Politik Identitas Etnik Jawa Di Sumatera Utara

BAB II
SEJARAH MASUK ETNIK JAWA DI SUMATERA UTARA

2.1 Sejarah Masuk Etnik Jawa Di Sumatera Utara
Menurut sensus yang dilakukan Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun
1930, keseluruhan orang Jawa yang berada di Sumatera Timur berjumlah 641.000
jumlah ini merupakan 42.8% dari seluruh jumlah penduduk Sumatera Timur
ketika itu. Sejarah kehadiran orang Jawa dalam jumlah besar di Sumatera Timur
berkaitanerat dengan permasalahan tenaga kerja di perkebunan. Tidak ada
keterangan yang menjelaskan tentang keberadaan orang-orang Jawa dalam jumlah
besar sebelum dimulainya kegiatan ekonomi perkebunan di Sumatera Timur.
Ketika Neinhuys memulai usaha perkebunan tembakau pada tahun 1863
permasalahan utama yang dihadapi adalah kurangnya tenaga kerja. Penduduk
pribumi enggan bekerja di perkebunan dengan peraturan yang ditetapkan oleh
Neinhuys.Untuk menjawab permasalahan ini, Neinhuys mendatangkan kuli-kuli
Cina dari semenanjung Melayu. Kuli cina lebih digemari para tuan kebun di
Sumatera Timur karena ketelatenan dan tenaganya. 41
Namun karena mahalnya biaya serta rumitnya proses brokrasi untuk
mendatangkan kuli-kuli cina, maka perlahan-perlahan jumlah kuli cina yang
didatangkan mulai berkurang dan beralih dengan kepada kuli-kuli Jawa. Kuli-kuli
41


Devi Itawan. 2015. Pergerakan Budi Utomo Di Sumatera Utara 1908-1935, Medan:
Universitas Sumatera Utara: Fakultas Ilmu Budaya. Diakses melalui http://repository. usu.
ac.id/bitstream/handle/123456789/54337/Chapter%20II.pdf?sequence=4&isAllowed=y. pada
tanggal 03 April 2017 pukul 21.45 Wib.

Universitas Sumatera Utara

Jawa pertama kali didatangkan ke perkebunan di Sumatera Timur pada tahun
1875. Perusahan perkebunan yang pertama kali mendatangkan kuli jawa adalah
Deli Matschapij. Ketika itu jumlah mereka hanya sekitar 300 jiwa. Dalam
debutnya, kuli-kuli Jawa ini mengecewakan para tuan kebun. Mereka dianggap
pemalas dan tidak cocok untuk perkebunan tembakau, sehingga kuli jawa ketika
itu kurang diminati oleh tuan kebun. Sebelum permulaan abad XX, jumlah kuli
Jawa jauh dibawah jumlah kuli Cina. Untuk perbandingan jumlah kuli
berdasarkan etnisitasnya dapat dilihat dalam tabel di bawah ini: 42
Tabel 2.1
Jumlah kuli di Sumatera Timur berdasarkan etnisinya (1883-1890)
No. ASAL KULI


TAHUN 1883

TAHUN 1884

TAHUN 1890

1

CINA

20.647

26.620

40.662

2

JAWA


2.023

3.217

10.745

3

BOYAN dan

7.883

1.088

3.870

1.475

1.747


2.179

BANJAR
4

KELING

Sumber: Javaansche Kolonien op Sumatera’s Oostkust, Indische Gids Jilid III Tahun 1890, h.
2047,dalam T. Keizerina Devi, Ponale Sanctie: Studi Globalisasi Ekonomi dan Perubahan Hukum
diSumatera Timur 1870-1950, (Medan: Pascasarjana USU, 2004), dalam Devi Itawan. 2015.
Pergerakan Budi Utomo Di Sumatera Utara 1908-1935, Medan: Universitas Sumatera Utara:
Fakultas Ilmu Budaya, hlm.26.

42

Ibid., hlm.23.

Universitas Sumatera Utara

Peningkatan jumlah kuli Jawa secara signifikan mulai terjadi pada akhir

abad XIX dan menjelang awal abad XX. Ada beberapa faktor yang mendorong
didatangkannya kuli-kuli Jawa dalam jumlah besar ke Sumatera Timur. Faktor
terpenting adalah mulai beralihnya tanaman-tanaman perkebunan dari tembakau
ke tanaman-tanaman baru seperti kopi, karet, kelapa sawit, dan serat sisal.
Tanaman-tanaman tersebut cenderung lebih cocok ditangani oleh kuli-kuli Jawa. 43
Peningkatan jumlah kuli Jawa secara signifikan mulai terjadi pada akhir
abad XIX dan menjelang awal abad XX. Ada beberapa faktor yang mendorong
didatangkannya kuli-kuli Jawa dalam jumlah besar ke Sumatera Timur. Faktor
terpenting adalah mulai beralihnya tanaman-tanaman perkebunan dari tembakau
ketanaman-tanaman baru seperti kopi, karet, kelapa sawit, dan serat sisal. Selain
itu, mahalnya biaya serta rumitnya proses brokrasi untuk mendatangkan kuli-kuli
cina, maka perlahan-perlahan jumlah kuli cina yang didatangkan mulai berkurang
dan beralih dengan kepada kuli-kuli Jawa 44. Hal ini membuat orang-orang di Jawa
pedalaman banyak yang tertarik untuk datang ke Sumatera Timur. Perekrutan kuli
langsung dari Jawa ini sering kali diwarnai aksi tipu menipu. Dalam hal ini T.
Keizerina Devi menjelaskan 45:
Menurut pencariannya, orang-orang dari Jawa umumnya menjadi kuli
karena diculik, tertarik karena cara dan tipu daya dan hanya sebagian kecil
yang menjadi kuli karena suka rela baik karena adanya sanak saudara yang
telah menjadi kuli di Sumatera Timur maupun semata-mata karena

mencari pekerjaan sebab tidak memiliki pekerjaan di daerah asal.

