FUNGSI FLUTE PADA LAGU-LAGU LANGGAM KERONCONG.

DAFTAR ISI

ABSTRAK .................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ................................................................................ ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. ix

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ................................................................................. 6
E. Batasan Penelitian .................................................................................. 7
F. Asumsi ................................................................................................... 8
G. Metode Penelitian................................................................................... 8
H. Teknik Pengolahan Data ........................................................................ 9

BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Flute ....................................................................................................... 11
B. Fungsi Flute Pada Lagu-Lagu Langgam Keroncong ............................. 17

C. Perkembangan Musik keroncong ........................................................... 19
D. Jenis Musik Keroncong .......................................................................... 28
E. Langgam Keroncong .............................................................................. 32

vi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian................................................................................... 34
B. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 35
C. Pengolahan Data..................................................................................... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Lagu-Lagu Langgam Keroncong ........................................................... 37
B. Fungsi Flute Pada Lagu-Lagu Langgam Keroncong ............................. 40
C. Fungsi Flute Sebagai Instrumen Pembawa Introduksi ........................... 44
D. Fungsi Flute Sebagai Instrumen Pembawa Interlude ............................. 48
E. Fungsi Flute Sebagai Pembawa Koda .................................................... 51
F. Fungsi Flute Sebagai Pemberi Ornamen ................................................ 53
G. Karakteristik Permainan Flute pada Lagu-lagu Langgam Keroncong... 66


BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan ............................................................................................ 78
B. Rekomendasi .......................................................................................... 80

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 82
LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................ 83
RIWAYAT HIDUP .................................................................................... 95

vii

DAFTAR GAMBAR
Gambar
2.1.
Bagian-Bagian Flute...................................................................... 16
2.2.

Gambar Flute Secara Utuh ............................................................ 16

viii


DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1.
Partitur ........................................................................................... 83
2.

Foto-Foto Penelitian ...................................................................... 93

ix

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Musik keroncong telah menjadi bagian dari budaya musik bangsa
Indonesia. Di dalamnya terdapat karekteristik yang mengandung nilai – nilai
budaya bangsa Indonesia, menjadikan musik keroncong memiliki karakteristik
tersendiri yang berbeda dengan musik lainnya. Walaupun musik keroncong telah
dipandang sebagai budaya musik bangsa Indonesia, namun kita harus menyadari
bahwa dalam perjalanan sejarahnya, keroncong merupakan salah satu musik yang

terbentuk dari perpaduan antara unsur kebudayaan asing dengan kebudayaan
bangsa Indonesia. Maka dapat dikatakanlah bahwa musik keroncong adalah salah
satu musik hasil akulturasi dari dua kebudayaan yang berbeda. Istilah akulturasi
yang didapat dari Wikipedia bahasa Indonesia mengandung pengertian sebagai
berikut, ”Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu
kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari
suatu budaya asing. Kebudayaan itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam
kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan
kelompok itu sendiri.” (Wikipedia)
Dari penjelasan diatas tentang akulturasi, maka apa yang terjadi dalam
perkembangan musik keroncong pun dapat dikatakan sebagai proses akulturasi.
Dilihat dari beberapa unsur yang terdapat dalam musik keroncong seperti, alat
musik yang dimainkan, bentuk musik, tangga nada, harmonisasi dan unsur unsur

1

2

lain yang terkandung dalam musik keroncong, merupakan percampuran dari dua
budaya yang berbeda. Oleh karena itu seorang pakar keroncong dari ISI

Yogyakarta Viktor Ganap dalam sebuah wawancara yang ditulis dalam Buletin
Gong pada 23 2009 mengatakan, “Keroncong merupakan musik hibrida, hasil dari
berbagai komponen budaya yang menyatu melalui proses perjalanan sejarah yang
panjang dengan segala keunikannya, sehingga sulit bagi kita untuk mencari
sumber yang asli ketika berbicara tentang musik keroncong”. (Buletin Gong).
Memang pada dasarnya kebudayaan di dunia ini tidak ada yang benar-benar asli,
karena dalam proses perkembangannya, seluruh hasil kebudayaan akan melewati
proses akulturasi yang saling mempengaruhi. Termasuk ketika terjadinya proses
akulturasi yang terjadi dalam musik keroncong, dan akhirnya lahirlah musik
keroncong yang memiliki karakteristik, tata cara, aturan, dan nilai-nilai estetika
sebagai musik yang dikembangkan oleh bangsa Indonesia.” Seperti yang ditulis
oleh Anjar Any (1983:36) dalam buku Musik Keroncong Musik Nusantara,
bahwa :
Musik keroncong itu bukan musik import, paling tidak merupakan musik
adaptasi nenek moyang kita terhadap musik yang datang dari luar. Kalaupun
asing, yang asing hanyalah alat-alatnya saja. Bentuknya merupakan hasil
karya nenek moyang kita. Bahkan perihal alat musik yang digunakan bukan
hanya seperti yang kita ketahui sekarang,tetapi merupakan proses evolusi
yang sangat panjang.
Perkembangan musik keroncong dalam kurun waktu kurang lebih seratus

tahun, telah mengalami banyak perkembangan. Saat ini kita ketahui terdapat
musik keroncong dalam berbagai jenis

dan pendekatan bentuk lagu, teknik

permainan, dan aransemen musiknya yang menjadi beraneka macam, juga dalam
kelengkapan instrumennya. Seiring dengan perjalanan waktu musik keroncong

3

terus mengalami perkembangan, yaitu dengan digunakannya alat musik lain selain
ukulele dalam mengiringi musik keroncong. Saat ini, alat musik yang dipakai
dalam musik keroncong adalah ukulele cuk, ukulele cak, gitar akustik, biola, flute,
cello dan bass. Seperti yang ditulis Harmunah (1996:9) tentang instrumen yang
digunakan dalam musik keroncong dalam bukunya yang berjudul “Musik
Keroncong” :
Instrumen yang dipergunakan dalam musik keroncong ini ditekankan
pada alat-alat musik berdawai yang aslinya dari eropa, yaitu sepasang
keroncong, satu sampai tiga buah gitar dan satu cello dan sebuah mandolin.
Lebih lanjut dipadukan dengan satu atau dua buah biola, sebuah seruling dan

alat-alat perkusi kecil seperti triangle dan tamborine.
Proses penambahan alat musik yang terdapat dalam musik keroncong
merupakan proses evolusi yang sangat panjang, yang pada awalnya musik
keroncong hanya menggunakan gitar dan ukulele saja, hingga sampai pada
perkembangannya sekarang dimana keroncong menggunakan berbagai macam
alat musik. Hal itu dipengaruhi oleh bentuk peng imitasian dan kemiripan fungsi
antara alat musik dari budaya luar seperti flute, cello dan bass dengan alat musik
yang yang terdapat pada musik tradisi di Indonesia seperti suling, kendang, dan
goong. Mengenai hal tersebut, peneliti tuliskan kutipan dari Harmunah (1996:9)
dalam bukunya yang berjudul Musik Keroncong, sebagai berikut :
Musik keroncong ini berkembang di pulau Jawa pada abad ke XX, yang
dalam perkembangannya terpengaruh oleh musik-musik daerah (tradisional)
terutama di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, yaitu Yogyakarta dan
Surakarta, dan di Jawa Timur (Surabaya).
Setelah mengalami berbagai perkembangan, baik dari struktur musik juga
dalam tata cara penampilannya, maka musik keroncong pun terbagi kedalam
beberapa jenis, seperti kerocong asli, keroncong langgam, stambul, dan keroncong

