ART Victor E, John RL Representasi Patriarki Dari Sudut fulltext

REPRESENTASI PATRIARKI DARI SUDUT PANDANG TEORI
STRUKTURAL-FUNGSIONALISME TOKOH-TOKOH DALAM FILM 7
HATI 7 CINTA 7 WANITA
Victor Efenly ^ John R. Lahade

2

ABSTRACT
Gender issues especially about womans is one of interest topic that be
appointed in Indonesian cinemas. One of movie that takes on woman's issues is
created by new director, his name is Robby Ertanto Soediskam. It's title is "7 Hati
7 Cinta 7 Wanita" (in English: 7 Heart 7 Love 7 Womans). This movie has
interested attention from viewers and also cinema observers, it is because quality
of story line and messages that be submited by director. This case be evidenced
with several awards that be achieved in "Festival Film Indonesia 2010" and
Indonesian Movie Awards 2011. Through content analysis methods, this research
is trying to explain patriarch representation of "7 Hati 7 Cinta 7 Wanita" (in
English: 7 Heart 7 Love 7 Womans) movie's figures from view point of structuralfungsionalism theory. This research be implemented by observe woman's figures
then analyze them with structural-fungsionalism theory. The conclusion that be
discovered is not all of case that happens between woman and man figures in this
film is effected by patriarch system, such as previous research said. Structuralfungsionalism theory used can prove that patriarch system doesn't cause

oppresion and violence for woman. However, they are effect from role and
function that isn't implemented.
Key

words

;

Gender,

Woman,

Patriarch,

Structural-Fungsionalism,

Representation, Film, Movie, 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita

1


Fakultas llmu Sosial dan llmu Komunikasi UKSW

2

Staff Pengajar Fakultas llmu Sosial dan llmu Komunikasi UKSW

389

1.
Film

berperan

sebagai

PENDAHULUAN
sarana

baru


yang

digunakan

untuk

menyebarkan hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu, serta
menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, lawak dan sajian teknis lainnya
kepada masyarakat umum. Film banyak diyakini orang sebagai media hiburan,
sebagai pelepas beban hidup sehari-hari. Tayangan film yang menyajikan
berbagai tema memang menjadi pilihan tersendiri. Film bisa menjadi media
pemahaman baru bagi yang menontonnya. Bahkan film dipercaya menjadi
media pencerdas bangsa. Karena itu, penting bagi para pembuat film untuk
membuat suatu sajian yang cerdas dan tidak hanya untuk hiburan semata.
Demikian pula untuk khalayak atau pemirsa diharapkan mampu menjadi
khalayak yang aktif dan selektif, karena hal tersebut merupakan langkah maju
dalam mempercayai bahwa manusia itu pada dasarnya memiliki inteligensi
dan otonom dalam menggunakan media massa. Menurut Littlejohn (1996 :
333), khalayak yang aktif dipercaya sebagai komunitas yang tahan dalam
menghadapi pengaruh media (impervious to influence), atau tidak mudah

dibujuk oleh media itu sendiri.
Sekarang ini film Indonesia sudah semakin banyak, dengan berbagai
variasi genre dan tema. Salah satu tema yang menarik untuk diangkat adalah
tentang perempuan, dan bagaimana nasib mereka di bawah kekuasaan lakilaki. Hal ini penting mengingat perbedaan antara laki-laki dan perempuan
selalu dijadikan masalah. Salah satu terobosan baru di dunia perfilman
Indonesia, yaitu film "7 Hati 7 Cinta 7 Wanita". Sebuah karya film panjang dari
seorang sutradara bernama Robby Ertanto Soediskam ini juga mengangkat
tema mengenai perempuan, dimana film ini mengisahkan tujuh tokoh
perempuan dan satu tokoh utama perempuan dengan latar belakang
kehidupan pribadi mereka masing-masing dimana mereka mengalami konflik
dalam hubungannya dengan laki-laki terdekat mereka. Karena penggambaran
alur cerita yang menarik dan sempurnanya peran yang dimainkan oleh para

390

pemain di dalamnya, film ini banyak mendapatkan penghargaan yaitu 5
nominasi dalam ajang Festival Film Indonesia (FF1) tahun 2010 dan
memenangkan 2 piala sekaligus dalam Indonesian Movie Awards (IMA) di tahun
2011 silam. Selain itu, film ini juga terpilih sebagai film pembuka dalam
Indonesian Film Festival 2010 di Melbourne & Sydney serta Official Selection

Balinale International Film Festival 2010 di Bali tahun 2010.
Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita ini pernah diteliti sebelumnya oleh
Falisianus Syamsu Ismanto dari sudut pandang feminisme (Ismanto, 2012).
Ismanto menilai bahwa film ini banyak memperlihatkan adegan-adegan
dimana posisi laki-laki selalu berada di atas perempuan, namun tokoh-tokoh
perempuan dalam film ini berusaha untuk menyetarakan nasib dan perannya
sama seperti laki-laki. Ismanto menyimpulkan film ini hendak menggambarkan
bahwa perempuan selalu tertindas dan mengalami kekerasan baik itu secara
fisik maupun psikis akibat adanya sistem patriarki. Akan tetapi, benarkah
penindasan dan kekerasan yang dialami perempuan yang digambarkan dalam
film tersebut merupakan akibat dari sistem patriarki? Penulis tidak sependapat
dengan kesimpulan penelitian dari saudara Ismanto tersebut. Menurut penulis
tindakan kekerasan baik secara fisik maupun psikis adalah suatu kejadian yang
tidak selalu terkait dengan sistem patriarki.
Mirriam M. Johnson (1993), menekankan bahwa perbedaan peran
perempuan
memperoleh

dan


laki-laki

keseimbangan.

merupakan
Dengan

tatanan
merujuk

struktur
pada

sosial

teori

untuk

struktural-


fungsionalisme dari Talcott Parsons, Mirriam M. Johonson mengemukakan
bahwa dalam struktur sosial tersebut terdapat peran-peran yang menunjang
adanya keseimbangan yang tercipta dari keteraturan sosial. Tatanan tidak
sama dengan kesetaraan yang sering diungkapkan oleh feminisme liberal.
Tatanan

(equilibrium)

merupakan

sebuah

penempatan

peran

untuk

mempermudah proses kehidupan sosial dan menjaga keseimbangannya.

