Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembiayaan Mudharabah Pada Bprs Di Sumatera Utara Dengan Pembiayaan Murabahah Sebagai Variabel Moderating

B A B II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Uraian Teori

2.1.1 Pengertian Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Perbankan syariah mulai berkembang menjadi wacana di Indonesia sejak
tahun 1970-an dan secara riil pada tahun 1992 bank umum syariah pertama
berdiri. Dalam operasionalnya antara bank umum konvensional dan bank syariah
hampir sama namun terdapat perbedaan yang prinsip diantara keduanya. Bank
syariah harus beroperasi secara ketat berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Prinsipprinsip ini sangat berbeda dengan prinsip yang dianut oleh bank konvensional.
Definisi bank syariah adalah bank yang berazaskan, antara lain : pada azas
kemitraan, keadilan, transparasi dan universal serta melakukan kegiatan usaha
perbankan berdasarkan prinsip syari’ah. Kegiatan bank syari’ah merupakan
implementasi dari prinsip ekonomi Islam, antara lain sebagai berikut :
Bank syari’ah adalah bank yang berazaskan, antara lain : pada azas
kemitraan, keadilan, transparasi dan universal serta melakukan kegiatan usaha
perbankan berdasarkan prinsip syari’ah. Kegiatan bank syari’ah merupakan
implementasi dari prinsip ekonomi Islam, antara lain sebagai berikut :

1. Melarang riba dalam berbagai bentuknya;

2. Tidak mengenal konsep nilai waktu dari uang (time-value of money);
3. Konsep uang sebagai alat tukar bukan komoditas;
4. Tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang bersifat spekulatif;
5. Tidak diperkenankan menggunakan dua harga untuk satu barang; dan
6. Tidak diperkenankan dua transaksi dalam satu akad.
Bank syari’ah merupakan bentuk bank yang dituntut keberadaannya oleh
sebagian besar umat Islam di Indonesia sejak lama. Sudah sejak lama masyarakat
Indonesia yang mayoritas beragama Islam merasa bimbang dan ragu dengan pola
pelaksanaan bank konvensional, terutama dengan bunganya yang dalam ajaran
Islam merupakan hal yang dilarang keras karena merupakan riba. Departemen
Agama RI (Al-Baqarah :2:276) ”Allah memusnahkan riba dan menyuburkan
sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan
selalu berbuat dosa.”
Selanjutnya, banyak hadist yang terkait dengan pelarangan riba. Salah
satunya yaitu : “ Rasulullah SAW melaknat orang yang memakan riba, orang
yang memberi makan riba, penulis dan saksi riba. Kemudian mereka bersabda:
mereka semua adalah sama (HR. Muslim).
Bank syari’ah beroperasi atas dasar konsep bagi hasil. Bank syari’ah tidak
menggunakan bunga sebagai alat untuk memperoleh pendapatan maupun
membebankan bunga atas pengguna dana dan pinjaman karena bunga merupakan

riba yang diharamkan.

Bank syariah adalah

lembaga keuangan yang usaha pokoknya

memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu-lintas pembayaran serta
peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip syari’ah.
Secara umum pengertian bank umum syariah dan bank pembiayaan rakyat
syariah adalah hampir sama dengan pengertian yang dimiliki oleh bank secara
umum, namun dalam beroperasi bank umum syariah atau bank perkreditan rakyat
syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan
dan jasa-jasa lain dalam lalu-lintas pembayaran serta peredaran uang yang
beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah. (Harahap dkk, 2005)
Dari beberapa definisi mengenai bank syari’ah di atas dapat disimpulkan
bahwa bank syariah adalah bank yang beroperasi atas dasar konsep bagi hasil dan
tidak menggunakan bunga sebagai alat untuk memperoleh pendapatan, karena
bunga merupakan riba yang diharamkan.
Prinsip utama operasional bank yang berdasarkan prinsip syari’ah hukum
Islam yang bersumber dari Al-qur’an dan Al-Hadits. Kegiatan operasional bank

harus memperhatikn perintah dan larangan dalamAl-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Larangan terutama berkaitan dengan kegiatan bank yang dapat diklasifikasikan
sebagai riba. Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, bank berdasarkan
prinsip syari’ah tidak menggunakan sistem bunga dalam menentukan imbalan
terhadap dana yang dipinjamkan maupun dana yang disimpan di bank didasarkan
pada prinsip bagi hasil yang sesuai dengan hukum Islam. Dalam hukum Islam,
bunga adalah riba diharamkan. Ditinjau dari sisi pelayanan terhadap masyarakat
dan pemasaran, adanya bank atas dasar pinsip syari’ah merupakan usaha untuk

