Perancangan Interior Pusat Terapi Anak Autis Dengan Konsep Resonansi Di BNR.

(1)

iii

Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

Saat ini, tingkat pertumbuhan anak autis terus meningkat. Di Negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika, pemerintahan Negara-negara maju tersebut sudah merealisasikan fasilitas-fasilitas untuk menangani anak autis. Sangat berbeda dengan Indonesia, dimana pemerintahan Indonesia tidak terlalu memperhatikan masalah tersebut atau sering kali dianggap tidak penting. Keterbatasan akan fasilitas penyandang cacat di Indonesia menjadi masalah yang cukup mengkhawatirkan. Dimana menurut survey, persentase pertumbuhan anak autis di dunia adalah yang paling tinggi dibanding cacat pincang, bisu ataupun tuli. Diperkirakan 75%-80% penyandang autis ini mempunyai retardasi mental, sedangkan 20% dari mereka mempunyai kemampuan yang cukup tinggi untuk bidang-bidang tertentu. Oleh karena itu, jika anak autis menyukai beberapa bidang, mereka dapat berkembang akan bakat tersebut. Dalam TA ini, penulis akan merancang Pusat Terapi anak autis dengan konsep Resonansi. Terapi musik dapat meningkatkan, mempertahankan dan mengembalikan kesehatan mental, fisik, emosional dan spritual. Hanya beberapa jenis musik yang dapat beresonansi dalam kasus penyembuhan anak autis. Oleh karena itu, sifat-sifat resonansi akan mewarnai setiap interior ruang dan tentunya di dukung oleh standar perancangan anak autis dan standar akustik yang baik.


(2)

iv

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ...iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

Bab 1. Pendahuluan ... 1

1.1Latar belakang perancangan ... 1

1.2Ide/gagasan ... 3

1.3Identifikasi masalah perancangan ... 4

1.4Tujuan perancangan ... 5

1.5Manfaat perancangan ... 5

1.6Sistematika penulisan... 5

BAB II. Pusat Terapi Autis ... 7

2.1 Autis ... 7

2.1.1 Pengertian autis ... 7

2.1.2 Penyebab autis ... 8

2.1.3 Jenis-jenis terapi autis ... 11

2.1.3.1 Terapi perilaku ... 11

2.1.3.2 Terapi sensori integrasi ... 12

2.1.3.3 Terapi bermain ... 12

2.1.3.4 Stimulasi floor time ... 13

2.1.3.5 Terapi wicara ... 13

2.1.3.6 Terapi musik ... 13

a. Manfaat terapi musik ... 15

b. Resonansi pada terapi musik ... 16

2.2 Gaya Pembelajaran dan pendidikan khusus anak autis ... 16

2.3 Metode dan ruang terapi ... 18

2.4 Ruang-ruang pendukung pada pusat terapi ... 20


(3)

v

Universitas Kristen Maranatha

2.4.2 Ruang konsultasi ... 20

2.4.3 Ruang pemeriksaan ... 20

2.4.4 Praktek bersama ... 21

2.5 Studi banding kasus serupa: CDC RS. Sentosa ... 21

2.5.1 Fasilitas-fasilitas pada CDC SBIH ... 21

2.5.2 Material yang digunakan ... 26

2.6 Wawancara sulfi Alhamdi... 26

a. Materi terapi musik ... 27

b. Aktivitas terapi ... 27

c. Sesi terapi ... 28

2.7 Studi Ergonomi ... 29

BAB III Deskripsi Objek Studi ... 33

3.1 Fungsi objek studi ... 33

3.1.1 Deskripsi Umum ... 34

3.1.2 Denah ... 36

3.2 Ide implementasi pada objek studi ... 37

3.2.1 Konsep Resonansi dalam perancangan pusat terapi anak autis ... 37

3.2.3 Analisis anak autis dengan konsep resonansi ... 38

3.2.4 Implementasi Konsep pada desain ... 39

a. Konsep ruang ... 39

b. Konsep bentuk ... 39

c. Konsep warna ... 40

d. Konsep material ... 40

e. Konsep furniture... 41

f. Konsep penghawaan ... 42

g. Konsep Akustik ... 43

h. Konsep keamanan ... 43

i. Konsep sirkulasi ... 43


(4)

