Peran Tanggung Jawab dan Kendala Notaris Dalam Perubahan Perusahaan Berbentuk Perseroan Komanditer Menjadi Perseroan Terbatas
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ditinjau dari sudut pandang filosofis, Indonesia adalah Negara yang
berdasarkan atas hukum (Rechtstaat) dan sekaligus Rule of Law. Dengan demikian
dalam konsep Negara hukum, Indonesia menerima prinsip kepastian hukum dalam
Rechtstaat sekaligus prinsip keadilan dalam Rule of Law serta sistem hukum lainnya
dengan inti filosofinya masing-masing yang kemudian digabungkan sebagai
paradigma Negara Hukum Pancasila. 1 Menurut Dicey, Rule of Law ini mengandung
unsur-unsur yakni adanya Hak Asasi Manusia (HAM) yang dijamin oleh undangundang, persamaan kedudukan dimuka hukum (equality before the law), supremasi
aturan-aturan hukum dan tidak ada kesewenang-wenangan tanpa aturan yang jelas. 2
Dengan kata lain, hukum yang dibuat dalam suatu negara tetap harus benar-benar
menjalankan fungsi yang menciptakan keteraturan di dalam masyarakat. Sehingga
hukum itu tentunya harus diarahkan agar kesejahteraan rakyat dapat dicapai setinggitingginya.
Sejalan dengan proses menuju era industrialisasi serta adanya kemajuan di
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, menimbulkan beberapa dampak, antara lain
tampak dari terjadinya persaingan yang tajam di antara sesama pelaku bisnis.
1
Bachtiar, Problematika Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi Pada Pengujian
Terhadap UUD, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2015), hal. 21
2
Masyhur Effendi, Hak Asasi Manusia dalam Hukum Nasional dan Internasional, (Jakarta:
Ghalia Indonesia, 1994), hal. 32
Universitas Sumatera Utara
Demikianlah hukum diperlukan dalam mengatur sektor usaha agar tercipta suatu
ketertiban dalam perniagaan serta melancarkan praktik bisnis. 3
Tingginya persaingan usaha untuk mencari laba sebesar-besarnya merupakan
faktor pendorong seseorang melakukan suatu kegiatan usaha dengan mendirikan
suatu badan usaha. Setiap kegiatan usaha atau bisnis yang dijalankan biasanya
menggunakan wahana bisnis yang dinamakan perusahaan. Kebanyakan, yang akan
menjadi pilihan bagi para pengusaha baru adalah bentuk badan usaha non badan
hukum seperti perusahaan perorangan. Selain perusahaan perorangan tersebut,
terdapat suatu bentuk badan usaha lain seperti persekutuan, yang mana persekutuan
terbagi menjadi tiga, yaitu persekutuan perdata, persekutuan dengan firma dan
persekutuan komanditer, ketiga bentuk perusahaan persekutuan tersebut memiliki
kemiripan karakteristik dalam hal tanggung jawabnya (liability). 4
Persekutuan dalam bahasa Belanda disebut “maatschap” atau “vennootschap”
adalah suatu persetujuan dimana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk
memasukkan sesuatu kedalam persekutuan, dengan maksud untuk membagi
keuntungan yang terjadi karenanya. 5 Dengan kata lain persekutuan dalam
menjalankan usahanya menyerupai perusahaan perseorangan yang bertitik tolak dari
memasukkan kekayaan pribadi untuk menjalankan kegiatan usahanya, sehingga
3
Eka An Aqimuddin, dan Marye Agung Kusmagi, Tip Hukum Praktis: Solusi Bila Terjerat
Kasus Bisnis, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2010), hal. 11
4
Jeff Madura, Introduction to Business, Pengantar Bisnis, Edisi 4, Buku I, penerjemah Ali
Akbar Yulianto, dan Krista, (Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2007), hal. 261
5
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta: Djambatan,
1978), hal.11
Universitas Sumatera Utara
pertanggung jawabannya pun apabila melakukan hubungan dengan pihak ketiga akan
melibatkan harta pribadi para pemilik persekutuan tersebut.
Persekutuan Komanditer (Commanditaire Vennootschap/CV) pada dasarnya
ada sekutu aktif dan ada sekutu komanditer atau sekutu pasif (sleeping partner).
Persekutuan Komanditer (CV) diatur dalam ketentuan Pasal 19 sampai Pasal 21 Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). 6 Pada Pasal 19 KUHD disebutkan bahwa:
“Perseroan secara melepas uang yang juga dinamakan perseroan komanditer,
didirikan antara satu orang atau beberapa orang yang secara tanggung menanggung
bertanggung jawab untuk seluruhnya pada pihak satu, dan satu orang atau lebih
sebagai pelepas uang pada pihak lain”. 7
Rumusan Pasal 19 KUHD tersebut di atas mendapat perhatian khusus dari
kalangan ahli hukum berkenaan dengan istilah “Geldschieters” terhadap pengertian
“Commanditaire” yang memberikan suatu pengertian bahwa komanditer adalah
identik dengan tiap-tiap orang yang meminjamkan uang (gelduittener), oleh sebab itu
ia akan menjadi seorang penagih (schuldeiser). 8
Padahal pengertian komanditer dalam Persekutuan Komanditer (CV)
bukanlah menjadi seorang penagih atas uang yang telah dilepaskannya. Seorang
komanditer adalah sebagai peserta dalam suatu perusahaan yang memiliki hak dan
kewajiban untuk memperoleh keuntungan dan pembagian sisa dari harta kekayaan
6
Elsi Kartika Sari, dan Advendi Simangunsong, Hukum Dalam Ekonomi (Edisi II), (Jakarta:
PT. Grasindo, 2007), hal. 54
7
R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Jilid 1 Bagian Kedua, (Jakarta: Rajawali Pers,
1991), hal. 102
8
I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan, cet. 7, (Bekasi: Kesaint Blanc, 2007), hal. 51
Universitas Sumatera Utara
apabila perusahaan tersebut dilikuidasi, di samping itu memikul resiko apabila
perusahaan mengalami kerugian sesuai dengan jumlah modal yang dimasukkannya. 9
Sekutu komanditer juga tidak diperbolehkan menarik modal yang telah
diserahkan selama perusahaan masih berjalan/berlangsung. Para pakar hukum
mengatakan bahwa KUHD telah salah mengunakan perkataan “Geldschieter” untuk
menunjuk sekutu komanditer. 10 Digunakannya istilah geldschieter untuk sekutu
komanditer telah menimbulkan kesalahpahaman yang cukup prinsipil, oleh karena
perbuatan hukum dari kedua istilah tersebut mempunyai akibat hukum yang berbeda.
Persekutuan merupakan bentuk badan usaha yang paling sederhana untuk
mencapai suatu keuntungan bersama. Hal ini disebabkan pendirian persekutuan tidak
diharuskan adanya akta otentik maupun pengesahan dari instansi yang berwenang. 11
Sehingga dengan dibuatkannya akta di bawah tangan antara para pihak yang hendak
mendirikan persekutuan, maka persekutuan tersebut dapat berdiri dan dijalankan oleh
pihak yang mendirikannya, namun sebagian besar pendiri dari CV sering kali
menggunakan akta otentik untuk mendirikan dan menjalankan usahanya tersebut. Hal
ini disebabkan CV memiliki karakteristik yang berbeda dengan perusahaan
persekutuan lainnya. 12 Perbedaan yang paling mencolok dari CV terletak pada
adanya sekutu komanditer dan sekutu komplementer. Sekutu komplementer
berwenang sebagai sekutu yang mengurus sedangkan sekutu komanditer berwenang
9
Ibid.
R. Soekardono, Op.Cit., hal. 101
11
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Staatsblad 1847-23, Pasal 22
12
Ahmad Subagyo, Studi Kelayakan, Teori dan Praktek, (Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo, 2007), hal. 174
10
Universitas Sumatera Utara
sebagai sekutu yang melepas uang atau pemodal. 13 Sehingga segala bentuk
kewenangan para sekutu yang telah disepakati tersebut, tidak dapat diubah dengan
serta merta.
Sekalipun memiliki karakteristik yang berbeda, tanggung jawab dari sekutu
komplementer tetap tidak terbatas seperti halnya persekutuan perdata maupun
persekutuan dengan firma. 14 Hal ini yang kemudian membatasi kewenangan CV
untuk memperluas ekspansi usahanya disebabkan adanya risiko yang dapat
membahayakan harta pribadi dari sekutu komplementer itu sendiri, sehingga CV
tidak dapat sepenuhnya melakukan spekulasi untuk memperoleh laba yang sebesarbesarnya demi mencapai tujuan usahanya secara maksimal.
Adanya risiko yang dapat melibatkan harta pribadi dari sekutu komplementer
tersebut disebabkan CV sekalipun didirikan dengan adanya akta otentik tetapi bukan
merupakan badan hukum. Hal ini disebabkan ketentuan dalam KUHD tidak
mengharuskan pendirian CV mendapatkan pengesahan badan hukum dari instansi
yang berwenang. Sehingga segala kewenangan CV tetap merupakan kewenangan
para sekutu komplementer, bukanlah kewenangan perusahaan/persekutuan. Sehingga
hal ini menuntut para sekutu meningkatkan statusnya menjadi badan hukum agar
dapat melindungi harta pribadinya. Faktor kelaziman merupakan salah satu faktor
13
14
M. Fuad, et.al., Pengantar Bisnis, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000), hal. 66
Handri Raharjo, Hukum Perusahaan, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009), hal. 23
Universitas Sumatera Utara
yang mungkin mempengaruhi seseorang dalam memilih pembentukan Perseroan
Terbatas. 15
Peningkatan status menjadi badan hukum dapat dilakukan dengan melakukan
perubahan terhadap CV tersebut menjadi PT. Dengan adanya perubahan bentuk
tersebut maka status dari persekutuan secara otomatis akan bubar demi hukum dan
berganti menjadi badan hukum. PT dalam pendiriannya harus memperoleh status
badan hukum dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Hal ini menjadikan PT sebagai suatu subyek hukum yang berdiri sendiri dan
disamakan kedudukannya dengan orang pribadi, sehingga dalam menjalankan
kegiatan usahanya terpisah dari harta pribadi atau harta kekayaan milik pendiri atau
pemegang sahamnya. 16
Dunia bisnis selalu penuh dengan perkembangan yang memerlukan respon
dan pengambilan keputusan yang segera sehingga dapat mengantisipasi perubahan
itu. Salah satu bentuk perubahan itu adalah apabila suatu bisnis yang sebelumnya
berbentuk badan usaha Perseroan Komanditer (CV) akan dirubah statusnya menjadi
badan hukum Perseroan Terbatas (PT). Perubahan itu dapat dilakukan dengan cara:
1. Seluruh sekutu harus setuju akan keinginan itu dan melakukan rapat dengan atau
tanpa kehadiran Notaris yang kemudian akan menghasilkan putusan perubahan
itu dalam bentuk berita acara.
