MODEL PENGENTASAN KEMISKINAN BAGI PEMUDA PEDESAAN MELALUI SISTEM ORANG TUA ANGKAT: Studi Kasus Pemberdayaan Ekonomi Yang Diselenggarakan Badan Pelaksana Dana Firdaus Mathla'ul Anwar Di Desa Sukajaya Kecamatan Cadasari Kabupaten Pandeglang.

MODEL PENGENTASAN KEMISKINAN BAGI
PEMUDA PEDESAAN MELALUISISTEM
ORANG TUA ANGKAT

(STUDI KASUS PEMBERDAYAAN EKONOMI
YANG DISELENGGARAKAN BADAN PELAKSANA DANA FIRDAUS
MATHLA'UL ANWAR DIDESA SUKAJAYA

KECAMATAN CADASARIKABUPATEN PANDEGLANG)

T

E S I S

Diajukan Kepada Panitia Ujian Tesis
Universitas Pendidikan Indonesia

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Penyelesaian Studi Pada
Program Pascasarjana Program Studi Pendidikan Luar Sekolah

Oleh


Doddv Shoiahudin
9332081

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2000

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa karya tulis dengan judul "MODEL
PENGENTASAN KEMISKINAN BAGI PEMUDA PEDESAAN MELALUI

SISTEM ORANG TUA ANGKAT", (STUDI KASUS PEMBERDAYAAN
EKONOMI YANG DISELENGGARAKAN BADAN PELAKSANA DANA
FIRDAUS MATHLA'UL ANWAR DI DESA SUKAJAYA KECAMATAN

CADASARI KABUPATEN PANDEGLANG) ini beserta seluruh isinya adalah

benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau
pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika yang berlaku dalam

masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko/sanksi

yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran
atas etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim terhadap keaslian karya
saya ini.

Bandung,
Februari 2000
Yang membuat pernyataan,

Doddy Sholahudin.

Disetujui Dan Disahkan oleh Pembimbing

Prof. PR H.SUTARYATTRISNAMANSYAH, MA.
Pembimbing I


Prof. DR RUSLI LUTAN

Pembimbing II

ABSTRAK

Tesis ini mengetengahkan judul Model Pengentasan Kemiskinan Bagi
Pemuda Pedesaan Melalui Sistem Orang Tua Angkat (Studi Kasus Pemberdayaan

Ekonomi Yang Diselenggarakan oleh Badan Pelaksana Dana Firdaus Mathla'ul
Anwar Di Desa Sukajaya Kecamatan Cadasari Kabupaten Pandeglang).
Teori dan konsep yang menjadi landasan dalam penelitian ini, adalah

pendidikan orang dewasa dan proses empowering yang menekankan bahwa
pembelajaran itu berpusat pada peserta pelatihan dengan memberikan demokrasi
dalam belajar.

Penelitian

deskriptif.

wawancara,

ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode

Pengumpulan

data

dilakukan

melalui

observasi

partisipatif,

dokumentasi dan studi kepustakaan. Pengelolaan dan analisa data

dilakukan selama maupun setelah semua data terkumpul, sedangkan subjek yang
diteliti adalah anggota kelompok pemuda desa yang berjumlah lima orang dan

seorang penyuluh pertanian atau pembina dengan dilengkapi informan lain yang
relevan sebagai triangulasi. Data yang dikumpulkan berkenaan dengan: (1) Proses

pelaksanaan program pengentasan kemiskinan bagi pemuda desa melalui sistem

orang tua angkat; (2) Hasil dan dampak dari program pengentasan kemiskinan
melalui sistem orang tua angkat ini.

Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut : Pelatihan yang
dilaksanakan oleh Badan Pelaksana Dana Firdaus Mathla'ul Anwar di Desa

Sukajaya memberikan dampak positif bagi kelompok pemuda peserta pelatihan.
Mereka memiliki pengetahuan tentang modal usaha tani, pemupukan, manajemen

usaha dibidang agribisnis, dan juga keterampilan dalam mempergunakan

peralatan yang cukup modern. Selain itu juga perubahan sikap anggota kelompok

pemuda yang ditandai adanya selfrespect dan percaya pada kemampuan sendiri,
mandiri, juga mempunyai tanggung jawab yang luas.


DAFTAR

ISI

Halaman

ABSTRAK.
KATA PENGANTAR.

VI

UCAPAN TERIMAKSIH

IX

DAFTAR ISI

XII


DAFTAR TABEL

XV

DAFTAR GAMBAR DAN PETA

XVI

DAFTAR FOTO

xvn

DAFTAR LAMPIRAN
BAB

I

XVlll

PENDAHULUAN


1

A. Latar Belakang Masalah

BAB

H

1

B. Masalah Dan Perumusannya

12

C. Tujuan Penelitian

14

D. Kegunaan Penelitian


15

E. Definisi Operasional

15

LANDASAN TEORI

21

A. Konsep Pendidikan Luar Sekolah

21

B. Pendidikan Luar Sekolah Sebagai Proses Pemberdayaan

27

C. Konsep Kemiskinan


32

1. Definisi Kemiskinan

XH

33

2. Hakekat Dan Profil Kemiskinan

35

3. Ukuran Dan Ciri Kemiskinan

36

4. Dimensi Kemiskinan

39


D. Peranan Pendidikan Luar Sekolah Dalam Pengentasan
Kemiskinan

BAB

BAB

HI

IV

42

E. Konsep Orang Tua Angkat Dan Pemuda

49

PROSEDUR PENELITIAN

56

A. Metode Penelitian

56

B. Subjek YangDiteliti

58

C. Tahapan Kegiatan Penelitian

60

D. Teknik Pengumpulan Dan Analisis Data

63

E. Validitas Hasil Penelitian

69

F. Penjadualan Waktu Penelitian

72

G. Data Yang Dikumpulkan

72

HASBL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

76

A. Gambaran Umum

76

1. Daerah Penelitian

76

2. Organisasi Mathla'ul Anwar

84

3. Program Pengentasan Kemiskinan Melalui Sistem

Orang Tua Angkat
B. Deskripsi Hasil Penelitian

1. Deskripsi Umum

92
102

103

XUl

2. Deskripsi Khusus

115

C. Pembahasan

1. Kondisi

126

Peserta

Pelatihan

Sebagai

Sasaran

Pendidikan Luar Sekolah

BAB

V

126

2. Proses Pembelajaran Dalam Kegiatan Pelatihan

129

3. Dampak Pelatihan Terhadap Peserta Pelatihan

133

KESIMPULAN, SARAN DAN

EMPLDXASI HASH,

PENELITIAN

138

A. Kesimpulan

138

B. Saran

140

C. Implikasi Hasil Penelitian

143

DAFTAR PUSTAKA

147

XIV

DAFTAR

TABEL

Halaman

Tabel 1. Pembagian Luas Tanah Berdasarkan Penggunaan

77

Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian

81

Tabel 3. Rincian Modal Usaha Tani Per Hektar

100

Tabel 4. TahapanDasar KegiatanDan Sasaran Yang Dicapai

110

Tabel 5. Daftar Orang Tua Dan Anak Angkat

116

XV

DAFTAR GAMBAR DAN PETA

Halaman

Gambar 1. Hubungan Fungsional Antara KomponenKomponen Pendidikan Luar Sekolah

47

Gambar 2. Peta Kecamatan Cadasari

82

Gambar 3. Peta Lokasi Desa Penelitian

83

Gambar 4. Bagan Kegiatan Model Penggentasan Kemiskinan
Melalui Sistem Oranggg Tua Angkat

95

Gambar 5. Pengolahan Lahan Di Atas Tanah Per Hektar

106

Gambar 6. Sistem Pengolahan Tanaman

109

XVI

DAFTAR FOTO

Halaman

Foto 1. Pelatihan Di Ruangan

96

Foto 2. Pelatihan Di Lapangan

98

Foto 3. Kantor Kepala Desa Sukajaya

104

Foto 4. Komoditi Hortikultura Pisang

108

Foto 5. Kondisi Lahan Sebelum Digarap

156

Foto 6. Kondisi Lahan Ketika Pembabadan

156

Foto 7. Para Pemuda Yang Mengikuti Pelatihan

157

Foto 8. Sumber Belajar YangMemberikan Bimbingan

157

Foto 9. ParaPemuda Mendapatkan Bimbingan di Lapangan....