4


ekstra. Diantara jenis musik keroncong diatas, langgam keroncong memiliki
keunikan tersendiri dalam cara penyajiannya. Langgam keroncong merupakan
adaptasi keroncong yang dipengaruhi oleh musik tradisi. Langgam keroncong
terdiri dari 32 bar. dengan susunan bagian A-A-B-A. Nuansa liriknya berisi
tentang kecintaan terhadap tanah air, perjuangan, percintaan, tentang keindahan
alam, dan perjalanan hidup. Langgam keroncong pun cocok untuk dijadikan
bahan pembelajaran awal untuk dapat memainkan jenis musik keroncong lainnya.
Dari beberapa alat musik yang terdapat dalam musik keroncong, penulis
tertarik pada alat musik yang bernama flute. Flute memang telah mendunia
dengan nama dan bentuk yang berbeda. Di Jawa dikenal sebagai suling. Di daerah
lain disebut foi, sarunai, saluang, taratoit dan banyak lagi sebutan lainnya. Di
China disebut Dizi, di Vietnam Ding Tac Ta, di Venezuela Muhusenoi. Dalam
jenis langgam keroncong, instrumen

flute dapat dianggap sebagai salah satu

instrumen musik yang memberi kesan atau ciri khas tersendiri bagi langgam
keroncong, yang dalam fungsinya mirip dengan seruling bambu sebagai instrumen
melodis. Ketertarikan penulis terhadap instrumen flute, karena alat musik ini
merupakan salah satu alat musik barat yang terdapat dalam musik keroncong,

namun kedudukannya memiliki fungsi yang sangat penting dalam lagu-lagu
langgam keroncong, dan menjadikan flute sebagai salah instrumen yang
memberikan karakteristik tersendiri pada lagu-lagu langgam keroncong sebagai
salah satu jenis dari musik keroncong.
Dari berbagai fenomena diatas dan pengalaman empirik penulis dalam
memainkan instrumen flute, maka penulis tertarik untuk meneliti sebuah

5

penelitian dengan judul

“FUNGSI FLUTE PADA LAGU – LAGU

LANGGAM KERONCONG”. Dengan mengambil audio lagu langam
keroncong Dibawah sinar bulan purnama sebagai objek penelitian. Penulis
berharap dengan mengambil sebuah penelitian mengenai fungsi yang juga
berkaitan dengan karakteristik flute pada lagu langgam keroncong, akan menjadi
langkah awal bagi penulis khususnya dalam memahami fungsi dan karakteristik
flute pada lagu langgam keroncong.


B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan judul dan berbagai fenomena yang telah diuraikan di atas,
maka didapat pertanyaan dari fungsi flute pada lagu-lagu langgam keroncong,
yang selanjutnya penulis memfokuskan pertanyaan penelitian menjadi beberapa
pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimana fungsi flute pada lagu-lagu langgam keroncong?
2. Bagaimana karakteristik permainan flute pada lagu-lagu langgam keroncong ?

C. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan pada rumusan masalah diatas selanjutnya penulis menyajikan
hasil penelitian yang ingin dicapai secara kualitatif dengan metode deskriptif,
adapun hasil yang ingin dicapai antara lain sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana fungsi instrumen flute dalam lagu-lagu langgam
keroncong.

6

2. Untuk mendeskripsikan bentuk improvisasi flute pada lagu-lagu langgam
keroncong.
3. Untuk mendeskripsikan karakteristik flute pada lagu-lagu langgam keroncong.


D. MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak di
antaranya :
1. Penulis
Merupakan pengalaman empiris dan merupakan salah satu usaha untuk mengenal,
memperdalam dan memperkaya pengetahuan penulis tentang musik keroncong,
terutama lagu-lagu langgam keroncong dan permainan flute didalam langgam
keroncong.
2. Mahasiswa
Sebagai referensi dan bahan acuan bagi penelitian lanjutan, khususnya
tentang fungsi instrumen flute dalam langgam keroncong yang sampai saaat ini
masih jarang ditulis dan diteliti.
3. Pemain Flute dan Komunitas Pemain Keroncong
Sebagai bahan repertoar tentang fungsi dan improvisasi permainan flute
dalam langgam keroncong, yang bisa dijadikan bekal dasar untuk memainkan dan
memahami lebih lanjut fungsi flute untuk jenis-jenis musik keroncong lainnya.
4. Universitas Pendidikan Indonesia
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi arsip bagi perpustakaan umum
Universitas Pendidikan Indonesia umumnya dan Jurusan Sendratasik pada
khususnya mengenai musik nasional Indonesia yakni musik keroncong.

7

E. BATASAN PENELITIAN
1. Flute
Suling yang biasa disebut Flute dalam bahasa Inggris .flote dalam bahasa
Jerman.(Karl-Edmund Prier,SJ:2009). Flute adalah instrumen musik dari keluarga
woodwind. Suara flute berkarakter lembut dan dapat dikombinasikan dengan
instrumen lainnya dengan baik. Flute modern untuk profesional umumnya terbuat
dari perak, emas atau kombinasi keduanya. Sedangkan flute untuk student
umumnya terbuat dari nikel-perak, atau logam yang dilapisi perak. Flute concert
standar di-pitch di C dan mempunyai jangkauan nada 3 oktaf dimulai dari middle
C. Akan tetapi, pada beberapa flute untuk profesional ada key tambahan untuk
mencapai nada B di bawah middle C.(Wikipedia)
2. Keroncong
Jenis orkes yang secara tradisi terdiri dari alat-alat musik: ukulele atau
cuk,banyo atau cak, biola, flute, gitar-melodi, cello dan kotrabass. Jenis irama
musik berupa permainan mono ritmik dari beberapa alat musik,yang dijalin
kendangan improvisasi, dengan vokal yang sifatnya fleksibel dan diwarnai teknik
glissando.(M.Soeharto:1992)
3. Langgam
Salah satu Bentuk dari perkembangan musik keroncong yang jumlah
biramanya 32, memiliki sukat 4/4, bentuk kalimat A-A-B-A. Lagu biasanya
dibawakan dua kali, ulangan kedua bagian kalimat A-A dibawakan secara
instrumen,vokal masuk pada bagian kalimat B, dan dilanjutkan ke bagian A. Intro

8

biasanya diambil dari empat birama terakhir dari lagu langgam tersebut
(Harmunah,1987).

F. ASUMSI
Peneliti berasumsi bahwa fungsi dan karakteristik instrumen flute dalam
lagu-lagu langgam keroncong, dapat dikuasai secara mendalam sehingga fungsi
dan karkteristik flute pada lagu-lagu langgam keroncong dapat dimainkan dan
diinterpretasikan dengan baik.