15
Rudhi Prasetya. Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, (Bandung : PT Citra Aditya
Bakti, 1995), hal. 49
16
Rochmat Soemitro, Hukum. Perseroan Terbatas, Yayasan Dan Wakaf, (Bandung:
PT.Eresco, 1993), hal. 2
Universitas Sumatera Utara
2. Seluruh aset bergerak maupun tidak bergerak Perseroan Komanditer (CV) harus
di taksasi (penilaian dalam jumlah rupiah) sebaiknya dilakukan oleh independen
appraisal.
3. Dari total aset lalu ditentukan berapa besar bagian masing-masing dan apakah
seluruhnya atau sebagian akan di-inbreng (dimasukkan) ke dalam Perseroan
Terbatas sebagai modal yang akan disetor oleh masing-masing pendiri Perseroan
Terbatas (PT).
4. Datang ke Notaris untuk membuat Akta Pendirian Perseroan Terbatas (PT)
dengan sudah menentukan nama, kedudukan, maksud dan tujuan, pemegang
saham, susunan pengurus dan modal Perseroan Terbatas (PT).
5. Setelah proses pendirian PT tentu saja harus mengubah seluruh administrasi dan
keuangan yang ada karena telah beralih status dari badan usaha menjadi badan
hukum. 17
Usaha untuk melakukan perubahan terhadap CV menjadi PT tentu memiliki
permasalahan. Hal ini disebabkan CV telah berdiri terlebih dahulu dan melakukan
perbuatan hukum yang dapat berupa Perjanjian Kredit, Penjaminan, maupun transaksi
keuangan lainnya dengan pihak ketiga. Hal ini bukanlah merupakan tanggung jawab
dari organ CV itu sendiri melainkan sekutu yang melakukan perbuatan hukum
tersebut dengan pihak ketiga. Sehingga hal ini yang dirasa perlu menjadi
permasalahan yang perlu dipecahkan disebabkan segala bentuk perbuatan hukum
17
Ibid., hal. 8
Universitas Sumatera Utara
yang telah dilakukan oleh CV akan beralih kepada PT yang didirikan atau tetap
menjadi tanggung jawab masing-masing sekutu dalam CV.
Selain itu, permasalahan lain yang menjadi kendala dalam perubahan CV
menjadi PT juga terdapat pada dasar hukum yang sangat terbatas. Hal ini disebabkan
hingga kini tidak ada dasar hukum yang spesifik yang dapat merubah CV menjadi PT
yang menyebabkan adanya kendala dalam hal perubahan bentuk perusahaan tersebut.
Sehingga dengan kurangnya dasar hukum yang ada tersebut, maka sering kali
kewenangan atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh CV masih dipikul oleh
sekutu aktif dari CV tersebut.
Pada prakteknya di Indonesia telah menunjukkan suatu kebiasaan bahwa
orang yang mendirikan CV berdasarkan akta Notaris (berbentuk otentik). Hal-hal
yang perlu diperhatikan adalah pendirian dapat dilakukan dengan berbagai cara
asalkan tidak merugikan pihak ketiga. 18 Namun bilamana dilakukan pendirian dengan
Akta Otentik, adanya kewajiban pendaftaran akta pendirian atau ikhtisar resminya
dalam register yang disediakan pada Kantor Panitera Pengadilan Negeri tempat
kedudukan perseroan itu (raad van justitie). 19 Akan tetapi yang didaftarkan hanyalah
berupa Anggaran Dasarnya saja sebagaimana diatur menurut ketentuan Pasal 24
KUHD yang dimana sekurang-kurangnya harus memuat ketentuan:
1. Nama, pekerjaan, tempat tinggal dari sekutu;
18
19
Kitab Undang-undang Hukum Dagang, Staatsblad 1847-23, Pasal 22
Ibid., Pasal 23 dan Pasal 24
Universitas Sumatera Utara
2. Pernyataan bahwa CV tersebut melaksanakan kegiatan usaha yang umum atau
terbatas pada cabang usaha tertentu dengan menunjukkan maksud dan tujuan dari
usaha yang hendak dilakukan oleh CV tersebut;
3. Penunjukkan para sekutu baik yang aktif maupun pasif;
4. Saat mulai berlakunya dan berakhirnya;
5. Klausula-klausula penting lainnya yang berkaitan dengan pihak ketiga terhadap
persekutuan.
Satu hal penting yang perlu diperhatikan dalam CV adalah selayaknya
perusahaan persekutuan maka tidak ditentukan besarnya modal dalam persekutuan.
Menurut ketentuan dalam Pasal 1619 KUHPerdata menentukan bahwa para sekutu
tidak hanya memasukkan bagian persekutuan dalam bentuk uang atau pun barang
(inbreng) akan tetapi juga dalam bentuk tenaga dan kerajinannya. Sehingga hal ini
tidak bisa secara keseluruhan ditentukan dalam bentuk uang untuk modal dasar yang
digunakan dalam persekutuan.
Secara sederhana prosedur dan mekanisme yang akan dilalui dalam
permohonan pengesahan sebagai badan hukum PT, dengan perubahan bentuk dari
CV menjadi PT adalah proses likuidasi persekutuan komanditer (CV), pendirian
perseroan terbatas (PT), dan pendaftaran PT. Persyaratan dalam perubahan bentuk
CV menjadi PT, pada umumnya mengacu kepada peraturan yang mengatur mengenai
CV dan peraturan yang mengatur mengenai PT. Salah satu persyaratan perubahan
bentuk tersebut adalah melakukan likuidasi. Dari segi yuridis tidak terdapat
pengaturan yang memberikan petunjuk bagi prosedur likuidasi dalam perubahan
Universitas Sumatera Utara
bentuk dari CV menjadi PT. Dalam praktik kegiatan bisnis yang dinamis, proses
likuidasi tersebut lebih banyak didasarkan pada pertimbangan praktis. Terlebih
pengaturan CV yang masih mengacu kepada ketentuan Pasal yang terbatas dalam
KUHD yaitu Pasal 19, 20 dan 21, dan beberapa hal yang tidak diatur dapat
menggunakan peraturan mengenai Persekutuan Firma dan Persekutuan Perdata,
sehingga dari segi kepastian hukum dirasakan kurang memiliki kekuatan hukum.
Perbedaan prinsipil antara Perseroan Komanditer atau dikenal dengan sebutan
CV (Commanditaire vennootschap) dengan Perseroan Terbatas (PT) terdapat pada
status badan hukumnya, karena CV merupakan persekutuan yang tidak berbadan
hukum dan tanggungjawab dari para sekutu pengurus hanya sampai kepada harta
pribadinya. Sedangkan Perseroan Terbatas (PT) merupakan perseroan berbadan
hukum dan tanggungjawabnya terbatas. 20 Perubahan CV menjadi Perseroan Terbatas
(PT) berarti akan mengubah status perusahaan yang awalnya tidak berbadan hukum
menjadi badan hukum. Untuk itu terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan dan
disesuaikan agar dapat memperoleh status badan hukum sebagaimana yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT).
Keperluan atas dasar hukum yang spesifik tersebut juga menyebabkan adanya
ketidak jelasan terkait dengan prosedur serta mekanisme yang dapat digunakan untuk
melakukan perubahan CV tersebut menjadi PT, disebabkan perlu atau tidaknya
20
CST Kansil dan Christine ST Kansil, Pokok-Pokok Hukum PT Tahun 1995, (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 1997), hal. 30
Universitas Sumatera Utara
dilakukan pembubaran terlebih dahulu sebelum PT memperoleh status badan hukum
masih belum terdapat pengaturan yang konkrit.
Likuidasi yang dimaksud dalam hal perubahan bentuk dari CV menjadi PT
adalah hanya melakukan proses pemberesan saja yang bertujuan untuk menghitung
neraca akhir harta kekayaan CV pada saat akan dialihkan kepada PT untuk
selanjutnya dibagi diantara para sekutu CV sebagai modal awal dalam PT. Modal
awal dalam perseroan yang diambil bagian oleh para sekutu atau calon pendiri
perseroan, merupakan perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham
menurut ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas (UUPT). Oleh karenanya keterangan yang menyatakan mengenai
perbuatan hukum mengenai kepemilikan saham tersebut harus dicantumkan dalam
Anggaran Dasar pendirian Perseroan untuk mengikat perseroan dan terjadinya
pengalihan hak dan kewajiban para sekutu kepada perseroan, yang sebelumnya
bertanggung jawab tidak terbatas sampai harta pribadi menjadi terbatas sesuai dengan
saham yang disetorkan oleh para calon pendiri atau para sekutu sesuai bagian harta
kekayaannya yang tertanam dalam PT. 21
Setelah dilakukan pemberesan atas harta kekayaan dan utang piutang CV,
maka dibuatkan Neraca Akhir oleh CV, karena dari posisi terakhir neraca tersebutlah
yang menjadi dasar para sekutu dalam ikut ambil bagian menyetorkan modal dalam
perseroan. Dan apabila ada aset yang tidak bergerak maka dilakukan penaksiran oleh
21
Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 1996), hal. 13
Universitas Sumatera Utara
juru taksir terhadap aset tersebut untuk dimasukkan kedalam perseroan. Mengenai
pemasukan modal CV kedalam PT dalam hal perubahan bentuk dari CV menjadi PT,
maka hal tersebut harus dicantumkan dalam Anggaran Dasar Perseroan. 22
Setiap perbuatan hukum yang dilakukan oleh para sekutu demi kepentingan
perseroan, harus dibuatkan RUPS dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari setelah
perseroan memperoleh status pengesahan badan hukum. RUPS pertama kali tersebut
harus dilaksanakan demi mengikat perseroan dan mempertegas peralihan hak dan
kewajiban atas perbuatan hukum yang dilakukan sekutu komplementer sebelum
perseroan memperoleh status badan hukum menjadi hak dan kewajiban perseroan. 23
Mengenai kelanjutan usaha dari CV menjadi PT juga harus ditegaskan kembali dalam
Anggaran Dasar perseroan demikian juga mengenai perbuatan hukum yang telah
dilakukan para sekutu dengan pihak ketiga sebelum perseroan berbadan hukum.24
Oleh karenanya meskipun secara formil tidak terjadi pembubaran atas CV, namun
secara materiil akibat hukum dari pendirian PT tersebut telah membubarkan CV
sebagai institusi, karena kedudukannya telah digantikan oleh PT baru yang telah
didirikan.
Efektifitas proses likuidasi atas harta kekayaan dan utang/piutang CV tersebut
sangat tergantung pada masing-masing sekutu dalam CV, mengingat penentuan asetaset, utang/piutang CV yang akan melakukan perubahan bentuk perusahaan menjadi
22
Adib Bahari, Prosedur Cepat Mendirikan Perseroan Terbatas, cet.1, (Yogyakarta:
Pustaka Yustisia, 2010), hal.65
23
Gunawan Widjaya, Seri Pemahaman Perseroan Terbatas, 150 Pertanyaan Tentang
Perseroan Terbatas, (Jakarta: Forum Sahabat, 2008), hal.9-10
24
Ibid., hal.14
Universitas Sumatera Utara
PT ditunjuk oleh masing-masing pesero sehingga kemungkinan tercampurnya harta
pribadi dan aset CV bisa saja terjadi. Selain itu, bisa jadi segala utang pribadi para
persero juga dimasukkan dalam utang CV, di sini butuh kejelian auditor dan
appraisal dalam memisahkan aset maupun utang CV yang menentukan jumlah aset
maupun utang PT pasca perubahan bentuk perusahaannya.
