Pengaruh Perlakuan Alkali (NaOH) Terhadap Sifat Mekanik Komposit Epoksi Berpengisi Partikel Serat Buah Pinang Chapter III V

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1

LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Lateks,

Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Farmasi, Fakultas
Farmasi, Universitas Sumatera Utara, dan Laboratorium Fisika, Universitas Negeri
Medan.

3.2

BAHAN DAN PERALATAN

3.2.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Resin epoksi sebagai matriks, dengan sifat [10]:
a. Wujud

: Cairan kental


b. Densitas

: 1,17 gram/cm3

Epoksi dan epoksi hardener yang digunakan diperoleh dari toko peralatan
dan bahan kimia PT. Justus Kimiaraya.
2. Serat buah pinang sebagai pengisi, dengan sifat panjang dan kuat. Serat buah
pinang yang digunakan diperoleh dari supplier di Stabat dengan klasifikasi
pinang yang tua dan berwarna kecoklatan.

3.2.2 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Beaker glass.
2. Mesin cetak tekan (press mold).
3. Neraca analitik.
4. Ayakan 50 mesh.
5. Alat uji tarik.
6. Alat uji bengkok.
7. Alat uji bentur.

8. Alat uji Scanning Electron Microscope (SEM).
9. Alat uji Fourier Transform-Infra Red (FT-IR).
24
Universitas Sumatera Utara

10. Indikator pH universal.
11. Cetakan, yang terbuat dari plat besi dengan ukuran 30 x 30 cm.
12. Ball Mill.

3.3

PROSEDUR PENELITIAN

3.3.1 Pengambilan Serat Buah Pinang
1. Serat dipisahkan dengan tangan dari kulit terluar pinang dengan membuang
kulit terluar yang terikut dengan serat hingga bersih.
2. Serat buah pinang kemudian dibersihkan dengan menggunakan air.
3. Serat tersebut kemudian dikeringkan selama 3 hari dibawah sinar matahari.
3.3.2 Perlakuan Alkali Serat Buah Pinang
1. Natrium hidroksida (NaOH) yang digunakan sebagai perlakuan alkali pada

serat dipersiapkan dengan variasi persen volum NaOH terhadap air 1 %, 2 %,
dan 3 %.
2. Serat direndam di dalam NaOH dengan masing - masing persen volum yang
telah disiapkan sebelumnya dan kemudian didiamkan selama 1

jam.

Kemudian serat tersebut dicuci berulang kali dengan menggunakan air hingga
pH 7-7,5 dengan menggunakan indikator pH universal.
3. Serat dikeringkan di dalam oven dengan suhu 100 °C hingga beratnya
konstan.
4. Untuk sampel dengan pengisi serat buah pinang tanpa perlakuan alkali
prosedur 1 sampai 3 tidak dilakukan.
3.3.3 Pembuatan Partikel Serat Buah Pinang
1. Serat buah pinang yang telah mengalami proses perendaman dan pengeringan
kemudian dimasukkan ke dalam ball mill agar serat halus dan membentuk
partikel.
2. Serat buah pinang yang telah halus kemudian diayak dengan menggunakan
ayakan dengan ukuran 50 mesh.
3. Masing-masing partikel serat buah pinang dipisahkan untuk dilanjutkan ke

proses pembuatan komposit partikel epoksi-serat buah pinang.

25
Universitas Sumatera Utara

3.3.4 Pembuatan Komposit Epoksi Berpengisi Partikel Serat Buah Pinang
1. Ditimbang resin epoksi dan epoksi hardener yang digunakan dengan
perbandingan fraksi berat 3 : 2.
2. Kemudian epoksi dan epoksi hardener dicampurkan dalam beaker glass dan
diaduk hingga merata.
3. Serat buah pinang yang telah disiapkan dimasukkan ke dalam beaker glass
dan diaduk merata.
4. Kemudian tuangkan campuran tersebut ke dalam cetakan sampai semua resin
menutupi cetakan sesuai dengan masing- masing uji.
5. Kemudian

tuangkan

resin


ke

dalam

cetakan

dan

ratakan

bagian

permukaannya, setelah rata komposit didiamkan selama 1 hari pada suhu
ruangan.
6. Komposit dikeluarkan dari cetakan dan dihaluskan bagian permukaannya
dengan menggunakan kertas pasir.
7. Dilakukan

pengujian


terhadap

komposit

yaitu

penentuan

uji Fourier

Transform-Infra Red (FT-IR), uji kekuatan tarik (tensile strength), uji
kekuatan lentur (bending strength), uji kekuatan bentur (impact strength), uji
penyerapan air (water absorption), dan uji Scanning Electron Microscopy
(SEM).

3.3.5

Pengujian Komposit

3.3.5.1 Karakteristik Fourier Transform-Infra Red (FT-IR)

Sampel yang dianalisa yaitu berupa epoksi, serat pinang tanpa perlakuan
alkali,serat pinang dengan perlakuan alkali dan komposit epoksi berpengisi buah
pinang untuk melihat apakah ada terbentuk sambung silang (cross-linking) atau tidak
terbentuknya gugus baru. Analisa FT-IR dilakukan di Laboratorium Farmasi,
Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara.