G. METODE PENELITIAN
1. Metodologi
Berdasarkan kepada karakteristik data yang diperlukan oleh penelitian ini,
maka metode yang dianggap paling tepat untuk dapat menggali seluruh data yang
diperlukan oleh peneliti adalah metode deskriptif analisis. Digunakannya metode
deskriptif analisis ini diharapkan peneliti dapat mendeskripsikan semua fenomena
dalam penggunaan metode yang digunakan dalam proses menemukan bentuk dari
fungsi flute yang dimainkan dalam lagu-lagu langgam keroncong.
2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam menggali dan mengumpulkan seluruh data yang diperlukan dalam
kegiatan penelitian ini, pasti diperlukan teknik pengumpulan data yang benarbenar tepat dan sesuai dengan karakteristik data yang harus digali. Oleh karena
data yang diperlukan berupa kemampuan dan beberapa informasi tentang
bagaimana dan metode apa yang digunakan, berkenaan dengan masalah itu, maka

9

teknik yang dianggap tepat untuk mengumpulkan data-data tersebut adalah,
wawancara, dan studi literatur.
a. Wawancara
Adapun bentuk wawancara yang digunakan adalah wawancara terstruktur
artinya pertanyaan diajukan setelah disusun terlebih dahulu oleh peneliti yang
dirumuskan dalam pedoman wawancara. Dalam hal ini, peneliti mencoba
melakukan pencarian informasi wawancara dengan beberapa pakar keroncong
khususnya pemain flute.
b. Studi Literatur
Dimaksudkan untuk mempelajari dari sumber kepustakaan yang ada baik
berupa buku-buku, arsip audio maupun media bacaan lainnya yang berguna dan
membantu dalam mencari sumber informasi mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan penyusunan.

3. TEKNIK PENGOLAHAN DATA
Teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pengolahan data kualitatif. Setelah semua data terkumpul, baik dalam bentuk
catatan, rekaman atau bentuk lainnya, sehingga data terungkap secara detail,
peneliti mencoba menganalisis data dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Mengklasifikasikan setiap fungsi dan karakteristik instrumen flute, sesuai pola
data dari hasil analisis.

10

b. Menyesuaikan dan membandingkan antara data hasil analisis dengan literatur
atau sumber lain yang berupa teori serta dengan nara sumber yang menunjang
sehingga menghasilkan beberapa kesimpulan.
c. Mendeskripsikan hasil analisis yang telah mengalami proses pengolahan
sehingga bisa disebut kesimpulan ke dalam bentuk tulisan.
d. Menganalisis data berdasarkan masalah penelitian.

B A B II
TINJAUAN TEORITIS

A. FLUTE
Dalam perkembangan sejarahnya, flute atau seruling dapat dikategorikan
sebagai salah satu alat musik tertua. Terbukti dengan ditemukannya alat musik di
sebuah goa Hohle Fels di Jerman. Seruling yang ditemukan tersebut dibuat dari
tulang burung dan terdapat ukiran yang berusia sekitar 35.000 tahun. Sebuah tim
arkeologi pimpinan ahli arkeologi Nicholas Conard dari University of Tuebingen
menyambung kembali 12 potongan flute, yang didapat dari tumpukan tulang
burung nasar dari goa Hohle Fels, menjadi sebuah flute yang panjangnya sekitar
22 sentimeter dengan lima lubang.” Tak diragukan lagi ini adalah instrumen
musik tertua di dunia,” ujarnya. Penemuan itu dimuat online oleh jurnal ilmiah
Nature Rabu (24/6). Menurut perkembangan sejarahnya, flute termasuk kedalam
alat musik yang populer pada musik jaman pertengahan. Musik abad pertengahan
dimulai dari jatuhnya kerajaan Romawi dan berakhir di sekitar pertengahan abad
ke 15. Akhir dari musiknya diperkirakan sekitar tahun 1400, bersamaan dengan
dimulainya musik era renaissance. Alat-alat musik pada era pertengahan, masih
ada beberapa yang eksis hingga sekarang meskipun telah berubah bentuk, salah
satunya flute. Pada zaman modern flute terbuat dari perak atau jenis logam yang
lain, pada era pertengahan bahan yang digunakan untuk membuat flute adalah
kayu. Itulah alasannya sehingga flute dikategorikan sebagai alat musik woodwind
(Sejarah Musik Klasik, 2009).

11

13

Sebelum abad ke-19, flute belum banyak dikenal dan dimainkan. Sebab,
selain agak sulit untuk mencari nada yang tepat, memainkannya pun tak mudah.
Jari-jari tangan dituntut bergerak cepat dan tepat dalam memainkan flute tersebut.
Untunglah Jacques Hotteterre pada tahun 1700-an berhasil menambahkan nada
D# (D kres), sehingga memudahkan orang untuk memainkan nada, serta
mengubah bentuk tube flute agar suara yang dihasilkan juga lebih baik. Dalam
beberapa

dekade

berikutnya,

flute

juga

mengalami

perubahan

dengan

ditambahkannya beberapa kunci nada.
Saat itu, flute jarang dimainkan dalam sebuah komposisi musik. Selain
minusnya para pemain flute yang handal, juga karena jenis instrumen yang
dihasilkan sulit dipadukan dengan berbagai komposisi lagu. Hingga akhirnya di
awal tahun 1800-an, Theobald Boehm (1794-1881). berhasil membuat bentuk,
desain lubang, dan ukuran yang lebih praktis untuk sebuah flute. Theobald Boehm
adalah seorang musisi dari kerajaan Bavarian, dia merupakan orang yang sangat
berperan dalam meng-inovasi bentuk instrumen flute modern juga mempunyai
pengaruh penting terhadap teknik permainannya. Boehm dianggap telah
menciptakan evolusi yang paling penting dalam perkembangan flute sepanjang
sejarah. Boehm lahir di Munich, bakatnya terhadap musik sudah terlihat pada saat
dia masih muda, dan pada 1818 ia membagi kariernya sebagai pembuat flute,
pemain flute profesional dalam orkestra dan juga di istana kerajaan di Munich.
Boehm merancang mekanisme baru yang berfungsi untuk memudahkan penjarian
dalam memainkan instrumen flute. mekanisme yang diciptakan Boehm ini
dimulai pada 1832, dan secara bertahap diterima oleh para pemain flute ternama