Bisa jadi utang pribadi para persero CV setelah mendapat pengesahan badan
hukum atas pendirian PT tersebut menjadi utang perseroan terbatas, jika dalam
jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari mengadakan RUPS pertama kali
dan mempertegas segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh para sekutu maupun
calon pendiri perseroan sebelum PT memperoleh status badan hukum, sehingga
segala perbuatan hukum tersebut yang semula merupakan tanggung jawab masingmasing sekutu yang melakukan perbuatan hukum tersebut secara tanggung renteng
akhirnya menjadi tanggung jawab PT. 25 Pertanggung jawaban para sekutu terhadap
kepentingan CV yang dilakukan sebelum perseroan memperoleh badan hukum akan
beralih kepada PT apabila RUPS pertama kali dihadiri oleh semua pemegang saham
dengan hak suara dan keputusan disetujui dengan suara bulat.
Dalam proses perubahan CV menjadi PT tersebut, selain mengenai prosedur
dan syarat-syarat perubahan tersebut, proses permohonan dilakukan secara elektronis
melalui jaringan internet yang dapat diakses oleh setiap Notaris yang telah terdaftar
pada Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) dari seluruh wilayah Indonesia.
Demikian menunjukan peranan seorang Notaris dalam pendirian suatu badan usaha di
25
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Indonesia. Peran
Lembaga Notariat tersebut timbul dari kebutuhan masyarakat,
bukan sengaja diciptakan kemudian baru disosialisasikan kepada khalayak. 26
Lembaga ini timbul dalam pergaulan sesama manusia yang menghendaki adanya alat
bukti baginya mengenai hubungan hukum keperdataan yang ada dan/atau terjadi di
antara mereka, suatu lembaga dengan para pengabdinya yang ditugaskan oleh
kekuasaan umum (openbaar gezag) untuk dimana dan apabila undang-undang
mengharuskan demikian atau dikehendaki oleh masyarakat, membuat alat bukti
tertulis yang mempunyai kekuatan otentik. 27
Peran Notaris dalam hal ini sangat penting. Selain Notaris adalah satu-satunya
pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik berbagai perbuatan, perjanjian
dan penetapan termasuk akta otentik pendirian suatu Perseroan. Proses pengesahan
suatu Perseroan menjadi badan hukum oleh Notaris di Departemen Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia dapat dilakukan secara online melalui SABH.
Karena itu sebagai seorang Notaris, sebaiknya secara seksama meneliti kelengkapan
berkas maupun jumlah aset CV yang akan diubah bentuk perusahaannya menjadi PT,
jangan sampai perubahan tersebut dimanfaatkan oleh persero CV untuk mengurangi
maupun menghilangkan tanggung jawab pribadi terhadap utang-utang kepada pihak
ketiga agar menjadi beban atau kewajiban PT untuk melunasinya.
26
Anke Dwi Saputro, ed., Jati Diri Notaris Indonesia, Dulu, Sekarang, Dan Di Masa Datang,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), hal.40.
27
G. H. S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, cet. 3, (Jakarta: Erlangga, 1983),
hal.2.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, perlu dikaji lebih dalam mengenai
proses pendirian PT yang berasal dari CV yang dilakukan dengan menjamin
kepastian hukum serta peran Notaris dalam perubahan bentuk perusahaan tersebut
yang akan dituangkan ke dalam judul tesis “Peran Tanggung Jawab dan Kendala
Notaris Dalam Perubahan Perusahaan Berbentuk Perseroan Komanditer Menjadi
Perseroan Terbatas”.
B. Permasalahan
Adapun permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut dalam tesis ini adalah:
1. Bagaimana peran Notaris dalam perubahan perusahaan berbentuk Perseroan
Komanditer Menjadi Perseroan Terbatas?
2. Bagaimana kendala yang dihadapi Notaris dalam perubahan perusahaan
berbentuk Perseroan Komanditer Menjadi Perseroan Terbatas?
3. Bagaimana upaya yang dilakukan Notaris dalam mengatasi kendala yang timbul
terkait perubahan perusahaan berbentuk Perseroan Komanditer Menjadi
Perseroan Terbatas?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukan di atas maka tujuan yang
hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis peran Notaris dalam perubahan perusahaan
berbentuk Perseroan Komanditer Menjadi Perseroan Terbatas.
Universitas Sumatera Utara
2. Untuk mengetahui dan menganalisis kendala yang dihadapi Notaris dalam
perubahan perusahaan berbentuk Perseroan Komanditer Menjadi Perseroan
Terbatas.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis upaya yang dilakukan Notaris dalam
mengatasi kendala yang timbul terkait perubahan perusahaan berbentuk Perseroan
Komanditer Menjadi Perseroan Terbatas.
D. Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian dan manfaat penelitian merupakan satu rangkaian yang
hendak dicapai bersama, dengan demikian dari penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat menambah bahan pustaka/ literatur
mengenai peran dan tanggung jawab Notaris dalam perubahan perusahaan
berbentuk Perseroan Komanditer Menjadi Perseroan Terbatas, selain itu
penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi dasar bagi penelitian pada bidang
yang sama.
2. Secara praktis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran bagi pihak-pihak yang terkait dengan masalah peran dan tanggung
jawab Notaris dalam perubahan perusahaan berbentuk Perseroan Komanditer
Menjadi Perseroan Terbatas.
E. Keaslian Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan informasi yang ada dan sepanjang penelusuran kepustakaan yang
ada dilingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Magister
Kenotariatan dan Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, belum
ada penelitian sebelumnya yang berjudul “Peran Tanggung Jawab dan Kendala
Notaris Dalam Perubahan Perusahaan Berbentuk Perseroan Komanditer Menjadi
Perseroan Terbatas”. Akan tetapi ada beberapa penelitian yang menyangkut mengenai
perseroan komanditer dan perubahan bentuk perusahaan, antara lain penelitian yang
dilakukan oleh :
1. Asrul (NIM. 017011006), Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara,
dengan judul penelitian “Perseroan Komanditer (Commanditaire Vennotschap)
Dalam Kedudukannya Sebagai Pemberi Hak Tanggungan Pada Pengikatan Hak
Tanggungan”, dengan permasalahan yang diteliti adalah:
a. Bagaimana kewenangan yuridis perseroan komanditer untuk melakukan
perbuatan hukum sebagai pemberi Hak Tanggungan?
b. Bagaimana kendala perseroan komanditer dalam pelaksanaan pengikatan Hak
Tanggungan?
c. Bagaimana upaya yang dilakukan agar pengikatan Hak Tanggungan tetap
terlaksana?
2. Adam (NIM. 107011043), Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara,
dengan judul penelitian “Dampak Perubahan Status Badan Usaha CV Menjadi
Badan Hukum PT Terhadap Perjanjian Kredit Yang Sedang Berjalan (Studi Pada
Bank BNI), dengan permasalahan yang diteliti adalah:
Universitas Sumatera Utara
a. Bagaimana prosedur hukum perubahan status badan usaha CV menjadi PT?
b. Bagaimana akibat hukum perubahan status badan usaha CV menjadi PT
terhadap perjanjian kredit bank yang telah diikat oleh CV?
3. Supardi (NIM. 077005134), Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara,
dengan judul penelitian “Implikasi perubahan bentuk perumka menjadi Persero
terhadap hak-hak karyawan PT. Kereta api indonesia”, dengan permasalahan
yang diteliti adalah:
a. Pertimbangan apa yang melatarbelakangi perubahan bentuk perusahaan
Kereta Api dari Perusahaan Umum (Perum) menjadi badan Perusahaan
Persero?
b. Bagaimanakah implikasi perubahan bentuk Perum menjadi Persero terhadap
status karyawan PT. Kereta Api Indonesia?
c. Bagaimana hak-hak karyawan PT. Kereta Api Indonesia setelah terjadinya
perubahan bentuk Perum menjadi Persero?
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian-penelitian tersebut berbeda
dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Dengan demikian
penelitian ini adalah asli baik dari segi substansi maupun dari permasalahan, sehingga
penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Universitas Sumatera Utara
Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis,
teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses tertentu
terjadi. 28 Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya
mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan didalam kerangka teoritis
yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut.
Teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori
teori utilitas (utilitarisme) yang dipelopori oleh Jeremy Bentham dan selanjutnya
dikembangkan oleh John Stuart Mill. Utilitarisme disebut juga suatu teologis (dari
kata Yunani telos = tujuan), sebab menurut teori ini kualitas etis suatu perbuatan
diperoleh dengan dicapainya tujuan perbuatan. Perbuatan yang memang bermaksud
baik tetapi tidak menghasilkan apa-apa, menurut utilitarisme tidak pantas disebut
baik. Teori utilitas merupakan pengambilan keputusan etika dengan pertimbangan
manfaat terbesar bagi banyak pihak sebagai hasil akhirnya (The greatest good for the
greatest number) artinya bahwa hal ini benar didefinisikan sebagai hal yang
memaksimalisasi apa yang baik dan meminimalisir apa yang berbahaya bagi
kebanyakan orang, semakin bermanfaat pada semakin banyak orang, maka perbuatan
itu semakin etis. Dasar moral dari perbuatan hukum ini bertahan paling lama dan
relatif paling banyak digunakan. Utilitarianism (dari kata utilities berarti manfaat)
28
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press,
1986), hal. 122
Universitas Sumatera Utara
sering disebut pula dengan aliran konsekuensialisme karena sangat berpotensi pada
hasil perbuatan. 29
Utilitarisme sangat menekankan pada pentingnya konsekuensi perbuatan
dalam menilai baik buruknya. Kualitas moral suatu perbuatan baik buruknya
tergantung pada konsekuensi atau akibat yang dibawakan olehnya. Jika suatu
perbuatan mengakibatkan manfaat paling besar, artinya paling memajukan
kemakmuran, kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat, maka perbuatan itu adalah
baik. Sebaliknya, jika perbuatan membawa lebih banyak kerugian dari pada manfaat,
perbuatan itu harus dinilai buruk. Konsekuensi perbuatan disini memang menentukan
seluruh kualitas moralnya. 30 Prinsip ultiritarian menyatakan bahwa :”An action is
right from an ethical point of view if and only if the sum total of utilities produced by
the act is the greater than the sumtotal of utilities produced by any other act the agent
could have performed in its place” (suatu tindakan dinggap benar dari sudut pandang
etis jika dan hanya jika jumlah total utilitas yang dihasilkan dari tindakan tersebut
lebih besar dari jumlah utilitas total yang dihasilkan dari tindakan lain yang
dilakukan). 31
Dalam karya tulisnya yang berjudul “An Introduction To The Principles Of
Morals and Legislation” Jeremy Bentham Menyebutkan:
Alam telah menempatkan umat manusia dibawah dua kendali kekuasaan, rasa
sakit dan rasa senang. Hanya yang keduanya yang menunjukkan apa yang
29
30
Erni R. Ermawan, Business Ethic , (Bandung: CV. Alfabeta, 2007), hal. 28
K. Bertens, “Etika dan Etiket, Pentingya Sebuah Perbedan”, (Yogyakarta: Kanisius, 1989),
hal. 93
31
Ibid., hal. 76
Universitas Sumatera Utara
seharusnya kita lakukan dan menentukan apa yang kita lakukan. Standar benar
dan salah disatu sisi, maupun rantai sebab akibat disisi lain, melekat erat pada
dua kekuasaan itu. Keduanya menguasai kita dalam semua hal yang kita
lakukan, dalam semua hal yang kita ucapkan, dalam semua hal yang kita
pikirkan: setiap upaya yang kita lakukan agar kita tidak menyerah padanya
hanya akan menguatkan dan meneguhkannya. Dalam kata-kata seorang manusia
mungkin akan berpura-pura menolak kekuasaan mereka. Azas manfaat (utilitas)
mengakui ketidakmampuan ini dan menganggapnya sebagai landasan sistem
tersebut, dengan tujuan merajut kebahagiaan melalui tangan nalar dan hukum.
