Tuhan Lokal yang tak dianggap Analisis t

Tuhan Lokal yang tak dianggap
(Analisis terhadap Pengakuan Iman dan Aturan Siasat Gereja HKBP terkait dengan mitologi ketuhanan dalam budaya batak)
Kontekstualisasi merupakan istilah yang dipopulerkan sekitar sekitaran akhir abad ke20.Kemunculan istilah ini sering dikaitkan dengan seorang teolog bernama Shoki Coe. Adapun
tujuan dari munculnya istilah ini dikaitkan dengan dengan tujuan dari pendidikan teologi di
dunia ketiga. Sebelum munculnya isitilah ini,lama dikenal Indigenisasi.Dimana budaya
menyambut injil dengan terbuka. Tetapi tampaknya istilah indigenisasi tampaknya tidak bisa
mengakomodir keseluruhan yang ingin dicapai sehubungan dengan upaya mendaratkan kabar
baik dikonteks lokal.
Istilah yang muncul belakangan ini,yaitu kontekstualisasi tidak juga hanya sebatas
mengganti kulit luarnya.Karena seringkali banyak yang salah paham mengenai
kontekstualisasi.Ada yang berpendapat ketika dalam gereja semua pelayannya sudah orang lokal
dan tidak lagi pendeta dari barat maka ini sudah kontekstualisasi.Ketika dalam gereja,sudah
dipakai alat musik tradisional sebagai pengiring ketika ibadah,maka sudah dianggap
kontekstualisasi.Padahal bukan sebatas inilah maksud daripada kontekstualisasi.Ada hal-hal yang
dicakup oleh kontekstualisasi yang bukan sebatas persoalan pergantian pekerja gereja dari yang
sebelumnya barat ke lokal,pemakaian alat musik tradisional untuk mengiringi ibadah.
Meminjam pemikiran Gerrit Singgih dalam bukunya Dari Israel ke Asia menjelaskan ada
beberapa hal yang sekiranya dicakup oleh yaitu,mengenai kontekstualisasi.Yaitu yang pertama
kontekstualisasi bukan Praktis,tetapi Praxis.Kontekstualisasi adalah masalah bagaimana orang
Kristen memahami diri di dalam situasinya yang riil dan konkret,supaya pada waktu yang
sama,karyanya pun riil dan konkret.Kedua,bukan sekedar mengenai wujud luar kebudayaan dan

tidak sekedar tampilan luar,tetapi lebih pada isi.Karena Isi mempengaruhi bagian luar.
Menyangkut Makna dan peranan musik dalam suatu ibadah gerejawi dan bagaimana hal ini
dapat dihubungkan dengan Hakikatnya.
Kemudian kontekstualisasi mencari kesamaan antara Iman Kristen dan
Kebudayaan.Tidak ada sesuatu dari luar yang dapat diterima tanpa ada kesesuaian dengan apa
yang di dalam.Lalu yang keempat meliputi Kategori-Kategori Teologi-Etis.Suatu istilah
mencakup arti sebenarnya dalam Alkitab lalu dioalah oleh para ahli lalu hasilnya dibawa
kekonteks Setempat.Mengenai Kontekstualisasi, Gerrit Singgih juga mengatakan bahwa masalah
kontekstualisasi bukan sekedar bagaimana menerapkan pola ke dalam situasi setempat,melainkan
juga apakah pola ini mempunyai titik pertemuan dengan pandangan hidup atau pandangan dunia
setempat.Yang terakhir mengenai kontekstualisasi,yaitu konteks lokal juga harus dilihat memiliki
benih-benih penyelamatan.1Melihat pemikiran Singgih tersebut,kita diajak untuk memikirkan
1 Prof Pdt Gerrit Singgih Ph.D,Dari Israel ke Asia (Masalah Hubungan antara Kontekstualisasi
Teologi dengan Interpretasi Alkitabiah) Jakarta;BPK Gunung Mulia, hal 7-28

ulang kontekstualisasi yang kita pahami selama ini.Lebih pada isi dan bukan sebatas hanya pada
bagian kulit luar saja.Makna yang dalam dan apa yang dicakup oleh kontekstualisasi ini
kadangkala diabaikan oleh banyak orang.
HKBP salah satu gereja yang ada di Indonesia sendiri telah berupaya sejak lama untuk
mengkontekstualkan perangkat gerejawinya.Termasuk di dalamnya Pengakuan iman dan juga