14

pada masa itu. Pada tahun 1843 Boehm telah mendapat lisensi sebagai pembuat
flute di London dan Paris untuk membuat instrumen flute. Tahun 1846, Boehm
terus menyempurnakan alat musik flute sambil belajar ilmu akustik pada Carl von
Schafhautl di University of Munich. Setelah itu, akhirnya bertambah juga orang
yang berminat memainkan flute tanpa khawatir jari-jarinya akan kesulitan saat
memainkannya.(Herry Udo, Seruling Dari Benua Eropa : 4 Novenber 2009)
Seperti yang telah disebutkan dalam sejarah perkembangannya, flute
termasuk instrumen yang dimainkan dengan cara ditiup (wind instrument),
termasuk ke dalam keluarga alat musik kayu (woodwind). Material kayu seperti
grenadilla, eboni, ataupun rosewood, sering digunakan di masa lalu. Dari sinilah
alat musik tiup itu memperoleh posisi dalam kelompoknya sebagai alat musik tiup
kayu atau woodwind, satu grup dengan keluarga woodwind, lainnya seperti oboe,
clarinet, saxophone, dan bassoon. Sebetulnya, kata flute menunjuk kepada sebuah
keluarga besar yang mencakup berbagai jenis flute seperti alto flute, piccolo, Db
piccolo, bass flute, contrabass flute, flute konser C, dan lainnya. Tapi kata flute
lebih sering digunakan untuk menunjuk kepada flute konser C. Flute jenis ini
adalah flute yang paling banyak ditemui dan digunakan di dalam orkestra.
Ada dua jenis flute yaitu closed-hole flute (model Plateau) dan open-hole
flute (model Perancis). Closed-hole flute tidak memiliki lubang pada key-nya.
Sementara pada open-hole flute, beberapa key-nya memiliki lubang yang harus
ditutup dengan rapat dengan menggunakan jari tangan. Sumber bunyi flute berada
di bagian tak jauh dari puncak kepala. Di situ terdapat lubang tiupan kira-kira
selebar ujung jari yang disebut mouth hole. Suara diproduksi ketika dalam posisi

15

melintang. Udara kita tiupkan masuk kedalam tabung, mengalir dan membentur
sepanjang dinding tabung yang berfungsi sebagai resonator. Keras lembutnya
hembusan akan menghasilkan frekuensi nada yang berbeda-beda, tinggi atau
rendah. Tangga nada dapat dihasilkan selain karena variasi kekuatan hembusan
juga karena terbuka atau tertutupnya lubang pengatur nada. Jari tangan kanan dan
kiri bertugas mengurusi pembukaan dan penutupan lubang itu dengan menekan
tombol atau key yang tersedia. Lubang nada serta key pengendali itu berada di
bagian tubuh serta kaki flute. Di situ terdapat 16 atau 17 lubang, dimana 11
diantaranya dapat ditutup oleh 4 jari tangan kanan dan 3 jari tangan kiri dan satu
lubang ditutup oleh jempol tangan kiri. Empat lubang lainnya dapat dibuka tutup
melalui gagang-gagang tombol. Nada flute umumnya dimulai dari nada c, terus
menuju ke oktaf berikutnya hingga mencapai 3 oktaf lebih. Dengan jangkauan
wilayah nada yang sedemikan banyak serta adanya fasilitas untuk nada-nada
kromatik, maka flute dapat melayani berbagai nada dasar.
Badan flute terdiri dari tiga bagian utama, yaitu head joint merupakan
bagian kepala tempat di mana mouth hole tempat untuk meniup, Body merupakan
bagian flute yang memiliki paling banyak key, dan bagian ke tiga adalah Foot
joint merupakan bagian flute yang paling pendek.

16

Gambar 2.1 bagian-bagian Flute

Gambar 2.2 Flute secara utuh

17

B. FUNGSI FLUTE PADA LAGU-LAGU LANGGAM KERONCONG
Pada lagu-lagu langgam keroncong flute merupakan salah satu alat musik
yang sangat berpengaruh dan memiliki peranan penting. Tanpa kehadiran flute,
musik langgam keroncong akan terasa sepi dan tanpa hiasan. Fungsi flute sama
seperti biola yaitu sebagai pemegang melodi, dan mengisi kekosongan selain
untuk intro dan coda. Harmunah (1996:24) dalam buku Musik Keroncong
menulis:
Pembawaan dari alat tiup ini pada umumnya banyak membunyikan
deretan interval dengan tekanan pada nada bawah, sedangkan nada atas
diperpendek(staccato) atau sebaliknya. Juga nada-nada glissando. selain itu
juga untuk introduksi dan coda.
Fungsi pertama flute pada lagu-lagu langgam keroncong yaitu untuk
memainkan melodi introduksi. Dalam Kamus Musik, introduksi adalah “istilah
untuk bagian awal sebuah karya musik, biasanya dipakai 4 birama pertama atau 4
birama terakhir dari lagu tersebut.(Karl-Edmund Pier SJ 2000:75). Dan pada lagu
langgam keroncong, melodi introduksi biasa dimainkan oleh alat melodi seperti
flute atau Biola. Flute juga biasa memainkan fungsinya sebagai instrumen yang
memainkan melodi interlude. Istilah interlude yang ditulis oleh M.Soeharto dalam
kamus musik yang ditulisnya bahwa “Introlude merupakan permainan musik
sebagai sisipan diantara bait-bait sebuah nyanyian atau babak-babak suatu
pementasan , ataupun bentuk-bentuk penyajian non-musik lainnya, lazimnya
berupa permainan instrumental.”(Soeharto,M:55). Fungsi berikutnya yang
dimainkan oleh flute dalam lagu-lagu langgam keroncong, flute biasa bermain
dengan fungsinya sebagai instrumen yang memerankan fungsi ornamentasi
dengan memainkan improvosasi, memainkan melodi untuk mengisi kekosongan

18

disela-sela nyanyian yang bersifat spontan yang mengikuti akor-akor yang
menjadi kerangka pada musiknya, improvisasi dalam musik keroncong berarti
sekaligus mengarang dalam membunyikan melodi pada sebuah lagu keroncong.
Teknik improvisasi lazim dipakai dalam musik tradisional merupakan teknik
variasi dari motif irama dan melodi. Improvisasi berpangkal dari suatu patokan
atau

motif(Karl-Edmund

Prier,SJ:70).

Dengan

permainan

yang

bersifat

improvisasi inilah, menjadikan flute sebagai alat musik yang memiliki fungsi
sebagai hiasan atau ornamentasi dalam lagu-lagu langgam keroncong. Fungsi lain
flute dalam lagu-lagu langgam keroncong adalah memainkan melodi koda. Koda
atau dalam bahasa latinnya coda, ialah potongan atau bagian terakhir dari sebuah
karya musik yang khusus untuk mengakhirinya. Koda berupa potongan(umumnya
4 birama) sesudah bait terakhir. Dalam musik tradisional Indonesia kadangkadang dipakai koda untuk mengakhiri musik ulangan biasanya dengan kodekode tertentu. Dalam hal ini tempo koda tidak berubah.(Karl-Edmund Prier:91).
Dari beberapa fungsi flute pada lagu-lagu langgam keroncong diatas, maka
dari itu tingkat kemahiran pemain flute sangatlah mutlak untuk menguasai teknik
yang baik agar dapat memainkan fungsi flute dalam lagu langgam keroncong
sesuai dengan gramatikal musik keroncong serta dapat menginterpretasikan
tekniknya dengan baik dalam lagu-lagu langgam keroncong. Terdapat beberapa
teknik yang dipakai dalam permainan flute sebagai ornamentasi pada lagu-lagu
langgam keroncong diantaranya:

