Kebijakan Hukum Pidana Tentang Euthanasia Khususnya Euthanasia Pasif

BAB II
TINJAUAN EUTHANASIA

1. Pengertian Euthanasia
Setiap makhluk hidup, termasuk manusia akan mengalami siklus
kehidupan yang dimulai dari proses pembuahan, kelahiran, kehidupan di dunia
dengan berbagai permasalahannya, dan diakhiri dengan kematian. Dari berbagai
siklus kehidupan di atas, kematian merupakan salah satu yang masih mengandung
misteri yang sangat besar. Proses pembuahan yang rumit mulai dapat dikenali dan
dipelajari, bahkan akhir-akhir ini sudah dapat dilakukan proses pembuahan
buatan, yang meniru proses alamiah, dan terjadilah inseminasi buatan, yang tidak
menimbulkan masalah etika pada dunia hewan, tetapi menjadi sangat kompleks
dalam dunia manusia. 21
Perkembangan teknologi dan ilmu kedokteran yang begitu pesat akhirakhir ini, ternyata tidak diikuti dengan perkembangan dalam bidang hukum dan
etika. Professor Separovic, seorang pakar hukum kedokteran menyatakan
“contemporary developments have posed a whole series of new problem. One
could even say: If medicine is in trouble because of too much change, law is
trouble because of too little change”.22
Bagi para dokter, masalah euthanasia merupakan suatu dilema yang
menempatkannya pada posisi yang serba sulit. Di satu pihak tekhnologi
kedokteran telah sedemikian maju, sehingga mampu mempertahankan hidup

21

http://syaichuhamid.blogspot.com, Pengertian Euthanasia, Euthanasia dalam
Pandangan Islam diakses tanggal 1 April 2012
22
Chrisdiono M Achadiat, Op. cit hal 180

Universitas Sumatera Utara

seseorang, sedangkan disisi lain pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap
hak-hak individu juga berkembang tak kalah pesat. 23 Sebelum membahas tentang
euthanasia lebih lanjut ada baiknya terlebih dahulu membahas tentang konsep
kematian itu sendiri. Hal itu dikarenakan masalah euthanasia erat kaitannya
dengan kematian.
a. Kematian
Untuk dapat lebih memahami lebih lagi timbulnya masalah euthanasia,
perlu dipahami mengenai konsep mati. Konsep mati pada waktu dulu adalah
apabila jantung dan paru-paru sudah tidak berfungsi lagi atau tidak bekerja lagi
orang tersebut sudah dinyatakan mati dan tidak diperlukan pertolongan lagi. Kini
keadaan sudah berubah, jika seseorang dalam perawatan yang intensif, dan

jantungnya sudah berhenti dengan tekhnologi yang ada jantung tersebut dapat
dipacu untuk bekerja lagi. 24
Perubahan-perubahan tersebut menyebabkan standar matinya seseorang
yang dari berhentinya jantung dan paru-paru sudah tidak relevan lagi. Kerusakan
yang terjadi pada otakpun, jika fungsi organ masih dapat dipertahankan, belum
dapat dikatakan seseorang tersebut telah mati. Oleh karena itu dalam hal ini
sangat penting untuk dapat mengetahui apa sebanarnya konsep mati yang dapat
diterima oleh masyarakat, sehingga untuk menentukan mati (secara teknis) dokter
harus memiliki (secara moral) keyakinan untuk mempertemukan keduanya
(moral-teknis).

23

Ibid hal 180-181
Ns.Ta’Adi, Hukum Kesehatan: Pengantar Menuju Keperawatan Profesional, Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2009, hal 52
24

Universitas Sumatera Utara


Untuk melihat permasalahan tentang konsep mati, Kartono Mohammad
mengemukakan tentang konsep kematian sebagai berikut: 25
1. Mati sebagai berhentinya darah mengalir. Konsep ini bertolak dari kriteria
mati berupa berhentinya jantung, organ yang memompa darah mengalir
keseluruh tubuh. Dalam Peraturan Pemerintah No 18 tahun 1981
dinyatakan bahwa mati adalah berhentinya fungsi jantung dan paru-paru.
Dalam kedokteran, teknologi resusitasi telah memungkinkan jantung dan
paru-paru yang semula berhenti adakalanya dapat dipulihkan kembali,
sehingga dapat dilihat dari perkembangan teknologi, kriteria mati yang
ditetapkan Peraturan Pemerintah No 18 tahun 1981 perlu ditinjau ulang.
2. Mati sebagai terlepasnya nyawa dari tubuh. Pada umumnya banyak yang
berasumsi bahwa nyawa terlepas dari tubuh ketika darh berhenti mengalir.
Tetapi dikaitkan dengan perkembangan teknologi yang telah dikemukakan
diatas, dapatkah nyawa ditarik kembali melalui teknologi resusitasi? Jika
beranggapan bahwa sekali nyawa terlepas, tidak mungkin manusia dapat
menariknya kembali, maka kriteria berhentinya darah mengalir pada saat
nyawa meninggalkan tubuh tidak tepat lagi.
3. Hilangnya kemampuan tubuh secara permanen (irreversible lost ability).
Dalam pengertian ini, fungsi organ-organ tubuh yang semula bekerja
terpadu kini berfungsi sendiri tanpa terkendali, karena fungsi pengendali

(otak), sudah rusak dan tidak mampu mengendalikan lagi. Pandangan ini
memang sudah sangat teknis tetapi belum memastikan bahwa otak telah