Sistem yang mencoba untuk mempertanyakannya hanya berurusan dengan katakata ketimbang maknanya dengan dorongan sesaat ketimbang nalar, dengan
kegelapan ketimbang terang. 32
Bentham menjelaskan lebih jauh bahwa asas manfaat melandasi segala
kegiatan berdasarkan sejauh mana tindakan itu meningkatkan atau mengurangi
kebahagiaan itu atau dengan kata lain meningkatkan atau melawan kebahagiaan itu.
Menurut teori ini suatu adalah baik jika membawa manfaat, tetapi manfaat itu
harus menyangkut bukan hanya satu dua orang melainkan masyarakat sebagai
keseluruhan. Jadi, utilitarisme ini tidak boleh dimengerti secara egoistis. Dalam
rangka pemikiran ini kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu pebuatan adalah
kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar perbuatan yang mengakibatkan
paling banyak orang yang merasa senang dan puas adalah perbuatan yang terbaik.
Secara lebih konkret, dalam kerangka etika utilitarisme dapat dirumuskan 3
(tiga) kriteria objektif sekaligus norma untuk menilai suatu kebijaksanaan atau
tindakan.
Kriteria Pertama, manfaat, yaitu bahwa kebijaksanaan atau tindakan itu
mendatangkan manfaat atau kegunaan tertentu. Jadi kebijaksanaan atau tindakan yang
32
Ian Shapiro, Asas Moral dan Politik, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006), hal. 13
Universitas Sumatera Utara
baik adalah menghasilkan hal yang baik. Sebaliknya, kebijaksanaan atau tindakan
yang tidak baik adalah yang mendatangkan kerugian tertentu.
Kriteria Kedua, manfaat terbesar, yaitu bahwa kebijaksanaan atau tindakan itu
mendatangkan manfaat besar (atau dalam situasi tertentu lebih besar) dibandingkan
dengan kebijaksanaan atau alternatif lainnya atau kalau yang dipertimbangkan adalah
soal akibat baik atau akibat buruk dari suatu kebijaksanaan atau tindakan, maka suatu
kebijaksanaan atau tindakan dinilai baik secara moral kalau mendatangkan lebih
banyak manfaat dibandingkan dengan kerugian. Dalam situasi tertentu kerugian tidak
bisa dihindari, dapat dikatakan bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang
menimbulkan kerugian terkecil (termasuk kalau dibandingkan dengan kerugian yang
ditimbulkan oleh kebijaksanaan atau tindakan alternatif).
Kriteria Ketiga, menyangkut pertanyaan manfaat terbesar untuk sebagian
orang saja, pribadi, atau juga untuk semua orang lain yang terkait, terpengaruh dan
terkena kebijaksanaan atau tindakan yang akan saya ambil? Dalam menjawab
pertanyaan ini, etika utilitarianisme lalu mengajukan kriteria ketiga berupa manfaat
terbesar bagi sebanyak mungkin orang. Jadi, suatu kebijaksanaan atau tindakan
dinilai baik secara moral kalau tidak hanya mendatangkan manfaat terbesar,
melainkan kalau mendatangkan manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang.
Sebaliknya, kalau ternyata suatu kebijaksanaan atau tindakan tidak bisa mengelak
dari suatu kerugian maka kebijaksanaan atau tindakan dinilai tidak baik dan
Universitas Sumatera Utara
kebijaksanaan atau tindakan itu dinilai baik apabila membawa kerugian yang sekecil
mungkin bagi sedikit orang. 33
2. Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi
dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori dengan observasi, antara abstrak dan
kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang
digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional. 34
Menurut Burhan Ashshofa, suatu konsep merupakan abstraksi mengenai suatu
fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari jumlah karakteristik kejadian,
keadaan, kelompok atau individu tertentu. 35
Adapun uraian dari pada konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah:
a. Notaris adalah pejabat umum, yang berwenang membuat akta otentik mengenai
semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan
dan
atau
dikehendaki
yang
berkepentingan
untuk
dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta,
menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta. 36
b. Perseroan
Komanditer/Commanditaire
Vennootschap
(CV)
adalah
suatu
perusahaan yang didirikan oleh satu atau beberapa orang secara tanggung
33
A. Sony Keraf, Etika Bisnis, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), hal. 100
Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hal. 31
35
Burhan Ashshofa, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hal. 19
36
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Pasal
1 huruf I jo. Pasal 15 ayat (1)
34
Universitas Sumatera Utara
menanggung, bertanggung jawab secara seluruhnya atau secara solider, dengan
satu orang atau lebih sebagai pelepas uang (Geldschieter).
c. Perseroan Terbatas (PT) adalah persekutuan modal yang oleh undang-undang
diberi status badan hukum, yang dapat mengikatkan diri dan melakukan
perbuatan-perbuatan hukum seperti orang pribadi (natuurlijk persoon) dan dapat
mempunyai kekayaan atau hutang. 37
d. Peran dan Tanggung Jawab Notaris adalah kontribusi dan keadaan wajib yang
dibebankan kepada Notaris untuk menanggung segala hal terkait pembuatan akta
yang dibuat dihadapannya.
e. Ditjen AHU adalah Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum di
Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
G. Metode Penelitian
1. Sifat dan Jenis Penelitian
Sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis, bersifat deskriptif
analisis maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci
dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dimaksudkan
berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat
untuk menjawab permasalahan. 38
37
Rochmat Soemitro, Hukum. Perseroan Terbatas, Yayasan Dan Wakaf, (Bandung:
PT.Eresco, 1993), hal. 2
38
Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, (Bandung:
Alumni, 1994), hal.101.
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum dengan metode
pendekatan yuridis normatif, yang disebabkan karena penelitian ini merupakan
penelitian hukum doktriner yang disebut juga penelitian kepustakaan atau studi
dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis
atau bahan hukum yang lain. 39 Penelitian ini termasuk ruang lingkup penelitian yang
menggambarkan, menelaah dan menjelaskan serta menganalisa teori hukum yang
bersifat umum dan peraturan perundang-undangan mengenai peran dan tanggung
jawab Notaris dalam perubahan perusahaan berbentuk Perseroan Komanditer
Menjadi Perseroan Terbatas, oleh karena itu penelitian ini menekankan pada sumbersumber bahan sekunder, baik berupa peraturan perundang-undangan maupun teoriteori hukum, disamping menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku di masyarakat,
sehingga ditemukan suatu asas-asas hukum yang berupa dogma atau doktrin hukum
yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat digunakan untuk menganalis permasalahan
yang dibahas, 40 serta menjawab pertanyaan sesuai dengan pokok permasalahan dalam
penulisan tesis ini.
2. Sumber Data/ Bahan Hukum
Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Sumber data yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
39
Bambang Waluyo, Metode Penelitian Hukum, (Semarang: PT. Ghalia Indonesia, 1996),
hal.13.
40
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 13
Universitas Sumatera Utara
a. Bahan hukum primer. 41
Yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai landasan utama
yang dipakai dalam rangka penelitian ini di antaranya adalah Kitab UndangUndang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, UndangUndang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, dan peraturan-peraturan lain yang
berkaitan dengan peran dan tanggung jawab Notaris dalam perubahan perusahaan
berbentuk Perseroan Komanditer Menjadi Perseroan Terbatas.
b. Bahan hukum sekunder. 42
Yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan
dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, seperti hasilhasil penelitian, hasil seminar, hasil karya dari para ahli hukum, serta dokumendokumen lain yang berkaitan dengan masalah peran dan tanggung jawab Notaris
dalam perubahan perusahaan berbentuk Perseroan Komanditer Menjadi Perseroan
Terbatas.
c. Bahan hukum tertier. 43
Yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, surat kabar, makalah yang
berkaitan dengan objek penelitian.
41
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Juritmetri, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1990), hal. 53
42
Ibid.
43
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
a. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan, pengumpulan data dilakukan
melalui studi kepustakaan (Library Research), studi kepustakaan ini dilakukan untuk
mendapatkan atau mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil
pemikiran lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini yaitu peran dan
tanggung jawab Notaris dalam perubahan perusahaan berbentuk Perseroan
Komanditer Menjadi Perseroan Terbatas. sebagai data penunjang dalam penelitian
ini, digunakan wawancara dengan informan atau narasumber yaitu Notaris di sekitar
Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang yang dianggap mengetahui permasalahan
yang berkaitan dengan permasalahan perubahan perusahaan berbentuk Perseroan
Komanditer Menjadi Perseroan Terbatas.
b. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan
dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum menggunakan studi dokumen yaitu
dengan melakukan inventarisasi dan sistematisasi literatur sehingga dapat diperoleh
konsepsi-konsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil pemikiran lainnya yang
berkaitan dengan peran dan tanggung jawab Notaris dalam perubahan perusahaan
berbentuk Perseroan Komanditer Menjadi Perseroan Terbatas. Selain itu digunakan
wawancara dengan informan atau narasumber menggunakan pedoman wawancara
yang telah disusun terlebih dahulu sehingga data yang diperoleh lebih terstruktur dan
terarah sehingga dapat dijadikan bahan guna menjawab permasalahan dalam tesis ini.
Universitas Sumatera Utara
4. Analisis Data
Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna
untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam
penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan
metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang
bersifat unik dan kompleks. Padanya terdapat regularitas atau pola tertentu, namun
penuh dengan variasi (keragaman). 44
Selanjutnya, data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan
(library research) dan hasil wawancara dengan informan atau narasumber disusun
secara berurutan dan sistematis, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode
kualitatif sehingga diperoleh gambaran secara menyeluruh tentang gejala dan fakta
yang terdapat dalam masalah peran dan tanggung jawab Notaris dalam perubahan
perusahaan
berbentuk
Perseroan
Komanditer
Menjadi
Perseroan
Terbatas.
Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode berpikir deduktif, yaitu
cara berpikir yang dimulai dari hal-hal yang umum untuk selanjutnya menarik hal-hal
yang khusus, dengan menggunakan ketentuan berdasarkan pengetahuan umum
seperti teori-teori, dalil-dalil, atau prinsip-prinsip dalam bentuk proposisi-proposisi
untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus, 45 guna
menjawab permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini.
44
Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis
Kearah Penguasaan Modal Aplikasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal.53.