43

Ibid, hlm.24.
Ibid, hlm.25.
45
Ibid, hlm.26.
44

Universitas Sumatera Utara

Kedatangan kuli-kuli Jawa diatur oleh suatu lembaga yang bernama
VrijEmigratie Deli Avro (VEDA), sebuah unit dari perkumpulan para tuan kebun
diSumatera Timur. Tuan kebun dapat langsung menyebutkan jumlah kuli
perkebunan yang dibutuhkan dan VEDA akan memenuhinya. Untuk pengurusan
selanjutnya meliputi pencarian tenaga-tenaga buruh yang bersedia dikontrak di
desa-desa di Pulau Jawa sampai dengan pengiriman dan mendistribusikan ke
perkebunan-perkebunan Sumater Timur yang membutuhkan. Demikian juga
halnya cara pengembalian buruh-buruh Jawa setelah kontrak tersebut berakhir

secara teoritis berada di tangan VEDA 46.
Sejak awal kedatangannya pada 1875, orang-orang Jawa di Sumatera
Timur dikenal sebagai kuli kontrak di perkebunan. Kehidupan sebagai kuli
perkebunan tidak banyak merubah nasib orang Jawa. Orang-orang Jawa yang
bekerja di perkebunan dalam ikatan kontrak tertentu. Oleh karena itu mereka
dikenal dengan istilah Jawa Kontrak (Jakon), sebuah istilah yang mengandung
konotasi negatif. Stigma tentang orang Jawa pada masa kolonial di Sumatera
Timur sangat buruk.Mereka dicap sebagai “seperempat manusia” karena menjadi
hamba-hamba sahaya di perkebunan dan terkenal dengan citranya yang bodoh,
mudah di kelabui dan pembawaan nerimo 47.
Kebanyakan dari mereka tertipu oleh bujukan para agen pencari kerja
yang mengatakan kepada mereka bahwa Deli adalah tempat dimana pohon yang

46
47

Ibid, hlm.27.
Ibid, hlm.29.

Universitas Sumatera Utara


berdaun uang (metafor dari tembakau). Dijanjikan akan kaya raya namun
kenyataannya

mereka

dijadikan

budak 48.Mereka

pun

sulit

memperoleh

kesejahteraan melalui bekerja sebagai kuli kontrak adalah hal mustahil dicapai.
Meskipun secara nominal, gaji yang diterima para kuli-kuli kontrak Jawa lebih
tinggi daripada yang mereka di Jawa, tetapi jika dibandingkan dengan biaya
hidup mereka selama di Sumatera Timur maka sangat sulit untuk mendapatkan

kesejahteraan.Kuli-kuli Jawa juga sulit melepaskan diri dari kontrak kerja
mereka.

Sumber: http://wordpress.com

Gambar 2.1 Keadaan kuli kontrak Jawa Perkebunan Tembakau Deli

Sedangkan orang-orang asing berlomba menanamkan modal ke Sumatera
Timur. Masuknya kuli kontrak asal Jawa dan China ke Medan tentu mengubah
warna daerah ini. Mereka datang karena tertipu bujuk rayu makelar pencari
48

Siyo Kasim dkk Op.cit., hlm. 74

Universitas Sumatera Utara

tenaga kerja. Pada masa Hindia Belanda orang Jawa didatangkan dari kampung
miskin di Jawa. Awalnya agen pencari kuli datang kepelbagai kampung/desa di
Jawa yang dilanda paceklik 49, menggoda mereka untuk bekerja ke sumatera.
Pada tahun 1900-an, liberalisasi ekonomi dipandang sebagai kunci

menuju “kamakmuran” di negeri jajahan Belanda ini. Dimana konsentrasi
terbesar terlatak di Sumatera Timur, saat terjadi ledakan ekspansi capital swasta
di berbagai jenis perkebunan seperti tembakau dan karet. Saat itulah,
pertumbuhan kuli kontrak dari Jawa mengalami ledakan. Ribuan kuli kontrak
didatangkan guna menyulap hutan belantara menjadi perkebunan. Tinggal di
barak-barak perkebunan dengan kondisi mengenaskan, nyaris tanpa kemajuan
selain sekedar bisa makan. Malah berbagai kesenian yang mereka bawa dari tanah
leluhur porak-poranda 50.
Di Sumatera Utara, kuli kontrak akhirnya menjadi suatu istilah yang
menunjukkan betapa parahnya kehidupan manusia. Hubungan seks sangat
longgar, kawin cerai merupakan hal yang biasa. Setiap kali para kuli menerima
gaji, pengusaha kolonian menggelar perhelatan besar, berbagai tarian-tarian
digelar, alcohol, seks, dan judi dihalalkan. Para Bandar datang dari kota untuk
menguras isi kantong kuli kontrak. Hal ini memang dirancang untuk terus
memiskinkan mereka, sehingga terus memperpanjang kontrak, karena gaji yang
mereka terima tidak pernah tersimpan.
49

Paceklik ialah keadaan tanah disawah mengalami keretakkan akibat musim kering yang
berkepanjangan.

50
Devi Itawan, Op.cit., hlm.32

Universitas Sumatera Utara

Pada tahun 1930-an terjadi perubahan besar dalam sistem kontrak kerja
yang memungkinkan para kuli Jawa untuk meninggalkan perkebunan setelah
masa kontrak mereka habis. Mereka yang meninggalkan perkebunan kemudian
tinggal secara berkelompok di sekitar perkebunan sebagai petani kecil ataupun
memasuk kota sebagai tenaga kerja yang tidak berpendidikan. Sebagian dari
mereka berkerja pada pedagang-pedagang tionghoa, berdagang kecil-kecilan atau
bertani. Pada tahun 1931, hanya separoh dari jumlah populasi Jawa yang bekerja
sebagai buruh di perkebunan 51.
Baru pada tahun 1980-an, ketika ekonomi Indonesia mulai memasuki era
Industri dan jasa keadaan mulai berubah. Pertumbuhan ekonomi di Sumatera
Utara mencapai delapan persen per tahun, telah mendorong peningkatan belanja
masyarakat. Sector jasa, perdagangan, dan industry melaju sesuai laju permintaan.
Karenanya, para kuli kontrak dan keluarganya sebagaian mulai bergerak ke kota,
untuk bekerja sebagai buruh pabrik, pelayan toko, kuli bangunan, sampai penjual
pecel dan juga pembantu rumah tangga 52.
Perkembangan tersebut menghasilkan banyak perubahan. Dalam tempo
dua puluh tahun. Bedeng-bedeng (batas tanah) warisan generasi silam nyaris tak
kelihatan lagi. Kebanyakan telah berubah menjadi rumah permanen atau semi
permanen, berbarengan dengan itu, secara cultural mereka telah menjadi bagian
dari Kota. Orang-orang Jawa yang berada di Sumatera Timur pada awal abad XX