158

FotolO. Sumber Belajar Memberikan Bimbingan di Lapangan.

158

Foto 11. Para Orang Tua Angkat

159

Foto 12. AnakDan Orang Tua Angkat SedangBerdialog

159

Foto 13. Jalan Menuju Lokasi Kebun Pisang

160

Foto 14. Kebun Pisang Yang Siap Panen

160

Foto 15. Pemasaran Melalui Koperasi

161

Foto 16. Pemasaran Melalui Pasar Bebas

161

XVll

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. DaftarCatatan Lapangan (C. L.)

152

Lampiran 2. Daftar Sumber Data

155

Lampiran 3. Kondisi Lahan

Sebelum

Dan

Sesudah

Pembabadan

156

Lampiran 4. Kegiatan Pelatihan di Dalam Ruangan

157

Lampiran 5. Kegiatan Pelatihan di Lapangan

158

Lampiran 6. Kegiatan Perkenalan Antara Orang Tua Dan
Anak Angkat

159

Lampiran 7. Tanaman Pisang Yang Siap panen

160

Lampiran 8. Kegiatan Pemasaran Hasil Tanaman Pisang

161

XVlll

BAB

I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dalam perkembangan ekonomi yang makin terbuka, ekonomi makin

berorientasi pada pasar (Salim, 1997 : 1). Peluang dari keterbukaan dan
persaingan pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang

kemampuan ekonominya lemah. Secara khusus perhatian
dengan pemihakan dan pemberdayaan

masyarakat

harus diberikan

melalui pembangunan

ekonomi rakyat. Pemihakan kepada perekonomian rakyat berarti memberikan

perhatian khusus kepada upaya peningkatan ekonomi rakyat. Berkaitan dengan
hal ini Sumodiningrat (1997: 5) menyatakan :

"Perhatian khusus ini diwujudkan dalam langkah-langkah strategis yang
diarahkan secara langsung pada perluasan
akses rakyat kepada
sumberdaya pembangunan disertai penciptaan peluang yang seluasluasnya bagi masyarakat di lapisan bawah untuk berpartisipasi dalam
proses pembangunan
sehingga mampu
mengatasi kondisi
keterbelakangan dan memperkuat posisi daya saing ekonominya".
Dasar untuk itu sesungguhnya telah kita bangun sekarang ini. Amanat
yang tertuang dalam GBHN 1998

sebagai pencerminan kehendak rakyat

mewujudkan kuatnya penekanan yang diberikan pada pembangunan yang

berkeadilan. Segenap upaya pembangunan yang dftuangk^Tv^^^erbagai
kebijaksanaan dan program bermuara pada manusia s#b&ga?insari
dibangun kehidupannya dan sekaligus sumberdaya

ditingkatkan kualitas dan kemampuannya. Upaya ini digariskan dalam GBHN
(1998 :32) sebagai sasarannya, yaitu terciptanya kualitas manusia dan masyarakat
Indonesia yang maju dan mandiri. Husken (1997 : 8) mengungkapkan bahwa
menurunnya jumlah penduduk miskin dari 70 juta atau 60 % pada tahun 1970

menjadi 27,2 atau 15,1% pada tahun 1990 merupakan hasil nyata dari
pelaksanaan berbagai program pembangunan sektoral dan regional yang secara

langsung dan tidak langsung ditujukan untuk kemiskinan. Meskipun telah jauh
berkurang, jumlah penduduk miskin tersebut masih cukup besar sehingga
diperlukan upaya khusus untuk membantu kaum miskin ini terlepas dari

kemiskinan. Dewasa ini, dengan adanya krisis moneter, pada kenyataannya
penduduk miskin menjadi tambah banyak. Berdasarkan data dari Biro Pusat

Statistik (BPS, 1998) sampai Juni 1998, jumlah penduduk miskin sekitar 79, 4

juta orang atau 39,1 % dari jumlah penduduk Indonesia yang saat ini berjumlah
205 juta jiwa. Dilihat dari wilayahnya, penduduk miskin di perkotaan pada
pertengahan tahun 1998 mencapai 22,6 juta orang atau sekitar 28,8 % penduduk

perkotaan. Sedangkan penduduk miskin di pedesaan sekitar 58,8 juta orang atau
sekitar 45,6 % penduduk pedesaan.

Selanjutnya dari laporan BPS tersebut terungkap bahwa penentuan

penduduk miskin itu didasarkan pada garis kemiskinan dengan perhitungan
pendapatan per kapita per bulan yaitu Rp. 52.470 untuk penduduk perkotaan dan

Rp. 41.588 untuk warga pedesaan. Batas garis kemiskinan ini naik dibandingkan
dengan tahun 1996 yang angka per kapitanya senilai RP. 38.246 untuk perkotaan

danRp. 27.413 bagi penduduk desa. Untuk garis kemiskinan per keluarga dengan
asumsi satu keluarga terdiri dari dua orang tua dan dua orang anak untuk per

bulan pada pertengahan 1998 ditetapkan Rp. 227.720 untuk warga kota dan Rp.
177.977 bagi penduduk desa.

Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang ditandai oleh
pengangguran dan keterbelakangan, yang kemudian meningkat menjadi

ketimpangan. Masyarakat miskin umumnya lemah dalam kemampuan dan

terbatas aksesnya kepada kegiatan ekonomi sehingga tertinggal jauh dari
masyarakat lainnya yang mempunyai potensi lebih tinggi. Soemardjan (1980 : 19)
mengatakan "keadaan kemiskinan umumnya diukur dengan tingkat pendapatan,
dan pada dasarnya dapat dibedakan menjadi kemiskinan absolut dan kemiskinan

relatif".

Selain itu, berdasarkan pola waktunya Kartasasmita (1996 : 235)

membedakan kemiskinan menjadi beberapa katagori yaitu, persistent poverty,
cyclicalpoverty, seasonalpoverty, sertaaccidentalpoverty.

Bila dikaji dari pola waktu, kemiskinan di suatu daerah dapat
digolongkan sebagaipersistent poverty, yaitu kemiskinan yang telah kronis atau

turun-temurun. Daerah seperti itu pada umumnya merupakan daerah-daerah yang
kritis sumber daya alamnya, atau daerahnya yang terisolasi. Pola kedua adalah

cyclicalpoverty, yaitu kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi secara
keseluruhan. Pola ketiga adalah seasonal poverty, yaitu kemiskinan musiman

seperti sering dijumpai pada kasus nelayan dan pertanian tanaman pangan. Pola
keempat adalah accidental poverty, yaitu kemiskinan karena terjadinya bencana

alam atau dampak dari suatu kebijaksanaan tertentu yang menyebabkan
menurunnya tingkat kesejahteraan suatu masyarakat.