25

Ibid hal 52-54

Universitas Sumatera Utara

mati tetapi hanya mengatakan bahwa otak telah tidak mampu lagi
mengendalikan fungsi organ-organ lain secara terpadu. Pandangan ini
diwarnai oleh pengalaman dalam teknologi transplantasi organ. Secara
teknis medis untuk kepentingan transplantasi, memang pandangan ini
memadai. Tetapi, secara moral masih menjadi pertanyaan, jika organorgan masih berfungsi, meski tidak terpadu lagi, benarkah orang tersebut
sudah mati ?
4. Hilangnya kemampuan manusia secara permanen untuk kembali sadar dan
melakukan interaksi sosial. Konsep ini dikembangkan dari konsep yang
ketiga diatas, tetapi dengan penekanan nilai moral yaitu dengan
memeperhatikan fungsi manusia sebagai mahluk sosial. Manusia
digambarkan oleh Henry Beecher sebagai ”

…. individu yang memiliki kepribadian, menyadari kehidupannya,
kekhususannya, kemampuannya mengingat, menentukan sikap, dan
mengambil keputusan, mengajukan alasan yang masuk akal, mampu
berbuat, menikmati, mengalami kecemasan, dan sebagainya”.

Keempat konsep yang dikemukakan oleh Kartono Mohammad ini sudah
tidak melihat apakah organ-organ lain masih berfungsi atau tidak, tetapi apakah
otak masih mampu atau tidak menjalankan fungsi pengendalian, baik secara
jasmani maupun sosial.

Dalam konsep

ini

kepentingan transplantasi 26

(pemindahan seluruh atau sebagian organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain, atau

26


http://nursing-transplan.blogspot.com,Transpalantasi, diakses tanggal 5 Juli 2012

Universitas Sumatera Utara

dari suatu tempat ke tempat yang lain pada tubuh yang sama) tidak menjadi
pertimbangan utama lagi, tetapi juga tidak dilupakan. Pengembangan kriteria mati
yang baru didunia kedokteran, secara moral, bukan hanya demi kepentingan
transplantasi saja, tetapi juga untuk memastikan kapan alat-alat bantu resusitasi27
(sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak, jantung dan organ-organ vital
lainnya melalui sebuah tindakan) boleh dihentikan. Oleh karena itu, para pakar
kedokteran mencari tanda-tanda baru tentang kematian yang memenuhi kriteria
teknis dan kriteria moral.
Konsep yang paling dekat dengan konsep mati ini adalah konsep yang
keempat karena pusat penggerak berbagai fungsi dalam tubuh manusia itu secara
anatomis diketahui terletak di batang otak. Bila batang otak sudah mati, dapat
diyakini manusia tersebut sudah mati secara fisik dan sosial 28
Selain itu ada juga yang berpendapat bahwa kematian dapat dibagi
menjadi 2 (dua) fase, yaitu: 29 somatic death (Kematian Somatik) dan biological
death (Kematian Biologik). Kematian somatik merupakan fase kematian dimana
tidak didapati tanda-tanda kehidupan seperti denyut jantung, gerakan pernafasan,

suhu badan yang menurun dan tidak adanya aktifititas listrik otak pada rekaman
EEG30 (Electro Enselo Grafi). Dalam waktu 2 (dua) jam, kematian somatik akan
diikuti fase kematian biologik yang ditandai dengan kematian sel. Kurun waktu 2
(dua) jam diantaranya dikenal sebagai fase mati suri.

27

Ibid
Ibid hal 54
29
http://syaichuhamid.blogspot.com Loc.cit
30
Elektro Enselo Grafi (EEG) adalah suatu alat yang mempelajari gambar dari rekaman
aktifitas listrik di otak, termasuk teknik perekaman EEG dan interpretasinya.
28

Universitas Sumatera Utara

Makin sulit seorang ilmuwan medik menentukan terjadinya kematian pada
manusia. Apakah kematian somatik secara lengkap harus terlihat sebagai tanda

penentu adanya kematian, atau cukup bila terdapat salah satu dari tanda kematian
somatic seperti kematian batang otak saja, berhentinya nafas saja atau berhentinya
detak jantung saja sudah dapat dipakai sebagai patokan penentuan kematian
manusia. Permasalahan penentuan saat kematian ini sangat penting bagi
pengambilan keputusan baik oleh dokter maupun keluarganya dalam kelanjutan
pengobatan. Apakah pengobatan dilanjutkan atau dihentikan. Dilanjutkan belum
tentu membawa hasil, tetapi yang jelas akan menghabiskan materi, sedangkan bila
dihentikan pasti akan membawa ke fase kematian. Penghentian tindakan
pengobatan ini merupakan salah satu bentuk dari euthanasia. 31
b. Euthanasia
Istilah Euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu yang artinya baik,
dan thanatos yang berarti mati. Dengan demikian secara harafiah euthanasia
berarti kematian yang baik atau kematian yang menyenangkan dan mudah tanpa
mengalami penderitaan. Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah qatlu arrahma atau taysir al-maut. 32
Menurut kalangan medis sendiri, euthanasia merupakan tindakan yang
diambil kalangan medis ketika tidak adalagi yang bisa dilakukan untuk
meningkatkan harapan hidup seseorang (pasien) dan dilakukan berdasarkan