51
52

Ibid, hlm. 31.
Ibid., hlm 32

Universitas Sumatera Utara

bukan hanya “wong cilik” yang kebanyakan tidak berpendidikan, tetapi juga
kaum intelektual Jawa yang berpendidikan. Perlu diingat bahwa pemerintah
kolonial mulai memusatkan perhatiannya ke Sumatera Timur sejak perekenomian
wilayah ini berkembang secara pesat pada akhir abad XIX. Oleh karena itu pusat
pemerintahan Sumatera Timur dipindahkan dari Bengkalis ke Medan.
Seiring dengan dipindahkannya pusat pemerintahan, maka pegawaipegawai pemerintahan juga ikut berpindah ke Sumatera Timur. Kebanyakan
pegawai pemerintahan ketika itu adalah priyayi-priyayi Jawa ataupun orang Jawa
yang telah berpendidikan barat.Priyayi Jawa yang berada di Sumatera Timur
adalah pendatang yang bekerja menjadi pegawai pemerintahan seperti pegawai
percanduan,

pergaraman,

jurubahasa

(penerjemah),

inspeksi

perburuhan,

perpajakan, dan profesi-profesi lainnya seperti dokter, pengacara, wartawan dan
lain-lainnya. 53
Dengan demikian ada dua golongan orang Jawa di Sumatera Timur, yakni
“wong cilik” atau orang Jawa yang menjadi kuli perkebunan dan yang menjadi
orang pinggiran di perkotaan dan para “priyayi” yang telah berpendidikan barat.
Golongan yang disebutkan pertama adalah mereka yang kemudian lebih dikenal
dengan istilah Jawa Peranakan atau Jawa Deli. Mereka pada awalnya adalah
orang-orang Jawa yang menjadi kuli perkebunan yang kemudian menetap di
Sumatera Timur dan beranak pinak. Keturunan mereka adalah apa yang disebut

53

Devi Itawan, Loc.cit.,

Universitas Sumatera Utara

dengan istilah Jawa Deli. Berkaitan dengan hal ini, Usman Pelly dalam Urbanisasi
dan Adaptasi: Misi Budaya Minangkabau dan Mandaiiling, menyatakan bahwa:
Suku Jawa, walaupun lebih banyak jumlahnya dibanding kelompokkelompok lain di Medan dan Sumatera Timur, tidak terlibat dalam
gerakan-gerakan sosial dan politis. Mereka dikenal sebagai “buruh yang
rajin” dan setia kepada “majikan” mereka. Sebagian besar orang Jawa di
Sumatera Timur adalah “orang kebanyakan” dan miskin serta tak
berpendidikan. Sikap-sikap orang Jawa dipengaruhi oleh kelas sosial
pendidikan, dan status ekonomi mereka. Di Jawa, “rakyat kebanyakan”
merasa aman dan terlindungi oleh kelas atas penguasa (priyayi). Para
perantau Jawa di Sumatera Timur di sana; banyak yang ingin pulang dan
kemudian benar-benar melakukannya 54.

Pernyataan Usman Pelly tersebut agaknya tidak diperuntukan bagi
golongan orang Jawa yang disebutkan belakangan. Sebab mereka yang disebutkan
belakangan adalah kaum cendikiawan Jawa yang telah berpendidikan barat.
Orang-orang Jawa ini adalah mereka yang membawa ide-ide kebangsaan ke
Sumatera Timur, penghubung antara dunia pergerakan di Jawa dan di Sumatera
Timur. Dalam hal ini, kedatangan dr. Sutomo di Sumatera Timur relevan untuk
dijadikan contoh. Dr. Sutomo datang ke Sumatera Timur sebagai dokter di Lubuk
Pakam. Ia kemudian mendirikan Budi Utomo cabang Lubuk Pakam.Namun orang
jawa menghalangi kesenjangan antara golongan priyayi dengan kawula (rakyat)di
Sumatera Timur. Kesenjangan yang terjadi lebih bersifat budaya. Orang jawa
peranakan agaknya tidak memahami adat tatakrama sebagaimana di pulau Jawa.
Ini

mungkin

54

dikarenakan

proses

adaptasi

orang-orang

jawa

dengan

Ibid., hlm.34

Universitas Sumatera Utara

multikulturalisme Sumatera Timur. Di Sumatera Timur berbagai budaya yang
dibawa oleh pendatang bertemu dalam satu ruang. Mereka bebas mendukung
budayanya masing-masing, namun tidak terdapat satu budayapun yang dominan,
sehingga kultur yang terbentuk adalah egaliter 55.
Kesenjangan ini juga disebabkan oleh perbedaan kelas sosial orang-orang
jawa totok dan jawa peranakan. Sebagaimana diketahui bahwa Orang jawa totok
yang merantau ke Sumatera Timur adalah kaum elit jawa yang bekerja sebagai
pejabat bumiputera, sedangkanjJawa peranakan adalah orang-orang jawa
keturunan kuli-kuli kontrak.
Sebelumnya, orang jawa pendatang ini dikenal dengan sebutan jakon
(Jawa Kontrak) ataupun jadel (Jawa Deli), sebutan-sebutan itu adalah sebutan
yang dulu identik dengan orang jawa sebagai pekerja perkebunan di tanah Deli.
Karena pada awal kedatangan orang jawa ke Sumatera adalah sebagai kuli kontrak
perkebunan di Sumatera. Jakon atau Jadel adalah sebutan yang mungkin sebuah
streotip etnis yang diberikan oleh orang yang bukan aawa. Sekarang untuk lebih
halusnya, orang sering menyebut orang jawa dengan pujakesuma (putera jawa
kelahiran sumatera). Sebagian orang yang bukan orang jawa atau bahkan mereka
sendiri yang masih keturunan jawa atau karena lahir di Sumatera, beranggapan
bahwa pujakesuma adalah sebutan yang lebih terhormat sebagai pengganti istilah
jakon ataupun jadel yang mengandung konotasi status social yang rendah 56.

55
56

Ibid, hlm.34.
Kasim Siyo, Loc.cit.,

Universitas Sumatera Utara

Selain itu, bermunculan pula berbagai perkumpulan – perkumpulan yang
belatar belakang etnis jawa juga seperti: Arema, Satgas Joko Tingkir, Sekarmirah,
Pagiuyuban Jawa rebug, Pujakesuma, Perhimpunan Anak Transmigrasi Indonesia,
Paguyuban Warga Banyumas Gell, Pendawa, Komunitas Radio Jawa, Forum
Komunikasi Warga Jawa, Perkumpulan Persaudaraan Putera Solo.
2.2 Sejarah Terbentuknya Paguyuban Jawa Di Sumatera Utara
Paguyuban adalah kelompok sosial yang anggotanya memiliki ikatan batin
yang murni, bersifat alamiah, dan kekal.Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta
dan kesatuan batin yang sudah dikodratkan dengan mempunyai beberapa ciri.
Pertama, intimate, hubungan menyeluruh dan akrab. (disemangati kebersamaan,
keterlibatan, komunikasi, sehati dan sejiwa dalam suka dan duka, untuk
menghidupi dan menghayati tugas, karya, dan panggilan hidup dalam
mewujudkan visi-misi paguyuban tersebut). Kedua, private, hubungan yang
bersifat pribadi, yaitu khusus untuk beberapa orang saja. (kebersamaan setiap
anggotanya yang se-detak jantung, yang hidup dalam kebersamaan, memiliki
kepekaan dan bertindak saling mengasihi sehingga terbentuk suatu komunitas
yang sehati-sejiwa). Ketiga, exclusive, hubungan tersebut hanya untuk kita saja
dan tidak untuk orang lain di luar kita. (bentuk kehidupan bersama yang
menghayati solidaritas dalam memanfaatkan segala perbedaan untuk mencapai