melayani dan mendayagunakan segmen pasar perbankan yang tidak setuju atau
tidak menyukai sistem bunga.
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPR-Syariah) adalah salah satu
lembaga keuangan perbankan syariah, yang pola operasionalnya mengikuti
prinsip–prinsip syariah ataupun muamalah islam. BPR Syariah didirikan
berdasarkan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Peraturan Pemerintah
(PP) No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Pasal 1
(butir 4) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No.7 Tahun 1992
tentang Perbankan, disebutkan bahwa BPR Syariah adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Bank Pembiayaan Rakyat syariah sebelum UU Perbankan Syariah dikenal
dengan Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS) juga merupakan lembaga intermediasi keuangan, akan tetapi tidak
diperbolehkan melakukan kegiatan usaha dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan
usaha yang dapat dilakukan BPRS versi UU Perbankan Syariah diatur dalam pasal
21, yaitu bahwa kegiatan usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah meliputi :
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk :
1. Simpanan berupa tabungan atau yang di persamakan dengan itu
berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan
prinsip syari’ah.
2. Investasi berupa Deposito atau Tabungan atau bentuk lainnya yang di
persamakan dengan itu berdasarkan akad mudharabah atau akad lain
yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah.

b. Menyalurkan Dana kepada masyarakat dalam bentuk :
1. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah atau musyarakah.
2. Pembiayaan berdasarkan akad murabahah, salam atau istishna’.
3. Pembiayaan berdasarkan akad qard.
4. Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada
Nasabah berdasarkan akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah

muntahiya bittamlik.
5. Pengambil alihan hutang berdasarkan akad hawalah.
c. Menempatkan dana pada bank syari’ah lain dalam bentuk titipan berdasarkan
akad wadi’ah atau investasi berdasarkan akad mudharabah dan akad lain yang
tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah.
d. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan nasabah melalui rekening Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah yang
ada di Bank Umum Syari’ah, Bank Umum Konvensional dan UUS.
e. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Syari’ah lainnya
yang sesuai dengan prinsip syari’ah berdasarkan persetujuan Bank Indonesia.
Kegiatan usaha BPRS secara teknis operasional berkaitan dengan produkproduknya mendasarkan pada pasal 2 dan pasal 3 PBI No. 9/19/PBI/2007 tentang
Pelaksanaan Prinsip Syari’ah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran
dana serta pelayanan jasa Bank Syari’ah, serta SEBI No. 10/14/DPbS Jakarta, 17
Maret 2009 perihal pelaksana prinsip syari’ah dalam kegiatan penghimpunan dana
dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syari’ah.
Berikutnya perlu di tekankan di sini bahwa setiap pihak di larang
melakukan kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk simpanan atau investasi

berdasarkan prinsip syari’ah tanpa izin terlebih dahulu dari bank indonesia,
kecuali di atur dalam undang-undang lain. Dengan demikian untuk dapat

melakukan kegiatan-kegiatan sebagaimana yang dimaksud di atas secara a
confirmation dapat di tafsirkan harus ada izin terlebih dahulu kepada Bank
Indonesia
Larangan-larangan bagi BPRS tertuang dalam pasal 25 UU perbankan
syari’ah, yaitu sebagai berikut :
a. Melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syari’ah.
b. Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas
pembayaran.
c. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, kecuali penukaran uang
asing dengan izin bank indonesia.
d. Melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen pemasaran
produk asuransi Syari’ah.
e. Melakukan penyertaan modal, kecuali pada lembaga yang dibentuk untuk
menanggulangi kesulitan liquiditas bank pembiayaan rakyat syariah.
f. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam
pasal 21 UU Perbankan Syari’ah.

2.1.2. Pengertian dan Jenis – Jenis Mudharabah

a. Definisi Mudharabah

Mudharabah adalah suatu akad kerja sama kemitraan antara penyedia dana
usaha (disebut shahibul maal/rabulmal) dengan pengelola dana/manajemen usaha

(disebut sebagai mudharib)untuk memperoleh hasil usaha dengan pembagian hasil
usaha sesuai porsi (nisbah) yang disepakati bersama pada awal. (Harahap dkk,
2005)
Mudharabah berasal dari kata dharb artinya memukul atau lebih tepatnya
proses

seorang memukulkan

kakinya

dengan

dalam

perjalanan

usaha.


