MAKALAH MANAJEMEN TERNAK POTONG PEMASARA
MAKALAH
MANAJEMEN TERNAK POTONG
PEMASARAN PRODUK SAPI POTONG
TANTANGAN DAN STRATEGI AGRIBISNIS SAPI POTONG
Oleh :
Mohamad Zaki Nufus
D0A013069
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PETERNAKAN
PURWOKERTO
2015
DAFTAR ISI
I.
PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1
Latar Belakang..........................................................................1
1.2
Rumusan Masalah......................................................................2
1.3
Tujuan........................................................................................ 2
II .HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................2
2.1.
TINGKAT PERMINTAAN DAGING SAPI..........................................2
2.2.
Mengetahui penawaran daging sapi di Indonesia......................4
2.3.
Mengetahai sistem pemasaran sapi potong di Indonesia..........6
III.
KESIMPULAN................................................................................. 9
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peningkatan
pendapatan
masyarakat
akan
membuka
peluang bisnis yang lebih besar khususnya bagi bisnis komoditi
yang bersifat elastis terhadap perubahan pendapatan Kebutuhan
daging sapi sebagai salah satu sumber protein hewani semakin
meningkat sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat
terhadap
pentingnya
gizi
yang
seimbang,
pertambahan
penduduk dan meningkatnya daya beli masyarakat.
Sebagai gambaran pentingnya peternakan sapi di Indonesia
adalah masih tergantungnya dari suplai Luar Negeri. Untuk
memenuhi kebutuhan daging serta sapi bakalan yang akan
digemukkan oleh feedloter sampai saat ini masih tergantung
pada impor. Data Asosiasi Produsen Daging dan Feedloter
Indonesia (APFINDO) menunjukkan bahwa tidak kurang dari
200.000 ekor sapi bakalan per tahun diimpor dari luar negeri,
bahkan sumber lain menyebutkan sampai mencapai 400.000
ekor per tahun.
Ternak sapi memiliki peran penting dan peluang pasar yang
menggembirakan karena merupakan ternak unggulan penghasil
daging
nasional.
Di
beberapa
daerah,
pemeliharaan
sapi
dilakukan secara terpadu dengan tanaman yang dikenal dengan
sistem integrasi ternak-tanaman.
Indonesia
sebagai
daerah
tropis
dengan
potensi
sumberdaya alam yang melimpah sangat mendukung
pengembangan
peternakan
sapi
potong,
untuk
hanya
saja
pemeliharaan sapi umumnya diusahakan secara tradisional atau
sambilan sehingga produktivitasnya rendah. Oleh karena itu,
upaya untuk memberdayakan petani-peternak sapi
dilakukan karena memelihara sapi didominasi
penting
oleh petani-
peternak . Pengembangan usaha ternak perlu ditunjang dengan
kebijakan
pemerintah
yang
relevan
sehingga
memberikan
dampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan petanipeternak.
Kebijakan pemerintah melalui
sapi
potong
pada
masyarakat
pengembangan agribisnis
diarahkan
untuk
mencapai
swasembada daging dan mengurangi ketergantungan terhadap
import sapi potong.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka rumusan masalah yang
diangkat dalam makalah ini meliputi:
a) Bagaimana
tingkat
permintaan
daging
sapi
di
Indonesia
b) Analisis penawaran daging sapi di Indonesia
c) Sistem pemasaran sapi potong di Indonesia
d) Aspek pemasaran dan tata niaga sapi potong dan
daging di Indonesia
1.3 Tujuan
Tujuan dari prnulisan makalah ini adalah untuk
a) Mengetahui tingkat permintaan daging sapi di
Indonesia
b) Mengetahui penawaran daging sapi di Indonesia
c) Mengetahui sistem pemasaran sapi potong di
Indonesia
II.
2.1.
II .HASIL DAN PEMBAHASAN
TINGKAT PERMINTAAN DAGING SAPI
Usaha peternakan sapi potong pada saat ini masih tetap
menguntungkan. Pasalnya permintaan pasar akan daging sapi
masih terus mengalami peningkatan. Selain di pasar domestik,
permintaan daging sapi di pasar luar negeri juga cukup tinggi.
Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor daging sapi
ke Malaysia.Konsumsi daging sapi di sana cenderung mengalami
peningkatan karena bergesernya tradisi mengkonsumsi daging
kambing ke daging sapi atu kerbau pada saat perhelatan
keluarga dan perayaan hari besar lainnya.
Indonesia
dengan
jumlah
penduduk
diatas
220
jiwa,
membutuhkan pasokan daging sapi dalam jumlah cukup besar.
