Efektivitas metode CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam pembelajaran aqidah akhlak DI MTs Mathla’ul Anwar Cemplang Desa Sukamaju Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor
MATHLA’UL ANWAR CEMPLANG DESA SUKAMAJU KECAMATAN
CIBUNGBULANG KABUPATEN BOGOR
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana
Pendidikan
Oleh Akmat Sholeh
NIM: 1810011000061
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
(2)
(3)
(4)
(5)
v
(6)
vi
Tiada kata yang lebih terpuji selain menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Karena dengan ridho-Nya penulis dapat rampungkan skripsi ini. Sholawat dan salam yang ditetapkan Alllah SWTatas junjungan alam Nabi Muhammad SAW sebagai penghulu Arab yang telah membawa kedamaian dan rahmat bagi semesta alam, para sahabat, keluarga, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Penulisan skripsi ini di susun guna memenuhi persyaratan yang harus ditempuh dalam menyelesaikan program studi sarjana pendidikan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penulisan skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu untuk terwujudnya skripsi ini, ucapan terimakasih penulis tak lupa tujukan kepada :
1. Nurlena Rifai Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta seluruh jajarannya, baik bapak/ibu dosen yang telah membekali penulis dengan ilmu pengetahuan, maupun para staf yang telah membantu kelancaran administrasi;
2. Dr. Abd. Madjid Khon, M. Ag, Kepala Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. A. Basuni, MA. dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya, pikiran dan kesabaran yang teramat tulus disela-sela kesibukannya yang luar biasa untuk memberikan bimbingan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi. Terima kasih Bapak.
4. Para dosen yang telah memberikan pengalaman dan ilmunya kepada penulis dengan ikhlas dan sabar selama masa kuliah.
(7)
vii
memberikan bantuan dan beasiswa sampai penulis menyelesaikan studi;
6. Seluruh pengurus Yayasan Mathla’ul Anwar telah membantu penulis dalam mengumpulkan data.
7. Bapak H. Nahruddin Muchtar, BA selaku kepala MTs. Mathla’ul Anwar Cemplang yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
8. Seluruh guru, staf, dan siswa/I MTs. Mathla’ul Anwar Cemplang. 9. Kepada kedua orangtua saya Bapak Suparmin dan Ibu Kamini yang
sangat saya cintai. Terlalu banyak pengorbanan yang diberikan dari sejak lahir sampai sekarang, rasanya ananda tidak bisa membalasnya. Ananda hanya berdo’a kepada Allah SWT, sebab hanya Allah lah yang mampu membalasnya.
10. Seluruh teman yang seperjuangan dan sepenanggungan, yaitu anak PAI Dual Mode System. Terima kasih banyak dan sukses selalu. Hanya kepada Allah jua lah penulis mengucapkan syukur atas semua karunia-Nya. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangannya, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikannya, sehingga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Jakarta, 15 April 2014
Akmat Sholeh NIM: 1810011000061
(8)
viii
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN PENULIS ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
ABSTRAKSI ... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Pembatasan Masalah ... 6
D. Perumusan Masalah ... 6
E. Tujuan Penelitian ... 7
F. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II KAJIAN TEORI TENTANG PENERAPAN METODE CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) DAN PENDIDIKAN AQIDAH AKHLAK A. Kajian Tentang Metode CTL (Contextual Teaching and Learning) ... 8
1. Pengertian Metode ... 9
2. Pengertian CTL (Contextual Teaching and Learning) 10
3. Prinsip Dasar CTL (Contextual Teaching and Learning) ... 13
4. Penerapan Metode CTL (Contextual Teaching and Learning) Secara Garis Besar ... 15
5. Lagkah-langkah Pembelajaran CTL………... 17
B. Kajian Tentang Pembelajaran Aqidah Akhlak ... 22
(9)
ix
4. Macam-macam Akhlak ... 25
5. Kebutuhan Anak Terhadap Pendidikan Aqidah-Akhlak 31 6. Faktor yang Mempengaruhi Pendidikan Aqidah-Akhlak 33 7. Tujuan Mempelajari Aqidah-Akhlak ... 36
8. Penerapan Metode CTL (Contextual Teaching and Learning) Dalam Pendidikan Akhlak ... 39
C. Kerangka Berpikir ... 41
D. Pengajuan Hipotesis ... 43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian……… 44
B. Metode dan Desain Penelitian……… 44
C. Variabel Penelitian ………... 44
D. Populasi dan Sampel……….. 45
E. Teknik Pengumpulan Data...……….. 45
F. Teknik Analisis Data……….. 47
BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN A. Gambaran Umum MTs. Mathlaul Anwar Cemplang……. 48
1. Sejarah Berdirinya MTs. Mathlaul Anwar Cemplang . 48 2. Visi dan Misi Sekolah ... 49
3. Keadaan Guru dan Siswa ... 49
4. Sarana dan Prasarana ... 51
5. Kurikulum MTs. Mathlaul Anwar Cemplang... 52
B. Deskripsi Data ... 53
1. Pelaksanaan Penelitian……… 53
2. Pelaksanaan Metode CTL dalam Pembelajaran Aqidah Akhlak di MTs. Mathlaul Anwar Cemplang………… 54
C. Hasil Belajar Siswa Sebelum dan Sesudah diTerapkan Metode CTL ... 56
(10)
x
B. Saran ... 65 C. Kata Penutup ... 66 DAFTAR PUSTAKA ... 68 LAMPIRAN-LAMPIRAN ...
(11)
xi
ABSTRAKSI
Akmat Sholeh (1810011000061). Efektivitas Metode CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam Pembelajaran Aqidah Akhlak di MTs. Mathlaul Anwar Cemplang Desa Sukamaju Kec. Cibungbulang Kab. Bogor.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas penggunaan metode Contexktual Teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran aqidah akhlak ( Studi Kasus di MTs.Mathla’ul Anwar Cemplang) .
Secara operasional yang dimaksud metode CTL pada penelitian ini adalah salah satu alternative emetode / cara yang dapat dipakai oleh guru dikelas dengan tujuan dapat memecahkan suatu masalah berdasarkan pengalaman nyata siswa yang ada di kehidupanya sehari-hari/ masyarakat. Sedangkan pembelajaran aqidah akhlak merupakan hal yang penting dalam islam, seakan- akan tidak ada ajaran agama kecuali akhlak.Oleh karena itu akhlak menjadi pondasi hidup manusia, dari tata cara berpikir, berbicara, berprilaku seorang manusia, karena semua manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan fitrah (sempurna).
Semakin baik metode CTL yang dilaksanakan dalam pembelajaran aqidah akhlak maka semakin baik juga hasil belajar siswa. Metode analisis data yang digunakan adalah one group pretest-posttest disain dengan taraf 5 %.
Data tentang efektifitas penggunaan metode CTL dalam pembelajaran aqidah akhlak diperoleh hasil ulangan yang di isi oleh siwa/I di MTs. Mathla’ul Anwar Cemplang. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus uji t diperoleh t hitung sebesar 2,84. Kemudian hasil tersebut dibandingkan dengan t table dengan taraf signifikan 5% adalah 2,02, berarti t hitung lebih besar dari pada t table. Dengan demikian hipotesis
(12)
xii
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa metode CTL dapat menigkatkan hasil belajar pelajaran aqidah akhlak dengan nyata di MTs.Mathla’ul Anwar Cemplang. Hal ini menunjukkan bahwa metode CTL memiliki peranan penting dalam meningkatkan hasil belajar pembelajaran aqidah akhlak dengan nyata di MTs. Mathla’ul Anwar Cemplang.
(13)
1 A. Latar Belakang Masalah
Globalisasi yang berlangsung dan melanda masyarakat muslim Indonesia sekarang ini menampilkan sumber dan watak yang berbeda yaitu arahnya lebih condong kesumber globalisasi dari barat. Dimana keterbukaan, kebebasan, gaya hidup, sosial, nilai-nilai mampu merubah kepribadian dan prilaku manusia, terutama untuk kaum remaja yang masih butuh bimbingan yang kontinue dan pendidikan yang luas. Dalam kehidupan, prilaku seseorang merupakan tolok ukur terhadap nilai seseorang sehingga tinggi rendahnya derajat seseorang sangat tergantung dari prilakunya.
Tingkah laku sebagai barometer, sedangkan tingkah laku yang baik seseorang akan selamat dunia akhiratnya. Banyak disebutkan dalam Al-Qur’an maupun Hadits Nabi SAW. Di antara ayat Al-Qur’an yang dapat dipakai sebagai landasan prilaku yang baik antara lain surat Al-Ahzab ayat 21:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (QS. Al-Ahzab [33] : 21).1
Jelaslah bahwa Rasulullah sebagai cerminan tingkah laku yang baik untuk setiap manusia yang ada di penjuru dunia.
Akhlak merupakan hal yang penting dalam Islam, seakan-akan tidak ada ajaran agama kecuali akhlak. Oleh karena itu akhlak menjadi pondasi hidup
1
(14)
manusia, dari tatacara berpikir, berbicara, berprilaku seorang manusia, karena semua manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan fitrah (sempurna).
