SUPLEMENTASI TEPUNG IKAN-TEMPE PADA BISKUIT UBI KAYU SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN KURANG ENERGI PROTEIN PADA IBU HAMIL

  

Tema 3: Pangan, Gizi dan Kesehatan

SUPLEMENTASI TEPUNG IKAN-TEMPE PADA BISKUIT UBI

KAYU SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN KURANG ENERGI

PROTEIN PADA IBU HAMIL

  

(Supplementation of Tempeh-Fish Flour on Cassava Biscuits as an Effort to Solve

Protein Energy Malnutrition in Pregnant Women)

Oleh:

  

Retno Setyawati, Hidayah Dwiyanti, dan Nur Aini

Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian Unsoed Purwokerto

Jl. Dr. Soeparno, Karangwangkal Purwokerto 53123

  

E-mail: setyawati.retno@yahoo.co.id

ABSTRAK

  Suplementasi tepung tinggi kandungan protein merupakan solusi yang efektif untuk penanggulangan masalah KEP. Tepung dengan kandungan protein tinggi yaitu tepung ikan-tempe digunakan sebagai suplemen pada pembuatan biskuit ubi kayu. Biskuit sebagai pangan pembawa zat gizi karena sudah sangat dikenal serta dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan biskuit ubi kayu dengan kandungan protein tinggi dan memiliki sifat sensori yang baik dan diterima. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok, dengan perlakuan: 1) Proporsi tepung mocaf terhadap terigu yaitu 60: 40, 50 : 50, dan 40 : 60, 2) Konsentrasi tepung suplemen (tepung ikan:tepung tempe=1:2) yaitu 10, 20, dan 30 %. Variabel yang diamati meliputi kadar air, kadar protein, dan kadar lemak, serta analisis sensori yaitu warna, tekstur, bau amis, dan kesukaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biskuit ubi kayu yang menghasilkan sifat sensori terbaik adalah biskuit yang dibuat dari tepung mocaf 60% dan terigu 40 % dengan suplementasi tepung ikan-tempe sebesar 20%. Biskuit tersebut memiliki karakteristik yaitu kadar air 4,59%, kadar protein 9,45%bk, kadar lemak 23,52%bk, kadar abu 0,24%bk, kadar karbohidrat by difference 58,64%bk, kadar serat kasar 3,57%bk, dan energi 484,04 kkal. Karakteristik sensorinya yaitu warna coklat (skor 3,01), tekstur renyah (skor 3,70), bau amis agak terasa (skor 3,26), dan disukai (skor 3,50).

  Kata kunci: biskuit, mocaf, suplementasi, tepung ikan-tempe.

  ABSTRACT

  An effective solutions to solve these Protein Energi Malnutrition (PEM) is food supplementation by adding compound which is rich in protein such as tempeh and fish flour. These rich source protein flour was used in cassava biscuit making. Biscuits was suitable as food vehicle because of it was the most common snack food and many people like it. This study aims to obtain a cassava biscuits which is high protein content and has good sensory and acceptable properties. Randomized complete block design was used. Experimental research with factors tested were:1). Proportion between cassava and wheat flour (60: 40, 50 : 50, dan 40 : 60), and 2). Supplementation with composites flour ( tempeh: fish flour = 2:1) 10, 20, dan 30 %. Parameters observed were content of moisture, protein, fat, and sensory characteristics such as color, texture, fishy odor and preferency. Result showed that cassava biscuits made from 60% cassava and 40% wheat flour and added of 20% tempeh- fish flour was the best treatment based on sensory characteristics. Characteristics of biscuits were: moisture of 4.59%, protein of 9.45%db, fat of 23.52% db, ash of 0.24%db, carbohydrate by difference 58.64%db, crude fiber of 3.57%db, andenergy 484.04 kcal. The sensory characteristics werebrown color (score 3.01), crispy texture (score 3.70), rather fishy odor (score 3.26), and acceptable (score 3.50).