vi

Universitas Kristen Maranatha

3.4 Analisa fungsional ... 45

3.4.1 Pengguna/users ... 45

3.4.2 Flow activities users ... 46

3.4.3 Hubungan kedekatan ruang antar fasilitas ... 48

3.4.4 Zoning-Blocking ... 49

3.4.5 Programming fungsi terapi ... 52

BAB IV Perancangan Interior Pusat Terapi autis ... 59

4.1 Konsep desain ... 59

4.1.1 Konsep ruang ... 60

4.1.2 Konsep bentuk ... 63

4.1.3 Konsep material ... 64

4.1.4 Konsep warna... 64

4.1.5 Konsep furniture ... 65

4.1.6 Konsep sirkulasi ... 65

4.1.7 Konsep pencahayaan ... 66

4.1.8 Konsep akustik ... 66

4.1.9 Konsep keamanan ... 67

4.2 Preliminary Desain... 67

BAB V Simpulan ... 83


(5)

vii

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.4.1 Area Entrance ... 21

Gambar 2.4.2 Area Entrance Therapy ... 21

Gambar 2.4.3 interior ruang terapi perilaku... 22

Gambar 2.4.4 Interior ruang Terapi Okupasi ... 23

Gambar 2.4.5 Ruang Terapi Wicara ... 23

Gambar 2.4.6 Ruang Psikologi ... 24

Gambar 2.4.7 Ruang Pantry dan Ruang terapis ... 24

Gambar 2.4.8 Ruang bermain ... 25

Gambar 3.1 Denah site plan ... 34

Gambar 3.2 Sirkulasi jalan raya ... 35

Gambar 3.3 Peta tampak atas ... 35

Gambar 3.4 Bangunan outdoor ... 36

Gambar 3.5 denah lantai 1 ... 36

Gambar 3.4 denah basement 1 ... 37

Gambar 3.5 denah basement 2 ... 37

Gambar 3.2.1 Konsep Resonansi pada perancangan pusat terapi ... 37

Gambar 3.2.2 Analisis Sifat-sifat Resonansi ... 38

Gambar 3.2.4 bentuk gelombang ... 39


(6)

viii

Universitas Kristen Maranatha

Gambar 3.2.6 bentuk gelombang ... 39

Gambar 3.2.7 bentuk pengulangan gelombang... 39

Gambar 3.2.8 colorfull ... 40

Gambar 3.2.9 Interior colorfull ... 40

Gambar 3.2.10 Interior colorfull ... 40

Gambar 3.2.11 karpet warna-warni ... 41

Gambar 3.2.12 karpet warna-warni ... 41

Gambar 3.2.12 Laminate floor ... 41

Gambar 3.2.13 Wallpaper ... 41

Gambar 3.2.14 Loose furniture ... 42

Gambar 3.2.15 Loose furniture ... 42

Gambar 3.2.16 bukaan jendela alami ... 42

Gambar 3.2.17 Ruang terbuka ... 42

Gambar 3.2.18 Bukaan void ... 43

Gambar 3.2.19 Bukaan void ... 43

Gambar 3.2.20 Ruang bermain anak autis ... 43

Gambar 3.4.2 Alur kegiatan pada fungsi pendidikan dan trapi ... 46

Gambar 3.4.3 Alur kegiatan pengguna tetap ... 46

Gambar 3.4.4 Alur kegiatan pengguna tidak tetap ... 46

Gambar 3.4.5 Alur kegiatan pada fungsi komersial ... 47

Gambar 3.4.6 Alur kegiatan guru dan terapis ... 47


(7)

