Hybrid Court (Peradilan Campuran)

  Hybrid Court

(Peradilan Campuran)

  

Gambaran Umum

  Selain penegakan hukum secara langsung, terdapat juga apa yang disebut dengan penegakan hukum internasional secara tidak langsung. Penegakan hukum pidana internasional secara tidak langsung atau indirect

  enforcement system adalah penegakan hukum pidana

  internasional melalui hukum pidana nasional masing- masing negara dimana tindak pidana internasional tersebut terjadi. Dalam kata lain dapat disebut juga sebagai campuran, Hybrid Model atau disebut dengan

  Internationalised Domestic Criminal Tribunals.

  Gambaran Umum (lanjutan) Pengadilan campuran atau Hybrid Court merupakan

penemuan baru dalam bidang hukum pidana internasional

yang disebut dengan “generasi ketiga” dari perkembangan pidana internasional. Perkembangan ini merupakan terobosan baru dalam penegakan hukum pidana HAM internasional dimana model ini dikelompokkan dari beberapa campuran Negara-negara dan komponen internasional yang menawarkan pendekatan yang tertuju

pada keadilan internasional secara keseluruhan pada satu

sisi dan keadilan dalam negeri di sisi lain. (Sarah Noumen, 2010)

Gambaran Umum (lanjutan)

  Ciri khas utama model ini adalah adanya komposisi campuran antara elemen-elemen domestic dan internasional. PBB beranggapan, bahwa PBB memiliki tanggungjawab untuk pendanaaan, sumberdaya manusia, menyediakan hakim-hakim, penuntut umum melalui sumbangan-sumbangan atau kontribusi dari Negara lainnya. (Highonet Ethel, 2010)

Alasan Dibentuknya Hybrid Court

  • Tidak memadainya kapasitas atau sumberdaya pada level nasional;
  • Hybrid Court dibentuk untuk mengatasi masalah-masalah hambatan dari sistem hukum domestic, seperti amnesti atau imunitas;
  • • Ketidakjelasan atau tidak memadai kemandirian dari sistem

    hukum domestic.;
  • Memberikan kontribusi terhadap hak, keadilan dan pengadilan yang efektif;
  • Memberikan kontribusi untuk mengakhiri budaya impunitas.

  

Criminal Court For

Cambodia

  Gambaran Umum Setelah merdeka dari Perancis tahun 1953, Kamboja tidak mampu menghindarkan diri dari kekacauan perang Vietnam. Perang sipil yang

terjadi sebagai akibat tidak langsung dari perang

dingin, di satu sisi, pemerintah Lon Nol didukung

Amerika Serikat dan di sisi lain, Pol Pot dengan

Khmer Merah nya di dukung oleh Cina. Akhirnya

  

ditengah-tengahnya, datanglah pejuang komunis

Vietnam yang mencari perlindungan di tempat netral, yaitu Kamboja pada saat itu.

Gambaran Umum (lanjutan)

  Pada 17 April 1975, pasukan Pol Pot bergerak menuju Phnom Penh, mereka memprokamasikan tahun nol (year zero). Khmer merah berusaha membawa kembali negara ke zaman batu. Dalam beberapa minggu pertama, 2.5 juta penduduk Phnom Penh dipaksa keluar dari wilayah negara. Khmer merah telah melakukan genosida terhadap sekitar 2 juta penduduk di ladang pembantaian, sekitar seperempat penduduk Kamboja pada saat itu, tujuannya adalah untuk membentuk masyarakat Kamboja baru.

  

Gambaran Umum (lanjutan)

PBB berencana untuk membuat peradilan internasional adhoc seperti ICTY dan ICTR, namun pemerintah Kamboja menolak pembuatan mekanisme seperti ICTY dan ICTR, pemerintah Kamboja menginginkan adanya Memorandum of Understanding (MoU) yang berisi kerjasama internasional yang signifikan dalam peradilan untuk membentuk peradilan luar biasa di pengadilan Kamboja.

  

Akhirnya disetujui adanya pengadilan untuk kejahatan yang

terjadi antara tahun 1975 sampai dengan tahun 1979 di Kamboja dengan resolusi Majelis Umum nomor A/RES/57/228 B.

