HUKUM NIKAH and CERAI VIA MEDIA ELEKTRON

HUKUM NIKAH & CERAI VIA MEDIA
ELEKTRONIK
(TELEPON, INTERNET, SMS, DLL)
A. HUKUM AKAD NIKAH LEWAT MEDIA
ELEKTRONIK
Pernikahan merupakan sunatullah yang
umum dan berlaku pada semua makhluknya,
baik pada manusia, hewan maupun tumbuhtumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih Allah
SWT sebagai jalan bagi makhluk-Nya untuk
berkembang biak, dan melestarikan hidupnya.
Di Indonesia hukum perkawinan sudah disusun
sedemikian rupa agar masyarakat dalam hidup
tentram,
aman
dan
damai.
Adakalanya
masyarakat sendirilah yang membuat-buat
hukum yang belum dicantumkan dalam UU
perkawinan seperti nikah dengan gadis dibawah
umur, nikah siri dan sebagainya. Namun seiring

berjalannya waktu, syariat yang sedah dilakukan
manusia
berabad-abad
ini
mengalami
perkembangan. Begitu juga dengan keganjalankeganjalan yang terdapat didalamnya. Makalah
ini akan membahas tentang akad nikah dan cerai
lewat telephon, INTERNET dll,
Menentukan sah atau tidaknya suatu
nikah, tergantung pada dipenuhinya atau
tidaknya rukun-rukun nikah dan syarat-syaratnya.
Dalam pernikahan terdapat rukun-rukun yang
harus dipenuhi. Rukun-rukun nikah ada 5 :
1. Suami (‫)زوج‬
2. Istri (‫ )زوححة‬dengan beberapa kriteria yaitu :
tidak mahramnya sendiri, ta’yin, suci dari
pernikahan, tidak dalam masa iddah, dan
perempuan asli.
3. Wali nikah (‫)ولى نكاح‬. Harus memiliki beberapa
persyaratan: islam, baligh, berakal, sifat

merdeka, laki-laki, dan sifat-sifat lainnya. Tapi
untuk
pernikahan
kafir
dzimmi
tidak
memerlukan islamnya wali, dan untuk
pernikahan amah tidak memerlukan syarat
sifat adlnya tuan. Bagi fuqaha yang
memegangi adanya wali, maka macammacam wali itu ada tiga, yaitu: wali nasab
(keturunan), wali penguasa, dan wali bekas
tuan yang jauh dan yang dekat.
4. Dua orang saksi (‫ )شححا هححدان‬Nabi Muhammad
bersabda :

‫عل ن ه ع‬
‫ي وع ع‬
‫ل‬
‫شا ه ه ع‬
‫كا ع‬

‫ديَ ع عد د ل‬
‫ح ا هلل ب هوع ل ه ي‬

Artinya: “ Perkawinan tidak sah kecuali
dengan wali dan dua saksi yang adil.” ( H.R.
Addaruquthni)
5. Shigat (ijab Kabul)
Pandangan ulama dalam kitab kifayatul akhyar
karangan Imam Taqiyuddin menjelaskan bahwa :

‫شت ععر ر‬
‫ير د‬
,‫ي‬
‫حةه ع ع د‬
‫ط هفي ه‬
‫ح ر‬
‫ح ر‬
‫ص ل‬
‫ وعل هحح ي‬: ‫ضححودرر ا عدرب عععححةل‬
‫قد ه الن يك عححا ه‬

‫ن ي رودك هحح ع د‬
‫وع ع‬,‫ج‬
‫ى عوالححلز‬
‫جود رز ا ع د‬
‫وع ي ع ر‬,‫ل‬
‫شا ه ه ع‬
‫ديَ ع عد د ل‬
‫ل الححوعل ه ى‬
‫وععزود ل‬
‫د‬
‫ع‬
‫ع‬
‫د‬
‫ع‬
‫ع‬
‫ع‬
‫ى‬
‫ح ع‬
‫مااود ع‬
‫ح د‬

‫ج اودا ه د‬
‫ى عواللزود ر‬
‫ود ر‬
‫دا هر ع‬
‫ضعر الوعل ه ى‬
‫فعلود وعكل الوع ل ه ى‬,‫ج‬
1

‫ل عنا ئ ه ر د‬
‫ح الن ي ع‬
‫ن ال دوعك هي د ع‬
‫ والله‬.‫ى‬
‫م يع ه‬
‫ح هل ع ل‬
‫كا ر‬
‫ص ى‬
‫ه لع د‬
‫وعوعك هي دل ر ر‬
‫ب الوعل ه ي‬
.‫اعلم‬