ix

Universitas Kristen Maranatha

Gambar 3.4.3 bubble diagram lantai 1 ... 48

Gambar 3.4.4 bubble diagram lantai basement 1 ... 48

Gambar 3.4.4 bubble diagram lantai basement 2 ... 49

Gambar 3.4.4.1 Zoning ruang lantai 1 ... 49

Gambar 3.4.4.2 Zoning ruang lantai basement1 ... 50

Gambar 3.4.4.3 Zoning ruang basement 2 ... 50

Gambar 3.4.4.4 Blocking ruang lantai 1 ... 50

Gambar 3.4.4.5 Blocking ruang lantai basement1 ... 51

Gambar 3.4.4.6 blocking ruang basement 2 ... 51

Gambar 4.1 Konsep awal Resonansi ... 60

Gambar 4.1.1 Area Resepsionis ... 61

Gambar 4.1.2 Behavior Therapy Room ... 62

Gambar 4.1.3 ruang klinik anak ... 62

Gambar 4.1.4 ruang kelas ... 63

Gambar 4.1.9 Bentuk gelombang pada layout ... 63

Gambar 4.1.10 Kolom berbentuk gelombang ... 63

Gambar 4.1.11 Bentuk gelombang pada bukaan pintu ... 63

Gambar 4.1.12 gelombang bertumpuk pada kursi dan meja terapi ... 63

Gambar 4.1.13 Material-material ... 64

Gambar 4.1.14 Warna-warna yang digunakan ... 64

Gambar 4.1.15 desain furniture dengan konsep Resonansi ... 65


(8)

x

Universitas Kristen Maranatha

Gambar 4.1.17 Jenis lampu downlight ... 66

Gambar 4.2 gambar layout denah khusus lantai 1 ... 67

Gambar 4.2.2 pola lantai dan denah resepsionis ... 68

Gambar 4.2.3 Denah rencana plafon resepsionis ... 69

Gambar 4.2.4 Area Resepsionis ... 69

Gambar 4.2.4.1 detail interior dinding musik ... 70

Gambar 4.2.4.2 Detail Interior kolom ... 70

Gambar 4.2.5 pola lantai dan denah café, ruang tunggu dan ruang baca ... 71

Gambar 4.2.6 denah rencana plafon café, ruang tunggu dan ruang baca ... 72

Gambar 4.2.7 Café, reading room and lobby ... 72

Gambar 4.2.8 potongan toko buku dan perpustakaan ... 73

Gambar 4.2.9 pola lantai dan denah ruang klinik ... 73

Gambar 4.2.10 denah rencana plafon area klinik ... 74

Gambar 4.2.11 potongan area corridor dan interior klinik ... 74

Gambar 4.2.12 denah pola lantai dan layout area terapi ... 75

Gambar 4.2.13 potongan khusus area koridor ... 75

Gambar 4.2.14 detail interior pintu terapi ... 76

Gambar 4.2.15 pola lantai area terapi ... 77

Gambar 4.2.16 denah layout furniture area terapi ... 77

Gambar 4.2.17 denah rencana plafon area terapi ... 78

Gambar 4.2.18 Music Therapy Room... 79


(9)

xi

Universitas Kristen Maranatha

Gambar 4.2.19 detail furniture meja dan kursi ... 80

Gambar 4.2.19 detail furniture meja dan kursi ... 81


(10)

xii


(11)

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Perancangan

Saat ini, tingkat pertumbuhan anak autis atau yang biasanya disebut anak berkebutuhan khusus terus meningkat. Di negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika, pemerintahan negara-negara maju tersebut sudah merealisasikan fasilitas-fasilitas untuk menangani anak autis tersebut. Sangat berbeda dengan Indonesia, dimana pemerintahan Indonesia belum memperhatikan masalah tersebut, dan hasilnya, sangat minimnya media penanganan anak autis oleh karena mereka tidak mendapat media penyembuhan yang semestinya.

Keterbatasan fasilitas penyandang autis di Indonesia menjadi masalah yang cukup mengkhawatirkan. Biro sensus Amerika dan LPPA tahun 2005, mendata bahwa jumlah pertumbuhan anak autis meningkat hingga 400% dimulai dari tahun 2002 dengan jumlah 475.000 penyandang autis di Indonesia per tahun dengan 9 kasus anak autis per harinya. Hal ini dikarenakan belum ada kurikulum belajar


(12)

2 Universitas Kristen Maranatha

sebagai beban (Kompas, 2005). Dengan pertumbuhan yang semakin meningkat, diharapkan fasilitas dan sekolah yang diperuntukkan bagi anak autis juga diseimbangkan. Sekolah luar biasa pada umumnya yang terdapat di Indonesia cenderung memiliki fasilitas yang minim bagi penyembuhan anak autis. Sistem penanganan dan pengajaran kurang efektif oleh karena kurangnya ketersediaan fasilitas. Hal tersebut mengakibatkan perkembangan penyembuhan anak autis menjadi terhambat.