  Yurisdiksi Teritorial

  Yurisdiksi teritorial dari criminal court ini tidak jelas diatur di dalam resolusi Majelis Umum PBB nomor A/RES/57/228 B. Pasal 1 resolusi tersebut hanya menyebutkan

  , “…membawa ke pengadilan pimpinan senior Demokratik Kamboja dan mereka yang paling bertanggungjawab atas kejahatan dan pelanggaran berat hukum pidana Kamboja, hukum humaniter dan kebiasaan internasional, dan konvensi internasional yang diakui oleh Kamboja.

Yurisdiksi Temporal

  Resolusi Majelis Umum menyebut tanggal 17 April 1975 sampai dengan 6 Januari 1979.

  Tanggal ini dipilih karena 17 April 1975 adalah tanggal dimana deklarasi zero year dinyatakan

oleh Pol Pot dengan pasukan Khmer Merahnya,

dan 6 Januari 1979 adalah masuknya tentara Vietnam ke wilayah Kamboja dan berhasil memukul mundur pasukan Khmer Merah.

Yurisdiksi Personal

  Penuntutan dilakukan secara terbatas terhadap pimpinan senior dari Demokratik Kamboja dan mereka yang paling bertanggungjawab atas kejahatan dan pelanggaran berat hukum pidana Kamboja, hukum humaniter dan kebiasaan internasional, dan konvensi internasional yang diakui oleh Kamboja.

Yurisdiksi Material

  Pasal 9 resolusi tersebut berisi tentang kejahatan yang termasuk di dalam yurisdiksi criminal court, antara lain:

  1. Genosida;

  2. Kejahatan terhadap kemanusiaan;

  3. Pelanggaran berat terhadap Konvensi Jenewa 1949;

  4. Pelanggaran lain yang disebutkan dalam hukum Kamboja.

  

Pelaksanaan Peradilan

Criminal Court for Cambodia terdiri dari 2 chamber luar

biasa, satu adalah chamber peradilan tingkat pertama dan

satu lagi tingkat banding.

  

Trial chamber beranggotakan 5 hakim dengan komposisi, 3

hakim dari Kamboja dan 2 hakim dari luar Kamboja (Selandia Baru dan Perancis). Sedangkan Supreme Court Chamber beranggotakan 7 hakim dengan komposisi 4 hakim dari Kamboja dan 3 dari luar Kamboja (masing- masing perwakilan dari Jepang, Polandia dan Sri Lanka)

  

Special Court for Sierra

Leone

  

Gambaran Umum

Terdapat beberapa pendapat mengenai penyebab konflik di Sierra Leone. Pendapat tersebut antara lain:

  • Konflik di terjadi karena krisis terhadap pemerintahan dimana dalam beberapa tahun diatur oleh satu partai dan eksploitasi oleh sekelompok elite, serta ketidak berdayaan kekuasaan militer;
  • • Konflik terjadi karena adanya perbedaan di dalam internal partai

    yang ingin mengatur tambang berlian;
  • Adanya konflik etnis yang terselubung antara Mende, partai dominan masyarakat Sierra Leone (SLPP,

  Sierra Leone People’s Party) dan Temne, kongres dominan seluruh masyarakat (APC, All

Gambaran Umum (lanjutan)

  Pada tanggal 12 Juni 2000, Presiden Sierra Leone, Ahmad Tejan Kabbah menulis surat kepada Sekretaris Jendral PBB, Kofi Annan untuk meminta dunia internasional untuk mengadili setiap orang yang dianggap bertanggungjawab terhadap kejahatan selama konflik. Pada tanggal 14 Agustus 2000, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi 1315 dan meminta sekretaris jendral untuk memulai negosiasi dengan pemerintah Sierra Leone untuk membentuk peradilan khusus.

  

Yurisdiksi Teritorial

Menurut Pasal 1 ayat (1) Statuta Special Court , “The Special Court Shall, except as provided in subparagraph (2), have the power to prosecute persons who bear the greatest responsibility for serious violations of international humanitarian law and Sierra leonean law committed in the territory of Sierra Leone...

  ” (Special Court berwenang, kecuali sebagaimana diatur dalam ayat (2), melakukan penuntutan terhadap setiap orang yang paling bertanggungajwab atas terjadinya pelanggaran berat terhadap hukum humaniter

international dan hukum Sierra Leone yang dilakukan di dalam

wilayah Sierra Leone...).

  

Yurisdiksi Temporal

  Pasal 1 ayat (1) Statuta Special Court juga mengatur tentang yurisdiksi temporal dari Special Court . “...have

  the power to prosecute persons who bear the greatest responsibility for serious violations of international humanitarian law and Sierra Leonean law committed in the territory of Sierra Leone since 30 November 1996, ...

