembaca. Terima kasih.

Medan, Agustus 2015 Penulis

Gunung A E Sinambela NIM. 100401013


(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR NOTASI ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Pengujian ... 2

1.3 Batasan Masalah ... 2

1.4 Manfaat Pengujian ... 3

1.5 Metodologi Penelitian ... 3

1.6 Sistemetika Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Hidrokarbon ... 5

2.1.1 Bahan Bakar Diesel ... 5

2.1.2 Karakteristik Bahan Bakar Diesel(Solar) ... 6

2.2 Bahan Bakar Gas ... 8

2.2.1 Sejarah Biogas ... 9

2.2.2 Defenisi Biogas ... 10

2.2.3 Karakteristik Bahan Bakar Biogas ... 10

2.2.4 Nilai Kalor Biogas ... 12

2.2.5 Pemurnian Biogas( Puarifikasi Biogas) ... 13

2.2.6 Proses Pembuatan Biogas ... 14


(10)

2.3 Sistem Dua Bahan Bakar (Dual Fuel System) ... 16

2.4 Mesin Diesel ... 16

2.4.1 Prinsip Kerja Mesin Diesel ... 19

2.4.2 Performansi Mesin Diesel ... 20

2.5 Generator ... 25

2.6 Emisi Gas Buang ... 26

2.6.1 Sumber ... 27

2.6.2 Komposisi Kimia ... 28

2.6.3 Bahan Penyusun ... 28

2.7 Proses Pembakaran dan Bahan Bakar ... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat ... 34

3.2 Alat dan Bahan ... 34

3.2.1 Alat ... 34

3.2.2 Bahan.... ... 45

3.3 Metode Pengumpulan data ... 45

3.4 Metode Pengolahan data ... 45

3.5 Pengamatan dan Tahap Pengujian ... 46

3.6 Prosedur Perakitan ... 46

3.7 Prosedur Pengujian Prestas Mesin Diesel dan Mesin Dual Fuel .. 47

3.8 Diagram Alir Penelitian ... 49

3.9 Prosedur Pengujian Emisi Gas Buang ... 50

3.10 Set Up Alat ... 51

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Daya ... 53


(11)

4.1.1 Daya yang dihasilkan menggunakan Bahan Bakar

Solar Murni ... 53 4.1.2 Daya yang Dihasilkan menggunakan Bahan Bakar Solar

Murni + 2 l/min Biogas ... 55 4.1.3 Daya yang Dihasilkan menggunakan Bahan Bakar Solar

Murni + 4 l/min Biogas ... 56 4.1.4 Daya yang Dihasilkan menggunakan Bahan Bakar Solar

Murni + 6 l/min Biogas ... 57 4.2 Torsi ... 62

4.2.1 Torsi yang Dihasilkan Menggunakan Bahan Bakar Solar Murni ... 62 4.2.2 Torsi yang Dihasilkan Menggunakan Bahan Bakar Solar

Murni + 2 l/min Biogas ... 63 4.2.3 Torsi yang Dihasilkan Menggunakan Bahan Bakar Solar

Murni + 4 l/min Biogas ... 65 4.2.4 Torsi yang Dihasilkan Menggunakan Bahan Bakar Solar

Murni + 6 l/min Biogas ... 66 4.3 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC) ... 70 4.3.1 Perhitungan SFC Menggunakan Bahan Bakar Solar Murni . 71 4.3.2 Perhitungan SFC Menggunakan Bahan Bakar Solar

Murni + 2 l/min Biogas ... 72 4.3.3 Perhitungan SFC Menggunakan Bahan Bakar Solar

Murni + 4 l/min Biogas ... 74 4.3.4 Perhitungan SFC Menggunakan Bahan Bakar Solar

Murni + 6 l/Min Biogas ... 75 4.4 Efisiensi Thermal Brake ... 81

4.4.1 Efisiensi Thermal Brake Menggunakan Bahan Bakar

Solar Murni ... 81 4.4.2 Efisiensi Thermal Brake Menggunakan Bahan Bakar


(12)

4.4.3 Efisiensi Thermal Brake Menggunakan Bahan Bakar

Solar Murni + 4 l/min Biogas ... 84 4.4.4 Efisiensi Thermal Brake Menggunakan Bahan Bakar

Solar Murni + 6 i/min Biogas ... 85 4.5 Rasio Udara Bahan Bakar (AFR) ... 90

4.5.1 Perhitungan AFR Menggunakan Bahan Bakar Solar

Murni ... 90 4.5.2 Perhitungan AFR Menggunakan Bahan Bakar Solar

Murni + 2 l/min Biogas ... 93 4.5.3 Perhitungan AFR Menggunakan Bahan Bakar Solar

Murni + 4 l/min Biogas ... 94 4.5.4 Perhitungan AFR Menggunakan Bahan Bakar Solar

Murni + 6 l/min Biogas ... 95 4.6 Brake Mean Effective Preasure ... 101

4.6.1 Besarnya bmep pada bahan bakar solar murni ... 101 4.6.2 Besarnya bmep pada bahan bakar solar murni + 2 l/min

Biogas ... 102 4.6.3 Besarnya bmep pada bahan bakar solar murni + 4 l/min

Biogas ... 103 4.6.4 Besarnya bmep pada bahan bakar solar murni + 6 l/min

Biogas ... 105 4.6 Emisi Gas Buang ... 108 4.7 Tinjauan Nilai Ekonomis ... 113

4.7.1 Tinjauan Nilai Ekonomis Menggunakan Bahan Bakar

Solar Murni ... 113 4.7.2 Tinjauan Nilai Ekonomis Menggunakan Bahan Bakar

Solar Murni + 2 l/min Biogas ... 115 4.7.3 Tinjauan Nilai Ekonomis Menggunakan Bahan Bakar

Solar Murni + 4 l/min Biogas ... 116 4.7.4 Tinjauan Nilai Ekonomis Menggunakan Bahan Bakar


(13)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 121

5.2 Saran ... 122

DAFTAR PUSTAKA ... xv


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Proses Penyulingan Minyak ...5

Gambar 2.2 Pemurnian Biogas ...13

Gambar 2.3 Proses Pembuatan Biogas...14

Gambar 2.4 Mesin Dengan Sistem Dua Bahan Bakar ...16

Gambar 2.5 Diagram P-V Mesin Diesel ...18

Gambar 2.6 Diagram T-S Mesin Diesel ...18

Gambar 2.7 Prinsip Kerja Mesin Diesel ...19

Gambar 2.8 Skema Operasi Dynamometer ...22

Gambar 2.9 Generator ...25

Gambar 2.10 Standar Uji Emisi Gas Buang...27

Gambar 2.11 Grafik Tekanan vs Sudut Engkol ...30

Gambar 2.12 Hidrokarbon Rantai Lurus ...32

Gambar 2.13 Alpha-methylnaphtalene ...32

Gambar 3.1 Tiger Diesel Engine R175 AN ...34

Gambar 3.2 Syncronous Generators Single Phase AC ...35

Gambar 3.3 Engine Smoke meter dan Gas Analyzer...36

Gambar 3.4 Thermocouple Thermometer ...37

Gambar 3.5 Tachometer ...38

Gambar 3.6 Multi meter ...39

Gambar 3.7 Tabung Penhyimpanan Biogas ...40


(15)

Gambar 3.9 Flowmeter Gas ...40

Gambar 3.10 Stop watch ...41

Gambar 3.11 Manometer ...41

Gambar 3.12 Selang Bertekanan ...42

Gambar 3.13 Rangkaian Lampu ...42

Gambar 3.14 Alat Perbengkelan ...43

Gambar 3.15 V-Belt dan Pulley ...43

Gambar 3.16 Panel Listrik ...44

Gambar 3.17 Kompresor ...44

Gambar 3.18 Selenoid Valve ...45

Gambar 3.19 Diagram Alir Pengujian Performansi Mesin Diesel ...49

Gambar 3.20 Diagram Alir Pengujian Emisi Gas Buang ...50

Gambar 3.21 Set Up Alat Pengujian ...51

Gambar 3.22 Set Up alat pengujian Performansi mesin ...52

Gambar 4.1 Grafik Daya vs RPM Tiap Bahan Bakar pada Beban 600 Watt ...59

Gambar 4.2 Grafik Daya vs RPM Tiap Bahan Bakar pada Beban 900 Watt ...59

Gambar 4.3 Grafik Daya vs RPM Tiap Bahan Bakar pada Beban 1200 Watt ...60

Gambar 4.4 Grafik Daya vs RPM Tiap Bahan Bakar pada Beban 1500 Watt ...61

Gambar 4.5 Grafik Torsi vs RPM pada Beban 600 Watt ...67

Gambar 4.6 Grafik Torsi vs RPM pada Beban 900 Watt ...68

Gambar 4.7 Grafik Torsi vs RPM pada Beban 1200 Watt ...69


(16)

Gambar 4.9 Grafik SFC vs RPM pada Beban 600 Watt ...77

Gambar 4.10 Grafik SFC vs RPM pada Beban 900 Watt ...78

Gambar 4.11 Grafik SFC vs RPM pada Beban 1200 Watt ...79

Gambar 4.12 Grafik SFC vs RPM pada Beban 1500 Watt ...80

Gambar 4.13 Grafik Efisiensi Thermal vs RPM pada Beban 600 Watt ...87

Gambar 4.14 Grafik Efisiensi Thermal vs RPM pada Beban 900 Watt ...88

Gambar 4.15 Grafik Efisiensi Thermal vs RPM pada Beban 1200 Watt ...88

Gambar 4.16 Grafik Efisiensi Thermal vs RPM pada Beban 1500 Watt ...89

Gambar 4.17 Grafik AFR vs RPM pada Beban 600 Watt ...97

Gambar 4.18 Grafik AFR vs RPM pada Beban 900 Watt ...98

Gambar 4.19 Grafik AFR vs RPM pada Beban1200 Watt ...99

Gambar 4.20 Grafik AFR vs RPM pada Beban 1500 Watt ...100

Gambar 4.21 Grafik bmep vs Putaran pada pembebanan 600 Watt ...106

Gambar 4.22 Grafik bmep vs Putaran pada pembebanan 900 Watt ...107

Gambar 4.23 Grafik bmep vs Putaran pada pembebanan 1200 Watt ...107

Gambar 4.24 Grafik bmep vs Putaran pada pembebanan 1500 Watt ...108

Gambar 4.25 Grafik Nilai Ekonomis vs RPM pada Beban 600 Watt ...118

Gambar 4.26 Grafik Nilai Ekonomis vs RPM pada Beban 900 Watt ...118

Gambar 4.27 Grafik Nilai Ekonomis vs RPM pada Beban 1200 Watt ...119


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Spesifikasi Minyak Solar sesuai keputusan Dirjen Migas ... 8