Universitas Sumatera Utara

tujuan bersama) 57.Di Sumatera Utara sendiri terdapat beberapa paguyuban di
antaranya:
2.2.1 Pujakesuma
Paguyuban yang berdiri pada tanggal 10 Juli 1980. Sebelum berdirinya
paguyuban ini, paguyuban ini adalah sebuah sanggar dan perkumpulan seni dan
budaya jawa yang berdanama IKJ (Ikatan Kesenian Jawa) yang didirikan oleh
Letkol Sukardi. Dengan seiring perkambangan waktu maka pada Tahun 1979-an
IKJ diubah namanya menjadi Paguyuban Pujakesuma (Putera Jawa Kelahiran
Sumatera/Keberadaan Sumatera), paguyuban ini pada awalnya didirikan oleh
Bapak Danu. Ia merupakan tokoh kesenian Jawa pada masa itu, kemudian
Paguyuban diresmikan pada Tahun 1980. Berdasarkan keputusan yang ditetapkan
pada masa itu, paguyuban ini berdiri sebagai wadah berkumpulnya orang-orang
yang berketurunan Jawa, keturunan jawa meliputi seluruh Pulau Jawa baik apakah
seorang tersebut berasa dari Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, dan juga DKI
Jakarta. Dalam musyawarah mereka, mereka menjelaskan bahwa yang terpenting
adalah orang Jawa yang lahir di Sumatera atau berada di sumatera maupun diluar
pulau jawa. 58
Selain itu, Paguyuban ini juga bertujuan untuk meningkatkan taraf
ekonomi dan social masyarakat jawa di Sumatera Utara. Paguyuban pujaksuma

57

Yoseph Viantoro. Arti Paguyuban. http://www.kompasiana.com/industri17.blog.
mercubuana.ac.id/ arti-paguyuban 57cd0191377b6137401c789d, diakses 10 April 2017 pukul
10.41 Wib.
58
Ad/Art Pujakesuma

Universitas Sumatera Utara

merupakan sebuah organisai yang murni tanpa mengharapkan pamrih, paguyuban
ini bertujuan mengembangkan nilai-nilai budaya dan leluhur yang baik. Seperti
kata-kata yang memiliki nilai filosofi seperti “Sepi Ing pemreh Rame Ing Gawe”,
motto ini sudah tertanam dalam paguyuban pujakesuma sebagailendasan
bertindak mereka. 59
Sesuai dengan latar belakang ekonomi yang mendasari kedatagan sebagian
besar etbis Jawa di Sumatera, disamping Budaya, kemiskinan merupakan satu
keprihatinan utama. Seperti diketahui bahwa orang Jawa yang berada di Sumatera
pada umunya berada di perkebunan, sehingga banyak ditemui dalam masyarakat
kalau orang tuanya buruh perkebunan, anak, cucu, hingga cicitnya pun menjadi
buruh.
Sejak Kasim Siyo mulai memimpin Pujakesuma pada tahun 1997, kegiatan
Pujakesuma waktu itu sebenarnya sedang lesu, banyak anggota yang merasa
enggan. Pada masa orde baru Pujakesuma telah disalahgunakan untuk
kepentingan salah satu partai poitik. Karenanya dalam kepenguruasannya,
diputuskan bahwa Pujakesuma tidak akan berpolitik, tetapi kembali pada asalnya
sebagai paguyuban, untuk mengembangkan kebudayaan Jawa serta kegiatan
ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan warganya.

59

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

2.2.2

Visi dan Misi Pujakesuma

Sebagai salah Paguyuban etnis Jawa tertua di Sumatera, Paguyuban
Pujakesuma memiliki tujuan selain untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya
Manusia juga meningkatkan kehidupan kehidupan social ekonomi warga
Pujakesuma di lingkungannya.. Selain itu Paguyuban ini juga merupakan sebagai
Wadah Partisipasi Pujakesuma dalam membangun kesenian, kebudayaan, olah
raga, SDM dan perekonomian yang ada di Wilayah Sumatera dan wilayah yang
lainnya 60.Paguyuban Pujakesuma memiliki motto yang tercantum dalam
AD/ART, motto Paguyuban Pujakesuma ini menjadi ikatan konstektual dalam
kehidupan sehari-hari anggota Pujakesuma dan juga dalam pelaksanaan organisasi
Paguyuban ini. Motto Paguyuban Pujakesuma berupa: 61
Rukun

: rukun' itu damai, tak banyak berselisih/bertengkar sesama
anggota pujakesuma dan juga sesama orang Jawa di
lingkungan mereka tinggal.

Raket

: Artinya

dekat-akrab serta menjaga kerukunan baik

sesama orang Jawa maupun etnis lain.
Regeng

:Artinya bernuansa hangat.

Rumekso

:Artinyamenjaga, saling melindungi satu dengan yang
lainnya.

60
61

Ibid, hlm 3
Ibid, hlm 4-10

Universitas Sumatera Utara

2.2.3

Keanggotaan Paguyuban Pujakesuma

Keanggotaan paguyuban Pujakesuma adalah orang-orang keturunan jawa/
Suku Jawa (Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, maupun DKI Jakarta). Selain
itu paguyuban ini juga banyak diikuti oleh orang yang bukan orang Jawa, mereka
merupakan orang-orang yang mau bersama-sama membangun nilai-nilai Budaya
dan juga mempertahankan nilai budaya yang bersifat fisik maupun non fisik.
Keanggotaan paguyuban Pujakesuma dapat dibagi kedalam dua bagian yaitu 62:
Anggota Aktif

: merupakan orang-orang yang tergabung dan
menjadi anggota paguyuban pujakesuma baik
orang-orang keturunan jawa ataupun bukan. Pada
umumnya mereka adalah orang-orang yang aktif
menjadi pengurus di dalam paguyuban ini.

Anggota Pasif

: adalah merupakan seluruh orang jawa yang ada di
Sumatera yang menjadi anggota tetap ataupun
simpatisan dari paguyuban ini. Anggota Pasif juga
merupakan orang yang masih memiliki darah
katurunan jawa.

Ketentuan tentang keanggotaan ini dapat dilihat pada anggaran rumah
tangga pada BAB I pasal I yaitu :Keanggotaan Pujakesuma adalah setiap warga
Negara Indonesia keturunan suku jawa, hasil pembaharuan atau simpatisan / suku
62

Ad/Art Pujakesuma, Loc.cit.,

Universitas Sumatera Utara

lain yang dapat diterima menjadi anggota “PUJAKESUMA” serta memenuhi
ketentuan sebagai berikut 63:


Telah berusia 15 Tahun keatas lanjut usia



Mau mengikuti kegiatan yang ditentukan PUJAKESUMA



Menerima / menyetujui Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
serta program umum organisasi dan peraturan organisasi



Ditetapkan dan disyahkan pengurus PUJAKESUMA sebagai anggota
khusus bagi simpatisan lain.