Talcott Parsons menilai bahwa pembagian peran secara seksual adalah suatu

391

yang wajar (Umar, 1999: 53). Artinya bahwa konflik-konflik yang terjadi antara
perempuan dan laki-laki dalam masyarakat (seperti tergambar dalam film ini)
dikarenakan adanya kesalahan persepsi dalam pembagian peran secara
seksual.
Dari penggambaran realitas di atas, peneliti tertarik untuk meneliti
kembali film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita dari sudut pandang yang berbeda dari
peneliti terdahulu, sehingga didapatkan perumusan masalah yaitu "bagaimana
representasi patriarki dari sudut pandang teori struktural-fungsionalisme
tokoh-tokoh dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita?". Tujuan penelitian ini tidak
lain dan tidak bukan adalah untuk menggambarkan representasi patriarki dari
sudut pandang teori struktural-fungsionalisme tokoh-tokoh dalam film 7 Hati 7
Cinta

7

Wanita.


Penelitian

ini

diharapkan

mampu

membuka

pikiran

khalayak/pemirsa serta pengamat film lainnya dalam menggunakan media
massa khususnya film secara lebih aktif dan kritis.
Dengan pertimbangan bahwa penelitian ini merupakan penelitian isi
pesan komunikasi suatu media, dalam hal ini yaitu film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita,
maka peneliti menggunakan metode analisis isi kualitatif yang memiliki
kemampuan dalam menganalisa secara kritis dan lebih aktif terhadap subjek
penelitian atau pesan dalam film. Metode analisis isi kualitatif telah terbukti

berhasil untuk meneliti dokumen (dalam hal ini film) berupa teks, gambar,
simbol, dan sebagainya untuk memahami budaya dari suatu konteks sosial
tertentu.

Analisis

isi

yang

sifatnya

kualitatif

tidak

hanya

mampu


mengidentifikasi pesan-pesan manifest (tampak), melainkan juga latent
messages (tidak tampak) dari sebuah dokumen yang diteliti. Metode ini juga
lebih mampu melihat kecenderungan isi media berdasarkan context-nya,
process-nya, dan emergence-nya.

392

2. LANDASAN TEORI
Film dan Perannya sebagai Media Komunikasi Massa
Film adalah bentuk komunikasi massa elektronik yang berupa media
audio visual. Film merupakan penemuan teknologi baru yang muncul pada
akhir abad ke sembilan belas. Film berperan sebagai sarana baru yang
digunakan untuk menyebarkan hiburan yang sudah menjadi kebiasaan
terdahulu, serta menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, lawak, dan sajian
teknis lainnya kepada masyarakat umum (McQuail, 1987 : 13).
Dalam banyak penelitian tentang dampak film terhadap masyarakat,
hubungan antara film dan masyarakat selalu dipahami secara linier. Artinya,
film selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan
pesan (message) di baliknya, tanpa pernah berlaku sebaliknya. Kritik yang
muncul terhadap perspektif ini didasarkan atas argumen bahwa film adalah
potret dari masyarakat di mana film itu dibuat. Film selalu merekam realitas
yang

tumbuh

dan

berkembang

dalam

masyarakat,

dan

kemudian

memproyeksikannya ke atas layar (Irawanto, 1999 : 13).
Gender dalam Media Massa sebagai Representasi Ruang Publik
Hubungan antara media massa dan perempuan memiliki peran cukup
penting. Polemik yang merujuk pada pergeseran makna peran perempuan
dalam kehidupan sosial membawa keterlibatan media massa yang semakin
luas dan erat, namun keterlibatan ini bukan membawa perempuan dalam
situasi yang lebih adil dan demokratis (Baria, 2005 : 3).
Perempuan dalam media seringkali dikaitkan dengan sensualitas. Ludfy
Baria (2005 : 4) menjabarkan bahwa pada dasarnya hal ini berkaitan dengan
ideologi dominan yang ada dalam masyarakat, yaitu ideologi patriarki yang
memposisikan perempuan sebagai obyek memberikan

kontribusi pada

pengkomoditian tubuh perempuan oleh pihak media sebagai sarana pengeruk
keuntungan secara ekonomis. Namun menurut penulis bukan ideologi

393

patriarki yang memposisikan perempuan sebagai obyek komoditi tubuh,
melainkan sistem kapitalisme yang memanfaatkan tatanan struktur sosial yang
berpusat pada laki-laki (bapak) demi keuntungan ekonomis semata.
Patriarki
Kata patriarki secara harfiah berarti kekuasaan bapak atau "patriarkh"
(patriarch).

Mulanya patriarki digunakan untuk menyebut suatu jenis

"keluarga yang dikuasai oleh kaum laki-laki," yaitu rumah tangga besar
patriarch yang terdiri dari kaum perempuan, laki-laki muda, anak-anak, budak
dan pelayan rumah tangga yang semuanya berada di bawah kekuasaan lakilaki penguasa (bapak). Sekarang, istilah patriarki digunakan secara lebih
umum untuk menyebut kekuasaan laki-laki (Bhasin, 1996 : 1). Kaum feminis
radikal mempertegas bahwa kekuasaan laki-laki terdapat di semua bidang,
misalnya politik, agama dan seksualitas (jenis kelamin).
Menurut pandangan Curtis (1986), dirinya mengakui keberadaan
patriarki di dalam ketidaksetaraan gender, tetapi dia tidak sependapat dengan
pandangan yang mengaitkan patriarki dengan jantina. Menurutnya, jika
patriarki ditakrifkan sebagai penindasan (perempuan oleh laki-laki) yang
berakar dalam hubungan produksi dan perpaduan antara laki-laki yang
bersifat hierarki,
merupakan

maka takrifan ini mengandung makna bahwa patriarki

aplikasi kuasa semata-mata; ia tidak berkaitan dengan gender.