“disyari’atkan sahnya akad nikah hadirnya empat
orang, yaitu wali, suami, dan dua orang saksi
yang adil. Dan boleh saja wali dan suami atau
salah seorang dari keduanya sudah mewakilkan.
( Kifayatul Akhyar juz 2 hal. 51)
Keterangan
diatas
sudah
jelas
menjabarkan tentang akad nikah. Bahwasanya
akad nikah harus di laksanakan dalam satu waktu
dan satu majelis
(‫د‬
‫س عوا ه‬
‫ح ل‬
‫م د‬
‫ى ع‬
‫جل ه ل‬
‫)فه د‬
Bila kita lihat secara formal, nikah lewat

telepon dapat memenuhi rukun-rukunnya, yakni
adanya calon suami dan istri, dua saksi, wali
pengantin putri, ijab qabul. Namun, jika dilihat
dari syarat-syarat dari tiap-tiap rukunnya,
tampaknya ada kelemahan atau kekurangan
untuk dipenuhi. Misalnya identitas calon suami
istri perlu dicek ada atau tidaknya hambatan
untuk
nikah (baik karena adanya larangan
agama atau peraturan perundangan-undangan)
atau ada tidaknya persetujuan dari kedua belah
pihak. Pengecekan masalah ini lewat telepon
sebelum akad nikah adalah cukup sukar.
Demikian pula pengecakan tentang identitas wali
yang tidak bisa tanpa taukil, kemudian ia
melangsungkan ijab qabul langsung dengan
telepon. Juga para saksi yang hanya mendengar
pernyataan ijab qabul dari wali dan pengantin
putera lewat telepon dengan bantuan mikrofon,
tetapi mereka tidak bisa melihat apa yang

disaksikan juga kurang meyakinkan. Demikian
pula ijab qabul yang terjadi di tempat yang
berbeda
lokasinya,
apalagi
yang
sangat
berjauhan seperti antara Jakarta dan Bloomington
Amerika Serikat yang berbeda waktunya sekitar
12 jam sebagaimana yang dilakukan oleh Prof.
Baharudin yang menikahkan puterinya di Jakarta
(Dra. Nurdiani) dengan Drs. Ario Sutarto yang
sedang belajar di Universitas Indianna AS pada
hari sabtu tanggal 13 Mei 1989 pukul 10.00 WIB
bertepatan hari jumat pukul 22.00 waktu
Indianna AS.

‫ن ال ر‬
‫ن ه‬
‫محا ل ه ل‬

‫ي ع‬
‫سعيد سعد بحن ع‬
‫خحد درهيَي‬
‫س عنا ل‬
‫ك هبح د‬
‫ن ا عب ه د‬
‫عع د‬
‫عر ه‬
‫ي ا لله عنه ا ع ل‬
‫ن عر ر‬
‫سود ل اللححه ع‬
‫صححللى اللححهه ع عل عي دححهه وع‬
‫ض ع‬
‫م عقا ع‬
‫ن عر واه ر ابن‬
‫حد ه ي د ن‬
‫ضعرعر عول ه‬
‫ث ع‬
‫ضعرا عر ع‬
‫ل لع ع‬

‫ح ع‬
‫ع‬
‫سل ل ع‬
‫س ن‬
‫ع‬
‫ع‬
‫ن‬
‫حح‬
‫ب‬
‫ا‬
‫ه‬
‫وا‬
‫ر‬
‫او‬
‫د‬
‫ن‬
‫حح‬
‫س‬
‫م‬
‫ححا‬

‫م‬
‫ه‬
‫ر‬
‫ي‬
‫غ‬
‫و‬
‫قطَنى‬
‫ر‬
‫د‬
‫ال‬
‫و‬
‫جه‬
‫ما‬
‫ع در ر ع ر د ع ن‬
‫ع ع ع ل‬
‫ع ع ر د ر‬
‫جه‬
‫ما ع‬
‫ع‬
“Dari Abi Said Saad bin Malik bin Sinan alKhudriyi r.a., sesungguhnya Nabi saw bersabda :
“tidak boleh membuat mudaratkepada diri
sendiri dan kepada orang lain.” Hadits hasan
(H.R. Ibnu Majah dan ad-daruquthni).