31
32


Ibid
Op. cit, hal 5

Universitas Sumatera Utara

permintaan atau persetujuan dari pasien tersebut atau orang yang bertanggung
jawab atas pasien tersebut. 33
Istilah euthanasia dalam Kode Etik Kedokteran mengandung 3 arti yaitu
: 34
1. Pindah ke alam baka dengan tenang dan aman, tanpa penderitan
2. Ketika hidup berakhir, penderitaan si sakit diringankan dengan memberikan
obat penenang, dan
3. Mengakhiri penderitaan dan hidup seseorang yang sakit dengan sengaja atas
permintaan pasien sendiri dan keluarganya

Menurut Philo (50-20 SM) euthanasia berarti mati dengan tenang dan
baik, sedangkan Seutinius dalam buku Vitaceasarum merumuskan bahwa
euthanasia adalah mati cepat tanpa derita. Menurut Richard Lamerton, euthanasia
pada abad ke 20 ditafsirkan sebagai pembunuhan atas dasar belas kasihan (mercy

killing), selain itu juga diartikan sebagai perbuatan membiarkan seseorang mati
dengan sendirinya, atau tanpa berbuat apa-apa membiarkan orang mati.
Pengertian tersebut tampaknya semata-mata hanya dilihat dari sudut sifat
kematian (tanpa kematian) atau dari sudut pandang perbuatan pasif yang berupa
membiarkan seseorang mati tanpa usaha mempertahankan kehidupannya. 35
Pengertian itu tidak menggambarkan yang sesungguhnya terjadi karena
belum menggambarkan kehendak orang yang mau mati tersebut. Padahal
33

Hasil wawancara dengan dr. Kartika br Karo, Salah satu dokter umum di RS. Columbia
Asia/RMO,pada hari Rabu, 09 Mei 2012
34
Ratna Suprapti Samil,2001,Etika Kedokteran Indonesia,Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo,Jakarta,hal 22
35
Ari Yunanto dan Helmi, Loc.cit, hal 57

Universitas Sumatera Utara

kehendak tersebut yang penting dan menjadi unsur esensieel (inti). Oleh karena

itu sebaiknya euthanasia diartikan sebagai membunuh atas kehendak sendiri 36
Atas kehendak sendiri ini merupakan salah satu contoh hak dasar
individual dalam pelayanan kesehatan, yaitu hak menentukan nasib sendiri (the
right of self determination) seperti yang tertuang dalam Kode Etik Rumah Sakit
Indonesia. 37
Hak menentukan nasib sendiri adalah hak fundamental manusia. Sekalipun
hak tersebut berbeda antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain,
namun pada hakekatnya keinginan manusia untuk mengatur kehidupannya sendiri
sesuai dengan pandangan pribadinya, mengadakan pilihan-pilihannya sendiri,
bahkan merencanakan sendiri pembentukan dan pengambilan keputusan untuk
dirinya sendiri merupakan sesuatu yang diakui umum. 38
Euthanasia dan bunuh diri pada dasarnya tidak terlalu jauh berbeda,
dua-duanya berarti tindakan mengakhiri hidup sendiri akibat putus asa dan
kekecewaan yang berlarut-larut. Kasus euthanasia itu sendiri terjadi karena
tindakan bunuh diri akibat menderita dan rasa nyeri yang tidak tertahankan lagi
dan tidak bisa disembuhkan dan biasanya dibantu oleh orang lain yang biasanya
dilakukan oleh dokter. Sementara dalam kasus bunuh

diri, lebih banyak

disebabkan kekecewaan baik dalam karier, rumah tangga, kesulitan ekonomi dan
sebagainya yang pada dasarnya ingin keluar dari derita hidup sehingga
merekayasa kematian dirinya sendiri misalnya dengan cara menggantung diri,

36

Adami Chanawi,Op.cit hal 124
Freddy Tengker,2007,Hak Pasien,CV.Mandar Maju,Bandung,hal 34
38
Ibid hal 53
37

Universitas Sumatera Utara

melompat dari tempat yang tinggi, menembak ataupun menusuk diri sendiri,
meminum racun dan sebagainya. 39

2. Sejarah euthanasia
Sejak zaman dahulu, euthanasia mengundang perdebatan antara pro dan
kontra yang seakan tiada habis-habisnya.
Istilah eutanasia pertama kali dipopulerkan oleh Hippokrates dalam
manuskripnya yang berjudul sumpah Hippokrates, naskah ini ditulis pada tahun
400-300 SM. Dalam sumpahnya tersebut Hippokrates menyatakan:
“I will follow that system of regimen which, according to my ability and
judgement, I consider for the benefit of my patients, and mischievous. I will give
no deadly medicine to any one if asked, nor suggest any such counsel.” 40(saya
tidak akan menyarankan dan atau memberikan obat yang mematikan kepada
siapapun meskipun telah dimintakan untuk itu). Dari dokumen tertua tentang
euthanasia di atas, dapat dilihat bahwa, justru anggapan yang dimunculkan oleh
Hippocrates adalah penolakan terhadap praktek euthanasia.
Sejak abad ke-19, euthanasia telah memicu timbulnya perdebatan dan
pergerakan di wilayah Amerika Utara dan di Eropa Pada tahun 1828 UndangUndang anti euthanasia mulai diberlakukan di Negara bagian New York, yang
pada beberapa tahun kemudian diberlakukan pula oleh beberapa Negara bagian.
Setelah masa Perang Saudara, beberapa advokat dan beberapa dokter mendukung
dilakukannya euthanasia secara sukarela. Kelompok-kelompok pendukung
39
40