Dari segi sosiologi, sumber kuasa paling penting yang mendasari patriarki
adalah kewenangan (authority), yaitu hak dari seseorang yang menguasai
kedudukan sosial tertentu untuk membuat keputusan bagi pihak lain
(kelompok); hak yang disetujui oleh orang lain. (Lahade, 2004 : 26-27)
Teori Struktural-Fungsionalisme
Teori atau pendekatan struktural-fungsional merupakan teori sosiologi
yang diterapkan dalam melihat institusi keluarga. Teori ini berangkat dari
asumsi bahwa suatu masyarakat terdiri atas beberapa bagian yang saling
memengaruhi. Teori ini mencari unsur-unsur mendasar yang berpengaruh di
394

dalam

suatu

masyarakat,

mengidentifikasi

fungsi

setiap

unsur,

dan

menerangkan bagaimana fungsi unsur-unsur tersebut dalam masyarakat.
Banyak sosiolog yang mengembangkan teori ini dalam kehidupan keluarga
pada abad ke-20, di antaranya adalah William F. Ogburn dan Talcott Parsons
(Megawangi, 1999 : 56).
Menurut Mirriam M. Johnson, berbeda dengan teori Marxis dan
interactionist, teori struktural-fungsionalisme setidaknya dapat berpotensi
menganalisis pola fungsional dan disfungsional perempuan di beberapa posisi
struktural. Teori struktural-fungsionalisme memperlakukan perempuan bukan
sebagai kategori pekerja yang terbelakang, melainkan sebagai "anggota" yang
sama-sama istimewa dalam sebuah interkasi. (England, 1993 :120)
Fungsi AGIL dalam Teori Strukturai-Fungsionaiisme Parsons
Pada teori struktural-fungsionalisme Talcott Parsons dimulai dengan
empat fungsi dalam sistem "tindakan" yang dikenal dengan skema AGIL. Yang
dimaksudkan dengan fungsi disini adalah kumpulan kegiatan yang ditujukan
kearah pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem. Fungsi ini
menurut Talcott Parsons dibutuhkan oleh semua sistem secara bersama-sama
untuk dapat bertahan (survive).
1. Adaptation (Penyesuaian Diri)
Fungsi yang dimiliki oleh sebuah sistem untuk menyesuaikan dirinya
dengan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan dari sistem tersebut.
Sebuah sistem (dalam suatu kelompok) harus menanggulangi situasi
eksternal yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan kondisi
lingkungan, dan dengan kebutuhan lingkungannya.
2.

Goal Attainment (Pencapaian Tujuan)
Fungsi yang dimiliki sebuah sistem untuk dapat mendefinisikan dan
mencapai tujuannya. Sebuah sistem (dalam suatu kelompok) harus
mendefinisikan tujuan dan upaya mencapai tujuan utamanya.
395

3.

Integration (Integrasi)
Fungsi yang dimiliki oleh sistem dalam rangka mengatur hubungan
bagian-bagian dalam komponen sistem tersebut dan aktor-aktor
didalamnya. Sistem juga harus mengelola hubungan ketiga fungsi
lainnya (adaptation, goal attainment, latency].

4.

Latency (Pemeliharaan Pola)
Fungsi yang dimiliki suatu sistem untuk memperlengkapi, memelihara
dan memperbaiki pada tingkat individu maupun pola-pola kultural.
3. METODOLOGIPENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian

yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain,
secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa,
pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai
metode ilmiah (Moleong, 2005 : 6). Penelitian ini merupakan jenis penelitian
deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai
kondisi, berbagai situasi, atau berbagai variabel yang timbul di masyarakat
yang menjadi objek penelitian itu (Bungin, 2001 : 48). Sedangkan unit analisis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulisan, ucapan (dialog), dan citra
(tampilan visual) adegan-adegan dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita yang
merepresentasikan patriarki.
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu sumber
primer berupa film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita dengan format VCD dan sumber
sekunder berupa buku, majalah, artikel, jurnal, serta sumber berita lain yang
mendukung penelitian. Data-data tersebut kemudian diteliti lebih jauh
menggunakan metode analisis isi kualitatif. Metode analisis isi (content
analysis)

dapat disebut sebagai

suatu

metode

khas

untuk penelitian

komunikasi. Metode ini banyak dipakai para peneliti komunikasi utamanya

396

saat mereka harus berurusan dengan banyak persoalan media massa. Sebagai
sebuah metode yang khas, analisis isi dipandang mampu menjamin adanya
cara yang efisien, mampu memberikan alat, serta menyediakan langkahlangkah yang bermanfaat bagi peneliti isi media [message). Apapun bentuk
atau ragam medianya, baik media tradisional, media konvensional, maupun
media baru, bila peneliti mengobservasi isi pesan, maka metode analisis isi
dapat diambil sebagai sebuah pendekatan yang paling memudahkan (Prajarto,
2010: 1).
Analisis isi kualitatif lebih banyak digunakan untuk meneliti dokumen
yang dapat berupa teks, gambar, simbol, dan sebagainya untuk memahami
budaya dari suatu konteks sosial tertentu. Dokumen dalam analisis isi kualitatif
ini merupakan pada metode analisis yang integratif dan lebih secara
konseptual untuk menemukan, mengidentifikasi, mengolah dan menganalisa
dokumen untuk memahami makna, signifikansi dan relevansinya. Dengan kata
lain, analisis isi yang sifatnya kualitatif tidak hanya mampu mengidentifikasi
pesan-pesan manifest (tampak), melainkan juga latent messages (tidak tampak)
dari sebuah dokumen yang diteliti. Jadi lebih mampu melihat kecenderungan
isi media berdasarkan context (situasi sosial di seputar dokumen atau teks
yang diteliti), process (bagaimana suatu proses produksi media/isi pesannya
dikreasi secara aktual dan diorganisasikan secara bersama) dan emergence
(pembentukan secara gradual/bertahap dari makna sebuah pesan melalui
pemahaman dan intepretasi) (Bungin, 2004 :144-147).
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum dan Penghargaan Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita
7 Hati 7 Cinta 7 Wanita adalah sebuah karya film Indonesia dari
sutradara Robby Ertanto Soediskam yang diproduksi pada tahun 2010 oleh
'Anak Negeri Film'. Tema yang diangkat dalam film ini yaitu tentang
permasalahan kaum perempuan dan gender dengan alur cerita yang berjenis
omnibus (penggabungan beberapa cerita terpisah)