3.3.5.2 Pengujian Kekuatan Tarik (Tensile Strength) ASTM D 638 Tipe IV
Sifat mekanis biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekukatan tarik (t )
menggunakan alat tensometer. Secara praktis kekuatan tarik diartikan sebagai

26
Universitas Sumatera Utara

besarnya beban maksimum (F maks) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen
bahan dibagi dengan luas penampang bahan.
13 mm

6 mm

19 mm


4 mm
57 mm
115 mm
65 mm

Gambar 3.1 Ukuran Dimensi Spesimen Kekuatan Tarik ASTM D 638 Tipe IV

Komposit hasil spesimen dipilih dan dipotong membentuk spesimen untuk
pengujian kekuatan tarik (uji tarik). Pengujian kekuatan tarik dilakukan dengan
tensometer terhadap tiap spesimen dengan ketebalan 4 mm. Tensometer terlebih
dahulu dikondisikan pada beban 100 kgf dengan kecepatan 50 mm/menit, kemudian
dijepit kuat dengan penjepit yang ada dialat. Mesin dihidupkan dan spesimen akan
tertarik ke atas spesimen diamati sampai putus, dicatat tegangan maksimum dan
regangannya.

3.3.5.3 Pengujian Kekuatan Lentur (Bending Strength) ASTM D 790
Spesimen yang akan diuji kekuatan lenturnya memiliki bentuk slab dan
pengujian dilakukan dengan perlakuan uji tiga titik tekuk (three point bend test).
3 mm


6 mm

12 cm

Gambar 3.2 Ukuran Dimensi Spesimen Kekuatan Lentur ASTM D 790

27
Universitas Sumatera Utara

3.3.5.4 Pengujian Kekuatan Bentur (Impact Strength) ASTM D 4812-11
Spesimen yang akan diuji bentur mengikuti metoda Unnotched Izod.
3,4 mm

2,5 mm

60,5 mm

Gambar 3.3 Ukuran Dimensi Spesimen Metoda Izod ASTM D 4812-11


3.3.5.5 Analisa Penyerapan Air (Water Absorption) ASTM D 570
Karakteristik penyerapan air dari komposit poliester tidak jenuh berpengisi
selulosa diuji dengan perendaman dalam air pada suhu ruangan setiap 24 jam hingga
bahan komposit tidak lagi menyerap air (jenuh). Spesimen tes berbentuk (25 mm x
25 mm) sesuai ASTM D-570. Sebelum direndam dalam air, komposit dimasukkan ke
dalam oven dengan temperatur 50  5 o C selama 24 jam terlebih dahulu. Kemudian
didinginkan dalam desikator selama 24 jam. Setelah itu dilakukan pencelupan. Setiap
rentang waktu pencelupan, maka sampel diambil dan dibersihkan dengan kertas tisu
untuk menyerap air. Sampel kemudian ditimbang dan dihitung dengan persamaan:
Wg 

We  Wo
x 100%
Wo

Dimana :
Wg

= Persentase pertambahan berat komposit


We

= Berat komposit setelah perendaman

Wo

= Berat komposit sebelum perendaman

3.3.5.6 Pengujian Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM)
Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM)
mengkarakterisasi

morfologi

permukaan

sampel dengan

digunakan

menggunakan

untuk
metode

Secondary Electron Image (SEI). Hasil yang didapat adalah foto polaroid dan
mampu memfoto dengan perbesaran dari 25 sampai 2 juta kali. Sampel yang difoto
berukuran kecil, yaitu 5 mm x 5 mm untuk luas permukaan dan sampel dalam
keadaan kering. Untuk sampel yang tidak bersifat konduktif, sampel harus dilapisi

28
Universitas Sumatera Utara

terlebih dahulu dengan bahan yang bersifat konduktif. Analisa Scanning Electron
Microscopy (SEM) dilakukan di Laboratorium Fisika, Universitas Negeri Medan.

3.4

FLOWCHART PENELITIAN

3.4.1

Flowchart Pengambilan Serat Buah Pinang
Mulai
Serat pinang dibersihkan dengan membuang kulit terluar hingga bersih
Dicuci dengan air hingga bersih
Dikeringkan selama 3 hari di bawah sinar matahari
Selesai

Gambar 3.4 Flowchart Pengambilan Serat Buah Pinang

3.4.2

Flowchart Perlakuan Alkali Serat Buah Pinang

Mulai

Natrium hidroksida (NaOH) dipersiapkan dengan variasi persen volum
NaOH yang diinginkan
Serat direndam ke dalam NaOH dengan
masing-masing persen volum yang telah
disiapkan sebelumnya dan didiamkan selama 1
jam
Serat dicuci berulang kali dengan menggunakan air hingga pH 7-7,5
dengan menggunakan indikator pH universal

Selesai
Gambar 3.5 Flowchart Perlakuan Alkali Serat Buah Pinang

29
Universitas Sumatera Utara

3.4.3

Flowchart Pembuatan Partikel Serat Buah Pinang
Mulai

Serat buah pinang yang telah direndam dan dikeringkan kemudian dihaluskan di
dalam ball mill
Serat yang telah halus diayak dengan menggunakan ayakan dengan ukuran 50 mesh
Partikel serat dipisahkan dengan masing-masing ukuran untuk digunakan dalam
proses pembuatan komposit partikel epoksi - serat buah pinang
Selesai

Gambar 3.6 Flowchart Pembuatan Partikel Serat Buah Pinang

3.4.4

Flowchart Pembuatan Komposit Epoksi Berpengisi Partikel Serat Buah
Pinang
Mulai

Ditimbang resin epoksi dan epoksi hardener yang digunakan dengan
perbandingan fraksi berat 3 : 2

Dicampurkan dalam beaker glass dan diaduk
hingga merata
Partikel serat dimasukkan ke dalam beaker
glass dengan masing-masing variasi fraksi
volum dan diaduk merata
Campuran tersebut dituang ke dalam cetakan sampai semua resin menutupi cetakan
Cetakan ditekan dengan mesin press selama 60 menit pada temperatur ruangan
Komposit dikeluarkan dari cetakan
Selesai