Mudharabah hukumnya boleh berdasarkan Al-Qur’an, Firman Allah : Dia
mengetahui bahwa akan ada diantara kamu orang-orang yang berjalan dimuka
bumi mencari sebagian karunia Allah, dan orang-orang yang lain lagi berperang di
jalan Allah. (QS. Al-Muzzammil: 20). Dan firman-Nya : Hai orang yang beriman!
Penuhlah akad-akad itu....(QS.Al-Maidah:1). Dan firman Allah : Maka, jika
sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya...(QS.
Al-Baqarah:283).
Berdasarkan Al-Hadist : Ibnu Abbas radhiyalluhu anhuma meriwayatkan
bahwa Abbas bin Abdul Muthalib (paman Nabi) jika menyerahkan harta sebagai
mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharib (pengelola)nya agar tidak
mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak.
Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib/pengelola) harus menanggung
resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah,
beliau membenarkannya. (HR. Al-Baihaqi di dalam As-Sunan Al-Kubra). Dan
Hadist rasul yang berbunyi : Shuhaib radhiyallahu anhu berkata : Rasulullah
bersabda: ada tiga hal yang mengadung berkah: jual beli tidak secara tunai,
muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk
keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual (HR. Ibnu Majah).


Mudharabah adalah bentuk kontrak antara dua pihak dimana satu pihak
berperan sebagai pemilik modal dan mempercayakan sejumlah modalnya untuk
dikelola oleh pihak kedua, yakni sipelaksana usaha, dengan tujuan untuk
mendapatkan untung. (Karim, 2004).
Secara teknis mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak
di mana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal,
sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara
mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak,
sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama bukan akibat
kelalaian si pengelola, tetapi seandainya kerugian diakibatkan karena kecurangan
atau kelalaian si pengelola, maka si pengelola harus bertanggung jawab atas
kerugian. (Syafi’i, 1999).
IAI dalam PSAK No. 59 (2004, Paragraf:6) memberikan penjelasan
tentang mudharabah, yaitu : ”Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara
shahibul maal (pemilik dana) dan mudharib (pengelola dana) dengan nisbah bagi
hasil dengan kesepakatan dimuka.”
Dari beberapa definisi mengenai mudharabah diatas dapat disimpulkan
bahwa mudharabah adalah Suatu akad kerja sama usaha antara shahibul maal
(pemilik dana) dan mudharib (pengelola dana) dengan nisbah bagi hasil menurut

kesepakatan di muka.
Pada lembaga keuangan syariah atau bagi hasil, pendapatan bagi hasil ini
berlaku koordinasi (kerja sama). Pihak – pihak yang terlibat dalam kepentingan
bisnis yang disebutkan, harus melakukan transpirasi dan kemitraan secara baik
dan ideal.

b. Jenis – Jenis Mudharabah
IAI dalam PSAK No. 59 (2004, paragraf 8-10) memberikan penjelasan
sebagai berikut :
Mudharabah terdiri dari dua jenis yaitu :
a. Mudharabah Muthlaqah (Investasi tidak terikat)
Adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan kebebasan kepada
pengelola dana dalam pengelolaan investasinya.
b. Mudharabah Muqayyadah (Investasi terikat)
Adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola
dana mengenai tempat, cara, dan objek investasi. Sebagai contoh, pengelola dana
diperintahkan untuk :
a. Tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya.
b. Tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa
melalui pihak ketiga.

c. Mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui
pihak ketiga.
Mudharabah terbagi kepada dua jenis , yaitu : mudharabah muthlaqah
dan mudharabah muqayyadah. Mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama
antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak
disepakati oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. Sedangkan
mudharabah muqayyadah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Si
mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. (Syafi’i,
1999).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada 2 (dua) jenis dalam
pembiayaan mudharabah yaitu mudhrabah mutlaqah, dimana dalam jenis
pembiayaan ini mudharib tidak diberikan batasan (diberikan wewenang penuh
dalam mengelola dana mudharabah) yang diberikan. Sedangkan dalam
mudharabah muqayyadah si mudharib diberikan batasan ada aturan yang harus
dipatuhi dalam pengelolaan dana (mudharabah).