Maka untuk menentukan hukumnya, paling tidak
ada dua syarat sah nikah yang harus dibahas
terlebih dahulu :
Syarat Pertama : calon mempelai laki-laki atau
yang mewakilinya dan wali perempuan atau yang
mewakilinya harus berada dalam satu majlis
ketika dilangsungkan akad pernikahan.
Pertanyaannya adalah apakah dua pihak yang
berbicara melaui telpun atau internet untuk
melakukan transaksi dianggap dalam satu majlis,
sehingga transaksi tersebut menjadi sah ?
Dalam hal ini, Majma’ al Fiqh telah menetapkan
hukum penggunakan ponsel, hp, dan internet di
dalam melakukan transaksi, yang isinya sebagai
berikut : “ Jika transaksi antara kedua pihak
berlangsung dalam satu waktu, sedangkan
mereka berdua berjauhan tempatnya, tetapi
menggunakan telpun, maka transaksi antara
keduanya dianggap transaksi antara dua pihak
yang bertemu dalam satu majlis.” ( Majalah
Majma’ al Fiqh al Islami, OKI, periode ke – 6 ( no :
2/1256 )
Syarat Kedua : pernikahan tersebut harus
disaksikan oleh dua orang atau lebih.
Pertanyaannya adalah dua saksi pernikahan
tersebut tidak bisa menyaksikan secara langsung
akad pernikahan tersebut, mereka berdua hanya
bisa mendengar suara akad pernikahan dari
kedua belah pihak melalui telpun atau internet,
apakah persaksian keduanya telah dianggap sah
atau tidak ?
Masalah di atas mirip dengan
masalah
persaksian orang buta yang mendengar sebuah
transaksi antara dua belah pihak, apakah
persaksian orang buta tersebut sah ? Para ulama
berbeda pendapat dalam masalah ini :
Pendapat
Pertama,
menyatakan
bahwa
persaksian orang buta tersebut tidak bisa
diterima. Ini pendapat Hanafiyah dan Syafi’iyah.
Berkata al Kasani : “ Persaksian orang buta tidak
diterima dalam semua hal. Karena dia tidak bisa
membedakan antara kedua belah pihak. “
( Badai’ Shonai’ 3/243 )
Berkata
Imam
Syafi’I
:
“Jika
seseorang
memberikan persaksian, sedangkan dia buta dan
mengatakan
:
saya
menetapkannya,
sebagaimana saya menetapkan segala sesuatu
dengan mengetahui suaranya atau dengan
meraba, maka persaksian orang buta tersebut
tidak bisa diterima, karena suara mempunyai
kemiripan satu dengan yang lainnya, begitu juga

2

rabaan mempunyai kemiripan antara
dengan yang lainnya “ ( Al Umm : 7/46 )

satu

Pendapat
Kedua,
menyatakan
bahwa
persaksian orang buta bisa diterima selama dia
menyakini suara tersebut. Ini adalah pendapat
Malikiyah dan Hanabilah. Tersebut di dalam buku
al Mudawanah al Kubra ( 5/ 43 ) : “ Apakah
dibolehkan seorang buta memberikan persaksian
di dalam masalah perceraian ? Berkata Imam
Malik : “ Iya, dibolehkan jika ia mengenali suara
tersebut. Berkata Ibnu al Qasim : Aku bertanya
kepada Imam Malik: “ Seorang laki-laki
mendengar tetangganya dari balik tembok
sementara dia tidak melihatnya, ia mendengar
tetangga tersebut mencerai istrinya, kemudian
dia menjadi saksi atasnya berdasarkan suara
yang dia kenal ? Imam Malik menjawab :
persaksiannya diperbolehkan.”
Pendapat kedua ini berdalil dengan beberapa
hadist, diantaranya adalah :
1. Hadist Abdullah bin Umar ra, bahwasanya nabi
Muhammad saw bersabda : “ Sesungguhnya
Bilal mengumandangkan adzan pada waktu
malam, maka makan dan minumlah sampai
terdengar adzan Ibnu Maktum “ ( HR Bukhari )
Hadist di atas menunjukkan bahwa adzan Ibnu
Maktum ( beliau adalah seorang yang buta )
merupakan
persaksian
darinya
terhadap
masuknya waktu sholat. Seandainya persaksian
orang buta tertolak, tentunya adzannya juga
tidak sah. Begitu juga yang mendengar adzan
digolongkan orang yang buta, karena hanya
mendengar suara muadzin tanpa melihat secara
langsung fisik dari muadzin tersebut, dan itupun
dianggap sah. ( Ibnu Abdul Barr, Tamhid : 10/61,
An Nawawi, Syarh Muslim : 7/202, Ibnu Hajar,
Fathul Bari : 5/ 265)
2. Dari Aisyah berkata : “ Pada suatu ketika
Rasulullah saw sholat tahajud di rumahku, dan
beliau mendengar suara Ubad yang sedang
sholat di masjid, beliau bertanya “ Wahai
Aisyah apakah itu suara Ubad?, saya
menjawab : “ Benar“, beliau langsung
berdo’a : “ Ya Allah berilah kasih sayang
kepada Ubad “ ( HR Bukhari )
Dua hadist di atas menunjukkan secara kuat
bahwa persaksian orang buta dibolehkan dan
dianggap sah di dalam ibadah dan mua’malah.
Jika demikian halnya, bagaimana hukum
persaksian dua orang di dalam akad