Adami Chanawi,Loc. cit
http://tedjho.wordpress.com/tag/Sejarah Euthanasia, diakses tanggal 30 Juni 2012

Universitas Sumatera Utara

euthanasia mulanya terbentuk di Inggris pada tahun 1935 dan di Amerika pada
tahun 1938 yang memberikan dukungannya pada pelaksanaan euthanasia agresif,
walaupun demikian perjuangan untuk melegalkan euthanasia tidak berhasil di
Amerika maupun Inggris. 41
Pada tahun 1939, pasukan Nazi Jerman melakukan suatu tindakan
kontroversial dalam suatu “program” euthanasia terhadap anak-anak di bawah
umur 3 (tiga)tahun yang menderita keterbelakangan mental, cacat tubuh, ataupun
gangguan lainnya yang menjadikan hidup mereka tak berguna. Program ini
dikenal dengan nama Aksi T4 (“Action T4″ )

yang kelak diberlakukan juga

terhadap anak-anak usia di atas 3 (tiga) tahun dan para jompo ataupun lansia. Pada
awalnya hanya difokuskan pada bayi yang baru lahir dan anak-anak yang masih
sangat kecil. Para dokter dan ibu rumah tangga diperintahkan untuk mendaftarkan
anak-anak dibawah 3 (tiga) tahun kepada pemerintah Jerman. Kemudian,
keputusan untuk membiarkan anak tersebut hidup atau tidak diambil oleh tiga
ahlis medis tanpa pemeriksaan maupun memperhatikan hasil kesehatan anak
tersebut.42

Tiap ahli medis menambah tanda positif (+) dengan pensil merah atau
tanda negative (-) dengan pensil biru di setiap lembar kasus para anak-anak
tersebut. Tanda positif (+) merah berarti keputusan untuk membunuh anak
tersebut, dan tanda negatif (-) biru berarti keputusan untuk membiarkannya hidup.
Jika tiga tanda positif (+) merah telah dikeluarkan, maka anak tersebut akan
41

http://iqbalali.com Sejarah dan Hukum Euthanasia di Berbagai Negara diakses tanggal
19 Maret 2012
42
http://mytaste.wordpress.com Euthanasia diakses tanggal 1 April 2012

Universitas Sumatera Utara

dikirim ke Departemen Khusus Anak di mana mereka akan menerima kematian
dengan suntik mati atau dengan cara dibiarkan mati kelaparan. Program Nazi
Euthanasia akhirnya berkembang dengan menyertakan anak-anak yang lebih tua
yang memiliki cacat juga para orang dewasa. Putusan Hitler pada bulan Oktober
1939, menyatakan “pemberian hak untuk para ahli medis tertentu untuk
memberikan euthanasia pada orang-orang yang tidak dapat disembuhkan lagi.”
Putusan tersebut disebarkan ke seluruh rumah sakit dan tempat medis lainnya. 43

Sebagai hasilnya, pada tanggal 23 Agustus, Hitler menghentikan “Aktion
T 4″ , yang telah mengambil nyawa ratusan ribu orang. Namun bagaimanapun
juga, program Nazi euthanasia secara diam-diam terus berlanjut, tapi bukan
dengan menggunakan gas beracun, melainkan dengan menggunakan obat-obat
dan dibiarkan kelaparan. Setelah dunia menyaksikan kekejaman Nazi dalam
melakukan kejahatan euthanasia, pada era tahun 1940 dan 1950 maka
berkuranglah dukungan terhadap eutanasia, terlebih lagi terhadap tindakan
eutanasia yang dilakukan secara tidak sukarela ataupun karena disebabkan oleh
cacat genetika.

Sejauh ini Indonesia memang belum mengatur secara spesifik mengenai
euthanasia
kemampuan

atau suntik mati terhadap pasien yang sudah tidak memiliki
mengobati

penyakitnya

menghilangkan nyawa seseorang.

sama

dengan

perbuatan

pidana

Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan

menyerukan perlunya peraturan baku mengenai euthanasia. Selanjutnya, dalam

43

Ibid

Universitas Sumatera Utara

ketiadaan peraturan baku tersebut pemerintah seharusnya mencarikan jalan
keluar bagi pihak-pihak yang mempermasalahkan euthanasia. Euthanasia dalam
KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) masih dimasukkan ke dalam
tindakan bunuh diri yang dibantu (assisted suicide) dan bisa dianggap sebagai
suatu tindakan pidana. 44

3. Jenis-Jenis Euthanasia

Euthanasia dibagi dalam beberapa jenis, jika dilihat dari cara dilaksanakannya
euthanasia tersebut dibagi atas : 45