  ” (...memiliki kewenangan untuk melakukan penuntutan terhadap setiap orang yang paling bertanggungajwab atas terjadinya pelanggaran berat terhadap hukum humaniter international dan hukum Sierra Leone yang dilakukan di

  

Yurisdiksi Personal

  Diatur di dalam Pasal 1 ayat (1), (2) dan (3) Statuta Special

  Court, yaitu berwenang mengadili orang-orang antara

  lain:

  1. Setiap orang yang melakukan pelanggaran;

  2. Pasukan penjaga perdamaian yang melanggar akan diperiksa berdasarkan hukum nasional negara pengirim;

  3. Jika negara pengirim pasukan penjaga perdamaian tidak mau atau tidak mampu memeriksa, maka kewenangan memeriksa berada di special court

  Yurisdiksi Material

  1. Kejahatan terhadap kemanusiaan (Pasal 2)

  2. Pelanggaran berat terhadap Pasal 3 Konvensi Jenewa

(Serious violations of Article 3 common to the Geneva

Convention);

  3. Pelanggaran serius lainnya terhadap hukum humaniter internasional (Pasal 4);

  

4. Kejahatan berdasarkan hukum Sierra Leone, diantaranya

adalah tindak pidana yang berhubungan dengan penyalahgunaan terhadap anak perempuan dan tindak

pidana yang berhubungan dengan perusakan dengan

Prinsip Dasar Special Court

  • • Prinsip individual responsibility (Pasal 6 ayat (1);

  • Non impunity (Pasal 6 ayat (2);
  • Command responsibility (Pasal 6 ayat (3);
  • Concurrance Jurisdiction (Pasal 8);
  • Ne bis in idem (Pasal 9)

  Pelaksanaan Peradilan

Special Court for Sierra Leone beranggotakan 12 (dua

  belas) hakim, yang mana 7 (tujuh) diantaranya adalah hakim pengadilan (5 (lima) ditunjuk oleh PBB dan 2 (dua) dinominasikan dari pemerintah Sierra Leone. 5 (lima) sisanya adalah hakim banding, dimana 3 (tiga) ditunjuk oleh PBB dan 2 (dua) dinominasikan dari pemerintah Sierra Leone. Hakim dipilih untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali.

  

Pelaksanaan Peradilan (lanjutan)

Special Court for Sierra Leone mengadili 13 (tiga

  

belas) terdakwa untuk kejahatan perang, kejahatan

terhadap kemanusiaan dan pelanggaran lain terhadap hukum humaniter internasional. 3 (tiga) terdakwa meninggal dan 10 (sepuluh) terdakwa diproses oleh Special Court for Sierra Leone. Terdakwa dibagi ke dalam 4 (empat) kelompok, yaitu CDF, RUF, AFRC dan Charles Taylor, mantan Presiden Liberia.

  International Judge in Kosovo

Gambaran Umum

  Konflik yang terjadi di Kosovo merupakan cerita lama antara masyarakat mayoritas, Albania dan masyarakat minoritas, Serbia. Konflik semakin memanas ketika tahun 1987, pada masa kepemimpinan Slobodan Milosevic, dimana memutuskan untuk menghapuskan konstitusi yang menjamin otonomi Kosovo. Keputusan ini efektif pada bulan Maret 1989 dengan mengubah konstitusi Serbia dimana di dalamnya menyatakan provinsi Kosovo berada secara langsung dibawah pengaturan Serbia

Gambaran Umum (lanjutan)

  Menghadapi ketidakefisienan kebijakan Kosovo Albania, beberapa masyarakat Kosovo Albania pada tahun 1996 memutuskan untuk mengambil tindakan dan melawan rezim Serbia dengan membentuk Pasukan Pembebasan Kosovo (Ushtria Çlirimtare e Kosovës (UCK) in Albanian). UCK kemudian melakukan penyerangan terhadap tentara dan polisi Serbia. Sebagai aksi balasan, pada bulan Februari dan Maret 1998, polisi dan tentara Serbia melakukan penyerangan dan membiarkan pembunuhan terjadi dengan jumlah yang sangat besar.