  Keyword: biscuits, cassava flour, supplementation, tempeh-fish flour PENDAHULUAN

  Masalah gizi merupakan masalah yang banyak dihadapi oleh negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Penanggulangan masalah gizi dan kesehatan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang paling baik adalah pada periode kehamilan. Ibu hamil merupakan kelompok yang kritis dan rentan terhadap kekurangan gizi (Barbieri et al., 2015). Problem gizi yang umum dijumpai pada wanita hamil antara lain kurang energi protein (KEP) dan anemi kurang gizi besi (AGB). Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 prevalensi KEP pada ibu hamil sebesar 24,2%.

  Secara umum KEP dan AGB ibu hamil disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan gizi pada saat kehamilan dan rendahnya konsumsi makanan secara kualitas maupun kuantitas. Kecukupan protein selama kehamilan sangat esensial, protein dibutuhkan untuk sintesis jaringan dalam tubuh ibu. Protein dalam tubuh juga memegang peranan penting dalam metabolisme zat besi (Chen et al., 2006). Peranan ters ebut antara lain sebagai “ligand” dan “clathrin” yang berperanan dalam penyerapan besi, traferin berperan dalam transport besi, ferritin berperan dalam penyimpanan besi, serta globulin dan myoglobulin sebagai pengangkut oksigen (Weinborn et al., 2015).

  Keadaan gizi ibu hamil yang baik akan menjamin pertumbuhan janin dan kelahiran bayi yang sehat, cadangan gizi pasca-kelahiran bagi ibu, serta produksi ASI yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan bayi pada awal kehidupannya (WHO, 2012). Oleh karena itu, perlu upaya penanggulangan masalah gizi pada ibu hamil. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui pengembangan makanan kudapan sebagai makanan tambahan atau selingan untuk konsumsi harian bagi ibu hamil. Salah satu makanan kudapan yang dikembangkan adalah biskuit.

  Biskuit merupakan makanan yang cukup popular dikalangan masyarakat. Biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain, dengan proses pemanggangan. Menurut Manley (2000), biskuit merupakan kue kering yang terbuat dari adonan keras (hard dough), bertekstur renyah karena strukturnya berpori. Biskuit merupakan makanan yang praktis karena dapat dimakan kapan saja, biskuit juga mempunyai daya simpan yang relatif lama. Pemberian biskuit untuk ibu hamil yang disuplementasi dengan bahan tinggi protein sangat baik, karena kue kering ini tidak menyebabkan cepat kenyang.

  Biskuit umumnya dibuat dari tepung terigu. Dalam rangka percepatan diversifikasi konsumsi pangan, maka perlu adanya upaya substitusi sebagian terigu dengan tepung lainnya. Ubi kayu merupakan bahan pangan sumber karbohidrat dengan jumlah produksi terbesar setelah padi. Pemanfaatan ubikayu dalam bentuk tepung modifikasi akan semakin memperluas aplikasinya dalam pengolahan pangan. Tahap fermentasi pada proses pembuatannya akan meningkatkan nilai fungsional karbohidrat yang terkandung di dalamnya (Subagio et al., 2008).

  Ubi kayu merupakan sumber energi, akan tetapi rendah protein, lemak, vitamin dan mineral. Peningkatan kandungan protein dilakukan melalui suplementasi dengan bahan pangan sumber protein nabati atau hewani (Chen et al., 2006). Tepung ikan dan tepung tempe merupakan tepung sumber protein yang potensial. Tepung ikan mempunyai kandungan gizi baik karena kandungan asam-asam amino esensial pada ikan cukup tinggi dan lengkap (Madlen et al., 2015). Salah satu syarat dalam pembuatan tepung ikan yang bermutu baik adalah ikan dengan kandungan lemak yang rendah, agar tidak mudah tengik dan menggumpal dalam penyimpanan. Menurut Hadiwiyoto (1993), ikan kembung merupakan salah satu ikan yang kadar lemaknya rendah. Komposisi kimia ikan kembung yaitu mengandung air 73,3

  • – 79,3%, protein 16,6 – 21,4%, dan lemak 0,5 – 4,1%.

  Tepung sumber protein potensial lainnya adalah tepung tempe. Perubahan selama proses fermentasi/penempean akan meningkatkan daya cerna dan nilai fungsional komponen dalam tempe serta hilangnya senyawa anti gizi (Eklund-Jonsson et al., 2006). Penambahan tepung tempe akan memperkaya zat gizi dan berkhasiat sebagai anti diare dan antioksidan serta meningkatkan kadar vitamin B antara lain B12 (kobalamin).

  Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan biskuit ubi kayu dengan kandungan protein yang tinggi dan mempunyai sifat sensori yang baik.

  METODE PENELITIAN Tempat dan waktu

  Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, dimulai bulan April hingga September 2017.

  Bahan dan alat

  Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit meliputi tepung mocaf diperoleh dari UKM Putri 21 Gunungkidul Yogyakarta, tempe diperoleh dari pengrajin tempe di desa Pliken Banyumas, ikan kembung diperoleh dari pasar Manis Purwokerto, terigu, dan bahan-bahan pembuatan biskuit lainnya dari toko bahan kue di Purwokerto, serta bahan-bahan untuk analisis kimia.

  Peralatan yang digunakan dalam penelitian antara lain cabinet dryer, oven, mixer, blender, baskom, pisau, timbangan, loyang, cetakan biskuit, ayakan, spektrofotometer, buret, dan peralatan gelas untuk analisis kimia biskuit.

  Rancangan percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK).

  Adapun faktor yang dicoba meliputi: 1). Proporsi tepung mocaf : terigu (% b/b, P), yaitu

  P1 = 60:40, P2 = 50:50, dan P3 = 40:60, 2). Konsentrasi tepung suplemen (tepung ikan:tepung tempe = 1:2, T), yaitu T1 = 10%, T2 = 20%, dan T3 = 30%.

  Percobaan disusun secara faktorial dan diperoleh 9 kombinasi perlakuan, dilakukan

pengulangan 3 kali, sehingga diperoleh 27 unit pecobaan. Variabel kimia yang diamati

meliputi kadar air, kadar protein total, dan kadar lemak. Sedangkan variabel sensori yang

diamati adalah warna, tekstur, bau amis, dan tingkat kesukaan.

  Analisis data Data variabel kimia dianalisis menggunakan analisis ragam (uji F), jika berpengaruh nyata dila njutkan uji banding ganda dengan uji DMRT (Duncan’s Multiple

Range Test). Data variabel sensori dianalisis menggunakan uji Friedman, jika terdapat

pengaruh nyata dilanjutkan dengan uji banding ganda. Penentuan perlakuan terbaik

didasarkan pada sifat sensori. Pada kombinasi perlakuan terbaik dilakukan analisis

proksimat.

  HASIL DAN PEMBAHASAN Variabel kimia

  Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan proporsi mocaf : terigu (P) dan konsentrasi tepung suplemen (T) serta interaksi keduanya (PxT) terhadap variabel kimia biskuit ubi kayu yang diamati disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap variabel kimia biskuit ubi kayu yang diamati

  Variabel kimia Perlakuan P T PxT 1. Kadar air tn * tn 2. Kadar protein * ** tn 3. Kadar lemak tn tn tn

  Keterangan : P = proporsi mocaf : terigu, T = konsentrasi tepung suplemen, PxT = interaksi proporsi mocaf : terigu dengan konsentrasi tepung suplemen, tn = tidak berpengaruh nyata, * = berpengaruh nyata, ** = berpengaruh sangat nyata.

1. Kadar air

  Nilai rata-rata kadar air biskuit ubi kayu pada perlakuan proporsi mocaf : terigu 60:40 (P1), 50:50 (P2), dan 40:60 (P3) masing-masing sebesar 4,778%, 4,283%, dan 4,915%. Proporsi tepung mocaf dengan tepung terigu yang bervariasi dalam pembuatan biskuit tidak mempengaruhi kadar airnya. Namun terdapat kecenderungan bahwa pada proporsi tepung terigu yang lebih besar (P3) kadar air biskuit cenderung lebih tinggi. Hal ini diduga berkaitan dengan kadar proteinnya, dimana pada proporsi tepung terigu yang lebih besar pada pembuatan biskuit menghasilkan kadar protein yng lebih tinggi. Protein mempunyai kemampuan mengikat air, sehingga dengan tingginya kadar protein maka kadar airnya menjadi lebih tinggi.

  Nilai rata-rata kadar air biskuit ubi kayu pada perlakuan konsentrasi tepung suplemen disajikan pada Gambar 1.