2.1.3. Pembiayaan Mudharabah
Menurut karim (1997), pembiayaan mudharabah adalah bentuk kerjasama
antara dua pihak atau lebih dimana pemilik modal (shahibul mal) mempercayakan
sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian
keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerjasama dalam paduan kontribusi 100%
modal kas dari shahibul al-maal dan keahlian dari mudharib.
Sejalan dengan pengertian diatas behwasanya pembiayaan mudharabah
adalah pembiayaan dimana seluruh modal kerja yang dibutuhkan nasabah
ditanggung oleh bank. Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan nisbah
yang disepakati.
Dari pengertian diatas dapt terlihat bahwa pembiayaan mudharabah
merupakan pembiayaan dimana aseluruh modal kerja yang dibutuhkan nasabah
ditanggung ditanggung oleh bank. Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai
dengna nisbah yang disepakati.
Menurut Syafi’i (1999) pembiayaan mudharabah adalah bank syariah dapat
membantu memenuhi seluruh kebutuhan modal kerja tersebut, bukan dengan
meminjamkan uang, melainkan dengan menjalin hubungan partnership dengan

nasabah, di mana bank bertindak sebagai penyandang dana (shahibul maal).
Sednagkan nasabah sebagai penggusaha (mudharib). Skema pembiayaan
semacam ini disebut dengan mudharabah (trust financing). Fasilitas ini dapat
diberikan untuk jangka waktu tertentu, sedangkan bagi hasil dibagi secara
periodik dengan nisbah yang disepkati. Setelah jatuh tempo, nasabah
mengembalikan jumlah dana tersebut beserta porsi bagi hasil (yang belum
dibagikan) yang menjadi bagian bank.
Pembiayaan mudharabah merupakan salah satu bentuk pembiayaan yang
tingkat keuntungan tidak dapat diketahui secara pasti. Sejalan dengan pendapat
diatas menurut Karim (2004) bentuk dari natural uncertainty contracts, yakni
pembiayaan mudharabah.
Selanjutnya Karim (2004) menjelaskan bahwa natural uncertanty contracs
adalah kontrak/akad dalam bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan
(return), baik dari segi jumlah (amount) maupun waktu (timing)-nya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan
yang tingka kepastian pendapatannya tidak dapat diketahui dengan pasti.

2.1.4 Financing To Deposit Ratio (FDR)
Financing to Deposit Ratio adalah perbandingan antara pembiayaan yang
diberikan oleh bank dengan dana pihak ketiga yang behasil di kerahkan oleh bank
(Muhammad, 2005). Rasio Financing To Deposit Ratio adalah rasio yang
digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas bank yang menunjukkan
kemampuan bank untuk memenuhi permintaan pembiayaan dengan menggunakan

total aset yang dimiliki bank. (Dendawijaya, 2003). Nilai Financing To Deposit
Ratio yang diperkenankan oleh BI adalah pada kisaran 78% hingga 100%.
Menurut Hasbi (2011) Financing To Deposit Ratio dapat dirumuskan sebagai
berikut :
FDR =

2.1.5 Dana Pihak Ketiga
Kepercayaan masyarakat akan keberadaan bank dan keyakinan masyarakat
bahwa bank akan menyelenggarakan sebaik-baiknya permasalahan keuangannya,
merupakan suatu keadaan yang diharapkan oleh semua bank. Menurut UU No. 21
Tahun 2008 tentang perbankan syariah (Pasal 1) disebutkan bahwa,”Simpanan
adalah dana yang dipercayakan oleh Nasabah kepada Bank Syariah dan/atau UUS
berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah dalam bentuk Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu”. Dana-dana masyarakat yang disimpan dalam bank merupakan
sumber dana terbesar yang paling diandalkan bank yang terdiri dari 3 jenis, yaitu:
dalam bentuk giro, deposito, dan tabungan.