2.2.4

Satgas Joko Tingkir

Satuan Tugas Joko Tingkir adalah organisasi kemasyarakatan Suku Jawa,
yang dibentuk dalam upaya menjalin sinergi dengan “Paguyuban Jawa atau
Organisasi-organisasi Kemasyarakatan” lainnya. Organisasi kemasyarakatan ini
bersifat non-politik yang beranggotakan keluarga dan atau orang-orang Suku Jawa
dan atau memiliki tali perkawinan dengan Suku Jawa atau suku lainnya yang
berdomisili di Indonesia. Aktivitas organisasi adalah manifestasi peran serta
dalam membangun masyarakat & bumi Indonesia seutuhnya secara menyeluruh
dalamupaya mengangkat harkat martabat bangsa dan negara Indonesia dalam
tatanan ideologi, ekonomi, sosial dan budaya.Pendiri satuan tugas joko tingkir
adalah orang-orang yang menerima karunia dari Allah SWT sehingga mampu dan
bertekad memberikan pemikiran, tenaga, waktu dan materinya untuk membentuk,
63

Ibid, hlm.1.

Universitas Sumatera Utara

membina serta menegakkan/ berdirinya organisasi ini pada tahun pertama sejak
hari Kamis Pahing 10 Muharam 1427 H/1939 tahun Saka atau tanggal 09-022006. Adapun nama-nama para pendiri adalah :Sukirmanto,SH, Ir. Rudjito Said,
Sudjoko, S.Pd. 64
2.2.5

Visi dan Misi Satgas Joko Tingkir

Satgas Joko Tingkir memiliki tujuan dalam berdirinya paguyuban yang
tertuang dalam AD/ART. Paguyuban ini menjadi ikatan konstektual dalam
kehidupan sehari-hari anggota Satgas Joko Tingkir dan juga dalam pelaksanaan
organisasi Paguyuban ini 65
1. Turut serta dalam membangun masyarakat dan bumi Indonesia dalam
upaya

mencapai keadilan, kemakmuran, kesejahteraan, keamanan dan

kedamaian hakiki dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).
2. Memasyarakatkan satgas joko tingkir dalam pelaksanaan tugas dan
partisipasinya ditengah-tengah dinamika/kegiatan masyarakat.
3. Meningkatkan kompetensi dan integritas serta ketrampilan anggotanya
melalui

pembinaan/pendidikan

rohani/spritual,

untuk

dan

pelatihan

meningkatkan

jasmani/

kesadaran

fisik,
terhadap

peraturan/perundang-undangan yang ada serta optimasilasi peranan dan
tanggungjawab dalam tugas.
64
65

Ad/Art Satgas Joko Tingkir, hlm .1.
Ibid, hlm.3- 5.

Universitas Sumatera Utara

4. Menggali

potensi

dan

menjalankan

kegiatan

dibidang

ekonomi,

lingkungan hidup, pendidikan dan latihan, advokasi hukum, sosial dan
budaya.
5. Mendukung dan mengusulkan bagi orang-orang jawa, atau pengurus
Satgas Joko

Tingkir yang memenuhi syarat untuk ikut dalam kompetisi

pencalonan legislatif,

kepala daerah, dan jenjang karir yang sedang

diemban.

2.2.6

Keanggotaan Satgas Joko Tingkir

Keanggotaan Satgas Joko Tingkiradalah warga berkebangsaan Indonesia
yang berasal dari etnis Jawa dan keturunan warga Jawa yang berasimilasi dengan
etnis lain baik didalam maupun diluar negeri. Etnis lain yang dikategorikan
sefaham dengan perjuangan Satgas Joko Tingkir Indonesia.
Selain itu, keanggotaan Satgas Joko Tingkir selanjutnya diatur dalam
anggaran rumah tangga diantaranya: 66
1. Anggota

kehormatan,

peserta,

luar

biasa:

memiliki

wewenang

mengeluarkan pendapat, mengajukan usul/saran dan mengikuti kegiatan
organisasi (memiliki hak bicara), tidak dapat memilih (tidak memiliki hak
suara) dan tidak bisa dipilih sebagai Pengurus Harian Satgas Joko Tingkir .

66

Ibid, hlm.8.

Universitas Sumatera Utara

2. Anggota terdaftar:

memiliki wewenang mengeluarkan pendapat,

mengajukan usul/ saran dan mengikuti kegiatan organisasi (memiliki hak
bicara), dapat memilih (memiliki hak suara) dan bisa dipilih sebagai
pengurus Satgas Joko Tingkir.

2.2.7

Pendawa

Pendawa adalah singaktan dari persatuan pemuda jawa. Pendawa sendiri
didirikan di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 09 september 1999 di jalan
Medan Area Selatan oleh Bapak Ruslan yang beasaskan pancasila. Pendawa
organisasi yang bersifat sosial budaya dan kemasyarakatan. Pendawa bersifat
terbuka bagi semua warga masyrakat Indonesia yang menerima azas Pendawa
tanpa membedakan latar belakang suku, agama keturunan, status sosial, golongan
warna kulit dan gender. Pendawa sendiri bersifat mandiri dan independent 67.

2.2.8

Visi dan Misi Pandawa

Pandawa memiliki tujuan dalam berdirinya paguyuban yang tertuang
dalam AD/ART. Paguyuban ini menjadi ikatan konstektual dalam kehidupan
sehari-hari anggota pandawa dan juga dalam pelaksanaan organisasi Paguyuban
ini diantarnya: 68

67
68

Ad/Art Pendawa, hlm.1-2.
Ibid, hlm.3.

Universitas Sumatera Utara

1. Meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa menurut agama
dan keyakinan maing-masing
2. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan sosial ekonomi
khususnya warga Pendawa dan masyarakat.
3. Menggali, membina dan mengembangkan kesenian, kebudayaan jawa,
olahraga melalui kerjasama dengan organisasi sosial lainnya untuk
membina persatuan dan kesatuan Bangsa Indooesia.
4. Membangun tali silaturahmi serta meningkatkan persaudaraan sesama
warga Pendawa dan masyarakat etnis lainnya.
5. Menjalin solidaritas/rasa tolong menlong serta meningkatkan kepedulian
sosial dan semangat kegotong royongan.
Sedangkan misi dari Pendawa itu sendiri adalah: 69
1. Wadah berhimpunnya warga masyarakat jawa atau turunan masyarakat
jawa dan etnis lainya di Sumatera Utara yang memiliki persamaan
kehendak untuk mecapai cita-cita dalam mewujudkan masyarakat adil dan
makmur berdasarkan pancasila dan UUD 1945
2. Menampung, menyalurkan dan memperjuangkan aspirasi anggota/
masyarakat dengan tidak mengenal perbedaan agama, suku dan golongan.
3. Sebagi

wadah partisipasi Pendawa dalam

pmbangunan kesenian

kebudayaan, olahraga, SDM, kesehatan, perekonomian/koperasi, hukum
yang ada di wilayah Sumatera Utara.
69

Ad/Art Pendawa, Loc.cit.,

Universitas Sumatera Utara

4. Pendawa merupakan wadah komunikasi timbal nalik (mitra) antara
pemerintah dan masyarakat dan juga sesama angoota keluarga wrga
Pendawa.
5. Pendawa sebagai wadah silaturahmi dengan membangun semangat
kebersamaan, kekeluargaan dan ke gotong royongan.
6. Pendawa adalah organisasi social kemasyarakatan lintas segala lintas baik
agama, etnis, parpol ormas serta golongan.

