HUBUNGAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU KEPATUHAN PENGOBATAN PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS DI PUSKESMAS RANGKAH SURABAYA.

(1)

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU KEPATUHAN PENGOBATAN PADA PENDERITA DIABETES

MELLITUS DI PUSKESMAS RANGKAH SURABAYA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata

Satu (S1) Psikologi (S.Psi)

Firani Dwi Putri B07212049

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

INTISARI

Judul : Hubungan Kontrol Diri Dengan Perilaku Kepatuhan Pengobatan Pada Penderita Diabetes Mellitus Di Puskesmas Rangkah Surabaya

Nama : Firani Dwi Putri NIM : B07212049

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara Kontrol Diri dengan Perilaku Kepatuhan Pengobatan pada penderita Diabetes Mellitus di Puskesmas Rangkah Surabaya. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional dengan metode analisis data yang digunakan adalah analisis korelasional Product Momen. Sedangkan perhitungan dilakukan dengan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) for Windows versi 16.00. koefisien korelasi yang diperoleh yaitu sebesar 0,987 dengan taraf signifikansi 0,01 (2-tailed) . Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa skala kontrol diri dan skala perilaku kepatuhan pengobatan. Subjek penelitian ini adalah pasien yang menjalani rawat jalan di Puskesmas Rangkah Surabaya, sampel yang diambil berjumlah 60 sampel dari jumlah rata-rata populasi 604, melalui teknik pengambilan sampling yaitu accidental sampling. Hasil penelitian menunjukkan signifikansi sebesar 0,000. Karena 0,000 < 0,05 maka Ha diterima, dan Ho ditolak. Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara kontrol diri dengan kepatuhan pengobatan pada penderita Diabetes Mellitus di Puskesmas Rangkah Surabaya.


(7)

xiii ABSTRACT

The purpose of this research is to know whether there is the relationship between self-control with the behavior compliance treatment in people with Diabetes Mellitus in Puskesmas Rangkah Surabaya. The research is research quantitative correlational with the method of analysis the data used was analysis of correlational product moment. While calculation done with the program statistical product and service solution (SPSS) for windows version 16.00. A correlation coefficient obtained is as much as 0,987 with the economic situation of significance 0.01 ( 2-tailed ). This research using a technique data collection of scale self-control and scale of behavior compliance treatment. The subject of study this is patients who underwent outpatient at Puskesmas Rangkah Surabaya, samples to be taken were 60 sample than the average number of population 604, through technique the sampling namely accidental sampling. The research results show significance of 0,000. Because 0,000 < 0.05 so ha accepted , and ho rejected. It means there are a significant relation exists between self-control with compliance treatment in people with Diabetes Mellitus in Puskesmas Rangkah Surabaya.


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN... ii

HALAMAN PERNYATAAN... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ...v

KATA PENGANTAR... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR...x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

INTISARI ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang... 1

B. Rumusan Masalah ...8

C. Tujuan Penelian ...8

D. Manfaat Penelitian ...8

E. Keaslian Penelitian...9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kepatuhan ...15

1. Pengertian ...15

2. Faktor-faktor Kepatuhan ...17

3. Cara Mengurangi Ketidakpatuhan ...20

4. Cara Meningkatkan Kepatuhan...21

5. Aspek-aspek Kepatuhan...24

B. Kontrol Diri...24

1. Pengertian Kontrol Diri...24

2. Faktor-faktor Kontrol Diri ...27

3. Aspek-aspek Kontrol Diri ...29

C. Hubungan Kontrol Diri dengan Kepatuhan Pengobatan ...31

D. Kerangka Teoritik ...33

E. Hipótesis ...35

BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional ...36

a. Variabel Penelitian...36

b. Definisi Operasional ...36

B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ...37

C. Teknik Pengumpulan Data...40

D. Validitas dan Reliabilitas ...41

1. Validitas ...41

2. Reliabilitas ...46

E. Análisis Data ...48

1. Uji Normalitas...49

2. Uji Linieritas ...50


(9)

viii BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Subjek ...51

B. Deskripsi dan Reliabilitas Data...54

1. Deskripsi Responden ...54

2. Deskripsi Data...56

3. Validitas Data...59

4. Reliabilitas Data...63

C. Hasil Penelitian ...65

D. Pembahasan ...69

BAB V PENUTUP A. Simpulan ...75

B. Saran ...75


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Blue Print Try Out Skala Kontrol Diri...42

Tabel 3.2 Hasil Seleksi Aitem Skala Kontrol Diri pada Subjek Try Out...43

Tabel 3.3 Blue Print Try Out Skala Kepatuhan Pengobatan...44

Tabel 3.4 Hasil Seleksi Aitem Skala Kepatuhan Pengobatan...45

Tabel 3.5 Reliabilitas Statistik Try Out ...47

Tabel 4.1 Jadwal Kegiatan ...53

Tabel 4.2 Deskripsi Jenis Kelamin ...54

Tabel 4.3 Deskripsi Usia...55

Tabel 4.4 Deskripsi Pekerjaan ...56

Tabel 4.5 Deskriptif Statistik ...57

Tabel 4.6 Hasil Kategorisasi Variabel Kontrol Diri ...58

Tabel 4.7 Hasil Kategorisasi Variabel Kepatuhan Pengobatan ...58

Tabel 4.8 Blue Print Valid Skala Kontrol Diri ...59

Tabel 4.9 Daya Diskriminasi Aitem Kontrol Diri...60

Tabel 4.10 Blue Print Valid Skala Kepatuhan Pengobatan ...61

Tabel 4.11 Daya Diskriminasi Aitem Kepatuhan Pengobatan ...62

Tabel 4.12 Reliabilitas Statistik ...64

Tabel 4.13 Hasil Uji Normalitas ...66

Tabel 4.14 Hasil Uji Linieritas...67


(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Kerangka Teoritik ...34 Gambar 4.1 Diagram Deskripsi Jenis Kelamin...55


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Aitem Try Out Kepatuhan Pengobatan ...80

LAMPIRAN 2 Aitem Try Out Kontrol Diri ...83

LAMPIRAN 3 Data Mentah Try Out Kepatuhan Pengobatan ...86

LAMPIRAN 4 Data Dikotomik Try Out Kepatuhan pengobatan ...88

LAMPIRAN 5 Data Mentah Try Out Kontrol Diri ...90

LAMPIRAN 6 Data Dikotomik Try Out Kontrol Diri ...92

LAMPIRAN 7 Validitas Try Out Kepatuhan Pengobatan ...94

LAMPIRAN 8 Validitas Try Out Kontrol Diri...97

LAMPIRAN 9 Reliabilitas Try Out Kepatuhan Pengobatan...100

LAMPIRAN 10 Reliabilitas Try Out Kontrol diri...102

LAMPIRAN 11 Aitem Valid Kepatuhan Pengobatan...104

LAMPIRAN 12 Aitem Valid Kontrol Diri ...107

LAMPIRAN 13 Data Mentah Kepatuhan Pengobatan ...110

LAMPIRAN 14 Data DikotomiK Kepatuhan Pengobatan ...113

LAMPIRAN 15 Data Mentah Kontrol Diri ...116

LAMPIRAN 16 Data Dikotomik Kontrol Diri ...119

LAMPIRAN 17 Uji Kolmogorof Smirnof...122

LAMPIRAN 18 Uji Linieritas ...123

LAMPIRAN 19 Uji Korelasi Product Momen ...126

LAMPIRAN 20 Uji Deskripsi ...127

LAMPIRAN 21 Reliabilitas Kepatuhan Pengobatan ...128

LAMPIRAN 22 Reliabilitas Kontrol Diri...130

LAMPIRAN 23 Variabel Kepatuhan Valid dan Tidak Valid...132


(13)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Seiring dengan adanya perubahan gaya hidup masyarakat seperti mengkonsumsi makanan dengan kadar lemak tinggi, merokok, kegiatan yang tidak mengenal batas waktu yang diiringi juga dengan adanya kemajuan dalam bidang perdagangan dan teknologi. Hal ini berdampak pada pengurangan aktifitas fisik yang sehat seperti kurang bergerak dan sistem indera yang cenderung tidak digunakan secara maksimal. Pengurangan aktifitas fisik yang sehat berdampak munculnya berbagai penyakit kronis di masyarakat.

Salah satu penyakit kronis yang dapat terjadi adalah Diabetes Mellitus atau penyakit gula darah. Nama Diabetes Mellitus diperoleh dari bahasa latin yang berasal dari kata Yunani, diabetes berarti pencuran, dan mellitus berarti madu, karena gambaran yang paling nyata dari seorang penderita diabetes yang tidak terawat adalah bahwa orang tersebut mengeluarkan sejumlah besar urine yang mengandung kadar gula yang tinggi (Leslie, 1994). Presiden Federensi Diabetes International, Piere Lefebvre (2015) menyatakan bahwa diabetes mellitus dijuluki sebagai the silent killer atau pembunuh diam-diam karena dalam banyak kasus diabetes baru terdeteksi ketika komplikasi terlanjut terjadi.


(14)

2

Diabetes adalah suatu kondisi kronis yang terjadi ketika tubuh tidak dapat menghasilkan cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin. Dan diagnosisnya dengan cara mengamati peningkatan kadar glukosa darah. Insulin adalah hormon yang diproduksi di prankreas yang mana dibutuhkan untuk mengangkut glukosa dari aliran darah ke sel-sel tubuh dimana ia digunakan sebagai energi. Kurangnya atau tidak efektifnya insulin pada penderita diabetes yang berarti bahwa glukosa tetap beredar di dalam darah. Seiring waktu, tingkat tinggi yang dihasilkan dari glukosa dalam darah dikenal sebagai hiperglikemia yang menyebabkan kerusakan di banyak jaringan dalam tubuh dan mengarah pada komplikasi kesehatan yang mengancam jiwa. (IDF, 2015)

Diabetes termasuk salah satu keadaan darurat kesehatan global terbesar dari abad 21. Setiap tahun semakin banyak orang yang hidup dengan kondisi ini, kondisi yang dapat mengakibatkan komplikasi yang mengubah hidup. Selain 415 juta orang dewasa yang diperkirakan saat ini memiliki diabetes, ada 318 juta orang dewasa dengan gangguan toleransi glukosa, yang menempatkan mereka pada resiko tinggi dalam pengembangan penyakit di masa depan. (IDF, 2015)

Fenomena dalam kehidupan sekarang, Diabetes termasuk salah satu penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah serius kesehatan masyarakat, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia. Berdasarkan hasil riset data WHO (World Health Organisasion) serta IDF


(15)

3

Diabetes mencapai 285 juta dan terus meningkat hingga 438 juta pada tahun 2030. Lebih besar dari populasi penduduk di seluruh Eropa pada saat ini. Di Indonesia berdasarkan data WHO jumlah penderita Diabetes tipe-2 atau NIDDM(Non Insulin Dependent Diabetes)meningkat tiga kali lipat dalam 10 tahun dan pada 2010 telah mencapai 21,3 juta orang.berbeda dengan tahun 2000, yang jumlah penderitanya baru mencapai 8,4 juta orang. (http://www.detik-healthy.com)