pernikahan lewat telpun maupun internet,
apakah dianggap sah ?
Orang yang menikah lewat telpun dan internet
tidak lepas dari dua keadaan :
Keadaan Pertama : Salah satu pihak yang
melakukan akad serta dua orang saksi tidak
yakin dengan suara pihak kedua. Maka dalam hal
ini, pernikahan lewat telpun dan internet
hukumnya tidak sah. Inilah yang diputuskan oleh
Lajnah Daimah li al Ifta’ ketika ditanya masalah
tersebut, mereka memutuskan sebagai berikut :
“Dengan pertimbangan bahwa pada hari-hari ini
banyak
penipuan
dan
manipulasi,
serta
canggihnya orang untuk meniru pembicaraan
dan suara orang lain, bahkan diantara mereka
ada yang bisa meniru suara sekelompok laki-laki
dan perempuan baik yang dewasa maupun yang
masih anak-anak, dia meniru suara dan bahasa
mereka yang bermacam-macam sehingga bisa
menyakinkan orang yang mendengar bahwa
yang bicara tersebut adalah orang banyak,
padahal sebenarnya hanya satu orang.
Begitu juga mempertimbangkan bahwa Syariat
Islam
sangat
menjaga
kemaluan
dan
kehormatan, dan agar berhati-hati dalam
masalah tersebut lebih dari masalah lainnya
seperti muamalah. Oleh karenanya, Lajnah
memandang
bahwa
seharusnya
tidak
menyandarkan secara penuh akad pernikahan
ijab dan qabul serta perwakilannya dengan
menggunakan alat telpun, agar tujuan Syariat
bisa teralisir serta lebih menekankan kepada
penjagaan terhadap kemaluan dan kehormatan,
sehingga tidak memberikan kesempatan kepada
orang-orang jahat untuk bermain-main dalam
masalah ini dengan manipulasi dan penipuan.
Keadaan Kedua : kedua belah pihak yang
melakukan akad sangat mengenal suara antara
satu dengan yang lain, begitu juga dua orang
saksi yakin bahwa itu suara dari pihak kedua
yang melakukan akad. Pada kondisi seperti ini,
persaksian atas pernikahan tersebut dianggap
sah, dan pernikahannya sah juga. Khususnya
dengan kemajuan teknologi sehingga seseorang
bisa bicara langsung dengan pihak kedua melalui
gambar dan suara, sebagaimana yang terdapat
dalam teleconference.
Dalam hal ini Syekh Bin Baz, mufti Negara Saudi
ketika ditanya oleh seseorang yang menikah
lewat telpun dan mereka saling mengenal suara
masing-masing pihak, beliau menyatakan bahwa
pernikahannya sah. Tetapi walaupun demikian
tidak dianjurkan bagi orang yang ingin menikah

3

untuk menggunakan alat teknologi seperti yang
diterangkan di atas kecuali dalam keadaan
terpaksa dan darurat, hal itu untuk sifat kehatihatian di dalam melakukan pernikahan karena
berhubungan dengan kehormatan seseorang.
Selain keterangan yang diuraikan diatas, Menikah
lewat telepon atau internet juga tidak sesuai
dengan dalil-dalil syar’i sebagai berikut :
a. Nikah itu termasuk ibadah. Karena itu,
pelaksanaan nikah harus sesuai dengan
tuntunan Al-Qur’an dan sunah Nabi yang
shahih, berdasarkan kaidah hukum :

‫ص ر‬
‫م‬
‫ل هفي ا ل دعهعبا د عةه ع‬
‫حعر ا ن‬
‫ادل ع د‬

“pada dasarnya ibadah itu haram.”
Artinya, dalam masalah ibadah, manusia tidak
boleh membuat-buat (merekayasa) aturan
sendiri.
b. Nikah merupakan peristiwa yang sangat
penting dalam kehidupan manusia, dan itu
bukanlah sembarang akad, tetapi merupakan
akad yang mengandung sesuatu yang sakral
dan syiar islam serta tanggung jawab yang
berat bagi suami istri, sebagaimana firman
Allah dalam surat An-nisa :21
“...dan
mereka
(isteri-isterimu)
Telah
mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.”
(Q.S An-nisa : 21)
c. Nikah lewat telepon dan internet mengandung
resiko tinggi berupa kemungkinan adanya
penyalahgunaan atau penipuan (gharar atau
khida’),
dan
dapat
pula
menimbulkan
keraguan (cafused atau syak), apakah telah
terpenuhi atau tidak rukun-rukun dan syaratsyarat nikahnya dengan baik. Salah satu
syarat yang harus dipenuhi yaitu hadir dalam
tempat yang sama
Dikhawatirkan jika akad dilaksanakan jarak
jauh maka akan terjadi manipulasi. Misalnya
suaranya di dubbing ataupun gambarnya dan
backgroundnya
tidak
sesuai
dengan
kenyataan. Hal ini akan merugikan pihak
perempuan.
Karena
perempuan
harus
dihormati, islam mengajarkan itu. Dan yang
demikian itu tidak sesuai dengan hadits Nabi
atau kaidah fiqih. Hadits Nabi saw

