Pungutan liar oleh aparatur sipil negara dalam undang undang nomor 20 tahun 2001 perspektif hukum pidana islam.
PUNGUTAN LIAR OLEH APARATUR SIPIL NEGARA DALAM
UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 PERSPEKTIF
HUKUM PIDANA ISLAM
SKRIPSI
Oleh:
Dewi Maulidah
NIM. C03213014
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Publik Islam Prodi Hukum Pidana Islam
Surabaya
2017
ABSTRAK
Skripsi ini merupakan hasil penelitian pustaka dengan judul “Pungutan liar
Oleh Aparatur Sipil Negera Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
Perspektif Hukum Pidana Islam”. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab
permasalahan tentang “Bagaimana Pungutan liar dalam Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2001 yang dilakukan oleh aparatur sipil negara dan bagaimana tinjauan
hukum pidana Islam terhadap Pungutan liar yang dilakukan oleh aparatur sipil
negara”.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah pustaka, yakni menggali
data dengan buku-buku dan literatur-literatur yang berhubungan dengan
penelitian. Setelah data terkumpul data diolah dan dianalisis dengan
menggunakan teknik deskriptif analisis, yakni untuk memberikan deskripsi
mengenai subyek penelitian berdasarkan data dari variabel yang diperoleh dari
kelompok subyek yang diteliti dan tidak dimaksudkan untuk pengujian hipotesis.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa tindakan pungutan liar yang
dilakukan oleh arapatur sipil negara termasuk perbuatan khianat atas amanat
yang sudah dibebankan. Pungutan liar dalam hukum pidana Islam termasuk
dalam kategori jarimah ta’zir karena tidak ada penjelasan mengenai perbuatan ini
di dalam al-Qur’an dan hadits. Sehingga merupakan hak penguasa atau pemimpin
untuk menentukan segala sesuatu yang berhubungan dengan tindakan ini.
Tindakan pungutan liar yang dilakukan oleh aparatur sipil negara dalam undangundang nomor 20 tahun 2001 termasuk dalam kategori korupsi. Hal ini
disebabkan karena adanya unsur yang dilakukan untuk kepentingan diri sendiri
atau orang lain yang melawan hukum dan dapat merugikan orang lain.
Setiap orang yang sudah diangkat sebagai pejabat negara hendaknya
melaksanakan setiap tugas yang sudah diamanatkan kepadanya sesuai dengan
aturan undang-undang yang berlaku. Dan tidak melakukan hal-hal yang dapat
menjatuhkan nama baiknya dan merugikan orang lain, karena hal tersebut adalah
suatu perbuatan yang haram mengingat di dalam tindakan tersebut terdapat
unsur-unsur yang haram seperti dengan cara memaksa, menipu, memeras yang
dilarang dan tidak dibenarkan hukumnya dalam syariat Islam.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPL DALAM........................................................................................ i
PERNYATAAN KEASLIAN..................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................................... iii
ABSTRAK................................................................................................... iv
PERSEMBAHAN........................................................................................ v
Motto............................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR................................................................................. vii
DAFTAR ISI................................................................................................ ix
DAFTAR TRANSLITERASI..................................................................... xi
BAB I
PENDAHULUAN.................................................................... 1
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.
BAB II
TINJAUAN UMUM HUKUM PIDANA ISLAM................... 16
A.
B.
C.
D.
E.
BAB III
Latar Belakang...................................................................... 1
Identifikasi dan batasan masalah.......................................... 5
Rumusan Masalah................................................................. 6
Kajian Pustaka...................................................................... 7
Tujuan penelitian.................................................................. 8
Kegunaan hasil penelitian..................................................... 9
Definisi Operasional............................................................. 10
Metode Penelitian................................................................. 11
Sistematika Pembahasan....................................................... 14
Tindak Pidana....................................................................... 16
Jarimah Ta’zir....................................................................... 26
Dasar Hukum Jarimah Ta’zir................................................ 33
Macam-Macam Jarimah Ta’zir............................................. 37
Illegal Picking (Pungutan Liar) dalam Islam........................ 45
PUNGUTAN LIAR YANG DILAKUKA OLEH
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
APARATUR SIPIL NEGARA DALAM UNDANGUNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 .....................................
52
A. Pengertian Pungutan liar.................................................... 52
B. Aparatur Sipil Negara.......................................................... 63
C. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001............................. 69
BAB IV
ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TENTANG
PUNGUTAN LIAR YANG DLAKUKAN
OLEH APARATUR SIPIL NEGARA..................................
77
A. Analisis Pungutan liar Dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001.......................................................................... 77
B. Analisis Pungutan liar Dalam Hukum Pidana Islam.......... 80
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................
B. Saran.................................................................................
85
86
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................
88
LAMPIRAN
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Potensi terjadinya kejahatan dalam kehidupan manusia senantiasa
berkembang seiring dengan tumbuh kembangnya manusia, yang mana
merupakan persoalan yang dialami manusia dari waktu ke waktu.
Semakin modern peradaban manusia semakin besar pula potensi
kejahatan itu terjadi, jika manusia tersebut tidak mempunyai landasan
yang kuat untuk mencegah terjadinya kejahatan.
Melihat sejarah perjuangan bangsa Indonesia sudah sejak dulu
terbukti. Perjuangan ini tidak lepas dari peran pemuda yang tampil lebih
awal secara positif dan murni menuju Indonesia merdeka. Hal ini dapat
dilihat sejak generasi ’08. ’28, dan generasi ’45, bahkan sampai dengan
perjuangan mengisi kemerdekaan gerak langkah generasi muda pada awal
perjuangan
tersebut
tampak
kompak
bersatu
dalam
perjuangan
menegakkan kebenaran dan keadilan sehingga mendapat dukungan rakyat
Indonesia.1
Seiring dengan berkembangnya kehidupan manusia, prosentase
kejahatan juga ikut berkembang sampai dalam segala segi bidang
kehidupan manusia. Bahkan sampai dalam bidang pendidikan yang ada di
Sudiyo, “Arus Perjuangan Pemuda Dari Masa Ke Masa”, (Jakarta: Pt. Rineka Cipta, 2003),1.
1
1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
2
Indonesia. Hal ini merupakan penyakit besar yang dialami oleh negara
Indonesia.
Melihat peranan pendidikan saat ini. Seharusnya warga Indonesia
layak mendapatkan pendidikan yang baik dan benar tanpa adanya unsur
pemanfaatan dari pihak-pihak yang berkutit di dalamnya. Sebagaimana
disebutkan dalam pasal 31 amandemen UUD 1945:2
1. Setiap warna negara berhak mendapatkan pendidikan.
2. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainnya.
Program wajib belajar 9 tahun yang direncanakan sukses oleh
pemerintah pada tahun 2008-2009 diperlancar dengan adanya program
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dibiayai oleh Program
Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM)3
Adanya
program
ini
diharapkan
masalah
pendidikan
dapat
berkembang dengan baik dan benar. Namun dalam kenyataanya ternyata
masih banyak kasus-kasus yang mana adanya pihak-pihak yang telah
memanfaatkan posisi atau jabatannya untuk menguntungkan dirinya
sendiri atau orang lain.
Masalah pungutan liar di sekolah merupakan masalah lama yang pada
saat ini belum dapat ditanggulangi secara menyeluruh. Pungutan liar di
sekolah adalah suatu kenyataan sehingga sering kali sekolah dianggap
menguras. Kegiatan ini lalu membengkak dan dianggap sebagai
2
3
Undang-Undang Dasar 1945
Pena pendidikan nomor 5 1 september 2006,2.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
3
eksploitasi yang amat menguras.4
Sebagai seseorang yang dipilih dan diberi amanat dalam mengemban
tugas seharusnya tidak melakukan hal-hal dapat merugikan kepentingan
banyak orang dan negara. hal ini sesuai dengan kehendak Allah dalam
menciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi ini dengan tugas
memakmurkan
alam
dan
mengembangkan
amanat
risalah
serta
menegakkan segala amal yang mengandung kemaslahatan, kebaikan dan
kebenaran. Pemberian tugas khalifah ini disertai bekal potensi yang
diciptakan Allah SWT. Demikianlah khalifah itu ditugaskan untuk
senantiasa menjalankan syari’at Allah SWT. Dan mengemban tanggung
jawab yang dipikulkan kepadanya. Jika ia tidak melakukannay, berarti ia
telah mengikuti syahwatnya dan menjadi perusak di muka bumi.5
Banyaknya
kewajiban-kewajiban
yang
dilanggar
begitu
saja
mengakibatkan fungsi hukum di Indonesia menjadi sangat lemat. Dimana
seharusnya hukum berfungsi sebagai alat ketertiban dan keteraturan
masyarakat. Hal ini di mungkinkan karena watak dan sifat hukum yang
memberi pedoman dan petunjuk tentang bagaimana berperilaku di
masyarakat. Menunjukkan mana yang baik dan mana yang tercela melalui
norma-norma yang mengatur pemerintah-pemerintah ataupun laranganlarangan sedemikian rupa. Selain itu hukum juga bersungsi sebagai sarana
4
5
Syaifudin Al Mandari, “Rumahku Sekolahku”(Jakarta: Pustaka Zahra 2004),.3
Abdul Fatah Jalal, “Azas-Azas Pendidikan Islam”, (Bandung: Cv. Diponegoro, 1988), 43.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
4
untuk mewujudkan keadilan sosial lahir batin.6
Terkait dengan masalah pungutan liar apabila dilihat dari segi si
pelaku, sebab-sebab dia melakukan tindakan ini dapat berupa dorongan
dari dalam dirinya, yang dapat pula dikatakan sebagai keinginan, niat,
atau kesadarannya untuk melakukan. Kemungkinan orang yang
melakukan tindakan seperti ini adalah orang yang penghasilannya cukup
tinggi. Bahkan sudah berlebih jika dibandingan dengan kebutuhan
hidupnya. Bahkan kesempatannya juga sangat kecil karena sistem
pengendalian peraturan sudah sangat bagus. Dalam hal ini maka unsur
yang menyebabkab dia melakukan tindak pidana pungutan liar adalah
sifat-sifat tamak, serakah, sombong, takabur, rakus yang memang ada
pada manusia tersebut.7
Allah berfirman dalam surat ar-rahman
َ َضعَ َهاَل
َ َََوَا َلَرضََو
َ ََلنَمََفَيَ َهاَفَاكَهَةََ َوالنَخَ َلَ َذات
ََالكَ َمامَََ َوَالَب
َ ذَوَاَ َلعصَفََ َو
الريَانَََفَبَاَيََاَ َلءََربَ َكمَاَتَكَذََبنََ
Yang artinya: Dan bumi telah dibentangkan-nya untuk makhluk (nya). di dalamnya ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai
kelopak mayang. dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang
harum baunya. maka nikmat tuhanmu yang manakah yang kamu
dustakan. QS. Ar Rahman ayat 10-138
Seorang yang sudah dipilih untuk menduduki suatu jabatan oleh
negara merupakan aparatur sipil negera. Dimana dalam hal ini mereka
Soedjono Dirdjosisworo, “Pengantar Ilmu Hukum”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1999),155.
7
Surachmin, Suhadi. “Strategi & Teknik Korupsi”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011),92,
8
Al-Qur’an Dan Terjemahannya (Jakarta: Pustaka Al-Mubih, 2013),535.
6
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
5
semua menjadapatkan gaji yang juga sudah sesuai dengan aturan dan
kedudukannya masing-masing. Tapi dalam kenyataannya di luar masih
banyak tindakan pungutan liar dan dalam undang-undang nomor 20 tahun
2001 hal ini termasuk korupsi.
Undang-undang nomor 20 tahun 2001 adalah undang-undang tentang
pembaharuan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi. Ada beberapa pasal di dalam
undang-undang ini yang mengalami perubahan. Di antaranya yaitu pasal 2
ayat 2 undang-undang nomor 31 tahun 1999 yang penjelasannya terdapat
dalam pasal 1 angka 1 undang-undang nomor 20 tahun 2001. Dan pasal 5
sampai dengan pasal 12 yang rumusannya diubah dan dijelaskan dalam
pasal 1 angka 2 undang-undang nomor 20 tahun 2001. Pasal – pasal
tersebut diubah karena dalam rumusan pasal-pasal tersebut masih
mengacu pada KUHP yang naskah aslinya menggunakan bahasa belanda.