Seseorang

dikatakan

miskin

secara absolut

apabila tingkat

pendapatannya lebih rendah daripada garis kemiskinan absolut atau dengan kata
lain jumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup

minimum yang dicerminkan oleh garis kemiskinan abolut tersebut. Kriteria yang
digunakan oleh Biro Pusat Statistik (BPS, 1994) untuk mengukur garis
kemiskinan tersebut adalah pengeluaran minimum yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kebutuhan minimum untuk hidup ini

diukur dengan pengeluaran untuk makanan setara 2.100 kalori per kapita per hari

ditambah pengeluaran untuk non makanan yang meliputi perumahan, berbagai
barang dan jasa, pakaian dan barang tahan lama. Kemiskinan absolut umumnya
disandingkan dengan kemiskinan relatif. Kemiskinan relatif adalah keadaan

perbandingan antara kelompok pendapatan dalam masyarakat, yaitu antara

kelompok yang mungkin tidak miskin karena mempunyai tingkat pendapatan
yang lebih tinggi daripada garis kemiskinan, dan kelompok masyarakat yang
relatif lebih kaya.

Ditinjau dari akar atau penyebab kemiskinan, dikenal adanya kemiskinan
kultural dan kemiskinan struktural (Kartasasmita, 1996 : 239). Kemiskinan

kultural mengacu pada sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh

gaya hidup, kebiasaan hidup dan budayanya. Mereka sudah merasa kecukupan
dan tidak merasa kekurangan. Merekapun tidak terlalu tergerak berusaha untuk

memperbaiki tingkat kehidupannya meskipun ada usaha dari pihak luar untuk
membantunya sehingga menyebabkan pendapatan mereka rendah menurut ukuran

yang umum dipakai. Menurut Tjokrowinoto (1993 : 20) budaya kemiskinan ini

dapat ditunjukkan dengan terlembaganya nilai-nilai seperti apatis, apolitis,
fatalistik, ketidakberdayaan, kurang menghargai diri sendiri, kurang percaya diri,
rendahnya etos kerja dan ketidakmampuan berwiraswasta

Lewis (1968 : 24) seorang antropolog yang meneliti tentang budaya
kemiskinan, menyatakan karakter individu yang miskin adalah sebagai berikut :
"... high incidence of maternal deprivation, of orality of weak ego
structure; lack of impulsive control; strong present - time orientation,

with relatively little ability to defer gratificatioan and to plan for the
future; sense of resignation and fatalism; widespread belief in male
superiority; and high tolerance ofpsychologicalpothology ofallsorts...

provincial and locally oriented, have very little sense ofhistory, ... very
sensitive to status distinction."

Friedmann (1979 : 131), menggambarkan, bahwa orang-orang miskin

berbuat sesuai dengan dunianya sendiri. Mereka asing bagi kebudayaan kita.

Nilai-nilai mereka berbeda. Dan bahkan, mereka berbicara dengan bahasa yang
lain, kita harus belajar dulu baru bisa memahaminya.

Friedmann (1979 : 127) juga mengatakan "orang miskin menjadi miskin
karena perbuatan orang lain. Itulah sistem. Ada hak-hak mereka yang
ditindas. Eksistensi kemanusiaan mereka ?, artinya orang-orang menjadi
miskin bukan karena nasib malang atau kelemahan pribadi melainkan
karena terjepit oleh struktur-struktur ekonomi yang berkaitan erat

dengan kekuasaan politik dan kebudayaan yang tidak adil, inilah yang
dinamakan kemiskinan struktural".

Sejalan dengan uraian tersebut Tjokrowinoto (1993 : 30) mengatakan bahwa
kemiskinan ini adalah masalah ketidakpercayaan, perasaan impotensi emosional

dan sosial menghadapi elite desa dan para birokrat yang menentukan keputusan
yang menyangkut dirinya tanpa memberi kesempatan untuk mengaktualisasikan
diri.

Dari sisi pemahaman kemiskinan, yang dikaitkan dengan pembagian

kekuasaan (distribution of power).

Friedmann

(1979 : 129 - 130)

mengungkapkan

"... jika anda punya kesempatan untuk mencapai kekuasaan, maka anda

tidak miskin. Anda dapat menolong diri anda sendiri, anda dapat
membentuk kehidupan anda sendiri. Anda berbahagia. Tetapi bila anda
miskin, anda tidak bebas, anda tidak produktif, anda tidak beraksi /

bertindak, anda tidak makan, anda kehilangan harapan. Dan kehilangan
harapan berarti anda mati. ... kemiskinan struktural ini mengandung
suatu penyelesaian yang implisit; memberi kuasa kepada orang miskin
(empowerment of the poor). Jika kemiskinan berarti kurangnya
kesempatan untuk mencapai kekuasaan, maka anda tidak menjadi miskin
lagi bila anda memperoleh kesempatan. Tetapi bagaimanakah
kesempatan itu andaperoleh kalau mereka yangmenduduki posisi-posisi
istimewa akan menghalangi anda ?
Hanya melalui perjuangan. Perjuangan melawan kemiskinan demi

kesejahteraan hidup manusia tidak pernah mengenal kata akhir.
Kemiskinan adalah suatu fenomena politik."

Apabila kita menyimak uraian-uraian di atas, maka kita dapat
menangkap suatu permasalahan yaitu adanya ketidakseimbangan dalam
kemampuan dan kesempatan untuk memanfaatkan peluang yang terbuka dalam

proses pembangunan. Dengan proses pembangunan yang terus berlanjut, justru
ketidakseimbangan itu dapat makin membesar yang mengakibatkan makin

melebarnya jurangkesenjangan. Dalam upaya mengatasi tantangan itu diletakkan
strategi pemberdayaan masyarakat. Dasar pandangannya adalah bahwa upaya
yang dilakukan harus diarahkan langsung pada akar persoalannya, yaitu

meningkatkan

kemampuan

mendinamisasikan

potensi

rakyat
yang

dengan

dimilikinya,

mengembangkan
dengan

kata

dan
lain,

memberdayakannya.

