BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Pelaksanaan Pengawasan Dan Pengendalian Pencemaran Lingkungan Oleh Badan Lingkungan Hidup Di Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 telah beberapa kali

  diamandemen, namun belum banyak pihak yang memperhatikan kajian atas konstitusi yang bersinggungan dengan permasalahan lingkungan hidup, padahal hasil dari perubahan tersebut sangat dinantikan karena memberikan harapan dan jaminan konstitusi atas keberlangsungan lingkungan di alam khatulistiwa. Adapun norma yang merupakan kunci dari peraturan mengenai lingkungan terdapat pada Pasal 28H ayat (1) yang berbunyi :

  “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Selain itu peraturan mengenai lingkungan hidup juga tertera dalam Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi :

  “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”. Berdasarkan kedua Pasal di atas maka sudah jelas bahwa Undang-Undang

  Dasar Negara Republik Indonesia 1945 juga telah mengakomodasi perlindungan konstitusi (constitutional protection) baik terhadap warga negaranya untuk memperoleh lingkungan hidup yang memadai maupun jaminan terjaganya tatanan lingkungan hidup yang lestari atas dampak negatif dari aktivitas perekonomian nasional. Ketentuan ini mengandung pengertian bahwa setiap warga negara berhak dan memperoleh jaminan konstitusi (constitutional guranteee) untuk hidup dan memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat untuk tumbuh dan berkembang.

  Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan Pasal 1 angka (2) UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.

  Pengelolaan lingkungan hidup memberikan kemanfaatan ekonomi, sosial, dan budaya perlu dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian, demokrasi lingkungan, desentralisasi, serta pengakuan dan penghargaan terhadap kearifan lokal dan kearifan lingkungan, sehingga lingkungan hidup Indonesia harus dilindungi dan dikelola dengan baik berdasarkan asas tanggung jawab negara, asas keberlanjutan, dan asas keadilan. Selain itu di dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan perlu diadakan pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan dapat diartikan sebagai transformasi progresif terhadap struktur sosial dan politik untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam memenuhi kepentingan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kepentingan mereka (Imam Supardi, 2003:204).

  Pembangunan dalam dirinya mengandung unsur perubahan besar, misalnya perubahan struktur ekonomi, perubahan struktur sosial, perubahan fisik wilayah, perubahan pola kosumsi, perubahan sumber alam dan lingkungan hidup, perubahan teknologi, perubahan sistem nilai dan kebudayaan (Emil Salim, 1993:11). Pendapat Emil Salim juga dikutip oleh Supriadi dalam buku hukum lingkungan di Indonesia, dinyatakan bahwa sungguhpun pembangunan telah berjalan ratusan tahun di dunia, namun baru pada permulaan tahun tujuh puluhan dunia baru sadar dan cemas akan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup sehingga mulai menanganinya secara sungguh-sungguh sebagai masalah dunia (Supriadi, 2006:39).

  Salah satu dampak negatif pembangunan yang menonjol adalah timbulnya berbagai macam pencemaran, akibat penggunaan mesin-mesin dalam industri maupun mesin-mesin sebagai hasil produksi dari industri tersebut. Pencemaran bukanlah sesuatu yang asing di telinga masyarakat dunia, sebab tiap hari media menyuguhkan berita tentang terjadinya pencemaran. Berbagai usaha-usaha telah dilakukan oleh masyarakat dunia termasuk Indonesia, guna menanggulangi permasalahn ini.

  Apapun kenyataannya pencemaran tidak bisa dicegah, tidak bisa dihilangkan dan akan terus terjadi, sebab manusia tidak dapat menghindar untuk tidak mencemari lingkungannya terlebih alampun sulit untuk diprediksi. Oleh sebab itu, mempertajam perbedaan definisi-definisi teknis maupun pelaksanaannya menjadi suatu yang baku terkadang wajib adanya. Sebab dalam tataran implementasi justru permasalahan lingkungan senantiasa berputar-putar dan berkutat dalam perdebatan tanpa ujung menge nai pengertian “satu kata” –contoh : pencemaran - sementara perusakan dan pencemaran lingkungan tengah dan terus berlangsung (Ashabul Kahpi,2012:163)

  Penaatan hukum di bidang lingkungan hidup oleh para pelaku kegiatan dibidang lingkungan hidup mutlak diperlukan untuk mencegah dampak negatif dari kegiatan yang dilakukan. Hukum lingkungan adalah hukum fungsional karena bertujuan untuk menanggulangi pencemaran, pemanfaatan lingkungan secara tidak bertanggung jawab dan perusakan lingkungan. Di Indonesia penegakan hukum lingkungan juga melibatkan berbagai instansi pemerintah seperti polisi, jaksa, pemerintah daerah, pemerintah pusat serta swasta. Karena hukum lingkungan berkaitan dengan cabang hukum yang lain, maka penegakan hukum lingkunganpun dapat ditegakkan dengan berbagai instrumen seperti administratif, perdata atau pidana (herliana,2011:98).