Dan dalam pasal 43 B UU NO 20 tahun 2001 menjelaskan beberapa pasal
dalam KUHP dinyatakan tidak berlaku lagi sehingga pasal-pasal dalam
UU NO 31 tahun 1999 ada yang diubah rumusannya.9
Mengenai pungutan liar yang dilakukan oleh aparatur sipil negara
dalam undang-undang ini dikatakan korupsi. Meskipun tidak menjelaskan
secara langsung tentang tindakan pungutan liar tetapi perbuatan ini telah
melanggar pasal di dalam UU NO 20 tahun 2001 tentang penyalahgunaan
R. Wiyono, “Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2005),4.
9
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
6
jabatan. Selain itu, dalam hukum pidana Islam hal ini termasuk dalam
kategori jarimah ta’zir karena merupakan sebuah larangan syara’ yang
diancam dengan hukuman ta’zir.
Dari uraian yang disampaikan di atas. Penulis tertarik untuk
membahas tentang masalah ini dan dikaitkan dengan undang-undang
korupsi yakni undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan
undang-undang nomor 30 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak
pidana korupsi. Dan juga pandangan dari hukum pidana islam itu sendiri.
Itulah yang menarik perhatian peneliti dan yang menjadi alasan peneliti
untuk menulis judul “Pungutan Liar Oleh Aparatur Sipil Negera Dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Perspektif Hukum Pidana Islam”.
B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah
Dari latar belakang tersebut dapat diidentifikasi beberapa masalah
yang dapat dijadikan bahan penelitian diantaranya:
1. Pungutan liar yang dilakukan oleh aparatur sipil negara.
2. Pandangan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap pungtan liar yang
dilakukan oleh aparatur sipil negara.
3. Pandangan Hukum Pidana Islam terhadap pungutan liar yang
dilakukan oleh aparatur sipil negara.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
7
4. Penyebab aparatur sipil negara melakukan tindakan pungutan liar.
Dari masalah-masalah yang dapat diidentifikasi tersebut, maka penulis
membatasi permasalahan yang akan dibahas yaitu:
1. Pungutan Liar dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh
aparatur sipil negara.
2. Tinjauan hukum pidana terhadap Pungutan Liar yang dilakukan oleh
aparatur sipil negara.
C. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, agar lebih
praktis dan opeasional, maka penulis mengambil rumusan masalah dalam
beberapa bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana Pungutan Liar dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 yang dilakukan oleh aparatur sipil negara?
2. Bagaimana tinjauan hukum pidana islam terhadap Pungutan Liar
yang dilakukan oleh aparatur sipil negara?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian/ penelitian
yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti
sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
8
merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian penelitian yang telah
ada10
Penulisan skripsi di UIN Sunan Ampel Surabaya mengenai pungutan
liar belum ada. Namun di beberapa universitas lain sudah ada, di
antarannya yaitu:
Skripsi yang ditulis oleh Gilang Andhika Gunawan fakultas
Hukum Universitas Hasanudin Makasar 2013 “Tinjauan Kriminologis
Terhadap Pungutan Liar Kepada Pengemudi Angkutan Antar Daerah”.
Inti dari skripsi tersebut menyebutkan bahwa faktor penyebab terjadinya
pungutan liar meliputi faktor internal yang terdiri dari faktor ekonomi,
faktor mental, faktor penyalagunaan wewenang dan faktor kultural. Dan
faktor eksternal terdiri dari dipengaruhinya budaya masyarakat yang
dilayaninnya, kebijakan politik negara dan kelompok elite.11
Skripsi lainnya ditulis oleh Nuruz Zaman jurusan Siyasah Jinayah
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2011
“Sanksi Pidana Pungli Oleh Pihak Sekolah (Suatu Tinjauan Hukum
Positif dan Hukum Pidana Islam)”. Inti dari skripsi ini menyatakan bahwa
pungutan liar di sekolah merupakan kejahatan jabatan yang mana telah
memenuhi untur pegawai negeri, menerima hadiah atau janji karena
jabatan dan wewenangnya. Dalam hal ini pungutan liar sama dengan
kejahatan suap karena dilakukan untuk memperlanjar berjalannya sesuatu.
Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan
10
Skripsi, (Surabaya: t.p, 2014), 8.
Gunawan Andhika Gilang, “Tinjauan Kriminologis Terhadap Pungutan Liar Kepada Angkutan
Umum Antar Daerah” , (skripsi -- Universitas Hasanuddin, Makassar, 2013)
11
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
9
Sanksi diberikan sesuai dengan peraturan yang sudah ditetapkan oleh UU
sesuai dengan kejahatan yang ditimbulkan, baik hukuman ringa, sedang
atau pun berat.12
Begitu banyak kajian yang membahas tentang pungutan liar akan
tetapi semua itu berbeda dengan kajian yang akan dibahas oleh penulis
karena penulis lebih menekankan pada Undang – Undang dan hukum
pidana Islam tentang pungutan liar yang dilakukan oleh aparatur sipil
negara serta dikuatkan dengan adanya contoh nyata pungutan liar yang
sudah diputus dan berkekuatan hukum tetap.
E. Tujuan
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah:
1. Untuk mengetahui pungutan liar dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang
dilakukan oleh aparatur sipil negara.
2. Untuk mengetahui tentang Tinjauan hukum pidana Islam terhadap
pungutan liar yang dilakukan oleh aparatur sipil negara.
F. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari hasil penelitian ini diharapkan dapat
12
Nuruz Zaman, “Sanksi Pidana Pungli Oleh Pihak Sekolah (Suatu Tinjauan Hukum Positif dan
Hukum Pidana Islam)” (Skripsi—UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2011)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
10
bermanfaat sekurang-kurangnya untuk:
1. Aspek Keilmuan (Teoritis)
a. Sebagai upaya bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya
dibidang tindak pidana Islam yang berkaitan dengan masalah
pungutan liar yang dilakukan oleh aparatur negeri sipil.
b. Hasil studi ini bisa dijadikan sebagai acuan untuk penelitian
berikutnya agar lebih mudah terutama yang berkaitan dengan
masalah pungutan liar yang dilakukan oleh aparatur negeri sipil.
2. Aspek Terapan (Praktis)
Hasil studi ini dapat dijadikan sebagai sumbangan informasi bagi
masyarakat tentang betapa pentingnya penegakan hukum yang benar
dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan, penyuluhan
khususnya bagi penegak hukum di Indonesia serta bagi praktisi
hukum pada umumnya.
G. Definisi Operasional
Adapun untuk mempermudah gambaran yang jelas dan konkrit
tentang permasalahan yang terkandung dalam konsep penelitian ini,
maka perlu dijelaskan makna yang terdapat dalam penelitan ini, “judul”
definisi operasional dari judul tersebut adalah:
1. Hukum pidana Islam adalah larangan syara' yang dijatuhi sanksi
oleh pembuat syariat (Allah) dengan hukuman hadd atau ta‘zīr.13
13
Abdurrahman al-Maliki, “Sistem Sanksi dalam Islam”, (Bogor: Thariqul Izzah, 2002), 50.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
11
Hukum pidana Islam yang dimaksud dalam tulisan ini adalah hukum
pidana Islam yang dinyatakan oleh empat madzhab fikih yang
terkenal yaitu madzhab malikiyah, hanabilah, syafi’i dan hanafiyah.
Dalam hal ini menggunakan teori tentang jarimah ta’zir.
2. semua bentuk pungutan-pungutan yang tidak resmi atau yang tidak
memiliki ladasan hukum.
3. Undang – undang nomor 20 tahun 2001 adalah undang-undang
Republik Indonesia tentang perubahan atas undang-undang nomor
30 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam
hal masalah pungutan liar yang dilakukan oleh aparatur sipil negara
terdapat dalam pasal 12.14
H. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data
dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Penelitian ini sendiri berarti sarana
yang dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat, membina, serta
mengembangkan ilmu pengetahuan.15 Metode penelitian dalam hal ini
akan mengarahkan penelitian tersebut untuk dapat mengungkap
kebenaran secara sistematis dan konsisten.
1. Data Yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa:
14
15
Undang-Undang nomor 20 tahun 2001
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-PRESS, 2007), 3.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
12
a. Data tentang pungutan liar dari Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
b. Hukum pidana Islam beserta ketentuan-ketentuan pidananya.
2. Sumber Data
a. Sumber primer
Data primer adalah data penelitian langsung pada subyek sebagai
sumber informasi yang diteliti.16 Data primer yang didapat
adalah:
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
b. Sumber sekunder
Sumber Sekunder yaitu data yang mendukung atau data
tambahan bagi data primer. Data sekunder merupakan data yang
tidak langsung diperoleh peneliti dari subyek penelitian.17
Sumber data sekunder berupa kitab-kitab atau bahan bacaan lain
yang memiliki keterkaitan dengan bahan skripsi, misalnya:
1) Kitab undang undang hukum pidana
2) Abdurrahman al-Maliki, Sistem Sanksi Dalam Islam,
(Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2002).
16
17
Saifudin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 1998),91.
Ibid.,31.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
13
3) Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 1993).
4) A.Djazuli, Fiqh jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan
dalam Islam), (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1997).
5) R. Wiyono, S.H. pembahasan undang-undang pemberantasan
tindak pidana korupsi edisi kedua, (jakarta: sinar grafika,
2009).
6) Drs. P.A.F. Lamintang, S.H. delik-delik khusus, kejahatan
jabatan dan kejahatan jabatan tertentu sebagai tindak pidana
korupsi (jakarta: sinar grafika 2009)
7) Soedjono,
Dirdjosisworo.
Pungli: Analisa Hukum &
Kriminologi, cetakan ke-2. (Bandung: Sinar Baru. 1983).
8) Soedjono Dirdjosisworo, “Pengantar Ilmu Hukum”, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 1999).
3. Teknik Pengumpulan Data
kategori penelitian ini adalah literatur, maka teknik pengumpulan
datanya diselaraskan dengan sifat penelitian. Dalam hal ini, teknik
yang digunakan adalah pustaka, yakni menggali data dengan bukubuku dan literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian.
Pengumpulan data dalam teknik ini yakni mengkaji bahan hukum
yang terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum
primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat. Seperti kitab
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
14
perundang undangan. Dalam hal ini penulis menggunakan kitab
undang-undang hukum pidana dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dan bahan
hukum sekunder adalah buku buku hukum serta catatan tulisan yang
mendukung dan memperjelas bahan hukum primer.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analsis data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan teknik deskriptif analisis, yakni untuk memberikan
deskripsi mengenai subyek penelitian berdasarkan data dari variabel
yang diperoleh dari kelompok subyek yang diteliti dan tidak
dimaksudkan untuk pengujian hipotesis.18 Maksudnya menggunakan
teknik analisa dengan cara memaparkan data apa adanya dalam hal ini
data tentang pungutan liar dalam undang-undang nomor 20 tahun
2011. Kemudia dianalisa menggunaka teori hukum pidana islam
dalam hal ini menggunakan teori jarimah ta’zir.
I. Sistematika Pembahasan
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas pada skripsi ini,
penulis akan menguraikan isi uraian pembahasan. Adapun Sistematika
18
Ibid.,6.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
15
pembahasan skripsi ini terdiri dari lima bab dengan pembahasan secara
sistematis sebagai berikut:
Bab I, memuat tentang pendahuluan yang terdiri dari, Latar
Belakang, Identifikasi dan Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Kajian
Pustaka, Tujuan Penelitian, Kegunaan Hasil Penelitian, Definisi
Operasional, Metode Penelitian dan Sistematika Pembahasan.
Bab II, memuat tentang landasan teori tentang tinjauan umum
Hukum Pidana Islam meliputi: pengertian tindak pidana, jarimah ta’zir,
macam-macam jarimah ta’zir dan dasar hukum jarimah ta’zir.