Sejauh ini peternakan domestik belum mampu memenuhi
permintaan daging dalam negeri.Timpangnya antara pasokan
dan permintaan ternyata masih tinggi.Pemerintah (Kementrian
Pertanian) mengakui masalah utama usaha sapi potong di
Indonesia
terletak
pada
suplai
yang
selalu
mengalami
kekurangan setiap tahunnya. Sementara laju pertumbuhan
konsumsi dan pertambahan penduduk tidak mampu diimbangi
oleh laju pertumbuhan konsumsi dan pertambahan penduduk
tidak mampu diimbangi oleh laju penngkatan populasi sapi
potong. Pada gilirannya, pada kondisi seperti ini memaksa
indonesia untuk selalu melakukan impor, baik dalam bentuk sapi
hidup maupun daging.
Berdasarkan data Badan Ketahanan Pangan Kementan 2010,
konsumsi daging sapi nasional sebesar 1,27 kg per kapita per
tahun, Ditjen Peternakan Kementan sebesar 1,7 kg per kapita per
tahun, Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (Aspidi) 2,1
kg per kapita per tahun dan
Asosiasi Feedloter Indonesia
(Apfindo) 2,09 kg per kapita per tahun.Selanjutnya Menurut data
Susenas (2002) yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik
(BPS), konsumsi daging sapi dan jeroan masyarakat Indonesia
sebesar 2,14 kg/kapita/tahun.Tingginya tingkat konsumsi sapi di
indonesia disebabkan oleh 1) jumlah penduduk penduduk selalu
meningkat dari tahun ke tahun dengan tingkat pertumbuhan
sebesar 1,49 % per tahun; 2) konsumsi daging per kapita
mengalami peningkatan dari waktu ke waktu sebesar 0,1
kg/kapita/tahun.
Untuk melihat kebutuhan dan proyeksi kebutuhan daging sapi
secara Nasional dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1. Proyeksi Kebutuhan Daging sapi Tahun 2000,2010 dan
Tahun 2020.
N
Tahu
Jumlah
Konsumsi
Produksi
Pemotonga
Prosenta
O
n
Pendud
Daging
Daging
n
se
uk
kg/kapita/tah
(000
(ekor/Tahun
kenaikan
1.
2000
(Jiwa)
206 Juta
242,4
un
1,72 kg
2. 2010
juta
2,72 kg
3. 2020 281 juta
3,72 kg
Sumber data Susenas (2002)
ton)/tahun
350,7
).
1,75 juta
(%)
–
654,4
1,04 juta
3,3 juta
5,2 juta
88,6
197
Dari data tersebut diatas diperkirakan populasi sapi potong
pad tahun 2009 hanya mampu memasok 60 % dari total
kebutuhan
daging
dalam
negeri.Kondisi
seperti
ini
sangat
mengkhawatirkan karena suatu saat akan terjadi kondisi dimana
kebutuhan daging sapi dalam negeri sangat tergantung kepada
import.Dengan demikian, ketergantungan tersebut tentu akan
mempengaruhi harga sapi lokal.Namun disisi lain dengan adanya
kebutuhan akan daging yang semakin meningkat, membuka
peluang usaha dalam Agribisnis sapi potong
2.2.
Mengetahui penawaran daging sapi di Indonesia
Penawaran industry
Peternakan Harga daging sapi memberikan pengaruh positif dan
sangat nyata terhadap penawaran industry peternakan rakyat.
Perubahan harga daging sapi baik jangka pendek maupun jangka
panjang sangat direspon oleh usaha ini dengan nilai elastisitas
masing-masing 5,14 dan 10,99. Tingginya respon tersebut
mengindikasikan usaha ini telah dikelola dengan komersial
layaknya suatu usaha industri.
Selain dipengaruhi dan respon terhadap perubahan harga
output, usaha ini juga dipengaruhi harga input berupa harga sapi
bakalan impor (cif) dan tingkat suku bunga bank. Kedua faktor
input tersebut memberikan pengaruh negatif dan nyata secara
statistik terhadap penawaran daging sapi industri peternakan.
Penawaran industri peternakan dalam jangka pendek tidak
responsif terhadap perubahan harga sapi bakalan impor dengan
nilai elastisitas –0,52, akan tetapi dalam jangka panjang menjadi
responsif, dengan nilai elastisitas –1,12. Sementara itu terhadap
perubahan tingkat suku bunga baik jangka pendek maupun
jangka panjang responsif dengan nilai elastisitas masing-masing
–1,18 dan –2,52.
Berbeda dengan usaha peternakan rakyat, pada usaha
industri peternakan, dumi musim berpengaruh positif, namun
secara statistik tidak nyata. Artinya pada saat musim hujan
penawaran cenderung meningkat. Seperti diketahui bahwa usaha
ini penawarannya tidak dipengaruhi oleh ketersediaan hijauan
pakan, karena sebagian besar pakannya dipenuhi dari pakan
konsentrat. Sementara itu penggunaan pakan hijauan selain
dalam bentuk segar juga banyak menggunakan silase yang
selalu dipersiapkan untuk kebutuhan sepanjang tahun. Dengan
demikian musim tidak terlalu berpengaruh.