Gambar 3.7 Flowchart Pembuatan Komposit Epoksi Berpengisi Partikel Serat Buah
Pinang

30
Universitas Sumatera Utara

3.4.5

Flowchart Pengujian Komposit
Mulai
Komposit dipotong dan dibentuk sesuai dengan standar masingmasing uji yang digunakan
Dilakukan uji pada masing-masing variasi komposit dan diperoleh
data hasil pengujian
Selesai

Gambar 3.8 Flowchart Pengujian Komposit

31
Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 KARAKTERISTIK FT-IR (FOURIER TRANSFORM-INFRA RED)
EPOKSI, SERAT BUAH PINANG, DAN KOMPOSIT EPOKSI
BERPENGISI SERAT BUAH PINANG
Karakterisasi FT-IR (Fourier Transform Infra Red) epoksi, serat pinang
dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi dari komposit epoksi berpengisi serat
buah pinang.
4.1.1 Karakteristik FT-IR Epoksi
Karakteristik FTIR dari epoksi dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah ini.

Keterangan analisa gugus fungsi [25]:
Frekuensi Vibrasi (cm -1 )

Ikatan Yang Menyerap IR

3100-3000

Regang C-H

2130-2100

Regang -N≡C

1840-1800

Regang C=O

Gambar 4.1 Karakteristik FT-IR Epoksi

Gambar 4.2 Rumus Molekul Epoksi [26]
32
Universitas Sumatera Utara

Dari gambar 4.2 diatas dapat dilihat karakteristik FTIR dari resin epoksi.
Resin epoksi mengandung gugus epoksi atau oxirene dan senyawa amina [9]. Gugus
epoksi pada FTIR ini ditunjukkan oleh bilangan gelombang 1882,52 cm-1 yang
menunjukkan gugus C=O. Senyawa amina pada resin epoksi hasil karakteristik FTIR
ini ditunjukkan oleh bilangan gelombang 2067,69 cm-1 yang menunjukkan adanya
gugus -N≡C yang merupakan amina tersier. Sedangkan bilangan 2976,09 cm-1
menunjukkan gugus C-H.

4.1.2 Karakteristik FT-IR Serat Buah Pinang Tanpa Perlakuan Alkali Dan
Dengan Perlakuan Alkali
Karakteristik dari serat buah pinang tanpa perlakuan alkali dapat dilihat pada
Gambar 4.3 di bawah ini.

Keterangan analisa gugus fungsi [25]:
Frekuensi Vibrasi (cm -1 )

Ikatan Yang Menyerap IR

3300-2500

Regang =C-H, O-H

2260-2100

Regang C=C

1680-1600

Regang C=C

1500

Regang O-H

1450

T ekuk C-H

1300-1000

Regang C-O, C-O-C

900-690

T ekuk C-H

Gambar 4.3 Karakteristik FT-IR Serat Buah Pinang Tanpa Perlakuan Alkali

33
Universitas Sumatera Utara

Dari Gambar 4.3 diatas dapat dilihat gugus fungsi yang dihasilkan oleh serat
pinang dengan menggunakan transmisi FT-IR. Serat pinang sebagian besar terdiri
dari hemiselulosa dan bahan bukan selulosa. Serat buah pinang mengandung 13 %
sampai 24,6 % senyawa lignin, 35 % sampai 64,8 % hemiselulosa, kandungan abu
sebanyak 4,4 %, dan sisanya sebanyak 8 % sampai 25 % kandungan air. Senyawa
hemiselulosa ditunjukkan oleh adanya gugus OH pada hasil karakteristik FT-IR yang
didapat pada puncak 2885,51 dan 1504,48 cm-1 . Senyawa lignin ditunjukkan pada
puncak 1597,06 cm-1 . Pada puncak 2129,41 cm-1 menunjukkan adanya gugus C=C,
pada puncak 1157,29 cm-1 menunjukkan adanya gugus C-O dan C-O-C, serta puncak
894,97 cm-1 dan 833,25 cm-1 menunjukkan adanya tekuk C-H.
Karakteristik dari serat buah pinang dengan perlakuan alkali ditunjukkan
pada Gambar 4.4 di bawah ini.

4.1.3
Keterangan analisa gugus fungsi [25]:
Frekuensi Vibrasi (cm -1 )

Ikatan Yang Menyerap IR

3300-2500

Regang =C-H, O-H

2260-2100

Regang C=C

1680-1600

Regang C=C

1500

Regang O-H

1450

T ekuk C-H

1300-1000

Regang C-O, C-O-C

900-690

T ekuk C-H

Gambar 4.4 Karakteristik FT-IR Serat Buah Pinang Dengan Perlakuan Alkali

34
Universitas Sumatera Utara

Pada umumnya hasil karakterisasi FT-IR dari serat buah pinang dengan
perlakuan alkali menunjukkan gugus yang hampir sama dengan hasil karakterisasi
FT-IR pada serat buah pinang tanpa perlakuan alkali, namun terdapat beberapa
pergeseran gugus fungsi jika dibandingkan dari hasil keduanya.
Serat pinang yang digunakan dalam penelitian ini merupakan serat buah
pinang yang sebelumnya diberi perlakuan alkali sebelum dijadikan sebagai pengisi
komposit, sehingga perlu dilakukan perbandingan hasil karakteristik FT-IR dari serat
buah pinang tanpa perlakuan alkali dan serat buah pinang dengan perlakuan alkali.
Serat Pinang Tanpa Perlakuan Alkali
Serat Pinang Dengan Perlakuan Alkali
100

% Transmitasi

90

80

70

60

50

40
4500

4000

3500

3000

2500

2000

1500

1000

500

0

-1

Panjang Gelombang (cm )