Bab III, memuat tentang pembahasan mengenai pungutan liar yang
dilakukan oleh aparatur sipil negara dan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999 Tentang
Pemberantasan
Tindak Pidana
Korupsi
meliputi:
Pengertian pungutan liar, Dasar Hukum, Aparatur Sipil Negara Dan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Bab IV, memuat tentang analisis Hukum Pidana Islam tentang
pungutan liar yang dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara meliputi:
pungutan liar dalam hukum pidana islam dan pungutan liar dalam
undang-undang no. 20 tahun 2001
Bab V, memuat tentang penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
16
BAB II
TINJAUAN UMUM HUKUM PIDANA ISLAM
A. Tindak Pidana
Tindak pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu
pengertian dasar dalam ilmu hukum pidana sebagai istilah yang dibentuk
dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum
pidana. Tindak pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari
peristiwa-peristiwa yang kongkrit dalam lapangan hukum pidana.
Sehingga, perbuatan pidana haruslah dberikan arti yang bersifat ilmiah
dan ditentukan dengan jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang
dipakai sehari-hari dalam kehidupan masyarakat.
Secara etimologis kata tindak pidana terdiri dari dua kata, yaitu kata
tindak dan pidana. Kata tindak berasal dari bahasa jawa yang artinya
perbuatan atau tingkah laku. Sedangkan kata pidana berarti kejahatan
atau pelanggaran. Menurut kamus besar bahasa indonesia atau yang biasa
disebut KBBI, kata tindak berarti sebuah langkah dan perbuatan.
Sedangkan kata pidana berarti perbuatan kejahatan atau kriminal.1
Sementara kalau dilihat dari segi hukum berarti perbuatan mengenai
kejahatan dan pelanggaran.2
1
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,”Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Ketiga”,(Jakarta: Balai Pustaka, 2005),871
2
Poerwa Darminto, W.J.S, “Kamus Umum Bahasa Indonesia”, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976),
1074.
16
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
17
Mengenai pengertian tindak pidana terdapat keterangan yang lebih
luas dalam penjabarannya. Secara tradisional, pidana dianggap sebagai
suatu nestapa (derita) yang dikenakan kepada si pembuat karena telah
melakukan suatu delik (kejahatan).3
Tindak pidana biasa kita sebut dengan “strafbaar feit” dimana dalam
kitab undang-undang hukum pidana tidak ada satu pun penjelasan yang
meneragkan pengertian dari kata “strafbaar feit”. Kata “strafbaar” dalam
bahasa belanda berarti dapat dihukum sedangkan kata “feit” adalah suatu
dari kenyataan. Sehingga secara bahasa kata “strafbaar feit” adalah bagia
dari kenyataan yang dapat dihukum.
Ada beberapa pendapat mengenai maksud dari kata “strafbaar feit”.
1
Seperti pendapat dari Moeljatno yang mengatakan bahwa “strafbaar feit”
adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, dimana
larangan ini disertai dengan sanksi yang berupa pidana tertentu bagi
barang siapa yang melanggar aturan tersebut.4
Manurut Pompe pemngertian “strabaar feit” dibedakan menjadu dua.
yaitu:5
1. Definisi menurut teori memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah
suatu pelanggaran terhadap norma yang dilakukan karena kesalahan
si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata
hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum.
33
Andi Hamzah, “Asas-Asas Hukum Pidana”, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008),27.
Moeljatno, “Asas-Asas Hukum Pidana”, Cet Vii, (Jakarta: Pt. Rineka Cipta, 2002),54.
5
Bambang Poernomo, “Asas-Asas Hukum Pidana”, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), 91.
4
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
18
2. Definisi menurut hukum positif, merumuskan pengertian “strafbaar
feit”adalah suatu kejadian yang oleh peraturan undang-undang
dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum.
Tindak pidana adalah perbuatan-perbuatan yang melanggar larangan
yang diatur oleh aturan hukum yang diancam dengan sanksi pidana.
Pendapat yang lain mengatakan bahwa “strafbaar feit” adalah kelakua
yang diancam dengan pidana yag bersifat melawan hukum yang
berhubungan dengan kesalahan dan kelakuan orang yang mampu
bertanggung jawab.6
Tindak pidana dalam pengertian hukum pidana islam disebut dengan
jarimah. Jarimah secara etimologis berarti dosa, kesalahan atau
kejahatan.7
Jarimah berasal dari kata جرمyang sinonimnya كسب و قطعartinya
berusaha dan bekerja. Hanya saja pengertian usaha di sini khusus untuk
usaha yang tidak baik atau usaha yang dibenci oleh manusia. Dari
pengertian diatas dapat ditarik suatu definisi bahwa jarimah adalah:
ِ ٌ ِاِرتِ َكاب ُك ِل ما و َُال
ْح ِّق َوال َْع ْد ِل َوالطَ ِريْ ِق ال ُْم ْستَ َق ْي ِم
َ ف لل
َُ َ ّ ُ ْ
Artinya: “melakukan setiap perbuatan yang menyimpang dari kebenaran,
keadilan dan jalan yang lurus (agama)”.
Dari keterangan ini jelas bahwa jarimah menurut arti bahasa adalah
melakukan perbuatan-perbuatan atau hal-hal yang dipandang tidak baik,
6
M. Nurul Irfan, “Korupsi Dalam Hukum Pidana Islam”, (Jakarta: Amzah, 2012),25.
Sahid, “Pengantar Hukum Pidana Isalam”, (Surabaya: Uin Sunan Ampel Press, 2004),6.
7
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
19
dibenci oleh manusia karena bertentangan dengan keadilan, kebenaran
dan jalan yang lurus (agama).8
Jarimah adalah larangan – larangan syara’ yang diancam Allah
dengan hukuman had atau ta’zir. 9Istilah lain yang sepadan dengan istilah
jarimah adalah jinayah. Menurut istilah syar’i, jinayah adalah perbuatan
yang dilarang oleh syara’, baik perbuatan itu mengenai (merugikan) jiwa
atau harta benda ataupun yang lainnya.10
Sulaiman Rasyid dalam bukunya Fiqih Islam memberikan pengertian
jinayah adalah hal-hal yang meliputi beberapa hukum, yaitu membunuh
orang, melukai, memotong anggota badan, menghilangkan anggota
badan, seperti salah satu panca indera.11
menurut Imam Al-Mawardi, jarimah diartikan sebagai berikut:
ات َش ْر ِعيَةٌ َز َج َرهُ َع ْ َها َِِ ٍّد اَ ْو تَ ْع ِزيْ ٍر
ٌ َْظُْوَر
Artinya: “segala larangan syara’ (melakukan hal-hal yang dilarang
atau meninggalkan hal-hal yang diwajibkan) yang diancam dengan
hukuman had atau ta’zir”12
Jarimah menurut Abdul Qadir Audah definisi jarimah dalam syariat Islam
yaitu larangan yang ditetapkan oleh allah. Adapun larangannya yaitu:
apapun perbuatan yang terlarang, atau meninggalkan perbuatan yang
diperintahkan oleh allah, dan yang telah digambarkan sebagai sesuatu
8
Ahmad Wardi Muslich, “Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah” , (Jakarta:
Sinar Grafika,2004),9.
9
A.Djazuli. “Fiqh Jinayah”. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997),1.
10
Ahmad Hanafi, “Asas-Asas Hukum Pidana Islam”, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005),1.
11
Sulaiman Rasyid, “Fiqih Islam” Cet. XXIII, (Bandung: Sinar Baru, 1990),396.
12
Al- Mawardi. “Al-Ahkam Al-Sulthoniyah”. (Mesir: Musthafa Al-Bad Al-Halabi, 1973), 219.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
20
yang tidak sesuai syariat, yang menunjukkan bahwa kejahatan yang
melanggar syariat. Maka jarimah yaitu: tindakan yang dilarang oleh
hukum, meninggalkan perbuatan yang dilarang atas hukumannya, atau
meninggalkan ketetapan hukum atas perbuatan yang dilakukannya. 13
Perbuatan yang dilarang adakalanya berupa mengerjakan perbuatan
yang
dilarang
dan
ada
kalanya
meninggalkan
perbuatan
yang
diperintahkan. Suatu perbuatan baru dianggap sebagai jarimah apabila
perbuatan itu dilarang oleh syara’ dan diacam dengan hukuman. Dengan
demikian apabila perbuatan itu tidak ada larangannya dalam syara’ maka
perbuata tersebut hukumnya mubah. Sesuai dengan kaidah yang
berbunyi:14
ِ
ِْ َصل ِف ْاَْ ْشيَ ِاء
َح ِرِْي
ْ ال َح َحةُ َح َّ يَ ُدل ال َدل ْي ُل َع َل الت
ُ ْ َْْا
Artinya: “pada dasarnya semua perkara diperbolehkan, sehingga ada
dalil yang menunjukkan keharamannya.”
Karena jarimah merupakan perbuatan yang dilarang syara’ yang
dapat menimbulka kerusakan dan mengakibatkan kerugian terhadap orang
lain dan negara maka setiap tindakan dan perbuatan tersebut akan
mendapat hukuman. Allah SWT berfirman.
ِ اد ِف ْاْ َْر
) ۷۷ : ض إِ َن هَ اَ ُُِب ال ُْم ْف ِس ِديْ َن ( القصص
َس
َ َواَتَ ْب ِغ الْ َف
13
Abdul Qadir Audah, “Tasyri’ Al Jina’i Al-Islami”, (beirut: muassarah ar risalah, 1992),55.
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah..., 10.
14
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
21
Artinya: “dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan
”. (QS. Al-Qashash : 77)15
Jarimah dalam bentuknya memiliki unsur umum dan unsur khusus.
Unsur umum jarimah adalah unsur-unsur yang terdapat pada setiap jenis
jarimah. Sedangkan unsur khusus jarimah adalah unsur-unsur yang hanya
terdapat pada jenis jarimah tertentu dan tidak terdapat pada unsur jarimah
yang lain.
Unsur umum jarimah seperti yang telah dikemukakan di atas terdiri
dari: unsur formal (al-rukn al-syar’iy), yakni telah ada aturannya, (al-rukn
al-madi), yakni telah ada perbuatannya, dan (al-rukn al-adabiy), yakni ada
pelakunya. Setiap jarimah hanya dapat dihukum jika memenuhi ketiga
unsur umum di atas. 16
Adapun penjelasan mengenai kegita unsur tersebut adalah sebagai
berikut:17
1. Unsur formal ()الركن الشرعي, yakni adanya undang-undang atau nass,
yaitu tindak pidana yang ditentukan oleh nass dengan melarang
perbuatan dan mengancamnya dengan hukuman. Arinya, setiap
perbuatan tidak dianggap melawan hukum dan pelakunya tidak dapat
dipidana kecuali adanya nass atau undang-undang yang mengaturnya.
Dalam hukum positif hal ini dikenal dengan asas legalitas, yaitu
suatu perbuatan yang tidak dianggap melawan hukum dan pelakunya
15
“Al-Qur’an Dan Terjemahannya” (Jakarta: Pustaka Al-Mubih, 2013),395.
A.Djazuli. Fiqh Jinayah...,9.
17
Sahid, Pengantar Hukum Pidana Isalam...,21.
16
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
22
tidak dapat dikenai sanksi sebelum adanya peraturan gang
mengundangkannya. . Misalnya ketentuan hukum pencurian telah
ditetapkan di dalam al-Qur'an surat al-Maidah ayat 38 yaitu dipotong
tangannya.
2. Unsur material ()الركن المادي, yakni sifat atau perbuatan melawan
hukum, yaitu tindak pidana yang berupa tindakan nyata atau tidak
berbuat. Artinya adanya tingkah laku seseorang yang membentuk
tindak pidana, baik dengan sikap berbuat maupun sikap tidak berbuat.
Misalnya pencurian adalah tindakan pelaku memindahkan atau
mengambil barang milik orang lain. Tindakan pelaku tersebut adalah
unsur material, yaitu pelaku yang membentuk tindak pidana. Dalam
hukum positif perilaku tersebut disebut unsur objektif, yaitu perilaku
yang bersifat melawan hukum.