Tabel 2.2 Komposisi Kandungan Biogas ... 11

Tabel 2.3 Sifat Fisik Biogas ... 11

Tabel 2.4 Nilai lhv biogas tiap % CH4 yang dikandungya ... 12

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Daya Untuk Bahan Bakar Solar Murni ... 54

Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Daya Untuk Bahan Bakar Solar Murni + 2 l/min Biogas ...55

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Daya Untuk Bahan Bakar Solar Murni + 4 l/min Bio ...56

Tabel 4.4 Hasil Perhitungan DayaUntuk Bahan Bakar Solar Murni + 6 l/min Biogas ...58

Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Torsi Untuk Bahan Bakar Solar Murni ...63

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Torsi Untuk Bahan Bakar Solar Murni + 2 l/min Biogas ...64

Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Torsi Untuk Bahan Bakar Solar Murni + 4 l/min Biogas ...65

Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Torsi Untuk Bahan Bakar Solar Murni + 6 l/min Biogas ...66

Tabel 4.9 Perhitungan SFC Menggunakan Bahan Bakar Solar Murni ...71

Tabel 4.10 Perhitungan SFC Menggunakan Bahan Bakar Solar Murni + 2 l/min Biogas ...73

Tabel 4.11 Perhitungan SFC Menggunakan Bahan Bakar Solar Murni + 4 l/min Biogas ...75

Tabel 4.12 Perhitungan SFC Menggunakan Bahan Bakar Solar Murni + 6 l/min Biogas ...76

Tabel 4.13 Hasil Perhitungan Efisiensi Thermal Brake Menggunakan Bahan Bakar Solar Murni ...82

Tabel 4.14 Hasil Perhitungan Efisiensi Thermal Brake Menggunakan Bahan Bakar Solar Murni + 2 l/min Biogas ...83


(18)

Tabel 4.15 Hasil Perhitungan Efisiensi Thermal Brake Menggunakan Bahan

Bakar Solar Murni + 4 l/min Biogas ...84

Tabel 4.16 Hasil Perhitungan Efisiensi Thermal Brake Menggunakan Bahan Bakar Solar Murni + 6 l/min Biogas ...86

Tabel 4.17 Hasil Perhitungan AFR untuk Bahan Bakar Solar Murni ...92

Tabel 4.18 Hasil Perhitungan AFR untuk Bahan Bakar Solar Murni + 2 l/min Biogas ...93

Tabel 4.19 Hasil Perhitungan AFR untuk Bahan Bakar Solar Murni + 4 l/min Biogas ...95

Tabel 4.20 Hasil Perhitungan AFR untuk Bahan Bakar Solar Murni + 6 l/min Biogas ...96

Tabel 4.21 Besarnya bmep pada bahan bakar solar murni...101

Tabel 4.22 Besarnya bmep pada bahan bakar solar murni + 2 l/min Biogas ...103

Tabel 4.23 Besarnya bmep pada bahan bakar solar murni + 4 l/min Biogas ...104

Tabel 4.24 Besarnya bmep pada bahan bakar solar murni + 6 l/min Biogas ...105

Tabel 4.25 Perhitungan Emisi Gas Buang dengan Bahan Bakar Solar Murni ...109

Tabel 4.26 Perhitungan Emisi Gas Buang dengan Bahan Bakar Solar Murni + 2 l/min Biogas ...110

Tabel 4.27 Perhitungan Emisi Gas Buang dengan Bahan Bakar Solar Murni + 4 l/min Biogas ...111

Tabel 4.28 Perhitungan Emisi Gas Buang dengan Bahan Bakar Solar Murni + 6 l/min Biogas ...112

Tabel 4.29 Hasil Perhitungan Nilai Ekonomis untuk Bahan Bakar Solar Murni ...114

Tabel 4.30 Hasil Perhitungan Nilai Ekonomis untuk Bahan Bakar Solar Murni + 2 l/min Biogas ...115

Tabel 4.31 Hasil Perhitungan Nilai Ekonomis untuk Bahan Bakar Solar Murni + 4 l/min Biogas ...116

Tabel 4.32 Hasil Perhitungan Nilai Ekonomis untuk Bahan Bakar Solar Murni +6 l/min Biogas ...117


(19)

DAFTAR NOTASI

SIMBOL KETERANGAN SATUAN

PB Daya Keluaran Watt

CV Nilai kalor kJ/kg

Laju aliran massa udara kg/s Laju aliranbahanbakar kg/jam

n Putaran mesin rpm

Effisiensi termal %

Sfc Konsumsi bahan bakar spesifik g/kW.jam t Waktu pengujian yang ditentukan jam

Ʈ Torsi keluaran mesin N.m

massa jenis bahan bakar kg/m3

V Tegangan listrik Volt

I Arus Listrik Ampere

v Volume bahan bakar ml

d Diameter Silinder mm

S Panjang Langkah mm

rc Rasio Kompresi

Vd Volume Silinder m3

Vc Volume sisa di silinder m3


(20)

ABSTRAK

Semakin bertambahnya populasi manusia di bumi dan semakin menipisnya sumber daya minyak menjadi sekian dari banyak hal yang mendorong kita untuk melakukan penelitian dan pengembangan terhadap sumber energi terbarukan (renewable energy), salah satunya yang memiliki potensi besar adalah penggunaan biogas yang digunakan sebagai bahan bakar motor bakar dengan sistem dua bahan bakar (dualfuel). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa performansi mesin diesel R 175 AN dengan menggunakan sistem dua bahan bakar (dual fuel) solar dan biogas dimana aliran biogas yang masuk ke ruang bakar akan diatur ( aliran 2, 4, 6 l/min). Selain itu, penelitian ini juga akan menganalisa emisi gas buang dari hasil pembakaran dan nilai ekonomis setelah menggunakan sistem dua bahan bakar (dual fuel) solar dan biogas. Daya maximum mesin terjadi pada penggunaan bahan bakar solar murni + 2 l/min biogas yaitu sebesar 1341,32 Watt, torsi maximum pada pembebanan 1500 Watt putaran 1500 rpm menggunakan bahan bakar solar murni + 2 l/min biogas sebesar 8,54 Nm. Nilai SFC maximum pada bahan bakar solar murni beban 600 Watt putaran 1000 rpm yaitu sebesar 852,3 gr/kW.jam. Efisiensi thermal brake maximum pada penggunaan bahan bakar solar murni + 6 l/min biogas pembebanan 900 Watt putaran 1000 rpm yaitu sebesar 47,60 %. Nilai AFR maximum pada bahan bakar solar murni + 6 l/min biogas pembebanan 600 Watt putaran 1000 rpm yaitu sebesar 310,42. Tekanan efektif rata-rata pembakaran saat menggunakan bahan bakar solar murni lebih rendah dibanding dengan tekanan efektif rata-rata saat menggunakan bahan bakar solar murni + biogas. Untuk emisi gas buang, nilai opacity rata rata mengalami penurunan setelah menggunakan sistem dua bahan bakar (dual fuel) solar dan biogas. Kadar HC dan CO mengalami peningkatan setelah menggunakan sistem dua bahan bakar (dual fuel). Untuk nilai ekonomis, setelah penggunaan sistem dua bahan bakar (dual fuel) nilai ekonomis dalam arti penghematan bahan bakar meningkat sampai 84,42 % jika dibanding dengan penggunaan bahan bakar solar murni.


(21)

ABSTRACT

The increasing human population on earth and the depletion of oil resources into a few thousandths of a lot of things that encourage us to do research and development on renewable energy sources , one of which has a great potential is the use of biogas is used as fuel for internal combustion engine with dual fuel system. This study aims to analyze the performance of the diesel engine R 175 AN using dual fuel systems diesel and biogas in which biogas flow entering the combustion chamber will be set (flow 2, 4, 6 l/s) . In addition, this study will also analyze the exhaust emissions from the combustion and economic value after use dual fuel systems diesel and biogas. Engine maximum power occurs in the use of pure diesel fuel + 2 l / min biogas which amounted to 1341.32 Watt, maximum torque at 1500 Watt loa d rotation 1500 rpm using pure diesel fuel + 2 l / min biogas amounted to 8.54 Nm. SFC maximum value on pure diesel fuel load of 600 Watts 1000 rpm rotation that is equal to 852,3gr / kW.jam. Maximum brake thermal efficiency in the use of pure diesel fuel + 6 l / min biogas load 900 Watt 1000 rpm rotation that is equal to 47,60%. For brake mean effective preasure using pure diesel fuel has decreased compared with brake mean effective preasure using pure diesel fuel + biogas. AFR maximum value on pure diesel fuel + 6 l / min biogas load 600 Watt 1000 rpm rotation that is equal to 310,42. For exhaust emissions, the average opacity value has decreased after using dual fuel systems diesel and biogas. HC and CO levels increased after using dual fuel systems. For economic value, after the use of dual fuel systems economic value in terms of fuel savings increased to 84,42% when compared with pure diesel fuel.


(22)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring berjalannya waktu semakin bertambah pula jumlah populasi Manusia di Bumi, maka dengan demikian kebutuhan energi akan semakin bertambah. Untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut maka dibutuhkan juga pengembangan Teknologi yang lebih efisien seiring semakin terbatasnya sumber energi yang tersedia di Alam. Peningkatan jumlah penduduk dan tingginya ketergantungan masyarakat semakin memperparah kondisi tersebut. Pertambahan jumlah penduduk berdampak pada peningkatan kebutuhan sarana transportasi dan aktivitas industri yang mengakibatkan terjadinyapeningkatan kebutuhan dan konsumsi bahan bakar minyak.

Permasalahan umum yang dihadapi dunia pada dewasa ini adalah semakin menipisnya cadangan bahan bakar minyak, disamping dampak negatif yang ditimbulkan dari penggunaan bahan bakar minyak tersebut. Fenomena ini mendorong manusia untuk berusaha mencari bahan bakar alternatif yang diharapkan mampu mengatasi kedua permasalahan di atas secara serentak. Salah satu jenis bahan bakar alternatif yang dimungkinkan untuk menggantikan bahan bakar minyak, terutama yang digunakan baik untuk kendaraan bermotor maupun untuk menghasilkan listrik adalah Bahan Bakar Gas (BBG) dalam hal ini adalah biogas.

Biogas merupakan gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk diantaranya kotoran manusia dan hewan, limbah domestik (rumah tangga), sampah biodegradable atau setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik. Kandungan utama dalam biogas adalah metana dan karbon dioksida. Dimana gas metana dalam biogas, bila terbakar akan relatif lebih bersih daripadabatu bara, dan menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi karbon dioksida yang lebih sedikit.


(23)

Dalam penulisan tugas akhir ini akan dibahas tentang pengaplikasian mesin dua bahan bakar (dual fuel) pada mesin diesel yang ditujukan untuk menghemat bahan bakar solar dan meningkatkan efisiensi dari mesin diesel itu sendiri. Sebagaimana kita tahu bahwa pada mesin – mesin diesel konvensional pemakaian bahan bakar solar dan efisiensinya masih kurang maksimal.