45
Mukti Fajar, dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal.109.
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ditinjau dari sudut pandang filosofis, Indonesia adalah Negara yang
berdasarkan atas hukum (Rechtstaat) dan sekaligus Rule of Law. Dengan demikian
dalam konsep Negara hukum, Indonesia menerima prinsip kepastian hukum dalam
Rechtstaat sekaligus prinsip keadilan dalam Rule of Law serta sistem hukum lainnya
dengan inti filosofinya masing-masing yang kemudian digabungkan sebagai
paradigma Negara Hukum Pancasila. 1 Menurut Dicey, Rule of Law ini mengandung
unsur-unsur yakni adanya Hak Asasi Manusia (HAM) yang dijamin oleh undangundang, persamaan kedudukan dimuka hukum (equality before the law), supremasi
aturan-aturan hukum dan tidak ada kesewenang-wenangan tanpa aturan yang jelas. 2
Dengan kata lain, hukum yang dibuat dalam suatu negara tetap harus benar-benar
menjalankan fungsi yang menciptakan keteraturan di dalam masyarakat. Sehingga
hukum itu tentunya harus diarahkan agar kesejahteraan rakyat dapat dicapai setinggitingginya.
Sejalan dengan proses menuju era industrialisasi serta adanya kemajuan di
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, menimbulkan beberapa dampak, antara lain
tampak dari terjadinya persaingan yang tajam di antara sesama pelaku bisnis.
1
Bachtiar, Problematika Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi Pada Pengujian
Terhadap UUD, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2015), hal. 21
2
Masyhur Effendi, Hak Asasi Manusia dalam Hukum Nasional dan Internasional, (Jakarta:
Ghalia Indonesia, 1994), hal. 32
Universitas Sumatera Utara
Demikianlah hukum diperlukan dalam mengatur sektor usaha agar tercipta suatu
ketertiban dalam perniagaan serta melancarkan praktik bisnis. 3
Tingginya persaingan usaha untuk mencari laba sebesar-besarnya merupakan
faktor pendorong seseorang melakukan suatu kegiatan usaha dengan mendirikan
suatu badan usaha. Setiap kegiatan usaha atau bisnis yang dijalankan biasanya
menggunakan wahana bisnis yang dinamakan perusahaan. Kebanyakan, yang akan
menjadi pilihan bagi para pengusaha baru adalah bentuk badan usaha non badan
hukum seperti perusahaan perorangan. Selain perusahaan perorangan tersebut,
terdapat suatu bentuk badan usaha lain seperti persekutuan, yang mana persekutuan
terbagi menjadi tiga, yaitu persekutuan perdata, persekutuan dengan firma dan
persekutuan komanditer, ketiga bentuk perusahaan persekutuan tersebut memiliki
kemiripan karakteristik dalam hal tanggung jawabnya (liability). 4
Persekutuan dalam bahasa Belanda disebut “maatschap” atau “vennootschap”
adalah suatu persetujuan dimana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk
memasukkan sesuatu kedalam persekutuan, dengan maksud untuk membagi
keuntungan yang terjadi karenanya. 5 Dengan kata lain persekutuan dalam
menjalankan usahanya menyerupai perusahaan perseorangan yang bertitik tolak dari
memasukkan kekayaan pribadi untuk menjalankan kegiatan usahanya, sehingga
3
Eka An Aqimuddin, dan Marye Agung Kusmagi, Tip Hukum Praktis: Solusi Bila Terjerat
Kasus Bisnis, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2010), hal. 11
4
Jeff Madura, Introduction to Business, Pengantar Bisnis, Edisi 4, Buku I, penerjemah Ali
Akbar Yulianto, dan Krista, (Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2007), hal. 261
5
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta: Djambatan,
1978), hal.11
Universitas Sumatera Utara
pertanggung jawabannya pun apabila melakukan hubungan dengan pihak ketiga akan
melibatkan harta pribadi para pemilik persekutuan tersebut.
Persekutuan Komanditer (Commanditaire Vennootschap/CV) pada dasarnya
ada sekutu aktif dan ada sekutu komanditer atau sekutu pasif (sleeping partner).
Persekutuan Komanditer (CV) diatur dalam ketentuan Pasal 19 sampai Pasal 21 Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). 6 Pada Pasal 19 KUHD disebutkan bahwa:
“Perseroan secara melepas uang yang juga dinamakan perseroan komanditer,
didirikan antara satu orang atau beberapa orang yang secara tanggung menanggung
bertanggung jawab untuk seluruhnya pada pihak satu, dan satu orang atau lebih
sebagai pelepas uang pada pihak lain”. 7
Rumusan Pasal 19 KUHD tersebut di atas mendapat perhatian khusus dari
kalangan ahli hukum berkenaan dengan istilah “Geldschieters” terhadap pengertian
“Commanditaire” yang memberikan suatu pengertian bahwa komanditer adalah
identik dengan tiap-tiap orang yang meminjamkan uang (gelduittener), oleh sebab itu
ia akan menjadi seorang penagih (schuldeiser). 8
Padahal pengertian komanditer dalam Persekutuan Komanditer (CV)
bukanlah menjadi seorang penagih atas uang yang telah dilepaskannya. Seorang
komanditer adalah sebagai peserta dalam suatu perusahaan yang memiliki hak dan
kewajiban untuk memperoleh keuntungan dan pembagian sisa dari harta kekayaan
6
Elsi Kartika Sari, dan Advendi Simangunsong, Hukum Dalam Ekonomi (Edisi II), (Jakarta:
PT. Grasindo, 2007), hal. 54
7
R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Jilid 1 Bagian Kedua, (Jakarta: Rajawali Pers,
1991), hal. 102
8
I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan, cet. 7, (Bekasi: Kesaint Blanc, 2007), hal. 51
Universitas Sumatera Utara
apabila perusahaan tersebut dilikuidasi, di samping itu memikul resiko apabila
perusahaan mengalami kerugian sesuai dengan jumlah modal yang dimasukkannya. 9
Sekutu komanditer juga tidak diperbolehkan menarik modal yang telah
diserahkan selama perusahaan masih berjalan/berlangsung. Para pakar hukum
mengatakan bahwa KUHD telah salah mengunakan perkataan “Geldschieter” untuk
menunjuk sekutu komanditer. 10 Digunakannya istilah geldschieter untuk sekutu
komanditer telah menimbulkan kesalahpahaman yang cukup prinsipil, oleh karena
perbuatan hukum dari kedua istilah tersebut mempunyai akibat hukum yang berbeda.
Persekutuan merupakan bentuk badan usaha yang paling sederhana untuk
mencapai suatu keuntungan bersama. Hal ini disebabkan pendirian persekutuan tidak
diharuskan adanya akta otentik maupun pengesahan dari instansi yang berwenang. 11
Sehingga dengan dibuatkannya akta di bawah tangan antara para pihak yang hendak
mendirikan persekutuan, maka persekutuan tersebut dapat berdiri dan dijalankan oleh
pihak yang mendirikannya, namun sebagian besar pendiri dari CV sering kali
menggunakan akta otentik untuk mendirikan dan menjalankan usahanya tersebut. Hal
ini disebabkan CV memiliki karakteristik yang berbeda dengan perusahaan
persekutuan lainnya. 12 Perbedaan yang paling mencolok dari CV terletak pada
adanya sekutu komanditer dan sekutu komplementer. Sekutu komplementer
berwenang sebagai sekutu yang mengurus sedangkan sekutu komanditer berwenang
9
Ibid.
R. Soekardono, Op.Cit., hal. 101
11
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Staatsblad 1847-23, Pasal 22
12
Ahmad Subagyo, Studi Kelayakan, Teori dan Praktek, (Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo, 2007), hal. 174
10
Universitas Sumatera Utara
sebagai sekutu yang melepas uang atau pemodal. 13 Sehingga segala bentuk
kewenangan para sekutu yang telah disepakati tersebut, tidak dapat diubah dengan
serta merta.
Sekalipun memiliki karakteristik yang berbeda, tanggung jawab dari sekutu
komplementer tetap tidak terbatas seperti halnya persekutuan perdata maupun
persekutuan dengan firma. 14 Hal ini yang kemudian membatasi kewenangan CV
untuk memperluas ekspansi usahanya disebabkan adanya risiko yang dapat
membahayakan harta pribadi dari sekutu komplementer itu sendiri, sehingga CV
tidak dapat sepenuhnya melakukan spekulasi untuk memperoleh laba yang sebesarbesarnya demi mencapai tujuan usahanya secara maksimal.
Adanya risiko yang dapat melibatkan harta pribadi dari sekutu komplementer
tersebut disebabkan CV sekalipun didirikan dengan adanya akta otentik tetapi bukan
merupakan badan hukum. Hal ini disebabkan ketentuan dalam KUHD tidak
mengharuskan pendirian CV mendapatkan pengesahan badan hukum dari instansi
yang berwenang. Sehingga segala kewenangan CV tetap merupakan kewenangan
para sekutu komplementer, bukanlah kewenangan perusahaan/persekutuan. Sehingga
hal ini menuntut para sekutu meningkatkan statusnya menjadi badan hukum agar
dapat melindungi harta pribadinya. Faktor kelaziman merupakan salah satu faktor
13
14
M. Fuad, et.al., Pengantar Bisnis, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000), hal. 66
Handri Raharjo, Hukum Perusahaan, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009), hal. 23
Universitas Sumatera Utara
yang mungkin mempengaruhi seseorang dalam memilih pembentukan Perseroan
Terbatas. 15
Peningkatan status menjadi badan hukum dapat dilakukan dengan melakukan
perubahan terhadap CV tersebut menjadi PT. Dengan adanya perubahan bentuk
tersebut maka status dari persekutuan secara otomatis akan bubar demi hukum dan
berganti menjadi badan hukum. PT dalam pendiriannya harus memperoleh status
badan hukum dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Hal ini menjadikan PT sebagai suatu subyek hukum yang berdiri sendiri dan
disamakan kedudukannya dengan orang pribadi, sehingga dalam menjalankan
kegiatan usahanya terpisah dari harta pribadi atau harta kekayaan milik pendiri atau
pemegang sahamnya. 16
Dunia bisnis selalu penuh dengan perkembangan yang memerlukan respon
dan pengambilan keputusan yang segera sehingga dapat mengantisipasi perubahan
itu. Salah satu bentuk perubahan itu adalah apabila suatu bisnis yang sebelumnya
berbentuk badan usaha Perseroan Komanditer (CV) akan dirubah statusnya menjadi
badan hukum Perseroan Terbatas (PT). Perubahan itu dapat dilakukan dengan cara:
1. Seluruh sekutu harus setuju akan keinginan itu dan melakukan rapat dengan atau
tanpa kehadiran Notaris yang kemudian akan menghasilkan putusan perubahan
itu dalam bentuk berita acara.
15
Rudhi Prasetya. Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, (Bandung : PT Citra Aditya
Bakti, 1995), hal. 49
16
Rochmat Soemitro, Hukum. Perseroan Terbatas, Yayasan Dan Wakaf, (Bandung:
PT.Eresco, 1993), hal. 2
Universitas Sumatera Utara
2. Seluruh aset bergerak maupun tidak bergerak Perseroan Komanditer (CV) harus
di taksasi (penilaian dalam jumlah rupiah) sebaiknya dilakukan oleh independen
appraisal.