3. Unsur moral ()الركن اأدبي, Yakni pelakunya mukallaf, yaitu orang
yang dpat dimintai pertanggungjawaban atas tindak pidana yang
dilakukannya. Maksudnya pelaku tindak pidana atau delik harus
orang yang dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Oleh
karena itu, pelaku tindak pidana harus orang yang memahami hukum,
mengerti isi beban dan sanggung menerima beban tersebut. Yang
dianggap orang mukallaf adalah orang yang aqil dan baligh.
Jarimah dapat dibagi menjadi beberapa macam sesuai dengan aspek
yang ditonjolkan. Pada umumnya ulama membagi jarimah berdasarkan
aspek berat dan ringan hukumannya serta ditegaskan atau tidak oleh al-
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
23
Qur’an atau al-hadist. Atas dasar ini mereka membaginya menjadi tiga
macam. Yaitu:18
1. Jarimah hudud
Jarimah hudud meliputi: perzinaan, qadzaf (menuduh zina), minum
khamr (meminum minuman keras), pencurian, perampokan,
pemberontakan, dan murtad.
2. Jarimah qishas/diyat
Jarimah ini meliputi: pembunuhan sengaja, pembunuhan semi
sengaja, pembunuhan karena kesalahan, pelukan sengaja, pelukan
semi sengaja. Imam malik membagi pembunuhan hanya menjadi
dua macam yakni pembunuhan sengaja dan pembunuhan karena
kesalahan. Alasannya karena al-Qur’an hanya mengenal kedua jenis
jarimah tersebut.
3. Jarimah ta’zir
Jarimah ta’zir terbagi menjadi tiga bagian:
a. Jarimah hudud atau qishas/diyat yang subhat atau tidak
memenuhi syarat, namun sudah merupakan maksiat. Misalnya
percobaan
pencurian,
percobaan
pembunuhan,
pencurian
dikalangan keluarga.
b. Jarimah-jarimah yang ditentukan oleh al-Qur’an dan al-hadist
namun tidak ditentukan sanksinya. Misalnya penghinaan, saksi
palsu, tidak melaksanakan amanah, dan menghina agama.
18
A.Djazuli. Fiqh Jinayah...,11.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
24
c. Jarimah-jarimah yang ditentukan oleh ulil amri untuk
kemaslahatan umum. Dalam hal ini ajaran Islam dijadikan
pertimbangan penentuan kemaslahatan umum.
Jika dilihat dari niat pelakunya, jarimah dibagi menjadi dua, yaitu:
jarimah yang disengaja (al-jarimah al-maqshudah) dan jarimah karena
kesalahan (al-jarimah ghayr al-maqshudah/jarimah al-khatha’).Yang
dimaksud jarimah sengaja (al-jaraim al-maqsudah) adalah jarimah yang
dilakukan oleh seseorang dengan keengajaan dan atas kehendaknya serta
dia mengetahui bahwa perbuatan tersebut dilarang dan diancam dengan
hukuman. Yang dimaksud jarimah tidak sengaja (al-jaraim ghayr al-
maqsudah) adalah jarimah yang pelakunya tidak semgaja (berniat) untuk
mlakukan perbuatan yang dilarang dan perbuatan tersebut terjadi sebagai
akibat kesalahannya.19
Jarimah juga dapat dilihat dari segi mengerjakannya yaitu dengan
cara berbuat atau melakukan tindak pidana. Jarimah jenis ini disebut
dengan
jarimah
ijabiyah/delict
comisionis.
Contohnya
mencuri,
membunuh merampok dan sebagainya. Dalam jarimah jenis ini, seseorang
melakukan maksiat, karena melakukan hal-hal yang dilarang. Jarimah
jenis lainnya adalah dengan cara tidak melakukan amanah, tidak
membayar zakat bagi orang yang telah wajib membayarnya, dan tidak
19
Sahid. Pengantar Hukum Pidana Isalam...,24.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
25
melaukan shalat. Jarimah jenis ini disebut dengan jarimah salabiyah/delict
ommisionis.
Dari aspek ini, terdapat juga jarimah bentuk ketiga, yaitu yang
disebut sebagai jarimah ijabiyah taga’u bi thariq as-salab/delict
commisionis per ommisionem commisa. Jarimah bentuk ketiga ini
sebagaimana dicontohkan oleh mazhab Maliki, Syaf’i, dan Hambali,
adalah seseorang menahan tawanan dan tidak memberinya makanan dan
minuma hingga meninggal, dan hal ini dimaksudkannya untuh
membunuhnya. Orang yang menahan itu dikategorikan sebagai pembunuh
sengaja. Sama halnya dengan seorang ibu yang tidak memberi air susu
kepada anaknya dengan maksud untuk membunuhnya. 20
Pembagian jarimah yang juga penting adalah yang bertolak dari aspek
korban kejahatan. Sehubungan dengan ini, dibedakan apakah korbannya
itu masyarakat atau perorangan. Jika yang menjadi korban masyarakat,
para ulama menyebutnya sebagai hak Allah atau hak Jannah, sedangkan
jika yang menjadi korbannya perorangan, disebut sebagai hak adami atau
haqq al afrad.
B. Jarimah ta’zir
Ta’zir menurut bahasa adalah masdar (kata dasar) bagi azzara’ yang
berarti menolak dan mencegah kejahatan. Juga berarti menguatkan,
20
A.Djazuli. Fiqh Jinayah...,15.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
26
memuliakan, membantu. Ta’zir juga berarti hukuman yang berupa
memberi pelajaran. Disebut dengan ta’zir karena hukuman tersebut
sebenarnya menghalangi si terhukum untuk tidak kembali kepada jarimah
atau dengan kata lain membuatnya jera.21
Memberi pelajaran dalam hal ini sama halnya dengan mendidik.
Dimana dalam hal ini ta’zir diartikan mendidik, karena ta’zir
dimaksudkan untuk mendidik dan memperbaiki pelaku agar ia menyadari
perbuatan jarimah-nya kemudian meninggalkan dan menghentikannya.22
Ta'zir adalah hukuman yang belum ditentukan oleh shara' dan untuk
penetapan pelaksanaannya diserahkan kepada ulil amri (penguasa) sesuai
bidangnya. Misalnya, untuk penetapan hukuman maka yang berwenang
adalah badan legislatif (DPR) sedang yang berwenang mengadili adalah
pengadilan.23
Ta’zir menurut Al-Mawardi adalah sebagai berikut :24
والّتعزير أ دب على ذنوب م تشرع فيها احدود
Artinya: “Ta’zir adalah hukuman yang bersifat pendidikan atas
perbuatan dosa yang hukumannya belum ditetapkan oleh syara’”
Menurut Abdul Aziz ta’zir adalah sanksi yang tidak ada
ketentuannya. Hukumannya wajib sebagai hak Allah atau manusia karena
21
A.Djazuli. Fiqh Jinayah...,160.
Wahbah Zuhaili, “Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu,” Juz Vi, (Damaskus: Dar Al-Fikr, 1989),
197.
22
23
Sahid. Pengantar Hukum Pidana Isalam...,6.
Abu Al-Hasan Ali Al-Mawardi, Kitab Al-Ahkam As-Sulthaniyah, Dar Al-Fikr, Beirut,
1996),236.
24
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
27
melakukan kemaksiatan yang tidak termasuk ke dalam sanksi had dan
kafarat. Ta’zir sama dengan hudud dalam fungsi, yaitu sebagai pengajaran
untuk menciptakan kesejahteraan dan sebagai ancaman.25
Menurut Wahbah al-Zuhaili ta’zir adalah hukuman-hukuman yang
secara syara’ tidak ditegaskan mengenai ukurannya. Syariat islam
menyerahkannya kepada penguasa negara untuk menentukan sanksi
terhadap pelaku tindak pidana yang sesuai dengan kejahatanya. Selain itu
untuk menumpas permusuhan, mewujudkan situasi aman terkendali dan
perbaikan, serta melindungi masyarakat kapan saja dan dimana saja.
Sanksi-sanksi ta’zir ini sangat beragam sesuai dengan situasi dan kondisi
masyarakat, dan berbagai keadaan lain manusia dalam berbagai masa dan
tempatnya.26
Dari penjelasan mengenai ta’zir di atas dapat disimpulkan bahwa
ta’zir adalah hukuman yang diberikan kepada si terhukum dengan maksud
mendidik dan memberikan rasa jera agar si terhukum tidak mengulangi
perbuatanya lagi.
Pendapat yang lain mengatakan bahwa ta’zir adalah pengajaran yang
tidak sampai pada ketentuan had syar’i, seperti pengajaran terhadap
seseorang yang mencaci maki (pihak lain) tetapi bukan menuduh (orang
lain berbuat zina). Dalam definisi ini terdapat kalimat “tidak sampai pada
25
Abdul Aziz Amir, “Al-Tasyri’ Al-Syariah Al-Islamiyah”, (Kairo: Dar Al-Fikr Al-Arabi, 1954),
52.
26
Wahbah Al-Zuhaili, “Al-Riqh Al-Islami Wa Adillath”Cet Ke-4, Jilid Vii, (Beirut: Dar Al-Fikr,
1997),5300.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
28
ketentuan had syar’i”. Hal ini sesua dengan pernyataan al-fayyumi bahwa
ta’zir adalah pengajaran dan tidak termasuk dalam kelompok had. Dengan
demikian ta’zir tidak termasuk kategori hukuman hudud. Namun bukan
berarti tidak lebih keras dari hudud, bahkan sangat memungkinkan berupa
hukuman mati.27
Jarimah ta’zir adalah kejahatan-kejahatan yang bentuknya ditentukan
oleh ulil amri tetapi sesuai atau tidak bertentangan dengan nilai-nilai,
prinsip-prinsip dan tujuan syariah. Dikenakan kepada pelaku jarimah yang
melakukan pelanggaran-pelanggaran baik yang berkaitan dengan hak
Allah maupun hak manusia dan tidak termasuk dalam kategori hukuman
hudud dan kafarat karena ta’zir tidak ditentukan secara langsung oleh AlQur’an dan hadist, maka ini menjadi kompetensi penguasa setempat.
seperti peraturan lalu lintas, pemeliharaan lingkungan hidup, dan memberi
sanksi kepada aparat pemerintah yang tidak disiplin.
Para fuqaha mengartikan ta’zir dengan hukuman yang tidak
ditentukan oleh al-Qur’an dan hadist yang berkaitan dengan kejahatan
yang melanggar hak Allah dan hak hamba yang berfungsi untuk memberi
pelajaran kepada si terhukum dan mencegahnya untuk tidak mengulangi
kejahatan serupa.28
27
28
M. Nurul Irfan Dan Masyrofah, “Fiqh Jinayah”, (Jakarta: Amzah, 2013),137.
A.Djazuli. Fiqh Jinayah...,161.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
29
Hukuman ta’zir dari segi penjatuhannya terbagi dalam empat tujuan
yaitu:29
1. Hukuman ta’zir sebagai hukuman tambahan atau pelengkap hukuman
pokok. Hukuman pangasingan selama satu tahun dalam kasus pezina
ghairu muhsan menurut madzhab hanafi merupakan contoh bentuk
hukuman tambahan, yang mengiringi hukuma pokok seratus kali jilid
pada jarimah hudud.
2. Hukuman ta’zir sebagai hukuman pengganti hukuman pokok. hal ini
dilakukan apabila bukti-bukti yang terkumpul kurang meyakinkan
dan adanya keraguan menurut penilaian hakim. Hukuman pokok
tersebut tidak boleh dijatuhkan. Kurangnya bukti atau persyaratan
pada jarimah hudud atau qishash dapat mengubah status jarimah
tersebut menjadi jarimah ta’zir. Demikian pula dengan adanya
keraguan atau syubhad dalam proses penanganan jarimah hudud dan
qishash dapat menyebabkan hukuman pokok tidak dapat dijatuhkan.
3. Hukuma ta’zir sebagai hukuman pokok bagi jarimah ta’zir syara’.
4. Hukuman ta’zir sebagai hukuman pokok bagi jarimah ta’zir
penguasa. Jarimah ta’zir ini sering disebut sebagai jarimah ta’zir
kemaslahatan umum sebab keberadaannya sangat berkaitan erat
dengan kepentingan masyarakat. Oleh karena itu jarimahnya sangat
banyak, keberadaannya fluktuaktif, berubah-ubah, bisa bertambah
29
Nur Lailatul Musyafa’ah, “Hadis Hukum Pidana”. (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press,
2014),124.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.
UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 PERSPEKTIF
HUKUM PIDANA ISLAM
SKRIPSI
Oleh:
Dewi Maulidah
NIM. C03213014
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Publik Islam Prodi Hukum Pidana Islam
Surabaya
2017
ABSTRAK
Skripsi ini merupakan hasil penelitian pustaka dengan judul “Pungutan liar
Oleh Aparatur Sipil Negera Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
Perspektif Hukum Pidana Islam”. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab
permasalahan tentang “Bagaimana Pungutan liar dalam Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2001 yang dilakukan oleh aparatur sipil negara dan bagaimana tinjauan
hukum pidana Islam terhadap Pungutan liar yang dilakukan oleh aparatur sipil
negara”.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah pustaka, yakni menggali
data dengan buku-buku dan literatur-literatur yang berhubungan dengan
penelitian. Setelah data terkumpul data diolah dan dianalisis dengan
menggunakan teknik deskriptif analisis, yakni untuk memberikan deskripsi
mengenai subyek penelitian berdasarkan data dari variabel yang diperoleh dari
kelompok subyek yang diteliti dan tidak dimaksudkan untuk pengujian hipotesis.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa tindakan pungutan liar yang
dilakukan oleh arapatur sipil negara termasuk perbuatan khianat atas amanat
yang sudah dibebankan. Pungutan liar dalam hukum pidana Islam termasuk
dalam kategori jarimah ta’zir karena tidak ada penjelasan mengenai perbuatan ini
di dalam al-Qur’an dan hadits. Sehingga merupakan hak penguasa atau pemimpin
untuk menentukan segala sesuatu yang berhubungan dengan tindakan ini.
Tindakan pungutan liar yang dilakukan oleh aparatur sipil negara dalam undangundang nomor 20 tahun 2001 termasuk dalam kategori korupsi. Hal ini
disebabkan karena adanya unsur yang dilakukan untuk kepentingan diri sendiri
atau orang lain yang melawan hukum dan dapat merugikan orang lain.
Setiap orang yang sudah diangkat sebagai pejabat negara hendaknya
melaksanakan setiap tugas yang sudah diamanatkan kepadanya sesuai dengan
aturan undang-undang yang berlaku. Dan tidak melakukan hal-hal yang dapat
menjatuhkan nama baiknya dan merugikan orang lain, karena hal tersebut adalah
suatu perbuatan yang haram mengingat di dalam tindakan tersebut terdapat
unsur-unsur yang haram seperti dengan cara memaksa, menipu, memeras yang
dilarang dan tidak dibenarkan hukumnya dalam syariat Islam.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPL DALAM........................................................................................ i
PERNYATAAN KEASLIAN..................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................................... iii
ABSTRAK................................................................................................... iv
PERSEMBAHAN........................................................................................ v
Motto............................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR................................................................................. vii
DAFTAR ISI................................................................................................ ix
DAFTAR TRANSLITERASI..................................................................... xi
BAB I
PENDAHULUAN.................................................................... 1
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.
BAB II
TINJAUAN UMUM HUKUM PIDANA ISLAM................... 16
A.
B.
C.
D.
E.
BAB III
Latar Belakang...................................................................... 1
Identifikasi dan batasan masalah.......................................... 5
Rumusan Masalah................................................................. 6
Kajian Pustaka...................................................................... 7
Tujuan penelitian.................................................................. 8
Kegunaan hasil penelitian..................................................... 9
Definisi Operasional............................................................. 10
Metode Penelitian................................................................. 11
Sistematika Pembahasan....................................................... 14
Tindak Pidana....................................................................... 16
Jarimah Ta’zir....................................................................... 26
Dasar Hukum Jarimah Ta’zir................................................ 33
Macam-Macam Jarimah Ta’zir............................................. 37
Illegal Picking (Pungutan Liar) dalam Islam........................ 45
PUNGUTAN LIAR YANG DILAKUKA OLEH
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
APARATUR SIPIL NEGARA DALAM UNDANGUNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 .....................................
52
A. Pengertian Pungutan liar.................................................... 52
B. Aparatur Sipil Negara.......................................................... 63
C. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001............................. 69
BAB IV
ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TENTANG
PUNGUTAN LIAR YANG DLAKUKAN
OLEH APARATUR SIPIL NEGARA..................................
77
A. Analisis Pungutan liar Dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001.......................................................................... 77
B. Analisis Pungutan liar Dalam Hukum Pidana Islam.......... 80
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................
B. Saran.................................................................................
85
86
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................
88
LAMPIRAN
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Potensi terjadinya kejahatan dalam kehidupan manusia senantiasa
berkembang seiring dengan tumbuh kembangnya manusia, yang mana
merupakan persoalan yang dialami manusia dari waktu ke waktu.
Semakin modern peradaban manusia semakin besar pula potensi
kejahatan itu terjadi, jika manusia tersebut tidak mempunyai landasan
yang kuat untuk mencegah terjadinya kejahatan.
Melihat sejarah perjuangan bangsa Indonesia sudah sejak dulu
terbukti. Perjuangan ini tidak lepas dari peran pemuda yang tampil lebih
awal secara positif dan murni menuju Indonesia merdeka. Hal ini dapat
dilihat sejak generasi ’08. ’28, dan generasi ’45, bahkan sampai dengan
perjuangan mengisi kemerdekaan gerak langkah generasi muda pada awal
perjuangan
tersebut
tampak
kompak
bersatu
dalam
perjuangan
menegakkan kebenaran dan keadilan sehingga mendapat dukungan rakyat
Indonesia.1
Seiring dengan berkembangnya kehidupan manusia, prosentase
kejahatan juga ikut berkembang sampai dalam segala segi bidang
kehidupan manusia. Bahkan sampai dalam bidang pendidikan yang ada di
Sudiyo, “Arus Perjuangan Pemuda Dari Masa Ke Masa”, (Jakarta: Pt. Rineka Cipta, 2003),1.
1
1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
2
Indonesia. Hal ini merupakan penyakit besar yang dialami oleh negara
Indonesia.
Melihat peranan pendidikan saat ini. Seharusnya warga Indonesia
layak mendapatkan pendidikan yang baik dan benar tanpa adanya unsur
pemanfaatan dari pihak-pihak yang berkutit di dalamnya. Sebagaimana
disebutkan dalam pasal 31 amandemen UUD 1945:2
1. Setiap warna negara berhak mendapatkan pendidikan.
2. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainnya.
Program wajib belajar 9 tahun yang direncanakan sukses oleh
pemerintah pada tahun 2008-2009 diperlancar dengan adanya program
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dibiayai oleh Program
Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM)3
Adanya
program
ini
diharapkan
masalah
pendidikan
dapat
berkembang dengan baik dan benar. Namun dalam kenyataanya ternyata
masih banyak kasus-kasus yang mana adanya pihak-pihak yang telah
memanfaatkan posisi atau jabatannya untuk menguntungkan dirinya
sendiri atau orang lain.
Masalah pungutan liar di sekolah merupakan masalah lama yang pada
saat ini belum dapat ditanggulangi secara menyeluruh. Pungutan liar di
sekolah adalah suatu kenyataan sehingga sering kali sekolah dianggap
menguras. Kegiatan ini lalu membengkak dan dianggap sebagai
2
3
Undang-Undang Dasar 1945
Pena pendidikan nomor 5 1 september 2006,2.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
3
eksploitasi yang amat menguras.4
Sebagai seseorang yang dipilih dan diberi amanat dalam mengemban
tugas seharusnya tidak melakukan hal-hal dapat merugikan kepentingan
banyak orang dan negara. hal ini sesuai dengan kehendak Allah dalam
menciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi ini dengan tugas
memakmurkan
alam
dan
mengembangkan
amanat
risalah
serta
menegakkan segala amal yang mengandung kemaslahatan, kebaikan dan
kebenaran. Pemberian tugas khalifah ini disertai bekal potensi yang
diciptakan Allah SWT. Demikianlah khalifah itu ditugaskan untuk
senantiasa menjalankan syari’at Allah SWT. Dan mengemban tanggung
jawab yang dipikulkan kepadanya. Jika ia tidak melakukannay, berarti ia
telah mengikuti syahwatnya dan menjadi perusak di muka bumi.5
Banyaknya
kewajiban-kewajiban
yang
dilanggar
begitu
saja
mengakibatkan fungsi hukum di Indonesia menjadi sangat lemat. Dimana
seharusnya hukum berfungsi sebagai alat ketertiban dan keteraturan
masyarakat. Hal ini di mungkinkan karena watak dan sifat hukum yang
memberi pedoman dan petunjuk tentang bagaimana berperilaku di
masyarakat. Menunjukkan mana yang baik dan mana yang tercela melalui
norma-norma yang mengatur pemerintah-pemerintah ataupun laranganlarangan sedemikian rupa. Selain itu hukum juga bersungsi sebagai sarana
4
5
Syaifudin Al Mandari, “Rumahku Sekolahku”(Jakarta: Pustaka Zahra 2004),.3
Abdul Fatah Jalal, “Azas-Azas Pendidikan Islam”, (Bandung: Cv. Diponegoro, 1988), 43.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
4
untuk mewujudkan keadilan sosial lahir batin.6
Terkait dengan masalah pungutan liar apabila dilihat dari segi si
pelaku, sebab-sebab dia melakukan tindakan ini dapat berupa dorongan
dari dalam dirinya, yang dapat pula dikatakan sebagai keinginan, niat,
atau kesadarannya untuk melakukan. Kemungkinan orang yang
melakukan tindakan seperti ini adalah orang yang penghasilannya cukup
tinggi. Bahkan sudah berlebih jika dibandingan dengan kebutuhan
hidupnya. Bahkan kesempatannya juga sangat kecil karena sistem
pengendalian peraturan sudah sangat bagus. Dalam hal ini maka unsur
yang menyebabkab dia melakukan tindak pidana pungutan liar adalah
sifat-sifat tamak, serakah, sombong, takabur, rakus yang memang ada
pada manusia tersebut.7
Allah berfirman dalam surat ar-rahman
َ َضعَ َهاَل
َ َََوَا َلَرضََو
َ ََلنَمََفَيَ َهاَفَاكَهَةََ َوالنَخَ َلَ َذات
ََالكَ َمامَََ َوَالَب
َ ذَوَاَ َلعصَفََ َو
الريَانَََفَبَاَيََاَ َلءََربَ َكمَاَتَكَذََبنََ
Yang artinya: Dan bumi telah dibentangkan-nya untuk makhluk (nya). di dalamnya ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai
kelopak mayang. dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang
harum baunya. maka nikmat tuhanmu yang manakah yang kamu
dustakan. QS. Ar Rahman ayat 10-138
Seorang yang sudah dipilih untuk menduduki suatu jabatan oleh
negara merupakan aparatur sipil negera. Dimana dalam hal ini mereka
Soedjono Dirdjosisworo, “Pengantar Ilmu Hukum”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1999),155.
7
Surachmin, Suhadi. “Strategi & Teknik Korupsi”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011),92,
8
Al-Qur’an Dan Terjemahannya (Jakarta: Pustaka Al-Mubih, 2013),535.
6
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
5
semua menjadapatkan gaji yang juga sudah sesuai dengan aturan dan
kedudukannya masing-masing. Tapi dalam kenyataannya di luar masih
banyak tindakan pungutan liar dan dalam undang-undang nomor 20 tahun
2001 hal ini termasuk korupsi.
Undang-undang nomor 20 tahun 2001 adalah undang-undang tentang
pembaharuan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi. Ada beberapa pasal di dalam
undang-undang ini yang mengalami perubahan. Di antaranya yaitu pasal 2
ayat 2 undang-undang nomor 31 tahun 1999 yang penjelasannya terdapat
dalam pasal 1 angka 1 undang-undang nomor 20 tahun 2001. Dan pasal 5
sampai dengan pasal 12 yang rumusannya diubah dan dijelaskan dalam
pasal 1 angka 2 undang-undang nomor 20 tahun 2001. Pasal – pasal
tersebut diubah karena dalam rumusan pasal-pasal tersebut masih
mengacu pada KUHP yang naskah aslinya menggunakan bahasa belanda.