1. Euthanasia aktif, yaitu : perbuatan yang dilakukan secara medis melalui
intervensi aktif oleh seorang dokter dengan tujuan untuk mengakhiri hidup
manusia. Euthanasia aktif ini dibagi 2 yaitu:

a. Euthanasia aktif langsung (direct) adalah dilakukannya tindakan medis
secara terarah yang akan mengakhiri hidup pasien atau memperpendek
hidup pasien. Jenis euthanasia ini dikenal juga sebagai mercy killing.
b. Euthanasia aktif tidak langsung (indirect) adalah saat dimana dokter atau
tenaga kesehatan melakukan tindakan medis untuk meringankan
penderitaan pasien, namun terdapat adanya adanya resiko tersebut dapat
memperpendek atau mengakhiri hidup pasien.
2. Euthanasia pasif adalah perbuatan menghentikan atau mencabut segala
tindakan atau pengobatan yang perlu untuk mempertahankan hidup manusia.
44

http://www.suaramerdeka.com LBHK: Perlu Aturan Baku Euthanasia,diakses tanggal 1

April 2012
45

http://welywahyura.wordpress.com, Jenis Euthanasia, diakses tanggal 19 Maret 2012

Universitas Sumatera Utara

3. Auto-Euthanasia adalah penolakan dengan tegas oleh pasien untuk
memperoleh bantuan atau perawatan medis untuk dirinya sendiri dan dia tahu hal
itu dapat memperpendek umurnya.

Jika ditinjau dari sudut permintaan, euthanasia dibagi atas:

1. Euthanasia voluntir atau euthanasia sukarela (atas permintaan pasien)
adalah euthanasia yang dilakukan atas permintaan pasien secara sadar dan
diminta berulang-ulang.
2. Euthanasia involuntir (tidak atas permintaan pasien) adalah euthanasia
yang dilakukan pada pasien yang (sudah) tidak sadar, dan biasanya keluarga
pasien yang meminta.
Selain itu, Dr. J.E Sahetapy SH didalam tulisannya pada majalah Badan
Pembinaan Hukum Nasional, membedakan euthanasia dalam tiga jenis yaitu : 46
1.

Action to permit death to occur

2. Failure to take action to prevent death
3. Positive action to cause death
Dari ketiga perbedaan euthanasia tersebut diatas, dapat dijelaskan bahwa
pada jenis euthanasia yang pertama, kematian dapat terjadi karena pasien dengan
sungguh-sungguh dan secara cepat mengingimkan untuk mati. Pasien tersebut
sadar dan tahu bahwa penyakit yang dideritanya itu tidak dapat disembuhkan
walaupun diadakan pengobatan dan perawatan secara baik. Oleh sebab itu pasien
tersebut kemudian meminta kepada dokter agar dokter tidak lagi memberikan

46

Djoko Prakoso, Op.cit hal 73

Universitas Sumatera Utara

pengobatan kepadanya guna penyembuhan terhadap penyakit yang dideritanya
itu. Di samping itu pasien memohon untuk tidak melakukan perawatan di Rumah
Sakit lagi, namun supaya dibiarkan saja di rumah pasien sendiri. Pasien tersebut
merasa bahagia, bahwa ia akan dapat dengan segera meninggal dunia dengan
tenang disamping keluarganya. Jadi kematian si pasien itu terjadi seolah-olah
merupakan kerja sama antara si pasien dan dokter yang semula merawatnya. Jenis
euthanasia inilah yang biasa disebut sebagai euthanasia dalam arti yang pasif atau
permission. 47

Berbeda dengan jenis euthanasia

yang pertama, maka pada jenis

euthanasia yang kedua kematian terjadi karena kelalaian atau kegagalan dari
seorang dokter dalam mengambil suatu tindakan untuk mencegah adanya
kematian.hal ini terjadi bilamana dokter akan mengambil suatu tindakan guna
mencegah kematian, akan tetapi dokter tersebut tidak berbuat apa-apa, karena ia
tahu bahwa pengobatan yang akan diberikan kepada pasien itu akan sia-sia. Jika
dokter tersebut memberikan pengobatan, maka pengobatan tersebut dipandang
sebagai suatu tindakan yang tidak berarti, sehingga sudah tidak ada lagi untuk
penyembuhan secara normal. Akhirnya pasien dibiarkan begitu saja, sampai
ajalnya tiba dengan sendirinya. Pada dasarnya euthanasia jenis yang pertama
sama dengan jenis yang kedua. Letak pembedaannya adalah pada tindakan
membiarkan pasien meninggal dunia dengan sendirinya tanpa mengadakan
pencegahan. Jika pada jenis yang pertama, tindakan membiarkan ini timbul karena
adanya persetujuan kedua belah pihak yaitu si pasien dan dokter yang
47

Ibid

Universitas Sumatera Utara

merawatnya, sedangkan pada jenis yang kedua tindakan itu timbul hanya datang
dari salah satu pihak saja, yaitu dari dokter yang merawatnya.

48

Euthanasia pada jenis yang ketiga, merupakan tindakan yang positif dari
dokter untuk mempercepat terjadinya kematian. Jadi, berbeda dengan jenis
pertama yang bersifat pasif, maka pada jenis yang ketiga ini bersifat aktif atau
causation. Dari tindakan aktif ini, seorang pasien akan segera mati dengan tenang,
misalnya dengan memberikan injeksi dengan obat yang menimbulkan kematian,
obat penghilang rasa kesadaran dalam dosis tinggi, dan lain-lain.