Hukum Penggembalaan gereja. Dimulai sejak penyusunan pengakuan iman sendiri tahun 1951,
pembaharuan pun kembali dilakukan tahun 1996. Sedangkan hukum penggembalaan gereja
disusun sejak tahun 1987 yang dipergunakan hingga kini.Upaya-upaya kontekstualisasi yang
tidak hanya sebatas bagian luar saja terus diupayakan oleh HKBP.Meski begitu tetap saja,
penghargaan terhadap kebudayaan lokal kurang mendapat perhatian dalam Pengakuan Iman
maupun Hukum Penggembalaan HKBP.Yang dimaksud budaya lokal yaitu budaya batak yang
mayoritas jemaat memiliki suku batak.HKBP memang tidak bisa dipisahkan dengan budaya
batak.Karena namanya sendiri erat dengan ke-batak-an.Kurangnya titik temu antara budaya lokal
dan juga terhadap penghargaan terhadapnya ini lah yang coba saya telisik dalam paper ini.
Dalam paper ini,sistematika tulisan ini yaitu akan dimulai dari sejarah pengakuan iman
HKBP,lalu akan difokuskan pada bagian mengenai pandangan akan kebudayaan. Kemudian akan
dijelaskan mengenai Hukum Penggembalaan termasuk di dalamnya perihal apa saja yang
dikenakan penggembalaan.Fokus akan tetap diberikan pada perhatiannya terhadap budaya lokal.
Pertanyaan yang coba dijawab yaitu,seberapa besar gereja HKBP berupaya dalam melihat
hubungan dan titik temu antara budaya batak yang kemudian tercermin dari pengakuan iman dan
hukum penggembalaannya. Setelah itu,saya akan analisis mempergunakan model relasi Kristus
dan Kebudayaan yang dicetuskan oleh R Niehbuhr dan juga Model Teologi Kontekstual Stephen
B Bevans.Lalu berdasarkan analisa itu,saya akan akan coba berusaha rekomendasikan pengakuan
iman yang lebih memperhatikan budaya lokal sebagai titik tolaknya. Sebagai Pembanding saya
coba akan lihat pengakuan iman GPM (Gereja Protestan Maluku) yang sudah coba mencari titik

temu iman kepercayaan lokal dengan iman kristen.
Pengakuan Iman HKBP
Upaya untuk merumuskan pengakuan iman yang lahir dari konteks lokal membawa
HKBP pada lahirnya Pengakuan Iman HKBP di tahun 1951. Pengakuan iman ini berisikan poinpoin yang disusun berkaitan dengan kondisi yang dihadapi kala itu.Adapun poin-poin di
dalamnya mencakup mengenai Allah,Dosa,Gereja,Pelayan Gereja,Iman,Tata Gereja,Hukuman
pada hari kiamat. Kala itu konteks yang mengiringi lahirnya pengakuan iman ini yaitu aneka
ragam bahaya kerohanian yang dirasa mengancam gereja,yang datang dari agama lain,dari ajaran
keduniawian,dari suara-suara pemecah-belahan dan dari pengacau di tengah gereja itu sendiri.2
Adapun tahun 1987, ada kerinduan untuk memperbaharui pengakuan iman yang sudah
dipergunakan kurang lebih 36 tahun itu.Pembaharuan yang dilakukan,bukanlah merubah secara
2 Tim Penyusun,Pengakuan Iman HKBP (Pematang Siantar:Percetakan HKBP,2013) hal 119

keseluruhan isi.Penambahan lebih bersifat dominan.Dalam Pengakuan Iman tahun 1996,
ditambahan pasal mengenai manusia,masyarakat dan juga kebudayaan dan lingkungan
hidup.Mengenai pemahaman mengenai budaya lokal,saya akan taruhkan perbedaan antara
pengakuan iman tahun 1951 dan tahun 1996 dalam tabel di bawah ini.
Pengakuan Iman 1951
Mengenai budaya lokal tidak terlalu
disinggung dalam pengakuan ini. Hanya saja
sikap-sikap sehubungan dengan budaya dan

khususnya mengenai ketuhanan lokal ada
disinggung.Khususnya dalam Pasal 1 Tentang
Allah. “Menolak dan melawan ajaran dan
kebiasaan yang menyebut Allah:Nenek
(Ompung) dan yang memandang,bahwa Tuhan
adalah pemurah saja.

