PEMANFAATAN TANAMAN UBI KAYU UNTUK MENGHASILKAN ENERGI TERBARUKAN BIOETANOL DALAM RANGKA MENUNJANG KETAHANAN ENERGI

  

PEMANFAATAN TANAMAN UBI KAYU UNTUK

MENGHASILKAN ENERGI TERBARUKAN BIOETANOL

DALAM RANGKA MENUNJANG KETAHANAN ENERGI

  1

  2

  2

  2 Hanafi , Kahar Mustari , Elkawakib Syam'un dan Kaimuddin ABSTRAK

  Suatu penelitian untuk mendapatkan energi terbarukan berupa bioetanol dari tanaman ubi kayu telah dilaksanakan di lahan marginal di Sulawesi Selatan. Penelitian ini dilaksanakan sejak Juni 2013 sampai Maret 2014.

  Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan lima klon ubi kayu, yaitu: Lokal, MAL-6, UJ-3, MLG10311 dan Adira-4. Kelima klon tersebut diberi perlakuan zat pengatur tumbuh organik Hormax yang dikombinasikan dengan pupuk mikroba Organox. Perlakuan ini merupakan penerapan sistem pertanian ramah lingkungan yang tidak menggunakan bahan kimia. Tanaman ubi kayu ini dipanen pada umur 7, 8 dan 9 bulan.

  Hasil penelitian menunjukkan (i) tanaman ubi kayu yang ditanam pada lahan marginal dapat menghasilkan energi terbarukan berupa bioetanol (ii) pemberian input produksi ramah lingkungan dengan menggunakan hormon tumbuh organik dan pupuk mikroba dapat meningkatkan produktivitas tanaman ubikayu, (iii) tanaman ubikayu yang dipanen pada umur 7 bulan menghasilkan umbi sebanyak

  • 1
  • 1

  37,659 t ha , bila dikonversi menjadi bioetanol sebanyak 5.547,960 L ha . Yang

  • 1

  dipanen pada umur 9 bulan menghasilkan umbi sebanyak 44,548 t ha bila

  • 1 dikonversi menjadi bioetanol sebanyak 6.786,457 L ha .

  Hasil penelitian ini membuktikan bahwa upaya pengelolaan lingkungan hidup, khususnya untuk menghasilkan energi terbarukan bioetanol dapat dilakukan dengan sistem pertanian ramah lingkungan tanaman ubi kayu di lahan marginal Kata Kunci : Bioetanol, energi terbarukan, sistem pertanian ramah lingkungan

  PENDAHULUAN

  Ubikayu merupakan tanaman budidaya yang sudah lama dikenal petani di Indonesia secara turun-temurun sebagai sumber karbohidrat ketiga setelah padi dan jagung. Dengan menggeser kegunaan ubikayu menjadi bahan bakar nabati (BBN) dan tepung dari sumber daya karbohidrat ke sumber daya hidrokarbon dan pengganti terigu yang cenderung impornya sangat besar dari tahun ke tahun (8 juta ton pada tahun 2012), diharapkan nilai ekonomi ubikayu meningkat sehingga ketersediaan energi dan tepung mokka terpenuhi yang pada akhirnya dapat terhindar dari krisis energi dan pangan sehingga tingkat kesejahteraan petani lebih baik.

  Potensi pengembangan ubikayu masih sangat tinggi mengingat lahan yang tersedia untuk budidaya cukup luas terutama dalam bentuk lahan kering yang sangat potensial untuk pengembangan ubikayu. Luas pertanaman ubikayu di Indonesia pada tahun 2012 adalah 1.116.802 ha, dengan produksi 22.677.866 t

  • 1
  • 1

  varietas unggul ubikayu yang dapat mencapai 30 - 40 t ha . Rendahnya produktivitas ubikayu antara lain disebabkan oleh: (a). Sebagian besar petani masih menggunakan varietas lokal yang umumnya produktivitasnya rendah, (b). Kualitas bibit yang digunakan seringkali kurang baik, (c). Ubikayu sebagian besar di-usahakan di lahan kering yang seringkali kesuburannya rendah, (d). Pengelolaan tanaman dilakukan secara sederhana dengan masukan (input) sekedarnya.