Antara euthanasia jenis yang pertama dan yang ketiga ini sama-sama
didasarkan atas permintaan atau desakan dari pasien ataupun keluarganya kepada
dokter. Hanya saja pada jenis yang ketiga dokter lebih bersifat aktif dalam
mengambil tindakan untuk mempercepat proses terjadinya kematian. 49

Ada juga pendapat dari“ Commisie”

yang membedakan bentuk

euthanasia itu sebagai berikut: 50

1. Vrijwillige euthanasia yaitu euthanasia ya ng dilakukan dengan adanya
permintaan yang nyata-nyata dan sungguh-sungguh dari pasien
2. Onvrijwillige euthanasia yaitu tidak adanya permintaan yang nyata dan
sungguh-sungguh dari si pasien

48

Ibid, hal 74
Ibid
50
Bachtiar Agus Salim,Hukum Pidana dan Euthanasia,dalam Temu Ilmiah VII Perhuki
Wilayah Sumut,Medan,1990,hal 34
49

Universitas Sumatera Utara

3. Passive authanasia yang maksudnya dalam

hal itu tidak ada lagi

digunakan alat-alat ataupun perbuatan yang memperpanjang hidup pasien
4. Active euthanasia yang maksudnya dalam hal ini menggunakan alat-alat
ataupun perbuatan yang memperpendek hidup pasien.
Namun pada umumnya, euthanasia dibagi 3 jenis yaitu : 51
1. Euthanasia aktif, yaitu tindakan yang sengaja dilakukan dokter atau tenaga
kesehatan lain yang memperpendek hidup si pasien.
2. Auto-Euthanasia, yaitu seorang pasien yang menolak secara tegas dengan
sadar untuk menerima perawatan medis dan ia tidak mengetahui bahwa hal
itu akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya.
3. Euthanasia pasif, yaitu dimana dokter atau tenaga kesehatan lain secara
sengaja

tidak

(lagi)

memberikan

bantuan

medis

yang

dapat

memperpanjang hidup si pasien.
Eutanasia pasif dapat juga dikategorikan sebagai tindakan euthanasia
negatif yang tidak menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk
mengakhiri kehidupan seorang pasien. Eutanasia pasif dilakukan dengan
memberhentikan pemberian bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup
pasien secara sengaja. Beberapa contohnya adalah dengan tidak memberikan
bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam pernapasan, tidak
memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia berat, meniadakan tindakan
operasi yang seharusnya dilakukan guna memperpanjang hidup pasien, ataupun
pemberian obat penghilang rasa sakit seperti morfin yang disadari justru akan
51

Ari Yunanto dan Helmi Op.cit hal 55-56

Universitas Sumatera Utara

mengakibatkan kematian. Tindakan eutanasia pasif seringkali dilakukan secara
terselubung oleh kebanyakan rumah sakit. Penyalahgunaan eutanasia pasif bisa
dilakukan oleh tenaga medis maupun pihak keluarga yang menghendaki kematian
seseorang, misalnya akibat keputusasaan keluarga karena ketidak sanggupan
menanggung beban biaya pengobatan. Pada beberapa kasus keluarga pasien yang
tidak mungkin membayar biaya pengobatan, akan ada permintaan dari pihak
rumah sakit untuk membuat "pernyataan pulang paksa". Meskipun akhirnya
meninggal, pasien diharapkan meninggal secara alamiah sebagai upaya defensif
medis. 52

4. Perkembangan Euthanasia di Berbagai Negara
Sejauh ini, eutanasia telah menjadi perdebatan hangat dan banyak
bermunculan kelompok-kelompok yang pro maupun yang kontra terhadap praktek
pencabutan nyawa ini. Di beberapa Negara di dunia, eutanasia telah dilegalkan
dan diatur dengan prosedur-prosedur khusus misalnya di Negara Belanda, Belgia
serta ditoleransi di Negara bagian Oregon di Amerika, dan Swiss, namun di
beberapa Negara dinyatakan sebagai kejahatan seperti di India, Jepang dan
Indonesia.

a. Euthanasia di Belanda
Legalisasi euthanasia dalam hukum Belanda mendapat liputan luas pers
internasional. Diterimanya “Undang-Undang Eutahanasia” dinilai sebagai

52

http://www.scribd.com Euthanasia, diakses tanggal 1 April 2012

Universitas Sumatera Utara

revolusi di bidang hukum. Belanda menyatakan bahwa euthanasia dan
permintaan bunuh diri tidak dapat dihukum jika tindakan dokter berdasarkan
criteria kehati-hatian dan menyangkut permintaan pasien, penderitaan pasien
yang tak tertahankan berdasarkan informasi yang diberikan kepada pasien
berdasarkan konsultasi dari dokter yang bersangkutan untuk mengakhiri hidup
pasien. 53
Undang-Undang pemutusan kehidupan euthanasia dan permintaan bunuh
diri mulai berlaku 1 april 2012 melegalkan bunuh diri dengan cara euthanasia
dan dokter jika dalam kondisi sebagai berikut: 54
a. penderitaan yang tak tertahankan yang dialamin pasien
b. permintaan pasien untuk melakukan euthanasia harus sukarela dan bertahan
dari waktu ke waktu (permintaan tidak dapat diberikan ketika berada dibawah
pengaruh orang lain, penyakit psikologis, obat-obatan)
c. pasien harus menyadari kondisi dan pilihan yang diambil sepenuhnya
d. harus ada konsultasi dengan setidaknya satu dokter independen lain yang perlu
menginformasikan kondisi tersebut diatas
e. kematian harus dilakukan secara medis yang tepat oleh dokter atau pasien,
dalam hal ini dokter harus hadir
f. pasien setidaknya berumur 12 tahun ( pasien antara umur 12 tahun sampai 16
tahun memerlukan persetujuan orang tua)
53
54

http://wikipedia.com Euthanasia in Netherlands, diakses tanggal 30 juni 2012
Ibid