Diabetes merupakan salah satu penyakit tidak menular yang jadi perhatian dunia. Pada 2015 saja, persentase orang dewasa dengan diabetes adalah 8,5 persen dari populasi dunia atau ada satu diantara 11 orang dewasa menyandang diabetes. Jika dibiarkan, akan ada 1 dari 10 orang diabetesi pada 2040. Pengidap diabetes di Indonesia juga tidak sedikit. Pada diabetes tipe 2 gaya hidup tidak sehat menjadi alasan terus bertambahnya orang yang terkena diabetes. Padahal sekitar 80 persen kejadian diabetes bisa dicegah. (www.liputan6.com)

Di wilayah Asia Tenggara, 24,2% dari semua hidup kelahiran dipengaruhi oleh glukosa darah tinggi selama kehamilan. Di wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara, dua dari lima orang dewasa dengan diabetes yang tidak terdiagnosis. Sedangkan di wilayah Amerika Selatan dan Tengah, jumlah penderita diabetes akan meningkat 65% pada tahun 2040. (IDF, 2015)


(16)

4

Global status report on NCD World Health Organization (WHO) tahun 2010 melaporkan bahwa 60% penyebab kematian semua umur di dunia adalah karena Penyakit Tidak Menular (PTM). Diabetes menduduki peringkat ke-6 sebagai penyebab kematian. Sekitar 1,3 juta orang meninggal akibat diabetes dan 4% meninggal sebelum usia 70 tahun. Pada tahun 2030 diperkirakan Diabetes menempati urutan ke-7 penyebab kematian di dunia. Sedangkan untuk di Indonesia diperkirakan pada tahun 2030 akan memiliki penyandang Diabetes sebanyak 21,3 juta jiwa. (www.depkes.go.id)

Dalam rentang waktu 2014-2015, Indonesia menduduki peringkat ke-7 penderita diabetes mellitus di seluruh dunia. Berdasarkan data World Diabetes Foundation 2014 hingga 2015, disebutkan bahwa sebanyak 382 juta jiwa di Indonesia merupakan penyandang diabetes mellitus. Jumlah penderita diabetes ini diperkirakan masih akan meningkat menjadi 592 juta jiwa pada 2035. Atau dengan kata lain 1 dari 10 orang adalah penderita diabetes mellitus. Dareah Jawa Timur yang mempunyai angka DM tinggi yaitu Surabaya yang berada di peringkat pertama dengan 14.377 kasus pertahun. Fenomena ini sudah sangat perlu diintervensi karena penyakit diabetes mellitus adalah penyakit yang menyebabkan berbagai jenis komplikasi mematikan, seperti jantung dan stroke. (metrotvnews.com)


(17)

5

dapat mempengaruhi perkembangan kemajuan bangsa Indonesia. Kemajuan suatu Negara ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia yang baik, sehat dan unggul. Beberapa upaya pencegahan dapat dilakukan agar terhindar dari penyakit Diabetes, baik secara primer maupun sekunder. Pencegahan primer yaitu berupa pencegahan melalui modifikasi gaya hidup seperti pola makan yang sesuai, aktifitas fisik yang memadai atau olahraga. Adapun pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan pengecekan atau kontrol fisik, pengecekan urine, penghentian merokok bagi penderita yang merokok. (http://www.detik-healthy.com)

Dimas SaifuNurfazah (2013) dalam penelitiannya tentang “Kepatuhan Penderita Diabetes Mellitus Dalam Menjalani Terapi Olahraga Dan Diet” menjelaskan bahwa keberhasilan suatu pengobatan baik secara primer maupun sekunder, sangat dipengaruhi oleh kepatuhan penderita DM untuk menjaga kesehatannya. Dengan kepatuhan yang baik, pengobatan secara primer maupun sekunder dapat terlaksana secara optimal dan kualitas kesehatan bisa tetap dirasakan. Sebabnya apabila penderita DM tidak mempunyai kesadaran diri untuk bersikap patuh maka hal tersebut dapat menyebabkan kegagalan dalam pengobatan yang berakibat pada menurunnya kesehatan. Bahkan akibat ketidakpatuhan dalam menjaga kesehatan, dapat berdampak pada komplikasi penyakit DM dan bisa berujung pada kematian.

Neil Niven (2012), menyatakan bahwa profesional kesehatan menghadapi banyak masalah bila mencoba mengikuti kerja sama terhadap


(18)

6

pasien mereka dalam menaati nasihat medis. Meskipun bila pasien telah memberikan upaya yang dapat dipertimbangkan dalam mencari bantuan kesehatan. Kesempatan ini sangat tinggi dimana nasihat yang diberikan akan diabaikan atau disalahterapkan. Dunbar & Stunkard (dalam Neil Niven, 2012) mengemukakan bahwa saat ini ketidakpatuhan pasien telah menjadi masalah serius yang dihadapi tenaga kesehatan profesional. Oleh karena itu penting untuk diketahui tentang tingkat ketidakpatuhan.

Sacket (Dalam Neil Niven, 2012) mendefinisikan kepatuhan pasien sebagai “sejauhmana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan.” Pasien mungkin tidak mematuhi tujuan atau mungkin melupakan begitu saja atau salah mengerti instruksi yang diberikan.

Ian P. Albery (2011), mengemukakan kepatuhan mengacu kepada situasi ketika perilaku seorang individu sepadan dengan tindakan yang dianjurkan atau nasehat yang diusulkan oleh seorang praktisi kesehatan atau informasi yang diperoleh dari suatu sumber informasi lainnya.

Dinicola dan Dimetto (Dalam Neil Niven, 2012) mengemukakan bahwa perilaku kepatuhan sangat dipengaruhi oleh kebiasaan, oleh karena itu perlu dikembangkan suatu strategi yang bukan hanya untuk mengubah perilaku tetapi juga mempertahankan perilaku tersebut. Sikap pengontrolan diri membutuhkan pemantauan terhadap diri sendiri, evaluasi diri dan penghargaan terhadap diri sendiri dan terhadap perilaku yang baru


(19)

7

tersebut. Dimana penting untuk mengembangkan perasaan mampu, bisa mengontrol diri dan percaya pada diri sendiri.

Tangney (dalam Iga Serpianing, 2012) menyatakan bahwa kontrol diri merupakan kemampuan individu untuk menentukan perilakunya berdasarkan standar tertentu seperti moral, nilai, dan aturan di masyarakat agar mengarah pada perilaku positif. Dan Evi Aviyah (2014) mengemukakan bahwa kontrol diri dapat diartikan sebagai suatu aktivitas pengendalian tingkah laku. Kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu ke arah konsekuensi positif.

Sedangkan menurut Chaplin (dalam Sari Dewi, 2012) self control sebagai kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan, merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsive. Dimanaself controlini penting untuk dikembangkan karena individu tidak hidup sendiri melainkan bagian dari kelompok masyarakat. Individu mampu mengontrol diri berarti individu memilikiself control.

Derajat ketidakpatuhan bervariasi sesuai dengan apakah pengobatan tersebut kuratif atau prefentif, jangka panjang atau jangka pendek. Sackett & Snow (dalam Neil Niven, 2012) menemukan bahwa ketaatan terhadap 10 hari jadwal pengobatan adalah mengobati, dan 60-70% dengan tujuan pengobatannya adalah pencegahan. Kegagalan untuk mengikuti program pengobatan jangka panjang, yang bukan dalam kondisi


(20)

8

akut, dimana derajat ketidakpatuhannya rata-rata 50% dan derajat tersebut bertambah buruk sesuai waktu.

Berdasarkan permasalahan di atas, serta mengingat pentingnya kontrol diri dan peran perilaku kepatuhan, maka penelitian dengan tema hubungan antara kontrol diri dan perilaku kepatuhan ini urgent untuk dilakukan.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah, “Apakah terdapat Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan Perilaku Kepatuhan Pengobatan Pada Penderita Diabetes Mellitus”.

C. TUJUAN

Sejalan dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris hubungan antara kontrol diri dengan perilaku kepatuhan pengobatan pada penderita diabetes mellitus.

D. MANFAAT

Dari hasil penelitian ini, diharapkan akan memperoleh manfaat teoritis dan praktis sebagai berikut:

1 Manfaat Teoritis

Melalui hasil penelitian ini, diharapkan dapat memperluas wawasan penelitian pada bidang ilmu psikologi, khususnya ilmu psikologi klinis, yaitu mengenai hubungan antara kontrol diri dan perilaku


(21)

9

selanjutnya, terutama yang berhubungan dengan perilaku kepatuhan pengobatan bagi penderita diabetes, dan kontrol diri pada penderita diabetes mellitus.

2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan bisa dijadikan sarana bagi penderita diabetes mellitus dalam memahami perilaku serta sebagai masukan dan pertimbangan dalam penelitian tentang perilaku kepatuhan yang dihubungkan dengan faktor kontrol diri penderita diabetes mellitus. Selain itu penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan terutama bagi para penderita diabetes mellitus untuk dapat mengendalikan segala bentuk perilakunya, khususnya perilaku yang mengarah pada ketidakpatuhan dalam hal pengobatan maupun pencegahan penyakit.

E. KEASLIAN PENELITIAN

Penelitian tentang hubungan kontrol diri dengan perilaku kepatuhan terhadap pengobatan pada penderita diabetes mellitus sepengetahuan peneliti belum pernah diteliti, namun ada beberapa penelitian sebelumnya yang mirip dengan penelitian ini. Beberapa yang mirip dengan penelitian ini diantaranya:

Penelitian terkait kontrol diri pada penderita diabetes mellitus pernah dilakukan oleh Destriana Nurcahyani, dkk (2007) dari Universitas Islam Indonesia. Penelitian tersebut membahas “Hubungan Afek Positif dengan Kontrol diri dalam menjalankan diet”. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara afek positif dengan kontrol diri pada


(22)

10

penderita diabetes mellitus. Perbedaan dengan peneliti terletak pada variabelnya. Variabel dalam penelitian ini adalah afek positif dan kontrol diri. Dari hasil uji efektivitas menunjukkan hasil yang signifikan, yang menunjukkan adanya hubungan antara afek positif dengan kontrol diri pada penderita diabetes mellitus.

Penelitian serupa dilakukan oleh Ratu Lensi, dkk (2014). Penelitian tersebut membahas “Hubungan antara Persepsi Penyakit dengan Kontrol Diri pada Penderita Diabetes yang Memiliki Riwayat Keturunan”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara persepsi penyakit dengan kontrol diri pada penderita diabetes. Hal yang menjadi beda dengan peneliti adalah terletak pada variabel yang mana penelitian tersebut menggunakan variabel persepsi penyakit dan kontrol diri. Hasil uji analisis korelasi antara variabel persepsi penyakit dengan kontrol diri pada sampel penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan diantara keduanya.