Pengakuan Iman 1996
Dalam Pasal 5 mengenai kebudayan dan
Lingkungan Hidup disaksikan bahwa:
1.Allah
memberikan
bahasa,alat-alat
musik,kesenian,pengetahuan kepada manusia
sebagai alat untuk memuji Allah dan
memelihara persahabatan antar manusia agar
melalui kebudayaan,kerajaan Allah semakin
besar.Tetapi budaya yang bercampur kekafiran
dan bertentangan dengan firman harus ditolak


Dari tabel di atas kita dapat lihat bahwa,dalam pengakuan iman HKBP 1951 belum
terlalu ditemukan mengenai penghargaan akan kebudayaan.Kecurigaan akan budaya masih
sangat kental.Sedangkan di dalam pengakuan iman tahun 1996,sudah ada penghargaan terhadap
kebudayaan termasuk budaya lokal dengan dasar bahwa untuk menyembah Allah. Ada kata yang
mengenai “budaya yang bercampur kekafiran”.Mengenai ini akan dibahas dalam RPP
HKBP/Hukum siasat/penggembalaan gereja.
Hukum Penggembalaan Gereja HKBP (Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon)
Adapun mengenai Hukum Penggembalaan dan siasat HKBP,sudah ada semenjak tahun
1952.Tetapi karena dirasakan kurang mencakup banyak hal,maka diadakan pembaharuan.Dalam
Rapat Sinode Pusat tahun 1984,dibentuklah satu komisi yang khusus untuk menyiapkan
pembaharuan baru tersebut.Sehingga bolejjhlah jadi hukum penggembalaan yang kini
dipergunakan HKBP. Adapun yang dimaksud daripada hukum penggembalaan dan siasat HKBP
ini yaitu aturan-aturan yang dibuat untuk menghukum dan juga mengajarkan pada jemaat yang
melanggar kekudusan dari gereja.Jemaatlah haruslah kudus dan mengikuti aturan yang telah
disusun HKBP.Melalui hukum penggembalaan dan siasat gereja ini, dituntunlah tiap orang yang
bersalah dan yang melakukan dosa,dengan harapan perubahan yang lebih baik.Adapun yang
menjalankan hukum ini adalah pendeta,sedangkan yang dikenakan hukum adalah jemaat dan
juga majelis jemaat.
Hukum penggembalaan dan siasat HKBP memiliki tujuh pasal. 3 Dimana tiap pasalnya
terbagi-bagi lagi.Pasal pertama berisikan mengenai Pengertian Hukum penggembalaan dan

siasat,kemudian dalam pasal kedua mengenai siapa yang terkena hukum penggembalaan.Lalu
3 Sebenarnya di dalam RPP HKBP/Hukum Penggembalaan dan Siasat gereja, tidak memakai
pasal.Hanya saja untuk mempermudah,maka saya tambahkan kata pasal.Tetapi tentu saja
dengan tidak sama sekali mengubah isinya.

pasal ketiga,keempat,kelima dan keenam berisikan mengenai apa-apa saja yang membuat umat
dapat dikenakan hukum penggembalaan gereja.Kemudian bagian pasal ketujuh berisikan
kesimpulan dari yang sudah dijelaskan dari awal hingga akhir.Masing-masing pasal terbagi
menjadi bagian-bagian yang tetap masih ada hubungan dengan garis besar pasal tersebut.
Bagian-bagian ini lebih memperjelas saja. Saya akan fokuskan diri perihal hukum
penggembalaan yang dikenakan pada jemaat yang berhubungan dengan penyembahan pada
tuhan budaya lokal batak.
Pasal mengenai hukuman yang dijatuhkan perihal jemaat yang berhubungan dengan
tuhan dalam budaya lokal batak sebelum kekeristenan masuk,terdapat dalam pasal ketiga sub
bagian pertama.Bagian ini mengenai Hukum Taurat yang pertama.Adapun bunyi dari hukum ini
semua berbahasa batak,tetapi untuk memudahkan mengerti maka akan saya artikan tentu dengan
keterbatasan saya dalam tabel dibawah ini.
RPP Bahasa Batak Pasal 3 sub bagian 1 C
Na Marsomba tu mulajadi na bolon,debata
siasii,debata Batara Guru,marsomba tu

soripada, debata mangala bulan I, I ma na
marurat di ugamo hasipelebeguon.