dengan beragamnya
397

permasglahan tapi tetap pada satu benang merah di dalamnya. Film ini
menceritakan kehidupan 7 orang perempuan dengan berbagai latar belakang
dan masalah kehidupan mengenai percintaan. Mulai dari hamil di luar nikah,
pekerjaan sebagai pelacur hingga kehidupan rumah tangga yang dibumbui
perselingkuhan dan kekerasan.
Berawal dari sebuah film pendek berjudul 'Aku Perempuan' yang
diangkat ceritanya dari kisah nyata, film ini kemudian dibuat dalam bentuk
panjang menjadi sekitar 94 menit. Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita boleh dikatakan
cukup membuat gemas pemirsanya. Sebab, meski kerap menjadi juara festival,
film ini tidak langsung muncul di bioskop komersial melainkan terlebih dahulu
dipertunjukkan di sebuah pembukaan Indonesian Film Festival di Australia
pada 20 Agustus 2010, kemudian baru tayang perdana di Indonesia pada
pertengahan tahun 2011 di jaringan Blitz Megaplex tepatnya pada 18 Mei
2011.
Analisa Kasus Tokoh-Tokoh Perempuan dalam Film 7 Hati 7 Cinta 7
Wanita
Untuk dapat menganalisa sistem 'tindakan' tokoh-tokoh dalam film 7
Hati

7 Cinta 7 Wanita, peneliti menggambarkan adegan-adegan yang

merepresentasikan patriarki dalam film ini terlebih dahulu kemudian baru
dihubungkan

dengan

keempat

fungsi

AGIL

dalam

teori

struktural-

fungsionalisme.
Sesuai dengan teori struktural-fungsionalisme, terdapat empat fungsi
penting yang peneliti gunakan dalam menganalisis semua sistem 'tindakan'
tokoh-tokoh dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita dalam pemeliharaan pola
antara tokoh perempuan dan laki-laki dalam suatu sistem. Yang pertama
adalah fungsi adaptation, yaitu fungsi yang dimiliki oleh sebuah sistem untuk
menyesuaikan dirinya dengan lingkungan guna memenuhi kebutuhan dari
sistem tersebut. Yang kedua adalah fungsi goal attainment yaitu fungsi yang
dimiliki sebuah sistem untuk dapat mendefinisikan dan mencapai tujuannya.
398

Fungsi yang ketiga adalah fungsi integration, yaitu fungsi yang dimiliki oleh
sistem dalam rangka mengatur hubungan bagian-bagian dalam komponen
sistem tersebut dan aktor-aktor didalamnya. Fungsi yang terakhir adalah
fungsi latency, yaitu fungsi yang dimiliki suatu sistem untuk memperlengkapi,
memelihara dan memperbaiki pada tingkat individu maupun pola-pola
kultural.
Analisa Kasus Tokoh Lili; Seorang Perempuan yang Menjadi Korban
Kekerasan Seksual Oleh Suaminya
Lili adalah salah satu pasien dari Dokter Kartini. Perempuan keturunan
Tionghoa ini menjadi korban kekerasan dalam kehidupan rumah tangganya
dengan Randy, seorang pria pribumi penderita kelainan seksual. Di tengah
pembelaan Dokter Kartini terhadap dirinya, Lili selalu berusaha untuk
menutup-nutupi perlakuan kasar dari suaminya tersebut.
Adegan kekerasan yang dialami oleh Lili ini merupakan suatu
kesalahan sistem tindakan dalam sebuah sistem keluarga. Memperoleh
keturunan atau anak merupakan salah satu tujuan dari setiap pasangan suami
dan istri, seharusnya baik perempuan ataupun laki-laki dalam sebuah sistem
keluarga berusaha untuk mencapai tujuan tersebut.
Adegan dalam gambar di
samping adalah pertemuan antara
Lili dan Dokter Kartini di rumah
sakit, tepatnya di ruang praktek
kerja

Dokter

Kartini.

Dalam

perbincangan ini, Dokter Kartini
Adegan Lili berbincang dengan Dokter Kartini
meminta Lili untuk lebih terbuka mengenai persoalan yang dialami Lili. "Kamu
masih juga melindungi dia. Lili kita bisa sama-sama lapor ke polisi.", kata
Dokter Kartini. Lili menjawab "Dokter jangan! Saya cinta sama dia.". Jika
kekerasan yang terjadi oleh Lili akibat suaminya Randy yang memiliki kelainan
seksual, maka tak hanya Randy sebagai unsur dalam sebuah sistem keluarga
399

yang tidak menjalankan fungsi pencapaian (goal attainment) tujuan tetapi Lili
sebagai istri juga tidak menjalankan fungsi tersebut. Hal ini diperjelas dalam
dialog di atas, dimana Lili tetap saja menutup-nutupi perlakuan dari suaminya
dengan alasan 'cinta'. Memperoleh keturunan seharusnya mampu menjadi
tujuan utama dalam sebuah keluarga dibandingkan harus mendahulukan
urusan cinta namun berakibat buruk terhadap dirinya dan keturunannya
kelak. Jadi jelas bahwa antara Lili dan Randy sebagai sebuah sistem keluarga
tidak mampu menjalankan fungsi pencapaian tujuan (goal attainment) dengan
baik.
Solidaritas seorang suami yang mengetahui istrinya hamil tidak
tergambarkan dalam diri Randy, begitu pula berdampak pada hubungan
mereka yang tidak harmonis. Fungsi integrasi sebagai hubungan interrelasi
antar anggota keluarga,

merupakan salah satu

syarat penting dalam

terciptanya sebuah keluarga yang harmonis agar dapat berfungsi efektif
sebagai sebuah kesatuan. Logikanya, bagaimana sebuah keluarga bisa
menjalankan fungsi adaptasi dengan dunia luar jika belum memenuhi fungsi
integrasi internal dalam sistemnya sendiri. Begitu pula dengan fungsi latency,
Lili

maupun

Randy

tidak

mampu

memperlengkapi,

memelihara

dan

memperbaiki motivasi masing-masing individu dan pola-pola kultural dalam
keluarga tersebut. Namun yang terjadi sebaliknya, Randy sebagai suami justru
tidak mampu melengkapi istrinya yang lemah.
Analisa Kasus Tokoh Yanti; Seorang PSK yang Mengidap Ranker Mulut
Rahim Stadium Awal
Yanti adalah seorang pekerja seks komersial, dimana hidupnya bisa
dikatakan 'hancur' akibat pekerjaannya yang tidak layak tersebut. Dalam film
ini digambarkan bagaimana Yanti mengalami kanker mulut rahim stadium
awal akibat gonta-ganti pasangan yang tidak lain dan tidak bukan adalah
pelanggan dirinya.