  Menurut Wargiono, Santoso dan Kartika (2009), untuk memenuhi kebutuhan ubikayu perlu peningkatan produksi yang tumbuh secara ber-

  • 1

  kelanjutan 5 – 7 % tahun . Hal tersebut dapat dicapai melalui peningkatan

  • 1 -1

  produktivitas 3 - 5 % tahun dan perluasan areal 10 – 20 %. tahun . Peningkatan produksi ubikayu dapat dilakukan melalui intensifikasi, terutama pada daerah- daerah sentra produksi ubikayu yang sudah ada, dan ekstensifikasi ke daerah pengembangan baru di lahan kering dan lahan tidur terutama di luar pulau Jawa.

  Adanya kesadaran terhadap dampak negatif yang mengancam kelestarian sumber daya alam dan lingkungan pada akhirnya mendorong lahirnya konsep- konsep baru dengan strategi peningkatan produktivitas pertanian melalui pola pertanian berwawasan lingkungan. Konsep ini didasarkan pada azas memperlakukan tanah sebagai modal dan sumber kehidupan sehingga segala upaya yang dilakukan mengacu pada tujuan dan bagaimana meningkatkan kemampuan lahan atau tanah tanpa menyebabkan kerusakan, hal ini dikenal dengan ekofarming atau sistem pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Ekofarming merupakan cara bertani yang mengandalkan pada berimbangnya siklus-siklus yang berlangsung di dalam sebuah ekosistem, penggunaan input kimiawi sangat dibatasi atau tidak digunakan sama sekali. Konsep pertanian ini tidak berupaya mengeliminasi setiap kendala yang ada pada tanah dengan semata-mata menambahkan pupuk buatan dan bahan kimia lainnya, tetapi mendorong terjadinya aktivitas kehidupan secara alami dalam tanah dengan memanfaatkan kemampuan alami ekosistem tanah, terutama bahan organik dan mikroba tanah yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman.

  Perbanyakan dengan setek akan menghasilkan tanaman yang sama dengan induknya dengan perakaran dan hasil umbi yang lebih baik. Untuk mendapatkan pertumbuhan dan produksi ubikayu yang baik dapat diberikan zat pengatur tumbuh tanaman dan pupuk mikroba. Zat pengatur tumbuh organik Hormax mengandung Indol Acetic Acid 108,56 ppm, Sitokinin (Kinetin 98,34 ppm dan Zeatin 107,81 ppm), ABA 89,35 ppm, IBA 83,72 ppm, Giberelin (GA

  3 118,40 ppm), Etilen 168 ppm, Asam Traumalin 212 ppm dan Asam Humic 354 ppm.

  Sedangkan hasil uji mutu pupuk mikroba cair organox menunjukkan bahwa pupuk ini mengandung C organik 21,42 %, N total 0,84 %, P O 0,96 %, K O 1,16 %, Cu

  2

  5

  2

  84,7 ppm, Zn 62,9 ppm, Mn 58,4 ppm, Fe 106,1 ppm dan B 62,7 ppm. Juga

  7 -1

  mengandung mikroba yang terdiri atas Azospirillium sp 1,10 x 10 Mpn mL ,

  7 -1 8 -1

Pseudomonas sp 3,5 x 10 Cfu mL , Rhizobium sp 3,3 x 10 Cfu mL , Basillus sp

  8 -1 5 -1 sp 2,0 x 10 Cfu mL , dan Azotobacter sp 2,5 x 10 Cfu mL (Supadno, 2011).

  Untuk hasil yang optimal maka tanaman ubikayu sebaiknya dipanen pada saat kadar karbohidrat (pati) umbi mencapai maksimal. Bobot umbi meningkat umur 7 - 9 bulan. Tanaman ubikayu berumur genjah dapat dipanen pada umur 7 - 8 bulan, dan yang berumur dalam dipanen pada umur 9 - 12 bulan. Untuk bahan baku industri bioetanol, selain produksi dan kadar pati yang tinggi juga diperlukan klon yang mempunyai kadar gula total dan nilai konversi bioetanol yang tinggi.

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh zat pengatur tumbuh Hormax yang dikombinasi pupuk mikroba Organox dengan umur tanaman ubikayu saat dipanen terhadap produksi tanaman ubikayu.

BAHAN DAN METODE

  Penelitian dilaksanakan di desa Moncongloe Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros Propinsi Sulawesi Selatan, Indonesia, mulai Juni 2013 sampai Februari 2014. Analisis tanah dilaksanakan di laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, analisis rendemen hasil ubikayu dilaksanakan di laboratorium Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.

  Penelitian dilaksanakan dalam bentuk percobaan faktorial tiga faktor yang disusun berdasarkan rancangan acak kelompok, yaitu: Faktor pertama adalah 5 klon ubi kayu (Lokal, Malang 6, UJ-3, MLG10311 dan Adira 4) dan faktor kedua adalah konsentrasi zat pengatur tumbuh organik Hormax yang dikombinasi

  • 1

  dengan pupuk mikroba Organox yaitu: 0 ml.L air + 20 ml Hormax + 40 ml

  • 1
  • 1

  Organox.L air , dan 30 ml Hormax + 60 ml Organox.L air. Faktor ketiga adalah umur tanaman ubi kayu saat dipanen yang terdiri atas 3 taraf, yaitu: 7 , 8 , dan 9 bulan. Terdapat 45 kombinasi perlakuan yang diulang 3 kali. Setek ubikayu direndam selama 30 menit dalam larutan sesuai perlakuan, kemudian ditanam dengan jarak tanam 0.8 m x 0.7 m . Respons tanaman dianalisis dengan Analisis

  

Univariat menggunakan program SPSS for Windows version 21. Uji beda nyata

  antara dua nilai tengah dilakukan dengan menggunakan uji Jarak Berganda Duncan taraf 5 %.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa interaksi antara klon, konsentrasi zat pengatur tumbuh Hormax + pupuk mikroba Organox dengan umur

  • 1

  panen berpengaruh tidak nyata terhadap produksi umbi ha , berpengaruh sangat nyata terhadap kadar gula total bobot basah, kadar pati bobot kering, dan kadar bioetanol (Tabel 1). Tabel 1. Analisis ragam komponen hasil dan hasil klon ubikayu pada klon, konsentrasi ZPT Hormax + pupuk mikroba Organox dan umur panen.

  Kuadrat nilai tengah Variabel

  Klon x Hormax + Organox x Umur panen

  • -1 ns

  Produksi umbi ha 10,26

  • Kadar gula total bobot basah 0,02
  • Kadar pati bobot kering 6,55
  • Kadar bioetanol 9,23

  Interaksi antara klon dengan konsentrasi zat pengatur tumbuh Hormax + pupuk mikroba Organox, serta umur tanaman ubikayu saat dipanen berpengaruh

  • 1
  • 1
    • 171,93
    • Tabel 3. Produksi umbi (t) ha

  • 1
  • 1

  air + Organox 60 ml L

  b

  42,849

  a

  40,902

  a 52,596 b

  49,481

  b

  9,868 Hasil uji JBD α 0,05 pada Tabel 3, menunjukkan interaksi antara klon

  Adira 4 dengan Hormax 20 ml L

  air + Organox 40 ml L

  air menghasilkan produksi umbi ha

  tertinggi (52,596 t), berbeda tidak nyata dengan interaksi antara klon Adira4 dengan Hormax 30 ml L

  air (49,481 t) dan interaksi antara klon MLG10311 dengan Hormax 20 ml L

  a

  air + Organox 40 ml L

  air (47,163 t). Rata-rata produksi umbi ubikayu ha

  yang dicapai (40,660 t) telah melampaui produktivitas ubikayu skala nasional (20,30 t). Tabel 4. Produksi umbi (t) ha

  Umur saat panen (bulan) Rata-rata NP JBD α 0,05

  9

  8

  7

  44,548 c

  39,775

  b

  37,659

  a

  1,691 Hasil uji JBD α 0,05 pada Tabel 4, menunjukkan umur 9 bulan tanaman ubikayu saat panen menghasilkan produksi umbi ha

  47,163

  41,290

  tertinggi (44,548 t). Ubi kayu merupakan salah satu jenis umbi-umbian yang diduga juga mempunyai pola hubungan antara tingkat ketuaan, kekerasan dan kandungan pati. Abbot dan Harker (2001) dan Wills et al. (2005) menyatakan bahwa dengan bertambahnya tingkat ketuaan umbi-umbian akan semakin keras teksturnya karena kandungan pati yang semakin meningkat, akan tetapi apabila terlalu tua kandungan seratnya bertambah sedang kandungan pati menurun. Untuk keperluan pembuatan tapioka, idealnya ubi kayu dipanen jika kandungan patinya tertinggi. Jika waktu panen terlalu tua, ubi kayu mengeras dan berkayu karena banyak mengandung komponen non pati seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin. Tabel 5. Kadar gula total bobot basah (%) 5 klon ubikayu pada konsentrasi Hormax + Organox dan umur ubikayu saat dipanen.