2.1.6 Non Performing Financing (NPF)
Sebagai indikator yang menunjukkan kerugian akibat risiko kredit adalah
tercermin dari besarnya non performing loan (NPL), dalam terminologi bank
syariah disebut non perfoming financing (NPF). Non Performing Financing (NPF)
adalah rasio antara pembiayaan yang bermasalah dengan total pembiayaan yang
disalurkan oleh bank syariah. Berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh

Bank Indonesia kategori yang termasuk dalam NPF adalah pembiayaan kurang
lancar, diragukan dan macet. Menurut (Syafi’i, 1999) pengendalian biaya
mempunyai hubungan terhadap kinerja lembaga perbankan, sehingga semakin
rendah tingkat NPL (ketat kebijakan kredit) maka akan semakin kecil jumlah
pembiayaan yang disalurkan oleh bank, dan sebaliknya. Semakin ketat kebijakan
kredit/analisis pembiayaan yang dilakukan bank (semakin ditekan tingkat NPF)
akan menyebabkan tingkat permintaan pembiayaan oleh masyarakat turun.

2.1.7 Return On Assets (ROA)
Return on Asset (ROA) merupakan suatu pengukuran kemampuan
manajemen bank dalam memperoleh keuntungan secara keseluruhan. Jika ROA
suatu bank semakin
besar, maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut
dan semakin baik posisi bank tersebut dari segi pengamanan asset. Dalam rangka
mengukur tingkat kesehatan bank terdapat perbedaan kecil antara perhitungan
ROA berdasarkan teoritis dan cara perhitungan berdasarkan ketentuan Bank
Indonesia. Secara teoritis, laba yang diperhitungkan adalah laba setelah pajak,
sedangkan dalam sistem CAMEL laba yang diperhitungkan adalah laba sebelum
pajak (Dendawijaya, 2005).

2.1.8 Capital Adequacy Ratio
Kekayaan suatu bank terdiri dari aktiva lancar dan aktiva tetap yang
merupakan penjamin

solvabilitas bank, sedangkan dana (modal) bank

dipergunakan untuk modal kerja dan penjamin likuiditas bank bersangkutan. Dana

bank adalah sejumlah uang yang dimiliki dan dikuasai suatu bank dalam kegiatan
operasionalnya. Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/21/PBI/2001, bank
wajib menyediakan modal minimum sebesar 8% dari aktiva tertimbang menurut
risiko yang dinyatakan dalam rasio Capital Adequacy Ratio (CAR). Capital
Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh
aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan
pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank disamping memperoleh
dana-dana dari sumber-sumber diluar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman
(utang), dan lain-lain (Dendawijaya, 2005). Semakin tinggi CAR maka semakin
besar pula sumber daya finansial yang dapat digunakan untuk keperluan
pengembangan usaha dan mengantisipasi potensi kerugian yang diakibatkan oleh
penyaluran kredit.

2.1.9 Pembiayaan Murabahah
Perjanjian antara bank dan nasabah, dimana bank menyediakan
pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja yang dibutuhkan
nasabah, yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual bank (harga
beli bank plus margin keuntungan saat jatuh tempo).
Kata Murabahah diambil dari bahasa Arab dari kata ar-ribhu yang berarti
kelebihan dan tambhan (keuntungan). Sedangkan menurut istilah Murabahah
adalah salah satu bentuk jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati. Dalam pengertian lain Murabahah adalah transaksi
penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan

yang

disepakati oleh penjual dan pembeli. Pembayaran atas akad jual beli Murabahah

dapat dilakukan secara tunai maupun

kredit. Hal inilah yang membedakan

Murabahah dengan jual beli lainnya adalah penjual harus memberitahukan kepada
pembeli harga barang pokok yang dijualnya serta jumlah keuntungan yang
diperoleh.
Berdasarkan Alqur’an Surat An-Nissa ayat 29 : Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka diantara
kamu. Dan Firman Allah : Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba (QS. Al-Baqarah:275).
Dalam Hadist Nabi : Dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW
bersabda : Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka (HR. AlBaihaqi, Ibnu Majah dan Shahi menurut Ibnu Hibban).
Dan dalam Hadist Nabi : Dari Suhaib ar-umi r.a bahwa Rasulullah SAW
bersabda : Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan : jual beli secara
tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung
untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual (HR. Ibnu Majah).
Dalam daftar istilah himpunan fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional)
dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan murabahah adalah menjual suatu barang
dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membeyarnya
dengan harga yang lebih sebagai laba.
Murabahah merupakan bagian terpenting dari jual beli dan prinsip akad
ini memdominasi pendapatan bank dari produk-produk yang ada disemua bank
Islam. Dalam Islam, jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama umat
manusia yang diridhoi oleh Allah SWT.