400

Berdasarkan teori struktural-fungsionalisme Talcot Parsons, unsurunsur yang bersatu menjadi sebuah sistem akan lebih memiliki kekuatan
dalam menghadapi persoalan di luar dirinya serta di luar sistem. Seorang
perempuan yang memiliki karakteristik tertentu akan bisa saling melengkapi
dengan seorang laki-laki yang memiliki karakteristik berbeda dengannya,
tentunya apabila mereka bersatu dalam sebuah sistem keluarga. Dari
perbedaan karakteristik tersebut dapat dilakukan pembagian peran yang
berbeda untuk saling berintegrasi dan membentuk pola kultural sehingga
diharapkan mampu mencapai satu tujuan yang sama.
Melihat kasus tokoh Yanti, penyakit kanker mulut rahim yang
dideritanya diakibatkan oleh pekerjaan dirinya sebagai seorang PSK. Sehingga
mau tidak mau, dirinya sering bergonta-ganti pasangan saat melakukan
hubungan seks. Sesuai dengan alur cerita yang digambarkan oleh sang
sutradara, Yanti baru mengidap penyakit tersebut pada fase stadium awal.
Artinya, penyakit tersebut masih dapat disembuhkan, salah satunya dengan
cara berhenti dari pekerjaannya sebagai seorang PSK.
Seperti salah satu gambar
adegan

di

samping,

peneliti

berusaha melihat berbagai respon
tokoh Yanti terhadap Bambang
yang

ingin

menjadi

suaminya.

Terlihat bagaimana sikap Yanti
Adegan Bambang peduli dan memberikan
semangat kepada Yanti

yarlg

Secara
...
menunjukkan

tidak langsung
..
sikapnya
yang

menolak Bambang yang berulang kali mengatakan dirinya ingin menjadi
seorang suami bagi Yanti. Hal ini membuat peneliti menganggap bahwa Yanti
belum bisa memperoleh kehidupan yang lebih baik dari dirinya pada saat itu
yang

mengidap

penyakit

kanker

mulut

rahim

stadium

awal

akibat

pekerjaannya sebagai seorang PSK. Yanti pula belum menyadari akan arti

401

kehadiran Bambang yang memiliki potensi besar dalam mengubah hidupnya
jika menjadi suaminya.
Jika Yanti dan Bambang mampu untuk berinteraksi (integration) baik
satu dengan lain dalam sebuah sistem keluarga (suami dan istri) serta mampu
berkembang dalam kesepakatan norma dan nilai yang sama (latency), hal ini
memungkinkan mereka akan menemukan keselarasan untuk
(adaptation)

menghadapi

berbagai

persoalan

hidup

seperti

beradaptasi
pekerjaan,

penyakit dan kesejahteraan hidup mereka. Bahkan tidak dapat dipungkiri
bahwa mereka juga akan mampu bersama-sama mencapai setiap tujuan hidup
(goal attainment) mereka. Jadi, sangat jelas bahwa kasus tokoh bernama Yanti
yang bekerja sebagai seorang PSK serta mengidap penyakit kanker mulut
rahim stadium awal bukan dikarenakan perlakuan laki-laki atau akibat sistem
patriarki yang ada. Bahkan, sebenarnya sistem patriarki seharusnya bisa
menyelamatkan Yanti dari penyakit tersebut.
Analisa Kasus Tokoh Ratna; Seorang Perempuan Gigih yang Harus Rela
Dimadu Suaminya
Ratna adalah seorang perempuan yang bekerja sebagai buruh pabrik
tekstil. Dokter Kartini menganggap sosok pasiennya yang satu ini adalah sosok
perempuan tegar dalam menghadapi penderitaannya dan kepedihannya. Hal
ini dapat terlihat dari alur cerita yang menggambarkan bagaimana Ratna tetap
gigih bekerja saat kehamilannya telah memasuki usia 9 bulan.
Ratna memiliki seorang suami bernama Marwan. Dalam film tidak
diperjelas apa pekerjaan Marwan saat itu, namun Ratna sering menemui
suaminya pulang terlambat dari kerjanya. Marwan mengaku dirinya pulang
terlambat karena harus lembur, ia harus bekerja keras mencari uang untuk
kelahiran bayinya nanti. Namun yang ironis, film tersebut menggambarkan
bagaimana Marwan justru meminjam uang kepada istrinya. Alasannya
sederhana, untuk jaga-jaga karena ia belum memperoleh gaji bulanan. Tanpa
prasangka apapun akhirnya Ratna memberikan uang sejumlah tiga ratus ribu
402

rupiah pada suaminya, walaupun sebenarnya uang itu akan digunakan Ratna
untuk berobat di rumah sakit.
Usut punya usut ternyata uang yang dipinjam Marwan digunakannya
untuk diberikan pada perempuan lain yang tidak lain dan tidak bukan adalah
istri keduanya. Alur cerita kemudian memaksa Ratna untuk memergoki
suaminya ternyata memiliki istri lain selain dirinya. Hal tersebut terjadi saat
istri kedua Marwan mengunjunginya, saat itu Ratna sedang tidak ada di
rumahnya. Namun tidak disangka Ratna pulang lebih awal dari biasanya,
Marwan hanya diam terkejut dan merasa bersalah terhadap apa yang telah ia
lakukan pada Ratna.
Gambar

di

samping

merupakan adegan dimana Ratna
memergoki

suaminya

memiliki

selingkuhan atau istri simpanan.
Sebuah
sebuah
Adegan Marwan ketahuan memiliki istri simpanan

perselingkuhan
keluarga

dalam

merupakan

tindakan yang tidak menjaga
,
...
.
r
adanya fungsi pemeliharaan pola

(latency) dalam sistem. Pemeliharaan pola yang ada dalam sebuah keluarga
diatur oleh norma sosial yang ada. Norma sosial menggambarkan bagaimana
seseorang baik suami atau istri bertindak atau bertingkah laku dalam
kehidupan keluarganya.
Keluarga yang sehat dan harmonis tentu dibentuk dari prinsip dan
norma yang telah disepakati anggotanya. Jika seorang suami ataupun istri tidak
melaksanakan prinsip dan norma yang telah ditetapkan maka mereka tidak
mampu membentuk suatu sistem keluarga yang harmonis dan senantiasa
menuju keseimbangan. Begitu pula seperti perilaku Marwan dalam film ink
dirinya tidak mampu melaksanakan fungsi latency (pemeliharaan pola) dengan