Gambar 4.5 Perbandingan Karakteristik FT-IR Serat Buah Pinang Tanpa Perlakuan
Alkali dan Serat Pinang Dengan Perlakuan Alkali
Dari Gambar 4.5 diatas, perlakuan alkali terhadap serat menunjukkan
perbedaan yang signifikan berdasarkan spektrum yang dihasilkan FT-IR. Perbedaan
yang signifikan dapat dilihat pada puncak 2885,51 dan 1265,3 cm-1 yang mempunyai
kemiripan dengan hemiselulosa, mengalami perubahan, kemudian pada regang O-H
pada puncak 1504 yang berkurang akibat perlakuan alkali, dan pada puncak 1157
(regang eter C-O-C) yang merupakan struktur penyusun polisakarida yang sebagian
besar ada di selulosa yang mengalami pergeseran. Namun, ada beberapa puncak
lainnya yang muncul baik pada serat tanpa perlakuan alkali maupun serat dengan

35
Universitas Sumatera Utara

perlakuan alkali. Sehingga dapat disimpulkan alkali membersihkan permukaan serat
dari senyawa lignin, hemiselulosa, dan zat pengotor lainnya [27].

4.1.3 Karakteristik FT-IR Komposit Epoksi Berpengisi Serat Buah Pinang
Karakteristik FT-IR dari komposit epoksi berpengisi serat pinang dapat
dilihat pada Gambar 4.6 di bawah ini.

Keterangan analisa gugus fungsi [25]:
Frekuensi Vibrasi (cm -1 )

Ikatan Yang Menyerap IR

3300-2500

Regang =C-H, O-H

2360-2100

Regang C=C

1300-1000

Regang C-O, C-O-C

Gambar 4.6 Karakteristik FT-IR Komposit Epoksi Berpengisi Serat Buah Pinang

Dilihat dari hasil karakterisasi FT-IR terhadap komposit epoksi berpengisi
serat buah pinang terdapat penggabungan dan pergeseran gugus fungsi dari epoksi
dan serat pinang yang menunjukkan bahwa adanya ikatan antara epoksi dan serat
pinang. Pada puncak 2962,66 cm-1 menunjukkan adanya gugus =C-H dan O-H, pada
puncak 2322,29 cm-1 menunjukkan adanya gugus C=C, dan pada puncak 1157,29
menunjukkan adanya gugus C-O dan C-O-C.

36
Universitas Sumatera Utara

140

Epoksi
Serat Pinang
Epoksi + Serat Pinang

120

% Transmitasi

100

80

60

40

20

0
4500

4000

3500

3000

2500

2000

1500

1000

500

0

-1

Panjang Gelombang (cm )

Gambar 4.7 Karakteristik FT-IR Epoksi, Serat Buah Pinang, dan Komposit Epoksi
Berpengisi Serat Buah Pinang
Ada tiga faktor yang mempengaruhi ikatan yakni: penjangkaran mekanik
(mechanical anchoring), ikatan kimia antara serat alam dan resin dimana gugus
hidroksil (-OH) pada rantai belakang resin (poliester tidak jenuh) menyediakan
sebuah daerah untuk mengadakan ikatan hidrogen terhadap serat alam yang
mengandung banyak gugus hidroksil dalam struktur kimianya. dan gaya molekular
atraktif (gaya van der Waals dan ikatan hidrogen) [28]. Kemungkinan ikatan yang
terjadi antara resin dengan selulosa merupakan gaya molekular atraktif seperti yang
ditunjukan oleh Gambar 4.8

37
Universitas Sumatera Utara

OH
α-selulosa
+
Hemiselulosa
+
lignin

OH

OH

+

OH

OH

Serat Alam

OH

Resin termoset dengan gugus -OH di
rantai belakang (backbone)

O ---------- H
H ---------- O

α-selulosa
+
Hemiselulosa
+
lignin

O ---------- H
H ---------- O
O ---------- H
H ---------- O

Serat Alam

Resin termoset dengan gugus -OH di
rantai belakang (backbone)

Gambar 4.8 Kemungkinan Ikatan Antara Resin dengan Serat Alam [28]
Pada Gambar 4.8 diatas dapat dilihat bahwa kemungkinan ikatan antara serat
alam dengan resin epoksi yang terjadi seperti yang diutarakan oleh Ray dan Rout
[26]. Serat alam yang mengandung senyawa α-selulosa, hemiselulosa, dan lignin
sebagai pengisi sedangkan pada resin termoset bertindak sebagai matriks, dimana
kedua nya memiliki gugus fungsi –OH. Dalam proses pencampuran keduanya
memiliki pontensi interaksi berupa ikatan hidrogen dimana gugus –OH dari serat
alam berinteraksi dengan gugus –OH pada resin termoset.

38
Universitas Sumatera Utara

4.2 PENGARUH KOMPOSISI DAN PERLAKUAN ALKALI TERHADAP
KEKUATAN TARIK (TENSILE STRENGTH) KOMPOSIT EPOKSI
BERPENGISI PARTIKEL SERAT BUAH PINANG
Gambar 4.9 menunjukkan pengaruh komposisi matriks resin epoksi dan
pengisi serat buah pinang (v/v) serta pengaruh perlakuan alkali terhadap kekuatan
tarik dari komposit partikel epoksi yang dihasilkan.
50

Kekuatan Tarik (MPa)

45
40

35
30

0%

25

1%

20

2%

15

3%

10

Epoksi Murni

5
0

70/30

60/40

50/50

100/0

Rasio Epoksi dan Serat Pinang (v/v)