  Gambaran Umum (lanjutan)

Khawatir konflik akan meluas ke negara tetangga, kekuatan barat

memutuskan untuk intervensi. Perundingan dengan pihak Serbia yang menginginkan pasukan Serbia meninggalkan Kosovo gagal,

NATO akhirnya melakukan serangan udara terhadap Serbia antara

  Pada tanggal 15 Februari 2000, berdasarkan peraturan 2000/6, United Nations Mission to Kosovo (UNMIK) mendirikan program yang bertujuan untuk mengintegrasikan sistem peradilan pidana nasional dengan pidana internasional. Program ini dibuat untuk melawan impunitas dan membangun kembali hukum setelah

  

Yurisdiksi Teritorial, temporal,

personal dan material

Berbeda dengan peradilan internasional

sebelumnya, international judge ini menggunakan

hukum nasional dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi di Kosovo.

  Melalui program UNMIK (United Nations Mission in Kosovo) international judge dibentuk berdasarkan mandat resolusi dewan keamanan PBB 1244 (1999)

Pelaksanaan Peradilan

  Pada tahun 1999 diperkenalkan polisi

internasional di Kosovo untuk menyelesaikan

perkara pelanggaran hukum pidana internasional di Kosovo.

  Walaupun polisi berasal dari masyarakat internasional, namun hakim dan jaksanya

berasal dari Kosovo, khususnya etnis Albania.

  

Pelaksanaan Peradilan (lanjutan)

Pada tahun 2000 berdasarkan regulasi 2000/6 UNMIK mulai diperkenalkan hakim dan

penuntut umum internasional, dan berdasarkan

regulasi 2000/64 diperkenalkan sistem khusus yang merupakan perwakilan dari sekretaris jenderal PBB untuk membentuk apa yang disebut kemudian dengan “Regulasi panel 64” yang terdiri dari 3 hakim panel yang terdiri dari setidaknya 2 hakim internasional.

  

Special Panels for Serious

Crimes in East Timor

  

Gambaran Umum

Kerusuhan di Timor Timur terjadi pasca jajak

pendapat tahun 1999, dimana hasil jajak pendapat

menyebutkan, 78, 5 % menyatakan menolak otonomi khusus dan memilih merdeka.

  Jajak pendapat ini diprakarsai oleh PBB dengan membentuk UNAMET (United Nations Assistance Mission for East Timor).

Gambaran Umum (lanjutan)

  

Pasca pengumuman hasil jajak pendapat tersebut, kerusuhan

berkobar. Milisi pro integrasi menyerang kelompok anti integrasi. Akibat kerusuhan ini, kota Dili dan kota-kota lainnya rusak berat, ratusan orang meninggal dan ratusan ribu orang mengungsi ke Nusa Tenggara Barat. TNI dan Polri dikaitkan dengan kerusuhan tersebut karena hasil persetujuan New York menyebutkan, tangungjawab keamanan berada di pihak Indonesia, sehingga adanya kerusuhan tersebut merupakan tanggung jawab Indonesia.

  

Gambaran Umum (lanjutan)

  Pada tanggal 25 Oktober 1999, dewan keamanan PBB mengeluarkan resolusi 1272, dimana isinya memutuskan untuk membentuk United Nations Transitional

  Administration of East Timor (UNTAET) yang mana

  mempercayakan secara keseluruhan tanggung jawab administrasi untuk Timor Timur, dan berwenang melakukan seluruh fungsi legislatif dan eksekutif termasuk administrasi peradilan.

  Berdasarkan regulasi 2000/11 pada tanggal 6 Maret 2000 UNTAET membentuk sistem peradilan berdasarkan

Yurisdiksi Teritorial

  Bagian kedua 2.2. regulasi UNTAET 2000/15 menyebutkan, bahwa Special Panel memiliki yurisdiksi atas tindak pidana yang terjadi:

  1. Di wilayah Timor Timur;

  2. Di tempat dimana dilakukan oleh penduduk Timor Timur;

  

3. Di tempat dimana korbannya adalah penduduk

Timor Timur.

Yurisdiksi Temporal

  Bagian kedua 2.3. regulasi UNTAET 2000/15 menyebutkan, bahwa Special Panel memiliki yurisdiksi atas tindak pidana yang terjadi pada

tanggal 1 Januari 1999 sampai dengan 25 Oktober

1999.