Universitas Sumatera Utara

Undang-undang ini juga mengatur keabsahan pernyataan tertulis akan pasien
tentang euthanasia dan dapat digunakan ketika pasien berada dalam keadaan koma
atau tidak mampu untuk menyarakan jika mereka melakukan euthanasia.
Banyak pihak yang tidak setuju, baik di Belanda sendiri maupun di dunia
internasional. Partai Demokrat Kristen di Jerman malah mempertimbangkan
menggugat keabsahan Undang-Undang Belanda ini pada Mahkamah Pengadilan
Eropa karena sianggap bertentangan dengan Konvensi Eropa tentang Hak Asasi
Manusia. Tetapi dalam demokrasi modern, undang-undang dibentuk oleh
institusi-institusi yang demokratis. Dalam hal ini, keabsahan Undang-Undang
Belanda ini tidak dapat diragukan. Dalam parlemen, Undang-Undang ini diterima
dengan mayoritas 104 suara melawan 40 suara (November 2000). Belanda
menjadi Negara pertama di dunia yang melegalkan tindakan euthanasia yaitu hak
yang diberikan kepada seorang dokter melakukan pembunuhan berbelas kasihan
dengan alasan-alasan apabila pasien menderita secara terus-menerus, sakit yang
tak tertahankan, telah berulang kali meminta untuk mati dan pendapat dua
orang medis setuju dengan diagnosa tersebut. Praktik euthanasia di Belanda
sudah lama ditolerir, namun praktik seperti ini masih illegal. Undang-Undang
Euthanasia merupakan upaya pertama melegalkan praktik euthanasia. 55
Pada tanggal 10 April 2001 Belanda menerbitkan undang-undang yang
mengizinkan euthanasia, undang-undang ini dinyatakan efektif berlaku sejak
tanggal1 April 2002, yang menjadikan Belanda menjadi Negara pertama di dunia
yang melegalisasi praktik euthanasia. Pasien-pasien yang mengalami sakit
55

http://www.scribd.com, Op.cit

Universitas Sumatera Utara

bertahun-tahun dan tidak dapat disembuhkan lagi, diberi hak untuk mengakhiri
penderitaannya. Tetapi perlu ditekankan, bahwa dalam Kitab Hukum Pidana
Belanda secara formal euthanasia dan bunuh diri berbantuan masih dipertahankan
sebagai perbuatan kriminal. Sejak akhir tahun 1993, Belanda secara hukum
mengatur kewajiban para dokter untuk melapor semua kasus euthanasia dan
bunuh diri berbantuan. Instansi kehakiman selalu akan menilai betul tidaknya
prosedurnya. Pada tahun 2002,sebuah konvensi yang berusia 30 tahun telah
dikodifikasi oleh undang-undang Belanda, dimana seorang dokter yang
melakukan euthanasia pada suatu kasus tertentu tidak akan dihukum. Karena itu,
praktik euthanasia di Belanda hampir tidak mengalami perubahan, tetapi posisi
dokter terhadap hukum lebih jelas dan aman. Sebelumnya dokter sering segan
melapor tindakan euthanasia karena merasa ragu bagaimana tanggapan instansi
kehakiman. Kini kekhawatiran tersebut tidak ada lagi, karena tindakan euthanasia
sudah menjadi legal. 56

b. Euthanasia di Belgia
Parlemen Belgia telah melegalisasi tindakan euthanasia pada akhir
September 2002. Para pendukung euthanasia menyatakan bahwa ribuan tindakan
euthanasia setiap tahunnya telah dilakukan sejak di legalisasikannya tindakan
euthanasia di negara ini, namun mereka juga mengkritik sulitnya prosedur
pelaksanaan euthanasia ini sehingga timbul suatu kesan adaya upaya untuk
menciptakan “birokrasi kematian”. Belgia kini menjadi Negara ketiga yang

56

Ibid

Universitas Sumatera Utara

melegalisasi euthanasia. Senator Philippe Mahoux, dari partai sosialis yang
merupakan salah satu penyusun rancangan undang-undang tersebut menyatakan
bahwa seorang pasien yang menderita secara jasmani dan psikologis adalah
merupakan orang yang memiliki hak penuh untuk memutuskan kelangsungan
hidupnya dan penentuan saat-saat akhir hidupnya. 57

c. Euthanasia di Amerika

Eutanasia agresif dinyatakan ilegal di banyak Negara bagian di Amerika.
Saat ini satu-satunya Negara bagian di Amerika yang hukumnya secara eksplisit
mengizinkan pasien terminal ( pasien yang tidak mungkin lagi disembuhkan)
mengakhiri hidupnya adalah Negara bagian Oregon, yang pada tahun 1997
melegalisasikan kemungkinan dilakukannya euthanasia dengan memberlakukan
Undang-Undang tentang kematian yang pantas. Tetapi undang-undang ini hanya
menyangkut bunuh diri berbantuan, bukan euthanasia. Syarat-syarat yang
diwajibkan cukup ketat, dimana pasien terminal berusia 18 tahun ke atas boleh
minta bantuan untuk bunuh diri,

jika mereka diperkirakan akan meninggal

dalam enam bulan dan keinginan ini harus diajukan sampai tiga kali pasien,
dimana dua kali secara lisan (dengan tenggang waktu 15 hari di antaranya) dan
sekali secara tertulis (dihadiri dua saksi dimana salah satu saksi tidak boleh
memiliki

hubungan

keluarga

dengan

pasien).