2.2. Review Penelitian Terdahulu
Dalam melakukan penelitian, hal yang harus dilakukan adalah mengetahui
hasil penelitian sebelumnya. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apa saja yang
sudah diteliti oleh peneliti sebelumnya, agar hasil penelitian yang akan kita
kerjakan lebih baik dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
Studi empiris yang dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu mengenai
bagi hasil pembiayaan mudharabah sudah banyak dilakukan sebelumnya, baik
pada pembiayaan yang disalurkan oleh lembaga keuangan (bank) maupun
pembiayaan melalui koperasi.
Rosliana (2011) dalam penelitiannya yang berjudul ”Analisis Pengaruh
Non Performing Finance Pembiayaan Murabahah Dan Mudharabah Terhadap
Profitabilitas Dengan Menggunakan Pendekatan Return On Asset (ROA) Pada
PT. Bank Syariah Mandiri”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh non performing finance pembiayaan murabahah dan mudharabah
terhaadap Profitabilitas (return on asets) pada PT. Bank Syariah Mandiri. Suatu
pembiayaan yang telah disalurkan kepada nasabah berpotensi terjadi kredit
bermasalah. Kredit bermasalah pada bank syariah dapat dilihat dari non
performing finance. Berdasarkan hasil pengolahan data secara parsial diperoleh
bahwa, variabel non performing finance pembiayaan murabahah memiliki
hubungan yang negatif dengan profitabilitas dan memiliki hubungan yang sangat
kuat dengan koefisien determinasi sebesar 89,11 %. Untuk variabel non
performing finance pembiayaan mudharabah diperoleh bahwa, non performing
finance pembiayaan murabahah memiliki hubungan yang negatif dengan

profitabilitas dan memiliki hubungan yang cukup kuat dengan koefisien
determinasi sebesar 16,24%. Sedang untuk pengujian secara simultan diperoleh
bahwa non performing finance pembiayaan murabahab dan non performing
finance pembiayaan mudharabah berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas
dengan koefisien determinasi sebesar 89,6%.
Lubis (2011) dalam penelitiannya yang berjudul ”Analisis Pengaruh
Pembiayaan Mudharabah dan Dana Pihak Ketiga dalam Meningkatan Pendapatan
Bank Syariah di Sumatera Utara”. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis
pengaruh pembiayaan mudharabah dan dana pihak ketiga dalam meningkatkan
pendapatan bank syariah di Sumatera Utara selama tiga tahun 2008-2010 yang
dikaji berdasarkan data bulanan. Adapun variabel bebas yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pembiayaan mudharabah dan dana pihak ketiga. Metode
yang digunakan dalam analisis terhadap peningkatan pendapatan bank syariah di
Sumatera Utara adalah metode Ordinary Least Square (OLS) dengan
menggunakan eview 6.0. hasil estimasi menunjukkan bahwa, variabel pembiayaan
mudharabah dan dana pihak ketiga mempunyai pengaruh yang positif terhadap
peningkatan pendapatan bank syariah di Sumatera Utara dan masing-masing
signifikan pada tingkat kepercayaan 1% dengan nilai R-Square sebesar 90%
berarti variabel dependen pendapatan bank syariah dapat dijelaskan secara
bersama-sama oleh variabel independen yaitu : pembiayaan mudharabah dan dana
pihak ketiga. Sedangkan sisanya sebesar 10% lagi dipengaruhi oleh variabel lain
yang tidak diikutsertakan dalam model estimasi.
Giannini (2013) dalam penelitiannya yang berjudul ”Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Pembiayaan Mudharabah Pada Bank Umum Syariah Di