Gambar 4.9 Pengaruh Komposisi dan Perlakuan Alkali Terhadap Kekuatan Tarik
Komposit Epoksi Berpengisi Partikel Serat Buah Pinang
Dari Gambar 4.9 dapat dilihat bahwa kekuatan tarik maksimum dari komposit
epoksi berada pada komposisi 60:40 (v/v) dengan konsentrasi alkali 2% yakni
sebesar 19,311 MPa, sedangkan kekuatan tarik minimum dari komposit epoksi
berada pada komposisi 50:50 (v/v) dengan konsentrasi alkali 0% yakni sebesar
10,653 MPa. Kekuatan tarik yang dihasilkan dari komposit meningkat seiring dengan
bertambahnya kandungan pengisi serat pinang. Peristiwa ini terjadi karena adanya
ikatan yang kuat pada daerah antarmuka pengisi dan matriks, sehingga meningkatkan
kemampuan

komposit

dalam

menahan

tegangan

tarik

[29].

Namun,

pada

perbandingan komposisi 50:50 kekuatan tarik komposit menurun yang disebabkan
gaya adhesi antara matrik dan pengisi menurun karena keadaan jenuh pengisi yang
tidak tercampur secara sempurna dengan resin epoksi akibat kandungan pengisi yang
terlalu banyak yang dapat melemahkan sifat mekanik dari material komposit [30].
Kemudian, dilihat dari pengaruh konsentrasi alkali (NaOH) yang digunakan,
secara

keseluruhan

menunjukkan

peningkatan

kekuatan

dengan

semakin

39
Universitas Sumatera Utara

meningkatnya konsentrasi alkali yang digunakan pada serat dan menurun pada
konsentrasi alkali 3%. Hal ini disebabkan perlakuan alkali (NaOH) menghilangkan
bahan yang berupa semen yang hadir dalam serat yakni senyawa lignin dan
hemiselulosa
permukaan

sehingga
ini

meningkatkan

menyebabkan

gaya

luas

permukaan

adhesi

yang

serat.
juga

Peningkatan

meningkat

luas

sehingga

meningkatkan kekuatan tarik dari komposit yang dihasilkan [7]. Terhalangnya
permukaan serat oleh lapisan yang menyerupai lilin juga menyebabkan kegagalan
ketika ditarik yang didominasi oleh lepasnya ikatan antara serat dengan matrik yang
diakibatkan oleh tegangan geser di permukaan serat yang disebut dengan istilah
”fiber pull out”. Pada kondisi kegagalan ini, matrik dan serat sebenarnya masih
mampu menahan beban dan regangan yang lebih besar, tetapi karena ikatan antara
serat dan matrik gagal, maka komposit pun mengalami kegagalan lebih awal.
Sedangkan turunnya kekuatan tarik pada konsentrasi 3% disebabkan pada alkalisasi
3% hemiselulosa, lignin dan pektin hilang sehingga kekuatan serat alam akan
menurun karena kumpulan microfibril penyusun serat yang disatukan oleh lignin dan
pektin akan terpisah, sehingga serat hanya berupa serat-serat halus yang terpisah satu
sama lain [14].
Hasil di atas juga diperkuat oleh penelitian pada komposit epoksi berpengisi
serat hybrid kulit jeruk dan serat buah pinang yang dilakukan oleh Girisha dimana
menunjukkan kekuatan tarik maksimum pada komposisi 60:40 dan peningkatan
kekuatan dengan perlakuan alkali pada serat [7].

40
Universitas Sumatera Utara

4.3 PENGARUH KOMPOSISI DAN PERLAKUAN ALKALI TERHADAP
MODULUS ELASTISITAS (ELASTIC MODULUS) KOMPOSIT EPOKSI
BERPENGISI PARTIKEL SERAT BUAH PINANG
Gambar 4.10 menunjukkan pengaruh komposisi matriks resin epoksi dan
pengisi serat buah pinang (v/v) serta pengaruh perlakuan alkali terhadap modulus
elastisitas dari komposit partikel epoksi yang dihasilkan.
300

Modulus Elastisitas (MPa)

250
200

0%
1%

150

2%
100

3%
Epoksi Murni

50
0

70/30

60/40

50/50

100/0

Rasio Epoksi dan Serat Pinang (v/v)

Gambar 4.10 Pengaruh Komposisi dan Perlakuan Alkali Terhadap Modulus
Elastisitas Komposit Epoksi Berpengisi Partikel Serat Buah Pinang
Dari Gambar 4.10 dapat dilihat bahwa modulus elastisitas maksimum dari
komposit epoksi berada pada komposisi 60:40 (v/v) dengan konsentrasi alkali 2%
yakni sebesar 260,605 MPa, sedangkan modulus elastisitas minimum dari komposit
epoksi berada pada komposisi 50:50 (v/v) dengan konsentrasi alkali 0% yakni
sebesar 185,409 MPa. Berhubung perlakuan NaOH serat memberikan karakteristik
kurva kekuatan tarik dan regangan yang mirip, maka modulus elastisitasnya pun
akan memiliki trend perubahan. Gambar 4.10 menunjukkan bahwa modulus
elastisitas bahan komposit epoksi-serat buah pinang mengalami peningkatan seiring
dengan penambahan kandungan pengisi pada komposit dan konsentrasi perlakuan
NaOH pada serat. Penurunan tersebut didominasi oleh efek degradasi sifat mekanis
serat yang disertai oleh semakin sempurnanya ikatan antara serat dengan matriks.
Jika ditinjau dari pengaruh konsentrasi alkali pada serat, modulus elastisitas
dari komposit meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi alkali, namun

41
Universitas Sumatera Utara

konsentrasi alkali yang semakin tinggi akan menurunkan sifat elastisitas komposit,
bahkan perlakuan tersebut dapat menyebabkan komposit menjadi rapuh [1].