19

1. Teknik Broken Chord (Akor terurai) atau akor pecah, merupakan cara
memainkan melodi kord secara terurai nada demi nada, baik secara berurutan
seperti teknik arpeggio (Pono Banoe : 2003).
2. Teknik Interval merupakan teknik permainan dalam flute baik naik
(ascending) maupun turun (descending) dengan menggunaan interval (jarak
nada) oktaf, septim, kwint dan interval lainnya.
3. Teknik Kromatik merupakan salah satu teknik permainan flute dengan
menggunakan tangga nada kromatik yang memiliki jarak interval setengah
antara not ke not yang lainnya.
4. Teknik Sekuen (Ikutan, tiruan yang beda) merupakan teknik peniruan suatu
frase lagu dengan posisi suara tinggi atau rendah ataupun ulangan dengan nada
tinggi atau rendah (Ponoe Banoe:2003).
5. Teknik Tangga Nada: Teknik memainkan tanga nada dari nada-nada pokok
suatu system nada, mulai dari salah satu meluncurkan bunyi dari sebuah nada
menada dasar sampai dengan nada oktafnya (Soeharto.M:1992).

C. PERKEMBANGAN MUSIK KERONCONG
Seperti yang ditulis oleh Victor Ganap dalam Buletin Tjroeng di edisi
Februari 2008, “Musik keroncong lahir di Indonesia melalui proses perjalanan
sejarahnya yang panjang dan penuh keunikan dilihat dari unsur pembentuknya
yang terdiri dari berbagai komponen budaya, etnik, dan bahasa. Apabila kita
menarik benang merah tentang asal mula lahirnya musik keroncong di Indonesia,
kita akan dihadapkan pada misteri sejarah yang menyangkut sejarah dunia.

20

Sejarah tentang pendudukan Islam di wilayah selatan semenanjung Iberia dari
abad kelima hingga abad ketigabelas. Latar belakang sejarah yang menjelaskan
mengapa bangsa Eropa pada abad keenambelas begitu gigih mengerahkan segala
kemampuan navigasi dan kekuatan militernya untuk memperoleh rempah-rempah
dari Timur. Sejarah tentang kedatangan bangsa Portugis dan bangsa Belanda pada
abad ketujuhbelas untuk memperebutkan hegemoni di Asia Tenggara melalui
monopoli perdagangan di Malaka, Sunda Kelapa, dan kepulauan Maluku. Sejarah
tentang perbudakan, dan kehidupan para musisi jalanan selama masa Hindia
Belanda. Sejarah pembentukan jati diri bangsa Indonesia sebagai bangsa yang
merdeka dan memiliki warisan budaya yang tidak terhingga banyaknya termasuk
musik keroncong. Beruntunglah bahwa pada akhirnya musik keroncong diterima
dan menjadi milik bangsa Indonesia, suatu kenyataan yang telah memperoleh
pengakuan dunia internasional.”(Ganap,Buletin Tjroeng:2008)
Dari penjelasan di atas untuk mengetahui lebih dalam tentang musik
keroncong tentunya bisa dimulai dari sejarahnya. Dilihat dari sejarah
perkembangannya, musik keroncong tidak lepas dari sejarah kedatangan kolonial
ke Indonesia. Seperti yang disebutkan Ernst Heins dalam tulisannya yang berjudul
“Krontjong and Tanjidor-Two cases of urban folkmusik in Jakarta”, pada waktu
kedatangan kapal-kapal Portugis di kepulauan ini sebelum abad ke 16. Mereka
mengadakan hubungan perdagangan hampir diseluruh pelosok Indonesia, tentu
saja dengan mengadakan monopoli-monopoli perdagangan dengan orang-orang
pribumi.

21

Betapapun perdagangan Portugis ini hanya menggunakan kapal-kapal,
tetapi menimbulkan perbudakan. Dan akhirnya meninggalkan bekas-bekas,
bukan hanya di Indonesia tapi juga di Afrika, India, Ceylon, Malaya, yang
orang-orangnya biasa dikenal dengan sebutan Indo Portugis dan disebut
juga dengan istilah “Portugis Hitam”. Orang-orang hitam inilah yang
menjadi keluarga baru yang disebut “Mardykers”, satu istilah yang diambil
dari bahasa Sansakerta “Mahardika”.
Tentang siapa orang Mardikers, Harmunah juga menerangkan dalam buku
yang ditulisnya bahwa, “Mereka merupakan penduduk yang beragama kristen
yang memiliki kebudayaan Portugis, termasuk bentuk musiknya juga. Unsur
Mardika masih dikenal di Ambon (Maluku) dan Tugu (suatu desa di pantai
sebelah timur laut kota Jakarta). Budaya Portugis dari orang-orang Mardika ini
sangatlah kuat, itu terlihat dalam unsur musik yang sampai sekarang masih utuh.
Saat ini Kampung Tugu masih dihuni oleh keturunan orang –orang asli
Mardykers. Pembicaraan yang dibangga-banggakan adalah musik tradisional
keroncong. Mereka memainkan dan mempertunjukan musik keroncong diwaktu
malam secara beramai-ramai di depan rumah dengan memasang tenda, dan
hampir setiap kegiatan sosial selalu dirayakan dengan pertunjukan musik
keroncong” (Harmunah:8).
Namun dari segi etnomusikologi, musik keroncong masih belum begitu
jelas. Banyak pendapat yang menyatakan bahwa musik keroncong itu adalah
musik yang dibawa oleh pelaut Portugis. Tetapi ada beberapa pendapat yang
berbeda mengenai hal ini, misalnya seperti yang dinyatakan oleh Andjar Any
(tokoh musik, pengarang lagu juga penulis) yang pada tahun 1969 bertemu
dengan Antonio Plato da Franca (konsul Portugal). Pada saat itu Andjar Any
bertanya kepada sang konsul, apakah di Portugal ada musik keroncong, atau

22

musik sejenis yang melahirkan musik keroncong? Dan jawaban sang konsul
adalah, “tidak ada”. Jangankan lagi yang berbentuk keroncong, yang diperkirakan
mirip keroncong saja tidak ada. Beberapa hal yang harus

diketahui untuk

menyadarkan bahwa musik keroncong itu adalah musik Indonesia asli adalah
seperti berikut: Sebagai bangsa penjajah, bangsa Portugis tidak meninggalkan
musik atau lagu yang sejenis dengan musik dan irama keroncong pada bangsa lain
(kecuali yang ada orang Indonesianya). Kemudian Di Portugal tidak ada grup
musik yang memainkan alat musik seperti yang dimainkan oleh pemusik
keroncong di Indonesia ,ataupun yang mirip dengan irama yang dimainkan para
musisi keroncong. Di Portugis tidak ada pemusik yang mampu memainkan irama
keroncong, dan kalaupun ada itu pasti pernah belajar pada orang Indonesia .Dari
paparan tersebut, dapat membuka wawasan dan pengetahuan untuk membuktikan
tentang permasalahan yang selama ini masih menimbulkan keragu-raguan pada
masyarakat awam. Akan tetapi alangkah lebih baik kita juga mampu meninjau
dari kaidah-kaidah musik barat maupun musik tradisi sebagai perbandingan yang
akan menunjukkan bahwa musik keroncong itu adalah “Genius Product” atau
kekayaan

intelektual

dari

nenek

moyang

bangsa

Indonesia.