Sedangkan penelitian terkait kepatuhan dilakukan oleh Yesti Kristianingrum, dkk (2011) membahas tentang “Dukungan Keluarga dan Kepatuhan Minum Obat pada orang dengan Diabetes Mellitus” yang menunjukkan adanya hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat. Perbedaan dengan peneliti terletak pada variabelnya. Variabel dalam penelitian ini adalah dukungan keluarga dan kepatuhan minum obat. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa


(23)

11

adanya hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pada orang dengan Diabetes Mellitus.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Putu Kenny Rani Evadewi, dkk (2013) dari Universitas Udayana membahas tentang “Kepatuhan Mengkonsumsi Obat Pasien Hipertensi Di Denpasar Ditinjau Dari Kepribadian Tipe A dan Tipe B”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode komparatif atau metode yang digunakan untuk mengetahui perbedaan antara dua variabel. Perbedaan dengan peneliti adalah terletak pada metode dan subjeknya. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa terdapat perbedaan kepatuhan mengkonsumsi obat secara signifikan antara kepribadian tipe A dengan kepribadian tipe B.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Husnah, dkk (2014) yang membahas “Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan Pasien Diabetes Mellitus dalam Menjalani terapi Di RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional dengan desain cross sectional survey. Perbedaan dengan peneliti terletak pada variabelnya. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan kepatuhan terapi. Hasil penelitian tersebut menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan pelaksanaan terapi. Semakin baik tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya, maka semakin tinggi pula motivasi melakukan terapi.


(24)

12

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Johannes H. Saing (2010) membahas tentang “Tingkat Pengetahuan, Perilaku, dan Kepatuhan Berobat Orang Tua dari Pasien Epilepsi Anak di Medan”. Penelitian tersebut menggunakan metode studi deskriptif. Perbedaan dengan peneliti terletak pada metode dan subjek. Subjek dalam penelitian tersebut adalah orang tua dari anak pasien epilepsi. Dari hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa kepatuhan berobat pada orang tua dan pengasuh dari pasien epilepsi pada umumnya adalah baik.

Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Rossana Bellawati Sugiarto, dkk (2012) yang membahas tentang “ Kepatuhan Kontrol dengan Tingkat Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Mellitus Di Rumah Sakit Baptis Kediri”. Pembahasan tersebut mengacu pada bagaimana kepatuhan kontrol dengan tingkat kadar gula darah pasien Diabetes Mellitus di Rumah sakit Baptis Kediri. Perbedaan dengan peneliti adalah terletak pada variabelnya yang mana variabel dalam penelitian tersebut adalah kepatuhan kontrol dan tingkat kadar gula darah. Dari hasil penelitian tersebut melalui uji statistik didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara kepatuhan kontrol dengan tingkat kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus di klinik penyakit dalam Rumah Sakit Baptis Kediri.

Penelitian serupa dilakukan oleh Nurina Dewi Pratita, dkk (2012) yang membahas “Hubungan Dukungan Pasangan dan Health Locus Of Control dengan Kepatuhan dalam Menjalani Proses Pengobatan pada


(25)

13

Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2”. Perbedaan dengan peneliti terletak pada variabelnya. Variabel dalam penelitian ini adalah dukungan pasangan,Health Locus Of Controldan kepatuhan dalam menjalani proses pengobatan. Dari hasil penelitian tersebut berdasarkan analisis data diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang positif antara dukungan pasangan dan Health Locus Of Control dengan Kepatuhan dalam menjalani proses pengobatan pada penderita diabetes mellitus tipe 2.

Selanjutnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Toto Siswantoro (2012) penelitian tersebut membahas tentang “Analisis Pengaruh Predisposing, Enabling dan Reinforcing Factors terhadap Kepatuhan Pengobatan TB Paru di Kabupaten Bojonegoro”. Yang menjadi berbeda dengan peneliti yaitu terletak pada variabel dan subjek. Yang mana penelitian tersebut menggunakan subjek penderita TB paru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan penderita TB paru di Kabupaten Bojonegoro sebagian besar mempunyai tingkat pengetahuan baik dan cukup.

Dan juga penelitian yang dilakukan oleh Syailendrawati, dkk (2012) yang mana penelitian tersebut membahas tentang “Pengaruh Keterlibatan Aktif dalam Kelompok Dukungan (Persadia) terhadap Tingkat Kepatuhan Pengobatan Penderita Diabetes Mellitus di Puskesmas Pakis Surabaya”. Yang menjadi beda dengan peneliti adalah variabelnya dimana variabel yang digunakan adalah keterlibatan aktif kelompok


(26)

14

dukungan dan kepatuhan pengobatan. Penelitian tersebut merupakan penelitian eksplanatif yang ditujukan untuk menjelaskan suatu fenomena yang meliputi pengetahuan mengenai mengapa fenomena itu ada atau apa yang menyebabkan fenomena itu sendiri. Hasil analisis menunjukkan bahwa adanya pengaruh keterlibatan aktif dalam kelompok dukungan terhadap tingkat kepatuhan pengobatan terkait dengan fungsi kelompok dukungan itu sendiri diantaranya mendapatkan dukungan sosial.

Hal yang menjadi perbedaan dengan penelitian yang pernah ada adalah penelitian ini melibatkan variabel kontrol diri dengan perilaku kepatuhan. Kontrol diri merupakan variabel yang diharapkan mampu menunjukkan kemampuan subjek penelitian dalam mengarahkan perilakunya sesuai dengan aturan pengobatan dan terapi dari professional kesehatan. Selanjutnya kontrol diri diasumsikan sebagai faktor penting untuk mendukung perilaku kepatuhan pengobatan pada penderita diabetes mellitus dalam memodifikasi hidupnya.


(27)

15 BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kepatuhan 1. Pengertian

Ada beberapa macam terminologi yang biasa digunakan dalam literatur untuk mendeskripsikan kepatuhan pasien diantaranya compliance, adherence, dan persistence. Compliance adalah secara pasif mengikuti saran dan perintah dokter untuk melakukan terapi yang sedang dilakukan (Osterberg & Blaschke dalam Nurina, 2012). Adherence adalah sejauh mana pengambilan obat yang diresepkan oleh penyedia layanan kesehatan. Tingkat kepatuhan (adherence) untuk pasien biasanya dilaporkan sebagai persentase dari dosis resep obat yang benar-benar diambil oleh pasien selama periode yang ditentukan (Osterberg & Blaschke dalam Nurina, 2012).

Di dalam konteks psikologi kesehatan, kepatuhan mengacu kepada situasi ketika perilaku seorang individu sepadan dengan tindakan yang dianjurkan atau nasehat yang diusulkan oleh seorang praktisi kesehatan atau informasi yang diperoleh dari suatu sumber informasi lainnya seperti nasehat yang diberikan dalam suatu brosur promosi kesehatan melalui suatu kampanye media massa (Ian & Marcus, 2011).

Para Psikolog tertarik pada pembentukan jenis-jenis faktor-faktor kognitif dan afektif apa yang penting untuk memprediksi kepatuhan dan


(28)

16

juga penting perilaku yang tidak patuh. Pada waktu-waktu belakangan ini istilah kepatuhan telah digunakan sebagai pengganti bagi pemenuhan karena ia mencerminkan suatu pengelolaan pengaturan diri yang lebih aktif mengenai nasehat pengobatan (Ian & Marcus, 2011).

Menurut Kozier (2010) kepatuhan adalah perilaku individu (misalnya: minum obat, mematuhi diet, atau melakukan perubahan gaya hidup) sesuai anjuran terapi dan kesehatan. Tingkat kepatuhan dapat dimulai dari tindak mengindahkan setiap aspek anjuran hingga mematuhi rencana.

Sedangkan Sarafino (dalam Yetti, dkk 2011) mendefinisikan kepatuhan sebagai tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya. Dikatakan lebih lanjut, bahwa tingkat kepatuhan pada seluruh populasi medis yang kronis adalah sekitar 20% hingga 60%. Dan pendapat Sarafino pula (dalam Tritiadi, 2007) mendefinisikan kepatuhan atau ketaatan (compliance atau adherence) sebagai: “tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternyaatau oleh orang lain”.

Pendapat lain dikemukakan oleh Sacket (Dalam Neil Niven, 2000) mendefinisikan kepatuhan pasien sebagai “sejauhmana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan”. Pasien mungkin tidak mematuhi tujuan atau mungkin melupakan begitu saja atau salah mengerti instruksi yang diberikan.


(29)

17

Kemudian Taylor (1991), mendefinisikan kepatuhan terhadap pengobatan adalah perilaku yang menunjukkan sejauh mana individu mengikuti anjuran yang berhubungan dengan kesehatan atau penyakit. Dan Delameter (2006) mendefinisikan kepatuhan sebagai upaya keterlibatan aktif, sadar dan kolaboratif dari pasien terhadap perilaku yang mendukung kesembuhan.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku kepatuhan terhadap pengobatan adalah sejauh mana upaya dan perilaku seorang individu menunjukkan kesesuaian dengan peraturan atau anjuran yang diberikan oleh professional kesehatan untuk menunjang kesembuhannya.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan

Menurut Kozier (2010), faktor yang mempengaruhi kepatuhan adalah sebagai berikut:

a. Motivasi klien untuk sembuh

b. Tingkat perubahan gaya hidup yang dibutuhkan c. Persepsi keparahan masalah kesehatan

d. Nilai upaya mengurangi ancaman penyakit

e. Kesulitan memahami dan melakukan perilaku khusus f. Tingkat gangguan penyakit atau rangkaian terapi

g. Keyakinan bahwa terapi yang diprogramkan akan membantu atau tidak membantu


(30)

18

i. Warisan budaya tertentu yang membuat kepatuhan menjadi sulit dilakukan

j. Tingkat kepuasan dan kualitas serta jenis hubungan dengan penyediaan layanan kesehatan

Sedangkan menurut Neil (2000), Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dapat digolongkan menjadi empat bagian:

a. Pemahaman Tentang Instruksi

Tak seorang pun dapat mematuhi instruksi jika ia salah paham tentang instruksi yang diberikan padanya. Lcy dan Spelman (dalam Neil, 2000) menemukan bahwa lebih dari 60% yang diwawancarai setelah bertemu dengan dokter salah mengerti tentang instruksi yang diberikan pada mereka. Kadang-kadang hal ini disebabkan oleh kegagalan professional kesehatan dalam memberikan informasi yang lengkap, penggunaan istilah-istilah media dan memberikan banyak instruksi yang harus diingat oleh pasien.

b. Kualitas Interaksi

Kualitas interaksi antara professional kesehatan dan pasien merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan. Korsch & Negrete (Dalam Neil, 2000) telah mengamati 800 kunjungan orang tua dan anak-anaknya ke rumah sakit anak di Los Angeles. Selama 14


(31)

19

memastikan apakah ibu-ibu tersebut melaksankan nasihat-nasihat yang diberikan dokter, mereka menemukan bahwa ada kaitan yang erat antara kepuasaan ibu terhadap konsultasi dengan seberapa jauh mereka mematuhi nasihat dokter, tidak ada kaitan antara lamanya konsultasi dengan kepuasaan ibu. Jadi konsultasi yang pendek tidak akan menjadi tidak produktif jika diberikan perhatian untuk meningkatkan kualitas interaksi.

c. Isolasi Sosial dan Keluarga

Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat juga menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima. Pratt (dalam Neil, 2012) telah memperhatikan bahwa peran yang dimainkan keluarga dalam pengembangan kebiasaan kesehatan dan pengajaran terhadap anak-anak mereka. Keluarga juga memberi dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan dari anggota keluarga yang sakit. d. Keyakinan, Sikap dan Keluarga

Becker (dalam Neil, 2012) telah membuat suatu usulan bahwa model keyakinan kesehatan berguna untuk memperkirakan adanya ketidakpatuhan. Mereka menggambarkan kegunaan model tersebut dalam suatu


(32)

20

penelitian bersama Hartman dan Becker (1978) yang memperkirakan ketidakpatuhan terhadap ketentuan untuk pasien hemodialisa kronis. 50 orang pasien dengan gagal ginjal kronis tahap akhir yang harus mematuhi program pengobatan yang kompleks, meliputi diet, pembatasan cairan, pengobatan, dialisa. Pasien-pasien tersebut diwawancarai tentang keyakinan kesehatan mereka dengan menggunakan suatu model. Hartman dan Becker menemukan bahwa pengukuran dari tiap-tiap dimensi yang utama dari model tersebut sangat berguna sebagai peramal dari kepatuhan terhadap pengobatan.