Indonesia”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh rasio keuangan
dan tingkat bagi hasil terhadap pembiayaan mudharabah pada Bank Umum
Syariah di Indonesia. Penelitian ini menggunakan populasi laporan keuangan
triwulan dari seluruh Bank Umum Syariah yang ada di Indonesia pada periode
tahun 2010-2012. pengambilan sampel yaitu 6 Bank Umum Syariah
menggunakan metode purposive sampling. Alat analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa FDR,
NPF, ROA, CAR, dan tingkat bagi hasil secara simultan berpengaruh terhadap
pembiayaan mudhrabah. Untuk hasil secara parsial, variabel FDR berpengaruh
negatif terhadap pembiayaan mudharabah. Variabel NPF tidak berpoengaruh
terhadap pembiayaan mudharabah. Sedangkan untuk variabel ROA, CAR, dan
tingkat bagi hasil berpengaruh positif terhadap pembiayaan mudharabah.
Hilmi (2010) dalam penelitiannya yang berjudul ”Analisis Faktor-Faktor
yang mempengaruhi pembiayaan mudharabah pada bank Syariah Mandiri”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah variabel harga dan non harga
berpengaruh terhadap pembiayaan mudharabah di Bank Syariah Mandiri (BSM)
selama periode Januari 2001 sampai Maret 2005, tujuan lainnya adalah untuk
mengetahui apakah pembiayaan mudharabah dengan kredit modal kerja bersifat
substitusi atau bukan. Metode analisis yang dipakai adalah regresi linier berganda.
Variabel yang diteliti adalah Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI), suku
bunga kredit bank konvensional, dan Dana Pihak Ketiga (DPK). Hasil analisis
regresi linier berganda menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel SWBI,
Bunga Kredit dan DPK mampu menjelaskan variansi permintaan mudharabah di
BSM. Hal ini ditunjukkan uji F dengan signifikansi mencapai 0,000. besaran

pengaruh tersebut ditunjukkan oleh nilai R2 sebesar 25%, sisanya 75%
dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti. Selama periode Januari 2001
sampai Maret 2005, keputusan BSM untuk melakukan pembiayaan mudharabah
sangat dipengaruhi oleh berapa besar DPK (yang diperoleh oleh BSM), dengan
asumsi variabel bebas lainnya konstan. Tersegmentasinya nasabah pembiayaan
bank syariah dengan debitur di bank Konvensional dibuktikan dengan korelasi
parsial antara variabel bunga kredit dengan variabel pembiayaan mudharabah
yang menunjukkan hubungan negatif. Dengan kata lain, kredit modal kerja di
bank konvensional bukan merupakan substitusi dari pembiayaan mudharabah di
BSM.
Nasution (2012) dalam penelitiannya yang berjudul ”Analisis FaktorFaktor yang Mempengaruhi Permintaan Pembiayaan Pada Bank Syariah di
Indonesia”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor-faktor
permintaan pembiayaan pada bank syariah di Indonesia. Penelitian ini difokuskan
pada pembiayaan mudharabah. Hal ini dikarenakan lebih besarnya permintaan
pembiayaan mudharabah dari tahun ke tahun dibandingkan dengan pembiayaan
lain yang ada diperbankan syariah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode yang mempergunakan data-data sebagai sumber hipotesa. Model
analisis didasarkan pada model permintaan pembiayaan mudharabah yang
diperoleh dari Bank Indonesia. Selanjutnya dilakukan pengujiaan secara statistik
dan ekometrik dengan menggunakan shazam. Berdasarkan hasil estimasi,
penelitian

ini

menemukan

bahwa

permintaan

pembiayaan

mudharabah

dipengaruhi oleh faktor bagi hasil, suku bunga dan PDB. Dimana bagi hasil
berpengaruh

negatif

dan

signifikan

terhadap

permintaan

pembiayaan

mudharabah. Sedangkan suku bunga dan PDB berpengaruh positif dan signifikan
terhadap permintaan pembiayaan mudharabah. Penemuan tersebut mendukung
bahwa dengan tidak adanya prinsip bunga dalam menjalankan sistem pembiayaan
dengan prinsip bagi hasil maka perbankan syariah cenderung lebih kuat dalam
menghadapi gejolak moneter dan justru menjalankan fungsinya sebagai
intermediasi.
Ambarwati (2011) dalam penelitiannya yang berjudul ”Faktor-faktor yang
memepengaruhi pembiayaan murabahah dan mudharabah pada bank umum
syariah di Indonesia”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi pembiayaan mudharabah dan murabahah pada bank
umum syariah di Indonesia selama periode kuartal keempat 2004 hingga kuartal
pertama 2008. metodologi yang digunakan adalah analisis data panel dengan
menggunakan Pooled EGLS (periode random effect). Dari penelitian ini didapat
sejumlah kesimpulan yaitu pembiayaan murabahah pada bank umum syariah
dipengaruhi secara signifikan oleh variabel Non Performing Financing (negatif),
bonus SWBI (positif), dan tingkat suku bunga pinjaman (positif). Adapun
pembiayaan mudharabah dipengaruhi secara signifikan oleh variabel pembiayaan
murabahah (negatif) dan tingkat bagi hasil (positif). Sedangkan variabel NPF
meskipun tidak signifikan mempengaruhi pembiayaan mudharabah namun
mempunyai arah hubungan negatif.
Ringkasan dari penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel No. 2.1 Review Penelitian Terdahulu (Theoritical Mapping)
No