Di Indonesia terdapat 2 anak autis yang berhasil “sembuh”, dan kini dapat hidup dengan normal dan berprestasi. Di Amerika, dimana penyandang autis ditangani secara lebih serius, persentase kesembuhannya lebih besar(standar internasional tentang autis, ICD-10(Internasional Clasification of diseases) 1993). Secara garis besar, Autis adalah gangguan perkembangan otak pada masa anak-anak, yang membuat seseorang tidak mampu melakukan interaksi sosial dan seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Pada anak-anak, gangguan ini biasa disebut Autis Infantil.

Diperkirakan 75%-80% penyandang autis ini mempunyai retardasi mental, sedangkan 20% dari mereka mempunyai kemampuan yang cukup tinggi untuk bidang-bidang tertentu. Anak dapat berkembang lebih baik, tidak hanya di bidang akademik, namun potensi di luar akademik. Misalnya, dalam hal bakat atau minat tertentu yang menjadikan anak autis mempunyai talenta yang khusus. (Konsultan Saraf Anak Santosa Bandung International Hopital (SBIH) dr. Purboyo Solek, Sp.A(K). di Pusat Tumbuh Kembang Anak (Child Development Center/CDC).

Salah satu potensi yang dimiliki oleh anak autis yaitu bakat atau minat dalam bidang musik. Musik dapat digunakan sebagai salah satu pilihan dari terapi-terapi yang biasa diberikan terhadap penanganan anak autis, dan dapat diberikan pada setiap anak autis. Terapi ini tidak membedakan kasus pada anak autis. Akan tetapi hasil yang diperoleh sangat beragam sesuai dengan kondisi yang dialami anak. Selain itu terapi musik dapat membantu mengembangkan potensi dan bakat anak autis, khususnya pada bidang seni. (Sulfi Alhamdi, guru musik di Sekolah


(13)

3 Universitas Kristen Maranatha

sendiri merangsang pertumbuhan sel otak. Musik dapat membuat kita rileks dan senang hati, yang merupakan emosi positif. Emosi positif inilah membuat fungsi berfikir seseorang menjadi maksimal (Menurut Alfa handayani dalam Hidayat , 2003). Hal tersebut dipercaya dapat menyembuhkan anak autis dengan mengasah

kemampuan otaknya dan menyeimbangkannya ke dalam hal-hal yang positif. Dengan media musik, tidak hanya dapat membuat daya tangkap otak semakin baik, tetapi juga dapat menggali potensi mereka dan menjadikannya sebagai sebuah bakat yang menakjubkan.

Terapi Musik adalah salah satu program terapi yang dapat diberikan kepada anak-anak berkebutuhan khusus, terutama bagi insan autisma. Terapi musik dapat membantu meningkatkan kepekaan fungsi kognitif, afektif dan pisikomotor mereka. Seperti halnya kegiatan terapi yang lainnya, terapi musik harus diberikan secara berkesinambungan pada insan autis. (Sulfi Alhamdi)

Berdasarkan masalah tersebut diatas, penulis membuat Perancangan Interior Pusat Terapi anak autis dengan konsep resonansi. Hal ini dikarenakan hanya beberapa jenis musik yang dapat beresonansi dalam kasus penyembuhan anak autis. Untuk desain ruang, bentuk dan warna yang digunakan akan memperhatikan standar ruang untuk anak autis serta memadukannya dengan sifat resonansi tersebut.

1.2 Ide/Gagasan

Pusat terapi anak autis yang akan dirancang tidak hanya memberikan suatu pelayanan dan pelatihan sebagai proses pemulihan secara umum, tetapi juga memberikan fasilitas pendidikan dan keterampilan khusus kepada anak autis untuk lebih mengenal dan belajar, serta mengembangkan bakatnya dalam bidang seni sebagai salah satu aspek dalam proses perkembangannya.

Pusat terapi ini dirancang khusus bagi anak usia 2 sampai dengan usia 10 tahun dengan gangguan intensitas ringan (mild), lunak (moderate), hingga keras/tantrum (severe). Pusat terapi ini dirancang untuk kalangan menengah dan menengah keatas yang proses penyembuhannya sesuai dengan kurikulum pendidikan khusus anak autis (siegel, 1996).