2.2.9

Keanggotaan Pendawa

Keanggotaan Pendawa dapat diterima menjadi anggota Pendawa adalah
warga negara Indonesia keturunan jawa atau suku lainnya yang setia kepada
pancasila dan UUD 1945. Dalam anggaran rumah tangga Pendawa, ketentuan
syarat masuknya menjadi anggota Pendawa ialah: 70
1. Telah berusia 16 tahun ke atas
2. Mengikuti kegiatan yang ditentukan Pendawa
3. Menerima atau menyetujui anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
serta program umum organisasi dan peraturan-peraturan organisasi
Pendawa.
4. Ditetapkan dan disyahka pengurus Pendawa Sumatera Utara

70

Ibid, hlm.11

Universitas Sumatera Utara

2.2.10

Perhimpunan

Anak

Transmigrasi

Republik

Indonesia

(PATRI)
Sejak tahun 1993 putera puteri anak cucu Transmigran menanti kehadiran
suatu lembaga/organisasi yang mewadahi para anak cucu transmigran. Gagasan
untuk menyatukan keinginan, menyalurkan aspirasi pandangan dan pemikiran,
membina dan mengembangkan sumber daya manusia agar mampu menjadi pelaku
dan sebagai mitra pemerintah dalam pembangunan nasional khususnya di bidang
ketransmigrasian, ternyata sudah muncul sejak 10 tahun yang lalu. Demikian
dikatakan oleh Bapak Drs. Mirwanto Manuwiyoto, MM. Kemudian pada tanggal
16 Pebruari 2004 baru dapat terwujud dengan lahirnya sebuah wadah yang
bernama Perhimpunan Anak Transmigran Indonesia (PATRI) . PATRI lahir
melalui sebuah proses yang cukup panjang, mulai sejak dicetuskannya ide
tersebut oleh para tokoh anak bangsa seperti Prof. DR. Ir. MP. Tjondro Negoro,
Prof.DR. Wibowo, SE. Mphil, Mayjen TNI (Purn) Murwanto, Drs. Djoko Sidik
Pramono, MSc, Dra. Dyah Paramawartiningsih, Ir. Sobagyono, Prof. DR. Ir.
Muhajir Utomo, MSc, Drs. H. Sarimun Hadisaputra, Msi

sampai pada saat

dilakukannya kongres pertama tanggal 16-17 Pebruari 2004 yang berlangsung di
Jakarta dengan menghasilkan beberapa rumusan antara lain Anggaran Dasar (AD)
dan Anggaran Rumah Tangga (ART), Susunan Kepengurusan, Program Kerja dan
Naskah Deklarasi. PATRI lahir melalui sebuah Deklarasi resmi yang berlangsung
pada pada tanggal 9 Maret 2004, dihadiri oleh Bapak Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi serta jajaran aparatnya, Dewan Pengurus Pusat, serta para tamu

Universitas Sumatera Utara

undangan antara lain Media cetak dan elektronik, Rektor Universitas Jenderal
Sudirman Prof. Drs. Rubijanto Misman beserta para mahasiswanya dari anakanak transmigran yang sedang menuntut ilmu di Universitas tersebut 71.
PATRI didirikan untuk mencapai tujuan tersebut maka anak-anak
trasmigran di seluruh wilayah tanah air Indonesia memandang perlu untuk
menghimpun diri dalam suatu organisasi sebagai sarana untuk menyalurkan
aspirasi para anggota, membina dan mengembangkan sumber daya manusia agar
mampu bersaing sebagai pelaku pembangunan serta sebagai mitra pemerintah di
dalam

mensukseskan

pembangunan

nasional

sebagai

pengamalan

Pancasila.transmigrasi merupakan wujud untuk pemerataan kesempatan kerja dan
peluang berusaha melalui perpindahan penduduk dari satu wilayah ke kawasan
transmigrasi untuk menetap, diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, memperkokoh kesatuan dan persatuan bangsa serta meningkatkan
ketahanan nasional. Atas dasar pemikiran – pemikiran di atas serta dengan ridho
Tuhan yang Maha Esa dan dijiwai oleh rasa kebersamaan dan hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan maka para anak transmigran seluruh
wilayah Indonesia dengan sadar dan rasa tanggung jawab pada tanggal 16
Pebruari 2004 menyatakan diri berhimpun dalam suatu wadah organisasi dengan
nama “Perhimpunan Anak Tranmigran Republik Indonesia dengan singkatan
“PATRI“

71

Iwan dwi purnomo. 13 April 2013. Sejarah PATRI (Perhimpunan Anak Transmigrasi
Republik Indonesia), http://iwandwipurnomo.blogspot.co.id/2013/04/perhimpunan-anaktransmigran-seluruh.html, diakses 11 Mei 2017 pukul 17.35 Wib.

Universitas Sumatera Utara

2.2.11

Visi dan Misi PATRI

Adapun visi/misi didirikan PATRI ialah: 72
Visi:
Kembalinya Gerakan Transmigrasi sebagai Perekat Nasional Lintas
Budaya, Suku, dan Agama
Misi:
a. Wadah (Organisasi) untuk menyalurkan dan memperjuangkan aspirasi
masyarakat Transmigrasi atau anggotanya.
b. Wadah pembinaan dan pengembangan masyarakat Transmigran dan atau
anggotanya dalam usaha mewujudkan tujuan organisasi.
c. Wadah untuk berperan serta dalam rangka mensukseskan pembangunan
nasional
d.

Sebagai sarana komunikasi timbal balik antar anggota dan atau antara
organisasi dengan organisasi kemasyarakatan lainnya, serta organisasi
kekuatan sosial politik, Badan Permusyawaratan / Perwakilan Rakyat dan
pemerintah.

e. Merupakan

badan

representatif

dari

masyarakat

dan

anak-anak

Transmigran dalam berhubungan dengan pemerintah dan pihak lain, baik
di dalam maupun di luar negeri.

72

Ad/Art PATRI, hlm.2-4.

Universitas Sumatera Utara

2.2.12

Keanggotaan PATRI

Keanggotaan PATRI terdiri dari: anggota biasa, anggota luar biasa, dan
anggota kehormatan. Keabsahan keanggotaan antara lain dibuktikan dengan Kartu
Tanda Anggota. PATRI berbentuk organisasi kemasyarakatan. PATRI bersifat
terbuka, independen, egaliter, non partisan, non sektarian, serta tidak
menjadi onderbouw atau berafiliasi pada Partai Politik manapun. Kepengurusan
organisasi dilakukan secara kolektif yang terdiri dari 73 :
1. Dewan Pengurus Pusat untuk selanjutnya disingkat dengan DPP, dipilih
dan ditetapkan melalui musyawarah nasional
2. Dewan Pengurus Daerah untuk selanjutnya disingkat dengan DPD dipilih
melalui musyawarah daerah serta dikukuhkan oleh DPP.
3. Dewan Pengurus Cabang untuk selanjutnya disingkat dengan DPC
dipilih melalui musyawarah cabang serta dikukuhkan oleh DPD atas
nama DPP.
4. Dewan Pengurus Anak Cabang untuk selanjutnya disingkat dengan
DPAC dipilih melalui musyawarah anak cabang serta dikukuhkan oleh
DPC atas nama DPD.
5. Pengurus Ranting untuk selanjutnya disingkat dengan PR dipilih melalui
musyawarah ranting serta dikukuhkan oleh DPAC atas nama DPC.
6. Pembentukan Pengurus organisasi untuk pertama kali dapat dilakukan
melalui surat mandat oleh pengurus di atasnya.

73

Ad/Art PATRI, Loc.cit.,

Universitas Sumatera Utara

7. Untuk mendukung tercapainya tujuan organisasi, Dewan Pengurus terdiri
dari: Dewan Pengurus Harian, Dewan Pakar, Dewan Pembina, Dewan
Pertimbangan, dan Badan Otonom.

2.2.13

Persatuan Persaudaraan Putera Solo (PPPS)

PPPS–SU (Persatuan Persaudaraan Putera Solo Sumatera Utara) adalah
salah satu perkumpulan yang berada di kota Medan yang berdiri pada tanggal 15
Februari 1990 oleh beberapa orang perantauan dari kota Sragen. Tujuan dari
yayasan ini adalah menjalin persaudaraan dan mempererat hubungan antar sesama
masyarakat perantauan yang berasal dari kota Sragen, kota Solo dannsekitarnya
yang ada di Kota Medan. Dengan seiringnya berjalannya waktu, sekarang ini
sudah banyak anggota PPSSU yang cukup sukses dan berhasil di kota Medan.
Kebanyakan atau dapat dikatakan hampir seluruhnya dalam mencari pekerjaan di
kota Medan dengan berwirausaha.PPPSU juga memiliki berbagai jenis usaha yang
biasa ditekuni oleh paraanggotanya, antara lain batik, bakso/mie ayam, usaha
lainnya (jamu, buku, roti,makanan ringan, dan rumah makan). 74

74

Suranto. 2007. Analisis Faktor Tingkat Pendidikan, Lingkungan Keluarga dan Pengalaman
Kerja Terhadap Berwirausaha Studi Kasus: Yayasan Persatuan Persaudaraan Putera Solo
SumateraUtara. [Skripsi]. diakses melalui http://repository.usu.ac.id /bitstream/handle/
123456789/29280/Cove r.pdf, pada tanggal 25 Mei 2017 Pukul 23.40 Wib.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2
Anggota PPSU Berdasarkan Jenis Usaha
Periode 2006 – 2010
No.

Jenis Usaha

Jumlah

1.

Batik

191 orang

2.

Bakso/Mie Ayam

24 orang

3.

Usaha lainnya (jamu, buku, roti,

24 orang

makanan ringan dan rumah
makan

Jumlah

239 orang

Sumber: Sekretariatan PPPSU (2006 – 2010), data diolah dalam Suranto. 2007. Analisis Faktor
Tingkat Pendidikan, Lingkungan Keluarga dan Pengalaman Kerja Terhadap Berwirausaha Studi
Kasus: Yayasan Persatuan Persaudaraan Putera Solo Sumatera Utara. [Skripsi]. diakses melalui
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle / 123456789/29280 /Cove r.pdf, hlm.4.

Tabel diatas menerangkan tentang jenis usaha yang ditekuni oleh
anggotaPPPSU periode 2006 – 2010 yang terdiri dari batik sebesar 80% atau
191(seratus sembilan puluh satu) orang, bakso /mie ayam sebesar 10% atau 24
(duapuluh empat) orang , dan usaha lainnya sebesar 10% atau 24 (dua puluh
empat)orang. Dari tabel 1.2 tersebut dapat dilihat bahwa jenis usaha yang paling
banyak ditekuni oleh anggota PPPSU adalah usaha batik.

Universitas Sumatera Utara

Anggota

PPPSU

memiliki

berbagai

macam

tingkat

pendidikan,

sepertisarjana, Sekolah Menengah Umum (SMU), Sekolah Menengah Pertama
(SMP),atau di bawah SMP.
Tabel 2.3
Anggota PPPSU Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Periode 2006 – 2010
No.

Tingkat Pendidikan Jumlah

1.

Sarjana

48 orang

2.

SMU

119 orang

3.

≤ SMP

72 orang

Jumlah

239 orang

Sumber: Sekretariatan PPPSU (2006 – 2010), data diolah
dalam Suranto. 2007. Analisis Faktor Tingkat Pendidikan,
Lingkungan Keluarga dan Pengalaman Kerja Terhadap
Berwirausaha
Studi
Kasus:
Yayasan
Persatuan
Persaudaraan Putera Solo Sumatera Utara. [Skripsi].
diakses melalui http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle
/ 123456789/29280/Cove r.pdf, hlm.5.