  36,193

  Tabel 2. Analisis ragam produksi umbi ha

  pada klon, konsentrasi Hormax + Organox dan umur panen. Variabel

  Kuadrat nilai tengah Klon x Hormax + Organox Umur panen

  Produksi umbi ha

  77,22

  lima klon ubikayu pada konsentrasi Hormax + Organox. Klon Konsent. (Hormax +

  Organox) ml L

  air Rata-rata NP JBD

  α 0,05 Lokal Malang 6 UJ-3 MLG10311 Adira 4 0 + 0

  20 + 40 30 + 60 0 + 0 20 + 40

  30 + 60 0 + 0 20 + 40 30 + 60

  0 + 0 20 + 40 30 + 60 0 + 0 20 + 40 30 + 60

  a

  a

  42,603

  a

  38,254

  a

  34,126

  a

  36,776

  a

  35,429

  a 34,015 a

  40,114

  a

  38,116

  • 1
  • 1
  • 1
  • 1
  • 1
  • 1
  • 1
  • 1
  • 1 pada umur ubikayu saat dipanen.
  • 1

  Konsent. (Hormax + Umur saat panen (Bulan)

  • 1

  Klon Organox) ml L air

  9

  8

  7 0 + 0 0,26 0,15

  r 0,19 r s

  Lokal

  z 0,65 0,19

  20 + 40 s

  v 0,30 r 0,27 r 0,16

  30 + 60 t 0,22 Malang 6

  0,27

  r r 0,15 t 0,22

  0 + 0 0,48

  v t 0,22

  0,44

  x

  20 + 40

  s 0,19 t 0,33 u 0,26

  30 + 60 UJ-3

  r 0,15 u 0,42

  0,33

  w

  0 + 0 0,61 t 0,23

  y y 0,55

  20 + 40 0,56 s 0,18

  x w 0,34

  30 + 60 0,42 r 0,15

  MLG10311 u

  r 0,15

  0 + 0 0,65 u 0,41

  z x 0,46

  20 + 40 0,52 r 0,16

  w s 0,19

  30 + 60

  r 0,15 r 0,25 r 0,15

  0 + 0 Adira 4

  0,15

  r

  0,30

  s

  0,26

  u

  20 + 40 0,15

  r s 0,30

  0,18

  s

  30 + 60 NP JBD α 0,05 Klon: 0,02, Konsentrasi / Umur saat panen: 0,02

  Hasil uji JBD α 0,05 pada Tabel 5, menunjukkan interaksi antara klon

  • 1 -1

  Lokal dengan Hormax 20 mL L air + Organox 40 mL L air dan umur panen 9 bulan menghasilkan kadar gula total bobot basah tertinggi (0,65 %), berbeda

  • 1

  tidak nyata dengan interaksi antara klon MLG 10311 dengan Hormax 20 ml L air

  • 1
    • Organox 40 ml L air dan umur panen 9 bulan (0,65 %) dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

  Kadar gula total merupakan jumlah gula (sebagai glukosa) yang secara

alami terdapat dalam umbi dan gula hasil hidrolisis pati secara kimiawi. Klon

ubikayu yang kadar patinya tinggi tidak selalu memiliki kadar gula total tinggi

karena bergantung pada tingkat kemudahan hidrolisis pati menjadi gula dan

  

dibandingkan klon MLG10311 yang memiliki kadar gula total 4,1 %. Semakin

tinggi kadar gula total umbi segar, semakin rendah bobot umbi yang diperlukan

dalam pembuatan bioetanol.

  Tabel 6. Kadar pati bobot kering (%) 5 klon ubikayu pada konsentrasi Hormax + Organox dan umur ubikayu saat dipanen.

  Konsent. (Hormax + Umur saat panen (Bulan)

  • 1

  Klon Organox) ml L air

  9

  8

  7 0 + 0 Lokal

  r 65,43 l 57,22 l 61,17

  20 + 40

  q 60,35 x 68,99 w 65,91

  30 + 60

  q 65,26 63,91 m 59,29 t

  0 + 0 Malang 6

  59,32

  m n 64,29 q 62,92

  20 + 40 62,68

  v z 70,24 y 66,96

  30 + 60 59,88

  p y 69,26 s 63,66

  0 + 0 UJ-3

  60,41

  r m 62,42 m 61,90

  20 + 40

  t 61,63 t 66,04 u 64,62

  30 + 60

  s 60,80

  65,81

  s

  61,95 0 + 0 n MLG10311

  o 59,77

  62,40

  l

  20 + 40

  o 62,34 u 61,89

  64,72

  p

  30 + 60

  r 63,48

  61,87

  u o 64,44

  0 + 0

  p 62,43

  Adira 4

  n 59,34 u 66,40

  20 + 40

  v 64,72 x 66,18 w 68,29

  30 + 60

  z 67,82 w 65,93 v 66,69 x 66,17

  NP JBD α 0,05 Klon: 0,03, Konsentrasi / Umur saat panen: 0,03 Hasil uji JBD α 0,05 pada Tabel 6, menunjukkan interaksi antara klon

  • 1 -1

  Malang 6 dengan Hormax 20 ml L air + Organox 40 ml L air dan umur panen 9 bulan meng-hasilkan kadar pati bobot kering tertinggi (70,24 %), berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

  Pati merupakan komponen utama ubikayu yang dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk bahan pangan dan pakan serta sifat fungsionalnya sebagai bahan pengental, pengisi dan stabilizer pada produk pangan. Selain itu, pati diperlukan sebagai bahan baku pada industri kosmetik, lem, kertas, detergen, gula modifikasi, asam organik (Tonukari, 2004), industri kimia, farmasi, kertas dan tekstil (Mweta et al., 2008). Kadar pati meningkat sejalan dengan meningkatnya umur panen, semakin tua umur panen ubikayu maka semakin tinggi kadar pati ubikayu yang dihasilkan. Peningkatan kadar pati tersebut disebabkan semakin banyak granula pati yang terbentuk di dalam umbi (Nurdjanah, Susilawati dan Sabatini, 2007).

  • 1

  Tabel 7. Kadar bioetanol umbi segar kupas (ml kg ) 5 klon ubikayu pada konsentrasi Hormax + Organox dan umur ubikayu saat dipanen.

  • 1

  ), interaksi antara klon MLG10311 dengan Hormax 30 ml L

  w 147 v 144 y 150 v

  145

  w

  146

  z

  153

  x

  149 NP JBD α 0,05 Klon: 1,69, Konsentrasi / Umur saat panen:1,60

  Hasil uji JBD α 0,05 pada Tabel 7, menunjukkan interaksi antara klon Malang 6 dengan Hormax 20 ml L

  air + Organox 40 ml L

  air dan umur panen 9 bulan menghasilkan kadar bioetanol umbi segar kupas tertinggi (155 ml kg

  ), berbeda tidak nyata dengan interaksi antara klon MLG10311 dengan Hormax 20 ml L

  air + Organox 40 ml L

  air dan umur panen 9 bulan (155 mL kg

  air + Organox 60 ml L

  w

  air + Organox 40 ml L

  air + Organox 60 ml L

  ) dan Hormax 30 ml L

  air dan umur panen 9 bulan (6,452 kg L

  air + Organox 40 ml L

  ), interaksi antara klon Adira 4 dengan Hormax 20 mL L

  air dan umur panen 9 bulan (6,452 kg L

  ), berbeda tidak nyata dengan interaksi antara klon MLG10311 dengan Hormax 20 ml L

  air dan umur panen 9 bulan (154 ml kg

  air dan umur panen 9 bulan menghasilkan konversi umbi segar kupas menjadi bioetanol tertinggi (6,452 kg L

  air + Organox 40 ml L

  Hasil uji JBD α 0,05 pada Tabel 8, menunjukkan interaksi antara klon Malang 6 dengan Hormax 20 ml L

  air dan umur panen 9 bulan (155 mL kg

  air + Organox 60 ml L

  ), interaksi antara klon Adira 4 dengan Hormax 30 ml L

  147

  144

  air dan umur panen 9 bulan (6,452 kg L

  155

  Klon Konsent. (Hormax +

  Organox) ml L

  air Umur saat panen (Bulan)