1.2 Tujuan Pengujian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk menjawab tantangan global akan krisis energi fosil, khususnya bahan bakar diesel/solar.

2. Untuk mengetahui performansi mesin diesel dengan sistem dua bahan bakar (dual fuel) solar-biogas.

3. Untuk mengetahui emisi gas buang dari mesin diesel dengan sistem dua bahan bakar ( dual fuel) solar-biogas yang mencakup komposisi opacity, kandungan CO dan HC.

1.3 Batasan Masalah

1. Bahan bakar yang digunakan dalam pengujian yaitu solar dan biogas dengan kandungan methana 70 %.

2. Laju aliran biogas yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2, 4, 6 l/min. 3. Alat uji yang digunakan untuk mengetahui angka torsi yang dihasilkan yaitu

Generator POWER FULL dengan kapasitas 3 kW dengan pembebanan lampu pijar. Diasumsikan efisiensi generator 100%.

4. Mesin yang digunakan sebagai mesin utama adalah mesin diesel 4-langkah dengan 1-silinder TIGER R175AN.

5. Tranmisi yang digunakan adalah sabuk dan puli ( belt and pulley) dengan rasio 1:1. Diasumsikan efisiensi sabuk dan puli 100 %.

6. Unjuk kerja mesin yang dihitung adalah :

 Torsi (Torsion)

 Daya (Brake Power)


(24)

 Konsumsi bahan bakar spesifik (Spesific Fuel Consumption)

 Efisiensi Thermal Brake (Brake Thermal Efficiency)

 Tekanan efektif rata-rata (bmep)

 Emisi Gas Buang

7. Alat uji yang digunakan untuk mengetahui komposisi emisi gas buang dari mesin adalah Smoke Meter (Opacity) Model HD – 410 dan Gas Analyzer Model HG – 510.

8. Emisi gas buang yang diamati adalah meliputi Opacity (kekabutan), HC (Hydro Carbon), dan CO (Carbon Monoksida).

9. Perhitungan nilai ekonomis bahan bakar dengan sistem dua bahan bakar dibandingkan dengan nilai ekonomis bahan bakar solar.

1.4 Manfaat Pengujian

1. Untuk menjawab tantangan global saat ini yaitu penghematan penggunaan bahan bakar fosil, khususnya minyak bumi yaitu solar.

2. Untuk memaksimalkan penggunaan gas khusunya biogas yang akan digunakan menjadi bahan bakar yang ekonomis dan ramah lingkungan. 3. Sebagai pertimbangan terhadap pemerintah untuk menghemat devisa

Negara terhadap anggaran subsidi bahan bakar solar.

4. Untuk memberikan dukungan terhadap pemerintah dalam mengurangi ketergantungan bahan bakar fosil khususnya solar.

5. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan penggunaan mesin diesel dengan sistem dua bahan bakar (dual fuel) solar-biogas..

1.5 Metodologi Penulisan

Metodologi penulisan yang digunakan pada penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

a. Studi literatur, berupa studi kepustakaan, kajian dari buku-buku dan tulisan-tulisan yang terkait.

b. Browsing internet, berupa studi artikel-artikel, gambar-gambar dan buku elektronik (e-book) serta data-data lain yang berhubungan.


(25)

c. Metode studi lapangan, yaitu dengan mengambil data dari hasil pengujian yang dilakukan di laboratorium motor bakar fakultas teknik. Selain itu pengambilan data juga dilakukan dari Laboratorium tempat pengambilan biogas Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS).

d. Diskusi, berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing yang ditunjuk oleh Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.

1.6 Sistematika Penulisan

Skripsi ini dibagi dalam beberapa bab dengan garis besar tiap bab adalah sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan

Bab ini berisikan latar belakang, tujuan, batasan masalah, manfaat, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab II : Tinjauan Pustaka

Bab ini berisikan landasan teori yang digunakan yaitu mengenai bahan bakar hidrokarbon, biogas, mesin diesel, dual fuel, performansi motor bakar, nilai kalor , karakteristik mesin diesel, generator set yang digunakan, dan emisi gas buang.

Bab III : Metodologi Penelitian

Bab ini memberikan informasi mengenai tempat pelaksanaan pengujian, bahan dan peralatan yang dipakai serta tahapan dan prosedur pengujian.

Bab IV : Hasil dan Analisa Pengujian

Bab ini membahas tentang hasil data yang diperoleh dari setiap pengujian melalui pembahasan perhitungan dan penganalisaan dengan memaparkan kedalam bentuk tabel dan grafik.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini sebagai penutup berisikan kesimpulan dan saran yang diperoleh.

Daftar Pustaka

Daftar pustaka berisikan literatur yang digunakan untuk menyusun laporan.

Lampiran

Pada lampiran dapat dilihat hasil data yang diperoleh dari pengujian dalam bentuk tabel dan gambar.


(26)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Bakar Hidrokarbon

Bahan bakar adalah suatu materi yang bisa terbakar dan bisa diubah menjadi energi. Bahan bakar hidrokarbon adalah bahan bakar yang didominasi oleh susunan unsur Hidrogen dan Karbon. Pada proses pembakaran terbuka, umumnya bahan bakar yang digunakan tersususun dari bahan hidrokarbon seperti solar dan kerosin yang di peroleh dari hasil proses penyulingan minyak bumi atau minyak mentah ( Gambar 2.1 ).

Gambar 2.1 Penyulingan Minyak

Sumber : id.wikipedia.org/wiki/Crude_Oil_Distillation

2.1.1 Bahan Bakar Diesel

Bahan bakar diesel yang sering disebut solar (light oil) merupakan suatu campuran hidrokarbon yang diperoleh dari penyulingan minyak mentah pada temperatur 200oC–340 oC.Minyak solar ini biasa disebut juga Gas Oil,

Automotive Diesel Oil, High Speed Diesel (Pertamina: 2005).

Minyak solar ini digunakan untuk bahan bakar mesin “Compression Ignition” (udara yang dikompresi menimbulkan tekanan dan panas yang tinggi

sehingga membakar solar yang disemprotkan oleh injektor ). Indonesia menetapkan solar dalam peraturan Ditjen Migas No. 3675K/24/DJM/2006.


(27)

Minyak solar yang sering digunakan adalah hidrokarbon rantai lurus hetadecene

(C16H34) dan alpha-methilnapthalene (Darmanto, 2006). 2.1.2 Karakteristik Bahan Bakar Diesel (Solar)

Dapat menyala dan terbakar sesuai dengan kondisi ruang bakar adalah syarat umum yang harus dipenuhi oleh suatu bahan bakar. Minyak solar sebagai bahan bakar memiliki karakteristik yang dipengaruhi oleh banyak sifat-sifat seperti Cetane Number (CN), penguapan (volality), residu karbon, viskositas, belerang, abu dan endapan, titik nyala, titik tuang, sifat korosi, mutu nyala dan (Mathur, Sharma, 1980).

a. Cetane Number (CN)

Mutu penyalaan yang diukur dengan indeks yang disebut Cetana. Mesin diesel memerlukan bilangan cetana sekitar 50. Bilangan cetana bahan bakar adalah persen volume dari cetana dalam campuran cetana dan alpha-metyl naphthalene. Cetana mempunyai mutu penyalaaan yang sangat baik dan alpha-metyl naphthalene mempunyai mutu penyalaaan yang buruk. Bilangan cetana

48 berarti bahan bakar cetana dengan campuran yang terdiri atas 48% cetana

dan 52% alpha- metyl naphthalene. Angka CN yang tinggi menunjukkan bahwa minyak soloar dapat menyala pada temperatur yang relatif rendah dan sebaliknya angka CN yang rendah menunjukkan minyak solar baru dapat menyala pada temperatur yang relatif tinggi.

b. Penguapan (Volality)

Penguapan dari bahan bakar diesel diukur dengan 90% suhu penyulingan. Ini adalah suhu dengan 90 % dari contoh minyak yang telah disuling, semakin rendah suhu ini maka semakin tinggi penguapannya.

c. Residu karbon.

Residu karbon adalah karbon yang tertinggal setelah penguapan dan pembakaran habis Bahan yang diuapkan dari minyak, diperbolehkan residu karbon maksimum 0,10 %.


(28)

d. Viskositas.

Viskositas minyak dinyatakan oleh jumlah detik yang digunakan oleh volume tertentu dari minyak untuk mengalir melalui lubang dengan diameter kecil tertentu, semakin rendah jumlah detiknya berarti semakin rendah viskositasnya. e. Belerang atau Sulfur.

Belerang dalam bahan bakar terbakar bersama minyak dan menghasilkan gas yang sangat korosif yang diembunkan oleh dinding-dinding silinder, terutama ketika mesin beroperasi dengan beban ringan dan suhu silinder menurun; kandungan belerang dalam bahan bakar tidak boleh melebihi 0,5 %-1,5 %. f. Kandungan abu dan endapan.

Kandungan abu dan endapan dalam bahan bakar adalah sumber dari bahan mengeras yang mengakibatkan keausan mesin. Kandungan abu maksimal yang diijinkan adalah 0,01% dan endapan 0,05%.

g. Titik nyala.

Titik nyala merupakan suhu yang paling rendah yang harus dicapai dalam pemanasan minyak untuk menimbulkan uap terbakar sesaat ketika disinggungkan dengan suatu nyala api. Titik nyala minimum untuk bahan bakar diesel adalah 60 oC.

h. Titik Tuang.

Titik tuang adalah suhu minyak mulai membeku/berhenti mengalir. Titik tuang minimum untuk bahan bakar diesel adalah -15 oC.

i. Sifat korosif.

Bahan bakar minyak tidak boleh mengandung bahan yang bersifat korosif dan tidak boleh mengandung asam basa.

j. Mutu penyalaan.

Nama ini menyatakan kemampuan bahan bakar untuk menyala ketika diinjeksikan ke dalam pengisian udara tekan dalam silinder mesin diesel. Suatu bahan bakar dengan mutu penyalaan yang baik akan siap menyala, dengan sedikit keterlambatan penyalaan bahan bakar dengan mutu penyalaan yang buruk akan menyala dengan sangat terlambat. Mutu penyalaan adalah salah satu sifat yang paling penting dari bahan bakar diesel untuk dipergunakan dalam mesin kecepatan tinggi. Mutu penyalaan bahan bakar tidak hanya menentukan mudahnya


(29)

penyalaan dan penstarteran ketika mesin dalam keadaan dingin tetapi juga jenis pembakaran yang diperoleh dari bahan bakar. Bahan bakar dengan mutu penyalaan yang baik akan memberikan mutu operasi mesin yang lebih halus, tidak bising, terutama akan menonjol pada beban ringan.