4.4 PENGARUH KOMPOSISI DAN PERLAKUAN ALKALI TERHADAP
PEMANJANGAN PADA SAAT PUTUS (ELONGATION AT BREAK)
KOMPOSIT EPOKSI BERPENGISI PARTIKEL SERAT BUAH PINANG
Gambar 4.11 menunjukkan pengaruh komposisi matriks resin epoksi dan
pengisi serat buah pinang (v/v) serta pengaruh perlakuan alkali terhadap sifat
pemanjangan pada saat putus dari komposit partikel epoksi yang dihasilkan.

Pemanjangan Pada S aat Putus (%)

10
9
8

7

0%

6

1%

5

2%

4

3%

3
Epoksi Murni

2

1
0
70/30

60/40

50/50

100/0

Rasio Epoksi dan Serat Pinang (v/v)

Gambar 4.11 Pengaruh Komposisi dan Perlakuan Alkali Terhadap Sifat
Pemanjangan Pada Saat Putus Komposit Epoksi Berpengisi Partikel Serat Buah
Pinang
Dari Gambar 4.11 dapat dilihat bahwa pemanjangan pada saat putus
maksimum dari komposit epoksi berada pada komposisi 70:30 (v/v) dengan
konsentrasi alkali 2% yakni sebesar 4,52%, sedangkan pemanjangan pada saat putus
minimum dari komposit epoksi berada pada komposisi 50:50 (v/v) dengan
konsentrasi alkali 0% yakni sebesar 2,46%. Hal ini disebabkan karena kurangnya
perpindahan tegangan (stress transfer) dari matriks epoksi ke pengisi serat buah
pinang. Peningkatan dari sifat pemanjangan pada saat putus pada suatu komposit
meningkatkan kekerasan dan kelembutan dari komposit tersebut [30].

Sifat

pemanjangan pada saat putus dari komposit menunukkan trend yang serupa/mirip
dengan kekuatan tarik yang dihasilkan oleh komposit.

42
Universitas Sumatera Utara

Kemudian, dilihat dari pengaruh konsentrasi alkali (NaOH) yang digunakan,
secara

keseluruhan

menunjukkan

peningkatan

kekuatan

dengan

semakin

meningkatnya konsentrasi alkali yang digunakan pada serat dan menurun pada
konsentrasi alkali 3%. Hal ini disebabkan perlakuan alkali (NaOH) menghilangkan
bahan yang berupa semen yang hadir dalam serat yakni senyawa lignin dan
hemiselulosa
permukaan

sehingga
ini

meningkatkan

menyebabkan

gaya

luas

permukaan

adhesi

yang

serat.
juga

Peningkatan

meningkat

luas

sehingga

meningkatkan kekuatan tarik dari komposit yang dihasilkan [6]. Sedangkan turunnya
kekuatan tarik pada konsentrasi 3% disebabkan pada alkalisasi 3% hemiselulosa,
lignin dan pektin hilang sehingga kekuatan serat alam akan menurun karena
kumpulan microfibril penyusun serat yang disatukan oleh lignin dan pektin akan
terpisah, sehingga serat hanya berupa serat-serat halus yang terpisah satu sama lain
[14].
Hasil di atas juga diperkuat oleh penelitian pada komposit epoksi berpengisi
serat hybrid lidah buaya dan serat buah pinang yang dilakukan oleh Reddy dimana
menunjukkan trend yang serupa/mirip antara sifat pemanjangan pada saat putus dan
kekuatan tarik, namun menunukkan pemanjangan pada saat putus yang maksimum
pada kandungan pengisi 10% (% wt) [31].

43
Universitas Sumatera Utara

4.5 PENGARUH KOMPOSISI DAN PERLAKUAN ALKALI TERHADAP
KEKUATAN LENTUR (BENDING STRENGTH) KOMPOSIT EPOKSI
BERPENGISI PARTIKEL SERAT BUAH PINANG
Gambar 4.12 menunjukkan pengaruh komposisi matriks resin epoksi dan
pengisi serat buah pinang (v/v) serta pengaruh perlakuan alkali terhadap kekuatan
lentur dari komposit partikel epoksi yang dihasilkan.
70

Kekuatan Lentur (MPa)

60
50
0%

40

1%
30

2%

20

3%
Epoksi Murni

10

0
70/30

60/40

50/50

100/0

Rasio Epoksi dan Serat Pinang (v/v)

Gambar 4.12 Pengaruh Komposisi dan Perlakuan Alkali Terhadap Kekuatan Lentur
Komposit Partikel Epoksi Berpengisi Serat Buah Pinang
Gambar 4.12 di atas menunjukkan bahwa kekuatan lentur maksimum dari
komposit epoksi berada pada komposisi 60:40 (v/v) dengan konsentrasi alkali 2%
yakni sebesar 50,36 MPa, sedangkan kekuatan lentur minimum dari komposit epoksi
berada pada komposisi 50:50 (v/v) dengan konsentrasi alkali 0% yakni sebesar 28,05
MPa. Kekuatan lentur yang dihasilkan dari komposit meningkat seiring dengan
bertambahnya kandungan pengisi serat pinang. Peristiwa ini terjadi karena hubungan
antara antarmuka pengisi dan matriks dimana pengisi memperkuat kekuatan lentur
komposit dan serat yang tersebar merata sehingga beban yang terpusat dapat ditahan
oleh komposit [29]. Namun, pada perbandingan komposisi 50:50 kekuatan lentur
komposit menurun yang disebabkan oleh keadaan jenuh dari pengisi pada komposit
yang disebabkan serat tidak dapat tercampur secara sempurna akibat jumlah serat
yang terlalu banyak sehingga gaya adhesi antara matrik dan pengisi menurun dan
melemahkan sifat mekanik dari material komposit [30].