  Apabila dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur berbagai aspek lingkungan, maka panjang atau pendeknya sejarah tentang peraturan tersebut tergantung daripada apa yang dipandang sebagai

  “environmental

concern”(Koesnadi Hardjasoemantri, 2002:36). Menurut Siti Sundari Rangkuti,

  bahwa “hukum lingkungan sebagai hukum yang fungsional yang merupakan potongan melintang bidang-bidang hukum klasik sepanjang berkaitan dan/atau relevan dengan masalah lingkungan hidup” (Alvi Syahrin, 1997:1). Artinya, hukum lingkungan mencakup aturan-aturan hukum administrasi, hukum perdata hukum pidana dan hukum internasional sepanjang aturan-aturan itu mengenai upaya pengelolaan lingkungan hidup.

  Law enforcement atau penegakan hukum lingkungan terhadap pencemaran dan perusak lingkungan diperlukan sebagai salah satu jaminan untuk mewujudkan dan mempertahankan kelestarian fungsi lingkungan. Dalam penegakan hukum lingkungan keadilan harus diperhatikan. Namun demikian hukum tidak identik dengan keadilan, karena hukum itu sifatnya umum, mengikat setiap orang, dan menyamaratakan. Penegakkan hukum lingkungan dapat ditempuh melalui tiga alternatif, yaitu administratif, perdata dan pidana. Undang-undang Perlindungan Lingkungan Hidup menempatkan penerapan sanksi pidana sebagai upaya yang terakhir (ultimum remedium).

  Akan tetapi persoalan lingkungan sudah sedemikian mengkhawatirkan, sehingga ketentuan sanksi pidana terhadap pencemaran lingkungan seharusnya dirubah dari ketentuan yang sifatnya ultimum remidium, yang menganggap bahwa pelanggaran hukum lingkungan belum merupakan persoalan yang serius menjadi premium remidium yang menjadikan sanksi pidana sebagai instrumen yang diutamakan dalam menangani tindak perbuatan pencemaran atau perusakan lingkungan. Seperti yang dikemukakan oleh Jan H Jans and Hans H B Vedder dalam The Expanding Criminalization of Environmental Laws Volume 30, No. 2.

  That significant imprisonment and large fines are appropriate penalties for

  

“environmental criminals,” another objective is the deterrent effect of an environmental criminal case on other companies and individuals. Many government officials and agents believe that the harsh penalties associated with environmental crimes positively affect environmentally related business decisions and, consequently, promote greater compliance with environmental laws.

  Penjara yang signifikan dan denda besar tersebut merupakan hukuman yang tepat untuk "penjahat lingkungan," tujuan lainnya yaitu efek jera dari kasus pidana lingkungan terhadap perusahaan lain dan individu. Banyak pejabat pemerintah dan agen percaya bahwa sanksi-sanksi keras yang terkait dengan kejahatan lingkungan positif mempengaruhi keputusan bisnis yang berhubungan dengan lingkungan hidup dan, akibatnya, meningkatkan kepatuhan yang lebih besar dengan Undang-undang lingkungan.

  Selain itu, dalam mengatasi pencemaran lingkungan perlu adanya penataan lingkungan, penaatan lingkungan ini mencakup: pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan dan pengembangan kapasitas pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Permasalahan lingkungan hidup sudah lama terdapat di Tanah Air kita, namun penanganannya menurut pendekatan ekosistem masih baru. Sedangkan kunci berhasilnya program pengembangan lingkungan hidup berada ditangan manusia dan masyarakat. Karena itu, sangat penting menumbuhkan pengertian, penghayatan dan motivasi dikalangan masyarakat untuk ikut serta dalam mengembangkan lingkungan hidup (Koesnadi Hardjasoemantri, 2002:113).