Dan dalam pasal 43 B UU NO 20 tahun 2001 menjelaskan beberapa pasal
dalam KUHP dinyatakan tidak berlaku lagi sehingga pasal-pasal dalam
UU NO 31 tahun 1999 ada yang diubah rumusannya.9
Mengenai pungutan liar yang dilakukan oleh aparatur sipil negara
dalam undang-undang ini dikatakan korupsi. Meskipun tidak menjelaskan
secara langsung tentang tindakan pungutan liar tetapi perbuatan ini telah
melanggar pasal di dalam UU NO 20 tahun 2001 tentang penyalahgunaan
R. Wiyono, “Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2005),4.
9
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
6
jabatan. Selain itu, dalam hukum pidana Islam hal ini termasuk dalam
kategori jarimah ta’zir karena merupakan sebuah larangan syara’ yang
diancam dengan hukuman ta’zir.
Dari uraian yang disampaikan di atas. Penulis tertarik untuk
membahas tentang masalah ini dan dikaitkan dengan undang-undang
korupsi yakni undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan
undang-undang nomor 30 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak
pidana korupsi. Dan juga pandangan dari hukum pidana islam itu sendiri.
Itulah yang menarik perhatian peneliti dan yang menjadi alasan peneliti
untuk menulis judul “Pungutan Liar Oleh Aparatur Sipil Negera Dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Perspektif Hukum Pidana Islam”.
B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah
Dari latar belakang tersebut dapat diidentifikasi beberapa masalah
yang dapat dijadikan bahan penelitian diantaranya:
1. Pungutan liar yang dilakukan oleh aparatur sipil negara.
2. Pandangan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap pungtan liar yang
dilakukan oleh aparatur sipil negara.
3. Pandangan Hukum Pidana Islam terhadap pungutan liar yang
dilakukan oleh aparatur sipil negara.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
7
4. Penyebab aparatur sipil negara melakukan tindakan pungutan liar.
Dari masalah-masalah yang dapat diidentifikasi tersebut, maka penulis
membatasi permasalahan yang akan dibahas yaitu:
1. Pungutan Liar dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh
aparatur sipil negara.
2. Tinjauan hukum pidana terhadap Pungutan Liar yang dilakukan oleh
aparatur sipil negara.
C. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, agar lebih
praktis dan opeasional, maka penulis mengambil rumusan masalah dalam
beberapa bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana Pungutan Liar dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 yang dilakukan oleh aparatur sipil negara?
2. Bagaimana tinjauan hukum pidana islam terhadap Pungutan Liar
yang dilakukan oleh aparatur sipil negara?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian/ penelitian
yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti
sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
8
merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian penelitian yang telah
ada10
Penulisan skripsi di UIN Sunan Ampel Surabaya mengenai pungutan
liar belum ada. Namun di beberapa universitas lain sudah ada, di
antarannya yaitu:
Skripsi yang ditulis oleh Gilang Andhika Gunawan fakultas
Hukum Universitas Hasanudin Makasar 2013 “Tinjauan Kriminologis
Terhadap Pungutan Liar Kepada Pengemudi Angkutan Antar Daerah”.
Inti dari skripsi tersebut menyebutkan bahwa faktor penyebab terjadinya
pungutan liar meliputi faktor internal yang terdiri dari faktor ekonomi,
faktor mental, faktor penyalagunaan wewenang dan faktor kultural. Dan
faktor eksternal terdiri dari dipengaruhinya budaya masyarakat yang
dilayaninnya, kebijakan politik negara dan kelompok elite.11
Skripsi lainnya ditulis oleh Nuruz Zaman jurusan Siyasah Jinayah
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2011
“Sanksi Pidana Pungli Oleh Pihak Sekolah (Suatu Tinjauan Hukum
Positif dan Hukum Pidana Islam)”. Inti dari skripsi ini menyatakan bahwa
pungutan liar di sekolah merupakan kejahatan jabatan yang mana telah
memenuhi untur pegawai negeri, menerima hadiah atau janji karena
jabatan dan wewenangnya. Dalam hal ini pungutan liar sama dengan
kejahatan suap karena dilakukan untuk memperlanjar berjalannya sesuatu.
Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan
10
Skripsi, (Surabaya: t.p, 2014), 8.
Gunawan Andhika Gilang, “Tinjauan Kriminologis Terhadap Pungutan Liar Kepada Angkutan
Umum Antar Daerah” , (skripsi -- Universitas Hasanuddin, Makassar, 2013)
11
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
9
Sanksi diberikan sesuai dengan peraturan yang sudah ditetapkan oleh UU
sesuai dengan kejahatan yang ditimbulkan, baik hukuman ringa, sedang
atau pun berat.12
Begitu banyak kajian yang membahas tentang pungutan liar akan
tetapi semua itu berbeda dengan kajian yang akan dibahas oleh penulis
karena penulis lebih menekankan pada Undang – Undang dan hukum
pidana Islam tentang pungutan liar yang dilakukan oleh aparatur sipil
negara serta dikuatkan dengan adanya contoh nyata pungutan liar yang
sudah diputus dan berkekuatan hukum tetap.
E. Tujuan
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah:
1. Untuk mengetahui pungutan liar dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang
dilakukan oleh aparatur sipil negara.
2. Untuk mengetahui tentang Tinjauan hukum pidana Islam terhadap
pungutan liar yang dilakukan oleh aparatur sipil negara.
F. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari hasil penelitian ini diharapkan dapat
12
Nuruz Zaman, “Sanksi Pidana Pungli Oleh Pihak Sekolah (Suatu Tinjauan Hukum Positif dan
Hukum Pidana Islam)” (Skripsi—UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2011)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
10
bermanfaat sekurang-kurangnya untuk:
1. Aspek Keilmuan (Teoritis)
a. Sebagai upaya bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya
dibidang tindak pidana Islam yang berkaitan dengan masalah
pungutan liar yang dilakukan oleh aparatur negeri sipil.
b. Hasil studi ini bisa dijadikan sebagai acuan untuk penelitian
berikutnya agar lebih mudah terutama yang berkaitan dengan
masalah pungutan liar yang dilakukan oleh aparatur negeri sipil.
2. Aspek Terapan (Praktis)
Hasil studi ini dapat dijadikan sebagai sumbangan informasi bagi
masyarakat tentang betapa pentingnya penegakan hukum yang benar
dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan, penyuluhan
khususnya bagi penegak hukum di Indonesia serta bagi praktisi
hukum pada umumnya.
G. Definisi Operasional
Adapun untuk mempermudah gambaran yang jelas dan konkrit
tentang permasalahan yang terkandung dalam konsep penelitian ini,
maka perlu dijelaskan makna yang terdapat dalam penelitan ini, “judul”
definisi operasional dari judul tersebut adalah:
1. Hukum pidana Islam adalah larangan syara' yang dijatuhi sanksi
oleh pembuat syariat (Allah) dengan hukuman hadd atau ta‘zīr.13
13
Abdurrahman al-Maliki, “Sistem Sanksi dalam Islam”, (Bogor: Thariqul Izzah, 2002), 50.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
11
Hukum pidana Islam yang dimaksud dalam tulisan ini adalah hukum
pidana Islam yang dinyatakan oleh empat madzhab fikih yang
terkenal yaitu madzhab malikiyah, hanabilah, syafi’i dan hanafiyah.
Dalam hal ini menggunakan teori tentang jarimah ta’zir.
2. semua bentuk pungutan-pungutan yang tidak resmi atau yang tidak
memiliki ladasan hukum.
3. Undang – undang nomor 20 tahun 2001 adalah undang-undang
Republik Indonesia tentang perubahan atas undang-undang nomor
30 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam
hal masalah pungutan liar yang dilakukan oleh aparatur sipil negara
terdapat dalam pasal 12.14
H. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data
dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Penelitian ini sendiri berarti sarana
yang dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat, membina, serta
mengembangkan ilmu pengetahuan.15 Metode penelitian dalam hal ini
akan mengarahkan penelitian tersebut untuk dapat mengungkap
kebenaran secara sistematis dan konsisten.
1. Data Yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa:
14
15
Undang-Undang nomor 20 tahun 2001
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-PRESS, 2007), 3.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
12
a. Data tentang pungutan liar dari Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
b. Hukum pidana Islam beserta ketentuan-ketentuan pidananya.
2. Sumber Data
a. Sumber primer
Data primer adalah data penelitian langsung pada subyek sebagai
sumber informasi yang diteliti.16 Data primer yang didapat
adalah:
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
b. Sumber sekunder
Sumber Sekunder yaitu data yang mendukung atau data
tambahan bagi data primer. Data sekunder merupakan data yang
tidak langsung diperoleh peneliti dari subyek penelitian.17
Sumber data sekunder berupa kitab-kitab atau bahan bacaan lain
yang memiliki keterkaitan dengan bahan skripsi, misalnya:
1) Kitab undang undang hukum pidana
2) Abdurrahman al-Maliki, Sistem Sanksi Dalam Islam,
(Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2002).
16
17
Saifudin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 1998),91.
Ibid.,31.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
13
3) Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 1993).
4) A.Djazuli, Fiqh jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan
dalam Islam), (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1997).
5) R. Wiyono, S.H. pembahasan undang-undang pemberantasan
tindak pidana korupsi edisi kedua, (jakarta: sinar grafika,
2009).
6) Drs. P.A.F. Lamintang, S.H. delik-delik khusus, kejahatan
jabatan dan kejahatan jabatan tertentu sebagai tindak pidana
korupsi (jakarta: sinar grafika 2009)
7) Soedjono,
Dirdjosisworo.
Pungli: Analisa Hukum &
Kriminologi, cetakan ke-2. (Bandung: Sinar Baru. 1983).
8) Soedjono Dirdjosisworo, “Pengantar Ilmu Hukum”, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 1999).
3. Teknik Pengumpulan Data
kategori penelitian ini adalah literatur, maka teknik pengumpulan
datanya diselaraskan dengan sifat penelitian. Dalam hal ini, teknik
yang digunakan adalah pustaka, yakni menggali data dengan bukubuku dan literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian.
Pengumpulan data dalam teknik ini yakni mengkaji bahan hukum
yang terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum
primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat. Seperti kitab
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
14
perundang undangan. Dalam hal ini penulis menggunakan kitab
undang-undang hukum pidana dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dan bahan
hukum sekunder adalah buku buku hukum serta catatan tulisan yang
mendukung dan memperjelas bahan hukum primer.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analsis data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan teknik deskriptif analisis, yakni untuk memberikan
deskripsi mengenai subyek penelitian berdasarkan data dari variabel
yang diperoleh dari kelompok subyek yang diteliti dan tidak
dimaksudkan untuk pengujian hipotesis.18 Maksudnya menggunakan
teknik analisa dengan cara memaparkan data apa adanya dalam hal ini
data tentang pungutan liar dalam undang-undang nomor 20 tahun
2011. Kemudia dianalisa menggunaka teori hukum pidana islam
dalam hal ini menggunakan teori jarimah ta’zir.
I. Sistematika Pembahasan
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas pada skripsi ini,
penulis akan menguraikan isi uraian pembahasan. Adapun Sistematika
18
Ibid.,6.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
15
pembahasan skripsi ini terdiri dari lima bab dengan pembahasan secara
sistematis sebagai berikut:
Bab I, memuat tentang pendahuluan yang terdiri dari, Latar
Belakang, Identifikasi dan Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Kajian
Pustaka, Tujuan Penelitian, Kegunaan Hasil Penelitian, Definisi
Operasional, Metode Penelitian dan Sistematika Pembahasan.
Bab II, memuat tentang landasan teori tentang tinjauan umum
Hukum Pidana Islam meliputi: pengertian tindak pidana, jarimah ta’zir,
macam-macam jarimah ta’zir dan dasar hukum jarimah ta’zir.