Penawaran peternakan rakyat
Selisih
harga
berpengaruh
daging
negatif
dan
sapi
dengan
nyata
secara
harga
ternak
statistik
sapi
terhadap
penawaran peternakan rakyat. Semakin besar perbedaan harga
kedua barang tersebut, yang dapat disebabkan oleh naiknya
harga daging sapi sedangkan harga ternak tetap atau harga
daging sapi tetap sedangkan harga sapi turun, peternak akan
mengurangi
penawarannya.
Peternak, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang
respon terhadap perubahan selisih harga tersebut, dengan nilai
elastisitas jangka pendek –1,11 dan jangka panjang –1,36.
Perilaku ini menunjukkan bahwa peternak tidak bersedia jika
sebagian
pedagang.
besar
Pada
marjin
keuntungan
daerah
dimana
hanya
peternak
diterima
akses
oleh
terhadap
informasi harga, peternak akan selalu mengikuti dan mengetahui
perkembangan harga tersebut, sebaliknya pada daerah dimana
peternak
tidak akses pada informasi harga.
Penawaran
memberikan
terhadap
penawaran
industri
pengaruh
penawaran
peternakan
negatif
dan
peternakan
peternakan
rakyat
rakyat
nyata
rakyat.
tidak
(feedlotter)
secara
statistik
Namun
demikian
responsif
terhadap
perubahan penawaran industri peternakan rakyat. Hal ini antara
lain disebabkan oleh pangsa produksi daging sapi dari industri
peternakan rakyat masih relatif kecil dan dikonsumsi oleh
konsumen
tertentu
pada
daerah
tertentu
pula,
terutama
konsumen menengah ke atas di daerah perkotaan, khususnya
Jawa Barat dan DKI Jakarta.
Tingkat suku bunga bank memberikan pengaruh negatif,
namun pada usaha peternakan rakyat pengaruhnya tidak nyata.
Sebagian besar peternakan rakyat belum menggunakan fasilitas
bank sebagai sumber modal usaha. Bank digunakan hanya untuk
menabung hasil usaha. Beberapa hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar peternak
memperoleh hasil usaha dari hasil usahatani secara menyeluruh,
dan adanya prosedur tertentu untuk memperoleh kredit di bank
membuat mereka enggan menggunakan fasilitas kredit tersebut.
[ CITATION MSY93 \l 1033 ].
Konsumsi daging sapi
Harga daging sapi berpengaruh negatif dan nyata secara
statistik terhadap konsumsi daging sapi. Tingkat konsumsi daging
sapi responsif terhadap perubahan harga, walaupun dalam
jangka pendek nilai elastisitasnya sudah mendekati satu (-1,05),
sedangkan dalam jangka panjang nilai elastisitasnya –1,39.
Dengan demikian daging sapi masih merupakan barang mewah
bagi sebagian masyarakat Indonesia yang dikonsumsi hanya
pada waktu-waktu tertentu saja. Kenyataan ini didukung oleh
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh RUSASTRA (1987),
NASUTION (1983), dan SUDARYANTO, SYAHYUTI, dan SOEDJANA
(1995)
2.3.
Mengetahai sistem pemasaran sapi potong di Indonesia
Secara umum kegiatan pemasaran sapi potong di Indonesia
adalah
dengan
pemasaran
lokal
dan
pemasaran
industri.
Pemasaran local merupakan pemotongan sapi untuk memenuhi
konsumsi masyarakat secara langsung, sedangkan pemasaran
industri
merupakan
pemotongan
sapi
untuk
memenuhi
kebutuhan industri seperti industri pengalengan daging, sosis,
dendeng, bakso, daging beku, restoran / hotel, swalayan dan lain
sebagainya.
Hasil
olahan
industri
tersebut
bukan
hanya
memenuhi permintaan lokal, namun juga untuk memenuhi
permintaan pasar luar pulau (Sukanata,2010)
Hasil penelitian Sukanata, et. al. (2010) menunjukkan bahwa
hanya sebagian kecil dari peternak yang menjual sapinya secara
langsung kepada pedagang antar pulau (22.58%) seperti yang
dapat dilihat pada Tabel 2. Peternak yang menjual langsung
kepada
pedagang
antar
pulau
tersebut
sebagian
besar
merupakan peternak yang berada di desa-desa sekitar tempat
tinggal pedagang antar pulau tanpa melalui pasar hewan.
Table 1.Beberapa Pembeli sapi langsung dari Peternak
No
Pembeli langsung
1
2
Belantik
Penganyar
Pedagang antar
3
pulau
Jumlah
Jumlah peternak
%
(Orang)
46
2
74.19
3.23
14
22.58
62
100.00
Sebagian besar peternak (74.19) memilih menujual sapinya
secara langung kepada belantik. Hal ini sesuai dengan apa yang
dinyatakan oleh Suparta (2007) yang meyatakan bahwa peternak
umumnya lebih senang konsentrasi di proses produksi yang
senantiasa dekat dengan ternaknya, sehingga mereka lebih
senang menyerahka pemasaran hasilnya kepada orang atau
lembaga lain.
Pasar hewan merupakan salah satu sarana pendukung untuk
membantu
kelancaran
dalam
pemasaran.Pada
umumnya
kegiatan pasar hewan biasanya dibuka dua kali seminggu,para
peternak diharapkan menjual sapinya secara langsung ke pasar
hewan sehingga rantai pasar lebih pendek sehingga akan
mendapakan harga yang lebih baik .Namun demikian, hanya
sebagian kecil dari peternak melakukan penjualan dengan
membawa sapinya langsung ke pasar hewan.(Sukanata, et. al. ,
2010).
Ada beberapa alas an mengapa peternak enggan menjual
sapinya
langsung
ke
pasar
hewan
antara
lain
:
adanya
permainan pasar (Mafia pasar) seperti permainan timbangn,
resiko jika tidak laku harus membawa pulang kembali,biaya
transportasi dan informasi pasar yang kurang. Di samping itu
keengganan peternak menjual langung ke pasar hewan juga
dipengaruhi oleh kurangnya jiwa entrepreneurship atau jiwa
dagang pada sebagian besar peternak.
Secara umum harga sapi di pasar hewan dipengaruhi oleh
penawaran dan permintaan. Meningkatnya penawaran sapi
dipasar
dapat
sebaliknya.
berpengaruh
Sedangkan
negative
permitaan
terhadap
sapi
harga
potong
dan
dapat
berpengaruh positif terhadap harga dan sebaliknya.Penawaran
dipengaruhi
oleh
beberapa
faktor
utama
antara
lain
produksi,tahun ajaran baru dan hari raya. Saat-saat menjelang
tahun ajaran baru penawaran sapi di pasar umumnya meningkat
dibandingkan pada hari-hari biasa, karena pada waktu ini banyak
peternak menjual sapinya untuk membiayai keperluan anak
sekolah. Hari raya juga berpengaruh terhadap penawaran sapi.
Pada saat-saat menjelang hari raya banyak peternak menjual
sapi dengan harapan untuk memperoleh harga yang lebih tinggi.
Sedangkan permintaan sapi potong di Bali dipengaruhi oleh
beberapa faktor utama seperti permintaan pedagang antar
pulau, dan impor. Peningkatan permintaan pedagang antar pulau
dapat meningkatkan harga di pasar, dan sebaliknya.
III.
KESIMPULAN
1) Laju pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat akan
mempengaruhi akan meningkatnya permintaan daging sapi
secara nasional.
2) Penawaran
peternakan rakyat dipengaruhi oleh selisih harga
daging sapi dengan harga sapi domestik dan penawaran
industri peternakan rakyat. Penawaran peternakan rakyat
responsive terhadap perubahan selisih harga daging sapi
dengan harga sapi domestik. Keberadaan industry peternakan
berpengaruh negatif terhadap penawaran usaha peternakan
rakyat.
3) Sistem pemasaran sapi potong di Bali belum efisien dan
kurang berkeadilan, sehingga perlu ada kebijakan yang lebih
tepat dalam sistem pemasaran, agar dapat memberikan
insentif yang lebih baik bagi peternak.
DAFTAR PUSTAKA
SYUKUR, M., SUMARYANTO, dan C. MUSLIM. 1993. Pola Pelayanan
Kredit
untuk
Masyarakat
Berpendapatan
Rendah
di
Pedesaan Jawa Barat. Forum Agro Ekonomi. Vol. 11 (2): 1–
13. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan
Litbang Pertanian. Bogor.
RUSASTRA, I.W. 1987. Prakiraan Produksi dan Kebutuhan Produk
Pangan Ternak di Indonesia. Forum Agro Ekonomi, Vol. 5,
No. 1 & 2: 15–21. Pusat Penelitian Agro Ekonomi. Badan
Litbang Pertanian. Bogor.
NASUTION, A. 1983. Sistim Komoditi Protein Hewani. Forum Agro
Ekonomi. Vol. 2, No. 2: 29–42. Pusat Penelitian Agro
Ekonomi. Badan Litbang Pertanian. Bogor.
SUDARYANTO,
T.,
Pendugaan
Beberapa
R.
SAYUTI,
Parameter
Propinsi
dan
T.D.
Permintaan
Sumatera
dan
SOEDJANA.
Hasil
1995.
Ternak
Kalimantan.
di
Jurnal
Penelitian Peternakan Indonesia. No. 2: 22–35. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Litbang
Pertanian. Bogor.
Sukanata, I W., Suciani, I G.N. Kayana., I W. Budiartha. 2010.
Kajian
Kritisterhadap
Penerapan
Kebijakan
Kuota
Perdagangan dan Efisiensi PemasaranSapi Potong Antar
Pulau.
Laporan
Akhir
Penelitian.