(14)

4 Universitas Kristen Maranatha

beda, maka perancangan pusat terapi anak autis ini menyediakan berbagai fasilitas umum dan fasilitas khusus untuk menunjang segala aktivitas yang ada, serta memiliki pembagian ruang dengan fungsi bereda.

Fasilitas umum yang akan dirancang diantaranya fungsi komersial, administrasi, pelatihan serta tempat seminar untuk para orangtua anak autis. Sedangkan fasilitas khusus yang akan dirancang secara khusus adalah fungsi terapi, fungsi pendidikan serta fasilitas VIP daycare.

Penyediaan fasilitas khusus tersebut, meliputi ruang terapi yang ditujukan untuk penyembuhan anak-anak berkebutuhan khusus dengan metode artherapy , salah satunya adalah ruang terapi musik, ruang terapi gelombang lumba-lumba, ruang alat musik, ruang terapi one on one(behavior, speech, occupation dan sensory and brain gym), ruang kelas, ruang lukis, ruang gambar, ruang visual, ruang bermain, ruang computer, ruang parenting serta terdapat fasilitas pendukung umum yang meliputi lobby, café, toko buku dan perpustakaan, Hall, theatre, office dan service area. Serta fasilitas klinik berupa ruang konsultasi, ruang psikolog anak, ruang fisioterapi, ruang observasi serta ruang periksa dokter.

1.3 Identifikasi Masalah Perancangan

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis memaparkan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam perancangan interior pusat terapi anak autis dengan konsep resonansi, antara lain:

1. Bagaimana mendesain Interior Pusat terapi anak autis yang disesuaikan dengan fungsi terapi musik berdasarkan konsep resonansi berupa gelombang bertumpuk dan berulang-ulang?

2. Bagaimana penerapan warna, bentuk dan desain bagi penyembuhan dan perkembangan anak autis?


(15)

5 Universitas Kristen Maranatha

penelitian ini adalah:

1. Merancang Interior Pusat Rehabilitasi anak autis yang sesuai dengan fungsi terapi dengan konsep resonansi berupa gelombang bertumpuk dan berulang-ulang, agar terciptanya interior yang dapat mendukung anak autis dalam penyembuhannya sesuai dengan khususnya untuk fasilitas terapi musik.

2. Menerapkan warna, bentuk dan desain yang mendukung penyembuhan dan perkembangan anak autis agar elemen yang terdapat pada interior sesuai dengan konsep dan dapat memudahkan anak autis dalam aktivitasnya.

1.5 Manfaat Perancangan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan manfaat bagi beberapa kalangan, diantaranya:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi informasi bagi masyarakat mengenai penanganan terhadap anak autis serta mengajak khalayak untuk lebih mempedulikan peningkatan pertumbuhan anak autis di Indonesia.

2. Memberikan pengetahuan kepada pihak-pihak yang berhubungan dengan bidang desain interior khususnya kepada orang tua dan masyarakat mengenai bentukan dan desain ruang yang dapat membantu perkembangan anak autis dalam penyembuhannya.

1.6 Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan, penulis membahas tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan, dan Sistematika Penulisan.

BAB II Landasan Teori, Penulis memaparkan teori-teori mengenai pengertian anak autis, penyebab terjadinya autistik, manfaat terapi musik, pengertian terapi musik, dan standar-standar ruang untuk anak autis.

BAB III Data dan Analisa, Penulis mendeskripsikan secara singkat mengenai site analysis dari bangunan yang akan dipakai.


(16)

6 Universitas Kristen Maranatha

Interior, keputusan-keputusan desain, skema warna, dan material.

BAB V Kesimpulan dan Saran, Berisi tentang hasil kesimpulan terhadap proses perancangan yang dilakukan dan Saran.


(17)

83

Universitas Kristen Maranatha

BAB V

SIMPULAN

Dalam merancang fasilitas yang berhubungan dengan healing and people, kita harus memperhatikan kebutuhan users. Dalam perancangan Pusat Terapi untuk anak autis ini, membutuhkan suatu fasilitas yang khusus karena berhubungan dengan users yang berkebutuhan khusus (special needs).