Bab III, memuat tentang pembahasan mengenai pungutan liar yang
dilakukan oleh aparatur sipil negara dan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999 Tentang
Pemberantasan
Tindak Pidana
Korupsi
meliputi:
Pengertian pungutan liar, Dasar Hukum, Aparatur Sipil Negara Dan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Bab IV, memuat tentang analisis Hukum Pidana Islam tentang
pungutan liar yang dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara meliputi:
pungutan liar dalam hukum pidana islam dan pungutan liar dalam
undang-undang no. 20 tahun 2001
Bab V, memuat tentang penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
16
BAB II
TINJAUAN UMUM HUKUM PIDANA ISLAM
A. Tindak Pidana
Tindak pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu
pengertian dasar dalam ilmu hukum pidana sebagai istilah yang dibentuk
dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum
pidana. Tindak pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari
peristiwa-peristiwa yang kongkrit dalam lapangan hukum pidana.
Sehingga, perbuatan pidana haruslah dberikan arti yang bersifat ilmiah
dan ditentukan dengan jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang
dipakai sehari-hari dalam kehidupan masyarakat.
Secara etimologis kata tindak pidana terdiri dari dua kata, yaitu kata
tindak dan pidana. Kata tindak berasal dari bahasa jawa yang artinya
perbuatan atau tingkah laku. Sedangkan kata pidana berarti kejahatan
atau pelanggaran. Menurut kamus besar bahasa indonesia atau yang biasa
disebut KBBI, kata tindak berarti sebuah langkah dan perbuatan.
Sedangkan kata pidana berarti perbuatan kejahatan atau kriminal.1
Sementara kalau dilihat dari segi hukum berarti perbuatan mengenai
kejahatan dan pelanggaran.2
1
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,”Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Ketiga”,(Jakarta: Balai Pustaka, 2005),871
2
Poerwa Darminto, W.J.S, “Kamus Umum Bahasa Indonesia”, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976),
1074.
16
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
17
Mengenai pengertian tindak pidana terdapat keterangan yang lebih
luas dalam penjabarannya. Secara tradisional, pidana dianggap sebagai
suatu nestapa (derita) yang dikenakan kepada si pembuat karena telah
melakukan suatu delik (kejahatan).3
Tindak pidana biasa kita sebut dengan “strafbaar feit” dimana dalam
kitab undang-undang hukum pidana tidak ada satu pun penjelasan yang
meneragkan pengertian dari kata “strafbaar feit”. Kata “strafbaar” dalam
bahasa belanda berarti dapat dihukum sedangkan kata “feit” adalah suatu
dari kenyataan. Sehingga secara bahasa kata “strafbaar feit” adalah bagia
dari kenyataan yang dapat dihukum.
Ada beberapa pendapat mengenai maksud dari kata “strafbaar feit”.
1
Seperti pendapat dari Moeljatno yang mengatakan bahwa “strafbaar feit”
adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, dimana
larangan ini disertai dengan sanksi yang berupa pidana tertentu bagi
barang siapa yang melanggar aturan tersebut.4
Manurut Pompe pemngertian “strabaar feit” dibedakan menjadu dua.
yaitu:5
1. Definisi menurut teori memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah
suatu pelanggaran terhadap norma yang dilakukan karena kesalahan
si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata
hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum.
33
Andi Hamzah, “Asas-Asas Hukum Pidana”, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008),27.
Moeljatno, “Asas-Asas Hukum Pidana”, Cet Vii, (Jakarta: Pt. Rineka Cipta, 2002),54.
5
Bambang Poernomo, “Asas-Asas Hukum Pidana”, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), 91.
4
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
18
2. Definisi menurut hukum positif, merumuskan pengertian “strafbaar
feit”adalah suatu kejadian yang oleh peraturan undang-undang
dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum.
Tindak pidana adalah perbuatan-perbuatan yang melanggar larangan
yang diatur oleh aturan hukum yang diancam dengan sanksi pidana.
Pendapat yang lain mengatakan bahwa “strafbaar feit” adalah kelakua
yang diancam dengan pidana yag bersifat melawan hukum yang
berhubungan dengan kesalahan dan kelakuan orang yang mampu
bertanggung jawab.6
Tindak pidana dalam pengertian hukum pidana islam disebut dengan
jarimah. Jarimah secara etimologis berarti dosa, kesalahan atau
kejahatan.7
Jarimah berasal dari kata جرمyang sinonimnya كسب و قطعartinya
berusaha dan bekerja. Hanya saja pengertian usaha di sini khusus untuk
usaha yang tidak baik atau usaha yang dibenci oleh manusia. Dari
pengertian diatas dapat ditarik suatu definisi bahwa jarimah adalah:
ِ ٌ ِاِرتِ َكاب ُك ِل ما و َُال
ْح ِّق َوال َْع ْد ِل َوالطَ ِريْ ِق ال ُْم ْستَ َق ْي ِم
َ ف لل
َُ َ ّ ُ ْ
Artinya: “melakukan setiap perbuatan yang menyimpang dari kebenaran,
keadilan dan jalan yang lurus (agama)”.
Dari keterangan ini jelas bahwa jarimah menurut arti bahasa adalah
melakukan perbuatan-perbuatan atau hal-hal yang dipandang tidak baik,
6
M. Nurul Irfan, “Korupsi Dalam Hukum Pidana Islam”, (Jakarta: Amzah, 2012),25.
Sahid, “Pengantar Hukum Pidana Isalam”, (Surabaya: Uin Sunan Ampel Press, 2004),6.
7
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
19
dibenci oleh manusia karena bertentangan dengan keadilan, kebenaran
dan jalan yang lurus (agama).8
Jarimah adalah larangan – larangan syara’ yang diancam Allah
dengan hukuman had atau ta’zir. 9Istilah lain yang sepadan dengan istilah
jarimah adalah jinayah. Menurut istilah syar’i, jinayah adalah perbuatan
yang dilarang oleh syara’, baik perbuatan itu mengenai (merugikan) jiwa
atau harta benda ataupun yang lainnya.10
Sulaiman Rasyid dalam bukunya Fiqih Islam memberikan pengertian
jinayah adalah hal-hal yang meliputi beberapa hukum, yaitu membunuh
orang, melukai, memotong anggota badan, menghilangkan anggota
badan, seperti salah satu panca indera.11
menurut Imam Al-Mawardi, jarimah diartikan sebagai berikut:
ات َش ْر ِعيَةٌ َز َج َرهُ َع ْ َها َِِ ٍّد اَ ْو تَ ْع ِزيْ ٍر
ٌ َْظُْوَر
Artinya: “segala larangan syara’ (melakukan hal-hal yang dilarang
atau meninggalkan hal-hal yang diwajibkan) yang diancam dengan
hukuman had atau ta’zir”12
Jarimah menurut Abdul Qadir Audah definisi jarimah dalam syariat Islam
yaitu larangan yang ditetapkan oleh allah. Adapun larangannya yaitu:
apapun perbuatan yang terlarang, atau meninggalkan perbuatan yang
diperintahkan oleh allah, dan yang telah digambarkan sebagai sesuatu
8
Ahmad Wardi Muslich, “Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah” , (Jakarta:
Sinar Grafika,2004),9.
9
A.Djazuli. “Fiqh Jinayah”. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997),1.
10
Ahmad Hanafi, “Asas-Asas Hukum Pidana Islam”, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005),1.
11
Sulaiman Rasyid, “Fiqih Islam” Cet. XXIII, (Bandung: Sinar Baru, 1990),396.
12
Al- Mawardi. “Al-Ahkam Al-Sulthoniyah”. (Mesir: Musthafa Al-Bad Al-Halabi, 1973), 219.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
20
yang tidak sesuai syariat, yang menunjukkan bahwa kejahatan yang
melanggar syariat. Maka jarimah yaitu: tindakan yang dilarang oleh
hukum, meninggalkan perbuatan yang dilarang atas hukumannya, atau
meninggalkan ketetapan hukum atas perbuatan yang dilakukannya. 13
Perbuatan yang dilarang adakalanya berupa mengerjakan perbuatan
yang
dilarang
dan
ada
kalanya
meninggalkan
perbuatan
yang
diperintahkan. Suatu perbuatan baru dianggap sebagai jarimah apabila
perbuatan itu dilarang oleh syara’ dan diacam dengan hukuman. Dengan
demikian apabila perbuatan itu tidak ada larangannya dalam syara’ maka
perbuata tersebut hukumnya mubah. Sesuai dengan kaidah yang
berbunyi:14
ِ
ِْ َصل ِف ْاَْ ْشيَ ِاء
َح ِرِْي
ْ ال َح َحةُ َح َّ يَ ُدل ال َدل ْي ُل َع َل الت
ُ ْ َْْا
Artinya: “pada dasarnya semua perkara diperbolehkan, sehingga ada
dalil yang menunjukkan keharamannya.”
Karena jarimah merupakan perbuatan yang dilarang syara’ yang
dapat menimbulka kerusakan dan mengakibatkan kerugian terhadap orang
lain dan negara maka setiap tindakan dan perbuatan tersebut akan
mendapat hukuman. Allah SWT berfirman.
ِ اد ِف ْاْ َْر
) ۷۷ : ض إِ َن هَ اَ ُُِب ال ُْم ْف ِس ِديْ َن ( القصص
َس
َ َواَتَ ْب ِغ الْ َف
13
Abdul Qadir Audah, “Tasyri’ Al Jina’i Al-Islami”, (beirut: muassarah ar risalah, 1992),55.
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah..., 10.
14
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
21
Artinya: “dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan
”. (QS. Al-Qashash : 77)15
Jarimah dalam bentuknya memiliki unsur umum dan unsur khusus.
Unsur umum jarimah adalah unsur-unsur yang terdapat pada setiap jenis
jarimah. Sedangkan unsur khusus jarimah adalah unsur-unsur yang hanya
terdapat pada jenis jarimah tertentu dan tidak terdapat pada unsur jarimah
yang lain.
Unsur umum jarimah seperti yang telah dikemukakan di atas terdiri
dari: unsur formal (al-rukn al-syar’iy), yakni telah ada aturannya, (al-rukn
al-madi), yakni telah ada perbuatannya, dan (al-rukn al-adabiy), yakni ada
pelakunya. Setiap jarimah hanya dapat dihukum jika memenuhi ketiga
unsur umum di atas. 16
Adapun penjelasan mengenai kegita unsur tersebut adalah sebagai
berikut:17
1. Unsur formal ()الركن الشرعي, yakni adanya undang-undang atau nass,
yaitu tindak pidana yang ditentukan oleh nass dengan melarang
perbuatan dan mengancamnya dengan hukuman. Arinya, setiap
perbuatan tidak dianggap melawan hukum dan pelakunya tidak dapat
dipidana kecuali adanya nass atau undang-undang yang mengaturnya.
Dalam hukum positif hal ini dikenal dengan asas legalitas, yaitu
suatu perbuatan yang tidak dianggap melawan hukum dan pelakunya
15
“Al-Qur’an Dan Terjemahannya” (Jakarta: Pustaka Al-Mubih, 2013),395.
A.Djazuli. Fiqh Jinayah...,9.
17
Sahid, Pengantar Hukum Pidana Isalam...,21.
16
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
22
tidak dapat dikenai sanksi sebelum adanya peraturan gang
mengundangkannya. . Misalnya ketentuan hukum pencurian telah
ditetapkan di dalam al-Qur'an surat al-Maidah ayat 38 yaitu dipotong
tangannya.
2. Unsur material ()الركن المادي, yakni sifat atau perbuatan melawan
hukum, yaitu tindak pidana yang berupa tindakan nyata atau tidak
berbuat. Artinya adanya tingkah laku seseorang yang membentuk
tindak pidana, baik dengan sikap berbuat maupun sikap tidak berbuat.
Misalnya pencurian adalah tindakan pelaku memindahkan atau
mengambil barang milik orang lain. Tindakan pelaku tersebut adalah
unsur material, yaitu pelaku yang membentuk tindak pidana. Dalam
hukum positif perilaku tersebut disebut unsur objektif, yaitu perilaku
yang bersifat melawan hukum.
3. Unsur moral ()الركن اأدبي, Yakni pelakunya mukallaf, yaitu orang
yang dpat dimintai pertanggungjawaban atas tindak pidana yang
dilakukannya. Maksudnya pelaku tindak pidana atau delik harus
orang yang dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Oleh
karena itu, pelaku tindak pidana harus orang yang memahami hukum,
mengerti isi beban dan sanggung menerima beban tersebut. Yang
dianggap orang mukallaf adalah orang yang aqil dan baligh.