  Di Indonesia kewenangan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan oleh pemerintah, masyarakat, dan pelaku pembangunan. Pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat nasional dilaksanakan secara terpadu terpadu oleh perangkat kelembagaan yang dikoordinasikan oleh menteri. Dan dalam hal ini menteri yang berwanang ialah Menteri Lingkungan Hidup. Untuk mewujudkan keterpaduan dan keserasian pelaksanaan kebijakan nasional tentang pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah dapat melimpahkan wewenang tertentu mengenai pengelolaan lingkungan hidup kepada perangkat di wilayah dan mengikut sertakan peran pemerintah daerah untuk membantu pemerintah pusat. Hal ini sesuai dengan apa yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah Pasal 13 bahwa untuk pengendalian lingkungan hidup diserahkan pada Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/Kota.

  Pengelolaan lingkungan hidup yang dapat dilakukan di daerah adalah dengan dibentuknya Badan Lingkungan Hidup. Badan Lingkungan Hidup ini terdapat di Propinsi, Kabupaten, maupun kota. Badan lingkungan hidup Propinsi pada dasarnya memiliki tugas pokok yaitu membantu Gubernur dalam melaksanakan sebagian kewenangan daerah di bidang pengelolaan lingkungan hidup serta tugas pembantuan yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah.

  Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di bagian tengah-selatan Pulau

  o o o o

  Jawa, secara geografis terletak pada 7 3’-8 12’ Lintang Selatan dan 110 00’-110

  50’ Bujur Timur, dengan luas 3.185,80 km2. Wilayah administratif DIY terdiri dari 1 kota dan 4 kabupaten, 78 kecamatan dan 438 kelurahan/desa. bentang alam, wilayah DIY dapat dikelompokkan menjadi empat satuan fisiografi sebagai berikut: 1.

  Satuan fisiografi Gunungapi Merapi, yang terbentang mulai dari kerucut gunung api hingga dataran fluvial gunung api termasuk juga bentang lahan vulkanik, meliputi Sleman, Kota Yogyakarta dan sebagian Bantul. Daerah kerucut dan lereng gunung api merupakan daerah hutan lindung sebagai kawasan resapan air daerah bawahan. Satuan bentang alam ini terletak di Sleman bagian utara. Gunung Merapi yang merupakan gunungapi aktif dengan karakteristik khusus, mempunyai daya tarik sebagai obyek penelitian, pendidikan, dan pariwisata.

2. Satuan Pegunungan Selatan atau Pegunungan Seribu, yang terletak di wilayah

  Gunungkidul, merupakan kawasan perbukitan batu gamping (limestone) dan bentang alam karst yang tandus dan kekurangan air permukaan, dengan bagian tengah merupakan cekungan Wonosari (Wonosari Basin) yang telah mengalami pengangkatan secara tektonik sehingga terbentuk menjadi Plato Wonosari (dataran tinggi Wonosari). Satuan ini merupakan bentang alam hasil proses solusional (pelarutan), dengan bahan induk batu gamping dan mempunyai karakteristik lapisan tanah dangkal dan vegetasi penutup sangat jarang.

  3. Satuan Pegunungan Menoreh Kulon Progo, yang terletak di Kulon Progo bagian utara, merupakan bentang lahan struktural denudasional dengan topografi berbukit, kemiringan lereng curam dan potensi air tanah kecil.

  4. Satuan Dataran Rendah, merupakan bentang lahan fluvial (hasil proses pengendapan sungai) yang didominasi oleh dataran aluvial, membentang di bagian selatan DIY, mulai dari Kulon Progo sampai Bantul yang berbatasan dengan Pegunungan Seribu. Satuan ini merupakan daerah yang subur. Termasuk dalam satuan ini adalah bentang lahan marin dan eolin yang belum didayagunakan, merupakan wilayah pantai yang terbentang dari Kulon Progo sampai Bantul. Khusus bentang lahan marin dan eolin di Parangtritis Bantul.

  Kondisi fisiografi membawa pengaruh terhadap persebaran penduduk, ketersediaan prasarana dan sarana wilayah, dan kegiatan sosial ekonomi penduduk, serta kemajuan pembangunan antar wilayah yang timpang. Daerah-daerah yang relatif datar, seperti wilayah dataran fluvial yang meliputi Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul (khususnya di wilayah Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta) adalah wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi dan memiliki kegiatan sosial ekonomi berintensitas tinggi, sehingga merupakan wilayah yang lebih maju dan berkembang, namun juga banyak terjadi pencemaran lingkungan (Laporan SLHD DIY,2012 Bab I1).