‫ما عل ي عره ي دب ر ع‬
‫ما ي عره ي دب ر ع‬
‫ك‬
‫ك ا هعلى ع‬
‫د عع د ع‬

“Tinggalkanlah sesuatu yang merugikan
engkau, (berpeganglah) dengan sesuatu yang
tidak merugikan engkau.”
Dan tidak sesuai dengan kaidah fiqih :

‫ح‬
‫م ع‬
‫م ع‬
‫فا ه‬
‫م ع ععلى ع‬
‫قد ل ن‬
‫ب ا لد ع‬
‫سد ه ر‬
‫د عدرع ر ا ل د ع‬
‫م ع‬
‫جل د ه‬
‫صا ل ه ه‬

“menghindari
mafsadah
(resiko)
harus
didahulukan atas usaha menarik (mencari)
maslahah.”

d. Dampak negatif yang akan timbul juga akan
lebih berbahaya lagi jika sudah punya anak.
Hak
waris
ataupun
hadlonahnya
akan
memberatkan dan juga membingungkan.
Kesimpulan:
Proses pernikahan dalam Islam mempunyai
aturan- aturan yang ketat. Sebuah akad
pernikahan yang sah harus terpenuhi rukun dan
syarat-syaratnya. Rukunnya adalah ijab dan
qabul, sedang syaratnya adalah ijin dari wali
perempuan dan kehadiran dua orang saksi. Ini
semuanya harus dilakukan dengan jelas dan
transparan, sehingga tidak ada unsur penipuan
dan pengelabuhan. Oleh karena itu, calon suami
atau wakilnya harus hadir di tempat, begitu juga
wali perempuan atau wakilnya harus hadir di
tempat, dan kedua saksipun harus hadir di
tempat untuk menyaksikan akad pernikahan.
Berdasarkan alasan diatas, menikah lewat
telepon itu tidak diperbolehkan dan tidak sah
menurut hukum islam, karena selain terdapat
kelemahan atau kekurangan dan keraguan dalam
memenuhi rukun-rukun nikah lewat dan syaratsyaratnya, dikecualikan bila semua rukun
terpenuhi walaupun berbeda tempat seperti via
teleconference. Wallahu A’lam.

B. HUKUM
CERAI
(TALAK)
ELEKTRONIK (SMS)

VIA

MEDIA

Seiring dengan perkembangan media komunikasi
saat ini, hubungan antar sesama manusiapun
mengalami pergeseran dan perubahan. Kalau
dahulu melakukan percakapan melalui dunia
maya masih berupa khayalan, maka sekarang
sebagian percakapan bahkan transaksi akad dan
yang lainnya dapat terselesaikan hanya dengan
memencet tombol-tombol yang ada di alat
komunikasi modern seperti telepon genggam
(HP), komputer, tablet dan alat sejenis lainnya
dengan memanfaatkan beragam aplikasi yang
ada di dalamnya. Dalam kenyataannya, kaum
muslimin tidak bisa dilepaskan dari penggunaan
media komunikasi ini. Dipastikan, sebagian besar
kaum muslimin tersentuh dengan perkembangan
komunikasi modern ini baik itu berupa layanan
pesan singkat (SMS), Email, Facebook, Skype,
WhatsApp dan puluhan aplikasi lainnya yang
menemani keakraban hubungan antar sesama
dalam kehidupan saat ini.
Akibatnya,
beberapa
bentuk
dan
model
komunikasi kontemporer yang terjadi lewat
media ini menimbulkan beragam masalah dalam
kehidupan kaum muslimin yang barang tentu
memerlukan kepastian hukum. Terutama yang
menyangkut dengan persoalan akad antara dua
orang atau lebih, baik itu yang berkaitan dengan
persoalan muamalat seperti : jual beli, sewa