Nama peneliti

Eksa

Judul

Analisis Pengaruh

Variabel yang
digunakan

Variabel

Hasil
Penelitian
Berdasarkan

1

2

3

Buanita
Rosliana
(2011)

Nuraini
(2011)

Non Performing
Finance
Pembiayaan
Murabahah Dan
Mudharabah
Terhadap
Profitabilitas
Dengan
Menggunakan
Pendekatan
Return On Asset
(ROA) Pada PT.
Bank
Syariah
Mandiri

Lubis Analisis Pengaruh
Pembiayaan
Mudharabah dan
Dana
Pihak
Ketiga
dalam
Meningkatan
Pendapatan Bank
Syariah
di
Sumatera Utara

Nur Gilang Faktor-Faktor
Yang
Giannini
Mempengaruhi
(2013)
Pembiayaan
Mudharabah Pada
Bank
Umum
Syariah
Di
Indonesia

dependen:
Profitabilitas
Variabel
independen:
Non
Performing
Finance
Pembiayaan
Murabahah
Dan
Mudharabah

hasil pengolahan
data
secara
parsial diperoleh
bahwa, variabel
non performing
finance
pembiayaan
murabahah
memiliki
hubungan yang
negatif dengan
profitabilitas dan
memiliki
hubungan yang
sangat
kuat
dengan koefisien
determinasi
sebesar 89,11 %.

Variabel dependen: variabel
Pendapatan
Bank pembiayaan
Syariah di SUMUT mudharabah dan
dana pihak ketiga
Variabel
mempunyai
independen:
pengaruh
yang
positif
terhadap
Pembiayaan
Mudharabah
dan peningkatan
pendapatan bank
Dana Pihak Ketiga
syariah
di
Sumatera
Utara
dan
masingmasing signifikan
pada
tingkat
kepercayaan 1%
dengan nilai RSquare
sebesar
90%
Variabel
dependen:
Pembiayaan
Mudharabah
Variabel
independen:
Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhi
Pembiayaan

Bahwa
FDR,
NPF,
ROA,
CAR,
dan
tingkat
bagi
hasil
secara
simultan
berpengaruh
terhadap
pembiayaan
mudhrabah

4

5

6

Analisis FaktorFaktor
yang
mempengaruhi
pembiayaan
mudharabah pada
bank
Syariah
Mandiri

Variabel
dependen:
Pembiayaan
Mudharabah

Analisis FaktorFaktor
yang
Mempengaruhi
Permintaan
Pembiayaan Pada
Bank Syariah di
Indonesia

Variabel
dependen:
Pembiayaan
Mudharabah

Ambarwati Faktor-faktor
yang
(2011)
memepengaruhi
pembiayaan
murabahah
dan
mudharabah pada
bank
umum
syariah
di
Indonesia

Variabel
dependen:
Pembiayaan
murabahah
dan
mudharabah

Hilmi
(2010)

Nasution
(2012)

Variabel
independen:
Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhi
Pembiayaan

Variabel
independen:
bagi hasil,
suku bunga
dan PDB

Variabel
independen:
Non
Performing
Financing,
Bonus SWBI,
Tingkat suku
bunga
pinjaman, dan
tingkat bagi
hasil.

Bahwa
secara
bersama-sama
variabel SWBI,
Bunga
Kredit
dan
DPK
mampu
menjelaskan
variansi
permintaan
mudharabah di
BSM.

Bahwa
permintaan
pembiayaan
mudharabah
dipengaruhi oleh
faktor bagi hasil,
suku bunga dan
PDB.

Bahwa
pembiayaan
murabahah pada
bank
umum
syariah
dipengaruhi
secara signifikan
oleh
variabel
Non Performing
Financing
(negatif), bonus
SWBI (positif),
dan tingkat suku
bunga pinjaman
(positif). Adapun
pembiayaan
mudharabah
dipengaruhi
secara signifikan
oleh
variabel
pembiayaan
murabahah
(negatif)
dan
tingkat bagi hasil