Dalam mendesain pusat terapi anak autis untuk memfasilitasi aktivitas terapi, elemen-elemen desain harus diperhatikan dan dapat dimanipulasi karena anak autis memiliki kepekaan yang cukup tinggi terhadap elemen-elemen desain tersebut. Elemen desain juga dapat berpengaruh terhadap perkembangan psikis anak autis. Hal ini membuktikan bahwa desain interior memegang peranan penting dalam proses penyembuhan khususnya bagi anak autis. Elemen-elemen desain yang harus diperhatikan tersebut, yaitu:


(18)

84

Universitas Kristen Maranatha

gelombang cahaya dengan warna pastel. Hal ini dikarenakan anak autis peka terhadap warna-warna yang mencolok mata. Direlalisasikan pada penggunaan wallpaper dinding dan warna furniture.

Tekstur : Tekstur yang digunakan baik dalam finishing material dinding maupun lantai menggunakan material yang halus. Untuk dinding menggunakan tekstur puff yang empuk agar mengurangi cidera pada anak autis.

Bentuk : Bentuk yang digunakan adalah dominan bentuk organik yang tidak bersudut agar mengurangi cidera pada anak autis. Untuk layout ruang dan furniture menggunakan bentuk gelombang yang bertumpuk. Pola : Pola yang digunakan adalah berulang-ulang sebagai proses anak autis dalam pembelajaran dan mengenali bentuk. Pola gelombang yang saling bersinggungan digunakan untuk member kesan ceria dan mengalir pada sebuah ruangan.

Cahaya : Menggunakan lampu dengan cahaya daylight karena anak autis butuh pencahayaan yang jelas sehingga mereka dapat mencerna warna dan bentuk yang mereka lihat dengan jelas.

Skala : Besaran ruang(dimensi dinding, lantai, tinggi ceiling) harus disesuaikan dengan aktivitas users dalam ruang. Untuk ruang terapi one on one, besaran ruang dipersempit agar anak dapat fokus dalam sebuah pembelajaran dan terapi.

Pemunculan konsep resonansi sebagai konsep desain dalam perancangan pusat terapi anak autis ini berdasarkan kebutuhan penanganan terapi pada anak autis. Terdapat banyak jenis terapi yang digunakan untuk penanganan anak autis, namun terapi musik merupakan terapi yang mencakup semua kegunaan terapi lain karena dengan musik, dapat meningkatkan kepekaan fungsi kognitif, afektif dan pisikomotor mereka. Hal ini disebabkan fungsi terapi musik yang dapat beresonansi dengan saraf otak dan seimbang dengan detak jantung anak autis. Pengaplikasian konsep resonansi dari hasil perancangan desain adalah penerapan sifat gelombang


(19)

85

Universitas Kristen Maranatha

interior yang berhubungan erat dengan fungsi resonansi dalam proses penyembuhan anak autis.

Selain itu, penulis juga menyadari bahwa terdapat hal yang perlu diketahui oleh para orangtua dan masyarakat sosial mengenai perhatian akan pertumbuhan anak autis yang semakin meningkat serta pengetahuan mengenai hal seputar anak autis. Hal tersebut cukup penting karena semakin cepat kita mengetahuinya, pada anak usia dibawah 2 tahun, tingkat kesembuhannya akan jauh lebih besar dan untuk selanjutnya mereka masih dapat menjadi pribadi yang mandiri.


(20)

86

Universitas Kristen Maranatha

S. Fauve and F. Heslot, Stochastic resonance in a bistable system, Physics Letters A, Volume 97, Issues 1-2 , 8 August 1983, Pages 5-7

Wenasti, Sherly.2006. Desain ruang Terapi sebagi salah satu penanganan

perkembangan Anak autis pada yayasan kasih bunda di Surabaya:Fakultas seni dan desain, Universitas Kristen Petra.

Hardojo,Y.2006. Autisma. Petunjuk praktis dan pedoman materi mengajar anak normal, autis dan perilaku lain. Jakarta, Bhuana Ilmu Populers.

Peeter,Theo.2004. Hubungan Pengetahuan Teoritis dan intervensi pendidikan bagi penyandang autis. Jakarta.Dian Rakyat

Thomas Wellens, Vyacheslav Shatokhin and Andreas Buchleitner, Stochastic

resonance, Rep. Prog. Phys. 67 (2004) 45-105.