3. Dari total aset lalu ditentukan berapa besar bagian masing-masing dan apakah
seluruhnya atau sebagian akan di-inbreng (dimasukkan) ke dalam Perseroan
Terbatas sebagai modal yang akan disetor oleh masing-masing pendiri Perseroan
Terbatas (PT).
4. Datang ke Notaris untuk membuat Akta Pendirian Perseroan Terbatas (PT)
dengan sudah menentukan nama, kedudukan, maksud dan tujuan, pemegang
saham, susunan pengurus dan modal Perseroan Terbatas (PT).
5. Setelah proses pendirian PT tentu saja harus mengubah seluruh administrasi dan
keuangan yang ada karena telah beralih status dari badan usaha menjadi badan
hukum. 17
Usaha untuk melakukan perubahan terhadap CV menjadi PT tentu memiliki
permasalahan. Hal ini disebabkan CV telah berdiri terlebih dahulu dan melakukan
perbuatan hukum yang dapat berupa Perjanjian Kredit, Penjaminan, maupun transaksi
keuangan lainnya dengan pihak ketiga. Hal ini bukanlah merupakan tanggung jawab
dari organ CV itu sendiri melainkan sekutu yang melakukan perbuatan hukum
tersebut dengan pihak ketiga. Sehingga hal ini yang dirasa perlu menjadi
permasalahan yang perlu dipecahkan disebabkan segala bentuk perbuatan hukum
17
Ibid., hal. 8
Universitas Sumatera Utara
yang telah dilakukan oleh CV akan beralih kepada PT yang didirikan atau tetap
menjadi tanggung jawab masing-masing sekutu dalam CV.
Selain itu, permasalahan lain yang menjadi kendala dalam perubahan CV
menjadi PT juga terdapat pada dasar hukum yang sangat terbatas. Hal ini disebabkan
hingga kini tidak ada dasar hukum yang spesifik yang dapat merubah CV menjadi PT
yang menyebabkan adanya kendala dalam hal perubahan bentuk perusahaan tersebut.
Sehingga dengan kurangnya dasar hukum yang ada tersebut, maka sering kali
kewenangan atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh CV masih dipikul oleh
sekutu aktif dari CV tersebut.
Pada prakteknya di Indonesia telah menunjukkan suatu kebiasaan bahwa
orang yang mendirikan CV berdasarkan akta Notaris (berbentuk otentik). Hal-hal
yang perlu diperhatikan adalah pendirian dapat dilakukan dengan berbagai cara
asalkan tidak merugikan pihak ketiga. 18 Namun bilamana dilakukan pendirian dengan
Akta Otentik, adanya kewajiban pendaftaran akta pendirian atau ikhtisar resminya
dalam register yang disediakan pada Kantor Panitera Pengadilan Negeri tempat
kedudukan perseroan itu (raad van justitie). 19 Akan tetapi yang didaftarkan hanyalah
berupa Anggaran Dasarnya saja sebagaimana diatur menurut ketentuan Pasal 24
KUHD yang dimana sekurang-kurangnya harus memuat ketentuan:
1. Nama, pekerjaan, tempat tinggal dari sekutu;
18
19
Kitab Undang-undang Hukum Dagang, Staatsblad 1847-23, Pasal 22
Ibid., Pasal 23 dan Pasal 24
Universitas Sumatera Utara
2. Pernyataan bahwa CV tersebut melaksanakan kegiatan usaha yang umum atau
terbatas pada cabang usaha tertentu dengan menunjukkan maksud dan tujuan dari
usaha yang hendak dilakukan oleh CV tersebut;
3. Penunjukkan para sekutu baik yang aktif maupun pasif;
4. Saat mulai berlakunya dan berakhirnya;
5. Klausula-klausula penting lainnya yang berkaitan dengan pihak ketiga terhadap
persekutuan.
Satu hal penting yang perlu diperhatikan dalam CV adalah selayaknya
perusahaan persekutuan maka tidak ditentukan besarnya modal dalam persekutuan.
Menurut ketentuan dalam Pasal 1619 KUHPerdata menentukan bahwa para sekutu
tidak hanya memasukkan bagian persekutuan dalam bentuk uang atau pun barang
(inbreng) akan tetapi juga dalam bentuk tenaga dan kerajinannya. Sehingga hal ini
tidak bisa secara keseluruhan ditentukan dalam bentuk uang untuk modal dasar yang
digunakan dalam persekutuan.
Secara sederhana prosedur dan mekanisme yang akan dilalui dalam
permohonan pengesahan sebagai badan hukum PT, dengan perubahan bentuk dari
CV menjadi PT adalah proses likuidasi persekutuan komanditer (CV), pendirian
perseroan terbatas (PT), dan pendaftaran PT. Persyaratan dalam perubahan bentuk
CV menjadi PT, pada umumnya mengacu kepada peraturan yang mengatur mengenai
CV dan peraturan yang mengatur mengenai PT. Salah satu persyaratan perubahan
bentuk tersebut adalah melakukan likuidasi. Dari segi yuridis tidak terdapat
pengaturan yang memberikan petunjuk bagi prosedur likuidasi dalam perubahan
Universitas Sumatera Utara
bentuk dari CV menjadi PT. Dalam praktik kegiatan bisnis yang dinamis, proses
likuidasi tersebut lebih banyak didasarkan pada pertimbangan praktis. Terlebih
pengaturan CV yang masih mengacu kepada ketentuan Pasal yang terbatas dalam
KUHD yaitu Pasal 19, 20 dan 21, dan beberapa hal yang tidak diatur dapat
menggunakan peraturan mengenai Persekutuan Firma dan Persekutuan Perdata,
sehingga dari segi kepastian hukum dirasakan kurang memiliki kekuatan hukum.
Perbedaan prinsipil antara Perseroan Komanditer atau dikenal dengan sebutan
CV (Commanditaire vennootschap) dengan Perseroan Terbatas (PT) terdapat pada
status badan hukumnya, karena CV merupakan persekutuan yang tidak berbadan
hukum dan tanggungjawab dari para sekutu pengurus hanya sampai kepada harta
pribadinya. Sedangkan Perseroan Terbatas (PT) merupakan perseroan berbadan
hukum dan tanggungjawabnya terbatas. 20 Perubahan CV menjadi Perseroan Terbatas
(PT) berarti akan mengubah status perusahaan yang awalnya tidak berbadan hukum
menjadi badan hukum. Untuk itu terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan dan
disesuaikan agar dapat memperoleh status badan hukum sebagaimana yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT).
Keperluan atas dasar hukum yang spesifik tersebut juga menyebabkan adanya
ketidak jelasan terkait dengan prosedur serta mekanisme yang dapat digunakan untuk
melakukan perubahan CV tersebut menjadi PT, disebabkan perlu atau tidaknya
20
CST Kansil dan Christine ST Kansil, Pokok-Pokok Hukum PT Tahun 1995, (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 1997), hal. 30
Universitas Sumatera Utara
dilakukan pembubaran terlebih dahulu sebelum PT memperoleh status badan hukum
masih belum terdapat pengaturan yang konkrit.
Likuidasi yang dimaksud dalam hal perubahan bentuk dari CV menjadi PT
adalah hanya melakukan proses pemberesan saja yang bertujuan untuk menghitung
neraca akhir harta kekayaan CV pada saat akan dialihkan kepada PT untuk
selanjutnya dibagi diantara para sekutu CV sebagai modal awal dalam PT. Modal
awal dalam perseroan yang diambil bagian oleh para sekutu atau calon pendiri
perseroan, merupakan perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham
menurut ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas (UUPT). Oleh karenanya keterangan yang menyatakan mengenai
perbuatan hukum mengenai kepemilikan saham tersebut harus dicantumkan dalam
Anggaran Dasar pendirian Perseroan untuk mengikat perseroan dan terjadinya
pengalihan hak dan kewajiban para sekutu kepada perseroan, yang sebelumnya
bertanggung jawab tidak terbatas sampai harta pribadi menjadi terbatas sesuai dengan
saham yang disetorkan oleh para calon pendiri atau para sekutu sesuai bagian harta
kekayaannya yang tertanam dalam PT. 21
Setelah dilakukan pemberesan atas harta kekayaan dan utang piutang CV,
maka dibuatkan Neraca Akhir oleh CV, karena dari posisi terakhir neraca tersebutlah
yang menjadi dasar para sekutu dalam ikut ambil bagian menyetorkan modal dalam
perseroan. Dan apabila ada aset yang tidak bergerak maka dilakukan penaksiran oleh
21
Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 1996), hal. 13
Universitas Sumatera Utara
juru taksir terhadap aset tersebut untuk dimasukkan kedalam perseroan. Mengenai
pemasukan modal CV kedalam PT dalam hal perubahan bentuk dari CV menjadi PT,
maka hal tersebut harus dicantumkan dalam Anggaran Dasar Perseroan. 22
Setiap perbuatan hukum yang dilakukan oleh para sekutu demi kepentingan
perseroan, harus dibuatkan RUPS dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari setelah
perseroan memperoleh status pengesahan badan hukum. RUPS pertama kali tersebut
harus dilaksanakan demi mengikat perseroan dan mempertegas peralihan hak dan
kewajiban atas perbuatan hukum yang dilakukan sekutu komplementer sebelum
perseroan memperoleh status badan hukum menjadi hak dan kewajiban perseroan. 23
Mengenai kelanjutan usaha dari CV menjadi PT juga harus ditegaskan kembali dalam
Anggaran Dasar perseroan demikian juga mengenai perbuatan hukum yang telah
dilakukan para sekutu dengan pihak ketiga sebelum perseroan berbadan hukum.24
Oleh karenanya meskipun secara formil tidak terjadi pembubaran atas CV, namun
secara materiil akibat hukum dari pendirian PT tersebut telah membubarkan CV
sebagai institusi, karena kedudukannya telah digantikan oleh PT baru yang telah
didirikan.
Efektifitas proses likuidasi atas harta kekayaan dan utang/piutang CV tersebut
sangat tergantung pada masing-masing sekutu dalam CV, mengingat penentuan asetaset, utang/piutang CV yang akan melakukan perubahan bentuk perusahaan menjadi
22
Adib Bahari, Prosedur Cepat Mendirikan Perseroan Terbatas, cet.1, (Yogyakarta:
Pustaka Yustisia, 2010), hal.65
23
Gunawan Widjaya, Seri Pemahaman Perseroan Terbatas, 150 Pertanyaan Tentang
Perseroan Terbatas, (Jakarta: Forum Sahabat, 2008), hal.9-10
24
Ibid., hal.14
Universitas Sumatera Utara
PT ditunjuk oleh masing-masing pesero sehingga kemungkinan tercampurnya harta
pribadi dan aset CV bisa saja terjadi. Selain itu, bisa jadi segala utang pribadi para
persero juga dimasukkan dalam utang CV, di sini butuh kejelian auditor dan
appraisal dalam memisahkan aset maupun utang CV yang menentukan jumlah aset
maupun utang PT pasca perubahan bentuk perusahaannya.
