Imamah makalah sastra . docx
BAB I
PENDAHULUAN
.1.1 LATAR BELAKANG
Tahukah Anda kapan sastra muncul atau lahir di Indonesia?
Jenis sastra seperti apa yang pertama ada di Indonesia?
Dalam makalah ini, Anda akan mempelajari sejarah sastra yang ada di Indonesia.
Menurut zamannya, sastra dapat dikelompokkan ke dalam beberapa periodesasi sastra.
Periodesasi sastra adalah pembagian sastra dalam beberapa periode atau beberapa zaman.
Penggolongan suatu karya sastra ke dalam suatu periode tertentu, tentu harus didasarkan
oleh ciri-ciri tertentu.
Setiap periode/angkatan sastra mempunyai ciri yang berbeda.
Ciri khas sastra setiap periode/angkatan merupakan gambaran dari masyarakatnya sebab
sastra merupakan hasil dari masyarakatnya.
Jika masyarakat berubah, sastranyapun akan berubah.
Berdasarkan pendapat itu, terjadilah penggolongan sastra atau periodisasi sastra
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana perbandingan sastra 45 dengan sastra 66 ?
1.3 TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui perbandingan sastra 45 dengan sastra 66
BAB II
PEMBAHASAN
.
A. RIWAYAT HIDUP
1. Riwayat Hidup Chairil Anwar
Chairil Anwar dilahirkan di Medan, 26 Julai 1922. Dia dibesarkan dalam keluarga yang cukup
berantakan. Kedua ibu bapanya bercerai, dan ayahnya berkahwin lagi. Selepas perceraian itu,
saat habis SMA, Chairil mengikut ibunya ke Jakarta. Semasa kecil di Medan, Chairil sangat
rapat dengan neneknya. Keakraban ini begitu memberi kesan kepada hidup Chairil.
Dalam hidupnya yang amat jarang berduka, salah satu kepedihan terhebat adalah saat neneknya
meninggal dunia. Chairil melukiskan kedukaan itu dalam sajak yang luar biasa pedih:
Bukan kematian benar yang menusuk kalbu/ Keridlaanmu menerima segala tiba/ Tak kutahu
setinggi itu atas debu/ Dan duka maha tuan bertahta
Sesudah nenek, ibu adalah wanita kedua yang paling Chairil puja. Dia bahkan terbiasa
membilang nama ayahnya, Tulus, di depan sang Ibu, sebagai tanda menyebelahi nasib si ibu.
Dan di depan ibunya, Chairil acapkali kehilangan sisinya yang liar. Beberapa puisi Chairil juga
menunjukkan kecintaannya pada ibunya.
Sejak kecil, semangat Chairil terkenal kedegilannya. Seorang teman dekatnya Sjamsul Ridwan,
pernah membuat suatu tulisan tentang kehidupan Chairil Anwar ketika semasa kecil. Menurut
dia, salah satu sifat Chairil pada masa kanak-kanaknya ialah pantang dikalahkan, baik pantang
kalah dalam suatu persaingan, maupun dalam mendapatkan keinginan hatinya. Keinginan dan
hasrat untuk mendapatkan itulah yang menyebabkan jiwanya selalu meluap-luap, menyala-nyala,
boleh dikatakan tidak pernah diam.
Rakannya, Jassin pun punya kenangan tentang ini. “Kami pernah bermain bulu tangkis bersama,
dan dia kalah. Tapi dia tak mengakui kekalahannya, dan mengajak bertanding terus. Akhirnya
saya kalah. Semua itu kerana kami bertanding di depan para gadis.”
Wanita adalah dunia Chairil sesudah buku. Tercatat nama Ida, Sri Ayati, Gadis Rasyid, Mirat, dan
Roosmeini sebagai gadis yang dikejar-kejar Chairil. Dan semua nama gadis itu bahkan masuk ke
dalam puisi-puisi Chairil. Namun, kepada gadis Karawang, Hapsah, Chairil telah menikahinya.
Pernikahan itu tak berumur panjang. Disebabkan kesulitan ekonomi, dan gaya hidup Chairil yang
tak berubah, Hapsah meminta cerai. Saat anaknya berumur 7 bulan, Chairil pun menjadi duda.
Tak lama setelah itu, pukul 15.15 WIB, 28 April 1949, Chairil meninggal dunia. Ada beberapa
versi tentang sakitnya. Tapi yang pasti, TBC kronis dan sipilis.
Umur Chairil memang pendek, 27 tahun. Tapi kependekan itu meninggalkan banyak hal bagi
perkembangan kesusasteraan Indonesia. Malah dia menjadi contoh terbaik, untuk sikap yang
tidak bersungguh-sungguh di dalam menggeluti kesenian. Sikap inilah yang membuat anaknya,
Evawani Chairil Anwar, seorang notaris di Bekasi, harus meminta maaf, saat mengenang
kematian ayahnya, di tahun 1999, “Saya minta maaf, karena kini saya hidup di suatu dunia yang
bertentangan dengan dunia Chairil Anwar.”
2. Riwayat Hidup NH. Din
Nama Nh. Dini merupakan singkatan dari Nurhayati Srihardini. Nh. Dini dilahirkan pada
tanggal 29 Februari 1936 di Semarang, Jawa Tengah. Ia adalah anak kelima (bungsu) dari empat
bersaudara. Ayahnya, Salyowijoyo, seorang pegawai perusahaan kereta api. Ibunya bernama
Kusaminah. Bakat menulisnya tampak sejak berusia sembilan tahun. Pada usia itu ia telah
menulis karangan yang berjudul “Merdeka dan Merah Putih”. Tulisan itu dianggap
membahayakan Belanda sehingga ayahnya harus berurusan dengan Belanda. Namun, setelah
mengetahui penulisnya anak-anak, Belanda mengalah.
Dini bercita-cita menjadi dokter hewan. Namun, ia tidak dapat mewujudkan cita-cita itu karena
orang tuanya tidak mampu membiayainya. Ia hanya dapat mencapai pendidikannya sampai
sekolah menengah atas jurusan sastra. Ia mengikuti kursus B1 jurusan sejarah (1957). Di
samping itu, ia menambah pengetahuan bidang lain, yaitu menari Jawa dan memainkan gamelan.
Meskipun demikian, ia lebih berkonsentrasi pada kegiatan menulis. Hasil karyanya yang berupa
puisi dan cerpen dimuat dalam majalah Budaya dan Gadjah Mada di Yogyakarta (1952), majalah
Mimbar Indonesia, dan lembar kebudayaan Siasat. Pada tahun 1955 ia memenangkan sayembara
penulisan naskah sandiwara radio dalam Festival Sandiwara Radio di seluruh Jawa Tengah.
Kegiatan lain yang dilakukannya ialah mendirikan perkumpulan seni Kuncup Mekar bersama
kakaknya.Kegiatannya ialah karawitan dan sandiwara. Nh. Dini juga bekerja, yaitu di RRI
Semarang, tetapi tidak lama. Kemudian, ia bekerja di Jakarta sebagai pramugari GIA (1957—
1960).
Pada tahun 1960 Dini menikah dengan seorang diplomat Prancis yang bernama Yves Coffin. Ia
mengikuti tugas suaminya di Jepang, Prancis, dan Amerika Serikat. Karena bersuamikan orang
Prancis, Dini beralih warga negaranya menjadi warga negara Prancis. Dari perkawinannya itu
Dini mempunyai dua orang anak, yaitu Marie Claire Lintang dan Louis Padang. Terhadap kedua
anaknya itu, Dini memeberi kebebasan budaya yang akan dianut dan bahasa yang akan
dipelajari. Untuk mengajarkan budaya Indonesia, Dini menyuruh anaknya mendengarkan musik
Indonesia, terutama gamelan Jawa, Bali, dan Sunda serta melatihnya menari.
Pada tahun 1984 Dini bercerai dengan suaminya. Pada tahun 1985 kembali ke Indonesia
dan menjadi warga negara Indonesia. Ia memutuskan kembali ke kampung halamannya dan
melanjutkan menulis serta mendirikan taman bacaan anak-anak yang bernama Pondok Baca
N.H. Dini yang beralamat di Perumahan Beringin Indah, jalan Angsana No. 9, Blok A-V
Ngalian, Semarang 50159,Jawa Tengah.
Pengalaman menjadi istri diplomat memperkaya pengetahuannya sehingga banyak
mempengaruhi karya-karyanya, seperti karyanya yang berlatar kehidupan Jepang, Eropa, dan
Amerika.
Sebagai pengarang, Nh. Dini termasuk salah satu pengarang yang kreatif. Banyak karya yang
telah ditulisnya, baik itu puisi, cerpen, maupun novel. Karya puisi yang telah ditulisnya ialah
“Februari” (1956), “Pesan Ibu” (1956), “Kapal di Pelabuhan Semarang” (1956),
“Kematian” (1968), “Berdua” (1958), “Surat Kepada Kawan” (1964), “Bertemu
Kembali” (1964), “Dari Jendela” (1966), “Sahabat” (1968), “Kotaku” (1968),
“Penggembala” (1968), “Terpendam” (1969), “Pulau yang Ditinggal” (1969),
“Bulan di Abad yang Akan Datang” (1969), “Anakku Bertanya” (1969), “Tetangga”
(1970), “Kelahiran “ (1970), “Burung Kecil” (1970), “Pagi Bersalju” (1970),
“Sesaudara” (1970), “Jam Berdentang” (1970), “Musim Gugur di Hutan” (1970)
“Penyapu Jalan di Paris” (1970), “Yang Telah Pergi”(1970), “Rinduku” (1970). “Tak
Ada yang Kulupa” (1971), Le havre” (1971), “Paeis yang Kukenal” (1971), “Mimpi”
(1971), “Dua yang Pokok” (1971), dan “Kemari Dekatkan Kursimu” (1971).
Cerita pendek yang ditulisnya terkumpul dalam tiga kumpulan cerita pendek, yaitu Dua Dunia
(1956), Tuileries (1982), serta Segi dan Garis (1983). Kumpulan cerpen Dua Dunia terdiri atas
tujuh cerpen, yaitu “Dua Dunia”, “Istri Prajurit”, “Djatayu”, “Kelahiran”,
“Pendurhaka”, “Perempuan Warung, dan “Penemuan”. Kumpulan cerpen Tuileries
terdiri atas dua belas cerpen, yaitu “Tuileries”, “Kucing”, “Pabrik”, “Hari Larut di
Kampung Borjuis”, “Kalipasir”, “Jenazah”, “Pencakar Langit”, “Matinya Sebuah
Pulau”, “Pasir Hewan”, “Burung Putih”, “Tanah yang Terjanjikan”, dan “Warga
Kota”.Kumpulan cerpen Segi dan Garis terdiri atas dua belas cerpen, yaitu “Di Langit di
Hati”, “Di Pondok Salju”, “Hujan”, “Ibu Jeantte”, “Janda Muda”,
“Kebahagiaan”, “Keluar Tanah Air”, “Pandanaran”, “Penanggung Jawab Candi”,
“Perjalanan”, “Sebuah Teluk””, dan “Wanita Siam”. Kumpulan cerpen yang lain
ialah Liar (1989) (perubahan judul kumpulan cerpen Dua Dunia) dan Istri Konsul (1989)
Novel yang telah ditulisnya ialah Dua Dunia, (1956), Hati yang Damai (1961), Pada Sebuah
Kapal (1972), La Barka (1975), Namaku Hiroko (1977), Keberangkatan (1977), Sebuah Lorong
di Kotaku (1978), Langit dan Bumi Sahabat Kami (1979), Padang Ilalang di Belakang Rumah
(1979), Sekayu (1981), Kuncup Berseri (1982), Orang-Orang Trans (1985), Pertemuan Dua hati
(1986), Jalan Bandungan (1989), Tirai Menurun (1993), dan Kemayoran (2000).
Karya lain yang ditulisnya ialah Pangeran dari Negeri Seberang (Biografi penyair Amir
Hamzah) (1981), Dongeng dari Galia Jilid I dan II (cerita rakyat Prancis) (1981), Peri Polybotte
(cerita rakyat Prancis) (1983), dan Sampar (novel terjemahan dari La Peste karya Albert Camus)
(1985).
Penghargaan yang telah diperolehnya ialah hadia kedua untuk cerpennya “Di Pondok Salju”
yang dimuat dalam majalah Sastra (1963), hadiah lomba cerpen majalah Femina (1980), dan
hadiah kesatu dalam lomba mengarang cerita pendek dalam bahasa Prancis yang
diselenggarakan oleh Le Monde dan Radio Frence Internasionale (1987)
B.PERBANDINGAN
Sastra Indonesia Masa Perkembangan (1945–Sekarang)
Pada masa ini, Indonesia sudah merdeka sehingga tidak bergantung lagi kepada bangsa lain.
Situasi ini tentunya berpengaruh terhadap perkembangan karya sastra pada masa itu.
a. Periode 1945
Pengarang yang ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia merdeka pada waktu itu
adalah Chairil Anwar, Idrus, Asrul Sani, Usmar Ismail dan lain-lain. Rosihan Anwar memberikan
nama kepada mereka sebagai pengarang Angkatan '45. Penamaan ini dimuat dalam majalah
Siasat. Sastrawan yang menjadi pelopor dalam bidang puisi pada periode ini ialah Chairil Anwar.
Adapun pelopor dalam bidang prosa adalah Idrus.
Karya sastra Angkatan '45 mempunyai ciri-ciri tertentu, misalnya bentuknya agak bebas dan
isinya menampilkan suatu realita. Pujangga yang karyanya menjadi penghubung dalam masa ini
adalah Armijn Pane dan El Hakim.
Karya-karya Angkatan '45 dipengaruhi pujangga-pujangga Belanda dan dunia, misalnya Rusia,
Italia, Prancis, dan Amerika.
Karya sastra dan pengarang Angkatan '45, di antaranya:
1) Chairil Anwar karyanya Kerikil Tajam, dan Deru Campur Debu;
2) Idrus karyanya Surabaya dan Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma;
3) Asrul Sani karyanya Tiga Menguak Takdir, bentuk cerpennya: Panen, Bola Lampu; Museum;
Perumahan bagi Fadrija Navari, Si Penyair Belum Pulang, Sahabat Saya Cordiza, Beri Aku
Rumah, Surat dari Ibu, Elang Laut, dan Orang dalam Perahu;
4) Usmar Ismail karyanya Permintaan Terakhir (cerpen), Asoka Mala Dewi (cerpen), Puntung
Berasap (kumpulan sajak), Sedih dan Gembira (kumpulan drama), Mutiara dari Nusa Laut
(drama), Tempat yang Kosong, Mekar Melati, Pesanku (sandiwara radio), dan Ayahku Pulang
(sandiwara saduran).
b.Sastra Indonesia Masa Perkembangan 1966
Ada dua peristiwa yang penting di Indonesia, yakni peristiwa 1945 dan peristiwa 1966.
Peristiwa 1945 merupakan momentumnya kemerdekaan. Hal sebagaimana dilontarkan penyair
Chairil Anwar yang berontak terhadap penjajahan Jepang pada 1943. Ia melahirkan puisi yang
berisi semangat aku ini binatang jalang, dari kumpulannya terbuang. Adapun peristiwa 1966
Pada periode momentumnya menegakkan keadilan.
Beberapa pengarang Angakatan ‘66 dan karyanya adalah sebagai berikut:
1) Mohamad Ali karyanya 58 Tragedi, Siksa dan Bayangan; Persetujuan dengan Iblis, Kubur Tak
Bertanda, serta Hitam atas Putih;
2) Toto Sudarto Bahtiar karyanya Suara dan Etsa;
3) Alexander Leo karyanya Orang yang Kembali;
4) Nh. Dini karyanya Dua Dunia; Hati yang Damai; dan Pada Sebuah Kapal.
KRAWANG-BEKASI
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
BAB IV
ISI
A. Angkatan ’50 (1953-1966)
ini, sifat revolusioner berapi-api penuh semangat seperti pada Angkatan 45 telah mereda.
Periode ini merupakan periode sastra yang subur dengan karya sastra, baik prosa, puisi,
maupun drama.
Dalam dunia puisi, muncul nama Ramadhan K.H. dengan membawa corak romantik. Selain itu,
terdapat sastrawan seperti W.S. Rendra, Sapardi Djoko Damono, Toto Sudarto Bachtiar, dan
Kirdjo Mulyo. Tema yang diangkat pada periode ini adalah masalah-masalah kemasyarakatan,
masalah masyarakatnya sendiri yang kadang kala tidak dapat dipisahkan dengan warna
kedaerahan.
Pada masa ini, politik dijadikan panglima, sebab itu puisi juga diabdikan kepada politik.
Sastrawan terbagi berdasarkan aliran politik mereka.
B.
Angkatan ’66 (1966-1970)
Angkatan ’66 mula-mula diperkenalkan oleh H.B. Jassin dalam bukunya yang berjudul
Angkatan ’66 dan ditandai dengan terbitnya majalah sastra Horison.
Pengarang yang produktif pada masa ini adalah Taufik Ismail, Goenawan Mohammad, Mansur
Samin, Bur Ruswanto, dan lain-lain. Karya-karya sastra yang diterbitkan pada masa ini di
antaranya adalah Pagar Kawat Berduri karya Toha Mochtar dan Tirani (kumpulan puisi) karya
Taufik Ismail.
1.CIRI-CIRI KESUSASTRAAN TAHUN 45 dan TAHUN 66
A. Periode ‘45
Disebut juga sebagai Angkatan Chairil Anwar kerna perjuangan Chairil Anwar dalam
melahirkan angkatan ’45 ini. Disebut juga sebagai angkatan kemerdekaan karna dilahirkan pada
tahun Indonesia memproklamirkan kemerdekaan.
Contoh ciri-ciri dan karya penting pada periode ‘45
Ciri-ciri
karya
Aku
Tiga Menguak
Bebas
Takdir
Individualistis
Universitalitas
realitas
Atheis
Dari Ave Maria ke
Jalan Lain Roma
Surat Kertas Hijau
dan Wajah Tak
Bernam
pengarang
Chairil Anwar
Chairil Anwar,
Asrul Sani, Riayi Apin
Achdiat Karta
Mihardja
Idrus
Sitor Situmorang
Angkatan ‘66
Nama Ankatan ’66 dicetuskan oleh Hans Bague Jassin melalui bukunya yang berjudul Angkatan
’66 bersamaan dengan kondisi politik Indonesia yan tengah kacau akibat PKI.
Contoh ciri-ciri karya penting pada Angkatan ‘66
Ciri-ciri
Karya
Kebanyakan tentang
protes terhadap social
dan politik
Mulai dikenal gaya
epic pada puisi
Banyak
penggunaan gaya
retorik dan slogan
pengarang
Pagar Kawat
Berduri
Tirani dan Benteng
Toha Mochtar
Pariksit
Goenawan
Mohammad
Umar Kayam
Para Priayi
Mata Pisau dan
Peluru Kertas
Taufiq Ismail
Supardi Joko
Damono
Cerita dengan
berlatar perang
2.PERBEDAAN KESUSASTRAAN TAHUN 45 DAN TAHUN 66
Perbedaan angkatan 45 dan 66 :
1. Lahir karena politik tidak memperhitungkan politik lahir karena
politik,memperhitungkan politik.
2. Karyanya bernadakan perjuangan sedangkan angkatan 66 bernadakan
keadilan dunia.
3. angkatan 45 beriorientasi kepada pengarang dunia sedangkan angkatan 66
lahir akibat penindasan HAM.
4. Angkatan 45 karyanya bersifat ekspresi puisi dan realis skeptis sedangkan
angkatan 66 karyanya bersifat realis,aturalisme dan eksstensionalisme.
5. Angkatan 45 merupakan nama kumpulan sastrawan saja sedangkan anagkatan
66 bukan hanya kumpulan sastrawan melainkan juga budayawan,seniman,
dan pelukis
BAB V
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Secara umum faktor-faktor faktor yang melatarbelakangi lahirnya angkatan 66 adalah
karena situasi politik pada waktu itu,pada tahun 66 di dominasi oleh jiwa pancasilalis,setelah
keberhasilan penumpasan pemberontakan PKI oleh TNI pada waktu itu, namun ada juga warna
tradisional yang menceritakan tentangkebudayaan disuatu wilayah sedangakan pada angkatan 45
puisi dan novel masih dominan dipergunakan oleh para sastrawan pujangga baru angkatan ’45
untuk mengekspresikan karya yang ada. Para sastrawan pujangga angkatan ’45 lebih
menggambarkan keadaan jaman tersebut dengan berbagai keadaan sebelumnya. Para sastrawan
ini berani menciptakan sebuah aturan baru dalam dunia sastra yang lepas dari aturan yang lebih
mengikat diangkatan sebelumnya, walaupun sebelumnya aturan ini ditentang tetapi lambat laun
dapat diterima. Tetapi, masih ada ikatan atau keterkaitan tema – tema yang digunakan dalam
karya satra pujangga baru. Misalnya, tentang tema kawin paksa dan tema yang lain, meskipun
ada tema baru yang di angkat. Pencetus pujangga angkatan ’45 adalah Rosihan Anwar yang
karyanya dimuat dalam majalah Gelanggang. Setelah itu diikuti oleh para pujangga – pujangga
baru
B.SARAN
Bagi mahasiswa diharapkan dapat memahami mendalam tebtang sastra dan perkembangannya
sehingga dalam memberikan pembelajaran sastra lebih maksimal
PENDAHULUAN
.1.1 LATAR BELAKANG
Tahukah Anda kapan sastra muncul atau lahir di Indonesia?
Jenis sastra seperti apa yang pertama ada di Indonesia?
Dalam makalah ini, Anda akan mempelajari sejarah sastra yang ada di Indonesia.
Menurut zamannya, sastra dapat dikelompokkan ke dalam beberapa periodesasi sastra.
Periodesasi sastra adalah pembagian sastra dalam beberapa periode atau beberapa zaman.
Penggolongan suatu karya sastra ke dalam suatu periode tertentu, tentu harus didasarkan
oleh ciri-ciri tertentu.
Setiap periode/angkatan sastra mempunyai ciri yang berbeda.
Ciri khas sastra setiap periode/angkatan merupakan gambaran dari masyarakatnya sebab
sastra merupakan hasil dari masyarakatnya.
Jika masyarakat berubah, sastranyapun akan berubah.
Berdasarkan pendapat itu, terjadilah penggolongan sastra atau periodisasi sastra
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana perbandingan sastra 45 dengan sastra 66 ?
1.3 TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui perbandingan sastra 45 dengan sastra 66
BAB II
PEMBAHASAN
.
A. RIWAYAT HIDUP
1. Riwayat Hidup Chairil Anwar
Chairil Anwar dilahirkan di Medan, 26 Julai 1922. Dia dibesarkan dalam keluarga yang cukup
berantakan. Kedua ibu bapanya bercerai, dan ayahnya berkahwin lagi. Selepas perceraian itu,
saat habis SMA, Chairil mengikut ibunya ke Jakarta. Semasa kecil di Medan, Chairil sangat
rapat dengan neneknya. Keakraban ini begitu memberi kesan kepada hidup Chairil.
Dalam hidupnya yang amat jarang berduka, salah satu kepedihan terhebat adalah saat neneknya
meninggal dunia. Chairil melukiskan kedukaan itu dalam sajak yang luar biasa pedih:
Bukan kematian benar yang menusuk kalbu/ Keridlaanmu menerima segala tiba/ Tak kutahu
setinggi itu atas debu/ Dan duka maha tuan bertahta
Sesudah nenek, ibu adalah wanita kedua yang paling Chairil puja. Dia bahkan terbiasa
membilang nama ayahnya, Tulus, di depan sang Ibu, sebagai tanda menyebelahi nasib si ibu.
Dan di depan ibunya, Chairil acapkali kehilangan sisinya yang liar. Beberapa puisi Chairil juga
menunjukkan kecintaannya pada ibunya.
Sejak kecil, semangat Chairil terkenal kedegilannya. Seorang teman dekatnya Sjamsul Ridwan,
pernah membuat suatu tulisan tentang kehidupan Chairil Anwar ketika semasa kecil. Menurut
dia, salah satu sifat Chairil pada masa kanak-kanaknya ialah pantang dikalahkan, baik pantang
kalah dalam suatu persaingan, maupun dalam mendapatkan keinginan hatinya. Keinginan dan
hasrat untuk mendapatkan itulah yang menyebabkan jiwanya selalu meluap-luap, menyala-nyala,
boleh dikatakan tidak pernah diam.
Rakannya, Jassin pun punya kenangan tentang ini. “Kami pernah bermain bulu tangkis bersama,
dan dia kalah. Tapi dia tak mengakui kekalahannya, dan mengajak bertanding terus. Akhirnya
saya kalah. Semua itu kerana kami bertanding di depan para gadis.”
Wanita adalah dunia Chairil sesudah buku. Tercatat nama Ida, Sri Ayati, Gadis Rasyid, Mirat, dan
Roosmeini sebagai gadis yang dikejar-kejar Chairil. Dan semua nama gadis itu bahkan masuk ke
dalam puisi-puisi Chairil. Namun, kepada gadis Karawang, Hapsah, Chairil telah menikahinya.
Pernikahan itu tak berumur panjang. Disebabkan kesulitan ekonomi, dan gaya hidup Chairil yang
tak berubah, Hapsah meminta cerai. Saat anaknya berumur 7 bulan, Chairil pun menjadi duda.
Tak lama setelah itu, pukul 15.15 WIB, 28 April 1949, Chairil meninggal dunia. Ada beberapa
versi tentang sakitnya. Tapi yang pasti, TBC kronis dan sipilis.
Umur Chairil memang pendek, 27 tahun. Tapi kependekan itu meninggalkan banyak hal bagi
perkembangan kesusasteraan Indonesia. Malah dia menjadi contoh terbaik, untuk sikap yang
tidak bersungguh-sungguh di dalam menggeluti kesenian. Sikap inilah yang membuat anaknya,
Evawani Chairil Anwar, seorang notaris di Bekasi, harus meminta maaf, saat mengenang
kematian ayahnya, di tahun 1999, “Saya minta maaf, karena kini saya hidup di suatu dunia yang
bertentangan dengan dunia Chairil Anwar.”
2. Riwayat Hidup NH. Din
Nama Nh. Dini merupakan singkatan dari Nurhayati Srihardini. Nh. Dini dilahirkan pada
tanggal 29 Februari 1936 di Semarang, Jawa Tengah. Ia adalah anak kelima (bungsu) dari empat
bersaudara. Ayahnya, Salyowijoyo, seorang pegawai perusahaan kereta api. Ibunya bernama
Kusaminah. Bakat menulisnya tampak sejak berusia sembilan tahun. Pada usia itu ia telah
menulis karangan yang berjudul “Merdeka dan Merah Putih”. Tulisan itu dianggap
membahayakan Belanda sehingga ayahnya harus berurusan dengan Belanda. Namun, setelah
mengetahui penulisnya anak-anak, Belanda mengalah.
Dini bercita-cita menjadi dokter hewan. Namun, ia tidak dapat mewujudkan cita-cita itu karena
orang tuanya tidak mampu membiayainya. Ia hanya dapat mencapai pendidikannya sampai
sekolah menengah atas jurusan sastra. Ia mengikuti kursus B1 jurusan sejarah (1957). Di
samping itu, ia menambah pengetahuan bidang lain, yaitu menari Jawa dan memainkan gamelan.
Meskipun demikian, ia lebih berkonsentrasi pada kegiatan menulis. Hasil karyanya yang berupa
puisi dan cerpen dimuat dalam majalah Budaya dan Gadjah Mada di Yogyakarta (1952), majalah
Mimbar Indonesia, dan lembar kebudayaan Siasat. Pada tahun 1955 ia memenangkan sayembara
penulisan naskah sandiwara radio dalam Festival Sandiwara Radio di seluruh Jawa Tengah.
Kegiatan lain yang dilakukannya ialah mendirikan perkumpulan seni Kuncup Mekar bersama
kakaknya.Kegiatannya ialah karawitan dan sandiwara. Nh. Dini juga bekerja, yaitu di RRI
Semarang, tetapi tidak lama. Kemudian, ia bekerja di Jakarta sebagai pramugari GIA (1957—
1960).
Pada tahun 1960 Dini menikah dengan seorang diplomat Prancis yang bernama Yves Coffin. Ia
mengikuti tugas suaminya di Jepang, Prancis, dan Amerika Serikat. Karena bersuamikan orang
Prancis, Dini beralih warga negaranya menjadi warga negara Prancis. Dari perkawinannya itu
Dini mempunyai dua orang anak, yaitu Marie Claire Lintang dan Louis Padang. Terhadap kedua
anaknya itu, Dini memeberi kebebasan budaya yang akan dianut dan bahasa yang akan
dipelajari. Untuk mengajarkan budaya Indonesia, Dini menyuruh anaknya mendengarkan musik
Indonesia, terutama gamelan Jawa, Bali, dan Sunda serta melatihnya menari.
Pada tahun 1984 Dini bercerai dengan suaminya. Pada tahun 1985 kembali ke Indonesia
dan menjadi warga negara Indonesia. Ia memutuskan kembali ke kampung halamannya dan
melanjutkan menulis serta mendirikan taman bacaan anak-anak yang bernama Pondok Baca
N.H. Dini yang beralamat di Perumahan Beringin Indah, jalan Angsana No. 9, Blok A-V
Ngalian, Semarang 50159,Jawa Tengah.
Pengalaman menjadi istri diplomat memperkaya pengetahuannya sehingga banyak
mempengaruhi karya-karyanya, seperti karyanya yang berlatar kehidupan Jepang, Eropa, dan
Amerika.
Sebagai pengarang, Nh. Dini termasuk salah satu pengarang yang kreatif. Banyak karya yang
telah ditulisnya, baik itu puisi, cerpen, maupun novel. Karya puisi yang telah ditulisnya ialah
“Februari” (1956), “Pesan Ibu” (1956), “Kapal di Pelabuhan Semarang” (1956),
“Kematian” (1968), “Berdua” (1958), “Surat Kepada Kawan” (1964), “Bertemu
Kembali” (1964), “Dari Jendela” (1966), “Sahabat” (1968), “Kotaku” (1968),
“Penggembala” (1968), “Terpendam” (1969), “Pulau yang Ditinggal” (1969),
“Bulan di Abad yang Akan Datang” (1969), “Anakku Bertanya” (1969), “Tetangga”
(1970), “Kelahiran “ (1970), “Burung Kecil” (1970), “Pagi Bersalju” (1970),
“Sesaudara” (1970), “Jam Berdentang” (1970), “Musim Gugur di Hutan” (1970)
“Penyapu Jalan di Paris” (1970), “Yang Telah Pergi”(1970), “Rinduku” (1970). “Tak
Ada yang Kulupa” (1971), Le havre” (1971), “Paeis yang Kukenal” (1971), “Mimpi”
(1971), “Dua yang Pokok” (1971), dan “Kemari Dekatkan Kursimu” (1971).
Cerita pendek yang ditulisnya terkumpul dalam tiga kumpulan cerita pendek, yaitu Dua Dunia
(1956), Tuileries (1982), serta Segi dan Garis (1983). Kumpulan cerpen Dua Dunia terdiri atas
tujuh cerpen, yaitu “Dua Dunia”, “Istri Prajurit”, “Djatayu”, “Kelahiran”,
“Pendurhaka”, “Perempuan Warung, dan “Penemuan”. Kumpulan cerpen Tuileries
terdiri atas dua belas cerpen, yaitu “Tuileries”, “Kucing”, “Pabrik”, “Hari Larut di
Kampung Borjuis”, “Kalipasir”, “Jenazah”, “Pencakar Langit”, “Matinya Sebuah
Pulau”, “Pasir Hewan”, “Burung Putih”, “Tanah yang Terjanjikan”, dan “Warga
Kota”.Kumpulan cerpen Segi dan Garis terdiri atas dua belas cerpen, yaitu “Di Langit di
Hati”, “Di Pondok Salju”, “Hujan”, “Ibu Jeantte”, “Janda Muda”,
“Kebahagiaan”, “Keluar Tanah Air”, “Pandanaran”, “Penanggung Jawab Candi”,
“Perjalanan”, “Sebuah Teluk””, dan “Wanita Siam”. Kumpulan cerpen yang lain
ialah Liar (1989) (perubahan judul kumpulan cerpen Dua Dunia) dan Istri Konsul (1989)
Novel yang telah ditulisnya ialah Dua Dunia, (1956), Hati yang Damai (1961), Pada Sebuah
Kapal (1972), La Barka (1975), Namaku Hiroko (1977), Keberangkatan (1977), Sebuah Lorong
di Kotaku (1978), Langit dan Bumi Sahabat Kami (1979), Padang Ilalang di Belakang Rumah
(1979), Sekayu (1981), Kuncup Berseri (1982), Orang-Orang Trans (1985), Pertemuan Dua hati
(1986), Jalan Bandungan (1989), Tirai Menurun (1993), dan Kemayoran (2000).
Karya lain yang ditulisnya ialah Pangeran dari Negeri Seberang (Biografi penyair Amir
Hamzah) (1981), Dongeng dari Galia Jilid I dan II (cerita rakyat Prancis) (1981), Peri Polybotte
(cerita rakyat Prancis) (1983), dan Sampar (novel terjemahan dari La Peste karya Albert Camus)
(1985).
Penghargaan yang telah diperolehnya ialah hadia kedua untuk cerpennya “Di Pondok Salju”
yang dimuat dalam majalah Sastra (1963), hadiah lomba cerpen majalah Femina (1980), dan
hadiah kesatu dalam lomba mengarang cerita pendek dalam bahasa Prancis yang
diselenggarakan oleh Le Monde dan Radio Frence Internasionale (1987)
B.PERBANDINGAN
Sastra Indonesia Masa Perkembangan (1945–Sekarang)
Pada masa ini, Indonesia sudah merdeka sehingga tidak bergantung lagi kepada bangsa lain.
Situasi ini tentunya berpengaruh terhadap perkembangan karya sastra pada masa itu.
a. Periode 1945
Pengarang yang ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia merdeka pada waktu itu
adalah Chairil Anwar, Idrus, Asrul Sani, Usmar Ismail dan lain-lain. Rosihan Anwar memberikan
nama kepada mereka sebagai pengarang Angkatan '45. Penamaan ini dimuat dalam majalah
Siasat. Sastrawan yang menjadi pelopor dalam bidang puisi pada periode ini ialah Chairil Anwar.
Adapun pelopor dalam bidang prosa adalah Idrus.
Karya sastra Angkatan '45 mempunyai ciri-ciri tertentu, misalnya bentuknya agak bebas dan
isinya menampilkan suatu realita. Pujangga yang karyanya menjadi penghubung dalam masa ini
adalah Armijn Pane dan El Hakim.
Karya-karya Angkatan '45 dipengaruhi pujangga-pujangga Belanda dan dunia, misalnya Rusia,
Italia, Prancis, dan Amerika.
Karya sastra dan pengarang Angkatan '45, di antaranya:
1) Chairil Anwar karyanya Kerikil Tajam, dan Deru Campur Debu;
2) Idrus karyanya Surabaya dan Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma;
3) Asrul Sani karyanya Tiga Menguak Takdir, bentuk cerpennya: Panen, Bola Lampu; Museum;
Perumahan bagi Fadrija Navari, Si Penyair Belum Pulang, Sahabat Saya Cordiza, Beri Aku
Rumah, Surat dari Ibu, Elang Laut, dan Orang dalam Perahu;
4) Usmar Ismail karyanya Permintaan Terakhir (cerpen), Asoka Mala Dewi (cerpen), Puntung
Berasap (kumpulan sajak), Sedih dan Gembira (kumpulan drama), Mutiara dari Nusa Laut
(drama), Tempat yang Kosong, Mekar Melati, Pesanku (sandiwara radio), dan Ayahku Pulang
(sandiwara saduran).
b.Sastra Indonesia Masa Perkembangan 1966
Ada dua peristiwa yang penting di Indonesia, yakni peristiwa 1945 dan peristiwa 1966.
Peristiwa 1945 merupakan momentumnya kemerdekaan. Hal sebagaimana dilontarkan penyair
Chairil Anwar yang berontak terhadap penjajahan Jepang pada 1943. Ia melahirkan puisi yang
berisi semangat aku ini binatang jalang, dari kumpulannya terbuang. Adapun peristiwa 1966
Pada periode momentumnya menegakkan keadilan.
Beberapa pengarang Angakatan ‘66 dan karyanya adalah sebagai berikut:
1) Mohamad Ali karyanya 58 Tragedi, Siksa dan Bayangan; Persetujuan dengan Iblis, Kubur Tak
Bertanda, serta Hitam atas Putih;
2) Toto Sudarto Bahtiar karyanya Suara dan Etsa;
3) Alexander Leo karyanya Orang yang Kembali;
4) Nh. Dini karyanya Dua Dunia; Hati yang Damai; dan Pada Sebuah Kapal.
KRAWANG-BEKASI
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
BAB IV
ISI
A. Angkatan ’50 (1953-1966)
ini, sifat revolusioner berapi-api penuh semangat seperti pada Angkatan 45 telah mereda.
Periode ini merupakan periode sastra yang subur dengan karya sastra, baik prosa, puisi,
maupun drama.