Bahasa Indonesia
Yang menyembah pada Sang Awal yang Maha
Besar,Dewa Pengasihan,Dewa pendiri segala
kerajaan
atas
dunia
ini,dewa
nasib
manusia,dewa penguasa segala ilmu putih dan
ilmu hitam, kesemuanya itu yang ada dalam
agama yang menyembah roh jahat/hantu.
Di atas kita dapat melihat bahwa perihal mengenai penyembahan terhadap ilah-ilah lokal
akan dikenakan hukum penggembalaan dan siasat dari Gereja.Kesemuanya yang disebutkan
diatas adalah nama-nama ilah lokal batak,ketika kekeristenan belum hadir di Sumatera
Utara.Mengenai sejarah dan asal-usul ilah-ilah lokal itu akan dijelaskan lebih lanjut dibagian
selanjutnya.
Dewa-Dewa di dalam Mitologi Batak

Dalam kepercayaan batak toba sebelum masuknya agama Kristen, Mulajadi na Bolon
adalah Tuhan Yang Maha Esa dengan kuasa kemuliannya di banua atas ( Dunia Atas). 4 Adapun
wujud pancaran dari kekuasaannya yaitu Debata Natulo (Dewa yang tiga),disebut sebagai
Batara Guru (Lambang Hitam) yang menandakan kebijakanNya,Debata Sori menandakan
kesucian dengan lambing putih serta Debata Balabulan menandakan kekuatan dengan
lambangnya berwarna merah. Dalam mitologi batak,burung laying-layang berkedudukan seperti
kurir atau penghubung antara langit dengan bumi.5 Melalui burung laying-layang inilah Debata
mulajadi nabolon nantinya mulai memberitahukan kepada Boru deak parujar yakni putri seorang
4 Dalam keyakinan masyarakat batak dahulu, dunia ini terdiri atas tiga,yaitu dunia
atas,dunia tengah dan dunia bawah. Dunia atas ditempati oleh Mulajadi na bolon,dunia
bawah yang ditempati kini oleh manusia dan dunia bawah dimana penuh kengerian dan
menjadi tempat roh-roh yang jahat. Lih dalam buku Drs.DJ Gultom dalam buku Dalihan Na
Tolu Nilai Budaya Suku Batak. Hanya saja mengenai dunia bawah saya rasa masih simpang
siur. Jika dalam buku ini dikatakan bahwa dunia bawah adalah Api neraka tetapi dalam
https://tirto.id/malim-agama-lokal-suku-batak-dari-huta-tinggi-csFw , dikatakan bahwa
masyarakat batak tidak mengenal konsep adanya surga dan neraka.

dewa yang berada di bumi untuk kemudian tercipta manusia pertama.Sehingga mengenai konsep
manusia pertama dalam kekeristenan tampaknya bukan hal baru bagi kepercayaan suku batak
tempo lalu.

Ciptaan pertama dari Mulajadi Na Bolon adalah Manuk-manuk Hulambujati (Ayam yang
bernama Hulambujati).Ayam ini memiliki paruh yang terbuat dari besi dan taji sebesar
kepompong kupu-kupu raksasa yang terbuat dari tembaga.Kemudian dalam mitologi batak
adapula disebut sebagai debata asiasi (Dewa pengasihan) yang bukan ciptaan dari Mulajadi Na
Bolon,tetapi nantinya menjadi penghubung antara Batara Guru dengan wujud pancaran kuasa
kebijakan itu menemui manusia.
Dalam perkembangan selanjutnya akan kepercayaan ini,pemimpin pelaksana acara
spiritual adalah pemimpin parmalim6.Dia yang dianggap manusia suci dan cerdik pandai,yang
dapat mengetahui sabda dari penghuni banua atas melalui alam ciptaannya yaitu kejadian alam
itu sendiri.Dengan meneliti kejadian alam maka parmalim mengetahui sabda dari penghuni
banua atas.Dalam perkembangan selanjutnya,tumbuh interpretasi baru dalam hal kepercayaan
ini.Jika pada mulanya hubungan mendasar hanya diadakan untuk penghuni banua atas maka
dalam perkembangan ada hubungan alam lingkungan dengan kehidupan manusia.Titik tolak
pertama adalah agar manusia dapat berhubungan dengan penghuni banua atas,manusia itu harus
bersih dengan sesajennya yang bersih pula yakni lingkungannya. Kemudian hal ini akhirnya
mengarah pada animisme dan dinamisme.Meski begitu pemujaan yang dilakukan oleh orang
batak dahulu dengan tetap tujuannya untuk berhubungan dalam persekutuan dengan penghuni
banua atas.
Memilih tempat pemujaan itu,bukan untuk menyembah tempat itu,tetapi adalah di dorong
oleh kejiwaan,bahwa tempat itu merupakan sarana yang memudahkan mereka dapat lebih mudah