Yurisdiksi Material

  Bagian pertama 1.3. regulasi UNTAET 2000/15 menyebutkan, bahwa Special Panel memiliki yurisdiksi atas tindak pidana sebagai berikut:

  1. Genosida;

  2. Kejahatan perang;

  3. Kejahatan terhadap kemanusiaan;

  4. Pembunuhan;

  5. Kekerasan seksual; dan

  6. Penyiksaan

Pelaksanaan Peradilan

  Berdasarkan ketentuan 22.1 dan 22.2 regulasi UNTAET 2001/15, peradilan dan peradilan banding beranggotakan 2 (dua) hakim

internasional dan satu hakim Timor Timur. Akan

tetapi, dalam kasus tertentu, menurut

ketentuan 22.2 diperkenankan menggunakan 3

(tiga) hakim internasional dan 2 (dua) hakim Timor Timur untuk persidangan banding.

  

Pelaksanaan Peradilan (lanjutan)

Berdasarkan hasil penyidikan SCU (Serious Crime Unit), 95 tuntutan diajukan ke peradilan khusus dengan 392 terdakwa.

  Dari 95 tuntutan, 57 diantaranya tentang kejahatan kemanusiaan. Selama tahun 2002 sampai 2005, 55 persidangan telah dilaksanakan dengan mengajukan 87 terdakwa. 83 dinyatakan bersalah dan 4 dinyatakan bebas, namun kemudian dinyatakan bersalah pada persidangan banding.

SCU mengakhiri tugasnya pada 20 Mei 2005, dimana menyisakan

tuntutan terhadap 229 orang, termasuk diantaranya yang berada di luar yurisdiksi Timor Leste, yaitu mantan Menteri Pertahanan Indonesia dan Panglima TNI, Jenderal Wiranto, enam pimpinan militer dan mantan Gubernur Timor

  

Daftar Referensi

  • Arie Siswanto, Yurisdiksi Material Mahkamah Kejahatan Internasional, 2005
  • • Bantekas, Ilias & Susan Nash, International Criminal Law, Second Edition, 2003

  • • Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era

  Dinamika Global, 2005

  • Eddy Omar Sharif Hiariej, Pengantar Hukum Pidana Internasional, 2009
  • Highonet Ethel, “Restructuring Hybrid Court: Local Empowerment and National Criminal Justice Reform”, dikutip dari

   <diunduh tanggal 4 April 2010>

Dokumen yang terkait

Analisis Rekonfigurasi Jaringan Hybrid Optik-Tembaga Menjadi Jaringan Optik Analysis Of Reconfiguration Of Hybrid Network Optics-Copper Into Optical Network

0 0 8

ANALISIS PERFORMANSI HYBRID OPTICAL AMPLIFIER PADA SISTEM LONG HAUL ULTRA-DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING Performance Analysis of Hybrid Optical Amplifier in long Laul Ultra-Dense Wavelength Division Multiplexing System

0 1 8

ANALISIS KARAKTERISTIK HYBRID OPTICAL AMPLIFIER (Fiber Raman Amplifier- Erbium Doped Fiber Amplifier) DENGAN KONFIGURASI PARALLEL IN-LINE PADA SISTEM LONG HAUL ULTRA-DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING Analysis of Hybrid Optical Amplifier (Fiber Raman

0 0 8

Penjadwalan Mata Kuliah Menggunakan Metode Hybrid Algoritma Genetika Dan Algoritma Koloni Semut

2 2 10

Imunitas Negara Asing di Forum Pengadilan , Nasional dalam Kasus Pelanggaran HAM Berat: Studi kasus Putusan The European Court on Human Right dalam Al-Adsani vs The United Kingdom 21 Nopember 2001

0 0 21

Pengujian Daya Hasil dan Ketahanan Penyakit Hawar Daun Bakteri Tanaman Padi Hibrida Evaluation of Yield and Bacterial Leaf Blight Disease Resistance of Hybrid Rice Genotypes

0 0 7

Optimasi Kebutuhan Gizi untuk Balita Menggunakan Hybrid Algoritma Genetika dan Simulated Annealing

0 2 10

Penerapan Algoritma Hybrid Pathfinding A dan Boids untuk Game Pesawat Tempur

0 1 6

Sistem Rekomendasi Tempat Wisata di Kota Malang Menggunakan Metode Hybrid Fuzzy-Floyd Warshall

0 2 6

Optimasi Komposisi Makanan Untuk Ibu Hamil Menggunakan Hybrid Algoritme Genetika dan Simulated Annealing

0 0 8