  Gambar 1. Kadar air biskuit ubi kayu pada berbagai konsentrasi tepung suplemen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi tepung suplemen yang ditambahkan menyebabkan kadar air biskuit semakin meningkat. Hal ini diduga dengan semakin banyaknya tepung suplemen yang ditambahkan dalam pembuatan biskuit menyebabkan kandungan proteinnya semakin banyak. Protein bersifat mengikat air, sehingga menyebabkan kadar air dalam biskuit semakin besar. Hasil analisis kadar protein pada tepung ikan sebesar 74,92% dan pada tepung tempe sebesar 40,53%.

  Protein dalam bahan pangan mempunyai kemampuan mengikat air (water binding ) dan memerangkap air (water holding capacity) karena terdapat gugus-gugus reaktif

  capacity

  seperti gugus polar dan gugus ionik (Fennema, 1996). Demikian pula menurut Inayati (1991), meningkatnya kandungan protein, serat dan pati dalam biskuit, akan meningkatkan jumlah air yang tertahan dalam biskuit selama pemanggangan, sehingga kadar air produk meningkat.

2. Kadar protein

  Nilai rata-rata kadar protein biskuit ubi kayu pada perlakuan proporsi mocaf : terigu disajikan pada Gambar 2.

  Gambar 2. Kadar protein biskuit ubi kayu pada berbagai proporsi mocaf : terigu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak proporsi terigu pada pembuatan biskuit ubi kayu kadar proteinnya semakin besar. Hal ini berarti kadar protein terigu lebih tinggi daripada kadar protein pada tepung mocaf. Menurut Bogasari untuk pembuatan biskuit digunakan terigu rendah protein yaitu dengan kandungan protein sekitar 8

  • – 9%, sedangkan mocaf yang merupakan tepung dari umbi-umbian mengadung protein sebesar 3,42% (Anonim, 2009).

  Nilai rata-rata kadar protein biskuit ubi kayu yang disuplementasi dengan tepung ikan- tempe disajikan pada Gambar 3.

  Gambar 3. Nilai rata-rata kadar protein biskuit ubi kayu pada konsentrasi tepung suplemen.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi tepung suplemen yang ditambahkan dalam pembuatan biskuit ubi kayu, menyebabkan kadar protein dalam biskuit semakin meningkat. Hal ini disebabkan kedua tepung suplemen yaitu tepung ikan dan tepung tempe merupakan sumber protein nabati dan hewani. Menurut Bakara (1996), tepung tempe mengadung protein sebanyak 48,0%, dan dari hasil analisis protein pada bahan baku yaitu tepung tempe mengandung protein sebesr 40,53%. Sedangkan hasil analisis protein pada tepung ikan kembung mempunyai kadar protein sebesar 74,92%. Oleh karena itu, penambahan tepung suplemen yang semakin banyak menyebabkan kadar protein biskuit semakin meningkat.

3. Kadar lemak

  Nilai rata-rata kadar lemak biskuit ubi kayu pada perlakuan proporsi mocaf : terigu 60:40 (P1), 50:50 (P2), dan 40:60 (P3) masing-masing sebesar 23,32%bk, 22,57%bk, dan 23,09%bk. Kadar lemak biskuit ubi kayu tidak dipengaruhi oleh tepung mocaf maupun tepung terigu. Hal ini disebabkan karena tepung terigu dan mocaf memiliki kandungan lemak yang rendah. Kadar lemak yang tinggi dalam biskuit dan semua perlakuan memiliki kadar lemak yang tidak berbeda nyata, karena disebabkan oleh penambahan mentega dan shortening dalam formula biskuit dengan konsentrasi yang sama.

  Nilai rata-rata kadar lemak biskuit ubi kayu pada perlakuan konsentrasi tepung suplemen 10% (T1), 20% (T2), dan 30% (T3) masing-masing sebesar 23,05%bk, 22,88%bk, dan 23,05%bk. Semakin banyak tepung suplemen yang ditambahkan dalam pembuatan biskuit tidak menyebabkan kenaikan kadar lemaknya. Padahal hasil analisis kadar lemak pada bahan baku yaitu tepung ikan dan tempe cukup tinggi. Kadar lemak dalam tepung ikan sebesar 7,125% sedangkan pada tepung tempe sebesar 15,286%. Hal ini diduga bahwa semakin banyak tepung suplemen semakin banyak jumlah total padatan dalam adonan. Walaupun semakin banyak tepung suplemen menyebabkan kadar lemaknya meningkat, tetapi karena jumlah total padatannya juga meningkat, maka kadar lemak per berat kering seolah tidak terjadi peningkatkan.

  Variabel sensori

  Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan proporsi mocaf : terigu dengan konsentrasi tepung suplemen (PT) berpengaruh nyata terhadap semua variabel sensori biskuit ubi kayu yang diamati. Skor rata-rata berbagai atribut sensori yang diamati disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Skor rata-rata hasil uji Friedman pengaruh kombinasi perlakuan terhadap variabel sensori biskuit ubikayu yang diamati

  Kombinasi Warna Tekstur Bau amis Kesukaan perlakuan (skor) (skor) (skor) (skor) P1T1 3,63 a 3,45 abc 3,55 a 3,05 ab P1T2 3,02 ab 3,70 a 3,27 abc 3,49 a P1T3 3,26 ab 3,31 abc 2,79 bcde 2,65 b P2T1 3,58 a 3,56 ab 3,50 ab 3,08 ab P2T2 2,72 b 3,53 ab 3,16 abcd 2,96 ab P2T3 2,93 b 3,26 abc 2,38 e 2,65 b P3T1 3,21 ab 3.,54 ab 3,56 a 3,46 a P3T2 2,82 b 3,21 bc 2,75 cde 2,70 b P3T3 3,35 ab 3,.01 c 2,62 de 2,67 b

  Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji banding ganda 5% setelah uji Friedman. Skor warna : 1= cokelat kehitaman, 2= cokelat tua, 3= cokelat, 4= cekelat kekuningan, 5= kuning kecoklatan. Skor tekstur : 1= tidak renyah, 2=sedikit renyah, 3=agak renyah, 4= renyah, 5= sangat renyah. Sor bau amis : 1=sangat terasa, 2=terasa, 3= agak terasa, 4= sedikit terasa, 5= tidak terasa. Skor kesukaan : 1= tidak suka, 2= sedikit suka, 3= agak suka, 4= suka, 5= sangat suka.

1. Warna

  Skor warna terendah yaitu 2,72 (cokelat) dihasilkan dari kombinasi P2T2 (proporsi mocaf:terigu=50:50 dengan tepung suplemen sebanyak 20%) dan tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan P2T3 dan P3T2. Sedangkan skor warna tertinggi yaitu 3,63 (cokelat kekuningan) dihasilkan dari kombinasi perlakuan P1T1 (proporsi mocaf:terigu=60:40 dengan konsentrasi tepung suplemen 10%) dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan P2T1.

  Warna biskuit merupakan hasil reaksi Maillard selama dalam pemanggangan adonan biskuit. Reaksi Maillard adalah reaksi yang terjadi antara gula pereduksi dengan asam amino (Fennema, 1996). Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pada perlakuan proporsi mocaf lebih banyak yaitu 60% (P1) menghasilkan warna biskuit yang lebih muda yaitu cokelat kekuningan. Dibandingkan dengan proporsi terigu yang lebih banyak yaitu 60% (P3) menghasilkan warna biskuit yang lebih tua yaitu cokelat. Hal ini disebabkan pada tepung mocaf, kadar proteinnya relatif rendah yaitu sekitar 3,42% dibanding kadar protein pada terigu yaitu sekitar 8 – 9%. Demikian pula pada konsentrasi tepung suplemen sebesar 10% kadar proteinnya lebih rendah dibanding yang 20% atau 30%. Oleh karena itu, pada konsentrasi tepung suplemen yang lebih sedikit menghasilkan warna biskuit lebih terang yaitu cokelat kekuningan.

  2. Tekstur

  Skor tekstur terendah yaitu 3,02 (agak renyah) dihasilkan dari kombinasi perlakuan P3T3 (proporsi mocaf : terigu = 40 : 60 dengan konsentrasi tepung suplemen sebesar 30%). Sedangkan skortekstur tertinggi yaitu 3,70 (renyah) dihasilkan dari kombinasi perlakuan P1T2 (proporsi mocaf : terigu = 60 : 40 dengan konsentrasi tepung suplemen sebesar 20%). Proporsi tepung mocaf yang lebih banyak dibanding terigu (mocaf 60%) pada pembuatan biskuit menyebabkan teksturnya lebih renyah, dibanding tepung terigu yang lebih banyak. Pada penggunaan terigu yang lebih banyak (terigu 60%) tekstur biskuit yang dihasilkan agak renyah. Hal ini disebabkan tingginya kadar pati dalam mocaf, dan pati akan memberikan kontribusi terhadap tekstur biskuit. Kandungan pati dalam tepung mocaf sebesar 80,02% (Larasati, 2013), sedangkan kandungan pati dalam biji gandum sebesar 69,0% (Shellenburger, 1971).

  Disamping itu tekstur biskuit juga dipengaruhi oleh tepung suplemen (tepung ikan dan tepung tempe). Pada konsentrasi tepung suplemen 20% menghasilkan tekstur yang renyah (skor 3,70), dibanding konsentrasi tepung suplemen 30% menghasilkan tekstur biskuit agak renyah (skor 3,02). Hal ini diduga, bahwa semakin banyak tepung suplemen semakin banyak pula kandungan proteinnya. Protein akan mengalami koagulasi, dan menyebabkan porositas biskuit berkurang, sehingga teksturnya kurang renyah.

  3. Bau amis

  Skor bau amis terendah 2,38 (terasa) dihasilkan dari kombinasi perlakuan P2T3 (proporsi mocaf:terigu=50:50 dengan tepung suplemen sebanyak 30%). Skor bau amis tertinggi 3,57 (sedikit terasa) dihasilkan dari kombinasi perlakuan P3T1 (proporsi mocaf:terigu 40:60 dengan tepung suplemen sebanyak 10%), dan ini tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan P1T1 (proporsi mocaf:terigu= 60:40 dengan konsentrasi tepung suplemen sebesar 10%). Bau amis pada biskuit ubi kayu disebabkan oleh bau tepung suplemen terutama tepung ikan. Bau amis merupakan karakteristik pada ikan, baik ikan air tawar maupun ikan air laut. Menurut Hadiwiyoto (1993), bau amis pada ikan disebabkan oleh senyawa trimetilamin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi tepung suplemen terendah yaitu 10% menyebabkan biskuit sedikit berbau amis, dibandingkan pada konsentrasi tepung suplemen lebih tinggi yaitu 20 dan 30%.

4. Kesukaan

  Skor kesukaan terendah 2,62 (agak suka) dihasilkan dari kombinasi perlakuan P3T3 (proporsi mocaf : terigu= 40 : 60 dengan konsentrasi tepung suplemen sebesar 30%). Sedangkan skor kesukaan tertinggi 3,50 (suka) dihasilkan dari kombinasi perlakuan P1T2 (proporsi mocaf : terigu = 60 : 40 dengan konsentrasi tepung suplemendan sebesar 20%) dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan P3T1 (proporsi mocaf : terigu= 40 : 60 dengan konsentrasi tepung suplemen sebesar 10%). Kesukaan terhadap biskuit dipengaruhi oleh beberapa atribut sensori seperti tekstur, bau amis, maupun warnanya. Pada perlakuan P1T2 merupakan kombinasi perlakuan paling disukai, diduga pada perlakuan tersebut tekstur biskuit yang dihasilkan paling renyah, bau amisnya agak terasa, dan warnanya cokelat.

  Analisis proksimat produk terbaik dan perbandingan dengan SNI

  Hasil analisis proksimat pada biskuit hasil kombinasi perlakuan terbaik yaitu biskuit yang dibuat dari tepung mocaf 60%, terigu 40% dan tepung suplemen sebesar 20%, serta membandingkan produk tersebut dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk produk biskuit disajikan pada Tabel 3.