  9

  8

  7 Lokal Malang 6 UJ-3 MLG10311 Adira 4 0 + 0

  20 + 40 30 + 60 0 + 0 20 + 40

  30 + 60 0 + 0 20 + 40 30 + 60

  0 + 0 20 + 40 30 + 60 0 + 0 20 + 40 30 + 60

  w

  147

  x 150 x 150 w 148 z 155 y 153 x 151 y 153 y 152 y

  152

  z

  z 154 z

  v

  150

  148

  y 152 y 153 z 154 y 153 u 141 x 148 w 146 v 144 x 148 x

  152

  y 152 w 148 v 145 y

  146

  x 149 v

  x

  154

  147

  w 147 w

  149

  x

  146

  z 155 z 155 v

  • 1
  • 1
  • 1
  • 1
  • 1
  • 1
  • 1
  • 1
  • 1
  • 1
  • 1
  • 1 ).
  • 1
  • 1
  • 1
  • 1
  • 1
  • 1
  • 1
  • 1
  • 1
  • 1
  • 1
  • 1 ).

  • 1
  • 1

  0 + 0 20 + 40 30 + 60 0 + 0 20 + 40 30 + 60

  a

  5147,371

  ab

  5652,731

  b

  6354,116

  ab

  5247,947

  30 + 60 0 + 0 20 + 40 30 + 60

  ab

  20 + 40 30 + 60 0 + 0 20 + 40

  Lokal Malang 6 UJ-3 MLG10311 Adira 4 0 + 0

  air Rata-rata NP JBD α 0,05

  Konsentrasi (Hormax

  ) 5 klon ubikayu pada konsentrasi Hormax + Organox. Klon

  Tabel 9. Konversi produksi umbi segar kupas menjadi bioetanol (L ha

  6,711 NP JBD α 0,05 Klon: 0,081, Konsentrasi / Umur saat panen: 0,076

  u 6,536 v

  5384,151

  5328,017

  y 6,897 x

  bc

  c

  7607,280

  c

  7951,374

  a

  6250,363

  b

  6305,180

  7107,571

  ab

  b

  6281,833

  ab

  5745,965

  ab

  5964,419

  ab

  5618,844

  6,849

  6,667

  1122,524 Hasil uji JBD α 0,05 pada Tabel 9, menunjukkan bahwa interaksi antara

  0 + 0 20 + 40 30 + 60 0 + 0 20 + 40 30 + 60

  6,494

  w

  6,494

  x 6,579 w 6,452 w

  6,579

  y 6,667 z 6,757 w 6,452 x 6,536 y 6,623 x 6,536 x

  6,667

  z 6,803 y

  30 + 60 0 + 0 20 + 40 30 + 60

  6,711

  20 + 40 30 + 60 0 + 0 20 + 40

  7 Lokal Malang 6 UJ-3 MLG10311 Adira 4 0 + 0

  8

  9

  air Umur saat panen (bulan)

  Organox) ml L

  ) 5 klon ubikayu pada konsentrasi Hormax + Organox dan umur ubikayu saat dipanen. Klon Konsent. (Hormax +

  Tabel 8. Konversi umbi segar kupas menjadi bioetanol (kg L

  w 6,452 w 6,452 z 6,849 x

  y 6,803 y

  u

  7,092

  6,944

  w 6,803 w 6,803 y

  6,944

  w 6,757 y

  6,757

  w

  6,944

  w 6,757 x 6,849 y

  v 6,536 z

  6,803

  6,494

  v

  6,536

  v

  6,579

  z 6,897 w 6,579 w

  6,757

  x 6,667 x 6,712 z 6,850 w 6,579 y

  • 1
  • 1
    • Organox) ml L

  • 1 -1

  klon Adira 4 dengan Hormax 20 mL L air + Organox 40 mL L air menghasilkan konversi produksi umbi segar kupas menjadi bioetanol tertinggi

  • 1

  (7951,374 L ha ), berbeda tidak nyata dengan interaksi antara klon Adira 4

  • -1 -1

  dengan Hormax 30 mL L air + Organox 60 mL L air menghasilkan konversi

  • 1

  produksi umbi segar kupas menjadi bioetanol sebanyak 7607,280 L ha dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

  • Tabel 10. Rata-rata konversi produksi umbi segar kupas menjadi bioetanol (L ha

  1 ) 5 klon ubikayu pada umur ubikayu saat dipanen.