1 Cara-cara Mengurangi Ketidakpatuhan

Dinicola dan Dimatteo (dalam Neil, 2000) mengusulkan rencana untuk mengatasi ketidakpatuhan pasien antara lain:

a. Mengembangkan tujuan dari kepatuhan itu sendiri, banyak dari pasien yang tidak patuh yang memiliki tujuan untuk mematuhi nasihat-nasihat pada awalnya. Pemicu ketidakpatuhan dikarenakan jangka waktu yang cukup lama serta paksaan dari tenaga kesehatan yang menghasilkan efek negatif pada penderita sehingga awal mula pasien mempunyai sikap patuh bisa berubah menjadi tidak patuh. Kesadaran diri sangat dibutuhkan dari diri pasien.


(33)

21

b. Perilaku sehat, hal ini sangat dipengaruhi oleh kebiasaan, sehingga perlu dikembangkan suatu strategi yang bukan hanya untuk mengubah perilaku, tetapi juga mempertahankan perubahan tersebut. Kontrol diri, evaluasi diri dan penghargaan terhadap diri sendiri harus dilakukan dengan kesadaran diri. Modifikasi perilaku harus dilakukan antara pasien dengan pemberi pelayanan kesehatan agar terciptanya perilaku sehat.

c. Dukungan sosial, dukungan sosial dari anggota keluarga dan sahabat dalam bentuk waktu, motivasi dan uang merupakan faktor-faktor penting dalam kepatuhan pasien. Contoh yang sederhana, tidak memiliki pengasuh, transportasi tidak ada, anggota keluarga sakit, dapat mengurangi intensitas kepatuhan. Keluarga dan teman dapat membantu mengurangi ansietas yang disebabkan oleh penyakit tertentu, mereka dapat menghilangkan godaan pada ketidaktaatan dan mereka seringkali dapat menjadi kelompok pendukung untuk mencapai kepatuhan.

4. Cara-cara Meningkatkan Kepatuhan

Smet (1994) menyebutkan beberapa strategi yang dapat dicoba untuk meningkatkan kepatuhan, antara lain:


(34)

22

a. Segi Penderita

Usaha yang dapat dilakukan penderita diabetes mellitus untuk meningkatkan kepatuhan dalam menjalani pengobatan yaitu: 1 Meningkatkan kontrol diri. Penderita harus meningkatkan

kontrol dirinya untuk meningkatkan ketaatannya dalam menjalani pengobatan, karena dengan adanya kontrol diri yang baik dari penderita akan semakin meningkatkan kepatuhannya dalam menjalani pengobatan. Kontrol diri dapat dilakukan meliputi kontrol berat badan, kontrol makan dan emosi.

2 Meningkatkan efikasi diri. Efikasi diri dipercaya muncul sebagai prediktor yang penting dari kepatuhan. Seseorang yang mempercayai diri mereka sendiri untuk dapat mematuhi pengobatan yang kompleks akan lebih mudah melakukannya. 3 Mencari informasi tentang pengobatan. Kurangnya

pengetahuan atau informasi berkaitan dengan kepatuhan serta kemauan dari penderita untuk mencari informasi mengenai penyakitnya dan terapi medisnya, informasi tersebut biasanya didapat dari berbagai sumber seperti media cetak, elektronik atau melalui program pendidikan di rumah sakit. Penderita hendaknya benar-benar memahami tentang penyakitnya dengan cara mencari informasi penyembuhan penyakitnya tersebut. 4 Meningkatkan monitoring diri. Penderita harus melakukan


(35)

23

lebih mengetahui tentang keadaan dirinya seperti keadaan gula dalam darahnya, berat badan, dan apapun yang dirasakannya. b. Segi Tenaga Medis

Usaha-usaha yang dilakukan oleh orang-orang di sekitar penderita untuk meningkatkan kepatuhan dalam menjalani pengobatan antara lain:

1 Meningkatkan keterampilan komunikasi para dokter. Salah satu strategi untuk meningkatkan kepatuhan adalah memperbaiki komunikasi antara dokter dengan pasien. Ada banyak cara dari dokter untuk menanamkan kepatuhan dengan dasar komunikasi yang efektif dengan pasien.

2 Memberikan informasi yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya dan cara pengobatannya. Tenaga kesehatan, khususnya dokter adalah orang yang berstatus tinggi bagi kebanyakan pasien dan apa yang ia katakan secara umum diterima sebagai sesuatu yang sah atau benar.

3 Memberikan dukungan sosial. Tenaga kesehatan harus mampu mempertinggi dukungan sosial. Selain itu keluarga juga dilibatkan dalam memberikan dukungan kepada pasien, karena hal tersebut juga akan meningkatkan kepatuhan, Smet (1994) menjelaskan bahwa dukungan tersebut bisa diberikan dengan bentuk perhatian dan memberikan nasehatnya yang bermanfaat bagi kesehatannya.


(36)

24

4 Pendekatan perilaku. Pengelolaan diri yaitu bagaimana pasien diarahkan agar dapat mengelola dirinya dalam usaha meningkatkan perilaku kepatuhan. Dokter dapat bekerja sama dengan keluarga pasien untuk mendiskusikan masalah dalam menjalani kepatuhan serta pentingnya pengobatan.

5. Aspek-aspek Kepatuhan Pengobatan

Adapun aspek-aspek kepatuhan pengobatan sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Delameter (2006) adalah sebagai berikut:

1 Pilihan dan tujuan pengaturan.

2 Perencanaan pengobatan dan perawatan. 3 Pelaksanaan aturan hidup.

B. Kontrol Diri 1 Pengertian

Sangat banyak teori yang dapat dikemukakan sehubungan dengan pengertian kontrol diri. Chaplin (1997), yang menjelaskan bahwa self controlatau kontrol diri adalah kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri; kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impuls-impulsif. Atau seperti Carlson (dalam Chaplin, 1997) yang mengartikan kontrol diri sebagai kemampuan seseorang dalam merespon sesuatu, selanjutnya juga dicontohkan, seorang anak dengan sadar menunggu reward yang lebih sadar dibandingkan jika dengan segera tetapi mendapat yang lebih kecil diangap melebihi kemampuan kontrol diri.


(37)

25

Sementara itu Goleman (dalam Ghufron, 2010), memaknai kontrol diri sebagai kemampuan untuk menyesuaikan diri mengendalikan tindakan dengan pola yang sesuai dengan usia, suatu kendali batiniah. Begitupun dengan pendapat Bandura dan Mischel, sebagaiman dikutip Carlson, yang mengatakan bahwa kontrol diri merupakan kemampuan individu dalam merespon suatu situasi. Demikian pula dengan Piaget (dalam Carlson, 1987) yang mengartikan tingkah laku yang dilakukan dengan sengaja dan mempunyai tujuan yang jelas tetapi dibatasi oleh situasi yang khusus sebagai kontrol diri.

Kemudian Evi & Muhammad (2014), mengartikan kontrol diri sebagai suatu aktivitas pengendalian tingkah laku. Kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu ke arah konsekuensi positif. Sedangkan Ghufron & Risnawati (2010) mendefinisikan kontrol diri sebagai suatu kemampuan individu untuk membaca kondisi diri dengan lingkungannya. Faktor-faktor dari kontrol diri meliputi lingkungan internal serta eksternal, lingkungan internal mencakup usia individu tersebut, sedangkan lingkungan eksternal meliputi peraturan yang dibuat oleh keluarga tersebut agar individu tidak melakukan perilaku menyimpang.

Senada dengan definisi diatas, Thompson (dalam Smet, 1994) mengartikan kontrol diri sebagai suatu keyakinan bahwa seseorang dapat mencapai hasil-hasil yang diinginkan lewat tindakan diri sendiri.


(38)

26

Karena itulah menurutnya, perasaan dan kontrol dapat dipengaruhi oleh keadaan situasi, tetapi persepsi kontrol diri terletak pada pribadi orang tersebut, bukan pada situasi. Akibat dari definisi tersebut bahwa seseorang merasa memiliki kontrol diri, ketika seseorang tersebut mampu mengenal apa yang dapat dan tidak dapat dipengaruhi melalui tindakan pribadi dalam sebuah situasi, ketika memfokuskan pada bagian yang dapat dikontrol melalui tindakan pribadi dan ketika seseorang tersebut yakin jika memiliki kemampuan organisasi supaya berperilaku yang sukses.

Menurut Hurlock (1990), kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dari dalam dirinya. Menurut konsep ilmiah, pengendalian emosi berarti mengarahkan energi emosi ke saluran ekspresi yang bermanfaat dan dapat diterima secara sosial.

Ada dua kriteria yang menentukan apakah kontrol emosi dapat diterima secara sosial atau tidak. Kontrol emosi dapat diterima bila reaksi masyarakat terhadap pengendalian emosi adalah positif. Namun reaksi positif saja tidaklah cukup. Karenanya perlu diperhatikan kriteria lain, yaitu efek yang muncul setelah mengontrol emosi terhadap kondisi fisik dan psikis. Kontrol emosi seharusnya tidak membahayakan fisik dan psikis individu. Artinya dengan mengontrol emosi kondisi fisik dan psikis individu harus membaik. (Hurlock, 1990)


(39)

27

2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kontrol Diri

Faktor-faktor yang turut mempengaruhi kontrol diri seseorang biasanya disebabkan oleh banyak faktor. Orang yang memiliki kontrol diri pada stimulus atau situasi tertentu belum tentu sama dengan stimulus atau situasi lain. Namun pada dasarnya, kontrol diri itu secara garis besar dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal.

Matthew & B.R Hergenhan (2013) menyatakan pengendalian variabel-variabel perilaku secara internal disebut variabel pribadi, sedangkan pengontrolan secara eksternal disebut variabel situasi. Penentuan relatif pentingnya variabel-variabel pribadi maupun situasi bagi perilaku manusia menjadi salah satu fokus utama para teorisi kepribadian. Pertanyaan terkait kontrol internal versus eksternal sering dilihat sebagai realitas subjektif versus objektif. Variabel pribadi biasanya merujuk pada kesadaran subjektif individu, sedangkan variabel situasi adalah cara lain menyebut situasi dan kondisi di lingkungan yang dialami individu tersebut.