  Tabel 3. Karakteristik biskuit hasil kombinasi perlakuan terbaik dan standar mutu biskuit menurut SNI 01-2973-1992

  _______________________________________________________________________________ _____________ Kriteria uji Biskuit terbaik Standar SNI

  (P1T2) 1. 484,04 min 400

  Energi (kkal/100g) 2. 4,59 maks 5,0

  Kadar air (%) 3. 9,45 min 9,0

  Kadar protein (%) 4. 23,52 min 9,5

  Kadar lemak (%) 5. 58,64 min 70,0

  Kadar karbohidrat (%) 6. 3,57 maks 0,5

  Kadar serat kasar (%) 7. 0,24 maks 1,5

  Kadar abu (%) Dari hasil analisis proksimat jika dibandingkan dengan standar mutu SNI, produk biskuit hasil perlakuan terbaik sebagian besar sudah memenuhi persyaratan mutu SNI.

  KESIMPULAN

  Berdasarkan uji indeks efektivitas yang menghasilkan biskuit dengan sifat sensori terbaik adalah biskuit yang dibuat dari tepung mocaf 60% dan terigu 40 % dengan suplementasi tepung ikan-tempe sebesar 20% (P1T2). Biskuit tersebut memiliki karakteristik yaitu kadar air 4,59%, kadar protein 9,45%bk, kadar lemak 23,52%bk, kadar abu 0,242%bk, kadar kabohidrat by

  

difference 58,64%bk, kadar serat kasar 3,57%bk, dan energi sebesar 484,04 kkal. Adapun karakteristik sensorinya yaitu warna cokelat (skor 3,01), tekstur renyah (skor 3,70), bau amis agak terasa (skor 3,26), dan disukai (skor 3,50).

DAFTAR PUSTAKA

  Anonim. 2009. Kandungan gizi mocaf. Lab Nutrisi Pangan. (On-Line). http://appl.or.id, http://karuniasemesta.wordpress.com. Diakses: tanggal 4 Oktober 2017. Barbieri, P. Crivellenti, L.C., Nishimura, R.Y., and Sartorelli, D.S. 2015. Validation of a food frequency questionnare to assessfood group intake by pregnant women. Journal of Human

  Nutrition and Dietetics. 28: 38-44

  Chen, L., G.E. Remondetto, and M. Subirade. 2006. Food protein-based materials as nutraceutical delivery systems. Trends in Food Science & Technology . 17:272-283 Eklund-Jonsson, C., A.-S. Sandberg, and M. Larsson Alminger. 2006. Reduction of phytate content while preserving minerals during whole grain cereal tempe fermentation. Journal of Cereal

  Science 44:154-160. rd Fennema, O.R. 1996. Food Chemistry. 3 Edition. Marcel Dekker, Inc. New York.

  Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Hasil Perikanan. Liberty, Yogyakarta. Inayati, I. 1991. Biskuit Berprotein Tinggi dari Campuran Tepung Terigu, Singkong dan Tempe Kedelai. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.

  Larasati, M. 2013. Pengaruh Lama Fermentasi dan Konsentrasi Larutan Garam Terhadap Karakteristik Tepung Ubi Kayu Termodifikasi (MOCAF) dengan Cara Fermentasi Spontan. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.

  Madlen, S., Christina, M., Mathilde, K., and Lars, L. 2015. Fish and rapeseed oil consumption in infants and mothers: dietary habits and determinants in a nationwide sample in Germany.

  European Journal of Nutrition . 54 (7): 1069-1080.

  Manley, D. 2000. Technology of Biscuits, Crackers and Cookies. Third edition. Woodhead Pubishing limited, Cambridge. Shellenburger, J.A. 1971. Production and Utilization of Wheat. In: Pomeranz, Y. Wheat Chemistry and Technology. The AACC St. Paul. Subagio, A., W.Siti, Y.Witono, dan F.Fahmi. 2008. Prosedur Operasi StandarProduksi MOCAL

  Berbasis Klaster . Southeast Asian Food and AgricultureScience and Technology (SEAFAST) Center. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

  Weinborn, A.V., F. Pizarro, M. Olivares, A. Brito, M. Arredondo, S. Flores and C. Valenzuela.

  2015. The effect of plant proteins derived from cereals and legumes on heme iron absorpton. Nutrient, 7: 8977

  • – 8986. World Health Organization. 2012. Proposed global targets for maternal, infant, and young child nutrition. WHO Discussions Papers, 2012 Feb 6; Geneva, Switzerland.