  Umur saat panen (bulan) Rata-rata NP JBD α 0,05

  b

  9 6786,457 971,099

  ab

  8 6055,015

  a

  7 5547,960 Hasil uji JBD α 0,05 pada Tabel 10, menunjukkan umur 9 bulan tanaman ubikayu saat dipanen menghasilkan konversi produksi umbi segar kupas menjadi

  • 1

  bioetanol tertinggi (6786,457 L ha ), berbeda tidak nyata dengan umur 8 bulan

  • 1

  tanaman ubikayu saat dipanen (6055,015 L ha ) dan berbeda nyata dengan umur

  • 1 7 bulan tanaman ubikayu saat dipanen (5547,960 L ha ).

  Produktivitas klon juga penting dipertimbangkan dalam pengembangan

ubikayu sebagai bahan baku bioetanol. Nilai konversi 6,1 kg umbi segar untuk

menghasilkan 1 L bioetanol 96 % diasumsikan pada kadar gula total 30 % dan

ratio fermentasi 90 % (Supriyanto, 2006). Ini berarti, diperlukan < 6,1 kg umbi

berkadar gula total > 30 % untuk menghasilkan 1 L bioetanol 96 %. Semakin

kecil nilai konversi, semakin dikehendaki karena jumlah umbi yang diperlukan

untuk menghasilkan 1 L bioetanol semakin sedikit. Nilai konversi ubikayu

menjadi bioetanol ditentukan oleh kadar gula total umbi, ratio fermentasi gula

menjadi bioetanol, dan efisiensi destilasi bioetanol yang diperoleh (8 – 11 %)

menjadi bioetanol 96 % (kadar bioetanol tertinggi yang digunakan sebagai tolok

ukur dalam penelitian ini).

  KESIMPULAN

  1. Penambahan input produksi dan perbaikan teknik budidaya dengan menggunakan hormon tumbuh organik, pupuk mikroba dan menyesuaikan dengan kondisi musim pada saat tanam dan panen perlu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas tanaman ubikayu.

  2. Tanaman ubikayu yang dipanen pada umur 7 bulan menghasilkan umbi

  • 1

  sebanyak 37,659 t ha dan konversi menjadi bioetanol sebanyak 5.547,960 L

  • 1

  ha , yang dipanen pada umur 9 bulan menghasilkan umbi sebanyak 44,548 t

  • 1
  • 1

  ha , dan konversi menjadi bioetanol sebanyak 6.786,457 L ha , terjadi peningkatan sebesar 22.32 %.

3. Penelitian ini membuktikan bahwa upaya pengelolaan lingkungan hidup,

  dengan sistem pertanian ramah lingkungan tanaman ubikayu dilahan marginal.

DAFTAR PUSTAKA

  Abbot, J.A., and F. R. Harker. 2001. Texture. The horticulture and food research institute of New Zealand Ltd. New Zealand. Anonim, 2013. Indonesia Dalam angka. Badan Pusat Statistik Nasional, Jakarta. Mweta, D. E., M.T. Labuschagne, E. Koen, I.R.M. Benesi and J.D.K. Saka. 2008.

  Some properties of starches from cocoyam (Colocasia esculenta) and cassava (Manihot esculenta Crantz.) grown in Malawi. African J. of Food Sci. 2:102-111. Nurdjanah, S., Susilawati dan M. R. Sabatini. 2007. Prediksi kadar pati ubikayu

  (Manihot esculenta) pada berbagai umur panen meng-gunakan penetrometer. J. Teknologi dan Industri Hasil Pertanian. Volume 12, No.2 Supadno, W. 2011. Menggali potensi multifungsi pupuk organik, pupuk hayati, dan hormon / zat perangsang tumbuh. CV Bangkit Jaya Abadi, Jakarta. Supriyanto. 2006. Prospek pengembangan industri bioetanol dari ubikayu. p.88-

  95. Dalam D. Harnowo, Subandi dan N. Saleh (Ed). Prospek, strategi dan teknologi pengembangan ubikayu untuk agroindustri dan ketahanan pangan. Puslitbang Tanaman Pangan, Bogor. Tonukari, N.J. 2004. Cassava and the future starch. Electronic J. of Bio- technology Vol. 7. No.1. Issue of April 15, 2004.

  Wargiono, J., B. Santoso dan Kartika, 2009. Dinamika budidaya ubikayu. Pusat Penelitian Pengembangan Tanaman, Badan Penelitian Pengembangan Pertanian, Jakarta.

  Wills, R.B.H., T.H. Lee, D. Graham, McGlason, W.B., and E.G. Hall. 2005.

  Postharvest: An introduction to the physiology and handling of fruit and vegetables. 2nd ed. AVI Publ..Co.