Pada tabel di atas anggota PPPSU yang berdasarkan tingkatpendidikan
pada periode 2006 – 2010 yang terdiri dari sarjana sebesar 20% atau48 orang,
SMU sebesar 50% atau 119 orang, atau SMP dan dibawah SMP sebesar30% atau
72 orang. Berdasarkan dari tabel di atas terlihat bahwa anggotaPPPSU dengan

Universitas Sumatera Utara

tingkat pendidikan SMU memiliki jumlah persentase yangtertinggi, yaitu sebesar
50% atau sebanyak 119 orang. 75

2.2.14

Visi/Misi PPPS

Persatuan Persaudaraan Putera Solo (P3S) memiliki tujuan dalam berdirinya
paguyuban yang tertuang dalam AD/ART. Paguyuban ini menjadi ikatan
konstektual dalam kehidupan sehari-hari anggota P3S dan juga dalam pelaksanaan
organisasi Paguyuban ini diantarnya: 76
1. Mempererat tali persaudaraan sesama perantauan .
2. Meningkatkan kegiatan sosial khususnya di bidang amal bagi umat islam
3. Membina para anggota untuk dapat mengetahui dan melaksanakan ajaran
islam

2.2.15

Keanggotaan PPPS

Keanggotaan P3S dapat diterima menjadi anggota adalah warga negara Indonesia
keturunan jawa yang setia kepada pancasila dan UUD 1945. Dalam anggaran
rumah tangga P3S, ketentuan syarat masuknya menjadi anggota P3S ialah 77:
1. Warga Negara Indonesia yang beragama Islam laki-laki dan perempuan.
2. Bertempat tinggal di Medan dan sekitarnya.
3. Bersedia untuk mengikuti dan mematuhi segala peraturan perkumpulan ini
atas dasar ke ikhlasan.
75

Ibid.
Ad/Art Persatuan Persaudaraan Putera Solo, hlm.7.
77
Ibid, hlm.2-3.
76

Universitas Sumatera Utara

4. Untuk menjadi anggota harus mengajukan permohonan kepada pengurus
secara tulian maupun lisan
5. Dianggap sah menjadi anggota P3S apabila telah memenuhi kewajiban
yang telah ditetpkan.
Adapun hak anggota ialah: 78
1. Memperoleh bantuan musibah dan kemalangan
2. Memperoleh pengakuan yang sama dari paguyuban
3. Mengeluarkan pendapat dan mengajukan usulan-usulan serta saran-saran
4. Berhak memilih dan dipilh.
Kewajiban Anggota ialah: 79
1. Membayar administrasi bagi anggota yang baru
2. Membayar uang santunan bila ada kemalangan
3. Anggota harus mengikuti arisan sebulan sekali
4. Anggota harus membeli kalender setiap setahun sekali
5. Anggota hars membayar uang halal bihalal setahun sekali
6. Mematuhi anggaran dasar dan anggaran ruamh tangga

2.3 Kegiatan Paguyuban Jawa
Paguyuban jawa juga melakukan kegiatan ritual keagamaan yang masih
ada dan tetap dilestarikan, kegiatan ini juga pada umumnya dilakukan oleh orangorang jawa pada umumnya. Kegiatan-kegiatan ini seperti :
78
79

Ad/Art Persatuan Persaudaraan Putera Solo, Loc.cit.,
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

2.3.1 Slametan/Sukuran
Slametan adalah sebuah acara perjamuan makan seremonila sederhana.
Selametan, jika dilihat pemaknaannya adalah sebuah acara seremonial seerhana
dengan bentuk penyajian makanan dengan mengundang seluruh tetangga, dengan
tujuan keselarasan diantara tetangga dengan alam raya dipulihkan kembali. Dalam
selametan terungkap nilai-nilai dirasakan paling mendalam oleh orang Jawa, yaitu
nilai

kebersamaan,

ketetanggaan,

dan

kerukunan.

Sekaigus

selametan

menimbulkan suatu perasaan kuat bahwa semua warga desa adalah sama
derajatnyasatu sama lain, kecuali ada yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi.
Selametan dibagi kedalam empat jenis yaitu : pertama, yang berkisar sekitar
krisis-krisis kehidupan kelahiran. Kedua, hubungannya dengan hari-hari raya
Islam, Maulid Nabi, Idul Fitri, Idul Adha, ketiga, yang bersangkutannya dengan
integrasi social desa, bersih desa (yakni roh-roh jahat) dan keempat, selametan
selayang diselenggarakan dalam waktu yang tidak tetap, tergantung kepada
kejadian luar biasa yang dialami seseorang, kebangkitannya untuk suatu
perjalanan jauh, pindah rumah, ganti nama, sakit, terkena tenung, dan sebagainya.
Slametan dapat dilihat sebagai aspek keagamaan, yaitu sebagai arena dimana
rumus-rumus yang berupa doktrin-doktrin agama berubah bentuk menjadi
serangkaian metaphor dam simbol 80. Selametan yang dilakukan oleh Paguyuban
Jawa adalah hanya sebatas jamuan seremonial sederhana dengan mengundang
seluruh anggota dan juga sesepuh dari paguyuban ini. Biasanya acara ini
80

Clifford Geertz.1981. Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyrakat Jawa, terj. Aswab
mahasin, Bandung: Dunia Pustaka Jaya, hlm.20

Universitas Sumatera Utara

dilakukan denga bertepatan dengan hari jadi Paguyuban atau pada acara-acara lain
seperti merayakan kemenangan akan sebuah hal, baru selesai melakukan
pertemuan akbar. Acara ini dilakukan sebagai upaya memelihara keakraban,
menjaga tali silaturahmi sesama anggota paguyuban dan juga bukan anggota
paguyuban.

2.3.2

Punggahan

Punggahan atau Munggahan adalah salah satu acara penting yang
dilakukan satu hari menjelang Ramadhan. Orang-orang datang berkumpul di
masjid, biasanya, atau berkumpul di salah satu rumah tokoh setempat dan
melakuan doa bersama serta dilanjutnya dengan menyantap makanan. Prosesi
punggahan ini dilakukan sebagai bentuk ‘sosialisasi’ Ramadhan kepada
masyarakat.

Gambar 2.2 Acara Punggahan masyarakat Jawa yang dilaksanakan
tanggal 21 Mei 2017 oleh Joko Tingkir, Padepokan Agung dan
PATRI.

Universitas Sumatera Utara

Dengan adanya punggahan, masyarakat diharapkan lebih siap menghadapi
bulan Ramadhan. Punggahan konon merupakan budaya dari suku Jawa dan
Sunda. Punggahan adalah momen memotong daging sapi dan dimasak jadi
rendang untuk santapan selama berpuasa. Rendang daging jadi santapan pilihan
karena praktis diolah pada saat sahur. Masyarakat akan saling bertukar masakan,
yang sistem-nya dikelola oleh masjid. Pembagian itu menunjuk-kan komitmen
untuk berbagi sebagai wujud kekeluargaan di masyarakat.

2.2.3

Suroan

Masyarakat Jawa yang masih memegang kuat tradisinya memaknai Suroan
dengan membersihkan diri dengan mandi di rumah, sungai, laut, diteruskan
dengan begadang hingga pagi. Suroan juga dipercaya sebagai saat yang tepat
untuk mencuci pusaka seperti keris dan tombak. Pada dasarnya bahwa ritual
tersebut mengandung makna menyambut tahun baru, masyarakat Jawa
menghadapinya dengan tubuh, raga dan pusaka yang bersih.. tentang malam satu
Suro yang dianggap mengerikan karena para mahluk halus bakal berkeliaran
sangat bertolak belakang dengan makna malam tahun baru jawa itu sendiri.

Universitas Sumatera Utara