PeternakanUniversitas Udayana. Denpasar.
Fakultas
MANAJEMEN TERNAK POTONG
PEMASARAN PRODUK SAPI POTONG
TANTANGAN DAN STRATEGI AGRIBISNIS SAPI POTONG
Oleh :
Mohamad Zaki Nufus
D0A013069
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PETERNAKAN
PURWOKERTO
2015
DAFTAR ISI
I.
PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1
Latar Belakang..........................................................................1
1.2
Rumusan Masalah......................................................................2
1.3
Tujuan........................................................................................ 2
II .HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................2
2.1.
TINGKAT PERMINTAAN DAGING SAPI..........................................2
2.2.
Mengetahui penawaran daging sapi di Indonesia......................4
2.3.
Mengetahai sistem pemasaran sapi potong di Indonesia..........6
III.
KESIMPULAN................................................................................. 9
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peningkatan
pendapatan
masyarakat
akan
membuka
peluang bisnis yang lebih besar khususnya bagi bisnis komoditi
yang bersifat elastis terhadap perubahan pendapatan Kebutuhan
daging sapi sebagai salah satu sumber protein hewani semakin
meningkat sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat
terhadap
pentingnya
gizi
yang
seimbang,
pertambahan
penduduk dan meningkatnya daya beli masyarakat.
Sebagai gambaran pentingnya peternakan sapi di Indonesia
adalah masih tergantungnya dari suplai Luar Negeri. Untuk
memenuhi kebutuhan daging serta sapi bakalan yang akan
digemukkan oleh feedloter sampai saat ini masih tergantung
pada impor. Data Asosiasi Produsen Daging dan Feedloter
Indonesia (APFINDO) menunjukkan bahwa tidak kurang dari
200.000 ekor sapi bakalan per tahun diimpor dari luar negeri,
bahkan sumber lain menyebutkan sampai mencapai 400.000
ekor per tahun.
Ternak sapi memiliki peran penting dan peluang pasar yang
menggembirakan karena merupakan ternak unggulan penghasil
daging
nasional.
Di
beberapa
daerah,
pemeliharaan
sapi
dilakukan secara terpadu dengan tanaman yang dikenal dengan
sistem integrasi ternak-tanaman.
Indonesia
sebagai
daerah
tropis
dengan
potensi
sumberdaya alam yang melimpah sangat mendukung
pengembangan
peternakan
sapi
potong,
untuk
hanya
saja
pemeliharaan sapi umumnya diusahakan secara tradisional atau
sambilan sehingga produktivitasnya rendah. Oleh karena itu,
upaya untuk memberdayakan petani-peternak sapi
dilakukan karena memelihara sapi didominasi
penting
oleh petani-
peternak . Pengembangan usaha ternak perlu ditunjang dengan
kebijakan
pemerintah
yang
relevan
sehingga
memberikan
dampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan petanipeternak.
Kebijakan pemerintah melalui
sapi
potong
pada
masyarakat
pengembangan agribisnis
diarahkan
untuk
mencapai
swasembada daging dan mengurangi ketergantungan terhadap
import sapi potong.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka rumusan masalah yang
diangkat dalam makalah ini meliputi:
a) Bagaimana
tingkat
permintaan
daging
sapi
di
Indonesia
b) Analisis penawaran daging sapi di Indonesia
c) Sistem pemasaran sapi potong di Indonesia
d) Aspek pemasaran dan tata niaga sapi potong dan
daging di Indonesia
1.3 Tujuan
Tujuan dari prnulisan makalah ini adalah untuk
a) Mengetahui tingkat permintaan daging sapi di
Indonesia
b) Mengetahui penawaran daging sapi di Indonesia
c) Mengetahui sistem pemasaran sapi potong di
Indonesia
II.
2.1.
II .HASIL DAN PEMBAHASAN
TINGKAT PERMINTAAN DAGING SAPI
Usaha peternakan sapi potong pada saat ini masih tetap
menguntungkan. Pasalnya permintaan pasar akan daging sapi
masih terus mengalami peningkatan. Selain di pasar domestik,
permintaan daging sapi di pasar luar negeri juga cukup tinggi.
Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor daging sapi
ke Malaysia.Konsumsi daging sapi di sana cenderung mengalami
peningkatan karena bergesernya tradisi mengkonsumsi daging
kambing ke daging sapi atu kerbau pada saat perhelatan
keluarga dan perayaan hari besar lainnya.
Indonesia
dengan
jumlah
penduduk
diatas
220
jiwa,
membutuhkan pasokan daging sapi dalam jumlah cukup besar.
Sejauh ini peternakan domestik belum mampu memenuhi
permintaan daging dalam negeri.Timpangnya antara pasokan
dan permintaan ternyata masih tinggi.Pemerintah (Kementrian
Pertanian) mengakui masalah utama usaha sapi potong di
Indonesia
terletak
pada
suplai
yang
selalu
mengalami
kekurangan setiap tahunnya. Sementara laju pertumbuhan
konsumsi dan pertambahan penduduk tidak mampu diimbangi
oleh laju pertumbuhan konsumsi dan pertambahan penduduk
tidak mampu diimbangi oleh laju penngkatan populasi sapi
potong. Pada gilirannya, pada kondisi seperti ini memaksa
indonesia untuk selalu melakukan impor, baik dalam bentuk sapi
hidup maupun daging.
Berdasarkan data Badan Ketahanan Pangan Kementan 2010,
konsumsi daging sapi nasional sebesar 1,27 kg per kapita per
tahun, Ditjen Peternakan Kementan sebesar 1,7 kg per kapita per
tahun, Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (Aspidi) 2,1
kg per kapita per tahun dan
Asosiasi Feedloter Indonesia
(Apfindo) 2,09 kg per kapita per tahun.Selanjutnya Menurut data
Susenas (2002) yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik
(BPS), konsumsi daging sapi dan jeroan masyarakat Indonesia
sebesar 2,14 kg/kapita/tahun.Tingginya tingkat konsumsi sapi di
indonesia disebabkan oleh 1) jumlah penduduk penduduk selalu
meningkat dari tahun ke tahun dengan tingkat pertumbuhan
sebesar 1,49 % per tahun; 2) konsumsi daging per kapita
mengalami peningkatan dari waktu ke waktu sebesar 0,1
kg/kapita/tahun.
Untuk melihat kebutuhan dan proyeksi kebutuhan daging sapi
secara Nasional dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1. Proyeksi Kebutuhan Daging sapi Tahun 2000,2010 dan
Tahun 2020.
N
Tahu
Jumlah
Konsumsi
Produksi
Pemotonga
Prosenta
O
n
Pendud
Daging
Daging
n
se
uk
kg/kapita/tah
(000
(ekor/Tahun
kenaikan
1.
2000
(Jiwa)
206 Juta
242,4
un
1,72 kg
2. 2010
juta
2,72 kg
3. 2020 281 juta
3,72 kg
Sumber data Susenas (2002)
ton)/tahun
350,7
).
1,75 juta
(%)
–
654,4
1,04 juta
3,3 juta
5,2 juta
88,6
197
Dari data tersebut diatas diperkirakan populasi sapi potong
pad tahun 2009 hanya mampu memasok 60 % dari total
kebutuhan
daging
dalam
negeri.Kondisi
seperti
ini
sangat
mengkhawatirkan karena suatu saat akan terjadi kondisi dimana
kebutuhan daging sapi dalam negeri sangat tergantung kepada
import.Dengan demikian, ketergantungan tersebut tentu akan
mempengaruhi harga sapi lokal.Namun disisi lain dengan adanya
kebutuhan akan daging yang semakin meningkat, membuka
peluang usaha dalam Agribisnis sapi potong
2.2.
Mengetahui penawaran daging sapi di Indonesia
Penawaran industry
Peternakan Harga daging sapi memberikan pengaruh positif dan
sangat nyata terhadap penawaran industry peternakan rakyat.
Perubahan harga daging sapi baik jangka pendek maupun jangka
panjang sangat direspon oleh usaha ini dengan nilai elastisitas
masing-masing 5,14 dan 10,99. Tingginya respon tersebut
mengindikasikan usaha ini telah dikelola dengan komersial
layaknya suatu usaha industri.
Selain dipengaruhi dan respon terhadap perubahan harga
output, usaha ini juga dipengaruhi harga input berupa harga sapi
bakalan impor (cif) dan tingkat suku bunga bank. Kedua faktor
input tersebut memberikan pengaruh negatif dan nyata secara
statistik terhadap penawaran daging sapi industri peternakan.
Penawaran industri peternakan dalam jangka pendek tidak
responsif terhadap perubahan harga sapi bakalan impor dengan
nilai elastisitas –0,52, akan tetapi dalam jangka panjang menjadi
responsif, dengan nilai elastisitas –1,12. Sementara itu terhadap
perubahan tingkat suku bunga baik jangka pendek maupun
jangka panjang responsif dengan nilai elastisitas masing-masing
–1,18 dan –2,52.
Berbeda dengan usaha peternakan rakyat, pada usaha
industri peternakan, dumi musim berpengaruh positif, namun
secara statistik tidak nyata. Artinya pada saat musim hujan
penawaran cenderung meningkat. Seperti diketahui bahwa usaha
ini penawarannya tidak dipengaruhi oleh ketersediaan hijauan
pakan, karena sebagian besar pakannya dipenuhi dari pakan
konsentrat. Sementara itu penggunaan pakan hijauan selain
dalam bentuk segar juga banyak menggunakan silase yang
selalu dipersiapkan untuk kebutuhan sepanjang tahun. Dengan
demikian musim tidak terlalu berpengaruh.
Penawaran peternakan rakyat
Selisih
harga
berpengaruh
daging
negatif
dan
sapi
dengan
nyata
secara
harga
ternak
statistik
sapi
terhadap
penawaran peternakan rakyat. Semakin besar perbedaan harga
kedua barang tersebut, yang dapat disebabkan oleh naiknya
harga daging sapi sedangkan harga ternak tetap atau harga
daging sapi tetap sedangkan harga sapi turun, peternak akan
mengurangi
penawarannya.
Peternak, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang
respon terhadap perubahan selisih harga tersebut, dengan nilai
elastisitas jangka pendek –1,11 dan jangka panjang –1,36.
Perilaku ini menunjukkan bahwa peternak tidak bersedia jika
sebagian
pedagang.
besar
Pada
marjin
keuntungan
daerah
dimana
hanya
peternak
diterima
akses
oleh
terhadap
informasi harga, peternak akan selalu mengikuti dan mengetahui
perkembangan harga tersebut, sebaliknya pada daerah dimana
peternak
tidak akses pada informasi harga.
Penawaran
memberikan
terhadap
penawaran
industri
pengaruh
penawaran
peternakan
negatif
dan
peternakan
peternakan
rakyat
rakyat
nyata
rakyat.
tidak
(feedlotter)
secara
statistik
Namun
demikian
responsif
terhadap
perubahan penawaran industri peternakan rakyat. Hal ini antara
lain disebabkan oleh pangsa produksi daging sapi dari industri
peternakan rakyat masih relatif kecil dan dikonsumsi oleh
konsumen
tertentu
pada
daerah
tertentu
pula,
terutama
konsumen menengah ke atas di daerah perkotaan, khususnya
Jawa Barat dan DKI Jakarta.
Tingkat suku bunga bank memberikan pengaruh negatif,
namun pada usaha peternakan rakyat pengaruhnya tidak nyata.
Sebagian besar peternakan rakyat belum menggunakan fasilitas
bank sebagai sumber modal usaha. Bank digunakan hanya untuk
menabung hasil usaha. Beberapa hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar peternak
memperoleh hasil usaha dari hasil usahatani secara menyeluruh,
dan adanya prosedur tertentu untuk memperoleh kredit di bank
membuat mereka enggan menggunakan fasilitas kredit tersebut.
[ CITATION MSY93 \l 1033 ].
Konsumsi daging sapi
Harga daging sapi berpengaruh negatif dan nyata secara
statistik terhadap konsumsi daging sapi. Tingkat konsumsi daging
sapi responsif terhadap perubahan harga, walaupun dalam
jangka pendek nilai elastisitasnya sudah mendekati satu (-1,05),
sedangkan dalam jangka panjang nilai elastisitasnya –1,39.
Dengan demikian daging sapi masih merupakan barang mewah
bagi sebagian masyarakat Indonesia yang dikonsumsi hanya
pada waktu-waktu tertentu saja. Kenyataan ini didukung oleh
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh RUSASTRA (1987),
NASUTION (1983), dan SUDARYANTO, SYAHYUTI, dan SOEDJANA
(1995)
2.3.
Mengetahai sistem pemasaran sapi potong di Indonesia
Secara umum kegiatan pemasaran sapi potong di Indonesia
adalah
dengan
pemasaran
lokal
dan
pemasaran
industri.
Pemasaran local merupakan pemotongan sapi untuk memenuhi
konsumsi masyarakat secara langsung, sedangkan pemasaran
industri
merupakan
pemotongan
sapi
untuk
memenuhi
kebutuhan industri seperti industri pengalengan daging, sosis,
dendeng, bakso, daging beku, restoran / hotel, swalayan dan lain
sebagainya.
Hasil
olahan
industri
tersebut
bukan
hanya
memenuhi permintaan lokal, namun juga untuk memenuhi
permintaan pasar luar pulau (Sukanata,2010)
Hasil penelitian Sukanata, et. al. (2010) menunjukkan bahwa
hanya sebagian kecil dari peternak yang menjual sapinya secara
langsung kepada pedagang antar pulau (22.58%) seperti yang
dapat dilihat pada Tabel 2. Peternak yang menjual langsung
kepada
pedagang
antar
pulau
tersebut
sebagian
besar
merupakan peternak yang berada di desa-desa sekitar tempat
tinggal pedagang antar pulau tanpa melalui pasar hewan.
Table 1.Beberapa Pembeli sapi langsung dari Peternak
No
Pembeli langsung
1
2
Belantik
Penganyar
Pedagang antar
3
pulau
Jumlah
Jumlah peternak
%
(Orang)
46
2
74.19
3.23
14
22.58
62
100.00
Sebagian besar peternak (74.19) memilih menujual sapinya
secara langung kepada belantik. Hal ini sesuai dengan apa yang
dinyatakan oleh Suparta (2007) yang meyatakan bahwa peternak
umumnya lebih senang konsentrasi di proses produksi yang
senantiasa dekat dengan ternaknya, sehingga mereka lebih
senang menyerahka pemasaran hasilnya kepada orang atau
lembaga lain.