Bisa jadi utang pribadi para persero CV setelah mendapat pengesahan badan
hukum atas pendirian PT tersebut menjadi utang perseroan terbatas, jika dalam
jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari mengadakan RUPS pertama kali
dan mempertegas segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh para sekutu maupun
calon pendiri perseroan sebelum PT memperoleh status badan hukum, sehingga
segala perbuatan hukum tersebut yang semula merupakan tanggung jawab masingmasing sekutu yang melakukan perbuatan hukum tersebut secara tanggung renteng
akhirnya menjadi tanggung jawab PT. 25 Pertanggung jawaban para sekutu terhadap
kepentingan CV yang dilakukan sebelum perseroan memperoleh badan hukum akan
beralih kepada PT apabila RUPS pertama kali dihadiri oleh semua pemegang saham
dengan hak suara dan keputusan disetujui dengan suara bulat.
Dalam proses perubahan CV menjadi PT tersebut, selain mengenai prosedur
dan syarat-syarat perubahan tersebut, proses permohonan dilakukan secara elektronis
melalui jaringan internet yang dapat diakses oleh setiap Notaris yang telah terdaftar
pada Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) dari seluruh wilayah Indonesia.
Demikian menunjukan peranan seorang Notaris dalam pendirian suatu badan usaha di
25
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Indonesia. Peran
Lembaga Notariat tersebut timbul dari kebutuhan masyarakat,
bukan sengaja diciptakan kemudian baru disosialisasikan kepada khalayak. 26
Lembaga ini timbul dalam pergaulan sesama manusia yang menghendaki adanya alat
bukti baginya mengenai hubungan hukum keperdataan yang ada dan/atau terjadi di
antara mereka, suatu lembaga dengan para pengabdinya yang ditugaskan oleh
kekuasaan umum (openbaar gezag) untuk dimana dan apabila undang-undang
mengharuskan demikian atau dikehendaki oleh masyarakat, membuat alat bukti
tertulis yang mempunyai kekuatan otentik. 27
Peran Notaris dalam hal ini sangat penting. Selain Notaris adalah satu-satunya
pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik berbagai perbuatan, perjanjian
dan penetapan termasuk akta otentik pendirian suatu Perseroan. Proses pengesahan
suatu Perseroan menjadi badan hukum oleh Notaris di Departemen Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia dapat dilakukan secara online melalui SABH.
Karena itu sebagai seorang Notaris, sebaiknya secara seksama meneliti kelengkapan
berkas maupun jumlah aset CV yang akan diubah bentuk perusahaannya menjadi PT,
jangan sampai perubahan tersebut dimanfaatkan oleh persero CV untuk mengurangi
maupun menghilangkan tanggung jawab pribadi terhadap utang-utang kepada pihak
ketiga agar menjadi beban atau kewajiban PT untuk melunasinya.
26
Anke Dwi Saputro, ed., Jati Diri Notaris Indonesia, Dulu, Sekarang, Dan Di Masa Datang,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), hal.40.
27
G. H. S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, cet. 3, (Jakarta: Erlangga, 1983),
hal.2.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, perlu dikaji lebih dalam mengenai
proses pendirian PT yang berasal dari CV yang dilakukan dengan menjamin
kepastian hukum serta peran Notaris dalam perubahan bentuk perusahaan tersebut
yang akan dituangkan ke dalam judul tesis “Peran Tanggung Jawab dan Kendala
Notaris Dalam Perubahan Perusahaan Berbentuk Perseroan Komanditer Menjadi
Perseroan Terbatas”.
B. Permasalahan
Adapun permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut dalam tesis ini adalah:
1. Bagaimana peran Notaris dalam perubahan perusahaan berbentuk Perseroan
Komanditer Menjadi Perseroan Terbatas?
2. Bagaimana kendala yang dihadapi Notaris dalam perubahan perusahaan
berbentuk Perseroan Komanditer Menjadi Perseroan Terbatas?
3. Bagaimana upaya yang dilakukan Notaris dalam mengatasi kendala yang timbul
terkait perubahan perusahaan berbentuk Perseroan Komanditer Menjadi
Perseroan Terbatas?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukan di atas maka tujuan yang
hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis peran Notaris dalam perubahan perusahaan
berbentuk Perseroan Komanditer Menjadi Perseroan Terbatas.
Universitas Sumatera Utara
2. Untuk mengetahui dan menganalisis kendala yang dihadapi Notaris dalam
perubahan perusahaan berbentuk Perseroan Komanditer Menjadi Perseroan
Terbatas.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis upaya yang dilakukan Notaris dalam
mengatasi kendala yang timbul terkait perubahan perusahaan berbentuk Perseroan
Komanditer Menjadi Perseroan Terbatas.
D. Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian dan manfaat penelitian merupakan satu rangkaian yang
hendak dicapai bersama, dengan demikian dari penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat menambah bahan pustaka/ literatur
mengenai peran dan tanggung jawab Notaris dalam perubahan perusahaan
berbentuk Perseroan Komanditer Menjadi Perseroan Terbatas, selain itu
penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi dasar bagi penelitian pada bidang
yang sama.
2. Secara praktis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran bagi pihak-pihak yang terkait dengan masalah peran dan tanggung
jawab Notaris dalam perubahan perusahaan berbentuk Perseroan Komanditer
Menjadi Perseroan Terbatas.
E. Keaslian Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan informasi yang ada dan sepanjang penelusuran kepustakaan yang
ada dilingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Magister
Kenotariatan dan Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, belum
ada penelitian sebelumnya yang berjudul “Peran Tanggung Jawab dan Kendala
Notaris Dalam Perubahan Perusahaan Berbentuk Perseroan Komanditer Menjadi
Perseroan Terbatas”. Akan tetapi ada beberapa penelitian yang menyangkut mengenai
perseroan komanditer dan perubahan bentuk perusahaan, antara lain penelitian yang
dilakukan oleh :
1. Asrul (NIM. 017011006), Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara,
dengan judul penelitian “Perseroan Komanditer (Commanditaire Vennotschap)
Dalam Kedudukannya Sebagai Pemberi Hak Tanggungan Pada Pengikatan Hak
Tanggungan”, dengan permasalahan yang diteliti adalah:
a. Bagaimana kewenangan yuridis perseroan komanditer untuk melakukan
perbuatan hukum sebagai pemberi Hak Tanggungan?
b. Bagaimana kendala perseroan komanditer dalam pelaksanaan pengikatan Hak
Tanggungan?
c. Bagaimana upaya yang dilakukan agar pengikatan Hak Tanggungan tetap
terlaksana?
2. Adam (NIM. 107011043), Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara,
dengan judul penelitian “Dampak Perubahan Status Badan Usaha CV Menjadi
Badan Hukum PT Terhadap Perjanjian Kredit Yang Sedang Berjalan (Studi Pada
Bank BNI), dengan permasalahan yang diteliti adalah:
Universitas Sumatera Utara
a. Bagaimana prosedur hukum perubahan status badan usaha CV menjadi PT?
b. Bagaimana akibat hukum perubahan status badan usaha CV menjadi PT
terhadap perjanjian kredit bank yang telah diikat oleh CV?
3. Supardi (NIM. 077005134), Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara,
dengan judul penelitian “Implikasi perubahan bentuk perumka menjadi Persero
terhadap hak-hak karyawan PT. Kereta api indonesia”, dengan permasalahan
yang diteliti adalah:
a. Pertimbangan apa yang melatarbelakangi perubahan bentuk perusahaan
Kereta Api dari Perusahaan Umum (Perum) menjadi badan Perusahaan
Persero?
b. Bagaimanakah implikasi perubahan bentuk Perum menjadi Persero terhadap
status karyawan PT. Kereta Api Indonesia?
c. Bagaimana hak-hak karyawan PT. Kereta Api Indonesia setelah terjadinya
perubahan bentuk Perum menjadi Persero?
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian-penelitian tersebut berbeda
dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Dengan demikian
penelitian ini adalah asli baik dari segi substansi maupun dari permasalahan, sehingga
penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Universitas Sumatera Utara
Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis,
teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses tertentu
terjadi. 28 Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya
mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan didalam kerangka teoritis
yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut.
Teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori
teori utilitas (utilitarisme) yang dipelopori oleh Jeremy Bentham dan selanjutnya
dikembangkan oleh John Stuart Mill. Utilitarisme disebut juga suatu teologis (dari
kata Yunani telos = tujuan), sebab menurut teori ini kualitas etis suatu perbuatan
diperoleh dengan dicapainya tujuan perbuatan. Perbuatan yang memang bermaksud
baik tetapi tidak menghasilkan apa-apa, menurut utilitarisme tidak pantas disebut
baik. Teori utilitas merupakan pengambilan keputusan etika dengan pertimbangan
manfaat terbesar bagi banyak pihak sebagai hasil akhirnya (The greatest good for the
greatest number) artinya bahwa hal ini benar didefinisikan sebagai hal yang
memaksimalisasi apa yang baik dan meminimalisir apa yang berbahaya bagi
kebanyakan orang, semakin bermanfaat pada semakin banyak orang, maka perbuatan
itu semakin etis. Dasar moral dari perbuatan hukum ini bertahan paling lama dan
relatif paling banyak digunakan. Utilitarianism (dari kata utilities berarti manfaat)
28
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press,
1986), hal. 122
Universitas Sumatera Utara
sering disebut pula dengan aliran konsekuensialisme karena sangat berpotensi pada
hasil perbuatan. 29
Utilitarisme sangat menekankan pada pentingnya konsekuensi perbuatan
dalam menilai baik buruknya. Kualitas moral suatu perbuatan baik buruknya
tergantung pada konsekuensi atau akibat yang dibawakan olehnya. Jika suatu
perbuatan mengakibatkan manfaat paling besar, artinya paling memajukan
kemakmuran, kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat, maka perbuatan itu adalah
baik. Sebaliknya, jika perbuatan membawa lebih banyak kerugian dari pada manfaat,
perbuatan itu harus dinilai buruk. Konsekuensi perbuatan disini memang menentukan
seluruh kualitas moralnya. 30 Prinsip ultiritarian menyatakan bahwa :”An action is
right from an ethical point of view if and only if the sum total of utilities produced by
the act is the greater than the sumtotal of utilities produced by any other act the agent
could have performed in its place” (suatu tindakan dinggap benar dari sudut pandang
etis jika dan hanya jika jumlah total utilitas yang dihasilkan dari tindakan tersebut
lebih besar dari jumlah utilitas total yang dihasilkan dari tindakan lain yang
dilakukan). 31
Dalam karya tulisnya yang berjudul “An Introduction To The Principles Of
Morals and Legislation” Jeremy Bentham Menyebutkan:
Alam telah menempatkan umat manusia dibawah dua kendali kekuasaan, rasa
sakit dan rasa senang. Hanya yang keduanya yang menunjukkan apa yang
29
30
Erni R. Ermawan, Business Ethic , (Bandung: CV. Alfabeta, 2007), hal. 28
K. Bertens, “Etika dan Etiket, Pentingya Sebuah Perbedan”, (Yogyakarta: Kanisius, 1989),
hal. 93
31
Ibid., hal. 76
Universitas Sumatera Utara
seharusnya kita lakukan dan menentukan apa yang kita lakukan. Standar benar
dan salah disatu sisi, maupun rantai sebab akibat disisi lain, melekat erat pada
dua kekuasaan itu. Keduanya menguasai kita dalam semua hal yang kita
lakukan, dalam semua hal yang kita ucapkan, dalam semua hal yang kita
pikirkan: setiap upaya yang kita lakukan agar kita tidak menyerah padanya
hanya akan menguatkan dan meneguhkannya. Dalam kata-kata seorang manusia
mungkin akan berpura-pura menolak kekuasaan mereka. Azas manfaat (utilitas)
mengakui ketidakmampuan ini dan menganggapnya sebagai landasan sistem
tersebut, dengan tujuan merajut kebahagiaan melalui tangan nalar dan hukum.