Minyak solar yang dihasilkan harus memiliki standar dan mutu (spesifikasi) yang memenuhi persyaratan yang bisa dilihat dalam tabel 2.1 di bawah ini :

Tabel 2.1 Spesifukasi minyak solar

Sumber: Surat Keputusan Dirjen Migas 3675/K/24/DJM/2006 2.2 Bahan Bakar Gas (BBG)

Bahan Bakar Gas merupakan Bahan bakar hidrokarbon dengan fase gas yang telah dimampatkan. Secara umum lebih dari 80% komponen gas bumi yang dipakai sebagai BBG merupakan gas metana, 10%-15% gas etana, dan sisanya adalah gas karbon dioksida, dan gas-gas lain. Bahan bakar gas dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian utama yaitu gas alam (natural gas) dan gas buatan (manufactured gas). Gas alam umumnya berada di tempat yang sama dengan endapan minyak dan batubara. Sedangkan gas buatan diproduksi dari


(30)

kayu, tanah gambut, batubara, minyak, dan sebagainya. Komponen mampu bakar dari gas adalah metana, karbondioksida, dan hidrogen dalam jumlah yang bervariasi. Karakteristik dari gas sangat tergantung pada komponen yang ada dalam gas tersebut. Berdasarkan sumbernya bahan bakar gas dapat dibagi 2 yaitu :

 Bahan bakar yang secara alami didapat kandari alam: - Gas alam

- Metan dari penambangan batubara

 Bahan bakar gas yang terbuat dari bahan bakar padat - Gas yang terbentuk dari batubara

- Gas yang terbentuk dari limbah dan biomasa - Dari proses industri lainnya (gas blast furnace)

Biogas merupakan gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi dengan kandungan methana 55-65 %.

2.2.1 Sejarah Biogas

Gas methan (biogas) ini sudah lama digunakan oleh warga Mesir, China, dan Roma kuno untuk dibakar dan digunakan sebagai penghasil panas.

Sejarah penemuan proses anaerobik digestion untuk menghasilkan biogas tersebar dibenua Eropa. Penemuan ilmuan Alessandro Volta terhadap gas yang dikeluarkan dirawa-rawa terjadi pada tahun 1770, beberapa decade kemudian Avogadro mengidentifikasikan tentang gas Methana. Setelah tahun 1875 dipastikan bahwa biogas merupakan produk dari proses anaerobik digestion. Tahun 1884 Pateour melakukan penelitian tantang biogas menggunakan kotoran hewan. Era penelitian Pasteour menjadi landasan untuk penelitian biogas hingga saat ini. Pada akhir abad ke-19 ada beberapa riset dalam bidang ini dilakukan. Di Jerman dan Perancis melakukan riset pada masa antara dua perang dunia dan beberapa unit pembangkit biogas dengan memanfaatkan limbah pertanian. Selama perang dunia II banyak petani di Inggris dan benua Eropa yang membuat digester kecil untuk menghasilkan biogas yang digunakan untuk menggerakkan traktor. Karena harga BBM semakin murah dan mudah memperolehnya pada tahun 1950-an pemakai1950-an biogas di Eropa ditinggalk1950-an. Namun, di Negara-negara berkembang kebutuhan akan sumber energi yang murah dan selalu tersedia ada.


(31)

Kegiatan produksi biogas di India telah dilakukan semenjak abad ke-19. Alat pencerna anaerobik pertama dibangun pada tahun 1900 (Burhani Rahman,http://www.energi.lipi.gi.id).

2.2.2 Definisi Biogas

Biogas merupakan gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk diantaranya; kotoran manusia dan hewan, limbah domestik (rumah tangga), sampah biodegradable atau setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik. Kandungan utama dalam biogas adalah metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2). Biogas dapat

dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif yang berasal dari sumber energi terbarukan.

Energi yang terkandung dalam biogas tergantung dari konsentrasi metana (CH4). Semakin tinggi kandungan metana maka semakin besar kandungan energi (nilai kalor) pada biogas, dan sebaliknya semakin kecil kandungan metana semakin kecil nilai kalor. Kualitas biogas dapat ditingkatkan dengan memperlakukan beberapa parameter yaitu : Menghilangkan hidrogen sulphur, kandungan air dan karbon dioksida (CO2).

Saat ini pemanfaatan Biogas yaitu digunakan sebagai bahan bakar altrenatif pengganti bahan bakar fosil, salah satunya Biogas digunakan sebagai pengganti LPG untuk kompor gas rumah tangga, selain itu Biogas juga digunakan sebagai bahan bakar untuk mengoperasikan generator listrik.

2.2.3 Karakteristik Bahan Bakar Biogas

Kandungan komposisi biogas dapat berbeda-beda tergantung dari bahan pembuatnya. Kandungan utama dari biogas adalah gas metana (CH4) dan karbon

dioksida (CO2) kandungan gas lainnya ialah karbon monoksida (CO), nitrogen

(N), hidrogen sulfide (H2S), oksigen (O2), hidrogen (H2), dan ammonia (NH3).

Sifat fisik dan kimiawi biogas dipengaruhi oleh bahan baku pembuat biogas tersebut dan nilainya berbeda-beda akan tetapi tidak terlalu jauh.

Secara umum komposisi kandungan biogas ditunjukan pada table bawah ini (Omid dkk , 2011) :


(32)

Tabel 2.2 Komposisi kandungan biogas

Sumber : Biogas Composistion and qualities (Omid dkk, 2011)

Biogas memiliki beberapa sifat fisik secara umum yaitu : Tabel 2.3 Sifat fisik biogas

Sifat Fisik Keterangan

Titik Bakar 650-750 0C

Specific Gravity 0,55

Desnsitas 1,2 kg/m3

RON 130

Nilai Kalor 17 - 30 MJ/kg

Laju Nyala 0,25 m/s

Adapun sifat kimiawi dari biogas secara umum adalah :

1. Biogas mudah terbakar bila bercampur dengan oksigen flash point


(33)

2. Biogas sulit untuk disimpan dalam tabung praktis karena biogas dapat berubah fase menjadi cair pada suhu -1780C.

3. Biogas tidak menghasilkan karbon monoksida bila dibakar sehingga aman untuk penggunakan rumah tangga.

4. Biogas tidak memiliki warna dan tidak berbau. 2.2.4 Nilai Kalor Biogas

Dengan menggunakan rumus pembakaran, berat dari uap air yang dihasilkan dapat dihitung.

CH4 + O2 >>> CO2 + 2H2O 16.042 + 64 >>> 44.011 + 36.032 36.032/16.042 = 2.246 lb H2O/lb CH4

Dengan mengasumsikan panas kondensasi air sebesar 1040 Btu/lb, maka panas kondensasi pembakaran metana sekitar 2336 Btu per pound metana yang dibakar. HHV dan LHV untuk pembakaran metana dapat kita lihat sebagai berikut.

HHV = 23,890 Btu/lb or 994.7 Btu/ft3* LHV = 21,518 Btu/lb or 896.0 Btu/ft3*

* At 68 °F and 14.7 psia.

Berikut ini adalah table sifat-sifat biogas tiap %CH4 yang dikandungnya : Tabel 2.4 Nilai LHV biogas tiap % CH4 yang dikandungnya (David Ludington,

2006)

Biogas Kering (CH4 dan CO2) pada 32 F & 1 atm %Volume

CH 4

g mol wt % Berat CH4 Densitas LHV Btu/ft3 lbs d.g/ft3 ft

3 /lb d.g

40 32,8 19,60 0,09160 10,920 385

42 32,3 20,90 0,09000 11,110 405

44 31,7 22,30 0,08850 11,300 424

46 31,1 23,70 0,08690 11,500 443

48 30,6 25,20 0,08540 11,710 463

50 30,0 26,70 0,08380 11,930 482

52 29,5 28,30 0,08220 12,160 501

54 28,9 30,00 0,08070 12,390 520

56 28,4 31,70 0,07910 12,640 540


(34)

60 27,2 35,40 0,07600 13,160 578

62 26,7 37,30 0,07440 13,430 598

64 26,1 39,30 0,07290 13,720 617

66 25,6 41,40 0,07130 14,020 636

68 25,0 43,70 0,06980 14,340 655

70 24,4 46,00 0,06820 14,660 675

Biogas Kering

Sumber : David Ludington, 2006 2.2.5 Pemurnian Biogas (Purifikasi biogas)

Pemurnian (purifikasi) biogas adalah cara untuk meningkatkan nilai kalor dari biogas. Pemurnian biogas dilakukan untuk menghilangkan gas CO2, H2O dan H2S yang terkandung dalam biogas,seiring dengan hilangnya gas gas tersebut maka kandungan gas methana dalam biogas akan meningkat yaitu sekitar 70-95%. Dengan pemurnian biogas, maka biogas akan semakin baik digunakan untuk pembakaran.

Menurut Ryckebosch (2011) pemurnian biogas dapat dilakukan melalui dua langkah utama yaitu menghilangkan tra ce components seperti hidrogen sulfida dan uap air yang menyebabkan korosi dan menghilangkan gas karbon dioksida untuk meningkatkan nilai kalor.

Proses pemurnian biogas dapat dilakukan dengan berbagai metode pemurnian diantaranya menggunakan water scrubbing, penyerapan kimia menggunakan MEA dan DEA pressure swing adsorption dan cryogenic separation.


(35)

2.2.6 Proses Pembuatan Biogas

Pada dasarnya pembuatan biogas sangat sederhana, yaitu hanya dengan memasukkan substrat seperti kotoran ternak, limbah pertanian, limbah rumah tangga ke dalam digester yang anaerob yang kemudian akan menghasilkan biogas dan dapat disimpan di dalam tangki penyimpanan kemudian dapat digunakan.

Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan gas yang sebagian besar adalah berupa gas metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) dan karbon dioksida, gas inilah yang disebut biogas. Proses dekomposisi anaerobik dibantu oleh sejumlah mikroorganisme, terutamabakteri metan. Suhu yang baik untuk proses fermentasi adalah 30-55oC, dimana pada suhu tersebut mikro organisme mampu merombak bahan bahan organik secara optimal. Berikut ini skema proses pembuatan biogas :

Gambar 2.3 Proses pembuatan biogas sederhana

Sumber : http://denipriyatin.blogspot.com,teknik-dan-analisa-pembuatan-biogas

Proses pembuatan biogas dalam perkembangan saat ini dibagi menjadi 3 jenis yaitu :

1. Fixed Dome Plant

Pada fixed dome plant, digesternya tetap. Penampung gas ada pada bagian atas digester. Ketika gas mulai timbul, gas tersebut menekan slurry ke bak slurry. Jika pasokan kotoran ternak terus menerus, gas yang timbul akan terus menekan slurry hingga meluap keluar dari bak


(36)

slurry. Gas yang timbul digunakan/dikeluarkan lewat pipa gas yang diberi katup/kran.