Sebelum muncul lagu keroncong bahkan sebelum alat musik khas
keroncong, yaitu ukulele, kata keroncong sebenarnya sudah ada, seperti yang
dikemukakan Ernst Heins dalam Buku “Musik Keroncong” yang ditulis
Harmunah menyatakan, “Menurut para ahli musik, asal nama “keroncong” agak
kurang begitu jelas. Ada yang berpendapat bahwa nama “keroncong” berasal dari
terjemahan bunyi alat musik semacam gitar kecil dari Polynesia (ukulele) yang

23

bertali lima. Dikemudian hari alat keroncong ini dapat diciptakan sendiri oleh
orang-orang keturunan Portugis yang berdiam dikampung Tugu, dan hanya bertali
empat. Dan musik yang diperoleh dari orkes dengan iringan keroncong inilah
yang dinamakan orang “Musik Keroncong”. Istilah inilah yang termasuk juga
jenis dan gaya lagu yang dipertunjukkan oleh musik keroncong ini” (Ernst Heins,
1975:23).
Victor Ganap seorang pakar musikolog dari ISI mengungkapkan pula
dalam tulisannya di buletin Tjroeng edisi Februari 2008 bahwa: ”Saat ini ketika
kita berbicara tentang keroncong, kita dihadapkan pada sebuah terminologi yang
mengandung pengertian yang luas. Secara etimologis, keroncong berasal dari
nama sebuah alat musik sejenis gitar berukuran kecil berdawai empat yang
lazimnya terbuat dari nylon, sehingga apabila dimainkan menghasilkan bunyi
crong, bukan jreng seperti halnya bunyi dawai logam. Istilah keroncong diyakini
berasal dari para perajin waditra di kampung Tugu yang mewarisi keahlian seni
kriya waditra gitar. Gitar itu dinamakan keroncong sebagai adaptasi dari gitar
cavaquinho yang dibawa oleh para pelaut Portugis berlayar mengelilingi dunia.
Ketika tiba di kepulauan Madeira gitar itu dinamakan braguinha, karena berasal
dari wilayah Braga di Portugal. Di Brazil penduduk menamakannya machete yang
digunakan untuk mengiringi tari-tarian. Di kepulauan Karibia gitar itu dinamakan
cuatro, karena berdawai empat. Ketika tiba di Polynesia samudera Pasifik,
penduduk pribumi menyebutnya sebagai ukelele, atau jari yang melompat, karena
cara memainkannya tidak dipetik melainkan digerus. Menarik untuk disimak
bahwa gitar itu memperoleh popularitas sebagai ukulele dengan paten Hawaii,

24

sedangkan sebutan ukulele sebagai keroncong telah diakui sebagai paten
Indonesia, menurut Salwa El-Shawan Castelo-Branco dalam kamus The Grove’s
Dictionary of Music and Musicians, “Portugal” (2002:197).
Musik keroncong sebagai musik rakyat yang berakar pada gaya hidup
budaya masyarakat Indonesia. Menjelang abad ke 20 musik keroncong mulai
menyebar dari Batavia ke kota-kota lainnya di Jawa, membentuk sentra
keroncong di Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surakarta dan Surabaya.
Penyebaran musik keroncong disinyalir tumbuh dan berkembang di Indonesia
melalui jalur perdagangan, syiar agama, politik dan sebagainya. Penyebarannya
dilakukan melalui dermaga-dermaga yang menjadi pusat perdagangan, di
pelabuhan Tanjung Priok Jakarta Utara, Pelabuhan Sunda Kelapa dan beberapa
pelabuhan lainnya di Indonesia.
Pada saat Kolonial Belanda datang kemudian pelan-pelan mengambil alih
beberapa pulau besar di Indonesia, kemudian Bangsa Portugis meninggalkan
Indonesia. Pada saat itulah bermunculan orkes-orkes keroncong dan penyanyi
penyanyi keroncong. Musik keroncong menjadi populer dan dikenal luas di
Batavia, karena Batavia merupakan salah satu pelabuhan perdagangan penting
pada jaman itu. Maka kemudian ramailah pasar-pasar pada masa itu oleh orangorang yang memainkan musik dengan menggunakan gitar cavaquinho,
memainkan musik yang sudah tidak lagi Portuguesian tapi sudah diwarnai oleh
berbagai budaya dan bahasa Belanda, melayu pasar, Tionghoa bahkan SundaBetawi. Pengunaan alat musiknya pun mulai semakin banyak dengan
dimainkannya alat musik lain seperti kontra bass, rebana, banjo, biola, flute gitar

25

spanyol dll. Kemudian musik keroncong terbawa kesana kemari bersama para
pedagang. Sehingga musik keroncong pada masa itu dapat dinikmati di berbagai
kota, dipelabuhan penting di seluruh Indonesia. Pada masa itu pula mulai dikenal
festival

musik

keroncong

yang

dikenal

dengan

sebutan

“Councours”

(Konhauser,1978:127-129).
Daerah yang menjadi tempat perkembangan musik keroncong adalah
kampung Tugu. Sampai saat ini dipercaya masih terdapat keturunan bangsa
Portugis asli yang masih setia memainkan musik keroncong yang memang sangat
digemari oleh masyarakat Kampung Tugu. Jenis musik inilah yang menjadi cikal
bakal keroncong asli Betawi, yang kemudian dikenal dengan sebutan keroncong
Tugu yang memiliki nama asli “Orkes Poesaka Keroncong Moresco Toegoe”
yang dibentuk pada tahun 1661 oleh orang-orang Portugis yang pada masa itu
dikucilkan.
Perkembangan musik keroncong di beberapa kota besar lainnya diluar
Jakarta seperti di Ambon, Makasar, Bandung, Semarang, Surabaya, dan
Jogjakarta ternyata berhubungan erat dengan musik tradisi. Di Jawa misalnya,
musik keroncong sangat dipengaruhi oleh musik gamelan Jawa (musik
pentatonik), sehingga munculah keroncong langgam jawa. Liriknya berbahasa
daerah setempat serta tangga nada dan pola ritme musik keroncongnya
mengadaptasi musik gamelan. Berbeda dengan di kota Ambon terpengaruh oleh
musik Hawaiian, yang pada pembawaanya menambahkan alat musik gitar elektrik
yang banyak memainkan teknik slide sebagai pembawa melodi.