403

baik dalam sistem keluarganya. Hal ini sangat berpengaruh terhadap fungsifungsi sistem tindakan lainnya.
Analisa Kasus Tokoh Rara; Seorang Gadis SMP yang Hamil Diluar Nikah
Akibat Seks Bebas
Rara digambarkan sebagai gadis belia tepatnya duduk di bangku Sekolah
Menengah Pertama (SMP). Dalam film ini, ia harus menerima kenyataan bahwa
dirinya hamil di luar nikah oleh
pacarnya, Acin.
"Perempuan

ini

adalah

mutiara kecil, dia belum bisa
berpikir panjang

tentang

arti

kehormatan dimana kebebasan
menjadi impian.".
Adegan Rara dan Acm berkunjung rumah sakit

Narasi dari
tersebut

menekankan bahwa usia Rara saat itu membuatnya belum bisa berpikir
panjang dan belum memahami arti kehormatan serta kebebasan. Peran
keluarga akan sangat penting dalam mendidik dan mengarahkan setiap
tindakan yang dilakukan oleh seorang anak seperti tokoh Rara. Keluarga
adalah unit budaya, melalui pendidikan dan pengajarannya pada anak-anak.
Keluarga juga merupakan unit moral, yang mengajarkan pada anggotanya
bahwa kerjasama dan prinsip kedisiplinan merupakan fondasi utama dalam
tindakan sosial. Dari sini sangat jelas bahwa peran keluarga baik dari tokoh
Rara dan Acin sangatlah penting.
Sosialisasi sebagai salah satu bentuk fungsi integration yang tidak
berjalan dan tidak tergambarkan menyebabkan Rara sebagai seorang anak
tidak mampu menerapkan norma dan nilai yang baik dalam lingkungannya.
Artinya fungsi daripada pemeliharan pola [latency) juga tidak mampu
diterapkan

pula oleh

Rara

dan

keluarganya.

Akibatnya

seperti

yang

tergambarkan pada kasus tokoh Rara, dimana ia tidak mampu mengontrol

404

dirinya menghadapi godaan dari luar lingkungan termasuk melakukan
hubungan seks bebas bersama pacarnya, Acin.
Sama halnya seperti Rara, Acin juga memiliki kondisi latar belakang
keluarga yang sama. Tidak tergambarkan adanya peran orang tua yang mampu
mendidiknya, ia hidup bersama kakak perempuan yang tidak lain adalah tokoh
Lib serta suaminya. Apalagi diketahui kakak perempuan dan suaminya
memiliki suatu permasalahan internal. Keluarga memiliki peran yang sangat
penting dalam perkembangan anak. Keluarga yang harmonis akan dapat
membantu pertumbuhan dan perkembangan anak. Begitu pula sebaliknya,
keluarga yang bermasalah baik dari dalam maupun luar akan menghambat
perkembangan pola pikir anak.
Analisa Kasus Tokoh Lastri; Seorang Ibu Rumah Tangga yang Tak
Kunjung Memperoleh Kehamilan Akibat Persoalan Berat Badan
Lastri

adalah

salah

seorang pasien Dokter Kartini.
Dokter

Kartini

menganggap

pasiennya ini beruntung karena
memiliki

seorang

bertanggung jawab
Adegan Hadi menemani Lastri di ruangpraktek
Dokter Kartini

suami

yang

dan

tulus

mencintai istrinya. Meski tak
.
, ,
,
.,
kunjung memperoleh kehamilan

karena masalah berat badan, suaminya yang bernama Hadi tetap setia
menemani istrinya saat berkunjung ke rumah sakit.
Hal yang sangat disayangkan dari kasus tokoh perempuan bernama
Lastri ini adalah ketika alur cerita mengisahkan ternyata suaminya memiliki
istri lain. Walaupun awalnya dapat kita ketahui bahwa Hadi memiliki potensi
sebagai suami yang dinilai sangat bertanggung jawab, namun karena
kesalahannya dalam menjaga sebuah komitmen keluarga yang ada, penilaian
terhadap dirinya tersebut dapat kita tarik kembali. Persoalan Hadi yang diam405

diam memiliki istri lain yang tidak lain dan tidak bukan adalah salah satu tokoh
utama perempuan yang diceritakan yaitu Ningsih, dapat kita katakan sebagai
kegagalan dirinya dalam mempertahankan fungsi pola hubungan keluarga
(latency).
Dalam teori struktural-fungsionalisme, yang harus ditekankan adalah
keempat fungsi sistem tindakan Parsons seharusnya diterapkan secara terus
menerus. Artinya, jika suatu saat salah satu fungsi tersebut tidak berjalan maka
tidak mustahil pula keberadaan suatu sistem akan hancur. Parsons dalam
teorinya menekankan bahwa sistem harus mempertahankan keteraturan dan
keseimbangan. Selain itu, sistem harus menuju ke arah pemeliharaan
keseimbangan yang meliputi pemeliharaan batas dan pemeliharaan hubungan
antar bagian-bagian dengan keseluruhan anggota sistem.
Analisa Kasus Tokoh Ningsih; Seorang Perempuan Karir yang Sangat
Menginginkan Anak Laki-Laki
Kasus tokoh Lastri yang telah dibahas sebelumnya memiliki hubungan
terkait kasus dari tokoh perempuan lainnya bernama Ningsih. Ningsih adalah
seorang perempuan karir yang sukses dan sangat dominan terhadap suaminya
yang dinilai lemah dan tidak ambisius. Kekecewaan terhadap suaminya
tersebut mempengaruhi dirinya untuk memiliki anak laki-laki. Bahkan ia
berniat akan menggugurkan kandungannya jika ternyata anaknya berjenis
kelamin perempuan. Ia berharap dapat mendidik anak laki-lakinya kelak agar
tidak seperti suaminya. Dalam alur cerita, diketahui Lastri dan Ningsih
memiliki