4

menyewa ataupun yang berkaitan dengan
persoalan ahwal syakhsiyah dalam hal ini
pernikahan dan perceraian (talak) yang dapat
dijadikan sebagai contoh yang sangat menonjol.
Secara khusus, persoalan cerai (talak) semakin
marak terjadi dalam kehidupan kaum muslimin.
Dengan berbagai latar belakang masalah,
fenomena ini semakin kerap terjadi, bahkan
dalam
pasangan
suami
istri
yang
usia
pernikahannya baru seumur jagung. Fatalnya,
sebagian dari subyek dan obyek perceraian ini
buta, jahil dan sama sekali tidak mengerti
hukum-hakam yang berkaitan dengan perceraian
ini. Salah satunya ; adalah masalah kesahihan
dan keabsahan perceraian jika dilakukan melalui
media komunikasi modern, seperti : SMS, Email,
WhatsApp, Skype, Facebook dan yang lainnya.
Hal inilah yang menjadi kajian kita saat ini.
Beberapa Kaidah Penting dalam Perceraian
Sebelum, membahas masalah sah dan tidaknya
perceraian via media komunikasi modern, penulis
ingin mengingatkan beberapa kaidah penting
berkaitan dengan masalah ini :
Pertama : Hukum asalnya sebuah ikatan
pernikahan adalah tetap ada dan terjaga, selama
belum
ada
hal
yang
meyakinkan
dan
membuktikan secara jelas terjadinya perceraian.
Olehnya itu, jatuhnya sebuah perceraian haruslah
berdasarkan keyakinan dan bukti yang jelas.
Bahkan dalam hal lafadz yang digunakan dalam
perceraian para ulama membaginya menjadi dua;
lafadz Sharih (jelas dan dimengerti) dan lafadz
kinayah (samaran dan perlu penjelasan serta
pembuktian niat). Hal ini berlandaskan kaidah
fiqih (‫ )اليقين ل يزول بالشك‬yang berarti sebuah
keyakinan, dalam hal ini pernikahan dan halalnya
hubungan suami istri dengan akad yang shahih,
tidak dapat dihilangkan dengan adanya keraguan
yang membatalkan pernikahan itu.
Kedua : Perceraian tidak dapat dijadikan sebagai
bahan candaan, permainan dan senda gurau.
Karena peceraian dinyatakan sah jika lafadz
(kata/kalimat)
yang
digunakan
jelas
dan
dimengerti meskipun dengan niat bercanda dan
tidak dalam keadaan serius. Hal ini berdasarkan
riwayat hadits :

‫ النكحححاح والطَلقا‬: ‫دهن جحححد د وهزلهحححن جحححد د‬
‫ثل ن‬
‫ث جححح ل‬
‫والرجعة‬
Artinya : Ada tiga perkara, yang seriusnya
dianggap serius dan berguraunya dianggap
serius : nikah, cerai dan rujuk (HR. Tirmidzi, Abu
Dawud dan Ibnu Majah dari Sahabat Abu
Hurairah –Radhiyallahu’anhu-).
Imam al-Khattabi berkata : “Umumnya para
ulama bersepakat bahwa perceraian dengan
lafadz yang sharih (jelas) yang terucap dari lisan
seorang yang baligh dan berakal adalah sesuatu

yang sah secara hukum, dan tidak lagi
bermanfaat untuknya jika ia berkata : “Saya
hanya
bermain-main”
atau
“saya
hanya
bergurau” atau “Saya tidak meniatkannya cerai”
atau yang semisal dengannya”. (‘Aun al-Ma’bud,
6/188)
Ketiga : Jika terjadinya perceraian tidak dapat
dielakkan, maka hendaklah perceraian itu
dilakukan dengan cara dan proses yang baik dan
tidak meninggalkan kesan buruk. Sangatlah tidak
bijak jika perceraian antar sepasang suami dan
istri yang telah menjalani kehidupan bersama
dilakukan dengan cara yang kasar, mendadak
dan
menimbulkan
persangkaan-persangkaan
yang tidak baik bagi keduanya, keluarga suami
dan istri, apalagi bagi anak-anak yang banyak
menjadi korban akibat perceraian yang tidak
berlandaskan prinsip ihsan (kebaikan). Allah
Ta’ala berfirman yang artinya :
“Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu
boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf dan
menceraikan dengan cara yang baik”. (QS alBaqarah : 229).
Hukum Cerai via Media Komunikasi Modern
Para ulama kontemporer, membagi perceraian
melalui media komunikasi menjadi dua bagian
penting dari sisi cara penjatuhan talak , sebagai
berikut :
Pertama : Jika jatuhnya perceraian dilakukan
dengan pembicaraan langsung baik melalui
sambungan telepon, HP atau melalui jaringan
internet baik hanya berupa suara atau disertai
dengan wujudnya pihak yang berkomunikasi
dalam bentuk gambar (video call). Maka ketika
lafadz talak tersebut diucapkan oleh suami maka
secara syariat talak tersebut dinyatakan sebagai
talak yang sah. Hal ini berdasarkan beberapa
pertimbngan berikut :
1.

Dalam talak kehadiran seorang istri
(dalam
majlis
talak)
bukanlah
sebuah
kemestian. Artinya talak tersebut dikatakan
sah meskipun sang istri tidak mendengarkan
dan
menyaksikannya.
Begitujuga
talak
dikatakan sah meskipun sang istri tidak ridha
dan tidak menyetujuinya.

2.

Adanya saksi dalam perceraian bukanlah
sebuah persyaratan, hal ini berbeda dengan
akad pernikahan yang mewajibkan adanya dua
orang saksi. Olehnya itu, jika seorang suami
menelpon sang istri dan melafadzkan katakata talak secara jelas, maka talak tersebut
sah,
meskipun
tanpa
disaksikan
atau
didengarkan oleh pihak ketiga. Dalam kasus
ini, kepastian dan keyakinan bahwa sang
suami benar-benar telah menjatuhkan talak
menjadi
persyaratan
mutlak.
Dalam
pembicaraan jarak jauh, haruslah dipastikan

5

bahwa yang berbicara adalah suami yang
berhak menjatuhkan talak.
Kedua : Jika perceraian itu dilakukan dengan
tulisan, baik itu melalui Email, SMS, WhatsApp
ataupun aplikasi dan layanan lainnya, maka para
ulama mendudukkan masalah ini sama dengan
permasalahan perceraian melalui tulisan (atThalaq bi al- Kitabah). (lih: Mustajaddat Fiqhiyyah
fi Qadhaayaa az-Zawaaj wa at-Thalaaq, hal : 112)
Berkaitan masalah ini, maka mayoritas ulama
berpendapat jika ia menuliskan lafadz talak/cerai
baik secara sharih (jelas), seperti seorang suami
mengirimkan SMS kepada istrinya : “Saya
menceraikan/mentalak kamu” ataupun dengan
kinayah (kata samaran) seperti : “Saya telah
melepaskanmu” , maka jika disertai dengan niat
(menjatuhkan talak kepada istrinya) maka talak
tesebut dikategorikan sebagai talak yang sah. Hal
ini berdasarkan pertimbangan bahwa kedudukan
tulisan yang terdiri dari huruf-huruf yang
difahami bentuk dan maknanya sama dengan
kedudukan lafadz yang dilafadzkan oleh lisan.
Olehnya
itu,
Rasulullah
–Shallallahu’alaihi
wasallamtatkala
diperintahkan
untuk
menyampaikan risalahnya, maka selain beliau
menyampaikan ajakan secara lisan, beliau juga
menyampaikannya secara tulisan sebagaimana
surat-surat beliau yang dituliskan kepada Rajaraja yang berkuasa pada saat itu.
Jika ia menuliskan kata cerai atau talak baik
secara sharih ataupun kinayah tetapi tidak
disertai dengan niat, maka pendapat yang rajih
dalam masalah ini adalah talak tersebut tidaklah
dikategorikan
sebagai
talak
yang
sah,
dikarenakan penulisan yang dituliskan oleh
penulis bisa saja dimaksudkan untuk hal-hal yang
laindan bukan dimaksudkan untuk mentalak.
(lihat al-Mughni : 10/505).
Maka dalam persoalan perceraian dengan
menuliskan pesan, seperti lewat SMS dan yang
sejenis, adanya niat sang penulis (pengirim
pesan) menjadi persyaratan sah dan tidaknya
talak yang ia tuliskan. Begitu juga dengan
kepastian orang yang menulis dan mengirimkan
pesan, juga harus dijadikan sebagai landasan
yang kuat untuk menghukumi sah dan tidaknya
talak tersebut. Hal ini, tentunya sesuai dengan
kaidah yang pertama yang telah disebutkan di
atas.
Ulama empat madzhab sepakat bahwa kalimat
talak yang sharih (disampaikan secara tegas),
statusnya sah tanpa melihat niat suami yang
mengucapkannya, sebagaimana keterangan Ibnu
Qudamah.
Ibnul Mundzir menegaskan,

‫أجمع كل من أحفظ عنه من أهل العلم علححى أن جححد‬
‫الطَلقا وهزله سواء‬

Ulama yang saya ketahui sepakat bahwa serius
dan tidak serius dalam talak, statusnya sama (alIjma’, hlm. 24).