menyatukan tondi (Roh) dalam hubungan persekutuan dengan penghuni banua atas.Tetapi
interpretasi yang kurang tepat diberikan oleh para misionaris barat,hingga menyebut kepercayaan
ini sebagai sipele begu (Berhubungan dengan Roh Jahat/ hantu).Padahal kepercayaan batak toba
sejajar dengan monotheisme di Timur Tengah,Brahma Atman di India,Tien di
Tiongkok.7Pandangan bahwa Parmalim/kepercayaan suku batak dahulu merupakan sipele begu
ini yang tampaknya masih menjiwai pemahaman tim penyusun RPP/Hukum Penggembalaan dan
Siasat Gereja yang telah kita lihat di atas.Dengan mengatakan bahwa keyakinan masyarakat
batak dahulu adalah “ugamo sipele beguon”(Agama menyembah Roh Jahat/Hantu),tampaknya
penyusun RPP masih mengikuti pemahaman missionaris barat yang kala itu mengkategorikannya
demikian.Banyak missionaris barat yang masih terjebak pada sikap radikal yang menolak
kebudayaan.Dalam hal ini budaya lokal,termasuk di dalamnya mengenai kepercayaan tempo lalu
5 Dr A Lumbantobing,Makna Wibawa Jabatan dalam Gereja Batak (Jakarta:BPK Gunung
Mulia,1957) hal 8
6 Parmalim merupakan nama kepercayaan dahulu yang eksis di kalangan orang-orang
batak .
7 Drs.DJ Gultom,Dalihan Na Tolu Nilai Budaya Suku Batak (Medan:Departemen Pendidikan
dan Kebudayan,1992) hal 432-433

orang batak. Adapun mengenai tipologi sikap-sikap terhadap budaya,pernah dipetakan oleh R
Niehbuhr dalam bukunya yang fenomenal Christ and Culture.