seorang

suami

yang

sama yaitu Hadi.
Adegan

ini

merupakan

puncak persoalan yang dialami
dua tokoh perempuan yaitu Lastri

Adegan pertemuan Hadi, Ningsih dan Lastri
406

dan Ningsih Waktu mempertemukan mereka pada satu titik dimana rahasia
Hadi memiliki dua orang istri sekaligus terbongkar. Dalam kasus di atas,
peneliti menganggap Hadi sebagai bagian dari suatu sistem, tidak mampu
menjaga dan memelihara keseimbangan sistem yang ada. la tidak mampu
memelihara stabilitas agar kelangsungan sistem tetap terjaga. Hal ini terlihat
bagaimana ia tidak menepati komitmennya dari sebuah pernikahan.
Dalam menjalankan fungsi pencapaian tujuan (goal attainment), sistem
kepribadian harus mampu menetapkan tujuan sistem sebagai sebuah prioritas.
Proses disfungsi ini tentunya dapat mempengaruhi ketiga fungsi lainnya.
Akibatnya, koordinasi dan pemeliharaan antar hubungan (integration) yang
terjadi antara Hadi dan Lastri serta Ningsih tidak mampu terjaga baik, begitu
pula fungsi pemeliharaan pola (latency) serta proses penyesuaian diri
(adaptation) terhadap lingkungan akan berpengaruh dalam keluarga mereka.
Menurut teori struktural-fungsionalisme sebuah sistem harus mampu
mengendalikan perilaku yang berpotensi mengganggu demi terciptanya
keseimbangan sistem. Artinya ialah nilai dan norma sistem sosial menjadi
bagian kesadaran dari anggota sistem tersebut. Ketika anggota dalam sistem
mengejar kepentingannya sendiri tanpa mempedulikan kepentingan sistem
maka dapat dipastikan ia tak mampu menjaga keteraturan dan keseimbangan
sistem sosialnya.
Analisa Kasus Tokoh Dokter Rohana; Seorang Dokter Perempuan yang
Tidak Menyetujui Keberpihakan pada Satu Gender

Dokter Rohana adalah tokoh yang
digambarkan

memiliki

peran

penting dalam merubah pola pikir
Dokter Kartini. Film 7 Hati 7 Cinta
7

Wanita

menggambarkan

Adegan Dokter Rohana berbincang dengan Dokter
Kartini
407

bagaimana sosok Dokter Rohana akhirnya menjadi bagian dalam hidup Dokter
Kartini. Dirinya memiliki pemikiran yang sangat bertolak belakang dengan
Dokter Kartini dalam hal gender. Di satu sisi, Dokter Kartini selalu membela
kaum perempuan dan beranggapan bahwa kaumnya selalu menjadi korban
penindasan laki-laki. Namun di sisi lain, Dokter Rohana yang juga sebagai
seorang perempuan menganggap bahwa tidak semua perempuan adalah
korban, ia mengajak Dokter Kartini untuk berpikiran tidak hanya dari sudut
pandang yang sempit melainkan sudut pandang yang lebih luas serta tidak
berpihak. Hal inilah yang membuat peneliti beranggapan bahwa tokoh
perempuan yang satu ini memiliki peran yang sangat penting dalam menjawab
setiap kasus dari tokoh-tokoh perempuan lainnya serta tokoh utama Dokter
Kartini. Simak kutipan dialog di bawah ini.
"Dokter Kartini perlu tahu bahwa ibu saya meninggal 5 tahun lalu
dan sampai detik ini, ayah saya tidak pernah berhenti meratapi foto
ibu saya. Dari situ saya belajar banyak sekali soal laki-laki. Kalau
begitu, apa iya laki-laki yang perlu dipersalahkan? Saya memang
tidak mengetahui latar belakang percintaan Dokter Kartini dan
itupun bukan urusan saya. Tapi apapun, saya bisa merasakan sakit
hati yang Dokter Kartini rasakan terhadap laki-laki di masa lalu.
Tidak semua perempuan adalah korban. Saya sama seperti Dokter,
tapi saya selalu menjaga jarak untuk bisa menerimanya tanpa
langsung menghakimi satu gender." Kata Dokter Rohana.
Ungkapan Dokter Rohana di atas memberikan sebuah gambaran bahwa
ia adalah seorang yang mampu bersikap lebih terbuka terhadap laki-laki di
sekitarnya. Hal ini juga terbukti ketika ada sosok laki-laki sebagai kekasih
dalam hidupnya. Sikapnya itu membuat dirinya lebih bijak dalam menghadapi
pesoalan gender. Bahkan ia mampu meyakinkan Dokter Kartini melalui
sepenggal cerita tentang ayahnya. Sehingga dapat kita katakan bahwa menutup
diri atau tidak memberikan kesempatan pada laki-laki tidak akan dapat

408

menyelesaikan

masalah-masalah

perempuan

mengenai

kesalahpahaman

gender, melainkan seharusnya perempuan mulai membuka diri terhadap
kehadiran sosok laki-laki agar mampu lebih mengenalnya.
Dokter Rohana menyadarkan Dokter Kartini untuk tidak selalu
berpihak pada satu gender saja, namun dari sudut pandang lainnya ia bisa
membuktikan bahwa pemikiran yang selama ini dianut para feminis dalam
menilai

kaum

laki-laki

adalah

kesalahan.

Seperti

apa

yang

telah

diungkapkannya bahwa tidak semua perempuan adalah korban dan tidak
sepenuhnya laki-laki juga harus dipersalahkan.
Akhir kisah yang digambarkan oleh sutradara dalam film 7 Hati 7 Cinta
7 Wanita, mencoba memberikan suatu pesan tersendiri melalui benang merah
yang dapat kita ambil. Tidak seperti yang diuraikan dari penelitian sebelumnya
mengenai film ini, tampaknya melalui pesan yang tidak tampak di dalamnya,
sutradara ingin memberikan suatu 'teguran' halus kepada para penganut
feminis. Bukan menentang budaya patriarki, namun sutradara justru mengajak
khalayak untuk mampu berpikir secara lebih luas, terbuka dan kritis
menanggapi persoalan ketimpangan gender yang ada. Tokoh utama Dokter
Kartini yang dianggap sebagai seorang feminis, di akhir cerita justru
memahami pentingnya peran laki-laki dalam kehidupan perempuan, begitu
pula sebaliknya.
5.