Pentingnya akhlak tidak terbatas pada perseorangan saja, tetapi penting juga untuk masyarakat umat manusia seluruhnya. Hidup tidak akan bermakna tanpa akhlak yang mulia, jadi akhlak yang mulia adalah dasar pokok untuk menjaga bangsa, negara, rakyat, dan masyarakat. Karena bahaya krisis akhlak bagi kita semua jauh lebih besar dari pada kehancuran apapun di dunia ini baik pada hal-hal yang dapat dihitung, dirasa dan diraba.
Pendidikan akhlak merupakan tindakan yang terpenting dan harus dipersiapkan untuk masa depan seseorang. Orang tua mempunyai kewajiban untuk menanamkan akhlakul karimah pada anak-anaknya yang dapat membahagiakan di alam kehidupan dunia dan akhirat.2 Dalam keluarga pendidikan akhlakul karimah sangat penting bagi orang tua untuk anak-anaknya, sebagaimana yang telah difirmankan Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Luqman ayat 14:
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”.(QS. Luqman [31] : 14).3
Ayat tersebut menunjukkan dan menjelaskan bahwa tekanan utama pendidikan keluarga dalam Islam adalah pendidikan Akhlak, yaitu dengan jalan melatih anak membiasakan hal-hal yang baik, menghormati kedua orang tua, bertingkah laku sopan baik dalam prilaku keseharian maupun dalam bertutur kata,
2
Khalik Al-M usaw i, Bagaimana M embangun Kepribadian Anda, (Jakart a: Lent era, 1999), h. 21.
3
(15)
karena pengalaman-pengalaman sensorial yang dialami anak usia dini merupakan dasar semua pembelajaran sehingga anak memperoleh bekal yang maksimal bagi hidupnya kelak.4
Keluarga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh besar dalam membentuk akhlak yang mulia serta ikut menentukan keberhasilanya, begitu juga dengan beberapa faktor lain seperti: (1) faktor lingkungan, karena lingkungan merupakan guru ketiga yang bisa mempengaruhi perkembangan anak. (2) Faktor pergaulan sehari-hari, dengan banyaknya seseorang yang tidak peduli dengan norma-norma yang digariskan dalam daerah tersebut, maka dia akan dicemooh dan dikucilkan masyarakat, baik hal berpakaian, berprilaku atau kebiasaan-kebiasaan lain, sebab manusia akan dihargai orang lain bukan karena kekayaan harta dan keturunannya melainkan karena baiknya akhlak dan prilakunya. (3) Faktor globalisasi yang berlangsung pada masa sekarang, (4) strategi dan teknik mendidik akhlak itu sendiri di sekolah. (5) kualitas dan prilaku guru yang menjadi panutan muridnya.
Setiap orang tua dan semua guru ingin membina anak agar menjadi orang yang baik, mempunyai kepribadian yang kuat dan sikap mental yang sehat dan akhlak terpuji. Semua itu dapat diusahakan melalui pendidikan, baik formal maupun informal. Setiap pengalaman yang dilalui anak, baik melalui penglihatan, pendengaran, maupun perlakuan yang diterimanya akan ikut menentukan pembinaan pribadinya.5 Maka dari itu, berbagai cara diupayakan oleh para orang tua dalam mendidik dan membina akhlak anak-anaknya. Para orang tua yang merasa tidak cukup anak-anaknya dibina di rumah, berlomba-lomba memasukkannya ke berbagai sekolah maupun pondok pesantren. Dengan demikian tugas terpenting bagi seorang guru atau pendidik terhadap anak adalah senantiasa menasehati dan membina akhlak mereka, serta membimbing agar tujuan utama mereka dalam menuntut ilmu adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
4
Anit a Yus, M odel Pendidikan Anak Usia Dini, (Jakart a: Pr enada M edia Group, 2011), Cet .ke-2, h. 2
5
(16)
Seorang guru hendaknya dapat memilih metode pembelajaran yang tepat untuk mendidik akhlak peserta didik, karena hal ini sangat berpengaruh terhadap kemudahan seorang guru dalam menerapkan akhlakul karimah pada diri peserta didik. Dan pastinya menentukan keberhasilan pembentukkan akhlak mulia tersebut. Permasalahan terbesar yang dihadapi para peserta didik sekarang (siswa) adalah mereka belum bisa menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dan bagaimana pengetahuan itu akan digunakan. Hal ini dikarenakan cara mereka memperoleh informasi dan motivasi diri belum tersentuh oleh metode yang betul-betul bisa membantu mereka. Para siswa kesulitan untuk memahami konsep-konsep akademis, karena metode mengajar yang selama ini digunakan oleh pendidik (guru) hanya terbatas pada metode ceramah. Di sini lain tentunya siswa tahu apa yang mereka pelajari saat ini akan sangat berguna bagi kehidupan mereka di masa datang, yaitu saat mereka bermasyarakat atau saat di tempat kerja kelak. Oleh karena itu diperlukan suatu metode yang benar-benar bisa memberi jawaban dari masalah ini. Salah satu metode yang bisa lebih memberdayakan siswa adalah pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning / CTL).
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sistem pembelajaran yang cocok dengan kinerja otak, untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna, dengan cara menghubungkan muatan akademis dengan konteks kehidupan sehari-hari peserta didik. Hal ini penting diterapkan agar informasi yang diterima tidak hanya disimpan dalam memori jangka pendek, yang mudah dilupakan, tetapi dapat disimpan dalam memori jangka panjang sehingga akan dihayati dan diterapkan dalam tugas pekerjaan.
Model CTL ini disebut pendekatan kontekstual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.6
6
ht t p:/ / blog.umy.ac.id/ igoput ra/ 2012/ 01/ 16/ met ode-pembelajaran-ct l-cont ext ual-t eaching-and-learni ng/ . Diakses pada 5 Desem ber 2013 pk.21.00.
(17)
Ada beberapa alasan mengapa metode kontekstual menurut Depdiknas (2003) menjadi pilihan yaitu: (1) Sejauh ini pendidikan kita masih didominasi oleh pemandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar. Untuk itu, diperlukan sebuah strategi belajar baru yang lebih memperdayakan siswa. Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa menghafalkan fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri, (2) Melalui landasan filosofi konstruksivisme, CTL dipromosikan menjadi alternatif strategi belajar yang baru. Melalui strategi belajar metode kontekstual, siswa diharapkan belajar melalui mengalami bukan menghafal.7
Demikian halnya di MTS Mathla’ul Anwar Cemplang Sukamaju Cibungbulang, kota Bogor yang memilih menggunakan model CTL, guru membina akhlak peserta didik dengan menggunakan metode tersebut, sehingga peserta didik dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas maka penulis akan mengadakan penelitian dan pembahasan skripsi yang berjudul “Efektifitas Metode CTL (Contextual Teaching And Learning) Dalam Pembelajaran Aqidah Akhlaq Di Sekolah Mts Mathla’ul Anwar Cemplang Sukamaju Cibungbulang Bogor”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, penulis mengidentifikasi beberapa permasalahan di antaranya adalah:
1. Pentingnya aqidah akhlak dalam Islam dan merupakan tindakan yang harus dipersiapkan untuk masa depan.
7
Ujang Nur din, M et ode Cont ext ual Teaching and Learning (CTL), ht t p:/ / capit al-lect ure.blogspot .com/ 2012/ 09/ m et ode-cont ext ual-t eaching-and-l earning.ht ml. Diakses pada 5 Desem ber 2013 pk.14.15.
(18)
2. Bagaimana hubungan pentingnya metode CTL dengan pendidikan aqidah akhlak di sekolah .
3. Faktor pergaulan sehari-hari yaitu dengan banyaknya seseorang yang tidak peduli dengan norma-norma yang digariskan dalam suatu daerah.
4. Faktor globalisasi yang berlangsung pada masa sekarang ini.
5. Akhlak negatif masih banyak mewarnai perilaku anak didik bahkan juga beberapa pendidik kita, sebutlah aksi tawuran antar pelajar dan kebocoran soal-soal ujian nasional.
6. Kurang terlaksananya metode CTL pada sekolah-sekolah sehingga pengetahuan tentang akhlak yang dimiliki siswa hanya bersifat kognitif (pengetahuan) tidak mencapai ranah afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan).
C. Pembatasan Masalah
Untuk memperoleh gambaran yang jelas dalam memahami isi kandungan skripsi yang merupakan cerminan judul, maka penulis menganggap perlu untuk memberikan batasan. Untuk membatasi persoalan dalam kajian dan penelitian ini, Perlu dikemukakan bahwa penulis tidak mengkaji dan meneliti permasalahan secara meluas. Penulis hanya akan meneliti permasalahan terkait:
1. Pelaksanaan metode CTL yang dilakukan guru dalam pembelajaran aqidah akhlak di MTS Mathla’ul Anwar Cemplang Sukamaju Cibungbulang.
2. Penerapan metode CTL dapat meningkatkan pendidikan aqidah akhlak di MTS Mathla’ul Anwar Cemplang Sukamaju Cibungbulang.
D.Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang diuraikan di atas, berikut rumusan masalah yang hendak dicoba untuk dikaji yaitu:
1. Apakah penerapan metode CTL dapat meningkatkan pendidikan aqidah akhlak di MTS Mathla’ul Anwar Cemplang Sukamaju Cibungbulang?