44
Universitas Sumatera Utara

Jika ditinjau dari konsentrasi alkali yang digunakan dalam perlakuan serat,
kekuatan lentur meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi alkali, namun
pada konsentrasi alkali 3%, kekuatan lentur komposit mengalami penurunan.
Perlakuan alkali pada serat bertujuan untuk melarutkan lapisan yang menyerupai lilin
di permukaan serat, seperti lignin, hemiselulosa, dan kotoran lainnya. Dengan
hilangnya lapisan lilin ini maka ikatan antara serat dan matriks menjadi lebih kuat
serta meningkatkan wetability antara serat dengan matriks sehingga kekuatan lentur
komposit menjadi lebih tinggi. Namun, perlakuan NaOH yang lebih banyak dapat
menyebabkan kerusakan pada komponen penyusun serat [1].
Hasil di atas juga diperkuat penelitian yang dilakukan oleh Srinivasa pada
komposit urea formaldehid berpengisi serat buah pinang dengan perlakuan alkali
KOH yang menunjukkan kekuatan lentur maksimum pada komposisi 60:40 dan
peningkatan kekuatan setelah serat diberi perlakuan alkali [32].

4.6 PENGARUH KOMPOSISI DAN PERLAKUAN ALKALI TERHADAP
KEKUATAN BENTUR (IMPACT STRENGTH) KOMPOSIT EPOKSI
PARTIKEL BERPENGISI SERAT BUAH PINANG
Gambar 4.13 menunjukkan pengaruh komposisi matriks resin epoksi dan
pengisi serat buah pinang (v/v) serta pengaruh perlakuan alkali terhadap kekuatan
bentur dari komposit partikel epoksi yang dihasilkan.
12000

Kekuatan Bentur (J/m2 )

10000
8000

0%
1%

6000

2%
4000

3%
Epoksi Murni

2000
0
70/30
60/40
50/50
100/0
Rasio Epoksi dan Serat Pinang (v/v)

Gambar 4.13 Pengaruh Komposisi dan Perlakuan Alkali Terhadap Kekuatan Bentur
Komposit Partikel Epoksi Berpengisi Serat Buah Pinang

45
Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.13 di atas menunjukkan bahwa kekuatan bentur maksimum dari
komposit epoksi berada pada komposisi 60:40 (v/v) dengan konsentrasi alkali 2%
yakni sebesar 6698,6 J/m2 , sedangkan kekuatan bentur minimum dari komposit
epoksi berada pada komposisi 50:50 (v/v) dengan konsentrasi alkali 3% yakni
sebesar 4996,97 J/m2 . Kekuatan bentur yang dihasilkan komposit meningkat seiring
dengan penambahan serat sebagai pengisi di dalam komposit. Hal ini disebabkan
karena sifat kekuatan bentur dari suatu komposit berhubungan secara langsung
terhadap

kekerasan

yang dipengaruhi secara langsung oleh kekuatan ikatan

antarmuka, matrik, dan sifat dari serat, dalam hal ini serat yang digunakan sebagai
pengisi berperan sebagai pembentuk titik dimana mulainya pematahan (crack
formation) dan media pemindahan tegangan (stress transferring medium). Dalam
penelitian ini, kekuatan bentur meningkat karena adanya fleksibilitas jaringan antar
fasa yang baik antara matriks dengan pengisi sehingga dengan meningkatnya
kandungan bahan pengisi maka bahan komposit akan menyerap energi benturan yang
lebih tinggi [33].
Peningkatan

sifat-sifat

mekanis pada komposit berpenguat serat yang

mengalami perlakuan permukaan menunjukkan fakta bahwa terjadi perbaikan
karakteristik perekatan (adhesion) permukaan serat oleh perbaikan cacat alami dan
topografi permukaan serat menjadi kasar. Selain itu pengaruh pelakuan kimia pada
serat

juga

dapat

membersihkan

dan

mengubah

topografi permukaan

serat,

meningkatkan kekerasan permukaan serat sehingga dapat meningkatkan daya ikat
interfacial antara serat buah pinang dengan matrik/resin epoksi. Perubahan topografi
permukaan serat yang kasar tersebut akan menghasilkan mechanical interlocking
yang lebih baik dengan matrik [34].
Hasil di atas juga diperkuat penelitian yang dilakukan oleh Srinivasa pada
komposit epoksi berpengisi serat pinang dengan perlakuan alkali KOH yang
menunjukkan kekuatan bentur maksimum pada komposisi 60:40 dan mengalami
peningkatan kekuatan ketika serat diberi perlakuan alkali [5].

46
Universitas Sumatera Utara

4.7 PENGARUH KOMPOSISI TERHADAP PENYERAPAN AIR (WATER
ABSORPTION) KOMPOSIT EPOKSI BERPENGISI PARTIKEL SERAT
BUAH PINANG
Gambar 4.14 menunjukkan pengaruh komposisi terhadap penyerapan air
(water absorption) komposit partikel epoksi berpengisi serat buah pinang.
3.2

Daya Serap Air (%)

2.8
Rasio Epoksi dan

2.4

Serat Pinang

2.0
100/0

1.6

70/30
1.2

60/40

0.8

50/50

0.4

0.0
0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Waktu (Hari)

Gambar 4.14 Pengaruh Komposisi Terhadap Penyerapan Air (Water Absorption)
Komposit Epoksi Berpengisi Partikel Serat Buah Pinang
Gambar 4.14 di atas menunjukkan bahwa epoksi murni memiliki daya serap
air yang paling kecil dibandingkan dengan daya serap

air dari komposit.