Upaya yang merupakan pengerahan sumber daya untuk mengembangkan

potensi ekonomi rakyat ini akan meningkatkan produktivitas rakyat sehinggabaik
sumber daya manusia maupun sumber daya alam di sekitar keberadaan rakyat

dapat ditingkatkan produktivitasnya. Dengan demikian, rakyat dan lingkungannya
mampu secara partisipatif menghasilkan dan menumbuhkan nilai tambah

ekonomis. Rakyat miskin atau yang berada pada posisi belum termanfaatkan

secara penuh potensinya akan meningkat bukan hanya ekonominya, tetapi juga

harkat, martabat, rasa percaya diri, dan harga dirinya. Dengan demikian, dapatlah
diartikan bahwa pemberdayaan tidak saja menumbuhkan dan mengembangkan

nilai tambah ekonomis, tetapi juga nilai tambah sosial dan nilai tambah budaya.
Jadi partisipasi rakyatmeningkatkan emansipasi rakyat.
Pengentasankemiskinan telah menjadi fokus pembangunan sejak Pelita I

(1969). Seluruh aparat birokrasi dikerahkan untuk menyukseskan program ini.
Para sarjana diterjunkan ke desa-desa untuk menjadi pembimbing bagi
masyarakat tertinggal itu. Miliaran rupiah setiap tahun dialokasikan

bagi

pengentasan masyarakat yang termasuk kategori prasejahtera tersebut (Gana dan

Wardani, 1998 : 85). Dari program Usaha Peningkatan Gizi Keluarga (UPGK)

pada Pelita I dan n, perwujudan Delapan Jalur Pemerataan yang dituangkan
dalam berbagai program sektoral maupun regional, pemberian fasilitas kredit

lunak, sampai program Inpres Desa Tertinggal (1993), Tabungan Kesejahteraan
Keluarga (Takestra), dan Kredit Keluarga Sejahtera (Kukesra) yang disponsori
BKKBN. Sejalan dengan program-program pemerintah itu, salah satu organisasi
kemasyarakatan yaitu Mathla'ul Anwar membuat suatu "model" yang disebut
dengan program Pengentasan Kemiskinan Bagi Pemuda Pedesaan Melalui Sistem
Orang Tua Angkat.

Memperbincangkan bagaimana cara dan bentuk-bentuk apa saja yang
sekiranya dapat dilakukan untuk mengatasi kemiskinan yang dialami oleh
manusia, maka itu berarti, kita secara langsung telah melaksanakan dua macam

perintah agama sekaligus. Karena pertama, kita membina ukhuwwah, dan kedua,

menyantuni sesama yang kurang beruntung dalam kehidupannya. Konsep

kemiskinan yang dimaksud dalam model ini adalah seluruh keadaan yang dialami
dan serba kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan hidup seseorang atau
sekelompok masyarakat yang oleh Allah SWT dalam Al-Qur'an disebut du'afa.
Ini berarti bahwa siapa saja yang merasa kurang beruntung dan tertindas dalam

kehidupannya di dunia ini adalah masuk kategori Mustad'afin. Terhadap
kelompok ini Allah mengingatkan "Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan
Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita

maupun anak-anak "(QS, An-Nisa' / 4 : 75). Begitu luasnya cakupan makna
du'afa itu, maka diantaranyaadalah kemiskinan. Karena kemiskinan adalah suatu

bentuk konkret dari kedu'afaan. Kemiskinan tidak hanya dianggap sebagai
persoalan ekonomi semata, melainkan yang lebih penting dari itu ialah

kemiskinan immaterial. Jika demikian, maka dalam upaya mengentaskan

kemiskinan masyarakat, terlebih dahulu membenahi keyakinan masyarakat yang
kemudian diikuti oleh pembenahan di bidangmateri.

Fakta yang berkembang dalam masyarakat kita ialah adanya keyakinan
akan keadaan yang dialami itu adalah taqdir yang diberikan Allah SWT

kepadanya, karena itu ini tak mampu dielakan lagi. Majid dalam tulisannya
(Pikiran Rakyat, 7 Oktober 1994 : 4) menyatakan bahwa bukti keyakinan itu akan

teriihat mulai dari kakek, nenek, bapak, ibu dan anak dalam sebuah keluarga
melalui suatu ungkapan "Bagaimanapun usaha yang kami lakukan untuk mencari

nafkah demi peningkatan tarafkesejahteraan keluarga kami, adalah suatu yang tak
mungkin, karena kami memang berasal dari keluarga orang-orang miskin".
Ungkapan yang menjelma menjadi keyakinan itu akan melahirkan

suatu

pandangan yang serba pasrah yang diikuti oleh reaksi emosional dan tawakkal

sepenuhnya kepada Allah SWT. Dampaknya ialah menciutnya semangat
berikhtiar. Sikap dan pandangan yang demikian ini sering dikategorikan ke dalam

fatalisme. Dalam hubungan kemiskinan dengan sikap dan pandangan yang
demikian itulah lahir konsep budaya kemiskinan dan kemiskinan struktural. Jika

demikian, maka pertanyaan yang dapat kita ajukan ialah sudah betulkah

pemahaman umat selama ini terhadap apa itu taqdirdan apa pula itu tawakkal ?.
Taqdir dapat dipahami sebagai ketentuan yang bukan semata-mata
berada pada pihak kekuasaan Allah semata, tetapi ketentuan itu sendiri sedikit

banyak ikut ditentukan oleh sikap hamba-hamba-Nya. Artinya, kita akan dapat

10

membimbing diri untuk berpindah atau memilih terhadap satu taqdir Allah ke
taqdir-Nya yanglain. Sedangkan tawakkal ialah sikap dari seseorang hambaAllah
untuk menyerahkan segala jerih payahnya, terserah Allah menilai dan meridoi-

Nya. Tidak secepatnya tawakkal tanpa didahului oleh ikhtiar yang optimal.

Ungkapan "kalau memang sudah rezeki saya, akan datang dengan sendirinya",
atau "yang penting adalah pasrah saja kepada Tuhan, toh Dia-lah yang
mengaturnya". Tuntunan Allah dalam Al-Qur'an mengenai hal itu, antara lain

"Mengapa kami tidak akan bertawakkal kepada Allah padahal Dia telah
menunjukkan jalan kepada kami, dan kami sungguh-sungguh akan bersabar

terhadap gangguan-gangguan yangkamu lakukan kepada kami. Dan hanya kepada
Allah saja orang-orang yang bertawakkal itu berserah diri." (QS, Ibrahim /14 :
12).

Dari uraian di atas, model pengentasan kemiskinan yang diselenggarakan

oleh Mathla'ul Anwar ini, ialah melalui program pendidikan keterampilan
dibidang pertanian. Mathla'ul Anwar menghimpun para pemuda yang ada di

pedesaan, dan kegiatan yang dilakukan yaitu membina dan mengarahkan para
pemuda pada usaha produktif dalam sektor pertanian dengan modal usaha

diupayakan diperoleh dari pada donatur (baik perorangan maupun lembaga) yang
bersedia untuk menjadi orang tua angkat bagi para pemuda tersebut.

Program pendidikan keterampilan ini bertujuan membina para pemuda

desa agar mereka dapat mandiri serta berdaya secara ekonomi. Dan sasaran yang
ingin dicapainya antara lain:

11

1. Dapat mengoptimalkan dan mengembangkan potensi desa, terutama pertanian
sehingga lahan yangselamaini terlantar dapat diolah dan dimanfaatkan secara

optimal. Dengan berkembangnya sektor tersebut di atas, diharapkan dapat
berdampak pada sektor kehidupan lainnya.

2. Dengan dibinanya kelompok pemuda secara intensif, diharapkan dapat
berimplikasi danberpengaruh pada lingkungan sosial sekitar, sehingga mereka
termotivasi untuk melakukan kegiatan positiflainnya secarasuadaya.

3. Minimal mengurangi, maksimal dapat menyetop arus pemuda berurbanisasi

ke kota-kota besar, bahkan secara ideal dapat menarik kembali para pemuda
yang sudah terlanjur ke kota, dapat kembali ke desanya (nuralisasi), karena
tertarik oleh kegiatan tersebut.

4. Mereka diharapkan dapat menguasai dan terampil dalam teknik bertani, yang
nantinya diharapkan mereka dapat mentransfer keahliannya pada anggota
pemuda lainnya. Akhirnya para pemuda diharapkan dapat menghidupi dirinya
secara layaktanpa harus selalubergantung pada pihak lain.

Esensi dari sasaran program di atas pada dasarnya adalah meningkatkan
etos kerja umat yang oleh Allah disebutkan sebagai amal saleh, diikuti oleh

profesionalisme atau keahlian masing-masing di mana mereka bekerja. Karena

dengan amal saleh yang dikerjakan oleh seseorang niscaya akan memperoleh
hasilnya di dunia secara maksimal dan pahala yang berlipat ganda di akhirat

kelak. Standar amal saleh ditentukan oleh ajaran Islam itu sendiri dengan kriteria;
pertama, orang yang melakukannya harus baik; dan kedua, yang dikerjakannya itu

12

harus baik pula. Jadi di sini teriihat jelas hubungan antara kebaikan orang dengan
pekerjaan yang diperbuatnya.

Secara keseluruhan, dapatlah diartikan bahwa program pendidikan

keterampilan yang dilaksanakan oleh Mathla'ul Anwar ini diharapkan tidak saja
menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai budaya seperti etos kerja, rasa

percaya diri dan harga diri, tetapi juga nilai tambah secara ekonomis. Sedangkan
peranan orangtua angkat itu sendiri merupakan penyantun bagi para pemuda desa

untuk dibina dalam bidang usaha produktif, sehingga mereka dapat mandiri.
B. Masalah Dan Perumusannya
Kemiskinan adalah situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena

dikehendaki oleh si miskin, melainkan karena tidak dapat dihindari dengan
kekuatan yang ada padanya. Akar dari permasalahan kemiskinan itu sendiri

adalah kultural dan struktural, antara lain ditandai oleh sikap dan tingkah laku
yang menerima keadaan yang seakan-akan tidak dapat dirubah (konsep taqdir dan

tawakkal yang salah), yang tercermin didalam lemahnya kemauan untuk maju,

etos kerja yang rendah, mudah putus asa, kurang percaya diri dan kurang
menghargai diri sendiri. Secara struktural, terbatasnya modal yang dimiliki karena

tidak memiliki akses pada pemilik modal, rendahnya kualitas sumber daya
manusia, rendahnya produktivitas dan terbatasnya kesempatan berpartisipasi

dalam pembangunan. Untuk mengentaskan penduduk dari lingkaran kemiskinan

diperlukan juga sikap yang tidak memperlakukan orang hanya sebagai objek,
tetapi sebagai subjek. Orang miskin bukanlah orang yang tidak memiliki apapun,

13

melainkan orang yang mempunyai sesuatu, walaupun hanya sedikit. Maka
pengentasan kemiskinan yang bertujuan mengurangi jumlah orang miskin dan

kesenjangan pendapatan antar kelas di masyarakat menjadi prioritas agenda
pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Oleh karenanya apa yang
diprogramkan oleh Mathla'ul Anwar dalam membantu pemerintah untuk
pengentasan penduduk miskin menarik penulisuntuk menelitinya.

Masalah penelitian ini terarah kepada suatu gambaran yang jelastentang
"model" Pengentasan Kemiskinan Bagi Pemuda Pedesaan melalui Sistem Orang
Tua Angkat yang diselenggarakan oleh Badan Pelaksana Dana Firdaus Mathla'ul

Anwar di Desa Sukajaya Kecamatan Cadasari Kabupaten Pandeglang, yang
dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana proses pelaksanaan program pengentasan kemiskinan bagi pemuda
pedesaanmelalui Sistem OrangTua Angkat ?

2. Bagaimana hasil dan dampak dari program Sistem Orang TuaAngkat ini ?
Permasalahan di atas akan didekati lagi secara lebih rinci melalui
pertanyaan (fokus) penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana berlangsungnya proses pembelajaran yang dilaksanakan dalam
program pengentasan kemiskinan melalui sistem orang tua angkat ?. Hal ini
mencakup aspek-aspek :

a. Bagaimana tujuan, program, fasilitas, tenaga pengelola program, sumber
belajar dan fasilitas lainnya?

b. Bagaimana peranan orang tuaangkat dalam program pelatihan ini ?

14

c. Bagaimana keadaan lingkungan yang dapat menunjang dan mendorong
berjalannya program pelatihan ini ?

d. Bagaimana interaksi belajar dalam program pelatihan ini ?

2. Bagaimana hasil dan dampak dari program ini ?. Hal ini mencakup aspek:
a. Ekonomi (peningkatan pendapatan pesertapelatihan).
b. Perubahan perilaku peserta pelatihan.

c. Mengikutsertakan orang lain dalam memanfaatkan hasil belajar yang telah
dimiliki.

C. Tujuan Penelitian
Ada dua tujuan penelitian dalam penulisan ini :
1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Model

Pengentasan Kemiskinan Bagi Pemuda Pedesaan Melalui Sistem Orang Tua
Angkat.
2. Tujuan khusus

a. Untuk mengungkapkan data tentang realisasi pelaksanaan program
pemberdayaan dalam aspek ekonomi bagi pemuda pedesaan melalui
Sistem Orang Tua Angkat.

b. Untuk mendapatkan data tentang hasil dan dampak dari pelaksanaan
program ini.

15

D.

Kegunaan Penelitian

Penelitian berupa studi kasus pemberdayaan dalam aspek ekonomi
terhadap kelompok pemuda pedesaan di Desa Sukajaya Kecamatan Cadasari
Kabupaten Pandeglang.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara

konseptual teoritis, maupun secarapraktis di lapangan.

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan
teori-teori yang ada, khususnya berkaitan dengan peranan pendidikan luar
sekolah, dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia.

Selain itu hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi bagi pengkaji
dan pengembangan ilmu pendidikan, khususnya pendidikan luar sekolah dalam

melengkapi dan mengembangkan berbagai macam program.

Secara praktis di lapangan, hasil penelitian ini dapat dipergunakan

sebagai pedoman pengelolaan program-program kegiatan pendidikan luar

sekolah, baik bagi perencana maupun pelaksana di lapangan dalam rangka
pengentasan kemiskinan. Selanjutnya program ini bisa dijadikan altematif

"model" pengentasan kemiskinan di tempat lain sebagai patner dari program
pemerintah.

E. Definisi Operasional

Untuk

lebih jelasnya arah penelitian dan agar terhindar dari

kemungkinan adanya salah tafsir, maka diperlukan definisi operasional dari
beberapa istilah penting, sebagai berikut :

16

1. Model

Dalam Ensiklopedi Indonesia (jilid 4), dijelaskan bahwa "model"

merupakan kata pengecil dari modo = sifat, cara dan representasi diperkecil dari
suatu benda atau keadaan yang dimaksudkan untuk menggambarkan, menjelaskan
atau menemukan sifat-sifat bentuk aslinya.

Berdasarkan pengertian model di atas dapat dikemukakan bahwa yang

dimaksudkan dengan model dalam penelitian ini ialah langkah-langkah yang
dipergunakan dalam proses pemberdayaan pada aspek ekonomi bagi peserta
pelatihan yang secara umum tergambar dari, (a) aspek manajemen pelatihan,
seperti identifikasi permasalahan, seleksi peserta pelatihan, pelaksanaan dan

evaluasi pelatihan; (b) fungsi kelembagaan (NGO) yang dilihat dari program,
faktor pendukung dan metode; juga (c) penerapan perolehan (pengetahuan dan
keterampilan) setelahmelalui proses pembelajaran.
2. Pengentasan Kemiskinan

Istilah "pengentasan kemiskinan" menurut Gana dan Wardani (1998 :

90) masih kontraversial. Jadi pengentasan kemiskinan berarti kemiskinannya yang
dientaskannya ( Budihardjo, 1994 : 21) istilah yang tepat adalah "mengentaskan
manusia dari kemiskinannya", karena manusianya yang dientaskan dan bukan

kemiskinannya. Pendapat ini pun didukung oleh Fatimah Djajasudarma (Pikiran

Rakyat, 5 Oktober 1999 : 1) yang menyatakan bahwa mengentaskan sama dengan
mengangkat. Jadi pengertian yang seharusnya muncul ialah mengentaskan dari

kemiskinan dengan kata lain mengangkat manusia dari kemiskinannya. Pada

17

kesempatan lain, ada pengamat yang lebih senang menyebut "pemerataan
pendapatan atau ekonomi", sebab program yang dilancarkan bermaksud

mempersempit jurang antara yang berpendapatan tinggi dengan yang rendah. Dan
program yang dilaksanakan dalam penelitian ini bertujuan membina perilaku

peserta pelatihan ke arah yanglebih baik yang ditandai dengan adanyaselfrespect

dan percaya pada kemampuan sendiri, mandiri, juga mempunyai tanggung jawab
yang luas. Selain itu agar mereka mampu mengelola sumber daya alam yang

tersedia bagi pemenuhan kebutuhan hidupnya, khususnya pada bidang agribisnis

yang pada akhirnya pendapatan perekonomiannya meningkat dan mengangkat
dirinya dari kondisi kemiskinan yang selama ini mereka alami.
3. Sistem Orang Tua Angkat

Menurut Awad (1979 : 4) istilah sistem mempunyai pengertian "a« organized
functioning relationship among units or components". Jadi kalau kita telaah,

istilahsystem itu mengandung arti sehimpunan bagian atau komponen yang saling
berhubungan secara teratur dan merupakan satu kesatuan (a whole). Kaitannya
dengan program pelatihan ini adalah merupakan suatu totalitas yang terdiri dari
bagian-bagian antara lain lembaga-lembaga yang terkait bekerjasama untuk

mencapai suatu tujuan, yaitu adanya perubahan perilaku dan peningkatan
pendapatan peserta pelatihan.

Sedangkan yang dimaksud daripada orang tua angkat dalam program ini

adalah perorangan atau lembaga yang menyantuni atau menghibahkan sebagian
hartanya untuk membantu peserta pelatihan. Setiap peserta mengetahui bapak

18

angkat yang mensponsori pembiayaan kegiatan masing-masing. DFMA

mendorong terjadinya hubungan komunikasi antara anak dan bapak angkat,
misalnya melalui surat-menyurat atau bertatap muka langsung dalam berbagai
kesempatan. Pengembangan dan pergantian anak angkat, dilaporkan dan atas
sepengetahuan bapak angkatyang bersangkutan.

Jadi hubungan antara bapak dan anak angkat ini, bukan dalam pengertian

adopsi yaitu pengambilan anak yang dilakukan oleh seseorang terhadap anak yang
jelas nasabnya, lalu anak itu dia nasabkan kepada dirinya. Dalam syariat Islam

tidak mengenal pengertian adopsi, sebab adopsi pada hakikatnya tidak mengubah
fakta, bahwa nasab anak itu bukan kepada dirinya, tetapi kepada orang lain.
Nasab tidak pernah bisadihapuskan dantidakpuladiputuskan. Ini didasarkan atas
ayat yang artinya, berikut ini:

"... dan Dia (Allah) tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak
kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu
dimulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenar-benarnya dan Dia
dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka. Itulah yang lebih adil
pada sisi Allah..."(Qs, Al-Ahzab / 33 :4-55)

Dari keterangan di atas, maka pengertian operasional dari sistem orang
tua angkat ini adalah hubungan kerjasama antara komponen-komponen yang

teriihat pada kegiatan pelatihan ini, seperti orang tua angkat sebagai penyandang

dana yang berarti hanya sampai taraf memberikan kesempatan, serta lembaga
Mathla'ulAnwar sebagai penyelenggara yangmemberikan suasana kondusif demi

tercapainya tujuan pendidikan yaitu perubahan perilaku dan pemuda pedesaan

sebagai subjek yang aktif dan kreatif pada konteks partisipatif di dalam kegiatan

19

pelatihan tersebut atau seperti yang dikemukakan oleh Paul (1987 : 24) sebagai
berikut : "...participation refers to an active process where by beneficiaries

influence the direction and execution ofdevelopment projects rather than merely
receive a share of project benefits." Pernyataan tersebut mendukung adanya
gambaran keterlibatan peserta pelatihan mulai dari tahap pembuatan keputusan,
penerapankeputusan, penikmatan hasil dan sampai pada evaluasi.
4. Pemberdayaan.

Kata pemberdayaan harus diucapkan secara hati-hati, agar tidak

terpeleset menjadi "memperdayakan". Penggunaan kata "empowerment" dan
"empower" diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi pemberdayaan dan
memberdayakan. Menurut Merriam Webster dan Oxford English Dictionery kata
"empower" mengandung dua arti. Pengertian pertama adalah to give power or
authority to, dan pengertian kedua berarti to give ability to or enable. Dalam

pengertian pertama, diartikan sebagai memberikan kekuasaan, mengalihkan

kekuatan, atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain. Sedangkan, dalam
pengertian kedua, diartikan sebagai upaya untuk memberi kemampuan atau
keberdayaan. Dan pengertian istilah yang kedua inilah yang digunakan pada tesis
ini.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka proses pemberian kemampuan

atau keberdayaan pada intinya adalah upaya pendidikan yangbertqjuan untuk

membangkitkan kesadaran dari pada peserta pelatman^alrf^^^^jang
dimilikinya, memiliki keinginan, motivasi dan kemampuib Untuk ftemaflfaatftai

20

sumber daya alam yang dalam hal ini berkaitan dengan agribisnis dan pada
akhirnya dapat meningkatkan taraf hidup dari para peserta pelatihan. Dan
langkah-langkah yang dilakukan dalam proses menumbuhkan keberdayaan
tersebut adalah (a) belajar dilakukan pada kelompok kecil yaitu 5 orang; (b)
pemberian tanggung jawab yang lebih besar diberikan kepada peserta pelatihan

selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran; (c) kepemimpinan kelompok

dilakukan oleh dan dari peserta pelatihan sendiri; (d) sumber belajar hanya
bertindak sebagai fasilitator; (e) dalam proses kegiatan belajar berlangsung secara
demokratis; (f) metode dan teknik pembelajaran digunakan yang dapat
menumbuhkan rasa percaya diri peserta pelatihan; (g) dan tujuan akhir adalah
untuk dapat meningkatkan taraf hidupdari para peserta pelatihan.

