Sejarah dan Memori Kolektif.

Sejarah dan Memori Kolektif
OTA bisa diilustrasikan sebagai
rumah dengan sebuah keluarga. Segenap kenangan ihwal berbagai peristiwa penting dalam keluarga itu, lazimnya, disimpan
dalam tempat khusus bernama album keluarga.
Album itu disimpan dengan hati-hati, untuk sesekali
dipandangi. Kebutuhannya
lebih dari sekadar menengok kembali masa lalu atau
mengenang seseorang di
dalamnya. Soalnya, setiap
foto niscaya menyimpan
makna yang
menghubungkan kenyataan
hari ini dengan masa lalu.
Hubungan inilah yang
melahirkan kesadaran ihwal
ingatan setiap orang kepada
identitas dan sejarah mereka
sebagai sebuah keluarga di
rumah itu.
Demikian pula dengan kota, sejarah, masa lalu, clan
memori kolektif warganya.

Dalam konteks ini, museum
kota bisa dibayangkan sebagai album keluarga. Tempat
menyimpan berbagai jejak
masa lalu ihwal sejarah perjalanan kota, bersama warga
kota di dalamnya. J ejak
masa lalu itu, tentu, tak
hanya berkisar tentang
gedung-gedung clan berbagai
sarana fisik kota di ruang geografisnya. Lebihjauh, museum juga menyajikan
perkembangan fenomena
sosial, termasukgaya hidup
warga-kotanya, dari masa ke
masa.
Seluruhnya inilah yang
kemudian bisa diandaikan
bagaimana sebuah museum
kota menyediakan berbagai
pengetahuan, informasi, dan
kesadaran ihwal proses
identitas kota dan manusia

di dalamnya. Dengan kata
lain, museum kota menjadi
ruang yang mempertemukan sejarah dan identitas
kota dengan kesadaran warganya. Tentu, tak hanya tentang masa lampau, tapi juga
ihwal identitas kekinian.
Sayang sekali, di Indonesia, museum kota yang kita
bayangkan itu tidak ada.
Belum ada satu pun kota be-

K

sar di Indonesia yang
menyediakan museum. Di
kawasan kota tua, Jakarta,
memang terdapat Museum
Fatahillah. Tetapi, berbagai
koleksi museum itu lebih
menekan kepada masa lalu
Kota Jakarta yang terlalu
jauh. Rentangjaraknya tak

menyentuh memori kolektif
warga kotanya sehingga
belum bisa disebut museum
kota. Demikian juga dengan
museum kota di Kota
Makassar. Meski bernama
Museum Kota Makassar, pada kenyataannya, museum
itu cenderung mengoleksi
arkeologi ketimbang
menampilkan sejarah perjalanan sebuah kota.
**
KEP AlA Puslitbang Kebudayaan pada Depbudpar
Yunus Satrlo Atmodjo mengatakan, museum kota tak
melulu memajang bendabenda masa lalu, tanpa
.
berhubungan dengan dimensi waktu dan perubahan.
"Museum selalu
menyangkut dimensi waktu
dengan seluruh perubahan
di dalamnya. Soalnya, muse-;

urn adalah potret kehidupan
manusia. Demikian pula
dengan museum kota, tempat yang menyimpan memori kolektifwarga kota,"
ujamya dalam seminar "Ada
Apa Dengan Museum?" di
Gedung Indonesia Menggu-

gat (GIM) Bandung, Minggu
(22/2) lalu.
Oleh karena itu, inilah
museum kota yang kita
bayangkan itu. Di Jepang,
kata Setiawan Sabana, museum kota telah menjadi
semacam "kuil baru". Soalnya, penduduk Jepang
berduyun-duyun datang ke
museum karena kehausan
mereka akan kesadaran tentang identitas.
Demikian pula dalam
pandangan sejarawan Universitas Padjadjaran Nina
Lubis. la melihat, museum

di banyak kota di Eropa
telah menjadi penanda penting bagi identitas sebuah kota.
Hal yang sama juga
dikatakan budayawan Juniarso Ridwan. la menyebut Museum Nasional Singapura.Museumitu
menyajikan peIjalanan dan
identitas Singapura, sejak
masih berupa kampung
nelayan bemama Tumasek
hingga Singapura yang
dikenal dunia, sekarang.
Di tengah kesadaran ihwal fungsi dan makna museum kota sebagai penanda
identitas kota tersebut,
tidaklah berlebihan jika kemudian muncul pemikiran
untuk menimbang kebutuhan akan sebuah museum
kota,diBandung.(~da
Imran)***

DUDI SUGANDI/'PR"

ARCA Kepala Buddha yang ditemukan di Bandung

yang menjadi salah satu koleksi Museum Sri Baduga.
Keberadaan museum kota ini bisa dibayangkan sebagai
album keluarga, tempat menyimpan berbagaijejak masa
lalu ihwal sejarah peTjalanan kota. *