2. Floating Drum Plant

Floating drum plant terdiri dari satu digester dan penampung gas yang bisa bergerak. Penampung gas ini akan bergerak keatas ketika gas bertambah dan turun lagi ketika gas berkurang, seiring dengan penggunaan dan produksi gasnya.

3. Jenis Balon

Reaktor balon merupakan jenis reaktor yang banyak digunakan pada skala rumah tangga yang menggunakan bahan plastik sehingga lebih efisien dalam penanganan dan perubahan tempat biogas. reaktor ini terdiri dari satu bagian yang berfungsi sebagai digester dan penyimpan gas masing masing bercampur dalam satu ruangan tanpa sekat. Material organik terletak dibagian bawah karena memiliki berat yang lebih besar dibandingkan gas yang akan mengisi pada rongga atas.

2.2.7 Kelebihan dan Kekurangan Biogas

Biogas memiliki beberapa kelebihan dan keuntungan dibandingkan dengan bahan bakar gas lainnya seperti LPG dan CNG. Berikut ini adalah beberapa kelebihan dan kekurangan biogas :

 Kelebihan :

1. Energi yang terbaharukan dan tidak membutuhkan material yang masih di gunakan sehingga tidak mengganggu keseimbangan karbon dioksida.

2. Energi yang dihasilkan biogas dapat menggantikan bahan bakar fosil (nilai kalor tinggi).

3. Ramah lingkungan. 4. Harga biogas murah.

5. Emisi gas buang yang rendah.


(37)

 Kekurangan :

1. Memerlukan biaya instalasi yang cukup besar.

2. Belum dapat dikemas dalam bentuk cair dalam tabung. 3. Belum dikenal masyarakat luas.

2.3 Sistem Dua Bahan Bakar (Dual F uel System)

Dual fuel system solar-biogas adalah sistem bahan bakar yang menggunakan dua jenis bahan bakar sekaligus di dalam bekerjanya motor bakar sebagai motor penggerak yaitu bahan liquid (solar) dan bahan bakar gas (biogas) melalui sedikit modofikasi mixer mesin pada bagian intake manifold mesin diesel dan menggunakan gas injector untuk menyuplai biogas. Biogas yang masuk bercampur dengan udara di mixer kemudian masuk ke dalam ruang bakar , kemudian dari sisi lain bahan bakar liquid (solar) akan masuk sekaligus. Bahan bakar yang terdiri dari solar,biogas, dan udara akan dikompresi di ruang bakar untuk selanjutnya terbakar dan menghasilkan energy. Berikut adalah gambar mesin dengan sistem dua bahan bakar ( dual fuel sistem).

Gambar 2. 4 Mesin dengan sistem dua bahan bakar Sumber : Dual Fuel VTec conversions fromTecnoVeritas. 2.4 Mesin Diesel

Mesin diesel juga disebut “Motor Penyalaan Kompresi” (Compresion Ignition) oleh karena penyalaannya dilakukan dengan menyemprotkan bahan bakar ke dalam udara yang telah bertekanan dan bertemperatur ringgi sebagai akibat dari proses kompresi di dalam ruang bakar. Mesin diesel merupakan jenis


(38)

mesin pembakaran dalam (internal combustion engine). Mesin diesel pertama kali ditemukan oleh Rudolf Diesel pada tahun 1892. Prinsip kerja pembakaran motor diesel yaitu udara segar dihisap masuk kedalam silinder atau ruang bakar kemudian udara tersebut dikompressi oleh torak sehingga udara memiliki temperatur dan tekanan yang tinggi, dan sebelum torak mencapai titik mati atas, bahan bakar disemprotkan ke ruang bakar dan terjadilah pembakaran.

Agar bahan bakar diesel dapat terbakar dengan sendirinya, maka perbandingan kompresi mesin diesel harus berkisar antara 15 – 22, sedangkan tekanan kompresinya mencapai 20 – 40 bar dengan suhu 500 – 700 0C. Aplikasi dari motor diesel banyak pada industri-industri sebagai motor stasioner ataupun untuk kendaraan-kendaraan dan kapal laut dengan ukuran yang besar. Hal ini dikarenakan motor diesel mengkonsumsi bahan bakar ± 25% lebih rendah dari motor bensin, lebih murah dan perawatannya lebih sederhana (Kubota, S., dkk, 2001).

Mesin diesel menghasilkan tekanan kerja yang tinggi, itu sebabnya konstruksi motor diesel lebih kokoh dan lebih besar. Disamping itu, mesin diesel menghasilkan bunyi yang lebih keras, warna dan bau gas yang kurang menyenangkan. Namun dipandang dari segi ekonomi, bahan bakar serta polusi udara, motor diesel masih lebih disukai (Mathur, 1980).

Menurut Willard W.P (1996) efisiensi termis motor diesel berada di bawah 50% sedangkan menurut Khovakh (1979), efisiensi termis berkisar pada 29% - 42% dan sisanya adalah kerugian-kerugian energi. Energi kalor yang dimanfaatkan oleh mesin tidaklah terlalu besar,sisanya merupakan kerugian - kerugian energi, diantaranya energi kalor yang hilang akibat pendinginan mesin, energi kalor yang hilang bersama gas buang, energi kalor yang hilang akibat pembakaran tidak sempurna, energi kalor yang hilang karena kebocoran gas, dan kehilangan lainnya akibat radiasi dan konveksi.

Siklus diesel (ideal) pembakaran tersebut dimisalkan dengan pemasukan panas pada volume konstan.


(39)

Gambar 2.5 P-v Diagram

Keterangan Gambar: P = Tekanan (atm)

V = Volume Spesifik (m3/kg)

qin = Kalor yang masuk (kJ)

qout = Kalor yang dibuang (kJ)

Gambar 2.6 Diagram T-S mesin diesel

Keterangan Gambar : T = Temperatur (K) S = Entropi (kJ/kg.K)

q

in = Kalor yang masuk (kJ)


(40)

Keterangan Grafik: 1-2 Kompresi Isentropik

2-3 Pemasukan Kalor pada Tekanan Konstan 3-4 Ekspansi Isentropik

4-1 Pengeluaran Kalor pada Tekanan Konstan 2.4.1 Prinsip Kerja Mesin Diesel

Prinsip kerja mesin diesel 4 tak sebenarnya sama dengan prinsip kerja mesin otto, yang membedakan adalah cara memasukkan bahan bakarnya. Pada mesin diesel bahan bakar di semprotkan langsung ke ruang bakar dengan menggunakan injector. Dibawah ini adalah langkah dalam proses mesin diesel 4 langkah :

Gambar 2.7 Prinsip kerja mesin diesel

( Sumber : www. Scribd.Com /compression engine)

Keterangan : 1. Langkah Isap

Pada langkah ini piston bergerak dari TMA (Titik Mati Atas) ke TMB (Titik Mati Bawah). Saat piston bergerak ke bawah katup isap terbuka yang menyebabkan ruang didalam silinder menjadi vakum,sehingga udara murni langsung masuk ke ruang silinder melalui filter udara.

2. Langkah kompresi

Poros engkol terus berputar, piston bergerak dari TMB ke TMA, kedua katup tertutup. Udara murni yang terhisap tadi terkompresi dalam ruang bakar.


(41)

Karena terkompresi suhu dan tekanan udara tersebut naik hingga mencapai 35 atm dengan temperatur 500⁰ - 800⁰ (pada perbandingan kompresi 20 : 1).

3. Langkah Usaha

Poros engkol masih terus berputar, beberapa derajat sebelum torak mencapai TMA di akhir langkah kompresi, bahan bahar diinjeksikan ke dalam ruang bakar. Karena suhu udara kompresi yang tinggi terjadilah pembakaran yang menghasilkan tekanan eksplosif yang mendorong piston bergerak dari TMA ke TMB. Kedua katup masih dalam keadaan tertutup. Gaya dorong ke bawah diteruskan oleh batang piston ke poros engkol untuk dirubah menjadi gerak rotasi. Langkah usaha ini berhenti ketika katup buang mulai membuka beberapa derajat sebelum torak mencapai TMB.

4. Langkah Buang

Pada langkah ini, gaya yang masih terjadi di flywhell akan menaikkan kembali piston dari TMB ke TMA, bersamaan itu juga katup buang terbuka sehingga udara sisa pembakaran akan di dorong keluar dari ruang silinder menuju exhaust manifold dan langsung menuju knalpot.

2.4.2 Performansi Mesin Diesel a. Nilai Kalor Bahan Bakar.

Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Calorific Value, CV). Bedasarkan asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi nilai kalor atas dan nili kalor bawah.

Nilai kalor atas (High Heating Value,HHV), merupakan nilai kalor yang diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan kalorimeter dimana hasil pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar uap air yang terbentuk dari pembakaran hidrogen mengembun dan melepaskan panas latennya. Secara teoritis, besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung bila diketahui komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan


(42)

HHV = 33950 + 144200 (H2- ) + 9400 S ... (2.1)

Dimana: HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg)

C = Persentase karbon dalam bahan bakar H2 = Persentase hidrogen dalam bahan bakar

O2 = Persentase oksigen dalam bahan bakar

S = Persentase sulfur dalam bahan bakar

Nilai kalor bawah (low Heating Value, LHV), merupakan nilai kalor bahan bakar tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air. Umumnya kandungan hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15 % yang berarti setiap satu satuan bahan bakar, 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses pembakaran sempurna, air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari jumlah mol hidrogennya.

Selain berasal dari pembakaran hidrogen, uap air yang terbentuk pada proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada didalam bahan bakar (moisture). Panas laten pengkondensasian uap air pada tekanan parsial 20 kN/m2 (tekanan yang umum timbul pada gas buang) adalah sebesar 2400 kJ/kg, sehingga besarnya nilai kalor bawah (LHV) dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut :

LHV = HHV – 2400 (M + 9 H2) ... (2.2)

Dimana: LHV = Nilai Kalor Bawah (kJ/kg)

M = Persentase kandungan air dalam bahan bakar (moisture)

Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar, dapat menggunakan nilai kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga menggunakan nilai kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American of Mechanical Enggineers) menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV), sedangkan peraturan SAE (Society of Automotive Engineers) menentukan penggunaan nilai kalor bawah (LHV).