Alhamdi, Sulfi (2008); Pelajaran Bernyanyi: Mengembangkan Kreativitas Berbahasa Pada Insan Autis: Indonesia;

http://www.rajadunia.net/kumpulan-makalah.html; 26-03-2010 pkl. 15.11

WIB.

Veskaristyanti, Galih.A (2008); 12 Terapi Autis paling efektif dan Hemat; Pustaka Anggrek; Yogyakarta: 17 s/d 21,41,45s/d 47, 51 s/d53, dan 56

Dari website

http://arcivmetri.wordpress.com/2008/08/15/desain-ruang-terapi-bagi-anak-autis/37397329, 27-03-2010 pkl. 04.56 WIB

http://lavender2night.multiply.com/journal/item/15/KEBIJAKAN_PELAYANAN_

Pendidikan_Bagi_Anak_Autis, 27-03-2010 pkl. 08.56 WIB

http://rizkyp13.multiply.com/journal/item/14/INFORMASI_MENGENAI_AUTIS ME, 29-03-2010 pkl. 15.25 WIB

http://unhalu.ac.id/staff/La_Tahang/?p=30, 29-03-2010 pkl. 21.50 WIB

http://www.borobudurbiz.com/ 29-03-2010 pkl. 22.50 WIB


(21)

87

Universitas Kristen Maranatha

news011356.html, 29-03-2010 pkl. 21.55 WIB

http://www.whandi.net/index.php, 2-04-2010 pkl. 23.58 WIB

http://forbetterhealth.wordpress.com/2009/01/16/konsep-terapi-musik/, 3-04-2010


(1)

6 Universitas Kristen Maranatha

BAB IV Konsep dan Desain, membahas tentang konsep perancangan Interior, keputusan-keputusan desain, skema warna, dan material.

BAB V Kesimpulan dan Saran, Berisi tentang hasil kesimpulan terhadap proses perancangan yang dilakukan dan Saran.


(2)

83

Universitas Kristen Maranatha

BAB V

SIMPULAN

Dalam merancang fasilitas yang berhubungan dengan healing and people, kita harus memperhatikan kebutuhan users. Dalam perancangan Pusat Terapi untuk anak autis ini, membutuhkan suatu fasilitas yang khusus karena berhubungan dengan users yang berkebutuhan khusus (special needs).

Dalam mendesain pusat terapi anak autis untuk memfasilitasi aktivitas terapi, elemen-elemen desain harus diperhatikan dan dapat dimanipulasi karena anak autis memiliki kepekaan yang cukup tinggi terhadap elemen-elemen desain tersebut. Elemen desain juga dapat berpengaruh terhadap perkembangan psikis anak autis. Hal ini membuktikan bahwa desain interior memegang peranan penting dalam proses penyembuhan khususnya bagi anak autis. Elemen-elemen desain yang harus diperhatikan tersebut, yaitu:


(3)

84

Universitas Kristen Maranatha

Warna : Warna yang digunakan adalah 7 spektrum warna pada gelombang cahaya dengan warna pastel. Hal ini dikarenakan anak autis peka terhadap warna-warna yang mencolok mata. Direlalisasikan pada penggunaan wallpaper dinding dan warna furniture.

Tekstur : Tekstur yang digunakan baik dalam finishing material dinding maupun lantai menggunakan material yang halus. Untuk dinding menggunakan tekstur puff yang empuk agar mengurangi cidera pada anak autis.

Bentuk : Bentuk yang digunakan adalah dominan bentuk organik yang tidak bersudut agar mengurangi cidera pada anak autis. Untuk layout ruang dan furniture menggunakan bentuk gelombang yang bertumpuk. Pola : Pola yang digunakan adalah berulang-ulang sebagai proses anak autis dalam pembelajaran dan mengenali bentuk. Pola gelombang yang saling bersinggungan digunakan untuk member kesan ceria dan mengalir pada sebuah ruangan.

Cahaya : Menggunakan lampu dengan cahaya daylight karena anak autis butuh pencahayaan yang jelas sehingga mereka dapat mencerna warna dan bentuk yang mereka lihat dengan jelas.