  Dengan kondisi fisiografi tersebut, peran Badan Lingkungan Hidup di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sangat dibutuhkan. Melalui Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 7 Tahun 2008, BLH Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai tugas untuk melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang lingkungan hidup, melakukan pengendalian dan pengawasan terkait pencemaran lingkungan yang terjadi di Propinsi DIY.

  Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka untuk itulah penulis tertarik untuk meneliti dan mengangkatnya di dalam suatu penulisan skripsi dengan judul:

  

“PELAKSANAAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN

LINGKUNGAN OLEH BADAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH

ISTIMEWA YOGYAKARTA ”.

  B.

  

Rumusan Masalah

  Perumusan masalah dapat diartikan sebagai suatu pernyataan yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah. Perumusan masalah merupakan hal yang sangat penting dalam setiap tahapan penelitian. Perumusan masalah yang jelas akan menghindari pengumpulan data yang tidak perlu, dapat menghemat biaya, waktu, tenaga dan penelitian akan lebih terarah pada tujuan yang ingin dicapai (Abdulkadir Muhammad, 2004:62).

  Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, Penulis merumuskan masalah untuk dikaji secara lebih rinci. Adapun permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu : 1.

  Bagaimana pelaksanaan pengawasan dan pengendalian pencemaran lingkungan oleh Badan Lingkungan Hidup di Daerah Istimewa Yogyakarta ?

  2. Apa hambatan dalam pelaksanaan pengawasan dan pengendalian pencemaran lingkungan oleh Badan Lingkungan Hidup di Daerah Istimewa Yogyakarta serta bagaimana solusinya ? C.

   Tujuan Penelitian

  Dalam suatu kegiatan penelitian pasti terdapat suatu tujuan yang jelas. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberi arah dalam melangkah sesuai dengan maksud penelitian sekaligus untuk menyajikan data-data hukum yang akurat dan memiliki validitas untuk menjawab permasalahan, sehingga mendatangkan kemanfaatan bagi pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini. Berdasarkan hal tersebut, maka Penulis mengkategorikan tujuan penelitian ke dalam kelompok tujuan obyektif dan tujuan subyektif sebagai berikut : a.

  Tujuan Obyektif 1)

  Untuk mengetahui Pelaksanaan Pengawasan dan pengendalian pencemaran lingkungan hidup oleh Badan Lingkungan Hidup di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. 2)

  Untuk mengetahui hambatan hambatan pengawasan dan pengendalian pencemaran Lingkungan oleh Badan Lingkungan Hidup di Wilayah Daerah Istimewa yogyakarta dan solusinya b. Tujuan Subyektif

  1) Memperoleh bahan hukum dan informasi sebagai bahan utama dalam menyusun penulisan hukum untuk memenuhi persyaratan yang diwajibkan dalam meraih gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

  2) Menambah, memperluas, mengembangkan pengetahuan, dan pengalaman penulis serta pemahaman aspek hukum di dalam teori dan praktek lapangan hukum, khususnya dalam bidang hukum administrasi negara, khususnya hukum lingkungan

  3) Memberi gambaran dan sumbangan pemikiran bagi ilmu hukum agar dapat memberi manfaat bagi penulis sendiri khususnya dan masyarakat pada umumnya.

  D.

  

Manfaat Penelitian

  Nilai dalam suatu penelitian, salah satunya ditentukan dari besarnya manfaat yang diperoleh dari penelitian tersebut. Adapun manfaat yang penulis harapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut 1.

  Manfaat Teoritis a.

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Administrasi Negara pada khususnya; b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dan literatur di dunia kepustakaan tentang upaya-upaya pengelolaan lingkungan hidup; c.

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat di pakai sebagai acuan dalam penelitian sejenis untuk tahap berikutnya.

  2. Manfaat Praktis a.

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti; b.

  Mengembangkan daya penalaran dan membentuk pola pikir dinamis penulis, sehingga dapat mengetahui kemampuan penulis atas ilmu yang telah diperoleh.

  E.

  

Metode Penelitian

  Pengertian dari metode adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha mana dilakukan dengan metode ilmiah (Sutrisno Hadi, 1976:4). Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang disajikan secara sistematis dan harus dapat dipertanggungjawabkan. Setiap melakukan penelitian maka harus menggunakan metode-metode tertentu. Metode penelitian menurut (Soerjono Soekanto,1986:5) adalah sebagai berikut : 1. suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian;

  2. suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan; 3. cara tertentu untuk menentukan prosedur.