Talak juga tidak Harus Dilakukan di Hadapan Istri,
Ini berdasarkan hadis dari Fatimah bintu Qois,
ketika beliau dicerai oleh suaminya Abu Amr bin
Hafs. Fatimah menceritakan,

‫أع ع‬
ٌ،‫ب‬
‫ص ط عل ل ع‬
‫ح د‬
‫قهعححا ال دب عت لحح ع‬
‫ وعهرححوع غ عححائ ه ن‬, ‫ة‬
‫ن ع‬
‫ل‬
‫ن أعبا ع ع د‬
‫رو ب دحح ع‬
‫محح ه‬
‫فحح ل‬
‫ع‬
‫ع‬
‫ع‬
‫س ع‬
‫ه به ع‬
‫ل إلي دعها وع ه‬
‫فعأدر ع‬
‫كيل ر‬
‫شهعيرل‬
Bahwa Abu Amr bin Hafs menceraikan Fathimah
dengan talak 3, ketika Abu Amr tidak ada
bersamanya. Kemudian Abu Amr mengutus
seseorang untuk memberikan gandum ke
Fathimah.. (HR. Bukhari dan Muslim).
Jadi SMS dihukumi sebagaimana layaknya surat.
Sementara para ulama menegaskan bahwa
tulisan semakna dengan ucapan. Mengingat satu
kaidah baku, ‫الكتابة تنزل منزلة القول‬
“Tulisan statusnya sama dengan ucapan.”
Karena itulah para ulama sepakat bahwa talak
dengan tulisan hukumnya sah.
Sebagai penutup, Nasehat kepada para
suami yang memiliki hak cerai. Jika sekiranya
perceraian menjadi solusi yang terakhir bagi
pasangan
suami
istri,
setelah
melalui
pertimbangan yang matang dan mantap. Maka
hendaklah dilakukan dengan prinsip ihsan yaitu
dengan cara yang baik, bijak dan tidak
menimbulkan
kemudharatan
yang
besar.
Alangkah, tidak bijaknya jika anda menceraikan
“hanya” dengan untaian pesan yang anda
kirimkan kepada sang istri secara mendadak dan
tergesa-gesa. Padahal, ketika menikahinya anda
datang meminang serta melafadzkan akad nikah
dengan kata-kata yang baik, santun dan penuh
kesopanan. Maka seharusnya ketika cerai
menjadi pilihan, maka kata-kata yang baik dan
cara yang bijak itupun tentunya harus menjadi
pilihan. Semoga Allah mengkaruniakan kepada
kita keluarga yang sakinah, mawaddah dan
penuh rahmat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Al Imam Yahya Syarifuddin An-nawawi, Matan
Al-Arba’in An-nawawiyyah, (Surabaya: Al
Fatah, tth), hlm. 25.
2. Musthafa Abu Sulaiman an- Nadwy, Khifayatul
Akhyal…, hlm. 346.
3. Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul
Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqih Munakahat

6

4.

5.

6.
7.

8.

Khitbah, nikah dan talak, (Jakarta: Amzah,
2009), hlm. 44.
Sayyid Ahmad bin Umar asy- syathiry, Al
Yaqutun Nafis fi Madzhab Ibnu Idris, (Beirut :
Haramain, tth), hlm. 142-144
Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad
Al-Husaini, Khifayatul Akhyar(Kelengkapan
Orang Saleh), (Mesir: Maktabah al-Imam,
1996), hlm. 104-105.
Ibnu Rusyd, Terjemah Bidayatul Mujtahid juz 2,
( Semarang: Asy-Syfa, 1990), hlm. 374.
H.S.A. Alhamdani, Risalah Nikah Hukum
Perkawinan Islam, (Jakarta: Pustaka Amani,
1983), hlm. 41.
Musthafa Abu Sulaiman an-Nadwy, Kifayatul
Akhyar fy Ghayat al Ikhtishar, (Mesir :
Maktabah Iman, 1996), hlm. 346.

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

PENGARUH DOSIS LIMBAH MEDIA JAMUR TIRAM DAN KONSENTRASI LARUTAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) ABITONIK TERHADAP SEMAI KAYU MANIS [Cinnamomum camphora (l,) J. Presi]

12 141 2

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

EFEKTIVITAS PENGAJARAN BAHASA INGGRIS MELALUI MEDIA LAGU BAGI SISWA PROGRAM EARLY LEARNERS DI EF ENGLISH FIRST NUSANTARA JEMBER

10 152 10

FUNGSI DAN KEWENANGAN BADAN PENGAWAS PASAR MODAL (BAPEPAM) DALAM RANGKA PENEGAKAN HUKUM DI BURSA EFEK JAKARTA (BEJ)

5 65 215

Improving the Eighth Year Students' Tense Achievement and Active Participation by Giving Positive Reinforcement at SMPN 1 Silo in the 2013/2014 Academic Year

7 202 3

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG TENTANG PERKAWINAN

8 85 1

The Correlation between students vocabulary master and reading comprehension

16 145 49

Improping student's reading comprehension of descriptive text through textual teaching and learning (CTL)

8 140 133