Faktor-faktor tersebut disimpulkan dari kutipan pendapat para ahli yang mengungkapkan banyaknya pendapat mengenai kontrol diri. Adapun faktor-faktor internal yang mempengaruhi kontrol diri menurut Buck (dalam Carlson, 1987) dikatakan bahwa kontrol diri berkembang secara unik pada masing-masing individu. Dalam hal ini dikemukakan tiga sistem yang mempengaruhi perkembangan kontrol diri, yaitu:


(40)

28

1 Hirarki dasar biologi yang telah terorganisasi dan disusun melalui pengalaman evolusi.

2 Yang dikemukakan oleh Mischel dkk, bahwa kontrol diri dipengaruhi usia seseorang. Menurutnya kemampuan kontrol diri akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia seseorang. 3 Kontrol diri dipengaruhi oleh kontrol emosi. Kontrol emosi yang

sehat dapat diperoleh bila seseorang memiliki kekuatan ego, yaitu sesuatu kemampuan untuk menahan diri dari tindakan luapan emosi.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kontrol diri sesorang yang bersifat internal, selain dapat dipengaruhi oleh hirarki dasar biologi yang telah terorganisasi dan tersusun melalui pengalaman evolusi, melainkan juga bisa disebabkan oleh kontrol emosi yang sehat diperoleh bila seseorang memiliki kekuatan ego, yaitu kemampuan untuk menahan diri dan tindakan luapan emosi.

Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi kontrol diri seseorang adalah kondisi sosio-emosional lingkungannya, terutama lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya. Apabila lingkungan tersebut cukup kondusif, dalam arti kondisinya diwarnai dengan hubungan yang harmonis, saling mempercayai, saling menghargai, dan penuh tangggung jawab, maka seseorang cenderung memiliki kontrol diri yang baik. Hal


(41)

29

ini dikarenakan seseorang mencapai kematangan emosi oleh faktor-faktor pendukung tersebut.

3 Aspek Kontrol Diri

Block (dalam Dewi, 2012) menjelaskan ada tiga jenis kualitas kontrol diri, yaituover control,under control, danappropriate control.

Over Control merupakan kontrol diri yang dilakukan individu secara berlebihan yang menyebabkan individu banyak menahan diri dalam beraksi terhadap stimulus.Under control merupakan suatu kecenderungan individu untuk melepaskan impuls dengan bebas tanpa perhitungan yang masak. Appropriate control merupakan kontrol individu dalam upaya mengendalikan impuls secara tepat.

Berdasarkan konsep Averill (dalam Sarafino, 1994), terdapat tiga aspek kontrol diri, yaitu kontrol perilaku (behavior control), kontrol kognitif (cognitive control), dan mengontrol keputusan (decisional control).

1 Behavioral Control

Merupakan kesiapan atau tersedianya suatu respon yang dapat secara langsung mempengaruhi atau memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Kemampuan mengontrol perilaku ini terbagi menjadi dua komponen, yaitu mengatur pelaksanaan (regulated administration) dan kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus modifiability), kemampuan mengatur pelaksanaan merupakan kemampuan individu untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan,


(42)

30

dirinya sendiri atau sesuatu diluar dirinya. Individu yang kemampuan mengontrol dirinya baik akan mampu mengatur perilaku dengan menggunakan kemampuan dirinya dan bila tidak mampu individu akan menggunakan sumber eksternal. Kemampuan mengatur stimulus merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi. Ada beberapa cara yang dapat digunakan, yaitu mencegah atau menjauhi stimulus, menempatkan tenggang waktu diantara rangkaian stimulus yang sedang berlangsung, menghentikan stimulus sebelum waktunya berakhir, dan mengatasi intensitasnya.

2 Cognitive Control

Merupakan kemampuan individu dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai, atau menggabungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau untuk mengurangi tekanan. Aspek ini terdiri atas dua komponen, yaitu memperoleh informasi (information gain) dan melakukan penilaian (appraisal). Dengan informasi yang dimiliki oleh individu mengenal suatu keadaan yang tidak menyenangkan, individu dapat mengantisipasi keadaan tersebut dengan berbagai pertimbangan. Melakukan penilaian berarti individu berusaha menilai dan menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara subjektif.


(43)

31

3 Decisional Control

Merupakan kemampuan individu untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. Kontrol diri dalam menentukan pilihan akan berfungsi baik dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan, atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih berbagai kemungkinan tindakan.

Dari uraian dan penjelasan di atas, maka untuk mengukur kontrol diri digunakan aspek-aspek sebagai berikut:

1 Mengatur pelaksanaan. 2 Memodifikasi stimulus. 3 Memperoleh informasi. 4 Melakukan penilaian.

5 Menentukan pilihan dan memilih berbagai tindakan. C. Hubungan Kontrol Diri Dengan Perilaku Kepatuhan

Diabetes adalah salah satu penyakit kronis jangka panjang yang ditandai dengan kadar gula darah yang sangat tingggi. Sel-sel dalam tubuh manusia membutuhkan energi dari gula (glukosa) untuk bisa berfungsi dengan normal. Yang biasanya mengendalikan gula dalam darah adalah hormon insulin. Jika tubuh kekurangan insulin atau muncul resistasi terhadap insulin pada sel-sel tubuh, kadar zat gula (glukosa) darah akan meningkat drastis. Inilah yang memicu dan menjadi penyebab penyakit diabetes mellitus.


(44)

32

Berkaitan dengan perilaku kepatuhan, riset yang telah ditunjukan, misalnya bahwa orang yang percaya kondisi mereka dapat dikendalikan atau disembuhkan lebih mungkin untuk mengikuti rehabilitasi setelah mengalami infarksi myokardikal. Selain itu, orang-orang yang menunjukkan keprihatinan yang lebih banyak berkenaan dengan konsekuensi-kosekuensi jangka panjang pemakaian obat untuk kondisi-kondisi kronis, menunjukkan kepatuhan yang berkurang (Ian dkk, 2011).

Derajat ketidakpatuhan bervariasi sesuai dengan apakah pengobatan tersebut kuratif atau prefentif, jangka panjang atau jangka pendek. Sackett & Snow (dalam Neil Niven, 2012) menemukan bahwa ketaatan terhadap 10 hari jadwal pengobatan adalah mengobati, dan 60-70% dengan tujuan pengobatannya adalah pencegahan. Kegagalan untuk mengikuti program pengobatan jangka panjang, yang bukan dalam kondisi akut, dimana derajat ketidakpatuhannya rata-rata 50% dan derajat tersebut bertambah buruk sesuai waktu.

Perilaku sehat sangat dipengaruhi oleh kebiasaan, oleh karena itu perlu dikembangkan suatu strategi yang bukan hanya untuk mengubah perilaku, tetapi juga untuk mempertahankan perubahan tersebut. Sikap pengontrolan diri membutuhkan pemantauan terhadap diri sendiri, evaluasi diri dan penghargaan terhadap diri sendiri terhadap perilaku yang baru tersebut. Sebagai contoh program penurunan berat badan membutuhkan seseorang untuk menyadarkan berapa banyak makanan yang mereka


(45)

33

program dietnya, dan secara terus menerus memberikan penghargaan dalam mempertahankan program dietnya (Neil, 2000)

Selogmen (dalam Neil, 2000) berpendapat bahwa ketidakberdayaan yang dipelajari dapat diakibatkan oleh beberapa situasi dimana orang berpikir bahwa mereka tidak mempunyai kontrol pada kejadian-kejadian. Tidak jadi masalah apakah tidak ada solusi pada keadaan sulit mereka atau tidak, selama mereka merasakan situasi tersebut sebagai ketidakberdayaan kemudian mereka berhenti mencari jalan keluar. Individu yang berpikir bahwa mereka tidak mempunyai kontrol pada kejadian-kejadian akan belajar menjadi tidak berdaya.

D. Kerangka Teoritis/ Landasan Teoritis

Berikut ini adalah kerangka teoritis seseorang yang mempunyai perilaku kepatuhan yang disebabkan oleh kontrol diri. Apabila kontrol diri tinggi maka tingkat perilaku kepatuhan akan tinggi, sedangkan jika kontrol diri rendah maka tingkat perilaku kepatuhan akan rendah.


(46)

34

Gambar 2.1 Skema Kerangka Teoritik

Individu yang kemampuan mengontrol dirinya baik akan mampu mengatur perilaku dengan menggunakan kemampuan dirinya dan bila tidak mampu individu akan menggunakan sumber eksternal. Kemampuan mengatur stimulus merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi. (Sarafino, 1994)

Berdasarkan uraian diatas maka dapat diketahui bahwa seseorang individu dapat melakukan perilaku kepatuhan apabila individu tersebut memiliki tingkat kontrol diri yang baik. Dan dengan dukungan keluarga serta kerabat yang menjadi sumber eksternal dapat membantu meningakatkan kontrol diri individu tersebut.

• Mengatur Pola makan • Rutin Kontrol

• Minum Obat Teratur • Merubah Gaya Hidup

• Tidak mengatur pola makan

• Tidak rutin Kontrol

• Tidak minum Obat Teratur Perilaku Kepatuhan

Tinggi Rendah


(47)

35

E. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori diatas, maka hipotesis yang diajukan dan akan diuji kebenarannya dalam analisis uji statistik adalah ada hubungan antara kontrol diri dengan perilaku kepatuhan pengobatan pada penderita diabetes mellitus. Semakin tinggi kontrol diri maka akan semakin tinggi pula tingkat kepatuhan. Sebaliknya semakin rendah kontrol diri maka akan semakin rendah pula tingkat kepatuhan.


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Variabel Dan Definisi Operasional 1 Variabel

Variabel penelitian pada dasarnya merupakan sesuatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh onformasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Dengan kata lain, variabel penelitian adalah setiap hal dalam suatu penelitian yang datanya ingin diperoleh. Dinamakan variabel karena nilai dari data tersebut beragam (Noor, 2011).

a. Variabel bebas : Kontrol Diri

b. Variabel tergantung : Perilaku Kepatuhan 2 Definsi Operasional

a. Kontrol Diri

Kontrol diri merupakan tingkat upaya yang secara sadar dilakukan oleh individu untuk mengarahkan perilaku serta lingkungannya agar mencapai suatu tujuan tertentu dengan keyakinan yang dimiliki, hal ini diukur dengan menggunakan skala kontrol diri berdasarkan aspek yang meliputi kontrol perilaku (behavioral control), kontrol kognitif (cognitive control) dan mengontrol keputusan (decisional control).