Dalam dunia puisi, muncul nama Ramadhan K.H. dengan membawa corak romantik. Selain itu,
terdapat sastrawan seperti W.S. Rendra, Sapardi Djoko Damono, Toto Sudarto Bachtiar, dan
Kirdjo Mulyo. Tema yang diangkat pada periode ini adalah masalah-masalah kemasyarakatan,
masalah masyarakatnya sendiri yang kadang kala tidak dapat dipisahkan dengan warna
kedaerahan.
Pada masa ini, politik dijadikan panglima, sebab itu puisi juga diabdikan kepada politik.
Sastrawan terbagi berdasarkan aliran politik mereka.
B.
Angkatan ’66 (1966-1970)
Angkatan ’66 mula-mula diperkenalkan oleh H.B. Jassin dalam bukunya yang berjudul
Angkatan ’66 dan ditandai dengan terbitnya majalah sastra Horison.
Pengarang yang produktif pada masa ini adalah Taufik Ismail, Goenawan Mohammad, Mansur
Samin, Bur Ruswanto, dan lain-lain. Karya-karya sastra yang diterbitkan pada masa ini di
antaranya adalah Pagar Kawat Berduri karya Toha Mochtar dan Tirani (kumpulan puisi) karya
Taufik Ismail.
1.CIRI-CIRI KESUSASTRAAN TAHUN 45 dan TAHUN 66
A. Periode ‘45
Disebut juga sebagai Angkatan Chairil Anwar kerna perjuangan Chairil Anwar dalam
melahirkan angkatan ’45 ini. Disebut juga sebagai angkatan kemerdekaan karna dilahirkan pada
tahun Indonesia memproklamirkan kemerdekaan.
Contoh ciri-ciri dan karya penting pada periode ‘45
Ciri-ciri
karya
Aku
Tiga Menguak
Bebas
Takdir
Individualistis
Universitalitas
realitas
Atheis
Dari Ave Maria ke
Jalan Lain Roma
Surat Kertas Hijau
dan Wajah Tak
Bernam
pengarang
Chairil Anwar
Chairil Anwar,
Asrul Sani, Riayi Apin
Achdiat Karta
Mihardja
Idrus
Sitor Situmorang
Angkatan ‘66
Nama Ankatan ’66 dicetuskan oleh Hans Bague Jassin melalui bukunya yang berjudul Angkatan
’66 bersamaan dengan kondisi politik Indonesia yan tengah kacau akibat PKI.
Contoh ciri-ciri karya penting pada Angkatan ‘66
Ciri-ciri
Karya
Kebanyakan tentang
protes terhadap social
dan politik
Mulai dikenal gaya
epic pada puisi
Banyak
penggunaan gaya
retorik dan slogan
pengarang
Pagar Kawat
Berduri
Tirani dan Benteng
Toha Mochtar
Pariksit
Goenawan
Mohammad
Umar Kayam
Para Priayi
Mata Pisau dan
Peluru Kertas
Taufiq Ismail
Supardi Joko
Damono
Cerita dengan
berlatar perang
2.PERBEDAAN KESUSASTRAAN TAHUN 45 DAN TAHUN 66
Perbedaan angkatan 45 dan 66 :
1. Lahir karena politik tidak memperhitungkan politik lahir karena
politik,memperhitungkan politik.
2. Karyanya bernadakan perjuangan sedangkan angkatan 66 bernadakan
keadilan dunia.
3. angkatan 45 beriorientasi kepada pengarang dunia sedangkan angkatan 66
lahir akibat penindasan HAM.
4. Angkatan 45 karyanya bersifat ekspresi puisi dan realis skeptis sedangkan
angkatan 66 karyanya bersifat realis,aturalisme dan eksstensionalisme.
5. Angkatan 45 merupakan nama kumpulan sastrawan saja sedangkan anagkatan
66 bukan hanya kumpulan sastrawan melainkan juga budayawan,seniman,
dan pelukis
BAB V
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Secara umum faktor-faktor faktor yang melatarbelakangi lahirnya angkatan 66 adalah
karena situasi politik pada waktu itu,pada tahun 66 di dominasi oleh jiwa pancasilalis,setelah
keberhasilan penumpasan pemberontakan PKI oleh TNI pada waktu itu, namun ada juga warna
tradisional yang menceritakan tentangkebudayaan disuatu wilayah sedangakan pada angkatan 45
puisi dan novel masih dominan dipergunakan oleh para sastrawan pujangga baru angkatan ’45
untuk mengekspresikan karya yang ada. Para sastrawan pujangga angkatan ’45 lebih
menggambarkan keadaan jaman tersebut dengan berbagai keadaan sebelumnya. Para sastrawan
ini berani menciptakan sebuah aturan baru dalam dunia sastra yang lepas dari aturan yang lebih
mengikat diangkatan sebelumnya, walaupun sebelumnya aturan ini ditentang tetapi lambat laun
dapat diterima. Tetapi, masih ada ikatan atau keterkaitan tema – tema yang digunakan dalam
karya satra pujangga baru. Misalnya, tentang tema kawin paksa dan tema yang lain, meskipun
ada tema baru yang di angkat. Pencetus pujangga angkatan ’45 adalah Rosihan Anwar yang
karyanya dimuat dalam majalah Gelanggang. Setelah itu diikuti oleh para pujangga – pujangga
baru
B.SARAN
Bagi mahasiswa diharapkan dapat memahami mendalam tebtang sastra dan perkembangannya
sehingga dalam memberikan pembelajaran sastra lebih maksimal