Kristus dan Kebudayaan
Richard Niehbuhr,seorang Teolog Amerika mencoba memetakan sikap-sikap gereja
mengenai kebudayaan.Dalam bukunya yang terkenal Christ and Culture,dia berupaya
melihat,bagaimana gereja-gereja yang ada di Amerika, melihat relasi antara Kristus dengan
Kebudayaan.Kebudayaan yang dimaksud disini mencakup hasil-hasil kerja manusia,yang
terbatas pada adat semata.Berdasarkan hasil pengamatan dan penelitiannya, dia menyimpulkan
ada lima sikap terhadap budaya.Kelima sikap itu yakni yang pertama Sikap Radikal, dalam sikap
ini,sama sekali tidak mengakui ada hubungan antara iman dan budaya.Iman datang dari atas, dari
Tuhan,sedangkan budaya datang dari bawah,dari manusia.Yang datangnya dari atas itu
murni,sedangkan yang dari bawah itu cemar karena berdosa.Sikap ini banyak dipraktikkan oleh
missionaris yang datang ke Indonesia.Termasuk para missionaris Jerman yang melakukan
Penginjilan di tanah batak8
Sikap yang kedua yakni akomodatif.Sikap ini merupakan kebalikan dari sikap
radikal.Disini tidak ada pertentangan sama sekali antara iman dan kebudayaan.Nilai-nilai yang
menjadi dambaan masyarakat dianggap sebagai nilai-nilai yang juga dikejar dalam penghayatan
iman.Jika mau dicontohkan,missionaris yang datang ke Indonesia bersikap akomodatif terhadap
budaya mereka sendiri,tetapi tidak pada budaya lokal dimana injil dia sampaikan.Lalu yang
ketiga sikap sintetik,dimana baik injil maupun kebudayaan diterima dalam kesatuan yang saling
mengisi.Gereja Roma Katolik biasanya berada di sikap ini.Yang ke-empat yaitu sikap dualistik,
ini juga kerapkali ditampilkan oleh HKBP.Dalam sikap ini,orang mengakui dan hidup dalam dua
dunia,seperti katak,yang dapat hidup di dua dunia,air dan darat.Dunia yang pertama adalah
Kerajaan Allah sedangkan dunia yang kedua adalah masyarakat.Nilai-nilai diantara keduanya
tidak dibayangkan berhubungan satu dengan yang lain. Sehingga mengenai adat,meskipun ada
yang dilarang dalam HKBP,tetapi dalam kenyataannya,jemaat melakukan hal tersebut dan tidak
ada dikenakan Hukum penggembalaan. Sikap yang terakhir yaitu kebudayaan dapat
diterima,tetapi tetap terbuka kemungkinan bahwa iman dapat menghakimi kebudayaan dan adat
istiadat.Gereja aliran calvinis yang tampak menganut sikap ini.
Model Teologi Sintesis Stephen Bevans
Stephen Bevans coba memetakan enam model teologi kontekstual yang di gereja-gereja
Barat.Ke-enam model itu yakni Model terjemahan,Praxis,Anthropologis,Sintesis,Transendental
dan model budaya tandingan.Saya akan lebih fokuskan pada model teologi kontekstual
sintesis.9Dalam model teologi kontekstual sintesis secara sadar memadukan pendekatan
terjemahan,sikap mendengarkan dengan sungguh-sungguh konteks dimana seseorang berteologi
8 Gerrit Singgih, Iman dan Adat Istiadat:Sebuah Pergumulan Klasik dalam buku Berteologi
dalam Konteks.
9 Stephen Bevans,Teologi dalam Perspektif Global (Flores:Ledalero,2010), hal 420

sangat diperhatikan,sekaligus juga mengindahkan secara sungguh-sungguh dinamika
epistemologi dari model praksis. Metode dasar dari model ini ialah dialog/percakapan dengan
tradisi,dengan konteks, dengan keniscayaan praksis.
Jika mau dikaitkan dengan pengakuan iman dan hukum penggembalaan HKBP,maka
menurut model ini, konteks haruslah diperhatikan dengan sungguh-sungguh.Jangan sampai injil
diperlawanankan dengan kebudayaan.Tetapi mengenai injil dan budaya harus dicari titik temu
yang dapat menghubungkan keduanya.Dalam budaya,entah bagaimana sudah ada unsur
keselamatan itu.Mengacu pada Gerrit Singgih,budaya yang ada baiknya diakomodir dalam
hubungannya dengan injil. Model sintesis pun turut memperhatikan dialog antara budaya dengan
injil haruslah terjadi.Bukan dipertentangkan,atau diperhadap-hadapkan.Seakan antara injil dan
budaya tidak bisa diperjumpakan.
Menuju Pengakuan Iman Kontekstual
Sebagai contoh perbandingan dalam penyusunan pengakuan iman yang kontekstual,saya
akan coba lihat dari pengakuan Iman Gereja Protestan Maluku (GPM),Saya memilih
GPM,karena dalam pengakuan imannya,budaya lokal sudah mendapat perhatian dan bahkan
diakomodir dalam isi pengakuan iman mereka. Secara khusus dalam pokok-pengakuan iman
GPM tahun 2005, penghargaan terhadap ketuhanan lokal itu sudah diakomodir.” percaya kepada
Allah dalam hubungan dengan tete nene moyang” merupakan salah satu isi dari dokumen
gerejawi GPM. “tete nene moyang” merupakan sebutan pada nenek moyang dalam suku di
Maluku.10 Bagi orang-orang di Maluku, nenek moyang mendapatkan tempat yang tinggi.
Berfungsi sebagai perantara antara manusia yang hidup di dunia dengan yang Ilahi disebut upu.
Keyakinan ini menjiwai seluruh kehidupan orang-orang di Maluku,bahkan setelah kekeristenan
masuk,hal ini tidak hilang,melainkan diendapkan dalam diri tiap-tiap orang di Maluku.
Karena tidak bisa dipisahkan dari worldview orang-orang Maluku, GPM sebagai
denominasi gereja Kristen besar di sana,mulai mengakomodir kedalam pengakuan
imannya.Adapun maksud daripada tindakan ini,tidak lain dan tidak bukan agar injil lebih lagi
dapat dipahami dan dijiwai oleh umat di Maluku. Kepercayaan lokal dahulu, dianggap sangat
berperan penting dalam jati diri umat.Sehingga upaya untuk memisahkan dan bahkan dengan
arogan mengkafirkan keyakinan lokal yang lama dihidupi orang-orang di Maluku bukanlah
tindakan yang bijaksana. Tindakan kurang bijaksana itu pula yang sepertinya ditampilkan HKBP
melalui pengakuan iman dan Hukum Penggembalaan dan Siasat gereja yang telah dibahas diatas.
Seyogyanya, HKBP bisa mengakomodir konsep mengenai ketuhanan yang lama dihidupi
oleh masyarakat batak.Bukannya menampilkan diri mengambil sisi yang sama sekali berhadap10 Mengenai “tete nenek Moyang” dapat dilihat lebih lanjut dalam
https://tounusa.wordpress.com/2011/08/26/kedudukan-tete-nene-moyang-dalampengakuan-iman-gpm-beberapa-tanggapan-kontekstual/ . Dalam paper ilmiah, penggunaan
domain wordpress sejatinya tidak diperkenankan.Tetapi saya kesulitan mencari tulisan lain
sehubungan dengan Analisis terhadap Pengakuan iman GPM,oleh sebab itu segala
konsekuensi dan validitas data kurang dapat dipercaya.