  Dalam penelitian ini, metode yang akan dipakai penulis adalah sebagai berikut :

  1. Jenis dan Sifat Penelitian Sesuai dengan masalah yang akan diteliti, penelitian ini merupakan jenis penelitian empiris yang bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk membuat pencandraan (deskripsi) mengenai situasi- situasi atau kejadian-kejadian (Sumadi Suryabrata, 2003:76). Tujuan dari penelitian adalah untuk membuat pencandraan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau suatu daerah tertentu.

  Dalam penelitian ini penulis akan mencoba untuk mendeskripsikan tentang pelaksanaan pengawasan dan pengendalian pencemaran lingkungan

  2. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Kantor Badan Lingkungan Hidup

  Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. BLH Propinsi DIY beralamat di Jalan Tentara Rakyat Mataram No. 53 Yogyakakarta.

3. Pendekatan Penelitian

  Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitan tersebut menekankan pada pola tingkah laku manusia yang dilihat dari

  “frame of reference” si pelaku itu sendiri, jadi individu

  merupakan aktor sentral sehingga perlu untuk dipahami dan satuan analisis serta menempatkan sebagai bagian dari sebuah kesatuan sekaligus keseluruhan (Burhan Ashofa, 1996:15). Pendekatan ini dilakukan penulis untuk meneliti hakikat dan makna terhadap data yang tersaji. Sehingga penelitian ini menghasilkan data yang deskriptif dengan menghubungkan konsep hukum dengan fenomena sosial yang terjadi dalam masyarakat.

3. Jenis Data

  Data yang digunakan penulis dalam penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu : a.

  Data Primer Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber pertama atau nara sumber yang berhubungan dengan obyek penelitian. Data primer ini akan diperoleh dari :

  1) Kepala Subbidang Penaatan Lingkungan Bapak Ag Ruruh H, SH,

  ST, M.Kes

2) Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan Bapak Drs.

  Y Agus setianto, M.Si b. Data Sekunder

  Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung dari narasumber untuk mendukung dan melengkapi data primer yang berhubungan dengan masalah misalnya dokumen, bahan pustaka, hasil-hasil penelitian dan sebagainya. Menurut Soerjono Soekanto, data yang digunakan dalam penelitian meliputi tiga bahan hukum, yaitu : 1)

  Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Adapun yang digunakan dalam penelitian ini adalah

  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor

  32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Daerah Propinsi DIY No. 7 Tahun 2008 tentang organisasi dan tata kerja inspektorat, badan perencanaan pembangunan Daerah, lembaga teknis daerah dan satuan polisi pamong praja Propinsi daerah Istimewa yogyakarta, Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2 tahun 2012 Tentang Pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun, Peraturan daerah Propinsi daerah Istimewa yogyakarta Nomor 5 tahun 2007 Tentang Pengendalian pencemaran udara. 2)

  Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Adapun yang digunakan dalam penelitian ini adalah jurnal, literatur, buku, internet, laporan penelitian dan sebagainya yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup.

  3) Bahan Hukum tersier

  Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia dan ensiklopedia (Soerjono Soekanto 1986:52).

4. Sumber Data

  Dalam penelitian ini akan digunakan dua sumber data, yaitu :

  a. Sumber data Primer Sebagai sumber data primer dalam penelitian ini adalah semua pihak yang dapat memberikan keterangan secara langsung mengenai segala hal yang berhubungan dengan obyek penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data primer adalah Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan

  b. Sumber Data Sekunder

  Yang akan menjadi sumber data sekunder adalah data-data yang diperoleh melalui studi pustaka meliputi peraturan perundangundangan, buku- buku literatur, internet, dan hasil penelitian lainnya.