(43)

b. Daya Poros

Daya mesin adalah besarnya kerja mesin selama waktu tertentu. Pada motor bakar daya yang berguna adalah daya poros, dikarenakan poros tersebut menggerakan beban. Daya poros dibangkitkan oleh daya indikator , yang merupakan daya gas pembakaran yang menggerakan torak selanjutnya menggerakan semua mekanisme, sebagian daya indikator dibutuhkan untuk mengatasi gesekan mekanik, seperti pada torak dan dinding silinder dan gesekan antara poros dan bantalan. Prestasi motor bakar pertama-tama tergantung dari daya yang dapat ditimbulkannya. Semakin tinggi frekuensi putar motor makin tinggi daya yang diberikan hal ini disebabkan oleh semakin besarnya frekuensi semakin banyak langkah kerja yang dialami pada waktu yang sama. Dengan demikian besar daya poros itu adalah :

... (2.3) Dimana :

PB = daya ( W )

T = torsi ( Nm )

n = putaran mesin ( Rpm ) c. Torsi

Torsi adalah perkalian antara gaya dengan jarak. Selama proses usaha maka tekanan-tekanan yang terjadi di dalam silinder motor menimbulkan suatu gaya yang luar biasa kuatnya pada torak. Gaya tersebut dipindahkan kepada pena engkol melalui batang torak , dan mengakibatkan adanya momen putar atau torsi pada poros engkol. Untuk mengetahui besarnya torsi digunakan alat

dynamometer.

Gambar 2. 8 Skema operasi dynamometer


(44)

Biasanya motor pembakaran ini dihubungkan dengan dynamometer

dengan maksud mendapatkan keluaran dari motor pembakaran dengan cara menghubungkan poros motor pembakaran dengan poros dynamometer dengan menggunakan kopling elastik.

PB = ... (2.4)

T = ... (2.5) Dimana :

PB = Daya ( W )

T = Torsi ( Nm )

N = Putaran mesin ( rpm )

d. Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC)

Konsumsi bahan bakar spesifik merupakan salah satu parameter prestasi yang penting di dalam suatu motor bakar. Parameter ini biasa dipakai sebagai ukuran ekonomi pemakaian bahan bakar yang terpakai per jam untuk setiap daya kuda yang dihasilkan.

SFC = ... (2.6) ... (2.7) Dengan :

SFC = konsumsi bahan bakar spesifik (kg/kw.h) PB = daya (W)

= konsumsi bahan bakar sgf = spesifik grafity t = waktu (jam)

e. Efisiensi Thermal

Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang dibangkitkan piston karena sejumlah enegi hilang akibat adanya rugi-rugi mekanis (mechanical losses). Dengan alasan ekonomis perlu dicari kerja maksimium yang


(45)

dapat dihasilkan dari pembakaran sejumlah bahan bakar. Efisiensi ini disebut juga sebagai efisiensi termal brake (thermal efficiency, ηb).

Jika daya keluaran PB dalam satuan KW, laju aliran bahan bakar mf dalam

satuan kg/jam, maka:

ηb = 3600 ... (2.8) f. Rasio Udara - Bahan Bakar (AFR)

Energi yang masuk kedalam sebuah mesin berasal dari pembakaran bahan bakar hidrokarbon. Udara digunakan untuk menyuplai oksigen yang dibutuhkan untuk mendapatkan reaksi kimia didalam ruang bakar. Agar terjadinya reaksi pembakaran, jumlah oksigen dan bahan bakar harus tepat. Yang dirumuskan sebagai berikut:

... .(2.9) ...(2.10) Dimana: massa udara di dalam silinder per siklus

massa bahan bakar di dalam silinder per siklus laju aliran udara didalam mesin

laju aliran bahan bakar di dalam mesin tekanan udara masuk silinder

temperatur udara masuk silinder konstanta udara

volume langkah (displacement)

volume sisa

g. Brake mean Effective Preasure (bmep)

Brake mean effective preasure (bmep) adalah tekanan rata rata ruang bakar untuk setiap satu kali siklus pembakaran. Untuk mesin 4 tak dengan 2 kali putaran mesin setiap satu siklus pembakaran, nilai tekanan efektif rata-rata dapat dicari dengan menggunakan rumus:

4 T = (bmep) Vd ... (2.11)


(46)

Dimana : = Daya keluaran (Watt)

N = Putaran mesin (rpm) T = Torsi (N.m)

bmep = Tekanan efektif rata-rata (kPa) Vd = Volume ruang bakar (m3) 2.5 Generator

Generator atau alternator merupakan kumparan atau gulungan tembaga yang terdiri dari stator (kumparan statis ) dan rotor (kumparan berputar). Generator akan dikopel pengan mesin penngerak yang selanjutnya akan menghasilka daya.

Dalam ilmu fisika yang sederhana dapat dijelaskan bahwa mesin memutar rotor pada generator sehingga timbul medan magnet pada kumparan stator generator, medan magnit yang timbul pada stator dan berinteraksi dengan rotor yang berputar akan menghasilkan arus listrik sesuai hukum Lorentz.

Gambar 2.9 Generator

Arus listrik yang dihasilkan oleh generator akan memiliki perbedaan tegangan di antara kedua kutub generatornya sehingga apabila dihubungkan dengan beban akan menghasilkan daya listrik, atau dalam rumusan fisika sebagai P dapat diperoleh dengan:

P = V x I ... .(2.13) Dimana: P = daya (Watt)


(47)

V= Tegangan (Volt) I = Arus ( Ampere)

Dalam aplikasi dijumpai bahwa generator terdiri dari genset 1 phasa atau 3 phasa. Pengertian 1 phasa atau 3 phasa adalah merujuk pada kapasitas tegangan yang dihasilkan oleh genset tersebut. Tegangan 1 phasa artinya tegangan yang dibentuk dari kutub L yang mengandung arus dengan kutub N yang tidak berarus, atau berarus No.l atau sering dikenal sebagai Arde atau Ground. Sedangkan tegangan 3 phase dibentuk dari dua kutub yang bertegangan. Genset tiga phase menghasilkan tiga kali kapasitas genset 1 phase. Pada sistem kelistrikan PLN, kapasitas 3 phase yang dihasilkan untuk aplikasi rumah tangga adalah 380 Volt, sedangkan kapasitas 1 phase adalah 220 Volt.

Daya listrik dalam ilmu fisika merupakan besaran vektor, artinya besaran yang memiliki besar dan arah, tegangan dan arus yang dihasilkan merupakan gelombang sinusoidal dengan frekuensi tertentu. Di Indonesia, frekuensi tegangan dan arus ditetapkan sebesar 50 Hz, dimana hal ini mengikuti standar frekuensi di Belanda atau negara-negara Eropa, sedangkan di negara Amerika Serikat dan Kanada menggunakan frekuensi 60 Hz.

2.6 Emisi Gas Buang

Emisi gas buang adalah sisa hasil pembakaran bahan bakar di dalam mesin pembakaran dalam, mesin pembakaran luar, mesin jet yang dikeluarkan melalui sistem pembuangan mesin.

Untuk mesin Diesel emisi gas buang yang dilihat adalah opasitas (ketebalan asap), kandungan HC dan CO. Adapun Standart emisi gas buang berdasarkan

peraturan menteri negara lingkungan hidup nomor 05 tahun 2006 tentang ambang batas emisi gas buang.


(48)

Gambar 2.10 standar Uji Emisi Gas Buang

Sumber : Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2006 Tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang

2.6.1. Sumber

Polutan dibedakan menjadi polutan primer atau sekunder.Polutan primer seperti nitrogen oksida (NOx) dan hidrokarbon (HC) langsung dibuangkan ke udara bebas dan mempertahankan bentuknya seperti pada saat pembuangan. Polutan sekunder seperti ozon (O3) dan peroksiasetil nitrat (PAN) adalah polutan


(49)

2.6.2 Komposisi Kimia

Polutan dibedakan menjadi organik dan inorganik. Polutan organik mengandung karbon dan hidrogen, juga beberapa elemen seperti oksigen, nitrogen, sulfur atau fosfor, contohnya : hidrokarbon, keton, alkohol, ester dan lain-lain. Polutan inorganik seperti : karbon monoksida (CO), karbonat, nitrogen oksida, ozon dan lainnya.

2.6.3. Bahan Penyusun

Polutan dibedakan menjadi partikulat atau gas. Partikulat dibagi menjadi padatan dan cairan seperti : debu, asap, abu, kabut dan spray, partikulat dapat bertahan di atmosfer. Sedangkan polutan berupa gas tidak bertahan di atmosfer dan bercampur dengan udara bebas.

a.) Partikulat

Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari pembakaran tak sempurna bahan bakar dengan udara, sehingga terjadi tingkat ketebalan asap yang tinggi. Selain itu partikulat juga mengandung timbal yang merupakan bahan aditif untuk meningkatkan kinerja pembakaran bahan bakar pada mesin kendaraan.

Apabila butir-butir bahan bakar yang terjadi pada penyemprotan kedalam silinder motor terlalu besar atau apabila butir–butir berkumpul menjadi satu, maka akan terjadi dekomposisi yang menyebabkan terbentuknya karbon–karbon padat atau angus. Hal ini disebabkan karena pemanasan udara yang bertemperatur tinggi, tetapi penguapan dan pencampuran bahan bakar dengan udara yang ada di dalam silinder tidak dapat berlangsung sempurna, terutama pada saat–saat dimana terlalu banyak bahan bakar disemprotkan yaitu pada waktu daya motor akan diperbesar, misalnya untuk akselerasi, maka terjadinya angus itu tidak dapat dihindarkan. Jika angus yang terjadi itu terlalu banyak, maka gas buang yang keluar dari gas buang motor akan bewarna hitam.


(50)

b.) Unburned Hidrocarbon (UHC)

Hidrokarbon yang tidak terbakar dapat terbentuk tidak hanya karena campuran udara bahan bakar yang gemuk, tetapi bisa saja pada campuran kurus bila suhu pembakarannya rendah dan lambat serta bagian dari dinding ruang pembakarannya yang dingin dan agak besar. Motor memancarkan banyak hidrokarbon kalau baru saja dihidupkan atau berputar bebas (idle) atau waktu pemanasan.

Pemanasan dari udara yang masuk dengan menggunakan gas buang meningkatkan penguapan dari bahan bakar dan mencegah pemancaran hidrokarbon. Jumlah hidrokarbon tertentu selalu ada dalam penguapan bahan bakar, di tangki bahan bakar dan dari kebocoran gas yang melalui celah antara silinder dari torak masuk kedalam poros engkol, yang disebut dengan blow by gasses (gas lalu).Pembakaran tak sempurna pada kendaraan juga menghasilkan gas buang yang mengandung hidrokarbon. Hal ini pada motor diesel terutama disebabkan oleh campuran lokal udara bahan bakar tidak dapat mencapai batas mampu bakar.

c.) Karbon Monoksida (CO)

Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon dioksida (CO2)

sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Gas ini akan dihasilkan bila karbon yang terdapat dalam bahan bakar (kira–kira 85 % dari berat dan sisanya hidrogen) terbakar tidak sempurna karena kekurangan oksigen. Hal ini terjadi bila campuran udara bahan bakar lebih gemuk dari pada campuran stoikiometris, dan terjadi selama idling pada beban rendah atau pada output maksimum. Karbon monoksida tidak dapat dihilangkan jika campuran udara bahan bakar gemuk. Bila campuran kurus karbon monoksida tidak terbentuk.

d.) Oksigen (O2)

Oksigen (O2) sangat berperan dalam proses pembakaran, dimana oksigen


(51)

mengakibatkan terjadinya pembakaran bahan bakar. Nitrogen monoksida (NO) merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau sebaliknya nitrogen dioksida (NO2) berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam. NO merupakan gas

yang berbahaya karena mengganggu saraf pusat. NO terjadi karena adanya reaksi antara N2 dan O2 pada temperature tinggi di atas 1210oC. Persamaan reaksinya

adalah sebagai berikut:

O2 2O

N2+O NO+N

N+O2 NO+O

2. 7 Proses Pembakaran dan Bahan Bakar

Proses pembakaran adalah suatu reaksi kimia cepat antara bahan bakar (hidrokarbon) dengan oksigen dari udara. Proses pembakaran ini tidak terjadi sekaligus tetapi memerlukan waktu dan terjadi dalam beberapa tahap.