PENUTUP

Kesimpulan
Dengan

melihatnya

dari

sudut

pandang

teori

struktural-

fungsionalisme, peneliti mampu membuktikan bahwa tidak semua kasus yang
terjadi dalam film ini antara tokoh perempuan dan laki-laki di dalamnya
merupakan akibat adanya sistem patriarki, namun merupakan akibat dari
tidak berfungsinya anggota-anggota dalam sistem tersebut.

409

Persyaratan struktural-fungsionalisme dalam sistem keluarga dapat
dicapai jika sistem tersebut mampu menjalankan keempat fungsi sistem
tindakan

yaitu

fungsi

adaptation

(penyesuaian

diri), goal

attainment

(pencapaian tujuan), integration (hubungan antar anggota dan ketiga fungsi
lainnya) serta latency (pemeliharaaan pola). Keempat fungsi tersebut harus
dijalankan oleh seluruh anggota dalam sistem secara timbal balik dan terus
menerus. Jika salah satu fungsi tidak bisa dijalankan dengan baik maka akan
berpengaruh terhadap fungsi lainnya, sehingga dapat menyebabkan sistem
menjadi tidak seimbang atau tidak harmonis.
Kesimpulan akhir peneliti seperti dialog yang telah diucapkan oleh
tokoh Dokter Rohana sebagai berikut: "Tidak semua perempuan adalah korban.
Saya sama seperti Dokter, tapi saya selalu menjaga jarak untuk bisa
menerimanya tanpa langsung menghakimi satu gender.", ucap Dokter Rohana.
Saran
Melalui tulisan basil penelitian ini, ada berbagai saran yang setidaknya
akan peneliti tujukan kepada berbagai pihak. Bagi mahasiswa lainnya, dalam
melihat berbagai permasalahan sosial terutama dalam hal gender cobalah
untuk tidak berpihak pada satu gender saja. Hal tersebut dapat kita lihat tidak
hanya dari satu sudut pandang saja melainkan dari sudut pandang yang
lainnya. Hal ini akan membuat kita semakin kaya akan pengetahuan dan
mampu melihat permasalahan sosial secara netral/tidak berpihak.
Bagi pengamat dan peneliti film lainnya, jangan hanya menjadikan film
sebagai hiburan semata namun jadikan media tersebut untuk lebih memahami
makna sosial yang terkandung di dalamnya. Makna tersebut tidak hanya dapat
kita lihat dari manifest massages (pesan yang tampak) melainkan juga latent
massages (pesan yang tidak tampak). Kemampuan kita dalam mengamati dan
menganalisa latent massages dalam sebuah film, akan membangun pola pikir
kita secara lebih terbuka, luas dan kritis.

410

Bagi

para

pekerja

media

khususnya

film,

sebaiknya

lebih

memperhatikan isi pesan dalam pembuatan sebuah film, tidak hanya sekedar
mementingkan keinginan pasar. Pesan sosial harus dibangun dengan tujuan
untuk

meningkatkan

pola

pikir

dalam

masyarakat

sehingga

tidak

menyebabkan kesalahpahaman mengenai satu persoalan yang terjadi. Filmfilm dengan tema gender tampaknya menarik untuk kembali diangkat, hal ini
dapat ditekankan agar masyarakat tidak terus salah paham mengenai
perbedaan gender yang ada, melainkan mampu menyadari perbedaan tersebut
sebagai suatu pelengkapan untuk keberhasilan sistem sosial yang ada.
Bagaimanapun juga keinginan untuk menyamakan peran seperti apa yang
diungkapkan

para

feminis

hanya

akan

menghasilkan

polemik

dalam

masyarakat.
Bagi peneliti selanjutnya, untuk ke depannya, film 7 Hati 7 Cinta 7
Wanita juga dapat diteliti dari sudut pandang atau tema yang berbeda. Penulis
melihat hal ini memungkinkan untuk dilakukannya penelitian yang berbeda
dengan melihat pesan lain dalam film tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Baria, L. (2005). Media Meneropong Perempuan. Jakarta: Konsorsium Suara
Perempuan (KSP).
Bhasin, Kamla. (1996). Menggugat patriarki : Pengantar tentang persoalan
dominasi terhadap kaum perempuan. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.
Bungin, Burhan. (2001). Metodologi penelitian sosial Surabaya: Airlangga
University Press.
Bungin, Burhan. (2004). Metodologi Penelitian Kulitatif. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
England, Paula. (1993). Theory on Gender / Feminism on Theory, New York:
Aldine De Gruyter.
411

Irawanto, Budi. (1999). Film, ideologi dan militer; Hegemoni militer dalam
sinema Indonesia. Yogyakarta: Media Pressindo.
Ismanto, F.S. (2012). Analisis Framing Tentang Isu Gender dalam Film 7 Hati 7
Cinta 7 Wanita. Skripsi Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Komunikasi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
Megawangi, Ratna. (1999). Membiarkan Berbeda: Sudut Pandang Baru tentang
Relasi Gender. Bandung: Mizan. Get. I.
McQuail, Dennis. (1987). Mass communication theory (terjemahan oleh
Penerbit Erlangga). Jakarta: Erlangga.
Moleong, Lexy J. (2005). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosadakarya.
Lahade, J.R. (2004). Handout Teori-Teori Feminisme dan Teori-Teori Sosiologi
Gender. Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga.
Littlejohn, Stephen W. (1996). Theories of Human Communication - Fifth
Edition; Terjemahan edisi Indonesia 1 (Chapter 1-9), dan edisi Indonesia 2
(Chapter 10-16). Jakarta: Salemba Humanika.
Prajarto,

Nunung.

(2010).

Analisis

Isi;

Metode

Penelitian

Komunikasi.

Yogyakarta: Fisipol UGM.
Umar, Nasaruddin. (1999). Argumen Kesetaraan Jender: Perspektif Al-Qur'an.
Jakarta: Paramadina. Get. I

412