Skala : Besaran ruang(dimensi dinding, lantai, tinggi ceiling) harus disesuaikan dengan aktivitas users dalam ruang. Untuk ruang terapi one on one, besaran ruang dipersempit agar anak dapat fokus dalam sebuah pembelajaran dan terapi.

Pemunculan konsep resonansi sebagai konsep desain dalam perancangan pusat terapi anak autis ini berdasarkan kebutuhan penanganan terapi pada anak autis. Terdapat banyak jenis terapi yang digunakan untuk penanganan anak autis, namun terapi musik merupakan terapi yang mencakup semua kegunaan terapi lain karena dengan musik, dapat meningkatkan kepekaan fungsi kognitif, afektif dan pisikomotor mereka. Hal ini disebabkan fungsi terapi musik yang dapat beresonansi dengan saraf otak dan seimbang dengan detak jantung anak autis. Pengaplikasian konsep resonansi dari hasil perancangan desain adalah penerapan sifat gelombang


(4)

85

Universitas Kristen Maranatha

resonansi yang dibuat dalam bentuk layout, bentuk furniture, serta bentuk detail interior yang berhubungan erat dengan fungsi resonansi dalam proses penyembuhan anak autis.

Selain itu, penulis juga menyadari bahwa terdapat hal yang perlu diketahui oleh para orangtua dan masyarakat sosial mengenai perhatian akan pertumbuhan anak autis yang semakin meningkat serta pengetahuan mengenai hal seputar anak autis. Hal tersebut cukup penting karena semakin cepat kita mengetahuinya, pada anak usia dibawah 2 tahun, tingkat kesembuhannya akan jauh lebih besar dan untuk selanjutnya mereka masih dapat menjadi pribadi yang mandiri.


(5)

86

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

S. Fauve and F. Heslot, Stochastic resonance in a bistable system, Physics Letters A, Volume 97, Issues 1-2 , 8 August 1983, Pages 5-7

Wenasti, Sherly.2006. Desain ruang Terapi sebagi salah satu penanganan

perkembangan Anak autis pada yayasan kasih bunda di Surabaya:Fakultas

seni dan desain, Universitas Kristen Petra.

Hardojo,Y.2006. Autisma. Petunjuk praktis dan pedoman materi mengajar anak

normal, autis dan perilaku lain. Jakarta, Bhuana Ilmu Populers.

Peeter,Theo.2004. Hubungan Pengetahuan Teoritis dan intervensi pendidikan bagi

penyandang autis. Jakarta.Dian Rakyat

Thomas Wellens, Vyacheslav Shatokhin and Andreas Buchleitner, Stochastic resonance, Rep. Prog. Phys. 67 (2004) 45-105.

Alhamdi, Sulfi (2008); Pelajaran Bernyanyi: Mengembangkan Kreativitas Berbahasa Pada Insan Autis: Indonesia;

http://www.rajadunia.net/kumpulan-makalah.html; 26-03-2010 pkl. 15.11 WIB.

Veskaristyanti, Galih.A (2008); 12 Terapi Autis paling efektif dan Hemat; Pustaka Anggrek; Yogyakarta: 17 s/d 21,41,45s/d 47, 51 s/d53, dan 56

Dari website

http://arcivmetri.wordpress.com/2008/08/15/desain-ruang-terapi-bagi-anak-autis/37397329, 27-03-2010 pkl. 04.56 WIB

http://lavender2night.multiply.com/journal/item/15/KEBIJAKAN_PELAYANAN_

Pendidikan_Bagi_Anak_Autis, 27-03-2010 pkl. 08.56 WIB

http://rizkyp13.multiply.com/journal/item/14/INFORMASI_MENGENAI_AUTIS ME, 29-03-2010 pkl. 15.25 WIB

http://unhalu.ac.id/staff/La_Tahang/?p=30, 29-03-2010 pkl. 21.50 WIB

http://www.borobudurbiz.com/ 29-03-2010 pkl. 22.50 WIB


(6)

87

Universitas Kristen Maranatha

http://www.barbourproductsearch.info/new-struan-school-scotland-news011356.html, 29-03-2010 pkl. 21.55 WIB

http://www.whandi.net/index.php, 2-04-2010 pkl. 23.58 WIB

http://forbetterhealth.wordpress.com/2009/01/16/konsep-terapi-musik/, 3-04-2010 pkl. 00.50 WIB