Jarimah dapat dibagi menjadi beberapa macam sesuai dengan aspek
yang ditonjolkan. Pada umumnya ulama membagi jarimah berdasarkan
aspek berat dan ringan hukumannya serta ditegaskan atau tidak oleh al-
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
23
Qur’an atau al-hadist. Atas dasar ini mereka membaginya menjadi tiga
macam. Yaitu:18
1. Jarimah hudud
Jarimah hudud meliputi: perzinaan, qadzaf (menuduh zina), minum
khamr (meminum minuman keras), pencurian, perampokan,
pemberontakan, dan murtad.
2. Jarimah qishas/diyat
Jarimah ini meliputi: pembunuhan sengaja, pembunuhan semi
sengaja, pembunuhan karena kesalahan, pelukan sengaja, pelukan
semi sengaja. Imam malik membagi pembunuhan hanya menjadi
dua macam yakni pembunuhan sengaja dan pembunuhan karena
kesalahan. Alasannya karena al-Qur’an hanya mengenal kedua jenis
jarimah tersebut.
3. Jarimah ta’zir
Jarimah ta’zir terbagi menjadi tiga bagian:
a. Jarimah hudud atau qishas/diyat yang subhat atau tidak
memenuhi syarat, namun sudah merupakan maksiat. Misalnya
percobaan
pencurian,
percobaan
pembunuhan,
pencurian
dikalangan keluarga.
b. Jarimah-jarimah yang ditentukan oleh al-Qur’an dan al-hadist
namun tidak ditentukan sanksinya. Misalnya penghinaan, saksi
palsu, tidak melaksanakan amanah, dan menghina agama.
18
A.Djazuli. Fiqh Jinayah...,11.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
24
c. Jarimah-jarimah yang ditentukan oleh ulil amri untuk
kemaslahatan umum. Dalam hal ini ajaran Islam dijadikan
pertimbangan penentuan kemaslahatan umum.
Jika dilihat dari niat pelakunya, jarimah dibagi menjadi dua, yaitu:
jarimah yang disengaja (al-jarimah al-maqshudah) dan jarimah karena
kesalahan (al-jarimah ghayr al-maqshudah/jarimah al-khatha’).Yang
dimaksud jarimah sengaja (al-jaraim al-maqsudah) adalah jarimah yang
dilakukan oleh seseorang dengan keengajaan dan atas kehendaknya serta
dia mengetahui bahwa perbuatan tersebut dilarang dan diancam dengan
hukuman. Yang dimaksud jarimah tidak sengaja (al-jaraim ghayr al-
maqsudah) adalah jarimah yang pelakunya tidak semgaja (berniat) untuk
mlakukan perbuatan yang dilarang dan perbuatan tersebut terjadi sebagai
akibat kesalahannya.19
Jarimah juga dapat dilihat dari segi mengerjakannya yaitu dengan
cara berbuat atau melakukan tindak pidana. Jarimah jenis ini disebut
dengan
jarimah
ijabiyah/delict
comisionis.
Contohnya
mencuri,
membunuh merampok dan sebagainya. Dalam jarimah jenis ini, seseorang
melakukan maksiat, karena melakukan hal-hal yang dilarang. Jarimah
jenis lainnya adalah dengan cara tidak melakukan amanah, tidak
membayar zakat bagi orang yang telah wajib membayarnya, dan tidak
19
Sahid. Pengantar Hukum Pidana Isalam...,24.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
25
melaukan shalat. Jarimah jenis ini disebut dengan jarimah salabiyah/delict
ommisionis.
Dari aspek ini, terdapat juga jarimah bentuk ketiga, yaitu yang
disebut sebagai jarimah ijabiyah taga’u bi thariq as-salab/delict
commisionis per ommisionem commisa. Jarimah bentuk ketiga ini
sebagaimana dicontohkan oleh mazhab Maliki, Syaf’i, dan Hambali,
adalah seseorang menahan tawanan dan tidak memberinya makanan dan
minuma hingga meninggal, dan hal ini dimaksudkannya untuh
membunuhnya. Orang yang menahan itu dikategorikan sebagai pembunuh
sengaja. Sama halnya dengan seorang ibu yang tidak memberi air susu
kepada anaknya dengan maksud untuk membunuhnya. 20
Pembagian jarimah yang juga penting adalah yang bertolak dari aspek
korban kejahatan. Sehubungan dengan ini, dibedakan apakah korbannya
itu masyarakat atau perorangan. Jika yang menjadi korban masyarakat,
para ulama menyebutnya sebagai hak Allah atau hak Jannah, sedangkan
jika yang menjadi korbannya perorangan, disebut sebagai hak adami atau
haqq al afrad.
B. Jarimah ta’zir
Ta’zir menurut bahasa adalah masdar (kata dasar) bagi azzara’ yang
berarti menolak dan mencegah kejahatan. Juga berarti menguatkan,
20
A.Djazuli. Fiqh Jinayah...,15.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
26
memuliakan, membantu. Ta’zir juga berarti hukuman yang berupa
memberi pelajaran. Disebut dengan ta’zir karena hukuman tersebut
sebenarnya menghalangi si terhukum untuk tidak kembali kepada jarimah
atau dengan kata lain membuatnya jera.21
Memberi pelajaran dalam hal ini sama halnya dengan mendidik.
Dimana dalam hal ini ta’zir diartikan mendidik, karena ta’zir
dimaksudkan untuk mendidik dan memperbaiki pelaku agar ia menyadari
perbuatan jarimah-nya kemudian meninggalkan dan menghentikannya.22
Ta'zir adalah hukuman yang belum ditentukan oleh shara' dan untuk
penetapan pelaksanaannya diserahkan kepada ulil amri (penguasa) sesuai
bidangnya. Misalnya, untuk penetapan hukuman maka yang berwenang
adalah badan legislatif (DPR) sedang yang berwenang mengadili adalah
pengadilan.23
Ta’zir menurut Al-Mawardi adalah sebagai berikut :24
والّتعزير أ دب على ذنوب م تشرع فيها احدود
Artinya: “Ta’zir adalah hukuman yang bersifat pendidikan atas
perbuatan dosa yang hukumannya belum ditetapkan oleh syara’”
Menurut Abdul Aziz ta’zir adalah sanksi yang tidak ada
ketentuannya. Hukumannya wajib sebagai hak Allah atau manusia karena
21
A.Djazuli. Fiqh Jinayah...,160.
Wahbah Zuhaili, “Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu,” Juz Vi, (Damaskus: Dar Al-Fikr, 1989),
197.
22
23
Sahid. Pengantar Hukum Pidana Isalam...,6.
Abu Al-Hasan Ali Al-Mawardi, Kitab Al-Ahkam As-Sulthaniyah, Dar Al-Fikr, Beirut,
1996),236.
24
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
27
melakukan kemaksiatan yang tidak termasuk ke dalam sanksi had dan
kafarat. Ta’zir sama dengan hudud dalam fungsi, yaitu sebagai pengajaran
untuk menciptakan kesejahteraan dan sebagai ancaman.25
Menurut Wahbah al-Zuhaili ta’zir adalah hukuman-hukuman yang
secara syara’ tidak ditegaskan mengenai ukurannya. Syariat islam
menyerahkannya kepada penguasa negara untuk menentukan sanksi
terhadap pelaku tindak pidana yang sesuai dengan kejahatanya. Selain itu
untuk menumpas permusuhan, mewujudkan situasi aman terkendali dan
perbaikan, serta melindungi masyarakat kapan saja dan dimana saja.
Sanksi-sanksi ta’zir ini sangat beragam sesuai dengan situasi dan kondisi
masyarakat, dan berbagai keadaan lain manusia dalam berbagai masa dan
tempatnya.26
Dari penjelasan mengenai ta’zir di atas dapat disimpulkan bahwa
ta’zir adalah hukuman yang diberikan kepada si terhukum dengan maksud
mendidik dan memberikan rasa jera agar si terhukum tidak mengulangi
perbuatanya lagi.
Pendapat yang lain mengatakan bahwa ta’zir adalah pengajaran yang
tidak sampai pada ketentuan had syar’i, seperti pengajaran terhadap
seseorang yang mencaci maki (pihak lain) tetapi bukan menuduh (orang
lain berbuat zina). Dalam definisi ini terdapat kalimat “tidak sampai pada
25
Abdul Aziz Amir, “Al-Tasyri’ Al-Syariah Al-Islamiyah”, (Kairo: Dar Al-Fikr Al-Arabi, 1954),
52.
26
Wahbah Al-Zuhaili, “Al-Riqh Al-Islami Wa Adillath”Cet Ke-4, Jilid Vii, (Beirut: Dar Al-Fikr,
1997),5300.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
28
ketentuan had syar’i”. Hal ini sesua dengan pernyataan al-fayyumi bahwa
ta’zir adalah pengajaran dan tidak termasuk dalam kelompok had. Dengan
demikian ta’zir tidak termasuk kategori hukuman hudud. Namun bukan
berarti tidak lebih keras dari hudud, bahkan sangat memungkinkan berupa
hukuman mati.27
Jarimah ta’zir adalah kejahatan-kejahatan yang bentuknya ditentukan
oleh ulil amri tetapi sesuai atau tidak bertentangan dengan nilai-nilai,
prinsip-prinsip dan tujuan syariah. Dikenakan kepada pelaku jarimah yang
melakukan pelanggaran-pelanggaran baik yang berkaitan dengan hak
Allah maupun hak manusia dan tidak termasuk dalam kategori hukuman
hudud dan kafarat karena ta’zir tidak ditentukan secara langsung oleh AlQur’an dan hadist, maka ini menjadi kompetensi penguasa setempat.
seperti peraturan lalu lintas, pemeliharaan lingkungan hidup, dan memberi
sanksi kepada aparat pemerintah yang tidak disiplin.
Para fuqaha mengartikan ta’zir dengan hukuman yang tidak
ditentukan oleh al-Qur’an dan hadist yang berkaitan dengan kejahatan
yang melanggar hak Allah dan hak hamba yang berfungsi untuk memberi
pelajaran kepada si terhukum dan mencegahnya untuk tidak mengulangi
kejahatan serupa.28
27
28
M. Nurul Irfan Dan Masyrofah, “Fiqh Jinayah”, (Jakarta: Amzah, 2013),137.
A.Djazuli. Fiqh Jinayah...,161.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
29
Hukuman ta’zir dari segi penjatuhannya terbagi dalam empat tujuan
yaitu:29
1. Hukuman ta’zir sebagai hukuman tambahan atau pelengkap hukuman
pokok. Hukuman pangasingan selama satu tahun dalam kasus pezina
ghairu muhsan menurut madzhab hanafi merupakan contoh bentuk
hukuman tambahan, yang mengiringi hukuma pokok seratus kali jilid
pada jarimah hudud.
2. Hukuman ta’zir sebagai hukuman pengganti hukuman pokok. hal ini
dilakukan apabila bukti-bukti yang terkumpul kurang meyakinkan
dan adanya keraguan menurut penilaian hakim. Hukuman pokok
tersebut tidak boleh dijatuhkan. Kurangnya bukti atau persyaratan
pada jarimah hudud atau qishash dapat mengubah status jarimah
tersebut menjadi jarimah ta’zir. Demikian pula dengan adanya
keraguan atau syubhad dalam proses penanganan jarimah hudud dan
qishash dapat menyebabkan hukuman pokok tidak dapat dijatuhkan.
3. Hukuma ta’zir sebagai hukuman pokok bagi jarimah ta’zir syara’.
4. Hukuman ta’zir sebagai hukuman pokok bagi jarimah ta’zir
penguasa. Jarimah ta’zir ini sering disebut sebagai jarimah ta’zir
kemaslahatan umum sebab keberadaannya sangat berkaitan erat
dengan kepentingan masyarakat. Oleh karena itu jarimahnya sangat
banyak, keberadaannya fluktuaktif, berubah-ubah, bisa bertambah
29
Nur Lailatul Musyafa’ah, “Hadis Hukum Pidana”. (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press,
2014),124.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.