(19)
E. Tujuan Penelitian
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mempunyai tujuan sekaligus kegunaan , yaitu :
1. Untuk mengetahui dan mebuktikan bahwa model CTL benar-benar dapat meningkatkan pendidikan aqidah akhlak di MTS Mathla’ul Anwar Cemplang Sukamaju Cibungbulang?
F. Manfaat penelitian
1. Secara akademik penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan kepada pengembangan pembelajaran, khusunya metode CTL dalam pendidikan aqidah akhlak .
2. Menjadi masukan dan acuan bagi lembaga pendidikan lain yang berkeinginan untuk melakukan pengembangan metode CTL dalam pembelajaran aqidah akhlak .
3. Menjadi referensi bagi pembaca yang ingin mengetahui kajian mengenaimetode CTL dalam pembelajaran aqidah akhlak .
(20)
8
(CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) DAN PENDIDIKAN AQIDAH
AKHLAK
A. Metode CTL
Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning-CTL) merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang banyak dibicarakan orang. Berbeda dengan strategi-strategi yang telah kita bicarakan sebelumnya, CTL merupakan strategi yang melibatkan siswa secara penuh dalam proses pembelajaran. Siswa didorong untuk beraktivitas mempelajari materi pelajaran sesuai dengan topik yang akan dipelajarinya. Belajar dalam konteks CTL bukan hanya sekedar mendengarkan dan mencatat, tetapi belajar adalah proses berpengalaman secara langsung. Melalui proses berpengalaman itu diharapkan perkembangan siswa terjadi secara utuh, yang tidak hanya berkembang dalam aspek kognitif saja, tetapi juga aspek afektif dan juga psikomotor. Belajar melalui CTL diharapkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang dipelajarinya.1
Ada beberapa alasan mengapa metode kontekstual menurut Depdiknas (2003) menjadi pilihan yaitu: (1) Sejauh ini pendidikan kita masih didominasi oleh pemandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang hams dihafal. Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar.Untuk itu, diperlukan sebuah strategi belajar baru yang lebih memperdayakan siswa.Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa menghafalkan fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri, (2) Melalui landasan filosofi konstruksivisme, CTL dipromosikan menjadi alternatif
1
Wina Sanjaya, St rategi Pembelajaran Berorient asi St andar Proses Pendidikan, (Jakart a: Kencana, 2011), Cet . Ke-8, h.254-255.
(21)
strategi belajar yang baru.Melalui strategi belajar metode kontekstual, siswa diharapkan belajar melalui mengalami bukan menghafal.2
1. Pengertian Metode
Metode berasal dari Bahasa Yunani “Methodos’’ yang berarti cara atau jalan yang ditempuh. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Fungsi metode berarti sebagai alat untuk mencapai tujuan. Adapun pengertian dan definisi metode menurut para ahli antara lain :
a. Titus: Metode adalah rangkaian cara dan langkah yang tertib dan terpola untuk
menegaskan bidang keilmuan.
b. Wiradi: Metode adalah seperangkat langkah (apa yang harus dikerjakan) yang
tersusun secara sistematis (urutannya logis).
c. Ostle (1975): Metode adalah pengejaran terhadap sesuatu untuk memperoleh
sesuatu interelasi.
d. Drs. Agus M. Hardjana: Metode adalah cara yang sudah dipikirkan masak-masak
dan dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah tertentu guna mencapai tujuan yang hendak dicapai.
e. Hebert Bisno (1969): Metode adalah teknik-teknik yg digeneralisasikan dgn baik
agar dapat diterima atau digunakan secara sama dalam satu disiplin, praktek, atau bidang disiplin dan praktek.
f. Max Siporin (1975): Metode adalah sebuah orientasi aktifitas yg mengarah kepada
persyaratan tugas-tugas dan tujuan-tujuan nyata.
g. Rosdy Ruslan (2003:24): Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan
dengan suatu cara kerja (sistematis) untuk memahami suatu subjek atau objek
2
Ujang Nurdin, M et ode Cont extual Teaching and Learning (CTL), ht t p:/ / capit al-lect ure.blogspot.com / 2012/ 09/ m et ode-context ual-teaching-and-learning.ht ml. diakses pada 1 januari 2014, pk.11.03 WIB.
(22)
penelitian, sebagai upaya untuk menemukan jawaban yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan termasuk keabsahannya.
h. Nasir (1988:51): Metode adalah cara yang digunakan untuk memahami sebuah
objek sebagai bahan ilmu yang bersangkutan.
i. Kamus Bahasa Indonesia: Metode adalah cara kerja yg bersistem untuk
memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yg ditentukan.
j. Departemen Sosial RI: Metode adalah cara teratur yg digunakan utk melaksanakan
pekerjaan agar tercapai hasil sesuai dgn yg diharapkan.3
Metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Ini berarti, metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Dengan demikian, metode dalam rangkaian system pembelajaran memegang peran yang sangat penting. Keberhasilan implementasi strategi pembelajaran sangat tergantungpada cara guru menggunakan metode pembelajaran, karena suatu startegi pembelajaran hanya mungkin dapat diimplementasikan melalui penggunaan metode pembelajaran.4
2. Pengertian CTL
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Dari penjelasan tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami. Pertama, CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya
3
Pengert ian dan Definisi M etode, Penelitian dan M etode Penelit ian, ht t p:/ / set iawant opan. w ordpress.com / 2012/ 02/ 22/ m et ode-penelit ian-dan-m et ode-penelitian/ , diakses pada 2 januari 2013, pkl. 00:36 WIB.
4
Wina Sanjaya, St rat egi Pembelajaran Berorientasi St andar Proses Pendidikan, (Jakart a: Kencana, 2011), Cet . Ke-8, h.147.
(23)
proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan bermakna secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan. Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam konteks CTL bukan untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, akan tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.5
Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Untuk memperkuat pengalaman belajar yang aplikatif bagi siswa, tentu saja diperlukan pembelajaran yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan, mencoba, dan mengalami sendiri (learning to do), dan bahkan sekadar pendengar yang pasif sebagaimana penerima terhadap semua informasi yang disampaikan guru. Oleh sebab itu, melalui pembelajaran kontekstual, mengajar bukan transformasi pengetahuan dari guru kepada siswa dengan menghafal sejumlah konsep-konsep yang sepertinya terlepas dari kehidupan nyata, akan tetapi lebih
5
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakart a: Kencana, 2011), Cet . Ke-8, h. 255-256.
(24)
ditekankan pada upaya memfasilitasi siswa untuk mencari kemampuan untuk bisa hidup (life skill) dari apa yang dipelajarinya. Dengan demikian, pembelajaran akan lebih bermakna, sekolah lebih dekat dengan lingkungan masyarakat (bukan dekat dari segi fisik), akan tetapi secara fungsional apa yang dipelajari di sekolah senantiasa bersentuhan dengan situasi dan permasalahan kehidupan yang terjadi di lingkungannya (keluarga dan masyarakat).
Menurut Johnson, CTL memungkinkan siswa menghubungkan isi mata pelajaran akademik dengan konteks kehidupan sehar-hari untuk menemukan makna. CTL memperluas konteks pribadi siswa lebih lanjut melalui pemberian pengalaman segar yang akan merangsang otak guna menjalin hubungan baru untuk menemukan makna yang baru.6
Sementara itu, Howey R, Keneth, mendefinisikan CTL sebagi berikut;
CTL adalah pembelajaran yang memungkinkan terjadinya proses belajar di mana siswa menggunakan pemahaman dan kemampuan akademiknya dalam berbagai konteks dalam dan luar sekolah untuk memecahkan masalah yang bersifat simulatif ataupun nyata, baik sendiri-sendiri maupun bersam-sama.7
Kelebihan dari pendekatan CTL adalah suatu sistem belajar yang mengeluarkan potensi penuh seorang siswa secara ilmiah. Untuk lebih rincinya akan disebutkan satu persatu antara lain:
a. Siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sama
b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan idenya sendiri.
c. Sifat ingin tahu siswa akan berkembang dengan cara bertanya
6
Rusman, Model-model Pembelajaran, (Jakarta: Raja Grafindo Persada ”Rajawali Pers”, 2013), h. 189.
7
Rusman, Model-model Pembelajaran, (Jakarta: Raja Grafindo Persada ”Rajawali Pers”, 2013), h. 189-190.
(25)
d. Siswa akan berpikir kritis dan kreatif untuk mengaitkan informasi baru dengan pengalaman yang telah dimilikinya.8
3. Prinsip Dasar CTL
Prinsip dasar pembelajaran kontekstual adalah agar siswa dapat mengembangkan cara belajarnya sendiri dan selalu mengaitkan dengan apa yang telah diketahui dan apa yang ada di masyarakat, yaitu aplikasi dan konsep yang dipelajari.9
Adapun secara terperinci prinsip pembelajaran kontekstual yang terdapat dalam buku Perencanaan pembelajaran sebagai berikut:
a. Menekankan pada pemecahan masalah.
b. Mengenal kegiatan mengajar terjadi pada berbagai kontek seperti rumah, masyarakat, dan tempat kerja.
c. Mengajar siswa untuk memantau dan mengarahkan belajarnya sehingga menjadi pembelajar yang aktif dan terkendali.
d. Menekankan pembelajaran dalam konteks kehidupan siswa.
e. Mendorong siswa belajar dari satu dengan lainnya dan belajar bersama-sama.
f. Menggunakan penilaian otentik.10
Sedangkan dalam buku Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK adalah sebagai berikut:
1) Merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan mental (developmentally appropriate) siswa.
8
Beberapa Gambaran Tent ang CTL Pembelajaran Aqidah akhlak Bab II, ht t p:/ / gsfaceh.com / pust aka/ skripsi-dan-buku/ 6546-beberapa-gam baran-t ent ang-ctl-pem belajaran-aqidah-akhlak-bab-ii.htm l, diakses pada 3 januari 2014, pk.11.03 WIB.
9
Sum iati & Asra, M etode Pembelajaran ” Seri Pembelajaran Efekt if” , (Bandung: CV. Wacana Prim a, 2009), h. 18.
10
(26)
2) Membentuk kelompok belajar yang saling tergantung (independent learning groups).
3) Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri (self regulated learning).
4) Mempertimbangkan keragaman siswa (disversity of student).
5) Memperhatikan multi-inteligensi (multiple intelligences) siswa.
6) Menggunakan teknik-teknik bertanya (Questioning) untuk meningkatkan pembelajaran siswa, perkembangan pemecahan masalah, dan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
7) Menerapkan penilaian autentik (authentic assessment).11
Dari prinsip-prinsip tersebut diatas sebetulnya hampir memiliki kesamaan satu sama lainnya. Akan tetapi agar lebih efektif dan efisien, maka penyusun dapat digabungkan kedua prinsip tersebut untuk saling melengkapi, yakni:
1) Mengajar siswa untuk memantau dan mengarahkan belajarnya sehingga menjadi pembelajar yang aktif dan terkendali.
2) Menekankan pembelajaran dalam konteks kehidupan siswa.
3) Merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan mental (developmentally appropriate) siswa.
4) Membentuk kelompok belajar yang saling tergantung (independent learning groups).
5) Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri (self regulated learning).
6) Mempertimbangkan keragaman siswa (disversity of student).
7) Menggunakan teknik-teknik bertanya (Questioning) untuk meningkatkan pembelajaran siswa, perkembangan pemecahan masalah dan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
11
Nurhadi.,dkk, Pembelajaran Kont ekst ual dan Penerapannya dalam KBK, (M alang: Universit as Negeri M alang, 2004), Ed. Ke-2, Cet. I, h. 20-21.
(27)
8) Menerapkan penilaian autentik (authentic assessment).
4. Penerapan Metode CTL Secara Garis Besar
Sebuah kelas dikatakan menggunakan metode kontekstual, jika menerapkan tuju komponen utama dalam pembelajaran, yaitu:
a. Konstruktivisme (membentuk)
1) Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal.
2) Pembelajaran harus dikemas menjadi proses "mengkonstruksi" bukan menerima pengetahuan.
b. Inquiry (menemukan)
1) Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman. 2) Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis.
c. Questioning (bertanya)
1) Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai
kemampuan berpikir siswa.
2) Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry.
d. Learning community (masyarakat belajar)
1) Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar.
2) Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri. 3) Tukar pengalaman.
4) Berbagi ide.
e. Modeling (pemodelan)
1) Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar.
2) Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya.
f. Reflection (refleksi)
(28)
2) Mencatat apa yang telah dipelajari.
3) Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok.
g. Authentic assessment (penilaian yang sebenarnya)
1) Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa. 2) Penilaian produk (kinerja).
3) Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual Karakteristik pembelajaran CTL yaitu:
a) Kerjasama
b) Saling menunjang
c) Menyenangkan, tidak membosankan
d) Belajar dengan bergairah e) Pembelajaran terintegrasi f) Menggunakan berbagai sumber g) Siswa aktif
h) Sharing dengan teman i) Siswa kritis guru kreatif
j) Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain
k) Laporan kepada orang tua bukan hanya raport tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain.12
CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Metode CTL dalam kelas cukup mudah.
12
Ujang Nurdin, M et ode Cont extual Teaching and Learning (CTL), ht t p:/ / capital-lect ure.blogspot.com / 2012/ 09/ m et ode-context ual-teaching-and-learning.ht ml.diakses pada 3 januari 2014, pk.11.03 WIB.
(29)
5. Langkah-Langkah Pembelajaran CTL
Menurut Dr. Kokom Komalasari, M.Pd.dan Rudi Hartono sebagai berikut: a. Menurut Dr. Kokom Komalasari, M.Pd. yaitu
1) Kegiatan Awal (10 Menit)
a) Mengajak siswa membayangkan sebuah perjalanan yang
mengasyikkan dengan modal sebuah peta.
b) Memberikan pertanyaan kepada siswa: (a) apa fungsi peta tersebut dalam perjalanan, (b) apa yang kamu lakukan dengan peta itu. 2) Kegiatan inti (100 Menit)
a) Mengajak siswa untuk mempersiapkan sebuah peta wilayah kecamatan, kota, dan Provinsi.
b) Memberikan pujian kepada siswa yang telah memperoleh peta tersebut.
c) Memberikan pertanyaan kepada siswa “mampukah kalian
membuat peta?” guru menyakinkan siswa bahwa mereka mampu melakukannya.
d) Mengajak siswa untuk mempersiapkan peralatannya, seperti: peta, kertas gambar, penggaris, pensil, penghapus, dan patlot gambar/crayon.
e) Memberikan penjelasan bagaimana menggambar peta lengkap dengan komponen-komponennya.
f) Memberikan tugas kepada siswa untuk menggambar peta Kota Bandung dengan cara memilih salah satu yang diajukan, apakah peta Kecamatan Regol, Kota Bandung, atau peta Provinsi Jawa Barat.
g) Memberikan pujian kepada siswa atas hasil karyanya. 3) Kegiatan Akhir (30 Menit)
a) Siswa menuliskan kesimpulan mengenai kegunaan komponen-komponen pada peta.
(30)
b) Siswa mendapat tugas menggambar pata Provinsi Jawa Barat.13 b. Langkah pembelajaran CTL menurut Rudi Hartono. Sebagai berikut:
a) Pendahuluan
1) Guru menjelaskan kompetensi yang mesti dicapai serta manfaat dari proses pembelajaran dan pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajari.
2) Guru menjelaskan prosedur pembelajaran CTL.
Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlah siswa dalam kelas itu. Tiap-tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi, misalnya: kelompok 1 dan 2 melakukan observasi ke sekolah bertaraf internasional, sementara kelompok 3 dan 4 melakukan observasi ke sekolah lain yang tidak bertaraf nasional. Melalui observasi sisiwa ditugaskan untuk mencata berbagai fakta sosial yang terjadi di lapangan.
3) Guru melakukan tanya-jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan oleh setiap siswa.
b) Inti Pembelajaran
Ketika masing-masing kelompok sudah berada di lapangan, mereka berkewajiban untuk melakukan beberapa hal berikut:
1) Siswa melakukan observasi ke lembaga sekolah sesuai dengan pembagian tugas kelompok.
2) Siswa mencata hal-hal yang mereka temukan di lembaga sekolah sesuai dengan alat observasi yang telah mereka tentukan sebelumnya.
3) Ketika siswa sudah sudah selesai di lapangan, tugas siswa di dalam kelas adalah sebagai berikut:
13
Kokom Kom alasari, Pembelajaran Kont ekt ual“ Konsep dan Aplikasi” , (Bandung: Refika Adit am a, 2011), Cet . Ke-2, h. 199-200.
(31)
a. Siswa mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan kelompoknya masing-masing.
b. Siswa melaporkan hasil diskusinya.
c. Setiap kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh kelompok yang lain.
c) Penutup
1) Pada bagian penutup ini, sebagaimana lazimnya sebuah pembelajaran, siswa diharapkan mampu menyimpulkan hasil observasi sesuai dengan indikator hasil belajar yang harus dicapai. Guru bisa membantu siswa untuk menyimpulkan hasil observasi itu secara benar.
2) Setelah itu guru memberikan tugas pada siswa untuk membuat karangan tentang pengalaman belajar mereka dengan tema lembaga sekolah. Karangan yang ditulis berdasarkan pengalaman, ini akan membantu siswa untuk benar-benar memahamimateri pelajaran.14
Dengan demikian, penyusun dapat mengabungkan dan menarik kesimpulan dari langkah-langkah pembelajaran CTL tersebut menjadi lebih efisien. Adapun langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut:
a. Kegiatan Awal Pembelajaran (10 menit)
1) Guru membuka pembelajaran dengan mengucap salamdan berdo’a (Religius)
2) Guru mengecek kehadiran siswa (Tanggungjawab)
3) Guru melakukan apersepsi (Perhatian)
4) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang harus dicapai siswa (Perhatian)
14
Rudi Hart ono, Ragam M odel M engajar yang M udah Dit erima M urid, (Jogjakart a: DivaPress, 2013), Cet . I, h. 96-98.
(32)
5) Siswadibagi ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlah siswa.
b. Kegiatan Inti Pembelajaran 1) Eksplorasi (10 menit)
Siswa mengidentifikasikan akhlak terpuji (Percaya Diri)
2) Elaborasi (35 menit)
a) Guru menyampaikan materi pembelajaran mengenai akhlak terpuji.
b) Guru memberikan lembar kerja untuk diisi oleh setiap kelompok selama 15 menit (Tanggung Jawab, Percaya Diri dan Mandiri).
c) Perwakilandari tiap kelompok untuk membacakan hasil diskusinya (Percaya Diri dan Tanggung Jawab)
d) Setiap kelompok menjawab pertanyaan dari kelompok lain (Percaya Diri).
e) Tugas dikumpulkan. 3) Konfirmasi (15 menit)
a) Guru memberikan kesempatan kepada siswa yang ingin bertanya (Percaya Diri)
b) Guru dan siswa menyimpulkan pembelajaran hari ini. c. Kegiatan Akhir Pembelajaran (10 menit)
1) Guru memberikanpengahargaan pada masing-masing
kelompok.
2) Guru memberikan penugasan kepada siswa untuk
pertemuan berikutnya. (Tanggjawab dan Mandiri).
3) Guru menutup pembelajaran dengan mengucapkan salam dan do’a (Religius)
(33)
Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan CTL, tentu saja terlebih dahulu guru harus membuat desain/skenario pembelajarannya, sebagai pedoman umum dan sekaligus sebagai alat kontrol dalam pelaksanaannya.15
Terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL.
1. Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activiting knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan di peroleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
2. Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.
3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan.
4. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siswa.
5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.16
15
Rusm an, M odel-model Pembelajaran, (Jakart a: Raja Grafindo Persada ” Rajaw ali Pers” , 2013), h.199.
(34)
B. Kajian Tentang Aqidah akhlak
1. Pengertian Aqidah
Dalam kitab mu’jam al-falsafi, Jamil Shaliba mengartikan akidah menurut bahasa adalah menghubungkan dua sudut sehingga bertemu dan bersambung secara kokoh. Ikatan tersebut berbeda dengan terjemahan kata ribath yang artinya juga ikatann tetapi ikatan yangmudah dibuka, karena akan mengandung unsur yang membahayakan. Dalam bidang perundang-undangan akidah berarti menyepakati antara dua perkara atau lebih yang harus dipatuhi bersama.Dalam kaitan ini akidah berkaitan dengan kata aqad yang digunakan untuk arti akad nikah, akad jual beli, akad kredit dan sebagainya. Dalam akad tersebut terdapat dua orang yang saling menyepakati sesuatu yang apabila tidak dipatuhi akan menimbulkan sesuatu yang membahayakan.17
Akidah dalam Islam meliputi keyakinan dalam hati tentang allah sebagai tuhan yang wajib disembah; ucapan dengan lisan dalam bentuk dua kalimat syahadat yaitu menyatakan tidak ada Tuhan selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya; perbuatan dengan amal saleh. Aqidah demikian itu mengandung arti bahwa dari orang yang beriman tidak ada rasa dalam hati, atau ucapan di mulut dan perbuatan melainkan secara keseluruhan menggambarkan iman kepada Allah, yakni tidak ada niat, ucapan dan perbuatan yang dikemukakan oleh orang yangberimanitu kecuali yang sejalan dengan kehendak Allah.18
Sedangkan aqidah menurut istilah adalah hal-hal yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa yang didalamnya merasa tentram, sehingga menjadi keyakinan kukuh yang tidak tercampur oleh keraguan.
16
Wina Sanjaya, Pembelajaran (Berorientasi Standar Proses Pendidikan), (Jakart a: Kencana, 2011), Cet . Ke-8, h. 256.
17
Abuddin Nat a, M etodologi St udi Islam, (Jakart a:Raja Grafindo Persada 2002), h. 84.
18
(35)
Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting, Sebagai individu maupun masyarakat dan bangsa, sebab jatuh bangunnya suatu masyarakat tergantung kepada bagaimana akhlaknya. Apabila akhlaknya baik, maka sejahteralah lahir dan batinnya, apabila akhlaknya rusak, maka rusaklah lahir dan batinnya.
Akhlak yang mulia dalam agama Islam adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban, menjauhi segala larangan-larangan, memberikan hak kepada Allah, makhluk, sesama manusia dan alam sekitar dengan sebaik-baiknya.19
2. Macam-macam Akidah
a. Akidah yang benar adalah fundamen bagi bangunan agama serta merupakan syarat sahnya amal. Hal itu sebagaimana Firman Allah SWT. Yang artinya, “Barang siapa mengaharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh, dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah jepada Tuhannya.” (Al-Kahfi: 110).20
Pendapat lain mengatakan bahwa akidah yang benar adalah akidah yang bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah, akidah yang berdiri diatas hujjah yang kokoh dan berlandaskan dalil-dalil yang shahih, akidah yang berjalan sesuai dengan fitrah manusia yaqng suci serta maksud penciptaan mereka dialam ini yaitu memurnikan ibadah hanya kepada Allah.21
19
M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2008), h.
1-2.
20 Artibimo. Blogspot.com/2011/12/makna-dan-arti-aqidah.html. diakses pada hari senin tanggal 8 sepetember 2014, pk.22.00
21
Ukhuwahislamiah.com/aqidah-shahihah-vs-aqidah-bathilah. Diakses pada hari senin tanggal 8 September 2014, pk. 22.25
(36)
b. Akidah yang bathil adalah akidah yang tidak tidak merujuk kapada al-Qur’an dan Hadits akan tetapi merujuk kepada metode atau teori yang dicetuskan oleh tokoh-tokoh kesesatan.
Akidah ini hanya berlandaskan persangkaan tak berdasar dan khayalan-khayalan dusta yang ditiupkan oleh setan kepada hati-hati manusia yang lemah dan hampa dari cahaya kebenaran.
3. Pengertian Akhlak
Kata akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluq, artinya tingkah laku, perangai, tabi’at. Sedangkan menurut istilah, akhlak adalah daya kekuatan jiwa yang mendorong perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikir dan direnungi lagi. Dengan demikian akhlak pada dasarnya adalah sikap yang melekat pada diri seseorang secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan. Apabila perbuatan spontan itu baik menurut akal dan agama, maka tindakan itu disebut akhlak yang baik atau akhlaqul
karimah (akhlak mahmudah). Misalnya jujur, adil, rendah hati, pemurah,
santun dan sebagainya. Sebaliknya apabila buruk disebut akhlak yang buruk atau akhlaqul mazmumah. Misalnya kikir, zalim, dengki, iri hati, dusta dan sebagainya. Baik dan buruk akhlak didasarkan kepada sumber nilai, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Para Ulama Ilmu Akhlak merumuskan definisinya dengan berbeda-beda tinjauan yang dikemukakannya, antara lain:
a.Al-Qurtuby mengatakan: suatu perbuatan manusia yang bersumber dari adab kesopanannya disebut akhlak, karena perbuatan itu termasuk bagian dari kejadiannya.
b.Muhammad bin ‘Ilan Al-Sadiqy mengatakan: Akhlak adalah suatu pembawaan dalam diri manusia, yang dapat menimbulkan perbuatan baik, dengan cara yang mudah (tanpa dorongan dari orang lain).
(37)
c.Ibnu Maskawaih mengatakan: Akhlak ialah keadaan jiwa yang selalu mendorong manusia berbuat, tanpa memikirkan (lebih lama).
d.Abu Bakar Jabir Al-Jaziri mengatakan: Akhlak adalah bentuk kejiwaan yang tertanam dalam diri manusia, yang menimbulkan perbuatan baik dan buruk, terpuji dan tercela dengan cara yang disengaja.22
e.Sedangkan akhlak menurut Imam Ghazali adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa, yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, atau dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (terlebih dahulu).23
Dari beberapa definisi tersebut di atas, penulis menarik definisi lain bahwa akhlak adalah perbuatan manusia yang bersumber dari dorongan jiwanya. Maka gerakan refleks, denyut jantung dan kedipan mata tidak dapat disebut akhlak karena gerakan tersebut tidak diperintah oleh unsur kejiwaan.
Perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin mendapatkan sesuatu pujian. Seseoarang yang melakukan perbuatan bukan atas dasar karena Allah tidak dapat dikatakan perbuatan akhlak.
Dalam perkembangan selanjutnya akhlak tumbuh menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri, yaitu ilmu yang memiliki ruang lingkup pokok bahasan, tujuan, rujukan, aliran dan para tokoh yang mengembangkannya. Kesemua aspek yang terkandung dalam akhlak ini kemudian membentuk satu kesatuan yang saling berhubungan dan membentuk suatu ilmu.24
4. Macam-Macam Akhlak
Ulama akhlak menyatakan bahwa akhlak yang baik merupakan sifat para Nabi dan orang-orang siddiq, sedangkan akhlak yang buruk merupakan
22
M ahjuddin, Akhlak Tasaw uf, (Jakart a: Kalam M ulia, 2009), h. 3-4.
23
Ahm ad M ust afa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pust aka Setia, 1997), cet . Ke-1, h. 12.
24
(38)
sifat syaitan dan orang-orang yang tercela. Maka pada dasarnya, akhlak itu menjadi dua macam jenis:
a. Akhlak baik atau terpuji (Al-Akhlaqu Al-Mahmudah), yaitu perbuatan baik terhadap Tuhan, sesama manusia dan makhluk-makhluk yang lain.
b. Akhlak buruk atau tercela (Al-Akhlaqu Al-Madhmumah), yaitu perbuatan buruk terhadap Tuhan, sesama manusia dan makhluk-makhluk yang lain.
Dalam pembahasan ini, penulis membatasi hanya meninjau akhlak baik dan buruk terhadap Tuhan dan terhadap manusia dan tidak sampai membahas akhlak baik dan buruk terhadap makhluk di luar manusia. Maka berikut ini, dapat diuraikan sebagai berikut :
a) Akhlak baik, meliputi antara lain:
1. Bertaubat (Al-Taubah), yaitu suatu sikap yang menyesali perbuatan buruk yang pernah dilakukan dan berusaha menjauhinya, serta melakukan perbuatan baik.
Seperti firman Allah:
Dan diantara mereka ada orang yang Telah berikrar kepada Allah: "Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, Pastilah kami akan bersedekah dan Pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh. (QS. At-Taubah [9]:75).
2. Bersabar (Al-Sabru), yaitu suatu sikap yang betah atau dapat menahan diri pada kesulitan yang dihadapinya. Tetapi tidak berarti bahwa sabar itu langsung menyerah tanpa upaya untuk melepaskan diri dari kesulitan yang dihadapi oleh manusia. Maka sabar yang dimaksudkannya adalah sikap yang diawali dengan ikhtiyar, lalu diakhiri dengan sikap menerima dan ikhlas, bila seseorang dilanda suatu cobaan dari Tuhan.
(39)
Seperti firman Allah:
“Kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal saleh; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang
besar.”(QS. Hud [11] :11).
3. Bersyukur (Al-Shukru), yaitu suatu sikap yang selalu ingin memanfaatkan dengan sebaik-baiknya, nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT kepadanya, baik yang bersifat fisik maupun non-fisik. Lalu disertai dengan peningkatan pendekatan diri kepada Yang memberi nikmat, yaitu Allah SWT.
Seperti firman Allah:
“Kemudian sesudah itu Kami maafkan kesalahanmu, agar kamu
bersyukur.”(QS. Al-Baqarah [2]: 52).
4. Rasa persaudaraan (Al-Ikha’), yaitu sikap jiwa yang selalu ingin berhubungan baik dan bersatu dengan orang lain, karena ada keterikatan batin dengannya.
5. Memberi nasehat (An-Nasihah), yaitu suatu upaya untuk memberi petunjuk-petunjuk yang baik kepada orang lain dengan menggunakan perkataan, baik ketika orang yang dinasehati telah melakukan hal-hal yang buruk, maupun belum.
6. Memberi pertolongan (An-Nashru), yaitu suatu upaya untuk membantu orang lain, agar tidak mengalami suatu kesulitan.
(40)
7. Sopan santun (Al-Hilmu), yaitu sikap jiwa yang lemah lembut terhadap orang lain, sehinnga dalam perkataan dan perbuatannya selalu mengandung adab kesopanan yang mulia.
8. Ikhlas (Al-Ikhlas), yaitu sikap menjauhkan diri dari riya’ (menunjuk-nunjukkan kepada orang lain) ketika mengerjakan amal baik. Maka amalan seseorang dapat dikatakan jernih apabila dikerjakan dengan ikhlas.25
Seperti Firma Allah:
“Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan
wanita itu andaikata Dia tidak melihat tanda (dari)
Tuhannya.Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu Termasuk
hamba-hamba Kami yang terpilih.” (QS. Yusuf [12] : 24).
9. Jujur dan dapat dipercaya (Al-Amanah), yaitu sesuatu yang dipercayakan kepada seseorang, baik harta, ilmu, rahasia, atau lainnya yang wajib dipelihara dan disampaikan kepada yang berhak menerimanya.
10. Pemaaf (Al-Afwu), artinya manusia tiada sunyi dari khilaf dan salah. Maka apabila orang berbuat sesuatu terhadap diri seseorang yang karena
25
(41)
khilaf atau salah, maka patutlah dipakai sifat lemah lembut sebagai rahmat Allah terhadapnya, maafkanlah kekhilafan atau kesalahannya, janganlah mendendam serta mohonkanlah ampun kepada Allah untuknya, semoga ia surut dari langkahnya yang salah, lalu belaku baik di masa depan sampai akhir hayatnya.26
b) Akhlak buruk, yang meliputi antara lain:
1. Takabbur (Al-Kibru), yaitu suatu sikap yang menyombongkan diri, sehingga tidak mau mengakui kekuasaan Allah di alam ini, termasuk mengingkari nikmat Allah yang ada padanya.
2. Musyrik, yaitu suatu sikap yang mempersekutukan Allah dengan makhluk-Nya, dengan cara menganggap bahwa ada suatu makhluk yang menyamai kekuasaan-Nya.
3. Munafiq, yaitu suatu sikap yang menampilkan dirinya bertentangan dengan kemauam hatinya dalam kehidupan beragama.
4. Boros atau berfoya-foya (Al-Israf), yaitu perbuatan yang selalu melampaui batas-batas ketentuan agama. Tuhan melarang bersikap boros, karena hal itu dapat melakukan dosa terhadap-Nya, merusak perekonomian manusia, merusak hubungan sosial, serta merusak diri sendiri.
5. Mudah marah, yaitu kondisi emosi seseorang yang tidak dapat ditahan oleh kesadarannya, sehingga menonjolkan sikap dan prilaku yang tidak menyenangkan orang lain.
6. Mengadu-adu, (An-Namimah), yaitu suatu perilaku yang suka memindahkan perkataan seseorang kepada orang lain, dengan maksud agar hubungan sosial kedunya rusak.
7. Mengumpat (Al-Ghibah), yaitu suatu perilaku yang suka membicarakan keburukan seseorang kepada orang lain.
26
M . Yat imin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakart a: Amzah, 2008), h. 13.
(42)
8. Kikir (Al-Bukhlu), yaitu suatu sikap yang tidak mau memberikan nilai materi dan jasa kepada orang lain.
9. Berbuat aniaya (Al-Zulmu), yaitu suatu perbuatan yang merugikan orang lain, baik kerugian materil maupaun non-materil. Dan ada juga yang mengatakan, bahwa seseorang yang mengambil hak-hak orang lain, termasuk perbuatan zalim.
10. Iri hati atau dengki, yaitu sikap kejiwaan seseorang yang selalu menginginkan agar kenikmatan dan kebahagiaan hidup orang lain bisa hilang sama sekali.27
11. Egoistis (ananiyah), artinya manusia hidup tidaklah menyendiri, tetapi berada di tengah-tengah masyarakat yang heterogen. Ia harus yakin jika hasil perbuatan baik, masyarakat turut mengecap hasilnya, tetapi jika akibat perbuatannya buruk masyarakatpun turut pula menderita. Sebaliknya orang tiada patut hanya bekerja untuk dirinya, tanpa memperhatikan tuntutan masyarakat, sebab kebutuhan-kebutuhan manusia tiada dapat dihasilkan sendiri. Ia sangan memerlukan bantuan orang lain dan pertolongan dari anggota masyarakat. Sifat egoistis tidak diperdulikan orang lain, sahabatnya tidak banyak dan ini berarti mempersempit langkahnya sendiri di dunia yang luas ini.
12. Pendusta atau pembohong (Al-Kadzab), artinya sifat mengada-ada sesuatu yang sebenarnya tidak ada, dengan maksud untuk merendahkan seseorang. Kadang-kadang ia sendiri yang sengaja berdusta. Orang seperti ini setiap perkataannya tidak dipercayai orang lain. Di dunia ia akan memperoleh derita dan di akhirat ia akan menerima siksa.28
27
M ahjuddin, Akhlak Tasaw uf, (Jakart a: Kalam M ulia, 2009), h.29-34.
28
M . Yat imin Abdullah, St udi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakart a: Amzah, 2008).h.14-15.
(43)
5. Kebutuhan Anak Terhadap Pendidikan Akidah-Akhlak
Akhlak adalah unsur terpenting dalam pendidikan Islam.Bahkan Rasulullah SAW diutus oleh Sang Pencipta untuk membenahi akhlak akhlak manusia. “Aku
diutus untuk menyempurnakan akhlak” (HR. Ahmad dan yang lain). Kaitannya
dengan pendidikan akhlak, menumbuhkan akhlak mulia haruslah menjadi kompetensi dalam proses pendidikan akhlak setiap anak bangsa karena memiliki akhlak mulia adalah bagian dari fitrah setiap manusia. Potensi yang menjadi bawaan lahir setiap manusia yang dilahirkan. Rasulullah SAW juga menegaskan bahwa “Setiap manusia
dilahirkan dalam keadaan fitrah“.29
Kondisi moral atau akhlak generasi muda yang rusak.Hal ini ditandai dengan maraknya seksbebas dikalangan remaja (generasi muda), peredaran narkoba di kalangan remaja, tawuran pelajar, peredaran foto dan video porno pada kalangan pelajar, dan sebagainya.30 Manusia pasti kehilangan kendali dan salah arah bila nilai-nilai spiritual ditinggalkan, sehingga mudah terjerumus ke berbagai penyelewengan dan kerusakan, misalnya melakukan perampasan hak-hak orang lain, penyelewengan seksual dan pembunuhan.
Nilai-nilai spiritual yang dimaksudkan dalam Islam adalah ajaran agama yang berwujud perintah, larangan dan anjuran, yang kesemuanya berfungsi untuk membina kepribadian manusia dalam kaitannya sebagai hamba Allah serta anggota masyarakat.31
Selain itu, individu manusia harus hidup dalam lingkungan makna-makna dan nilai-nilai kehidupan yang dibangunya sendiri, di samping yang diperolehnya dari kitab suci (seperti al-Qur’an), tetapi tidak memahami apa yang dibacanya sangat memungkinkan perilakunya bertentangan dengan ajaran Al-Quran. Situasi ini menuntut individu untuk dapat mampu mengembangkan kemampuan rasionalnya
29
Yudha Kurniaw an, Tri Puji Hindarsih, Charact er Building “ M embangun Karakt er M enjadi Pemimpin”, (Jakart a Selat an: SAIpublishing, 2011), h. 9.
30
Dharm a kesum a Dkk,Pendidikan karakt er (kajian t eori dan prakt ek di sekolah), (Bandung: PT Rem aja Rosdakarya offset 2012), h.2.
31
(44)
yang bermakna adalah manakala akal pikiran manusia ini dijadikan sebagai alat untuk mencari kehidupan yang lebih baik berdasarkan logika dan rasionalitas yang dilandasi prinsip ketuhanan.32
Banyak sekali petunjuk dalam agama yang dapat dijadikan sarana untuk memperbaiki akhlak manusia, antara lain anjuran untuk selalu bertaubat, bersabar, bersyukur, bertawakkal, mencintai orang lain, mengasihani serta menolongnya. Anjuran-anjuran itu, sering didapatkan dalam ayat-ayat akhlak, sebagai nasehat bagi orang-orang yang sering melakukan perbuatan buruk. Ini terbukti bahwa akhlak buruk dapat dididik menjadi baik.33 Imam Ghazali mengatakan: “Seandainya akhlak tidak bisa diubah, maka pasti tidak ada manfaatnya memberikan pesan-pesan,
nasehat-nasehat dan didikan.” 34
Pendidikan akhlak merupakan tindakan yang terpenting dan harus dipersiapkan untuk masa depan seseorang. Secara normatif, pendidikan akhlak sudah ada dalam Al-Qur’an dan Hadits, tinggal kita merumuskannya secara operasional, sehingga dapat diterapkan pada peserta didik, baik yang menyangkut perkembangan anak manusia, maupun tempat dilaksanakannya pendidikan itu, diserahkan kepada manusia untuk merumuskan perencanaan dan pelaksanaannya.
Menghadapi keburukan akhlak yang menggunakan sarana modern, harus juga memakai alat dan cara modern untuk mengatasinya. Tentu saja, normanya tetap berdasarkan ajaran agama, sedangkan teknik pendidikan dan penanggulangannya, harus disesuaikan dengan bentuk penyimpangan (keburukan akhlak) yang dihadapinya. Misalnya, penanggulangan kenakalan remaja berupa pengguanaan obat bius (narkotika), harus bekerja sama antara pihak penegak hukum, psikiater dan ahli agama dengan menggunakan metode yang tepat guna. Maka dapat dikatakan bahwa persoalan akhlak masa kini, harus diatasi pula dengan cara (teknik) masa kini.35
32
Dharm a kesum a., Dkk, Pendidikan karakt er (kajian t eori dan prakt ek di sekolah), (Bandung;PT Rem aja Rosdakarya offset 2012), h. 127.
33
M ahjuddin, Akhlak Tasaw uf, (Jakart a: Kalam M ulia, 2009), h. 46.
34
Al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, (Sem arang: Usaha Keluarga, t .t.,), h. 54.
35
(45)
6. Faktor Yang Mempengaruhi Pendidikan Akidah-Akhlak
Banyak sekali faktor-faktor tidak langsung dalam keluarga yang mempengaruhi pendidikan akhlak. Di samping itu, tentunya banyak pula pengalaman-pengalaman anak, yang mempunyai nilai pendidikan baginya, yaitu pembinaan-pembinaan tertentu yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak, baik melalui latihan-latihan, perbuatan, misalnya kebiasaan dalam makan-minum, buang air, mandi, tidur dan sebagainya. Semuanya itupun termasuk unsur pendidikan bagi akhlak anak.
Berapa banyak macam pendidikan tidak langsung yang telah terjadi pada anak sebelum ia masuk sekolah, tentu saja setiap anak mempunyai pengalamannya sendiri, yang tidak sama dengan pengalaman ank lain. Pengalaman yang dibawa oleh anak-anak dari rumah itu, akan menentukan sikapnya terhadap sekolah dan guru, termasuk guru agama.36
Guru agama mempunyai tugas yang cukup berat, yaitu ikut mendidik akhlak anak disamping mengajarkan pengetahuan agama kepada anak. Guru agama harus memperbaiki akhlak anak yang telah terlanjur rusak, karena pendidikan dalam keluarga. Guru agama harus membawa anak didik semuanya kepada arah pendidikan akhlak yang sehat dan baik. Setiap guru agama harus menyadari, bahwa segala sesuatu pada dirinya akan merupakan unsur pendidikan bagi anak didik. Di samping pendidikan dan pengajaran yang dilaksanakan dengan sengaja oleh guru agama dalam pendidikan anak didik, juga yang sangat penting dan menentukan pula adalah kepribadian, sikap dan cara hidup guru itu sendiri, bahkan cara berpakaian, cara bergaul, berbicara dan menghadapi setiap masalah, yang secara langsung tidak tampak hubungannya dengan pengajaran, namun dalam pendidikan atau pembinaan akhlak si anak, hal-hal itu sangat berpengaruh.37
36
Zakiah Daradjat , Ilmu Jiw a Agama, (Jakart a: Bulan Bintang, 2010), h.67.
37
(46)
Kemudian faktor yang paling berpengaruh adalah faktor dari luar yaitu pendidikan yang dibuat secara khusus, atau melalui interaksi dalam lingkungan sosial.38 Untuk tujuan itulah, manusia harus dididik melalui proses pendidikan islam. Berdasarkan pandangan diatas, maka pendidikan islam adalah sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupanya sesuai dengan cita-cita islam, karena nilai-nilai islam telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadianya.39 Seperti firman Allah:
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan
dan hati, agar kamu bersyukur.”(QS. An-Nahl [16] : 78).
Ayat tersebut memberi petunjuk bahwa manusia memiliki potensi untuk dididik, yaitu penglihatan, pendengaran, dan hati sanubari. Potensi tersebut harus disyukuri dengan cara mengisinya dengan ajaran dan pendidikan.
Masa pendidikan di sekolah dasar, merupakan kesempatan pertama yang sangat baik, untuk mendidik akhlak anak setelah orang tua.Seandainya guru-guru (baik guru umum, maupun guru agama), di sekolah dasar itu memiliki persyaratan kepribadian dan kemampuan untuk mendidik akhlak anak, maka anak yang tadinya sudah mulai bertumbuh ke arah yang kurang baik, dapat segera diperbaiki. Dan anak yang dari semula telah mempunyai dasar yang baik dari rumah dapat dilanjutkan pembinaannya dengan cara yang lebih sempurna lagi. Apabila pendidikan akhlak anak terlaksana dengan baik, maka si anak akan memasuki masa remaja dengan mudah dan pendidikan akhlak di masa remaja itu tidak akan mengalami kesukaran.
38
Abuddin Nat a, Akhlak Tasaw uf, (Jakart a: Rajaw ali Pers, 2011), h. 167.
39
(47)
Akan tetapi, jika si anak berperilaku kurang baik, di mana pembinaan pribadi di rumah tidak terlaksana dan di sekolah kurang membantu, maka ia akan menghadapi masa remaja yang sulit dan pendidikan pribadinya akan sangat sukar.40
Dalam sebuah proses pendidikan, guru merupakan salah satu komponen yang sangat penting selain komponen lainya, seperti tujuan, kurikulum, metode, sarana dan prasarana, lingkungan, dan dianggap sebagai komponen yang paling penting karena komponen ini mampu memahami, mendalami, melaksanakan dan akhirnya mencapai tujuan pendidikan. Guru juga berperan penting dalam kaitanya dengan kurikulum, karena guru lah yang secara langsung berhubungan dengan murid karena seorang guru lah yang mampu memanfaatkan sebagai media pendidikan secara langsung bagi muridnya.41 Seorang guru hendaknya dapat memilih metode pembelajaran yang tepat untuk mendidik akhlak peserta didik, karena hal ini merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kemudahan seorang guru dalam menerapkan akhlakul karimah pada diri peserta didik dan pastinya menentukan keberhasilan pembentukkan akhlak mulia tersebut. Permasalahan terbesar yang dihadapi para peserta didik sekarang (siswa) adalah mereka belum bisa menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dan bagaimana pengetahuan itu akan digunakan. Hal ini dikarenakan cara mereka memperoleh informasi dan motivasi diri belum tersentuh oleh metode yang betul-betul bisa membantu mereka. Para siswa kesulitan untuk memahami konsep-konsep akademis, karena metode mengajar yang selama ini digunakan oleh pendidik (guru) hanya terbatas pada metode ceramah. Di sini lain tentunya siswa tahu apa yang mereka pelajari saat ini akan sangat berguna bagi kehidupan mereka di masa datang, yaitu saat mereka bermasyarakat atau saat di tempat kerja kelak. Oleh karena itu diperlukan suatu metode yang benar-benar bisa memberi jawaban dari masalah ini. Salah satu metode yang bisa lebih memberdayakan siswa adalah pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning / CTL).
40
Zakiah Daradjat , Ilmu Jiwa Agama, (Jakart a: Bulan Bint ang, 2010), h. 68.
41
(48)
CTL merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia nyata, sehingga para peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari.42 Karena dengan menggunakan pendekatan ini siswa akan lebih rajin dalam belajar, karena siswa akan termotivasi untuk memahami makna, hakekat, dan pentingnya belajar, karena pendekatan ini melibatkan siswa terjun langsung kelapangan, baik di sekolah, keluarga, dan masyarakat.
7. Tujuan Mempelajari Aqidah Akhlak
Aqidah akhlak merupakan pondasi (dasar) yang utama dalam pembentukan pribadi manusia yang seutuhnya. Pendidikan yang mengarah pada terbentuknya pribadi berakhlak, merupakan hal yang pertama yang harus dilakukan, sebab akan melandasi kesetabilan kepribadian manusia secara keseluruhan.43
Tujuan dari pendidikan akhlak tersebut adalah untuk menyiapkan manusia (peserta didik) agar memiliki sikap dan prilaku yang terpuji. Baik ditinjau dari segi norma-norma agama maupun norma-norma sopan santun, adat kebiasaan, dan tatakrama yang berlaku di masyarakat.44
Adapun tujuan mempelajari nilai-nilai akhlak yaitu untuk memberikan pedoman atau penerangan bagi manusia dalam mengetahui perbuatan yang baik atau yang buruk.45 Selain itu juga secara efektif dapat membersihkan diri manusia dari perbuatan dosa dan maksiat.Diketahui bahwa manusia memiliki jasmani dan rohani.Jasmani dibersihkan secara lahiriyah melalui fiqh, sedangkan rohani dibersihkan secara batiniah melalui akhlak. Jika tujuan tersebut dapat tercapai, maka
42
E. M ulayasa, M enjadi Guru Profesional ” M encipt akan Pembelajaran Kreat if dan M enyenangkan”, (Bandung: PT.Rem aja Rosdakarya, 2006), Cet . IV, h. 14.
43
Ram ayulis Tuanku Khatib, Pendidikan Islam Dalam Rumah Tangga, (Jakart a: Kalam M ulia, 2001), hlm. 87.
44
Tim Pengem bang Ilm u Pendidikan, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bagian III “ Pendidikan Disiplin Ilmu”, (Jakart a: PT. Im perial Bhakt i Ut am a, 2007), cet . Kedua, h. 29.
45
(49)
manusia akan memiliki kebersihan batin yang pada gilirannya melahirkan perbuatan yang terpuji.46
Mustafa Zahri mengatakan bahwa tujuan mempelajari ilmu akhlak itu, ialah untuk membersihkan kalbu dari kotoran-kotoran hawa nafsu dan amarah sehingga hati menjadi suci bersih, bagaikan cermin yang dapat menerima Nur cahaya Tuhan.47
Melihat dari segi tujuan akhir setiap ibadah adalah pembinaan takwa.Bertakwa mengandung arti melaksanakan segala perintah agama dan meninggalkan segala larangan agama.Ini berarti menjauhi perbuatan-perbuatan jahat dan melaksanakan perbuatan-perbuatan baik (akhlaqul karimah). Semakin banyak ia beribadah makin suci hatinya, makin mulia akhlaknya dan makin dekat ia kepada Allah, makin besar pula rasa cinta kepada-Nya.
Pendidikan akhlak dalam Islam dimulai sejak anak dilahirkan, bahkan sejak dalam kandungan.Perlu disadari bahwa pendidikan akhlak itu terjadi melalui semua segi pengalaman hidup, baik melalui penglihatan, pendengaran dan pengalaman atau perlakuan yang diterima atau melalui pendidikan dalam arti yang luas. Pembentukan akhlak dilakukan setahap demi setahap sesuai dengan irama pertumbuhan dan perkembangan, dengan mengikuti proses yang alami.48
Dasar-dasar pembelajaran aqidah akhlak Al-Qur’an dan hadits merupakan pedoman hidup dalam islam yang menjelaskan tentang pokok-pokok keyakinan atau kepercayaan yang harus dipegang teguh oleh orang yang mempercayainya, selain itu dalam Al-Qur’an dan hadits juga dijelaskan tentang criteria atau ukuran baik buruknya perbuatan manusia. Dasar akhlak yang pertama dan utama adalah Al-Qur’an . Ketika ditanya tentang akhlak Rasulullah , Siti Aisyah berkata “akhlak
Rasulullah adalah Al-Qur’an”.
46
Abuddin Nat a, Akhlak Tasawuf, (Jakart a: Rajaw ali Pers, 2011), h. 14.
47
Abuddin Nat a, Akhlak Tasawuf, (Jakart a: Rajaw ali Pers, 2011), h. 13.
48
M . Yat im in Abdullah, St udi Akhlak dalam Perspekt if Al-Qur’an, (Jakart a: Am zah, 2008), h. 5-6.
(50)
Adapun dasar-dasar yang menjelaskan tentang aqidah diantaranya terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 285.49
Artinya:
Rasulullah telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, dan juga orang-orang yang beriman semuanya beriman kepada Allah, dan Malaikat- malaikatNya, dan Kitab-KitabNya, dan Rasul-RasulNya. (Mereka berkata): "Kami tidak membezakan antara seorang dengan yang lain dari Rasul-RasulNya". Mereka berkata lagi: "Kami dengar dan kami taat. (Kami pohonkan) keampunanMu wahai Tuhan Kami, dan kepadaMu jualah tempat kembali".
Adapun tujuan pembelajaran aqidah akhlak menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut :
Menurut Moh.Athiyah Al-Abrasyi tujuan dari pendidikan moral atau akhlak dalam islam adalah untuk membentuk individu yang bermoral baik,keras kemauan, sopan dalam berbicara dan bertingkah laku, bersifat bijaksana , ikhlas ,jujur dan suci.50 Sedangkan menurut Moh. Rifai tujuan pendidikan aqidah akhlak :
1). Memberikan pengetahuan, penghayatan, dan keyakinan kepada peserta didik tentang hal-hal yang harus di imani, sehingga tercermin dalam sikap dan tingkah lakunya sehari-hari.
49
M asan Alfat dkk, Aqidah akhlak (untuk madrasah t sanawiyah 1994 untuk kelas 1), (Sem arang : Pt Karya Toha Putra, 1997 ), h.3-4.
50
M oh . At hiyah Al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakart a: Bulan Bint ang , 1984), h. 104.
(51)
2). Memberikan pengetahuan, penghayatan, dan kemauan yang kuat untuk mengamalkan akhlak yang baik dan menjauhi akhlak yang buruk , baik dalam hubunganya dengan allah ,dirinya sendiri, sesame manusia maupun dengan alam sekitarnya.
3). Memberikan bekal kepada peserta didik tentang aqidah dan akhlak untuk melanjutkan pelajaran ke jenjang yang lebih tinggi.51
Berdasarkan rumusan-rumusan diatas , maka dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan pendidikan aqidah akhlak adalah untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan peserta didik kepada allah swt. Serta untuk memberikan pengetahuan mengenai akhlakul karimah sebagai bekal menuju kehidupan yang lebih baik.
8. Penerapan Metode CTL Dalam Pendidikan Aqidah Akhlak
Pendekatan kontekstual merupakan pendekatan yang tepat di dalam pendidikan Akhlak, karena dalam pendidikan ini siswa dituntut untuk mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata serta membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Pendekatan CTL sangat dibutuhkan dalam pendidikan Akhlak, di sekolah agar pengetahuan yang dimiliki siswa tidak hanya bersifat kognitif (pengetahuan) tetapi juga mencapai ranah afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan).Di samping itu, pendekatan CTL hendaknya mampu membentuk sifat toleran dan inklusif pada siswa.Sikap-sikap tersebut mendukung terlaksanya pembelajaran nilai-nilai dalam kehidupan bersama. Adapun untuk meningkatkan nilai prestasi siswa terlebih dahulu guru harus melihat pemahaman siswa terhadap materi pelajaran, pengatahuan yang
51
M oh . Rifai, Aqidah Akhlak Untuk M adrasah Tsanawiyah Kurikulum 1994 Jilid 1 Kelas 1, (Sem arang: Cv Wicaksono, 1994), h. 5.
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)