Gambar 2. 11 Grafik tekanan versus sudut engkol

Pada gambar dapat dilihat tekanan udara akan naik selama langkah kompresi berlangsung. Beberapa derajat sebelum torak mencapai TMA bahan bakar mulai disemprotkan. Bahan bakar akan segera menguap dan bercampur dengan udara yang sudah bertemperatur tinggi. Oleh karena temperaturnya sudah melebihi temperatur penyalaan bahan bakar, bahan bakar akan terbakar sendiri dengan cepat. Waktu yang diperlukan antara saat bahan bakar mulai disemprotkan dengan saat mulai terjadinya pembakaran dinamai periode persiapan pembakaran(1).


(52)

Sesudah melampaui periode persiapan pembakaran, bahan bakar akan terbakar dengan cepat, hal tersebut dapat dilihat pada grafik sebagai garis lurus yang menanjak, karena proses pembakaran tersebut terjadi dalam suatu proses pengecilan volume (selama itu torak masih bergerak menuju TMA). Sampai torak bergerak kembali beberapa derajat sudut engkol sesudah TMA, tekanannya masih bertambah besar tetapi laju kenaikan tekanannya berkurang. Hal ini disebabkan karena kenaikan tekanan yang seharusnya terjadi dikompensasi oleh bertambah besarnya volume ruang bakar sebagai akibat bergeraknya torak dari TMA ke TMB.

Periode pembakaran. Ketika terjadi kenaikan tekanan yang berlangsung dengan cepat (garis tekanan yang curam dan lurus, garis BC pada grafik) dinamai periode pembakaran cepat (2). Periode pembakaran ketika masih terjadi kenaikan tekanan sampai melewati tekanan yang maksimum dalam tahap berikutnya (garis CD), dinamai periode pembakaran terkendali (3). Dalam hal terakhir ini jumlah bahan bakar yang masuk ke dalam silinder sudah mulai berkurang, bahkan mungkin sudah dihentikan. Selanjutnya dalam periode pembakaran lanjutan (4) terjadi proses penyempurnaan pembakaran dan pembakaran dari bahan bakar yang belum sempat terbakar. Laju kenaikan tekanan yang terlalu tinggi tidaklah dikehendaki karena dapat menyebabkan beberapa kerusakan. Maka haruslah diusahakan agar periode persiapan pembakaran terjadi sesingkat-singkatnya sehingga belum terlalu banyak bahan bakar yang siap untuk terbakar selama waktu persiapan pembakaran. Karena itu segenap usaha haruslah ditujukan untuk mempersingkat periode persiapan pembakaran, antara lain dengan cara sebagai berikut :

1. Menggunakan perbandingan kompresi yang tinggi 2. Memperbesar tekanan dan temperatur udara masuk

3. Memperbesar volume silinder sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh perbandingan luas dinding terhadap volume yang sekecil-kecilnya untuk mengurangi kerugian panas

4. Menyemprotkan bahan bakar pada saat yang tepat dan mengatur pemasukan jumlah bahan bakar yang sesuai dengan kondisi pembakaran


(53)

5. Menggunakan jenis bahan bakar yang sebaik-baiknya

6. Mengusahakan adanya gerakan udara yang turbulen untuk menyempurnakan proses pencampuran bahan bakar udara

7. Menggunakan jumlah udara untuk memperbesar kemungkinan bertemunya bahan bakar dengan oksigen dari udara.

Hal tersebut terakhir merupakan persyaratan mutlak bagi motor Diesel karena proses pencampuran bahan bakar-udara hanya terjadi dalam waktu yang singkat. Jadi, bahan bakar yang sebaiknya digunakan pada motor Diesel adalah jenis bahan bakar yang dapat segera terbakar (sendiri), yaitu yang dapat memberikan periode persiapan pembakaran yang pendek. Sebagai bahan bakar standar dipergunakan bahan bakar hidrokarbon rantai lurus, yaitu hexadecane atau

cetane (C16H34) dan alpha-methylnaphtalene.

Gambar 2.12 C16H34 (hidrokarbon rantai lurus)


(54)

C16H34 adalah bahan bakar dengan periode persiapan pembakaran yang

pendek, kepadanya diberikan angka 100 (bilangan setana = 100). Sedangkan

alpha-methylnaphtalene mempunyai periode pembakaran yang panjang, jadi tidak baik dipergunakan sebagai bahan bakar motor Diesel, kepadanya diberikan angka 0 (bilangan setana = 0).

Bahan bakar dengan bilangan setana yang lebih tinggi menunjukkan kualitas bahan bakar yang lebih baik untuk motor diesel. Bahan bakar motor Diesel komersial yang diperdagangkan mempunyai bilangan setana antara 35-55. Pada umumnya boleh dikatakan bahan bakar hidrokarbon dengan struktur atom rantai lurus mempunyai bilangan setana lebih tinggi daripada bahan bakar dengan struktur atom yang rumit. Motor Diesel kecepatan tinggi sebaiknya menggunakan bahan bakar dengan bilangan setana yang tinggi.

Demikianlah secara umum boleh dikatakan bahwa bahan bakar yang baik untuk motor Diesel adalah bahan bakar yang memiliki bilangan setana tinggi; viskositas yang rendah untuk mengurangi tekanan penyemprotan; sifat melumas yang baik supaya tidak merusak pompa tekanan tinggi; bulk modulus yang tinggi untuk memudahkan penyemprotan, dan titik didih yang tinggi supaya tidak mudah menguap. Selain itu diusahakan agar kadar belerang dan aromatiknya rendah serta adanya aditif untuk meningkatkan mutu bahan bakar.


(55)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Persiapan alat dilakukan di laboratorium Proses Produksi Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara selama kurang lebih 1 bulan. Persiapan bahan ( biogas) dilakukan selama kurun waktu penelitian ini berlangsung yaitu kurang 5 bulan. Pengujian dilakukan di bengkel konstruksi Sari Binangun Padang Bulan dan kebun percobaan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan selama lebih kurang 4 bulan.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Alat yang dipakai dalam penelitian ini terdiri dari: 1. Tiger Diesel Engine Single-Cylinder R175AN

Gambar 3.1 Tiger Diesel Engine Single-Cylinder R175AN

Spesifikasi:

Model : R175AN


(56)

Bore x Stroke : 75x80 mm

Max output : 4,86 Kw

Rated output : 4.41Kw Rated speed : 2600 rpm

Berat mesin : 60 Kg

Torsi mesin : 18 Nm / 2600 rpm 2. Syncronous Generators Single Phase AC 3 kW

Generator ini akan digunakan untuk mengetahui daya keluaran dari mesin diesel yang akan diuji yaitu mesin diesel Tiger R175AN yang akan dimodifikasi menjadi mesin dengan dua bahan bakar (dual fuel).

Gambar 3.2 Syncronous Generators Single Phase AC

Spesifikasi

Type : ST-3

Stator Insulation : E Rotor Insulation : B

Rating Frekwensi (Hz) : 50/60 Hz Rating Voltage (V) : 115-230


(57)

Max. Power (kVA) : 3

Power Factor (cos π) : 1

3. Engine Smoke Meter dan Gas Analyzer yang disambungkan ke star gas analyzer untuk mngetahui emisi gas buang

Gambar 3.3 Engine Smoke Meter dan Gas Analyzer

Spesifikasi engine smoke meter ( Opacity)

Model : HD-410

Measuring Range : 0,00-100% Absorption Coeff : 0,00-21,42 m-1

RPM : 0-8000 RPM

Oil Temp : 0-1500C Operation Temp : -10-400C Spesifikasi Gas Analyzer (HC dan CO)

Model No : HG-510

Measuring Range CO : 0,00-9,999% HC : 0-9999 ppm


(58)

Operation Temperature : 0-400C

Power : 220 V

Serial No : 2GC0101

4. Thermocouple Thermometer

Untuk melakukan pengukuran temperatur yang terjadi didalam alat pengering digunakan instrumen pengukuran temperatur,yaitu Thermocouple Thermometer Tipe

KW 06-278 Krisbow (seperti terlihat pada Gambar 3.4). Setting instrument pengukuran temperatur ini dilakukan pada saat akan melakukan pengukuran temperatur yang terjadi didalam alat pengering selama proses pengeringan berlangsung.

Gambar 3.4 Thermocouple Thermometer

Spesifikasi Thermocouple Thermometer Tipe KW 06-278 Krisbow sebagai berikut:

Nama : Thermocouple Thermometer

Input sensitivity : User selectable 0.1°C or 1°C Temperatur range : -50.0°C - 1300°C

-58°F - 2000°F Accuracy range : ± 0.5 % ± 1 oC

± 0.5 % ± 2 oF Ukuran : 165 x 76 x 43 mm

Berat : 403 gram

Sumber daya : dua buah baterai 1,5 V Alkaline


(59)

Untuk mengetahui besar putaran poros mesin per menit. Ujung alat ini akan ikut berputar ketika dilekatkan ke benda yang berputar. Alat ini dapat mengukur putaran rata-rata dan juga putaran tertinggi yang ada pada poros.

Gambar 3.5 Tachometer

Spesifikasi:

 Display Counts : 99.999 counts LCD

 Range rpm : 5 to 99.999

 Ft/min : 0.2 to 6560

 M/min : 0.05 to 1999.9

 Basic Accuracy : ±0.05% ±1d

 Max RPM Resolution (rpm) : 0.1

5. Beaker glass digunakan untuk menentukan jumlah bahan bakar yang akan dipakai.

6. Multitaster Meter CD800A

Untuk mengetahui tegangan dan kuat arus yang terdapat pada rangkaian. Ketika mengukur kuat arus maka multi meter dihubungkan dengan raangkaian secara seri. Dan ketika mengukur tegangan maka multi meter dihubungkan dengan rangkaian secara pararel.


(60)

Gambar 3.6 Multi meter

Spesifikasi:

 3-3/4 digit, 4000 hitungan.

 Dapat mengukur:

* DCV, range 400m/4/40/400/600V, resolusi 0,1 mV. * ACV, range 4/40/400/600V, resolusi 1 mV.

* DCA, range 40m/400mA, resolusi 0,01 mA. * ACA, range 40m/400mA, resolusi 0,01 mA.

* Resistance, range 400/4k/40K/400k/4M/40M ohm, resolusi 0,1 ohm. * Capacitance: range 50n/500n/5µ/50µ/100µF, resolusi 0,01nF.

* Frekuensi, range 5Hz - 100kHz. * Duty cycle, range 20% - 80%.

 Continuity tester (10 - 120 ohm).

 Diode test, tegangan output 1,5V (open).

 Bandwidth 40 - 400Hz.

 Impedansi input 10M - 100M ohm untuk DCV & ACV.

 Auto range selection.

 Auto power off.

 Fuse protection. 7. Tangki bahan bakar

Untuk mempermudah pengisian, penghitungan volum dan penggantian bahan bakar maka tangki bahan bakar dibuat memakai tabung bureet yang dirangkai sedemikian rupa sehingga tidak ada bahan bakar yang tumpah.


(61)

8. Tabung Penyimpanan Biogas

Tabung penyimpanan Biogas digunakan untuk menyimpan Biogas sebelum Biogas digunakan untuk pembakaran.

Gambar 3.7 Tabung Penyimpanan Bahan Biogas

9. Regulator Gas

Regulator digunakan untuk mengatur volume biogas yang keluar dari tabung biogas.

Gambar 3.8 Regulator Gas

10. Flowmeter gas

Flowmeter gas digunakan untuk mengukur laju aliran biogas yang masuk ke intake manifold. Flowmeter gas biasanya satu bagian dengan regulator gas. Tekanan kerja flow meter yang digunakan 1,5 Bar.


(62)

11. Stop watch

Untuk mengukur waktu yang dibutuhkan mesin menghabiskan bahan bakar. Dalam hal ini waktu pengukuran dilakukan selama 5 menit. Setiap variasi yang dilakukan menghabiskan waktu 5 menit. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan laju aliran massa bahan bakar.

Gambar 3.10 Stop watch

12. Manometer

Manometer digunakan untuk mengetahui tekanan biogas yang dipakai untuk menghidupkan mesin. Setiap variasi putaran mesin dan beban akan mempengaruhi tekanan biogas yang keluar dari tabung. Semakin tinggi putaran mesin maka tekanan yang dibaca manometer akan semakin tinggi juga.


(63)

13. Selang SMC tekanan tinggi

Selang SMC digunakan untuk mengubungkan regulator, manometer dan karburator. Selang yang digunakan adalah selang plastik polyurethane tekanan tinggi dan tahan panas, dengan ukuran 12x8

Gambar 3.12 Selang SMC tekanan tinggi

14. Rangkain lampu

Rangkaian lampu berfungsi sebagai beban generator, untuk mengetahui daya keluaran dari mesin dengan pembebanan 40% dan 80% dari daya maksimum

generator


(64)

15. Alat-alat Perbengkelan

Alat-alat perbengkelan digunakan dalam proses perakitan mesin dan spare partnya. Alat-alat perbengkelan yang digunakan adlah gerinda, 1 set kunci, bor dan mesin las.

Gambar 3.14 Alat-alat perbengkelan

16. V- Belt dan Pulley

V-belt dan pulley digunakan untuk meneruskan putaran dari mesin ke generator. Perbandingan pulley yang digunakan yaitu 1: 1.


(65)

17. Panel Litrsik

Panel listrik digunakan untuk mengetahui besarnya tegangan dan arus yang keluar dari generator untuk diteruskan kepembebanan.

Gambar 3.16 Panel Listrik 18. Kompresor

Berguna untuk menaikkan dan mengumpulkan biogas yang berasal dari reaktor kedalam tabung penyimpanan biogas.


(66)

19. Solenoid Valve

Digunakan untuk memutus supply bahan bakar solar maupun biogas secara otomatis seketika mesin dimatikan.

Gambar 3.18 Solenoid Valve

3.2.2 Bahan

Bahan yang menjadi objek pengujian ini adalah bahan bakar solar dan biogas. Biogas yang digunakan merupakan hasil purifikasi dengan kandungan methana 70%.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dipergunakan dalam pengujian ini meliputi:

a. Data primer, merupakan data yang diperoleh langsung dari pengukuran dan pembacaan pada unit instrumentasi serta alat ukur pada masing-masing pengujian.

b. Data sekunder, merupakan data yang diperoleh dari hasil penelitian karakteristik bahan bakar solar dan biogas yang diperoleh dari berbagai sumber yang ada.

3.4 Metode Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari hasil pengujian diolah menggunakan rumus yang ada, kemudian hasil dari peritungan disajikan dalam bentuk tabulasi dan grafik.


(67)

3.5 Pengamatan dan Tahap Pengujian

Parameter yang akan ditinjau dalam pengujian ini adalah : 1. Daya mesin ( P )

2. Torsi mesin ( T )

3. Konsumsi bahan bakar spesifik ( sfc ) 4. Efisiensi thermal

5. Rasio udara bahan bakar ( AFR ) 6. Brake mean effective preasure (bmep) 7. Emisi gas buang

Adapun prosedur pengujian dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu : 1. Pengujian mesin diesel menggunakan bahan bakar solar

2. Pengujian mesin menggunakan dual fuel yaitu solar dan gas. 3.6 Prosedur Perakitan

 Proses pembuatan rangka untuk digunakan sebagai dudukan dari mesin, generator dan aksesoris mesin lainnya.

Proses pemasangan mesin.

 Pemasangan dinamo generator .

 Pemasangan pulley dan V-belt untuk menghubungkan daya dan putaran dari mesin ke dinamo generator

 Pemasangan Y tube dan selenoid untuk aliran masuk biogas. Dan pemasangan instalasi ke tabung biogas dengan selang bertekanan serta pemasangan regulator dan flowmeter biogas.

 Pemasangan panel unit dari dinamo generator, panel ini digunakan untuk menghubungkan generator ke rangkaian listrik dan juga untuk mengetahui nilai daya keluaran dari dinamo generator

 Proses perakitan telah selesai, mesin siap digunakan dengan penggunaan bahan bakar biogas.


(1)

Omid, Mirzamohammad, Assadi.2011. Literature Review and Map for Using Biogas in Internal Combustion Engines. University of Stavanger Norway.

Pertamina, BPPT, SNI Biodiesel No.04-7182-2006, Lemigas No.November 2007 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2006 Tentang

Ambang Batas Emisi Gas Buang.

Piriou, B. et al. Potential direct use of solid biomass in internal combustion engines. Progress in Energy and Combustion Science 39 (2013) 169–189 : Elsevier Ltd.

Pourmovahead, Ahmad. Opperman, Terrence. Lemke, Brenda.“Performance and Efficiency of a Biogas CHP System Utilizing a Stirling Engine”, Kettering University, Michigan

Pulkrabek, Willard W. Engineering Fundamentals Of The Internal Combustion Engine. Prentice Hall, New Jersey

Ryckebosch E, Muylaert K, Foubert I. 2011. Optimization of an Analytical Procedure for Extraction of Lipids from Microalgae. Journal of the American Oil Chemists’ Society 89(2):189-198.

Tippayawong, N. Promwungkwa,2011 A. Rerrkriangkrai, P.“Long Term Operation of a small biogas/diesel dual-fuel engine for on-farm electricity generation”. Chiang Mai University, Thailand

Susilo dan Rendhi. 2013. Pengaruh Penggunaan Bahan Bakar Biogas terhadap Emisi Gas BuangMesin Generator Set. Malang

Svenskt Gastekniskt Center AB. 2012 “Basic Data On Biogas”.2nd edition. Sweden

Slawomir Wierzbicky.2012. Biogas As a Fuel For Diesel Engines. Olsztyn.


(2)

LAMPIRAN


(3)

Lampiran 1. Data Hasil Pengujian Bom Kalorimeter Solar Murni

Bahan

Bakar Pengujian T1(

0

C) T2( 0

C) HHV (kJ/kg) LHV (Kj/kg) LHV Rata-rata (Kj/kg) SOLAR

1 26,19 26,89 47794,24 44554,24

42642,47

2 26,93 27,6 45588,35 42348,35

3 27,55 28,2 44117,76 40877,76

4 27,7 28,36 44853,06 41613,06

5 28,18 28,87 47058,94 43818,94

HHV = (t2 - t1 - tkp) X Cv LHV = HHV – 3240 Kj/kg 0C Dimana :

HHV = High Heating Value (Nilai Kalor Atas) t2 = Suhu air setelah penyalaan (0C)

t1 = Suhu air sebelum penyalaan (0C)

tkp = Kenaikan temperatur akibat kawat penyala (0,050C) Cv = Panas jenis bom kalorimeter (73529,6 kJ/kg0C)


(4)

Lampiran 2. Perhitungan Nilai LHV Biogas

Biogas Kering (CH4 dan CO2) pada 32 F & 1 atm %Volume

CH 4

g mol wt % Berat CH4 Densitas LHV Btu/ft3 lbs d.g/ft3 ft

3 /lb d.g

40 32,8 19,60 0,09160 10,920 385

42 32,3 20,90 0,09000 11,110 405

44 31,7 22,30 0,08850 11,300 424

46 31,1 23,70 0,08690 11,500 443

48 30,6 25,20 0,08540 11,710 463

50 30,0 26,70 0,08380 11,930 482

52 29,5 28,30 0,08220 12,160 501

54 28,9 30,00 0,08070 12,390 520

56 28,4 31,70 0,07910 12,640 540

58 27,8 33,50 0,07760 12,890 559

60 27,2 35,40 0,07600 13,160 578

62 26,7 37,30 0,07440 13,430 598

64 26,1 39,30 0,07290 13,720 617

66 25,6 41,40 0,07130 14,020 636

68 25,0 43,70 0,06980 14,340 655

70 24,4 46,00 0,06820 14,660 675 Biogas Kering

Sumber : David Ludington, President DLtech, Inc. Ithaca NY

Perhitungan Low Heating Value (LHV) biogas dengan kandungan methana 70 %, maka LHV yang digunakan sebesar 675 Btu/ft3 .

675 Btu/ft3 = 675 x 1055,05585 J/ft3 x 14,660 ft3/lb x 2,2046 lb/kg = 23017053,2 J/kg

= 23070,532 kJ/kg


(5)

Lampiran 3. Hasil GC (Gas Chromatography) biogas dengan kandungan methana 70 %.

Sumber : Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan Biogas kering dengan kandungan :

 Methana = 70 %  CO2 = 30 %


(6)

Lampiran 4. Spesifikasi Mesin dan Generator