26

Pada masa Hindia Belanda, keroncong tampil sebagai ars nova, seni baru
yang bersifat non-tradisi dan non-klasik Barat, seni yang digemari oleh
masyarakat perkotaan. Kota-kota besar di Jawa kemudian tumbuh menjadi sentra
keroncong, sejak mencapai popularitas melalui Pasar Malam di Gambir,
komunitas Krokodilen di Kemajoran, hingga concours Jaar Markt di Surabaya.
Keroncong ketika itu menjadi bagian dari budaya massal yang memiliki nilai
komersial, sehingga ensambel keroncong bermunculan di mana-mana. Namun
setelah masa kemerdekaan, terjadi revolusi musikal di seluruh dunia dengan
lahirnya musik berirama rock yang digemari kaum muda. Musik berirama rock
dengan cepat menyebar melalui teknologi rekaman dan menjadi musik masa kini
yang menggusur popularitas musik berirama konvensional termasuk keroncong
(Ganap,Buletin Tjroeng:2008). Pada masa kolonial Jepang antara tahun 19421945 telah terjadi faktor penting yang mempengaruhi perkembangan dan
perubahan

musik

keroncong

bagi

perjalannya.

Beberapa

faktor

yang

mempengaruhi perkembangan musik keroncong ditulis juga oleh Harmunah (
1996:37) sebagai berikut :
Pada tahun 1942, dengan kekalahan Belanda dari Jepang, musik
keroncong ini agak mengalami kemunduran, tetapi penghargaan terhadap
kesenian ini justru semakin maju. Lahirlah sebutan “Biduan” bagi para
penyanyi keroncong, dan lahir pula jenis lagu “Langgam”. Komponiskomponis muda pun banyak yang maju kedepan.
Pada awal Penjajahan Jepang musik keroncong sempat dicekal oleh
Keimin Bunka Shidoshi. Yang menjadi sebab pencekalan musik kerocong pada
saat itu karena syair-syair musik keroncong yang dianggap cengeng dan
dikarenakan terdapat unsur barat pada alat-alat musik keroncong yang dibenci

27

oleh Jepang. Namun dengan lahirnya bentuk langgam keroncong yang
dipopulerkan oleh Gesang, melalui lagu Bengawan Solo yang isi syairnya
memaparkan pujian terhadap keindahan alam, musik keroncong telah memikat
banyak hati orang Jepang yang memang menyukai keindahan alam. Dan akhirnya
festival Councours keroncong diijinkan kembali untuk diselenggarakan pada
tahun 1944 melalui siaran radio Solo Hoso Kioku. Akhirnya orang Jepang ikut
aktif mendorong minat orang Indonesia terhadap musik keroncong, yang
dimanfaatkan oleh Jepang, untuk dijadikan salah satu media yang efektif untuk
menyebarkan propaganda Jepang kepada massa lewat syair-syair lagu keroncong.
Tetapi bentuk penjajahan yang dilakukan oleh bangsa Jepang terhadap bangsa
Indonesia, memberikan dampak yang mengarah terhadap bentuk perlawanan
orang Indonesia terhadap Jepang. Hal itu sesuai dengan pernyataan kornhauser
dalam Mulyana (2009:47) yaitu:
Hal itu berdampak juga pada musik keroncong dimana banyak diciptakan
lagu-lagu yang bernuansa protes terhadap Penjajahan Jepang. Agar Jepang
tidak mecurigai lagu-lagu keroncong yang bernuansa protes tersebut, maka
syair-syair lagu keroncong tersebut dibungkus dengan bentuk kiasan atau
metaphor. Seperti pada lagu Rangkaian Melati oleh Maladi dan Sepasang
Mata Bola oleh Ismail Marzuki.
Musik keroncong telah mengalami perjalanan yang panjang dalam
sejarahnya, keroncong mengalami masa keemasan dinilai pada era pertengahan
abad 20, sekitar dekade 50 sampai 70an. Masa ini ditandai dengan era pencarian
identitas jati diri bangsa Indonesia melalui kampanye politik yang pada saat itu
penuh dengan semangat untuk mencari identitas kebangsaan. Radio Republik
Indonesia (RRI) telah memberikan peran penting dalam menyebarluaskan musik
keroncong, Sang Proklamator Soekarno menetapkan keroncong sebagai salah satu

28

kesenian nasional Indonesia. Ikut disertakan dalam pemilihan bintang radio yang
diselenggarakan Radio Republik Indonesia sejak tahun 1951, hingga keroncong
berkembang selaras dengan popularitas musik keroncong sebagai identitas dan
khasanah musik Indonesia.

D. JENIS MUSIK KERONCONG
1. Keroncong Asli
Keroncong asli adalah bentuk lagu tiga bagian yaitu A-B-C dengan
harmoni atau pergerakan akornya mempunyai susunan yang sudah baku (pakem)
serta jumlah birama yang baku yaitu 28 birama ,meskipun pada perkembangannya
saat ini banyak yang memvariasikan progresi akornya namun tidak dengan jumlah
biramanya:
Progresi Keroncong Asli adalah sebagai berikut:
I(tonika) - - - I(tonika) - - - V(dominan) - - -V(dominan) - - -II7(double dominan)
- - -II7(double dominan) - - -V(dominan) - - -V(dominan)- - (angkatan/permulaan)
V(dominan) - - -V(dominan) - - -(miden spel,semacam bridge yang hanya berisi
musik)

IV(subdominant) - - -IV(subdominant) - - -IV(subdominant) - - -IV(subdominan –
V(dominan) – I(tonika) - - -I(tonika) - - - -V(dominan) - - -V(dominan) - - I(tonika) - - -IV(sudominan) ---V(dominan) – disebut reff )

29

I(tonika)- - - -IV(subdominant)--- V(dominan)--- I(tonika) - - -I(tonika) - - -(
senggaan yang biasanya dipakai sebagai intro) V(dominan) - - -V(dominan) - - I(tonika) - - -I (IV- V -) (apabila dimainkan dua kali)
Selalu ada poorspeel yaitu bagian pembukaan sebelum ke intro dalam
musik klasik barat disebut preleudium, bagian ini merupakan improvisasi akord
Tk I dan Tk II dimainkan oleh instrument biola atau flute. Kemudian intro dan
coda yang diakhiri akord I dan ditutup dengan kadens lengkap disebut juga istilah
overgang atau lintas akord, yaitu :I – IV-V –I sedang untuk coda juga berupa
kadens lengkap. Pada tengah lagu ada interlude, disebut juga dengan istilah
senggahan middle spell, yaitu pada birama kesembilan dan kesepuluh.
2. Langgam Keroncong
Lagu langgam adalah lagu bentuk tiga bagian ,Dalam lagu langgam
keroncong jumlah birama yang baku adalah 32 birama,dengan ketentuan syair
adalah A-A’-B-A’.
Progresi Langgam Keroncong adalah sebagai berikut:
I(tonika) - - -IV(subdominant)---V(dominan)--- I(tonika) - - - I(tonika) - - V(dominan) - - -V(dominan) - - -I(tonika) - - -I(tonika) - - -( syair/bait I)

I(tonika) - - -IV(subdominant)---V(dominan)--- I(tonika) - - - I(tonika) - - V(dominan) - - -V(dominan) - - -I(tonika) - - -I(tonika) - - -( syair/bait II)

IV(subdominant) - - -IV(subdominant) - - -I(tonika) - - -I(tonika) - - II7(doubledominan) - - -II7(doubledominan - - - V(dominan) - - - V(dominan) - - (Reff)

30

I(tonika) - - -IV(subdominant)---V(dominan)--- I(tonika) - - - I(tonika) - - V(dominan) - - -V(dominan) - - -I(tonika) - - -I(tonika) - - -(pengulangan lagu bait
II)
3. Stambul
Ada yang mengatakan bahwa nama stambul ini diambil dari sebutan
komedi (sandiwara) yang sangat marak pada sekitar tahun 1920. Bentuk musik
stambul ini muncul dikarenakan pada waktu itu musik keroncong seakan tersisih
dengan musik Jazband yang mengusung lagu-lagu barat. Untuk bentuk stambul
ini ada dua macam penyebutannya yaitu Stambul I (lagu bentuk Satu bagian,AA’terdiri dari 16 birama) dan Stambul II (lagu bentuk tiga bagian A-B-A-B,terdiri
dari 32 birama).