BAB III

PROSEDUR PENELITIAN

Dalam suatu penelitian, peneliti harus menentukan metode yang akan
dipergunakan, hal ini menurut Nazir (1983 : 51) dengan ditentukannya metode
penelitian, maka akan

memandu seorang peneliti mengenai umtan-umtan

bagaimana penelitian itu dilakukan. Selanjutnya, Surachmad (1982 : 131)
mengatakan bahwa, "Metode mempakan cara utama yang dipergunakan untuk
mencapai tujuan". Oleh karenanya, pada bab BJ ini peneliti mencoba untuk
memaparkan prosedur dari penelitian yang dilakukan.
A. Metode Penelitian

Penelitian ini bermaksud memperoleh gambaran secara mendalam
tentang "Model Pengentasan Kemiskinan Bagi Pemuda Pedesaan Melalui Sistem

Orang Tua Angkat". Untuk mencapai tujuan tersebut peneliti mempergunakan
pendekatan

kualitatif.

Dan

pendekatan

kualitatif itu

didasarkan

atas

fenomenologis, yang menurut Marleau-ponty (dalam Brower, 1983 : 3),

"Fenomenologi dianggap sebagai cara pendekatan dan gaya berfikir. Jika saya
mengetahui tentang dunia, saya mengetahuinya dari sudut pandangan saya yang

khas atau berdasarkan pengalaman saya tentang dunia" Dengan kata lain

fenomenologi pada dasarnya bertujuan untuk memperoleh pemahaman dan
pengertian tentang perilaku manusia ditinjau dari aktor peiaku manusia itu
sendiri.

56

57

Menurut Bogdan dan Taylor (1975 : 5) dalam Moleong (1993 : 3),
mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
diamati. Dan oleh Nasution (1992 : 5) dikatakan bahwa, "Penelitian kualitatif

pada hakikatnya adalah

mengamati orang dalam lingkungan hidupnya,

berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka

tentang dunia sekitarnya ". Oleh karena itu dalam mengumpulkan datanya

dilakukan melalui kontak langsung dengan subjek yang diteliti pada tempat
dimana mereka melaksanakan kegiatannya dan dalam waktu yang relatif cukup
lama.

Selanjutnya Bogdan dan Biklen (1990 : 33-36), mengemukakan ciri-ciri
penelitian kualitatif, yaitu : (1) Sumber data dalam penelitian kualitatif ialah

situasi yang wajar atau natural setting dan peneliti mempakan instrumen kunci;
(2) Riset kualitatif itu bersifat deskriptif; (3) Riset kualitatiflebih memperhatikan
proses ketimbang hasil atau produk semata; (4) Periset kualitatif cenderung

menganalisa data secara induktif; dan (5) Makna mempakan soal esensial bagi
pendekatan kualitatif.

Disamping ciri-ciri yang telah diungkapkan tadi, dapat pula ditambahkan

sesuai dengan pendapat Nasution (1992 : 9-12) sebagai berikut

: (6)

Mengutamakan data langsung atau first hand; (7) Triangulasi; (8) Menonjolkan

rincian kontekstual; (9) Subjek yang diteliti dipandang berkedudukan sama
dengan peneliti; (10) Mengutamakan perspektif emic; (11) Verifikasi, termasuk

58

kasus negatif; (12) Sampling yang purposif; (13) Menggunakan Audit trail; (14)
Pertisipasi tanpa mengganggu; (15) Mengadakan analisis sejak awal penelitian;
dan (16) Desainpenelitian tampil dalam proses penelitian.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut di atas, peneliti berkomunikasi secara

langsung dengan subjek yang diteliti serta mengamati mereka dari sejak awal
sampai akhir proses penelitian. Fakta atau data itulah yang diberi makna sesuai
dengan teori-teori yang terkait dengan fokus masalah yang diteliti. Hal ini sesuai
dengan pandangan Bogdan dan Biklen (1990 : 38), dalam pendekatan kualitatif,
"Peneliti berusaha memahami dan menafsirkan makna dari suatu peristiwa dan
interaksi perilaku manusia dalam situasi tertentu". Dalam upaya menemukan

fakta dan data secara alamiah itulah, yang melandasi peneliti menetapkan untuk
menggunakan pendekatan metodekualitatifterhadap permasalahan yang diteliti.
B. Subjek Yang Diteliti

Arikunto (1993 :102) mendefinisikan subjek penelitian adalah "benda,

hal atau orang dan tempat dimana data yang dipermasalahkan melekat".
Selanjutnya dijelaskan perbedaan antara responden penelitian dan sumber data.
Responden penelitian adalah orang yang dapat merespon, memberi informasi

tentang data penelitian. Sedangkan sumber data adalah benda, hal atau orang dan
tempat dimana peneliti mengamati, membaca, atau bertanya tentang data.

Sesuai dengan penelitian kualitatif yang mengangkat datanya dari kasus,

dan sebagai suatu studi yang mendalam tentang subjek penelitian serta jangka
waktu yang relatif culup lama. Karenanya keanekaragaman responden lebih

59

diutamakan, agar informasi-informasi yang beranekaragam dan lebar dapat
diperoleh, yang pada akhirnya akan mencapai kedalaman penggalian masalah.
Oleh karena itu subjek penelitian ditentukan secara purposive sampling, dimana
dilakukan dengan mengambil anggota kelompok sasaran yang terpilih oleh
peneliti, menumt ciri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel itu. Menumt

Nasution (1992 : 11), "Metode kualitatiftidak menggunakan populasi dan sampel
yang banyak. Sampelnya biasanya sedikit dan dipilih menumt tujuan (purposive)

penelitian". Dengan kata lain, sampling yang purposive adalah sampel yang
dipilih dengan cermat hingga relevan dengan disain penelitian.

Berkaitan dengan pemilihan sampel secara purposive (bertujuan),

Moleong (1993 : 165-166), mengemukakan bahwa ciri-ciri sampel yang
bertujuan, adalah sebagai berikut : (1) Rancangan sampel yang muncul: sampel
tidak dapat ditentukan atau ditarik terlebih dahulu; (2) Tujuan memperoleh
variasi sebanyak-banyaknya hanyadapat dicapai apabila pemilihan satuan sampel
dilakukan, jika satuan sebelumnya sudah dijaring dan dianalisis; (3) Pada

mulanya setiap sampel dapat sama kedudukannya, namun sesudahmakin banyak
informasi yang masuk dan makin mengembangkan pertanyaan penelitian, maka
ternyata bahwa sampel makin dipilih atas dasar fokus penelitian; dan (4) Pada

sampel bertujuan, jumlah sampel ditentukan oleh pertimbangan informasi yang
diperlukan. Jika sudah terjadi pegulangan informasi, maka penarikan sampel pun
sudah dapat diakhiri.

60

Berdasarkan perambangan-pertimbangan yang diungkapkan tadi, maka

dalam penelitian ini sebagai satuan kajian (unit of analysis) adalah sekelompok
pemuda yang berjumlah lima orangdan berdomisili di Desa Sukajaya Kecamatan

Cadasari Kabupaten Pandeglang yang mengikuti kegiatan pelatihan yaitu
keterampilan dibidang pertanian. Secara keseluruhan peserta pelatihan ini

berjumlah 25 orang yang tersebar dibeberapa desa dan kecamatan yang terbagi
dalam lima kelompok. Selain itu, untuk keperluan triangulasi sebagai pelengkap
informasi, peneliti memanfaatkan pula para informan yakni mereka yang
dipandang dapat memberikan informasi penting atau tambahan terhadap fokus
permasalahan yang diteliti.
C. Tahapan Kegiatan Penelitian

Yang dimaksud tahapan kegiatan penelitian adalah langkah-langkah

kegiatan yang dilakukan oleh peneliti selama proses penelitian berlangsung.
Menurut Nasution (1992 : 33 - 34), "Tahap-tahap dalam penelitian kualitatif

tidak mempunyai batas-batas yang tegas oleh sebab disain serta fokus penelitian
dapat mengalami perubahan, jadi bersifat emergent". Walaupun demikian dapat

dibedakan dalam garis besarnya, ada tiga tahap yaitu : Tahap orientasi, tahap
eksploitasi, dan tahap membercheck.
1. Tahap Orientasi

Pada tahap awal penelitian ini, peneliti mengadakan kunjungan ke
lapangan untuk melihat gambaran umum yang ada dilapangan sehingga dapat
dijadikan topik penelitian. Pada saat wawancara dan observasi pertama masuk

61

lapangan, peneliti mengajukan pertanyaan yang sangat umum dan terbuka agar
memperoleh informasi yang sangat luas mengenai hal-hal yang umum di lapangan
itu. Informasi yang luas mengenai hal-hal yang menonjol, menarik, penting dan
berguna untuk diteliti selanjutnya secara mendalam dan itulah yang nantinya
dipilih sebagai fokus penelitian.

Dalam orientasi ini peneliti berhasil mendapatkan informasi tentang
program pengentasan kemiskinan melalui sistem orang tua angkat untuk pemuda

desa dengan kegiatan pendidikan keterampilan dibidang pertanian dan lokasinya
di Desa Sukajaya Kecamatan Cadasari Kabupaten Pandeglang. Dan kegiatan ini
dilaksanakan oleh Non Governance Organization (NGO) Mathla'ul Anwar.
Kemudian peneliti membaca kepustakaan yang relevan terutama masalah
kemiskinan dan pendidikan luar sekolah.
Hasil orientasi dan kegiatan membaca buku-buku tersebut tersusunlah disain

penelitian sementara untuk diseminarkan. Setelah disemittarkan dan memperbaiki
disain penelitian berdasarkan hasil pengarahan dalam seminar pra disain dan
mengadakan

konsultasi dengan pembimbing penelitian dan penulisan tesis.

Barulah peneliti turun ke lapangan secara penuh. Dikatakan penuh, karena
peneliti masuk menjadi anggota pengurus wilayah Mathla'ul Anwar Jawa Barat.
2. Tahap Eksplorasi

Pada tahap ini, peneliti mengadakan penelitian langsung kelapangan
dengan persiapan yang dianggap telah cukup matang, untuk menggali data dan
informasi dari responden yang didasarkan pada fokus penelitian. Dengan fokus

62

yang lebih jelas, sehingga dapat dikumpulkan data yang lebih terarah dan lebih

spesifik. Observasi ditujukan kepada hal-hal yang adahubungannya dengan fokus.
Wawancara juga tidak lagi umum dan terbuka, akan tetapi sudah berstruktur,

untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam mengenai aspek-aspek yang

menonjol dan penting yang diperoleh berdasarkan wawancara dan observasi pada
tahap orientasi.

Untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam, diperlukan

informasi dari yang kompeten dan mempunyai pengetahuan yang cukup banyak
tentang masalah yang diteliti. Oleh karena itu selain pencarian data dilokasi

penelitian, peneliti mencari informasi dilembaga pemerintah yang khusus
menangani masalah pengentasan kemiskinan.
3. Tahap Member - Check

Tahap eksplorasi dengan tahap member-check tidak mempakan dua fase
yang berurutan secara mutlak melainkan sebagai siklus yang dapat memantapkan

data dan informasi, sehingga memiliki tingkat kebenaran yang tinggi. Tahap
member-check adalah untuk mengadakan verifikasi data yang telah terkumpul
dari responden dan dicek kembali oleh mereka hinggadata tersebutsesuai dengan
maksud responden. Jika terdapat kekeliruan peneliti memberikan kesempatan
kepada responden untuk memperbaikinya.

Selain dari tahap-tahap penelitian yang diuraikan di atas, peneliti juga
melaksanakan kegiatan triangulasi, hal ini untuk membuktikan kebenaran dari

informasi yangdiperoleh. Data yang diberikanoleh suatu responden diperiksa lagi

63

kebenarannya kepada responden lainnya sampai diperoleh persamaan. Sesuai
dengan pendapat Nasution (1992 -112) yangmenjelaskan bahwa " Pola itu harus
diakui dan diterima kebenarannya oleh sumber informasi, dan selain itu data

tersebut harus dibenarkan oleh sumber atau informasi lainnya". Selain itu guna
menjaga kerahasian informasi tersebut, maka semua informasi yang diberikan
responden hanya diketahui peneliti. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut, maka

digunakanlah kode initial huruf S (subjek), untuk responden satu diberi kode S. 1.

dan untuk responden dua menjadi S. 2. dan setemsnya. Demikian juga kepada
para informan sebagai triangulasi, penyajian datanya diberi kode initial huruf I

(informan), untuk informan satu diberi kodeI. 1. dan untuk informan dua menjadi
I. 2. dan begitu untuk setemsnya.
D. Teknik Pengumpulan Dan Analisis Data.

Uraian ini terdiri atas tiga bagian yaitu instrumen dan teknik
pengumpulan, serta analisa data.

1. Instrumen Pengumpulan Data

Dalam upaya menemukan fakta dan informasi (data) pada penelitian ini,
kedudukan peneliti menjadi instrumen utama (human instrument) untuk

menjaring fakta dan informasi yang diperlukan dari responden. Hal ini diartikan
oleh Nasution (1992 : 55) bahwa peneliti itu sendiri sebagai alat untuk merekam
informasi selama berlangsungnya penelitian.

Peneliti sebagai instrumen penelitian itu sangat serasi untuk penelitian
kualitatif, karena manusia menumt Moleong (1992 : 121-124) memiliki ciri-ciri

64

sebagai berikut : adaptabilitas, responsif, imajinatif, kreatif dan mempunyai
kemampuan untuk mengklasifikasi sesuatu yang kurang dipahami responden,
serta berkemampuan idiosinkretik, yakni mampu menggali sesuatu yang tidak
direncanakan, tidak diduga atau tidak lazim terjadi yang sangat memperdalam
makna penelitian.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah observasi
partisipasi, wawancaradan studi kepustakaan.
a. Observasi partisipasi

Observasi partisipasi dilakukan dengan maksud mendapatkan data yang
lebihbanyak, mendalam dan lebih rinci. MenumtPatton (dalam Nasution, 1992 :
60) "Participant observation is the most comprehensive of all types ofreseach

strategies". Untuk menjadi partisipan dan sekaligus pengamat, maka peneliti tumt
serta dalam berbagai peristiwadan kegiatandari subjekyang diteliti.

Peneliti memandang yang diobservasi sebagai subjek. Bila peneliti tidak

dapat dengan segera memahami makna sesuatu kejadian di lokasi, para subjek
(sumber informasi) dapat membantu menjelaskannya, sehingga pemaknaannya
padahal-hal tertentu disusun secarabersama-sama antara peneliti dengan subjek.
Namun peneliti berusaha untuk tidak mengganggu aktivitas para subjek
(responden) selama dalam penelitian.

Tingkat partisipasi dalam observasi ini adalah partisipasi penuh. Oleh
Nasution (1992 : 62) dinyatakan, "Partisipasi penuh terjadi bila peneliti menjadi

65

anggota kelompok dan menjadi orang dalam seperti anggota bias