Sistem yang mencoba untuk mempertanyakannya hanya berurusan dengan katakata ketimbang maknanya dengan dorongan sesaat ketimbang nalar, dengan
kegelapan ketimbang terang. 32
Bentham menjelaskan lebih jauh bahwa asas manfaat melandasi segala
kegiatan berdasarkan sejauh mana tindakan itu meningkatkan atau mengurangi
kebahagiaan itu atau dengan kata lain meningkatkan atau melawan kebahagiaan itu.
Menurut teori ini suatu adalah baik jika membawa manfaat, tetapi manfaat itu
harus menyangkut bukan hanya satu dua orang melainkan masyarakat sebagai
keseluruhan. Jadi, utilitarisme ini tidak boleh dimengerti secara egoistis. Dalam
rangka pemikiran ini kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu pebuatan adalah
kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar perbuatan yang mengakibatkan
paling banyak orang yang merasa senang dan puas adalah perbuatan yang terbaik.
Secara lebih konkret, dalam kerangka etika utilitarisme dapat dirumuskan 3
(tiga) kriteria objektif sekaligus norma untuk menilai suatu kebijaksanaan atau
tindakan.
Kriteria Pertama, manfaat, yaitu bahwa kebijaksanaan atau tindakan itu
mendatangkan manfaat atau kegunaan tertentu. Jadi kebijaksanaan atau tindakan yang
32
Ian Shapiro, Asas Moral dan Politik, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006), hal. 13
Universitas Sumatera Utara
baik adalah menghasilkan hal yang baik. Sebaliknya, kebijaksanaan atau tindakan
yang tidak baik adalah yang mendatangkan kerugian tertentu.
Kriteria Kedua, manfaat terbesar, yaitu bahwa kebijaksanaan atau tindakan itu
mendatangkan manfaat besar (atau dalam situasi tertentu lebih besar) dibandingkan
dengan kebijaksanaan atau alternatif lainnya atau kalau yang dipertimbangkan adalah
soal akibat baik atau akibat buruk dari suatu kebijaksanaan atau tindakan, maka suatu
kebijaksanaan atau tindakan dinilai baik secara moral kalau mendatangkan lebih
banyak manfaat dibandingkan dengan kerugian. Dalam situasi tertentu kerugian tidak
bisa dihindari, dapat dikatakan bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang
menimbulkan kerugian terkecil (termasuk kalau dibandingkan dengan kerugian yang
ditimbulkan oleh kebijaksanaan atau tindakan alternatif).
Kriteria Ketiga, menyangkut pertanyaan manfaat terbesar untuk sebagian
orang saja, pribadi, atau juga untuk semua orang lain yang terkait, terpengaruh dan
terkena kebijaksanaan atau tindakan yang akan saya ambil? Dalam menjawab
pertanyaan ini, etika utilitarianisme lalu mengajukan kriteria ketiga berupa manfaat
terbesar bagi sebanyak mungkin orang. Jadi, suatu kebijaksanaan atau tindakan
dinilai baik secara moral kalau tidak hanya mendatangkan manfaat terbesar,
melainkan kalau mendatangkan manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang.
Sebaliknya, kalau ternyata suatu kebijaksanaan atau tindakan tidak bisa mengelak
dari suatu kerugian maka kebijaksanaan atau tindakan dinilai tidak baik dan
Universitas Sumatera Utara
kebijaksanaan atau tindakan itu dinilai baik apabila membawa kerugian yang sekecil
mungkin bagi sedikit orang. 33
2. Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi
dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori dengan observasi, antara abstrak dan
kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang
digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional. 34
Menurut Burhan Ashshofa, suatu konsep merupakan abstraksi mengenai suatu
fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari jumlah karakteristik kejadian,
keadaan, kelompok atau individu tertentu. 35
Adapun uraian dari pada konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah:
a. Notaris adalah pejabat umum, yang berwenang membuat akta otentik mengenai
semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan
dan
atau
dikehendaki
yang
berkepentingan
untuk
dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta,
menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta. 36
b. Perseroan
Komanditer/Commanditaire
Vennootschap
(CV)
adalah
suatu
perusahaan yang didirikan oleh satu atau beberapa orang secara tanggung
33
A. Sony Keraf, Etika Bisnis, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), hal. 100
Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hal. 31
35
Burhan Ashshofa, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hal. 19
36
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Pasal
1 huruf I jo. Pasal 15 ayat (1)
34
Universitas Sumatera Utara
menanggung, bertanggung jawab secara seluruhnya atau secara solider, dengan
satu orang atau lebih sebagai pelepas uang (Geldschieter).
c. Perseroan Terbatas (PT) adalah persekutuan modal yang oleh undang-undang
diberi status badan hukum, yang dapat mengikatkan diri dan melakukan
perbuatan-perbuatan hukum seperti orang pribadi (natuurlijk persoon) dan dapat
mempunyai kekayaan atau hutang. 37
d. Peran dan Tanggung Jawab Notaris adalah kontribusi dan keadaan wajib yang
dibebankan kepada Notaris untuk menanggung segala hal terkait pembuatan akta
yang dibuat dihadapannya.
e. Ditjen AHU adalah Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum di
Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
G. Metode Penelitian
1. Sifat dan Jenis Penelitian
Sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis, bersifat deskriptif
analisis maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci
dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dimaksudkan
berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat
untuk menjawab permasalahan. 38
37
Rochmat Soemitro, Hukum. Perseroan Terbatas, Yayasan Dan Wakaf, (Bandung:
PT.Eresco, 1993), hal. 2
38
Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, (Bandung:
Alumni, 1994), hal.101.
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum dengan metode
pendekatan yuridis normatif, yang disebabkan karena penelitian ini merupakan
penelitian hukum doktriner yang disebut juga penelitian kepustakaan atau studi
dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis
atau bahan hukum yang lain. 39 Penelitian ini termasuk ruang lingkup penelitian yang
menggambarkan, menelaah dan menjelaskan serta menganalisa teori hukum yang
bersifat umum dan peraturan perundang-undangan mengenai peran dan tanggung
jawab Notaris dalam perubahan perusahaan berbentuk Perseroan Komanditer
Menjadi Perseroan Terbatas, oleh karena itu penelitian ini menekankan pada sumbersumber bahan sekunder, baik berupa peraturan perundang-undangan maupun teoriteori hukum, disamping menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku di masyarakat,
sehingga ditemukan suatu asas-asas hukum yang berupa dogma atau doktrin hukum
yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat digunakan untuk menganalis permasalahan
yang dibahas, 40 serta menjawab pertanyaan sesuai dengan pokok permasalahan dalam
penulisan tesis ini.
2. Sumber Data/ Bahan Hukum
Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Sumber data yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
39
Bambang Waluyo, Metode Penelitian Hukum, (Semarang: PT. Ghalia Indonesia, 1996),
hal.13.
40
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 13
Universitas Sumatera Utara
a. Bahan hukum primer. 41
Yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai landasan utama
yang dipakai dalam rangka penelitian ini di antaranya adalah Kitab UndangUndang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, UndangUndang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, dan peraturan-peraturan lain yang
berkaitan dengan peran dan tanggung jawab Notaris dalam perubahan perusahaan
berbentuk Perseroan Komanditer Menjadi Perseroan Terbatas.
b. Bahan hukum sekunder. 42
Yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan
dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, seperti hasilhasil penelitian, hasil seminar, hasil karya dari para ahli hukum, serta dokumendokumen lain yang berkaitan dengan masalah peran dan tanggung jawab Notaris
dalam perubahan perusahaan berbentuk Perseroan Komanditer Menjadi Perseroan
Terbatas.
c. Bahan hukum tertier. 43
Yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, surat kabar, makalah yang
berkaitan dengan objek penelitian.
41
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Juritmetri, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1990), hal. 53
42
Ibid.
43
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
a. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan, pengumpulan data dilakukan
melalui studi kepustakaan (Library Research), studi kepustakaan ini dilakukan untuk
mendapatkan atau mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil
pemikiran lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini yaitu peran dan
tanggung jawab Notaris dalam perubahan perusahaan berbentuk Perseroan
Komanditer Menjadi Perseroan Terbatas. sebagai data penunjang dalam penelitian
ini, digunakan wawancara dengan informan atau narasumber yaitu Notaris di sekitar
Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang yang dianggap mengetahui permasalahan
yang berkaitan dengan permasalahan perubahan perusahaan berbentuk Perseroan
Komanditer Menjadi Perseroan Terbatas.
b. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan
dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum menggunakan studi dokumen yaitu
dengan melakukan inventarisasi dan sistematisasi literatur sehingga dapat diperoleh
konsepsi-konsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil pemikiran lainnya yang
berkaitan dengan peran dan tanggung jawab Notaris dalam perubahan perusahaan
berbentuk Perseroan Komanditer Menjadi Perseroan Terbatas. Selain itu digunakan
wawancara dengan informan atau narasumber menggunakan pedoman wawancara
yang telah disusun terlebih dahulu sehingga data yang diperoleh lebih terstruktur dan
terarah sehingga dapat dijadikan bahan guna menjawab permasalahan dalam tesis ini.
Universitas Sumatera Utara
4. Analisis Data
Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna
untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam
penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan
metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang
bersifat unik dan kompleks. Padanya terdapat regularitas atau pola tertentu, namun
penuh dengan variasi (keragaman). 44
Selanjutnya, data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan
(library research) dan hasil wawancara dengan informan atau narasumber disusun
secara berurutan dan sistematis, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode
kualitatif sehingga diperoleh gambaran secara menyeluruh tentang gejala dan fakta
yang terdapat dalam masalah peran dan tanggung jawab Notaris dalam perubahan
perusahaan
berbentuk
Perseroan
Komanditer
Menjadi
Perseroan
Terbatas.
Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode berpikir deduktif, yaitu
cara berpikir yang dimulai dari hal-hal yang umum untuk selanjutnya menarik hal-hal
yang khusus, dengan menggunakan ketentuan berdasarkan pengetahuan umum
seperti teori-teori, dalil-dalil, atau prinsip-prinsip dalam bentuk proposisi-proposisi
untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus, 45 guna
menjawab permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini.
44
Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis
Kearah Penguasaan Modal Aplikasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal.53.
45
Mukti Fajar, dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal.109.
Universitas Sumatera Utara