Progresi Stambul I

IV(subdominant) - - -IV(subdominant) - - -I(tonika)

- - -I(tonika)

- - -

V(dominan) - - -V(dominan) - - - I(tonika) - - -I(tonika) - - - ( lagu bagian
pertama)

IV(subdominant) - - -IV(subdominant) - - -I(tonika)

- - -I(tonika)

- - -V

(dominan) - - -V(dominan) - - - I(tonika) - - -I(tonika) - - - (pengulangan )

Biasanya dalam lagu stambul I ini liriknya berupa pantun,contohnya pada lagu “Si
Jampang”.

31

Progresi Stambul II

(I(tonika)

- - -I(tonika)

- - -)IV(subdominant) - - -IV(subdominant) - - -

IV(subdominant) - - -IV(subdominant) -V- I(tonika) - - - IV(subdominant) V(dominan) - (lagu bag.pertama )

I (tonika) - - -I(tonika) - - -V(dominan) - - -V(dominan) - - -V(dominan) - - -V
(dominan) - - - I(tonika) - - - IV(subdominant) –V(dominan) - (lagu bag. kedua )

I(tonika)

- - -I(tonika)

- - -IV(subdominant) - - -IV(subdominant) - - -

IV(subdominant) - - -IV(subdominant) -V- I(tonika) - - - IV(subdominant) V(dominan) - (pengulangan pertama)

I(tonika) - - -I(tonika) - - -V(dominan) - - -V(dominan) - - -V(dominan) - - V(dominan) - - - I(tonika) - - - I(tonika) (IV -V-) (pengulangan kedua)
Secara ilmu bentuk analisa dalam aturan musik barat, Stambul II
merupakan lagu bentuk tiga bagian (A-B-A’-B’). Lagu jenis stambul ini
berkembang di Jawa Timur dengan adanya teater rakyat komedi stambul dengan
menggunakan lagu-lagu keroncong di atas panggung pertunjukan sebagai musik
selingan maupun bagian dari drama itu sendiri.
4. Lagu Ekstra
Yang dimaksud dengan lagu ekstra adalah lagu-lagu yang bentuknya
diluar dari lagu keroncong asli, langgam maupun stambul. Susunan akornya dan
jumlah biramanya tidak dibatasi dan bervariasi. Lagu-lagu ekstra ini biasanya
adalah pengaruh dari lagu-lagu nasional maupun lagu tradisional, yang

32

mempunyai sifat pembawaan merayu, riang dan jenaka, contohnya pada lagu
“Gundul-gundul pacul”,”Padang Bulan” dan sebagainya.
5. Langgam Jawa
Atas instruksi presiden pada sekitar tahun 1958 yang melarang lagu-lagu
barat, maka bermunculan lagu-lagu daerah yang dikemas dalam irama populer.
Hal ini menjadikan tantangan bagi para musisi keroncong pada waktu itu untuk
berkreasi, maka muncullah irama langgam Jawa. Bentuk lagu dari Langgam Jawa
ini ada yang mendekati langgam keroncong dan ada pula yang mirip dengan
bentuk lagu ekstra.
Yang perlu diperhatikan dalam langgam jawa terdapat sifat keparalelan
dari alat musik instrumen musik barat terhadap instrument musik jawa(gamelan).
Musik keroncong juga memiliki pola ritme, irama yang dimaksud disini
adalah seperti halnya musik-musik barat yang mempunyai rhythm Pattern atau
biasa disebut dengan pola ritme.Dalam musik keroncong ada beberapa rhythm
pattern atau pola ritme yang biasa dimainkan yaitu, irama engkel, irama dobelan,
Irama klasik(petikan), dan terakhir irama kentrungan.

E. LANGGAM KERONCONG
Langgam merupakan bentuk komposisi lagu yang paling umum
(M.Soeharto, Kamus Musik,1992). Langgam Keroncong memiliki keunikan
tersendiri dalam cara penyajiannya. Langgam keroncong merupakan adaptasi
keroncong dari bentuk musik tradisi. Pada umumnya intro pada keroncong
langgam diambil dari 4 bar terakhir pada lagu langgam tersebut. Nuansa liriknya

33

berisi tentang kecintaan terhadap tanah air, perjuangan, percintaan, tentang
keindahan alam, dan perjalanan hidup. Lagu langgam dipelopori oleh Gesang
pada tahun 1940 dengan lagu langgamnya yang berjudul Bengawan Solo. Lagu
langgam adalah lagu bentuk tiga bagian. Dalam lagu langgam keroncong jumlah
birama yang baku adalah 32 birama,dengan ketentuan syair adalah A-A’-B-A’.

Progresi Langgam Keroncong adalah sebagai berikut:

I(tonika) - - -IV(subdominant)-V- I(tonika) - - - I(tonika) - - -V(dominan) - - -V
(dominan) - - -I(tonika) - - -I(tonika) - - -( syair/bait I)

I(tonika) - - -IV(subdominant)-V(dominan) - I(tonika) - - - I(tonika) - - V(dominan) - - -V (dominan) - - -I (tonika) - - -I(tonika) - - -( syair/bait II)

IV(subdominant) - - -IV(subdominant) - - -I(tonika)

- - -I(tonika)

- - -

II7(doubledominan) - - -II7(doubledominan) - - - V(dominan) - - - V(dominan) - -(Reff)

I(tonika) - - -IV(subdominant)-V(dominan) - I(tonika) - - - I(tonika) - - -V
(dominan) - - -V(dominan) - - -I(tonika) - - -I(tonika) - - -(pengulangan lagu bait
II)

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan menggunakan
metode deskriftif, yaitu dengan membuat gambaran secara sistematis, faktual, dan
akurat mengenai faktor-faktor dan sifat-sifat tertentu yang terdapat dalam objek
penelitian. Deskriftif analisis merupakan metode penelitian yang bertujuan untuk
menggambarkan secara rinci objek penelitian, dalam hal ini melalui studi analisis
baik audio maupun visual. Metode deskrftif dilakukan berdasarkan pengalaman
empiris yang didapat dan melaporkan keadaan objek atau subjek yang diteliti
sesuai dengan apa adanya yang memperhatikan karakteristik, kualitas, keterkaitan
antara kegiatan. Metode ini s