(49)

37

untuk mengantisipasi peristiwa melalui berbagai pertimbangan, kemampuan menafsirkan peristiwa dengan memperhatikan segi-segi positif serta kemampuan memilih tindakan berdasarkan apa yang diyakini dan disetujui individu.

b. Kepatuhan Pengobatan

Kepatuhan terhadap pengobatan merupakan kapasitas individu dalam melakukan upaya perilaku yang menunjukkan kesesuaian dengan peraturan atau anjuran yang diberikan oleh professional kesehatan untuk menunjang kesembuhannya. Tingkat ini diukur dengan menggunakan skala yang disusun berdasarkan aspek-aspek yang meliputi Pilihan dan tujuan pengaturan (upaya individu untuk memilih sesuai dengan yang diyakininya untuk mencapai kesembuhan), Perencanaan pengobatan atau perawatan (upaya perencanaan yang dilakukan oleh individu dalam pengobatannya untuk mencapai suatu kesembuhan). Pelaksanaan aturan hidup (kemampuan individu untuk mengubah gaya hidup sebagai upaya untuk menunjang kesembuhannya)

B. Populasi, Sampel Dan Tenik Sampling 1 Populasi

Dalam penelitian, populasi digunakan untuk menyebutkan seluruh elemen atau anggota dari suatu wilayah yang menjadi sasaran penelitian atau merupakan keseluruhan dari subjek penelitian (Noor, 2011)


(50)

38

Populasi yang ada dalam penelitian ini adalah pasien penderita diabetes mellitus yang sedang menjalani rawat jalan di Puskesmas Rangkah Surabaya pada saat penelitian dilaksanakan. Peneliti tertarik untuk mengambil populasi tersebut karena sesuai dengan tujuan peneliti yaitu mengetahui bagaimana hubungan kontrol diri dengan perilaku kepatuhan dalam pengobatan pada penderita diabetes mellitus.

Dalam penelitian ini peneliti mengambil lokasi di Puskesmas Rangkah Surabaya. Penentuan lokasi penelitian ini berdasarkan pertimbangan Puskesmas Rangkah Surabaya merupakan salah satu Puskesmas dengan pasien Diabetes terbanyak dan sudah terdapat jadwal khusus yang menangani penyakit diabetes yaitu hari selasa dan kamis serta terdapat berbagai program kegiatan yang dilaksanakan untuk menarik minat pasien dalam hal menunjang kesembuhannya.

Populasi pada penelitian ini peneliti menggunakan rata-rata dari jumlah keseluruhan pasien diabetes mellitus di Puskesmas Rangkah Surabaya yang berobat jalan pada satu tahun terakhir yaitu pada bulan Mei 2015- Mei 2016 yang berjumlah 604 orang.

2 Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang memiliki sifat dan karakteristik yang sama. Apabila responden dalam populasi lebih dari 100 maka sampel yang diambil 10%-15% atau 25%-30%, sebaliknya jika responden populasi kurang dari 100, maka semua responden dalam


(51)

39

populasi diambil sebagai sampel sehingga penelitiannya menjadi penelitian populasi (Arikunto, 2003).

Menurut Sugiono (2012) bila populasi besar dan penelitian tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus benar-benar mewakili.

Karena populasi yang lebih dari 100 maka dari itu peneliti mengambil sampel 10% dari populasi penderita diabetes mellitus di Puskesmas Rangkah Surabaya yang sedang menjalani rawat jalan, yakni berjumlah 60 subjek. Adapun kriteria subjek penelitian ini adalah:

a. Pasien terdiagnosa Diabetes Mellitus dilihat dari status kesehatan. b. Pasien bersedia menjadi responden.

c. Kedatangan pasien lebih dari satu kali selama 1 bulan. 3 Teknik Sampling

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah accidental sampling yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan bertemu dengan peneliti, jika dipandang orang tersebut cocok sebagai responden. Peneliti langsung ke lapangan melakukan pengumpulan data terhadap sejumlah sampel yang ditemui, berapapun jumlah sampel tidak menjadi permasalahan. Prinsipnya banyaknya sudah cukup maka penelitian dianggap sudah selesai. (Ayu Putri, 2014).


(52)

40

Sampel diperoleh dari seluruh pasien diabetes mellitus yang melakukan pemeriksaan di Puskesmas Rangkah Surabaya selama waktu pengambilan data sampai memenuhi minimal 60 sampel.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yakni dengan menggunakan angket (kuesioner). Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2012).

Peneliti menggunakan metode angket (kuesioner) karena beberapa pertimbangan, diantaranya:

1 Metode angket membutuhkan biaya yang relatif lebih murah.

2 Terutama pada responden yang terpencar-pencar, metode ini dapat mempermudah pengumpulan data.

3 Walaupun penggunaan metode ini pada sampel yang relatif besar, namun penggunaannya dapat berlangsung serempak.

4 Metode ini relatif membutuhkan waktu yang sedikit.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner, yaitu kuesioner tentang skala kepatuhan pengobatan dan skala kontrol diri. Skala ini disajikan dalam bentuk pernyataan favorabel dan unfavorabel dengan alternatif jawaban terdiri dari pada kedua variabel memiliki empat kriteria jawaban yaitu “sangat tidak setuju”,” tidak setuju”. “setuju”, “sangat setuju”. Begitu pula dengan


(53)

41

skala kepatuhan pengobatan terdiri dari empat pilihan yaitu “sangat tidak setuju”, “tidak setuju”, “setuju”, “sangat setuju”. Dalam kuesioner terdapat arahan mengenai cara menjawab kuesioner, responden diwajibkan untuk memilih salah satu alternatif jawaban dan juga mengisi lembar identitas responden.

D. Validitas Dan Reliabilitas 1 Validitas

Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Valid tidaknya suatu alat ukur tergantung pada mampu tidaknya alat ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat (Azwar, 2013).

Menurut Kamus Lengkap Psikologi validity merupakan sifat khusus suatu propinsi atau dalil, logis dan seterusnya, yang didasarkan atas kebenaran atau konsekuen dengan fakta. Pengertian kedua yaitu, validity merupakan sifat suatu alat pengukur, bahwa alat-alat tersebut bisa mengukur menurut kenyataan seperti yang dikehendaki untuk diukur (Caplin, 2012).

Standar pengukuran yang digunakan untuk menentukan validitas aitem berdasarkan pendapat Azwar (2007) bahwa suatu aitem dikatakan valid apabila memiliki indeks daya beda baik ≥ 0, 30. Apabila jumlah aitem yang valid ternyata masih tidak mencukupi jumlah yang diinginkan, maka dapat menurunkan sedikit kriteria dari 0,30 menjadi 0,25 atau 0,20. Adapun standar yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah 0,30.


(54)

42

Azwar (1997: 158), juga menyatakan bahwa uji validitas dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila tes tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang tepat dan akurat. Syarat bahwa item-item tersebut valid adalah nilai korelasi r hitung harus positif dan lebih besar atau sama dengan r tabel dimana menggunakan ketentuan df= N-2 dan pada penelitian ini karena responden N= 60, berarti 60-2= 58 dengan menggunakan taraf signifikansi 0,05%, maka diperoleh r tabel = 0,254 menunjukan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat validitas adalah apabila nilai daya diskriminasi item atau r sama dengan atau lebih dari 0,254. Jadi apabila korelasi antara butir dengan skor total kurang dari 0,254 maka butir dalam instrumen tersebut dinyatakan tidak valid atau tidak dapat digunakan sebagai instrumen pengumpul data.

Dari hasil penelitian try out yang telah dilakukan oleh peneliti maka aitem yang valid pada variable Kontrol Diri ada 21 aitem yang valid dari 28 aitem. Berikutblue print Kontrol Diri.

Tabel 3.1

Blue Print Try Out Skala Kontrol Diri

No Aspek Indikator

AITEM

Jumlah

F UF

1.

Behavioral Control

Mampu mengontrol perilaku Mampu mengontrol stimulus

3, 8, 13 7,14, 17, 28


(55)

43

2. Cognitive Control

Mampu mengantisipasi peristiwa melalui berbagai pertimbangan Mampu menafsirkan peristiwa dengan memperhatikan segi-segi positif 2, 15, 19, 23 1, 20, 22, 25 24 10 10 3. Decisional Control

Mampu memilih tindakan berdasarkan apa yang diyakini individu

Mampu memilih tindakan berdasarkan apa yang disetujui individu 9, 12, 16, 4 5, 21, 27 18 26 9

Total 22 6 28

Tabel 3.2

Hasil Seleksi Aitem Skala Kontrol Diri pada Subjek Tryout

Aitem Corrected Item-Total Correlation Nilai Koefisien Keterangan

1 0,647 ≥0.30 Valid

2 0,717 ≥0.30 Valid

3 0,548 ≥0.30 Valid

4 0,311 ≥0.30 Valid

5 0,371 ≥0.30 Valid

6 0,583 ≥0.30 Valid

7 0,359 ≥0.30 Valid

8 0,643 ≥0.30 Valid

9 0,125 ≥0.30 Tidak Valid

10 0,466 ≥0.30 Valid

11 0,371 ≥0.30 Valid

12 0,840 ≥0.30 Valid


(56)

44

14 0,148 ≥0.30 Tidak Valid

15 0,686 ≥0.30 Valid

16 0,633 ≥0.30 Valid

17 0,583 ≥0.30 Valid

18 -0,299 ≥0.30 Tidak Valid

19 0,499 ≥0.30 Valid

20 0,736 ≥0.30 Valid

21 0,551 ≥0.30 Valid

22 0,740 ≥0.30 Valid

23 0,142 ≥0.30 Tidak Valid

24 -0,364 ≥0.30 Tidak Valid

25 0,721 ≥0.30 Valid

26 0,017 ≥0.30 Tidak Valid

27 0,237 ≥0.30 Tidak Valid

28 0,505 ≥0.30 Valid

Dari hasil penelitian try out yang telah dilakukan oleh peneliti maka aitem yang valid pada variabel Kepatuhan Pengobatan terdapat 21 aitem yang valid dari 30 aitem. Berikut blue print Kepatuhan Pengobatan.

Tabel 3.3

Blue Print Try Out Skala Kepatuhan Pengobatan

No Aspek Indikator

AITEM

Jumlah

F UF

1. Pilihan dan Tujuan Pengaturan

. Untuk mencapai kesembuhan 2, 3, 9, 23, 24, 25, 28 4 8 2. Perencanaa Pengobatan atau Perawatan

. Mengkonsumsi obat teratur . Melakukan program diet . . 1, 16 8, 18, 22, 6 21 12


(57)

45 12, 15 17, 27 29 3. Pelaksaan Aturan Hidup

. Mengubah gaya hidup 5, 11, 13,14, 20, 30, 7, 19, 26

10 10

Total 25 5 30

Tabel 3.4

Hasil Seleksi Aitem Skala Kepatuhan Pengobatan

Aitem Corrected Item-Total Correlation Nilai Koefisien Keterangan

1 0,823 ≥0.30 Valid

2 0,802 ≥0.30 Valid

3 0,318 ≥0.30 Valid

4 -0,295 ≥0.30 Tidak Valid

5 0,454 ≥0.30 Valid

6 -0,203 ≥0.30 Tidak Valid

7 0,793 ≥0.30 Valid

8 0,524 ≥0.30 Valid

9 0,562 ≥0.30 Valid

10 0,112 ≥0.30 Tidak Valid

11 0,848 ≥0.30 Valid

12 0,901 ≥0.30 Valid

13 -0,023 ≥0.30 Tidak Valid

14 0,346 ≥0.30 Valid

15 0,588 ≥0.30 Valid

16 0,921 ≥0.30 Valid

17 0,488 ≥0.30 Valid

18 0,686 ≥0.30 Valid

19 0,381 ≥0.30 Valid


(58)

46

21 0,071 ≥0.30 Tidak Valid

22 0,408 ≥0.30 Valid

23 0,141 ≥0.30 Tidak Valid

24 0,921 ≥0.30 Valid

25 0,078 ≥0.30 Tidak Valid

26 -0,063 ≥0.30 Tidak Valid

27 0,762 ≥0.30 Valid

28 0,686 ≥0.30 Valid

29 -0,295 ≥0.30 Tidak Valid

30 0,793 ≥0.30 Valid

2 Reliabilitas

Reliabilitas atau keterandalan adalah indeks-indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana alat pengukur dapat dikatakan konsisten, jika dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama. Untuk diketahui bahwa perhitungan atau uji reliabilitas harus dilakukan pada pertanyaan yang telah dimiliki atau memenuhi uji validitas, jika tidak memenuhi syarat uji validitas, maka tidak perlu diteruskan (Noor, 2011).

Suatu ciri instrumen yang berkualitas baik adalah reliabel, yaitu mampu menghasilkan skor yang cermat dengan eror pengukuran kecil. Pengertian reliabilitas mengacu pada keterpercayaan atau koifisiensi hasil alat ukur, yang mengandung makna seberapa tinggi kecermatan pengukuran (Azwar, 2013)

Penelitian ini menggunakan reliabilitas dengan konsistensi internal, yaitu dilakukan dengan cara mencobakan instrument sekali saja, kemudian


(59)

47

data yang diperoleh dianalisis dengan teknik tertentu. Dan teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Alpha Cronbach. Pengujian reliabilitas dilakukan dengan bantuan program SPSS 16.0 for windows (Suginono, 2011).

Reliabilitas dinyatakan koefisien reliabilitas (rxx) jika angkanya dalam rentang 0 sampai 1,000. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati 1,000 berarti semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya koefisien yang semakin rendah mendekati angka 0 maka semakin rendah pula reliabilitasnya (Azwar, 2013).

Dari hasil try out variabel Kontrol Diri dan Kepatuhan Pengobatan yang dilakukan oleh peneliti maka dihasilkan nilai reliabilitas sebesar:

Tabel 3.5

Reliabilitas Statistik Try Out

Reliabilitas Statistik

Variabel Alpha

Cronbach

Jumlah Aitem

Kontrol Diri 0,922 21

Kepatuhan Pengobatan 0,940 21

Dari tabel diatas nilai Alpha Cronbach variabel Kontrol Diri sebesar 0.922, nilai tersebut mendekati 1.00 maka aitem yang yang ditry outkan reliabel. Begitu pula dengan nilai Alpha Cronbach variabel Kepatuhan Pengobatan sebesar 0.940, nilai Alpha Cronbach mendekati 1.00 maka aitem yang telah ditry outkan reliabel.


(60)

48

E. Analisis Data

Menganalisis data merupakan langkah kritis dalam suatu penelitian, dari hasil penarikan sampel dan pengumpulan data akan diperoleh data kasar agar data kasar dapat dibaca dan diintrepretasikan, maka dibutuhkan adanya metode analisis data.

Penelitian ini, peneliti menggunakan analisis korelasi Product Moment formula Pearson. Hal tersebut dikarenakan data yang digunakan adalah data parametrik. Teknik penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan diantara dua variabel yaitu variabel kontrol diri sebagai variabel bebas dan variabel kepatuhan pengobatan sebagai variabel terikat.

Ada beberapa hal yang harus dipenuhi apabila menggunakan teknik korelasiproduct moment, yaitu:

1. Data kedua variabel berbentuk data kuantitatif (interval dan rasio). 2. Data berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

Nilai koefisien korelasi berkisar dari 0 sampai dengan 1. Semakin tinggi nilai koefisien korelasinya berarti semakin kuat korelasinya dan sebaliknya semakin rendah nilai koefisien korelasinya maka semakin lemah pengaruh kedua variabel (Muhid, 2012: 95).

Uji korelasi dapat menghasilkan korelasi yang bersifat positif (+) dan negatif. Jika korelasinya positif (+) menunjukkan adanya hubungan yang searah semakin tinggi variabel bebas maka semakin tinggi pula nilai variabel terikatnya dan sebaliknya. Jika korelasinya negatif (-) menunjukkan hubungan yang bersifat tidak searah (berbanding terbalik)


(61)

49

artinya semakin tinggi nilai variabel bebas maka semakin rendah nilai variabel terikatnya.

Rumus analisa dataproduct moment correlationadalah:

Keterangan:

rxy = Korelasi antara variabel x dan y

∑ XY = Perkalian skor variabel x dan variabel y ∑ X = ∑ skor variabel x (religiusitas)

∑ Y = ∑ skor variabel y (kecemasan premenopause) N = ∑ subyek

Sebelum melakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis. Uji prasyarat analisis diperlukan guna mengetahui apakah analisis data untuk pengujian hipotesis dapat dilanjutkan atau tidak.

Uji prasyarat meliputi uji normalitas dan uji linieritas (Noor, 2011). 1 Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang diambil berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak (Noor, 2011).

Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan korelasi product momen. Dengan kaidah apabila signifikansi >0,05 maka dikatakan


(62)

50

distribusi normal, sebaliknya jika signifikansi <0,05 maka dikatakan distribusi tidak normal.

2 Uji Linieritas

Uji linieritas digunakan untuk mengetahui apakah variabel kontrol diri dengan kepatuhan pengobatan mempunyai hubungan yang linier atau tidak. Kaidah yang digunakan untuk mengetahui linieritas hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat adalah jika p > 0,05 maka hubungannya linier, sebaliknya jika p < 0,05 maka hubungan tidak linier. 3 Uji Hipotesis

Pada penelitian ini menggunkan uji korelasi product momen, jika uji prasyarat memenuhi. Apabila uji prasyarat tidak memenuhi maka menggunakan uji non parametrik.


(63)

51 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Subjek

Sebelum melaksanakan penelitian, langkah awal yang perlu dilakukan adalah persiapan penelitian agar tidak terdapat kendala dalam melaksanakan penelitian di lapangan. Persiapan penelitian meliputi penyusunan alat ukur (skala), penentuan skor untuk alat ukur serta persiapan administrasi. Sebelum persiapan penelitian ada tahap-tahap yang harus dilakukan yaitu:

1 Merumuskan masalah yang akan dikaji dan menentukan tujuan yang akan dicapai.

2 Melakukan studi pustaka atau studi literatur dengan tujuan mencari dan menelaah teori serta hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini.

3 Melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing skripsi untuk mendiskusikan dan menyempurnakan data atas konsep yang mendasari penelitian.

4 Menentukan populasi dan sampel penelitian yang sesuai dengan tujuan serta landasan teori.

5 Mempersiapkan alat ukur yang akan digunakan dalam rangka pengumpulan data, termasuk menentukan indikator-indikator dalam menyusun alat ukur dan menentukan skala yang akan dipakai.


(64)

52

Sedangkan persiapan penyusunan instrumen penelitian atau alat ukur yang digunakan untuk mengetahui hubungan Kontrol Diri dengan Perilaku Kepatuhan Pengobatan adalah menggunakan skala, langkah-langkah dalam penyusunan skala tersebut yakni:

1 Menentukan indikator setiap variabel yang didasari teori pada bab II. 2 Membuat blue print dari masing-masing skala yang memuat presentase

dan jumlah pernyataan atau aitem yang digunakan sebagai pedoman penyusunan skala.

3 Membuat dan menyusun pernyataan yang mencakup aitem favorabel dan unfavorabel berdasarkanblue printyang telah dibuat.

4 Penentuan nomor urut aitem dengan pertimbangan penyebaran yang merata pada aitem favorabel dan aitem unfavorabel berdasarkan yang penting dalam uji validitas dan uji reliabilitas.

5 Skala dalam penelitian ini terdiri dari 30 aitem untuk skala Kontrol Diri dan 28 aitem untuk skala Perilaku Kepatuhan Pengobatan. Pada kedua variabel memiliki empat kriteria jawaban yaitu SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), STS (Sangat Tidak Setuju).

6 Setelah alat ukur atau aitem-aitem kedua variabel sudah dianggap siap maka selanjutnya menentukan subjek penelitian. Subjek penelitian atau populasi (sebagaimana yang telah dirumuskan dalam metode penelitian) ini adalah pasien Diabetes Mellitus di Puskesmas Rangkah Surabaya.


(65)

53

Untuk persiapan administrasi, ada beberapa hal yang harus dipenuhi sebelum melakukan penelitian, sehubungan dengan prosedur perijinan, antara lain meliputi:

1 Meminta surat perijinan penelitian ke Kepala Prodi Psikologi untuk diberikan kepada pihak BANGKESBANGPOL dan LINMAS Kota Surabaya.

2 Memberikan surat perijinan penelitian ke

BANGKESBANGPOL dan LINMAS Kota

Surabaya.Memberikan surat perijinan penelitian ke Dinas Kesehatan Kota Surabaya.

3 Memberikan surat perijinan penelitian ke Puskesmas Rangkah Surabaya.

Lebih lanjut jadwal penelitian yang peneliti lakukan mulai dari penyusunan proposal hingga menyusun laporan hasil penelitian, yakni sebagai berikut:

Tabel 4.1 Jadwal Kegiatan

No. Tanggal Keterangan

1 25 April 2016–8 Juni 2016 Penyusunan Proposal

2 23 Juni 2016 Seminar Proposal

3 27Juni 2016 Revisi Proposal

4 13-15 Juli 2016 Penyebaran Instrumen Uji Coba Pendahuluan

5 16 Juli 2016 Skoring Hasil Uji Coba

6

28 Juli 2016–31 Juli 2016

Penyusunan dan Penyebaran Instrumen Penelitian


(66)

54

7 31 Juli 2016 Skoring Hasil Penelitian

8 1 Agustus 2016 - 2 Agustus

2016 Analisis Data

9

3 Agustus 2016

Menyusun Laporan Hasil Penelitian

1 Pelaksanaan Penelitian

Setelah mendapatkan ijin penelitian dari Ketua Prodi Psikologi Universitas Negeri Sunan Ampel Surabaya serta pihak Dinas Kesehatan Kota Surabaya, kemudian peneliti melakukan penyebaran skala pada tanggal 24-28 Juli 2016, peneliti mengambil subjek untuk penelitian sebanyak 60 pasien.