hadapan dengan budaya lokal.Kontekstualisasi yang diupayakan haruslah juga mencari titik temu
perjumpaan injil dengan kebudayaan lokal,bukan malahan saling meniadakan dan saling
mengsubordinasikan.Penyematan pada kepercayaan lokal dulu sebagai agama yang berkonotasi
kekafiran haruslah dikaji lebih mendalam.Jangan sampai hal tersebut merupakan warisan
peninggalan missionaris barat yang memang seringkali kurang simpati dengan budaya
lokal.Akhirnya karena hal tersebut,maka konsep-konsep ketuhanan lokal juga tidak dipandang
penting untuk di masukkan kedalam pengakuan iman.
Di atas telah kita lihat, dalam pengakuan iman,seringkali kita melihat istilah budaya yang
bercampur dengan kekafiran.Jika dilihat dari perkembangan pengakuan iman dari tahun
1951,kita bisa anggap bahwa kekafiran yang dimaksud ini termasuk di dalamnya konsep-konsep
ketuhanan yang lama dijiwai oleh orang-orang batak.Itu diperkuat pula dari RPP/Hukum
Penggembalaan gereja,dimana terlihat jelas hukuman yang diberikan pada umat yang
menyembah debata. Bukannya mencari hubungan antara konsep ketuhanan lokal dengan
kekeristenan,HKBP tampaknya sangat “anti” dengan konsep ketuhanan tersebut.Ini pula yang
baiknya diperhatikan oleh HKBP,bahwa sama dengan GPM,yang telah memberikan tempat bagi
budaya lokal,gereja batak terbesar di Indonesia bahkan di Asia ini pun baik nya mengakomodir
konsep-konsep ketuhanan lokal itu.Seperti model Sintesis Bevans,dialong dengan budaya lokal
harus dilakukan.Jangan kita terjebak pada sikap radikal yang dipetakan oleh Richard
Niehbuhr,dimana gereja menganggap buruk kebudayaan.Agar kemudian umat HKBP benarbenar mampu menghidupi diri sebagai bukan saja sebagai orang Kristen,tetapi juga sebagai
orang batak. Dengan pemahaman akan konteks budaya lokal inilah,diharapkan nantinya
pemahaman akan konteks yang lebih luas yaitu Indonesia,dapat terwujud dalam perangkat
gereja.

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22