Dokter

kedua

harus

mengkonfirmasikan diagnosis penyakit dan prognosis serta memastikan bahwa
pasien dalam mengambil keputusan itu tidak berada dalam keadaan gangguan

57

Euthanasia, www.script.com,diakses tanggal 20 Mei 2012

Universitas Sumatera Utara

mental. Hukum juga mengatur secara tegas bahwa keputusan pasien untuk
mengakhiri hidupnya tersebut tidak boleh berpengaruh terhadap asuransi yang
dimilikinya baik asuransi kesehatan, jiwa maupun kecelakaan ataupun juga
simpanan hari tuanya.

Belum jelas apakah undang-undang Oregon ini bisa dipertahankan di masa
depan, sebab dalam Senat Amerika Serikat pun ada usaha untuk meniadakan
Undang-Undang Negara bagian ini. Mungkin saja nanti nasibnya sama dengan
Undang-Undang Northern Territory di Australia. Bulan Februari lalu sebuah studi
terbit tentang pelaksanaan Undang-Undang Oregon seama tahun 1999. Sebuah
lembaga jajak pendapat terkenal yaitu Poling Gallup (Gallup Poll) menunjukkan
bahwa 60% orang Amerika mendukung dilakukannya euthanasia 58

d. Euthanasia di Swiss

Di Swiss, obat yang mematikan dapat diberikan baik kepada warga Negara
Swiss ataupun orang asing apabila yang bersangkutan memintanya sendiri. Secara
umum, pasal 115 dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Swiss yang ditulis
pada tahun 1937 dan dipergunakan sejak tahun 1942, yang pada intinya
menyatakan bahwa membantu suatu pelaksanaan bunuh diri adalah merupakan
suatu perbuatan melawan hukum apabila motivasinya semata untuk kepentingan
diri sendiri. Pasal 115 tersebut hanyalah menginterpretasikan suatu izin untuk

58

Ibid

Universitas Sumatera Utara

melakukan pengelompokan terhadap obat-obatan yang dapat digunakan untuk
mengakhiri kehidupan seseorang 59

e. Euthanasia di Jepang
Jepang tidak memiliki suatu aturan hukum yang mengatur tentang
eutanasia

demikian pula

Pengadilan

Tertinggi

Jepang

tidak

pernah

mengatur mengenai euthanasia tersebut. Ada 2 kasus eutanasia yang pernah
terjadi di Jepang yaitu di Nagoya pada tahun 1962 yang dapat dikategorikan
sebagai "euthanasia pasif" dan yang satunya lagi terjadi setelah peristiwa insiden
diTokai university pada tahun 1995 yang dikategorikan sebagai “euthanasia
aktif”. Keputusan hakim dalam kedua kasus tersebut telah membentuk suatu
kerangka hukum dan suatu alasan pembenar dimana euthanasia secara aktif dan
pasif boleh dilakukan secara legal. Meskipun demikian euthanasia yang dilakukan
selain

pada

kedua

kasus

tersebut

adalah

tetap

dinyatakan

melawan

hukum,dimana dokter yang melakukannya akan dianggap bersalah oleh karena
merampas kehidupan pasiennya. Oleh karena keputusan pengadilan ini masih
diajukan banding ke tingkat federal maka keputusan tersebut belum mempunyai
kekuatan hukum sebagai sebuah yurisprudensi, namun meskipun demikian saat ini

59

Euthanasia, www.sladeshare.net,diakses tanggal 20 Mei 2012

Universitas Sumatera Utara

Jepang memiliki suatu kerangka hukum sementara guna melaksanakan
eutanasia. 60

f. Euthanasia di Indonesia
Berdasarkan hukum di Indonesia maka euthanasia adalah sesuatu
perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundangundangan yang ada yaitu pada Pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana
yang menyatakan bahwa “Barang siapa yang menghilangkan jiwa orang lain atas
permintaan orang itu sendiri yang disebutkannya dengan nyata dan dengan
sungguh-sungguh dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun”.
Juga demikian halnya nampak pada pengaturan pasal-pasal yang terdapat
dalam KUHP seperti:
a. 338 KUHP yang menyatakan: “barangsiapa sengaja merampas nyawa orang
lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas
tahun”.
b. 340 KUHP yang menyatakan: “barangsiapa sengaja merampas nyawa orang
lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas
tahun”.
Pasal-pasal tersebut diatas memenuhi unsur-unsur perbuatan pidana yaitu:
adanya perbuatan yang dilarang, adanya orang yang melakukan perbuatan yang
dilarang tersebut, dan adanya ancaman pidana. 61
60

Ibid

Universitas Sumatera Utara

Tiga pokok permasalahan hukum pidana yang terdapat dalam pasal 344
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tersebut yaitu: pertama adanya perbuatan
yang dilarang yaitu menghilangkan nyawa orang lain, kedua adanya orang yang
melakukan perbuatan yang dilarang tersebut yaitu dokter ataupun tenaga medis
lainnya, ketiga adanya ancaman pidana yaitu pidana penjara paling lama dua
belas (12) tahun sudah memenuhi ketiga permasalahan tersebut

61

http://isjd.pdii.lipi.go.id,Op.cit

Universitas Sumatera Utara