Pasar hewan merupakan salah satu sarana pendukung untuk
membantu
kelancaran
dalam
pemasaran.Pada
umumnya
kegiatan pasar hewan biasanya dibuka dua kali seminggu,para
peternak diharapkan menjual sapinya secara langsung ke pasar
hewan sehingga rantai pasar lebih pendek sehingga akan
mendapakan harga yang lebih baik .Namun demikian, hanya
sebagian kecil dari peternak melakukan penjualan dengan
membawa sapinya langsung ke pasar hewan.(Sukanata, et. al. ,
2010).
Ada beberapa alas an mengapa peternak enggan menjual
sapinya
langsung
ke
pasar
hewan
antara
lain
:
adanya
permainan pasar (Mafia pasar) seperti permainan timbangn,
resiko jika tidak laku harus membawa pulang kembali,biaya
transportasi dan informasi pasar yang kurang. Di samping itu
keengganan peternak menjual langung ke pasar hewan juga
dipengaruhi oleh kurangnya jiwa entrepreneurship atau jiwa
dagang pada sebagian besar peternak.
Secara umum harga sapi di pasar hewan dipengaruhi oleh
penawaran dan permintaan. Meningkatnya penawaran sapi
dipasar
dapat
sebaliknya.
berpengaruh
Sedangkan
negative
permitaan
terhadap
sapi
harga
potong
dan
dapat
berpengaruh positif terhadap harga dan sebaliknya.Penawaran
dipengaruhi
oleh
beberapa
faktor
utama
antara
lain
produksi,tahun ajaran baru dan hari raya. Saat-saat menjelang
tahun ajaran baru penawaran sapi di pasar umumnya meningkat
dibandingkan pada hari-hari biasa, karena pada waktu ini banyak
peternak menjual sapinya untuk membiayai keperluan anak
sekolah. Hari raya juga berpengaruh terhadap penawaran sapi.
Pada saat-saat menjelang hari raya banyak peternak menjual
sapi dengan harapan untuk memperoleh harga yang lebih tinggi.
Sedangkan permintaan sapi potong di Bali dipengaruhi oleh
beberapa faktor utama seperti permintaan pedagang antar
pulau, dan impor. Peningkatan permintaan pedagang antar pulau
dapat meningkatkan harga di pasar, dan sebaliknya.
III.
KESIMPULAN
1) Laju pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat akan
mempengaruhi akan meningkatnya permintaan daging sapi
secara nasional.
2) Penawaran
peternakan rakyat dipengaruhi oleh selisih harga
daging sapi dengan harga sapi domestik dan penawaran
industri peternakan rakyat. Penawaran peternakan rakyat
responsive terhadap perubahan selisih harga daging sapi
dengan harga sapi domestik. Keberadaan industry peternakan
berpengaruh negatif terhadap penawaran usaha peternakan
rakyat.
3) Sistem pemasaran sapi potong di Bali belum efisien dan
kurang berkeadilan, sehingga perlu ada kebijakan yang lebih
tepat dalam sistem pemasaran, agar dapat memberikan
insentif yang lebih baik bagi peternak.
DAFTAR PUSTAKA
SYUKUR, M., SUMARYANTO, dan C. MUSLIM. 1993. Pola Pelayanan
Kredit
untuk
Masyarakat
Berpendapatan
Rendah
di
Pedesaan Jawa Barat. Forum Agro Ekonomi. Vol. 11 (2): 1–
13. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan
Litbang Pertanian. Bogor.
RUSASTRA, I.W. 1987. Prakiraan Produksi dan Kebutuhan Produk
Pangan Ternak di Indonesia. Forum Agro Ekonomi, Vol. 5,
No. 1 & 2: 15–21. Pusat Penelitian Agro Ekonomi. Badan
Litbang Pertanian. Bogor.
NASUTION, A. 1983. Sistim Komoditi Protein Hewani. Forum Agro
Ekonomi. Vol. 2, No. 2: 29–42. Pusat Penelitian Agro
Ekonomi. Badan Litbang Pertanian. Bogor.
SUDARYANTO,
T.,
Pendugaan
Beberapa
R.
SAYUTI,
Parameter
Propinsi
dan
T.D.
Permintaan
Sumatera
dan
SOEDJANA.
Hasil
1995.
Ternak
Kalimantan.
di
Jurnal
Penelitian Peternakan Indonesia. No. 2: 22–35. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Litbang
Pertanian. Bogor.
Sukanata, I W., Suciani, I G.N. Kayana., I W. Budiartha. 2010.
Kajian
Kritisterhadap
Penerapan
Kebijakan
Kuota
Perdagangan dan Efisiensi PemasaranSapi Potong Antar
Pulau.
Laporan
Akhir
Penelitian.
PeternakanUniversitas Udayana. Denpasar.
Fakultas