Penyeparapan air (water absorption) meningkat seiring dengan bertambahnya fraksi
volum serat pada komposit. Penyerapan air pada epoksi murni setelah perendaman
selama 9 hari sebesar 0,5213 %, sedangkan untuk komposit epoksi-serat buah pinang
masing-masing untuk rasio matriks dan pengisi 70/30, 60/40, 50/50 (v/v) yaitu
1,9391 %, 2,5451 % dan 3,1726 %. Hal ini disebabkan karena karakterisitik serat
alam yang memiliki daya serap air yang lebih besar dibandingkan dengan epoksi.
Sehingga dengan adanya serat alam yang memiliki daya serap air sebesar 11-12%
menyebabkan

komposit

epoksi-serat buah pinang menyerap

air lebih besar

dibandingkan dengan epoksi itu sendiri [21].

47
Universitas Sumatera Utara

4.8 ANALISA SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (SEM) EPOKSI DAN
KOMPOSIT PARTIKEL EPOKSI BERPENGISI SERAT BUAH PINANG
Gambar 4.15 di bawah ini merupakan gambar hasil analisa SEM, adapun
sampel yang dianalisa yaitu patahan hasil pengujian kekuatan bentur untuk komposit
epoksi murni, dan komposit partikel epoksi berpengisi serat buah pinang dengan
komposisi 60/40 dan konsentrasi alkali 2%.

(a)

(b)
Gambar 4.15 Hasil Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) (a) Patahan epoksi
murni dengan perbesaran 500x dan (b) Patahan epoksi-serat pinang dengan
perbesaran 500x

48
Universitas Sumatera Utara

Dari Gambar 4.15 (a dan b) menunjukkan morfologi patahan komposit
epoksi-serat buah pinang dengan bentuk permukaan yang tidak merata dan partikel
serat yang terdistribusi dengan baik. Pada komposit berpengisi serat buah pinang ini
terjadi kegagalan yang didominasi oleh lepasnya ikatan antara serat dengan matriks
yang diakibatkan oleh tegangan geser di permukaan serat. Jenis kegagalan ini biasa
disebut dengan istilah “fiber pull out” [21]. Selain itu dapat dilihat bahwa
penambahan pengisi serbuk buah pinang dapat mengurangi jumlah fraksi kosong
(void) yang terdapat pada komposit epoksi.

49
Universitas Sumatera Utara

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan,
antara lain :
1. Dari hasil analisa karakterisasi FT-IR terhadap epoksi, serat buah pinang, dan
komposit epoksi berpengisi serat buah pinang diketahui bahwa terdapat
perbedaan peak yang dihasilkan dari serat dengan perlakuan alkali dan serat
tanpa perlakuan alkali dan terdapat ikatan antara resin epoksi sebagai matrik dan
serat pinang sebagai pengisi.
2. Dari hasil analisa uji kekuatan tarik, kekuatan tarik maksimum komposit berada
pada perbandingan komposisi 60:40 dan perlakuan alkali 2% sebesar 19,311
MPa, sedangkan kekuatan tarik minimum komposit berada pada komposisi
50:50 dan perlakuan alkali 0% sebesar 10,653 MPa.
3. Modulus elastisitas maksimum komposit berada pada perbandingan komposisi
60:40 dan perlakuan alkali 2% sebesar 260,605 MPa, sedangkan modulus
elastisitas minimum komposit berada pada komposisi 50:50 dan perlakuan alkali
0% sebesar 185,409 MPa.
4. Pemanjangan saat putus maksimum komposit berada pada perbandingan
komposisi 70:30

dan

perlakuan

alkali 2%

sebesar 4,52%,

sedangkan

Pemanjangan saat putus komposit berada pada komposisi 50:50 dan perlakuan
alkali 0% sebesar 2,46%.
5. Dari hasil analisa uji kekuatan lentur, kekuatan bentur maksimum dari komposit
berada pada perbandingan komposisi 60:40 dan perlakuan alkali 2% sebesar
50,36 MPa, sedangkan kekuatan lentur minimum komposit berada pada
komposisi 50:50 dan perlakuan alkali 0% sebesar 28,05 MPa.
6. Dari hasil analisa uji kekuatan bentur, kekuatan bentur maksimum berada pada
perbandingan komposisi 60:40 dan perlakuan alkali 2% sebesar 6698,6 J/m2 ,
sedangkan kekuatan bentur minimum komposit berada pada perbandingan
komposisi 50:50 dan perlakuan alkali 0% sebesar 4996,97 J/m2 .

50
Universitas Sumatera Utara

7. Berdasarkan uji penyerapan air, diketahui bahwa penyerapan air komposit
partikel epoksi berpengisi serat buah pinang terbesar berada pada perbandingan
komposisi 50:50 yaitu sebesar 3,1726 %.
8. Secara umum, sifat mekanik komposit meningkat dengan perlakuan alkali
(NaOH) karena perlakuan alkali membersihkan permukaan serat dari lapisan
lilin sehingga meningkatkan adhesi dan mechanical interlocking pada antarmuka
serat dengan matrik.

5.2 SARAN
Demi kesempurnaan penelitian ini, maka peneliti menyarankan :
1. Diperlukannya penggabungan metoda hand lay-up dengan hot press agar
void yang terdapat di dalam komposit berkurang. Untuk media cetakan
sebaiknya digunakan pelat besi yang telah diberikan pelicin (release agent).
2. Diperlukan perlakuan awal pada serat seperti perlakuan penggandeng
(coupling agent) pada pengisi agar meningkatkan interaksi antara matriks
dengan pengisi.

51
Universitas Sumatera Utara