B. Deskripsi dan Reliabilitas Data 1 Deskripsi Responden

Karakteristik responden penelitian dapat dijabarkan sebagai berikut:

Tabel 4.2

Deskripsi Jenis Kelamin

Jenis kelamin Jumlah Persen

Pria 22 37%

Wanita 38 63%

Total 60 100%

Berdasarkan tabel diatas diketahui dari 60 responden yang menjadi sampel dalam penelitian, terdapat 37% responden yang berjenis kelamin pria dan 63% responden yang berjenis kelamin wanita. Dalam hal ini


(67)

55

responden lebih banyak dari wanita dibandingkan dengan pria. Dan dapat dilihat pada diagram dibawah ini:

Gambar 4.1

Diagram Deskripsi Jenis Kelamin

Tabel 4.3 Deskripsi Usia

Usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 40-55 tahun 35 58.3 58.3 58.3

56-65 tahun 16 26.7 26.7 85.0

66-75 tahun 9 15.0 15.0 100.0

Total 60 100.0 100.0

Berdasarkan tabel diatas diketahui dari 60 responden yang menjadi sampel dalam penelitian, presentase usia 40-55 tahun sebesar 58%, usia 56-65 tahun sebesar 26% dan usia 66-75 tahun sebesar 15%.

37%

63%

jumlah

laki-laki


(68)

56

Tabel 4.4 Deskripsi Pekerjaan

PEKERJAAN

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid IRT 29 48.3 48.3 48.3

Serabutan 9 15.0 15.0 63.3

Wiraswasta 13 21.7 21.7 85.0

Pegawai 9 15.0 15.0 100.0

Total 60 100.0 100.0

Berdasarkan tabel diatas diketahui dari 60 responden yang menjadi sampel dalam penelitian, presentase jenis pekerjaan IRT sebesar 48%, serabutan sebesar 15%, wiraswasta sebesar 21% dan pegawai sebesar 15%.

2 Deskripsi Data

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Untuk menganalisis hasil penelitian, peneliti menggunakan angka yang dideskripsikan dengan menguraikan kesimpulan yang didasari oleh angka yang diolah dengan metode statistik. Hal ini dapat dilakukan dengan bantuan statistik deskriptif dari data yang sudah dianalisis yang umumnya mencakup jumlah subjek (N), mean skor skala (M), deviasi standar (σ), varian (s), skor minimum (Xmin) dan skor maksimal (Xmaks) serta statistik lain yang dirasa perlu (Azwar, 2009).


(69)

57

Tabel 4.5 Deskriptif Statistik

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation kepatuhan 60 66.00 128.00 98.9000 17.62962 kontroldiri 60 67.00 134.00 100.0333 17.76682 Valid N (listwise) 60

Pada tabel Deskripsi Statistik maka akan menggambarkan data sebagai berikut. Analisis penelitian pada variabel kontrol diri dihasilkan N sebesar 60, dari 60 responden nilai subjek terkecil (minimum) 67,00 dan nilai subjek terbesar (maximum)adalah 134,00, nilai rata-rata (mean) dari 60 responden adalah sebesar 100,03 dengan standar deviasi sebesar 17,766.

Sedangkan pada variabel kepatuhan pengobatan dihasilkan N sebesar 60, dari 60 responden nilai subjek terkecil (minimum) 66,00 dan nilai subjek terbesar(maximum)adalah 128,00, nilai rata-rata (mean) dari 60 responden adalah sebesar 98,90 dengan standar deviasi sebesar 17,629.


(1)

74

Yang artinya: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) masjid, Makan dan minumlah, dan janganlah lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.

Maksud dari ayat di atas adalah janganlah melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan jangan pula melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan. Sehingga perlu bagi kita mengontrol makanan dan minuman agar terhindar dari penyakit.


(2)

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan positif antara kontrol diri dengan perilaku kepatuhan pengobatan pada penderita diabetes mellitus. Artinya semakin tinggi kontrol diri maka semakin tinggi pula perilaku kepatuhan pengobatan yang dilakukan.

B. Saran

Berrdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut :

1. Bagi responden

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kontrol diri dengan perilaku kepatuhan pengobatan pada penderita diabates mellitus yang sedang menjalani rawat jalan di Puskesmas Rangkah Surabaya. Maka dari itu para penderita diabetes mellitus diharapkan tetap menilai dirinya dengan baik untuk meningkatkan kualitas kontrol diri agar senantiasa patuh dalam menjalani pengobatan yang sudah ditetapkan dan dianjurkan oleh profesional kesehatan.


(3)

✂6

2. Bagi instansi terkait

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi dan pertimbangan pada instansi atau komunitas yang terkait yaitu khususnya penderita diabetes mellitus dan intansi terkait, untuk dapat membantu mengawasi dan memberi perhatian yang lebih dari permasalahan ini, agar tidak merusak juga citra dari instansi atau komunitas yang terkait. Dengan cara membuat program-program atau kegiatan-kegiatan bagi komunitas yang lebih spesifik lagi bagi penderita diabetes mellitus agar dapat menyalurkan diri mereka kedalam kegiatan-kegiatan yang positif yang dibuat oleh pihak instansi terkait. Sehingga penderita diabetes mellitus dapat lebih bisa produktif guna kelangsungan pengobatan yang dijalani.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya yang berminat melanjutkan penelitian terkait kontrol diri atau perilaku kepatuhan pengobatan dapat menyempurnakan kelemahan penelitian ini diantaranya teknik pengambilan sampel secara non-random sehingga anggota populasi tidak memperoleh yang sama untuk menjadi sampel penelitian. Cara tersebut mengakibatkan keterwakilan populasi oleh sampel menjadi lebih rendah sehingga hasil penelitian tidak dapat digeneralisasi untuk menjelaskan kondisi populasi.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

6 Fakta Diabetes di Indonesia. Online at www.liputan6.com. {accessed 2016/4/29}

Ardi, Tristiadi. (2007).Psikologi Klinis. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Arikunto, Suharsini. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan. Jakarta: PT.Rineka Citra

Aviyah, Evi dkk. (2014). Religuitas, Kontrol Diri Dan Kenakalan Remaja.

Persona Jurnal Psikologi Indonesia. Vol. 3, No. 2, hal 126-129

Azwar, Saifuddin. (2003). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta (ID): Pustaka Pelajar

Azwar, Saifuddin. (2013).Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, Saifuddin. (2013). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

D. Pratita, Nurina. (2012). Hubungan Dukungan Pasangan Dan Health Locus

Of Control Dengan Kepatuhan Dalam Menjalani Proses Pengobatan

Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya. Vol. 1, No. 5

Delameter, A.M. (2006). Improving Patience Adherence. Clinical Diabetes Joiurnals. Vol. 24, No. 2

Dewi, Sari. (2012). Hubungan AntaraSelf Control dengan Internet Addiction

Pada Mahasiswa.Educational Psychology Journal 1(1)

Diabetes Mellitus Dapat Dicegah. Online at www.depkes.go.id. {accessed 2016/3/25}

Erb, Kozier. (2010).Fundamentals of Nursing. Jakarta: EGC

Ghufron, dkk. (2010).Teori-teori Psikologi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. H.O, Matthew, dkk (2013). Teori-Teori Kepribadian. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar

Hurlock, E.B. (1990).Psikologi Perkembangan:Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang Kehidupan (edisi kelima).Jakarta: Erlangga

Husnah, dkk. (2014). Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan Pasien Diabetes Mellitus dalam Menjalani terapi Di RSUD DR. Zainoel


(5)

☎8

Abidin Banda Aceh. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. Volume 14, Nomor 2

IDF, (2015). Diabetes Atlas (Seventh Edition). International Diabetes Federation.

Indonesia Negara Penderita Diabetes tertinggi ke-7. Online at

www.metrotvnews.com. {accessed 2016/4/29}

J.P. Chaplin. (1997).Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo. Kenny, Puttu dkk. (2013). Kepatuhan Mengkonsumsi Obat Pasien Hipertensi

Di Denpasar Ditinjau Dari Kepribadian Tipe A dan B. Jurnal Psikologi. Vol.01, No.03

Kristianingrum, Yesti dkk. (2011). Dukungan Keluarga dan Kepatuhan Minum Obat Pada Orang dengan Diabetes Mellitus. Psycho Idea. Tahun 9, No.2.

Leslie, R.D.G. (1992).Diabetes. Jakarta: Arcan.

Maulana, Mirza. (2012). Mengenal Diabetes Mellitus. Yohyakarta: Ar-Ruzz Media.

Niven, Nail. (2000). Psikologi Kesehatan pengantar untuk perawat dan

professional kesehatan lain. Jakarta:EGC

Noor, Juliansyah. (2011).Metode Penelitian. Jakarta: Kencana.

P.Albery, Ian & Munafo, Marcus. (2011). Psikologi Kesehatan. Yogyakarta: Pallmall.

Putri.A, Ayu. (2014). Aplikasi Metodologi Penelitian Kebidanan Dan

Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Nuha Medika

Sarafino, E.P. (1994). Health Phychology: Biopsychosocial Interaction (4th ed).New York: John Wiley and Sons.

Serpianing, Iga. (2012). Hubungan Antara Tingkat Kontrol Diri Dengan Kecenderungan Perilaku Kenakalan Remaja. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan. Vol.01, No.02

Smet, B. (1994).Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.


(6)

✆ ✝

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, CV

Suharsimi, Arikunto. (2003). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN KEPATUHAN DALAM MENJALANI PENGOBATAN PADA PENDERITA DIABETES MELITUS

0 21 1

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN PENGOBATAN PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Pengobatan Pada Penderita Diabetes Mellitus(Dm) Tipe Ii Di Wilayah Kerja Puskesmas Purwodiningratan Surakarta.

0 6 15

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN PENGOBATAN PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Pengobatan Pada Penderita Diabetes Mellitus(Dm) Tipe Ii Di Wilayah Kerja Puskesmas Purwodiningratan Surakarta.

0 6 16

HUBUNGAN DUKUNGAN PASANGAN DAN EFIKASI DIRI DENGAN KEPATUHAN MENJALANI PENGOBATAN PADA PENDERITA Hubungan Dukungan Pasangan Dan Efikasi Diri Dengan Kepatuhan Menjalani Pengobatan Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II.

0 3 22

HUBUNGAN DUKUNGAN PASANGAN DAN EFIKASI DIRI DENGAN KEPATUHAN MENJALANI PENGOBATAN PADA PENDERITA Hubungan Dukungan Pasangan Dan Efikasi Diri Dengan Kepatuhan Menjalani Pengobatan Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II.

0 3 17

PENDAHULUAN Hubungan Dukungan Pasangan Dan Efikasi Diri Dengan Kepatuhan Menjalani Pengobatan Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II.

0 2 10

DAFTAR PUSTAKA Hubungan Dukungan Pasangan Dan Efikasi Diri Dengan Kepatuhan Menjalani Pengobatan Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II.

0 2 4

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN KEPATUHAN TERHADAP PENGOBATAN PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 Hubungan antara Kontrol Diri dengan Kepatuhan terhadap Pengobatan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD DR. Moewardi Surakarta.

0 0 18

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN DEPRESI PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS DI PUSKESMAS PRACIMANTORO I WONOGIRI.

0 0 11

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN DIET PADA PASIEN LANSIA PENDERITA DIABETES MELLITUS DI PUSKESMAS MINGGIR SLEMAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN DIET PADA PASIEN LANSIA PENDERITA DIABETES MELLITUS DI PU

1 1 12