5. Teknik Pengumpulan Data

  Dalam upaya pengumpulan data dari sumber data di atas, penyusun menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: a. Wawancara

  Wawancara adalah proses tanya-jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan- keterangan (Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, 2004:83). Wawancara juga dimaksudkan untuk merekonstruksi kebulatankebulatan sebagai yang telah diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang. Juga untuk memverifikasi, merubah, memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain, baik manusia maupun bukan manusia (triangulasi), dan memverifikasi, merubah dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota (Lexy J. Maleong, 2005:186). Wawancara dilakukan dengan sistem wawancara bebas terpimpin artinya wawancara ini merupakan kombinasi antara wawancara bebas dan terpimpin. Pewawancara hanya membuat pokok-pokok masalah yang akan diteliti, selanjutnya dalam proses wawancara berlangsung mengikuti situasi. Pewawancara harus pandai mengarahkan responden apabila ternyata ia menyimpang. Pedoman interview berfungsi sebagai pengendali jangan sampai proses wawancara kehilangan arah. Dalam penelitian ini yang diwawancarai adalah Kepala Subbidang Penaatan Lingkungan BLH Propinsi DIY, Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan BLH Propinsi DIY dan Staf BLH Propinsi DIY.

  b. Studi Kepustakaan

  Yaitu suatu bentuk pengumpulan data dengan cara membaca buku literatur, hasil penelitian terdahulu, dokumen dan peraturan perundang- undangan yang berhubungan dengan obyek penelitian.

6. Teknik Analisis Data

  Teknik analisis data adalah suatu uraian tentang cara-cara analisa yaitu kegiatan mengumpulkan data kemudian diadakan pengeditan terlebih dahulu, untuk selanjutnya dimanfaatkan sebagai bahan analisa yang bersifat kualitatif. Analisa kualitatif adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis yaitu apa yang nyata, yang diteliti dan dipelajari secara utuh (Soerjono Soekanto, 1986:250). Secara umum terdapat dua model pokok dalam melakukan analisis di dalam penelitian kualitatif, yaitu : (1) model analisis jalinan atau mengalir (flow model of analysis), dan (2) model analisis interaktif (H.B.Sutopo, 2002:94). Dalam penulisan hukum ini penulis menggunakan metode analisis interaktif. Metode analisis interaktif adalah tiga komponen analisis yang aktifitasnya dapat dilakukan dengan cara interaktif, baik antar komponennya maupun dengan proses pengumpulan data, dalam proses yang berbentuk siklus. Dalam bentuk ini tetap bergerak diantara tiga komponen analisis dengan proses pengumpulan selama kegiatan berlangsung. Sesudah pengumpulan data berakhir, peneliti bergerak diantara komponen analisisnya dengan menggunakan waktu yang masih tersisa bagi penelitiannya (H.B. Sutopo, 2002:95). Menurut H.B. Sutopo ketiga komponen yang dimaksud adalah sebagai berikut :

  a. Reduksi Data Merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang ada dalam catatan tertulis di lapangan. Reduksi data selama penelitian berlangsung, hasil data dapat disederhanakan dan ditransformasikan melalui seleksi ketat, ringkasan serta penggolongan dalam suatu pola. b. Penyajian Data Adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan penarikan kesimpulan, sehingga peneliti akan dengan mudah memahami apa yang terjadi dan apa yang harus dilakukan.

  c. Penarikan Kesimpulan Dari awal pengumpulan data peneliti harus memahami apa arti dari berbagai hal yang ingin ditemui dengan melakukan pencatatan peraturan- peraturan dan pola-pola, pernyataan-pernyataan dan konfigurasi yang mungkin, arahan, sebab akibat, dan berbagai proporsi sehingga memudahkan dalam pengambilan kesimpulan. Kesimpulan Perlu diverifikasi agar cukup mantap dan benar-benar bisa dipertanggungjawabkan.

  Tiga komponen analisis data diatas membentuk interaksi dengan proses pengumpulan data yang berbentuk siklus. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan dibawah ini.

  Pengumpulan data Reduksi data

  Penyajian data Kesimpulan

  Gambar 1 : Bagan Analisis Interaktif F.

  

Sistematika Penulisan Hukum Sistematika yang digunakan penulis dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut :

  BAB I PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari Sub Bab Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan mengenai hasil dari suatu studi kepustakaan yang diperoleh dari penelitian. Terdiri dari tinjauan tentang Lingkungan Hidup, tinjauan tentang Pengawasan dan Pengendalian Pencemaran Lingkungan

  BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dijelaskan hasil penelitian dari data lapangan yang diperoleh peneliti dan pembahasan mengenai Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian pencemaran lingkungan oleh badan lingkungan hidup di daerah Istimewa yogyakarta. Hambatan- hambatan dalam pelaksanaan pengawasan dan pengendalian pencemaran lingkungan serta solusinya.

  BAB IV PENUTUP Dalam bab ini akan disampaikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan juga saran yang relevan dari peneliti. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN