PROS S Anugrahini I, Bambang S Strategi Pengembangan Komoditi fulltext

(1)

Strategi Pengembangan Komoditi Garam di Kabupaten Sampang Melalui

Pendekatan Kemitraan

S Anugrahini Irawati

Jurusan Manajemen Fak. Ekonomi dan Bisnis Universitas Trunojoyo Madura

s_anugrahini@yahoo.co.id

Bambang Soedarsono

Jurusan Manajemen Fak. Ekonomi dan Bisnis Universitas Trunojoyo Madura

ABSTRAK

Tujuan dari penyusunan karya tulis ini adalah: 1. memetakan kemitraan usaha garam rakyat di Kabupaten Sampang, 2. Merumuskan strategi pengembangan komoditi garam melalui pendekatan kemitraan. Penulisan karya ilmiah ini menggunakan pendekatan analisis deskriptif dengan melakukan telaah pustaka yang kemudian dilanjutkan dengan deskripsi dan analisis terhadap teori yang saling berkaitan serta menghubungkannya dengan berbagai fenomena terkait dengan kemitraan usaha garam rakat di kabupaten Sampang

Berdasarkan analisis hambatan dan alternatif solusi maka dirumuskan strategi pengembangan komoditi garam di kabupaten Sampang melalui pendekatan kemitraan, meliputi: 1. Memperkuat sistem dan menyediakan instrumen kelembagaan efektif bagi usaha garam rakyat, 2. Mengembangkan keterkaitan semua sektor dengan prinsip saling menguntungkan, 3. Kebijakan melalui sejumlah langkah progresif melalui revitalisasi, ekstensifikasi dan intensifikasi, dan 4. menginisiasi dan mengoptimalkan pengelolaan kemitraan strategis multipihak untuk mendukung program PuGar (Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat).

Kata kunci: strategi, pengembangan, kemitraan

PENDAHULUAN

Kabupaten Sampang menjadi salah satunya yang berpotensi karena mempunyai produksi garam yang bisa mensuplai kebutuhan garam nasional. Menurut data PuGar Kabupaten Sampang (2012), total lahan garam di Sampang 4.629,8 Ha terdiri dari 3.583,8 Ha tambak garam rakyat dan 1.046 Ha milik PT. Garam. Denganluasan lahan garam tersebut,tentunya Pemerintah Kabupaten Sampang memberikan perhatian lebih terhadap pengembanganpotensi garam dengan tujuan peningkatan produktivitasdan kualitas garam rakyat (DKP Kab. Sampang, 2013).

Hingga saat ini industri pengolahan garam di kabupaten Sampang berkembang pesat dengan berbagai keragamannya. Berbagai macam industri muncul mulai tingkatan hulu sampai hilir. PT. Garam (BUMN), PT. Sumatraco (BUMS), dan beberapa industri skala menengah dan kecil ikut meramaikan bidang usaha pengolahan garam di kabupaten Sampang. Kondisi ini tentu saja memberikan stimulan untuk menggerakkan perekonomian daerah. Namun, cukup disayangkan karena kemajuan industri justru lebih menonjol pada industri menengah dan besar saja. Kondisi yang ada tidak di imbangi oleh kemajuan industri kecil. Tentu saja hal ini tidak diinginkan oleh banyak pihak, sehingga diperlukan keberpihakan yang bertujuan untuk meningkatkan peran industri kecil dalam perekonomian daerah.


(2)

Dengan munculnya industri pengolahan besar ada kecenderungan bahwa kalangan usaha kecil yang ingin mandiri semakin tersisih. Industri besar yang sarat modal terlalu sulit untuk disaingi baik dari aspek: kemampuan para pekerja, mutu, harga maupun sistem promosi dan distribusinya. Akibatnya, industri pengolahan garam rakyat bisa mengalami keterpurukan.

Untuk mengantisipasi kondisi ini pemerintah daerah perlu menyiapkan banyak perangkat program dan cara yang jika diterapkan dengan benar sangat mungkin untuk berhasil. Diantara kebijakan pemerintah daerah yang dimaksudkan adalah menghubungkan keterkaitan antara industri besar, industri kecil dan pihak lainnya dalam sebuah kemitraan strategis.Kemitraan ini diharapkan menjadi sarana untuk saling memajukan eksistensi multipihak.

METODE

Pendekatan yang dilakukan dalam karya ilmiah ini adalah pendekatan analisis deskriptif dengan melakukan telaah pustaka yang kemudian dilanjutkan dengan deskripsi dan analisis terhadap teori yang saling berkaitan serta menghubungkannya dengan berbagai fenomena terkait dengan strategi pengembangan komoditi garam melalui pendekatan kemitraan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hambatan dan Alternatif Solusi

Hambatan pengembangan usaha garam rakyat di kabupaten Sampang, meliputi: 1. Internal Usaha (aspek produksi dan ekonomi), 2. Eksternal Usaha (aspek pemasaran dan kemitraan). Skema lebih lengkapnya disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1.

ANALISIS HAMBATAN PENGEMBANGAN USAHA GARAM RAKYAT

Hambatan Pengembangan

Usaha Garam Rakyat

Internal Usaha

Eksternal Usaha

Aspek Ekonomi

Profitabilitas Aspek

Produksi

Skala Usaha SDM & Teknologi

Infrastruktur Skala Usaha

Aspek Pemasaran/

Tata Niaga

Aspek Kemitraan

Hubungan Kelembagaan

Informasi Pasar


(3)

Sumber: Hasil Analisis

Berdasarkan skema pada Gambar 1 dapat dipetakan alternatif solusi pengembangan usaha garam rakyat disajikan pada tabel 1.

Tabel 1.

ALTERNATIF SOLUSI DAN KELEMBAGAAN TERKAIT

Aspek Hambatan Alternatif Solusi Kelembagaan

Produksi

Biaya produksi tinggi

Perbaikan teknologi produksi PT

Prasarana minim Perbaikan jalan akses dan saluran air dengan mengoptimalkan program Pugar

PemKab

Sumber pembiayaan minim

Secara kelompok mengakses program Pugar (tanpa agunan)

Perbankan

Kualitas garam rendah

Akses alih teknologi dari PT. Garam (adopsi teknologi Membran), adopsi Teknologi Ulir Filter (TUF) dari wilayah lain, dll

PT, PT.Garam

SDM & Teknologi

SDM rendah Peningkatan kapasitas SDM melalui pelatihan, penyuluhan, dll

PT, PT.Garam

Teknologi masih sederhana

Pengenalan teknologi baru (bio membran, TUF, dll) untuk meningkatkan kualitas garam

PT, PT.Garam

Sarana Minim Peningkatan sarana melaui optimalisasi program Pugar

PemKab

Ekonomi Usaha

Skala usaha minim

Peningkatan jumlah lahan (ekstensifikasi)

PemKab

Modal kecil Bermitra dan berjejaring dengan Pengusaha besar maupun Koperasi

PemKab

Tanpa manajemen usaha

Intervensi usaha dengan implementasi manajemen meskipun secara sederhana

PT, PT.Garam, PemKab

Pemasaran/T ata Niaga

Informasi pasar minim

Berjejaring dengan

multipihak untuk

meningkatan informasi pasar


(4)

Harga rendah Perbaikan kualitas garam PemKab dan PT.Garam

Harga tidak seragam

Optimalkan asosiasi dan koperasi untuk mengatasi perbedaan harga

Asosiasi,

koperasi, PemKab

Pengepul curang Optimalkan asosiasi dan koperasi untuk mengurangi ketergantungan kepada tengkulak

Asosiasi,

koperasi, PemKab

Garam import Perbaikan kualitas agar garam rakyat diterima industri

Multipihak

Kemitraan Peran multipihak belum optimal

Optimalkan kelembagaan multipihak sesuai tupoksinya

Multipihak

Sumber: Hasil Analisis

Pemahaman terkait Kemitraan

Kemitraan yang strategis didefinisikan oleh Lendrum (2003) dalam bukunya yang berjudul “The Strategic Patnering Handbook, ThePractitioners’guide to Partnerships and

Alliances’(2003:7) sebagai kerja sama jangka panjang yang didasarkan saling percaya antar lembaga yang bermitra dan memberikan manfaat bagi semua institusi yang bermitra.

Menurut Bell (1997:25) kemitraan yang kuat yakni kemitraan yang berlandaskan kepercayaan, tujuan bersama, kejujuran dan keseimbangan. Perilaku kemitraan yang baik antara lain (1) harus setia kepada kemitraan, dengan mendahulukan keuntungan bersama; (2) menghargai perbedaan sudut pandang dan budaya organisasi masing-masing mitra; (3) bersikap lapang dada atas kekurangan yang ada pada mitra, karena tidak ada yang sempurna; (4) tidak berprasangka buruk terhadap mitra kerja (Cohen dan David, 2000:394).

Kerjasama kemitraan yang efektif adalah kerjasama kemitraan yang saling menguntungkan antar pihak, dengan menempatkan kedua pihak dalam posisi sederajat. Dalam kemitraan yang efektif harus mengandung pengertian upaya memenuhi keinginan masing-masing pihak yang bermitra (Bell, 1997:35) dan kemitraan yang efektif harus mengandung makna lebih jauh melampaui pengertian sinergis.

Prinsip kemitraan multipihak terdiri dari kesamaan, keterbukaan, dan saling menguntungkan. Kesamaan artinya bahwa dalam kemitraan yang dijalin, tidak ada yang direndahkan antar multipihak di kabupaten Sampang. Multipihak yang bermitra juga saling terbuka, tidak ada niat buruk yang disembunyikan dalam menjalin kemitraan. Prinsip yang paling terlihat adalah saling menguntungkan.

Asas dalam bermitra yang baik terdiri dari empat hal, yaitu: kesejajaran kedudukan mitra, saling membutuhkan, saling menguntungkan, dan saling memenuhi etika bisnis kemitraan. Usaha garam rakyat memang lebih besar ketergantungannya kepada PT. Garam sebagai BUMN bila dibandingkan dengan sebaliknya. Namun, PT. Garam tetap tidak menganggap rendah usaha garam rakyat. PT Garam membutuhkan usaha garam rakyat untuk menjamin kontinuitas suplai bahan baku dan usaha garam rakyat membutuhkan PT. Garam untuk menjamin kontinuitas serapan hasil produksi anggotanya. Dalam hal ini etika bisnis kemitraan menjadi hal penting untuk dijaga oleh kedua pihak.


(5)

Pemetaan Kemitraan Multipihak

Kemitraan multipihak usaha garam rakyat di kabupaten Sampang mempunyai motif ekonomi dan non ekonomi (sosial). Kemitraan bermotif ekonomi seperti yang dilakukan: PT. Garam, PT. Sumatraco, dan lainnya. Kemitraan bermotif sosial, seperti: Pemerintah, PT. Semen Gresik, Perguruan Tinggi, dan lainnya. Kemitraan multipihak dari masyarakat pegaraman di kabupaten Sampang sebenarnya sangat menjanjikan asalkan dapat dikelola dengan baik. Jika dirinci manfaat kemitraan bagi multipihak sangat strategis untuk meningkatkan eksistensi organisasinya.

Misalnya, PT. Garam sebagai BUMN bisa mendapat hasil produksi lebih banyak dari suplai koperasi garam. Koperasi garam sendiri mendapat keuntungan tidak hanya dalam penyaluran hasil produksi tetapi juga dalam manajemen dan juga peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Perguruan Tinggi dapat mendarmabaktikan hasil penelitiannya. Pemkab Sampang dapat menggerakkan perekonomian wilayahnya melalui usaha garam rakyat. Berikut pemetaan kemitraan kelembagaan multipihak garam di kabupaten Sampang yang disajikan pada tabel 2. Tabel 2.

PEMETAAN KEMITRAAN MULTIPIHAK GARAM

Kelembagaan Peran/Manfaat Ket

Kementerian Kelautan dan Perikanan)

Memfasilitasi pengembangan usaha garam rakyat

Pemerintah Propinsi Jatim dan Kab Sampang

Memfasilitasi pengembangan usaha garam rakyat, melalui: DKP, Din Koperasi, Disperindag, Bappeda,

Bagian Perekonomian Setda, dll Badan Usaha Milik

Daerah

Mengelola potensi garam untuk meningkatkan PAD

KADIN Kab. Sampang Mendorong iklim investasi garam

Koperasi Garam Meningkatkan kesejahteraan petani garam Koperasi Al Amin,

Ragapatmi Asosiasi Petani Garam Meningkatkan posisi tawar petani garam

(Di Sampang terdapat banyak asosiasi namun belum optimal perannya)

Perguruan Tinggi Riset terkait garam (pernah ada wacana pembentukan Institut Garam di Pamekasan)

PT. Garam (Persero) - Membeli garam rakyat - Memberikan alih teknologi

Garam KW1

PT. Sumatraco - Membeli garam rakyat Garam KW1

PT. Semen Gresik, Perusahaan


(6)

Garmen/Tekstil, dll komponen industrinya Perusahaan Perminyakan

(PT. SPE, PT. Santos, dll)

Membeli garam rakyat untuk keperlun eksplorasi maupun reklamasi penjinak bahan peledak

Garam KW1

Perbankan Sumber pembiayaan petani garam Agunan

BPS Pendataan potensi lahan garam

Swasta Program CD untuk CSR dalam

pengembangan garam rakyat

Media Membumikan paradigma kemitraan kepada multipihak melalui media

Sumber: Hasil Analisis

Kondisi kemitraan yang terjadi pada industri pengolahan garam di kabupaten Sampang memang mengalami pasang-surut. Bentuk kemitraan yang perlu dicontoh pernah terjadi di kabupaten Sampang yakni dilakukan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sampang, KADIN Sampang, Departemen Perdagangan, dan PT Cheetam Salt Australia. Proses kemitraan tersebut terjadi pada tahun 2006 ketika Kadis Indagtam bertemu dengan Dirjen Kimia Industri dan Agro Departemen Perdagangan, dihubungkan dengan pihak PT Cheetam Salt Australia. PT Cheetam.

Kesepakatan berawal dari hasil studi kelayakan PT Cheetam terkait potensi garam yang menunjukkan Sampang memiliki potensi. Selanjutnya Cheetam melakukan kemitraan dengan pemda untuk bersama-bersama memperbaiki kualitas garam di Sampang. Tentu saja, sasarannya adalah para petani garam. Mulai tahun 2007, dilakukan proyek percontohan di Desa Aeng Sareh. Di desa inilah, PT Cheetam bekerjasama dengan KADIN Sampang menyewa lahan masyarakat seluas 6,5 hektare. PT Cheetam memberikan technical assistant pembuatan garam kepada petani binaan.

Usaha pemberdayaan usaha garam rakyat menghadapi persaingan industri garam membutuhkan keterpaduan, baik keterpaduan sektoral dan stakeholder. Hal ini disebabkan karena untuk membangun sebuah industri garam yang berbasis usaha rakyat tidak hanya menjadi tanggung jawab satu dinas melainkan sejumlah dinas dan stakeholder mulai birokrasi, masyarakat, perguruan tinggi, dan investor.

Peluang dan Tantangan Kemitraan a. Peluang Kemitraan Multipihak

Beberapa kondisi positif menunjukkan semakin terbukanya kemitraan multipihak dalam rangka pengembangan struktur ekonomi daerah, misalnya: 1. adanya perhatian besar pemerintah dalam menggalang peran multipihak, 2. adanya kesadaran perusahaan besar untuk memberikan dana CD sebagai bentuk CSR, dan 3. Semakin terbukanya informasi yang memberikan pencerahan kepada multipihak untuk beraliansi membangun daerahnya.

Hubungan kemitraan yang terjadi pada usaha garam rakyat melibatkan banyak pihak. Sinerginya masing-masing memberi banyak kemanfaatan bagi multipihak. Terbukti kerjasama mereka tidak hanya dalam hal hasil produksi tetapi juga PT. Garam membantu meningkatkan kualitas SDM di koperasi garam berupa pengorganisasian dan juga pelatihan di bidang teknis usaha maupun


(7)

manajemen koperasi. Belum lagi peran perguruan tinggi dengan riset terkait garam, perbankan dengan dukungan pendanaan dan pihak lainnya yang jika digali dan dimanfaatkan akan menjadi sebuah kemitraan strategis.

b. Tantangan Kemitraan

Produksi garam yang dikelola oleh usaha garam rakyat di kabupaten Sampang umumnya hanya bisa dilakukan pada saat musim kemarau dan masih menggunakan cara-cara tradisional tanpa adanya inovasi dan teknologi. Konsekuensi dari kondisi tersebut adalah rendahnya produktivitas dan kualitas garam yang dihasilkan. Kondisi semacam itu yang membuat kabupaten Sampang sebagai penghasil garam terbesar tidak luput dari ancaman masuknya garam impor.

Dalam konstalasi tata niaga garam, posisi tawar (bargaining position) komunitas usaha garam rakyat sangat lemah disebabkan belum memiliki lembaga representasi yang solid dan kuat serta benar-benar memperjuangkan kepentingan petani garam. Petani garam secara individual lemah baik dari kualitas pendidikan dan kemampuan permodalan. Hal ini diperparah dengan sulitnya akses petani garam terhadap lembaga pembiayaan/ perbankan, informasi pasar dan teknologi.

Tantangan kemitraan dari kelembagaan multipihak garam adalah adanya egosektoral yang masih menjadi momok dalam bersinergi. Tentunya peran aktif Pemerintah untuk memfasilitasi semua stakeholder garam untuk duduk bersama menyamakan persepsi dan komitmen.

Kelembagaan petani garam merupakan suatu keharusan bila tidak ingin hal tersebut menjadi kendala yang berkepanjangan, khususnya menghadapi globalisasi perdagangan dengan kuatnya tekanan ekonomi pasar. Seiring dengan arus industrialisasi ke Pulau Madura pasca beroperasinya Jembatan Suramadu, petani garam seharusnya tidak hanya menjadi buruh atau penyedia bahan baku, tetapi menjadi bagian yang terlibat secara aktif dalam proses dan dapat menikmati hasil industrialisasi.

Problem kelembagaan yang dihadapi dalam rangka kemitraan usaha garam rakyat dapat dilihat dari pelbagai aspek yaitu:

1) Aspek organisasi. Secara organisasi maka usaha garam rakyat dikelola oleh Kelompok Usaha Tani. Kelompok ini tidak memiliki kekuatan dalam menentukan harga dan dukungan instrumen kelembagaan di tingkat yang memperkuat posisinya.

2) Aspek Hukum dan Kebijakan. Pemerintah Propinsi atau Kabupaten baik melalui RTRW Propinsi/Kabupaten, RTRW Pesisir, Laut dan Pulau – Pulau Kecil di Propinsi/Kabupaten yang telah di-Perdakan dan RPJMD Kabupaten belum mampu mengakomodasi usaha garam rakyat dalam konsep pengembangan ekonomi masyarakat pesisir.

3) Aspek Hak kepemilikan (property right) lahan. Hampir sebagian besar usaha garam rakyat yang mencakup Kecamatan Tlanakan, Galis dan Pademawu kepemilikan lahannya terbagi atas (i) Milik Sendiri dan; (ii) sewa. Masalah lahan menjadi masalah pokok dalam usaha garam rakyat yakni ketersediaan ”lahan garam” untuk ekstensifikasi sudah tak memungkinkan karena sebagian besar telah menjadi permukiman. Pengembangan garam rakyat ini lebih menekankan pada aspek peningkatan kualitas mutu dan intesifikasi.

Beberapa tantangan lainnya yang dihadapi dalam proses kemitraan usaha garam rakyat, meliputi: 1. Perbedaan yang masih lebar antara industri besar dan industri kecil (rakyat), 2. Kualitas produksi dari industri kecil belum terjamin, 3. Kerjasama antara keduanya belum berkembang, 4. Belum terjadi alih teknologi dan manajemen dari industri besar kepada industri kecil, 5. Belum berkembangnya sistem dan pola kemitraan dan belum berkembang unsur pendukungnya, dan 6.


(8)

Kemitraan yang terjadi karena adanya tuntutan pasar, atas dasar tanggungjawab bersama, mengurangi pengangguran dan untuk menumbuhkan UKM dalam rangka meningkatkan daya saing.

Strategi Pengembangan Garam Rakyat Melalui Kemitraan

Dampak yang terjadi akibat belum tuntasnya problem kelembagaan dalam usaha garam rakyat menyebabkan harga garam rakyat sangat rendah. Permintaan garam di Indonesia sangat tinggi akan tetapi harganya murah. Mestinya, jika permintaan tinggi maka harga ikut tinggi. Tapi, dalam usaha garam mengalami keunikan yang tak sejalan dengan prinsip hukum ekonomi. Penguatan sistem dan penyediaan instrumen kelembagaan yang efektif menjadi hal pokok dalam menyelesaikan usaha garam rakyat.

Kelembagaan petani garam rakyat di kabupaten Sampang harus memiliki kekuatan ekonomi dan bargainning politik yang kuat agar bisa mempengaruhi harga dan memperoleh dukungan kebijakan di level pemerintahan daerah. Untuk itu, diperlukan penguatan Kelembagaan petani garam, yaitu: 1. Pengembangan organisasi petani garam yang otonom, kuat dan mandiri, 2. Kelembagaan ekonomi petani garam yang kuat berbentuk koperasi, dan 3. Mewujudkan swasembada garam.

Pengusahaan komoditi garam dalam rangka untuk memperbesar nilai tambah harus dilaksanakan dengan mengembangkan keterkaitan semua sektor dengan prinsip saling menguntungkan. Keterkaitan yang dimaksud menurut Nurmianto,Eko,dkk, (2004)adalah: (a) keterkaitan antar industri hulu/dasar, kelompok industri hilir dan kelompok industri kecil, (b) keterkaitan antara industri besar, menengah dan kecil dalam ukuran besarnya investasi, (c) keterkaitan antara berbagai cabang dan/atau jenis industri, dan (c) keterkaitan antara industri dengan sektor ekonomi lainnya

Untuk mengatasi permasalahan usaha garam rakyat diperlukan kebijakan komprehensif mengingat permasalahan garam merupakan permasalahan yang komplek. Kebijakan peningkatan produktivitas dan kualitas garam di Kabupaten Sampang dapat dilakukan melalui sejumlah langkah progresif melalui revitalisasi, ekstensifikasi dan intensifikasi. Selanjutnya, kebijakan pengembangan usaha garam rakyat diarahkan melalui pendekatan kemitraan multipihak.

Kemitraan multipihak tersebut tidak diarahkan pada kerja sama yang bersifat belas kasihan belaka. Kemitraan itu merupakan salah satu aspek dari upaya pemberdayaan usaha kecil. Pengertian pemberdayaan sendiri dirumuskan undang-undang tersebut sebagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam bentuk penumbuhan iklim usaha, pembinaan, dan pengembangan sehingga usaha kecil mampu menumbuhkan dan memperkuat dirinya menjadi usaha tangguh dan mandiri.

Dalam rangka kemitraan tersebut, tugas penting yang diemban pengusaha menengah dan/atau besar adalah untuk melakukan pembinaan dan pengembangan pengusaha kecil dalam bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia, dan teknologi. Sedangkan tugas utama pengusaha kecil antra lain adalah memanfaatkan kesempatan pembinaan dan pengembangan tersebut semaksimal mungkin untuk memperkuat dirinya sehingga dapat tumbuh menjadi pengusaha kuat dan mandiri berdasarkan prinsip yang saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan dengan pengusaha menengah dan/atau besar.

Hingga saat ini pemerintah pusat dan daerah terus menginisiasi dan mengoptimalkan pengelolaan kemitraan strategis multipihak untuk mendukung program PuGar (Pemberdayaan Usaha


(9)

Garam Rakyat). Kebijakan yang dilakukan untuk lebih mengefektifkan program PUGAR sebagai berikut:

1. Pelatihan pembuatan garam dan yodisasi di sentra-sentra produksi garam,

2. Koordinasi dalam rangka kelancaran distribusi garam rakyat dan kemitraan pemasaran (Perhubungan, Pekerjaan Umum, Dinas Kelautan dan Perikanan serta Asosiasi/Importir)

3. Mendirikan demplot pembuatan garam

4. Penyempurnaan tata letak ladang garam, saluran primer – sekunder

5. Mendirikan koperasi di sejumlah sentra produksi garam yang nantinya, para petambak diarahkah menjual garam ke koperasi dengan harga yang jauh lebih tinggi dibanding harga pasar sebelumnya,

6. Mendorong penerapan kembali SK Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan tanggal 5 Mei 2011 dengan mewajibkan beli garam rakyat. Pelaku industri diharapkan dapat membeli garam petani sesuai dengan ketetapan harga yang berlaku.

7. Penerapan Kem.Perindag No 58/2012 secara konsisten

8. Memberlakukan peraturan impor dilakukan tidak dalam musim panen atau sepanjang Agustus sampai dengan November,atau melalui verifikasi untuk produksi dan konsumsi yang menentukan garam impor serta berdasarkan stok di pasar, sehingga tidak merugikan petani garam.

9. Memfasilitasi investasi pembangunan pabrik garam untuk mengurangi ketergantungan terhadap garam impor.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan

1. Kemitraan multipihak usaha garam rakyat di kabupaten Sampang mempunyai motif ekonomi dan non ekonomi (sosial). Kemitraan multipihak dari masyarakat pegaraman di kabupaten Sampang sebenarnya sangat menjanjikan asalkan dapat dikelola dengan baik. Jika dirinci manfaat kemitraan bagi multipihak sangat strategis untuk meningkatkan eksistensi organisasinya.

2. Berdasarkan analisis hambatan dan alternatif solusi maka dirumuskan strategi pengembangan komoditi garam di kabupaten Sampang melalui pendekatan kemitraan, meliputi: a. Memperkuat sistem dan menyediakan instrumen kelembagaan efektif bagi usaha garam rakyat, b. Mengembangkan keterkaitan semua sektor dengan prinsip saling menguntungkan, c. Kebijakan melalui sejumlah langkah progresif melalui revitalisasi, ekstensifikasi dan intensifikasi, dan d. menginisiasi dan mengoptimalkan pengelolaan kemitraan strategis multipihak untuk mendukung program PuGar (Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat).

Rekomendasi

Kondisi di kabupaten Sampang hingga saat ini telah menunjukkan bahwa wilayah tersebut menjadi salah satu sasaran potensial dari investasi bidang Perminyakan dan Gas. Pemkab Sampang hendaknya menangkap peluang emas ini untuk memulai kembali upaya pengembangan usaha garam rakyat melalui pintu masuk pemanfaatan dana CD (community development) sebagai bentuk tanggungjawab sosialnya kepada masyarakat (corporate social responsible). Peluang ini tentunya membutuhkan dukungan multipihak di Sampang.


(10)

REFERENSI

Biro Pusat Statistik, 2010-2013. Kabupaten Sampang Dalam Angka 2010-2013. Kab. Sampang Bell, Chip, 1997. Customers as Partners, Jakarta: Profesional Books.

Cohen, A. R. dan David L. Brandford, 2000.Influence Without Authority, Batam:Interaksasa.

Lendrum, Toni, 2003. The Strategic Patnering Handbook, ThePractitioners’guide to Partnerships and Alliances, Australia: The McGraw-Hill Companies.

DKP Kab. Sampang, 2013, Program Peningkatan Sumber Daya Manusia dan Kemitraan Sebagai Pendukung Pugar Tahun 2013, Laporan Akhir.

Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PuGar) Kab. Sampang, 2013, Pekerja dan Luasan Lahan Pegaraman di Kabupaten Sampang Tahun 2012

Suhelmi, Ifan Ridho,dkk, 2013, Garam Madura: Tradisi dan Potensi Usaha Garam Rakyat, Cetakan I, Jakarta: Penerbit Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir- Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan-Kementerian Kelautan dan Perikanan Eko, Nurmianto, dkk, 2004, Perumusan Strategi Kemitraan Menggunakan Metode AHP dan SWOT

(Studi Kasus pada Kemitraan PT. INKA dengan Industri Kecil Menengah di Wilayah Karesidenan Madiun), Jurnal Teknik Industri Vol. 6, No. 1, Juni 2004: 47 – 60, Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra, http://puslit.petra.ac.id/journals/industrial


(1)

Pemetaan Kemitraan Multipihak

Kemitraan multipihak usaha garam rakyat di kabupaten Sampang mempunyai motif ekonomi dan non ekonomi (sosial). Kemitraan bermotif ekonomi seperti yang dilakukan: PT. Garam, PT. Sumatraco, dan lainnya. Kemitraan bermotif sosial, seperti: Pemerintah, PT. Semen Gresik, Perguruan Tinggi, dan lainnya. Kemitraan multipihak dari masyarakat pegaraman di kabupaten Sampang sebenarnya sangat menjanjikan asalkan dapat dikelola dengan baik. Jika dirinci manfaat kemitraan bagi multipihak sangat strategis untuk meningkatkan eksistensi organisasinya.

Misalnya, PT. Garam sebagai BUMN bisa mendapat hasil produksi lebih banyak dari suplai koperasi garam. Koperasi garam sendiri mendapat keuntungan tidak hanya dalam penyaluran hasil produksi tetapi juga dalam manajemen dan juga peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Perguruan Tinggi dapat mendarmabaktikan hasil penelitiannya. Pemkab Sampang dapat menggerakkan perekonomian wilayahnya melalui usaha garam rakyat. Berikut pemetaan kemitraan kelembagaan multipihak garam di kabupaten Sampang yang disajikan pada tabel 2. Tabel 2.

PEMETAAN KEMITRAAN MULTIPIHAK GARAM

Kelembagaan Peran/Manfaat Ket

Kementerian Kelautan dan Perikanan)

Memfasilitasi pengembangan usaha garam rakyat

Pemerintah Propinsi Jatim dan Kab Sampang

Memfasilitasi pengembangan usaha garam rakyat, melalui: DKP, Din Koperasi, Disperindag, Bappeda,

Bagian Perekonomian Setda, dll Badan Usaha Milik

Daerah

Mengelola potensi garam untuk meningkatkan PAD

KADIN Kab. Sampang Mendorong iklim investasi garam

Koperasi Garam Meningkatkan kesejahteraan petani garam Koperasi Al Amin,

Ragapatmi Asosiasi Petani Garam Meningkatkan posisi tawar petani garam

(Di Sampang terdapat banyak asosiasi namun belum optimal perannya)

Perguruan Tinggi Riset terkait garam (pernah ada wacana pembentukan Institut Garam di Pamekasan)

PT. Garam (Persero) - Membeli garam rakyat - Memberikan alih teknologi

Garam KW1

PT. Sumatraco - Membeli garam rakyat Garam KW1

PT. Semen Gresik, Perusahaan


(2)

Garmen/Tekstil, dll komponen industrinya Perusahaan Perminyakan

(PT. SPE, PT. Santos, dll)

Membeli garam rakyat untuk keperlun eksplorasi maupun reklamasi penjinak bahan peledak

Garam KW1

Perbankan Sumber pembiayaan petani garam Agunan

BPS Pendataan potensi lahan garam

Swasta Program CD untuk CSR dalam

pengembangan garam rakyat

Media Membumikan paradigma kemitraan kepada

multipihak melalui media Sumber: Hasil Analisis

Kondisi kemitraan yang terjadi pada industri pengolahan garam di kabupaten Sampang memang mengalami pasang-surut. Bentuk kemitraan yang perlu dicontoh pernah terjadi di kabupaten Sampang yakni dilakukan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sampang, KADIN Sampang, Departemen Perdagangan, dan PT Cheetam Salt Australia. Proses kemitraan tersebut terjadi pada tahun 2006 ketika Kadis Indagtam bertemu dengan Dirjen Kimia Industri dan Agro Departemen Perdagangan, dihubungkan dengan pihak PT Cheetam Salt Australia. PT Cheetam.

Kesepakatan berawal dari hasil studi kelayakan PT Cheetam terkait potensi garam yang menunjukkan Sampang memiliki potensi. Selanjutnya Cheetam melakukan kemitraan dengan pemda untuk bersama-bersama memperbaiki kualitas garam di Sampang. Tentu saja, sasarannya adalah para petani garam. Mulai tahun 2007, dilakukan proyek percontohan di Desa Aeng Sareh. Di desa inilah, PT Cheetam bekerjasama dengan KADIN Sampang menyewa lahan masyarakat seluas 6,5 hektare. PT Cheetam memberikan technical assistant pembuatan garam kepada petani binaan.

Usaha pemberdayaan usaha garam rakyat menghadapi persaingan industri garam membutuhkan keterpaduan, baik keterpaduan sektoral dan stakeholder. Hal ini disebabkan karena untuk membangun sebuah industri garam yang berbasis usaha rakyat tidak hanya menjadi tanggung jawab satu dinas melainkan sejumlah dinas dan stakeholder mulai birokrasi, masyarakat, perguruan tinggi, dan investor.

Peluang dan Tantangan Kemitraan a. Peluang Kemitraan Multipihak

Beberapa kondisi positif menunjukkan semakin terbukanya kemitraan multipihak dalam rangka pengembangan struktur ekonomi daerah, misalnya: 1. adanya perhatian besar pemerintah dalam menggalang peran multipihak, 2. adanya kesadaran perusahaan besar untuk memberikan dana CD sebagai bentuk CSR, dan 3. Semakin terbukanya informasi yang memberikan pencerahan kepada multipihak untuk beraliansi membangun daerahnya.

Hubungan kemitraan yang terjadi pada usaha garam rakyat melibatkan banyak pihak. Sinerginya masing-masing memberi banyak kemanfaatan bagi multipihak. Terbukti kerjasama mereka tidak hanya dalam hal hasil produksi tetapi juga PT. Garam membantu meningkatkan kualitas SDM di koperasi garam berupa pengorganisasian dan juga pelatihan di bidang teknis usaha maupun


(3)

manajemen koperasi. Belum lagi peran perguruan tinggi dengan riset terkait garam, perbankan dengan dukungan pendanaan dan pihak lainnya yang jika digali dan dimanfaatkan akan menjadi sebuah kemitraan strategis.

b. Tantangan Kemitraan

Produksi garam yang dikelola oleh usaha garam rakyat di kabupaten Sampang umumnya hanya bisa dilakukan pada saat musim kemarau dan masih menggunakan cara-cara tradisional tanpa adanya inovasi dan teknologi. Konsekuensi dari kondisi tersebut adalah rendahnya produktivitas dan kualitas garam yang dihasilkan. Kondisi semacam itu yang membuat kabupaten Sampang sebagai penghasil garam terbesar tidak luput dari ancaman masuknya garam impor.

Dalam konstalasi tata niaga garam, posisi tawar (bargaining position) komunitas usaha garam rakyat sangat lemah disebabkan belum memiliki lembaga representasi yang solid dan kuat serta benar-benar memperjuangkan kepentingan petani garam. Petani garam secara individual lemah baik dari kualitas pendidikan dan kemampuan permodalan. Hal ini diperparah dengan sulitnya akses petani garam terhadap lembaga pembiayaan/ perbankan, informasi pasar dan teknologi.

Tantangan kemitraan dari kelembagaan multipihak garam adalah adanya egosektoral yang masih menjadi momok dalam bersinergi. Tentunya peran aktif Pemerintah untuk memfasilitasi semua stakeholder garam untuk duduk bersama menyamakan persepsi dan komitmen.

Kelembagaan petani garam merupakan suatu keharusan bila tidak ingin hal tersebut menjadi kendala yang berkepanjangan, khususnya menghadapi globalisasi perdagangan dengan kuatnya tekanan ekonomi pasar. Seiring dengan arus industrialisasi ke Pulau Madura pasca beroperasinya Jembatan Suramadu, petani garam seharusnya tidak hanya menjadi buruh atau penyedia bahan baku, tetapi menjadi bagian yang terlibat secara aktif dalam proses dan dapat menikmati hasil industrialisasi.

Problem kelembagaan yang dihadapi dalam rangka kemitraan usaha garam rakyat dapat dilihat dari pelbagai aspek yaitu:

1) Aspek organisasi. Secara organisasi maka usaha garam rakyat dikelola oleh Kelompok Usaha Tani. Kelompok ini tidak memiliki kekuatan dalam menentukan harga dan dukungan instrumen kelembagaan di tingkat yang memperkuat posisinya.

2) Aspek Hukum dan Kebijakan. Pemerintah Propinsi atau Kabupaten baik melalui RTRW Propinsi/Kabupaten, RTRW Pesisir, Laut dan Pulau – Pulau Kecil di Propinsi/Kabupaten yang telah di-Perdakan dan RPJMD Kabupaten belum mampu mengakomodasi usaha garam rakyat dalam konsep pengembangan ekonomi masyarakat pesisir.

3) Aspek Hak kepemilikan (property right) lahan. Hampir sebagian besar usaha garam rakyat yang mencakup Kecamatan Tlanakan, Galis dan Pademawu kepemilikan lahannya terbagi atas (i) Milik Sendiri dan; (ii) sewa. Masalah lahan menjadi masalah pokok dalam usaha garam rakyat yakni ketersediaan ”lahan garam” untuk ekstensifikasi sudah tak memungkinkan karena sebagian besar telah menjadi permukiman. Pengembangan garam rakyat ini lebih menekankan pada aspek peningkatan kualitas mutu dan intesifikasi.

Beberapa tantangan lainnya yang dihadapi dalam proses kemitraan usaha garam rakyat, meliputi: 1. Perbedaan yang masih lebar antara industri besar dan industri kecil (rakyat), 2. Kualitas produksi dari industri kecil belum terjamin, 3. Kerjasama antara keduanya belum berkembang, 4. Belum terjadi alih teknologi dan manajemen dari industri besar kepada industri kecil, 5. Belum berkembangnya sistem dan pola kemitraan dan belum berkembang unsur pendukungnya, dan 6.


(4)

Kemitraan yang terjadi karena adanya tuntutan pasar, atas dasar tanggungjawab bersama, mengurangi pengangguran dan untuk menumbuhkan UKM dalam rangka meningkatkan daya saing.

Strategi Pengembangan Garam Rakyat Melalui Kemitraan

Dampak yang terjadi akibat belum tuntasnya problem kelembagaan dalam usaha garam rakyat menyebabkan harga garam rakyat sangat rendah. Permintaan garam di Indonesia sangat tinggi akan tetapi harganya murah. Mestinya, jika permintaan tinggi maka harga ikut tinggi. Tapi, dalam usaha garam mengalami keunikan yang tak sejalan dengan prinsip hukum ekonomi. Penguatan sistem dan penyediaan instrumen kelembagaan yang efektif menjadi hal pokok dalam menyelesaikan usaha garam rakyat.

Kelembagaan petani garam rakyat di kabupaten Sampang harus memiliki kekuatan ekonomi dan bargainning politik yang kuat agar bisa mempengaruhi harga dan memperoleh dukungan kebijakan di level pemerintahan daerah. Untuk itu, diperlukan penguatan Kelembagaan petani garam, yaitu: 1. Pengembangan organisasi petani garam yang otonom, kuat dan mandiri, 2. Kelembagaan ekonomi petani garam yang kuat berbentuk koperasi, dan 3. Mewujudkan swasembada garam.

Pengusahaan komoditi garam dalam rangka untuk memperbesar nilai tambah harus dilaksanakan dengan mengembangkan keterkaitan semua sektor dengan prinsip saling menguntungkan. Keterkaitan yang dimaksud menurut Nurmianto,Eko,dkk, (2004)adalah: (a) keterkaitan antar industri hulu/dasar, kelompok industri hilir dan kelompok industri kecil, (b) keterkaitan antara industri besar, menengah dan kecil dalam ukuran besarnya investasi, (c) keterkaitan antara berbagai cabang dan/atau jenis industri, dan (c) keterkaitan antara industri dengan sektor ekonomi lainnya

Untuk mengatasi permasalahan usaha garam rakyat diperlukan kebijakan komprehensif mengingat permasalahan garam merupakan permasalahan yang komplek. Kebijakan peningkatan produktivitas dan kualitas garam di Kabupaten Sampang dapat dilakukan melalui sejumlah langkah progresif melalui revitalisasi, ekstensifikasi dan intensifikasi. Selanjutnya, kebijakan pengembangan usaha garam rakyat diarahkan melalui pendekatan kemitraan multipihak.

Kemitraan multipihak tersebut tidak diarahkan pada kerja sama yang bersifat belas kasihan belaka. Kemitraan itu merupakan salah satu aspek dari upaya pemberdayaan usaha kecil. Pengertian pemberdayaan sendiri dirumuskan undang-undang tersebut sebagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam bentuk penumbuhan iklim usaha, pembinaan, dan pengembangan sehingga usaha kecil mampu menumbuhkan dan memperkuat dirinya menjadi usaha tangguh dan mandiri.

Dalam rangka kemitraan tersebut, tugas penting yang diemban pengusaha menengah dan/atau besar adalah untuk melakukan pembinaan dan pengembangan pengusaha kecil dalam bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia, dan teknologi. Sedangkan tugas utama pengusaha kecil antra lain adalah memanfaatkan kesempatan pembinaan dan pengembangan tersebut semaksimal mungkin untuk memperkuat dirinya sehingga dapat tumbuh menjadi pengusaha kuat dan mandiri berdasarkan prinsip yang saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan dengan pengusaha menengah dan/atau besar.

Hingga saat ini pemerintah pusat dan daerah terus menginisiasi dan mengoptimalkan pengelolaan kemitraan strategis multipihak untuk mendukung program PuGar (Pemberdayaan Usaha


(5)

Garam Rakyat). Kebijakan yang dilakukan untuk lebih mengefektifkan program PUGAR sebagai berikut:

1. Pelatihan pembuatan garam dan yodisasi di sentra-sentra produksi garam,

2. Koordinasi dalam rangka kelancaran distribusi garam rakyat dan kemitraan pemasaran (Perhubungan, Pekerjaan Umum, Dinas Kelautan dan Perikanan serta Asosiasi/Importir)

3. Mendirikan demplot pembuatan garam

4. Penyempurnaan tata letak ladang garam, saluran primer – sekunder

5. Mendirikan koperasi di sejumlah sentra produksi garam yang nantinya, para petambak diarahkah menjual garam ke koperasi dengan harga yang jauh lebih tinggi dibanding harga pasar sebelumnya,

6. Mendorong penerapan kembali SK Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan tanggal 5 Mei 2011 dengan mewajibkan beli garam rakyat. Pelaku industri diharapkan dapat membeli garam petani sesuai dengan ketetapan harga yang berlaku.

7. Penerapan Kem.Perindag No 58/2012 secara konsisten

8. Memberlakukan peraturan impor dilakukan tidak dalam musim panen atau sepanjang Agustus sampai dengan November,atau melalui verifikasi untuk produksi dan konsumsi yang menentukan garam impor serta berdasarkan stok di pasar, sehingga tidak merugikan petani garam.

9. Memfasilitasi investasi pembangunan pabrik garam untuk mengurangi ketergantungan terhadap garam impor.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan

1. Kemitraan multipihak usaha garam rakyat di kabupaten Sampang mempunyai motif ekonomi dan non ekonomi (sosial). Kemitraan multipihak dari masyarakat pegaraman di kabupaten Sampang sebenarnya sangat menjanjikan asalkan dapat dikelola dengan baik. Jika dirinci manfaat kemitraan bagi multipihak sangat strategis untuk meningkatkan eksistensi organisasinya.

2. Berdasarkan analisis hambatan dan alternatif solusi maka dirumuskan strategi pengembangan komoditi garam di kabupaten Sampang melalui pendekatan kemitraan, meliputi: a. Memperkuat sistem dan menyediakan instrumen kelembagaan efektif bagi usaha garam rakyat, b. Mengembangkan keterkaitan semua sektor dengan prinsip saling menguntungkan, c. Kebijakan melalui sejumlah langkah progresif melalui revitalisasi, ekstensifikasi dan intensifikasi, dan d. menginisiasi dan mengoptimalkan pengelolaan kemitraan strategis multipihak untuk mendukung program PuGar (Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat).

Rekomendasi

Kondisi di kabupaten Sampang hingga saat ini telah menunjukkan bahwa wilayah tersebut menjadi salah satu sasaran potensial dari investasi bidang Perminyakan dan Gas. Pemkab Sampang hendaknya menangkap peluang emas ini untuk memulai kembali upaya pengembangan usaha garam rakyat melalui pintu masuk pemanfaatan dana CD (community development) sebagai bentuk tanggungjawab sosialnya kepada masyarakat (corporate social responsible). Peluang ini tentunya membutuhkan dukungan multipihak di Sampang.


(6)

REFERENSI

Biro Pusat Statistik, 2010-2013. Kabupaten Sampang Dalam Angka 2010-2013. Kab. Sampang Bell, Chip, 1997. Customers as Partners, Jakarta: Profesional Books.

Cohen, A. R. dan David L. Brandford, 2000.Influence Without Authority, Batam:Interaksasa.

Lendrum, Toni, 2003. The Strategic Patnering Handbook, The Practitioners’guide to Partnerships and Alliances, Australia: The McGraw-Hill Companies.

DKP Kab. Sampang, 2013, Program Peningkatan Sumber Daya Manusia dan Kemitraan Sebagai Pendukung Pugar Tahun 2013, Laporan Akhir.

Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PuGar) Kab. Sampang, 2013, Pekerja dan Luasan Lahan Pegaraman di Kabupaten Sampang Tahun 2012

Suhelmi, Ifan Ridho,dkk, 2013, Garam Madura: Tradisi dan Potensi Usaha Garam Rakyat, Cetakan I, Jakarta: Penerbit Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir- Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan-Kementerian Kelautan dan Perikanan Eko, Nurmianto, dkk, 2004, Perumusan Strategi Kemitraan Menggunakan Metode AHP dan SWOT

(Studi Kasus pada Kemitraan PT. INKA dengan Industri Kecil Menengah di Wilayah Karesidenan Madiun), Jurnal Teknik Industri Vol. 6, No. 1, Juni 2004: 47 – 60, Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra, http://puslit.petra.ac.id/journals/industrial