raker gab dpr 150506

RAPAT KERJA GABUNGAN KOMISI XI DPR RI, DEPKEU, BI, BAPPENAS DAN BPS TANGGAL 15 MEI 2006

PENJELASAN GUBERNUR BANK INDONESIA
PADA RAPAT KERJA GABUNGAN
KOMISI XI DPR RI,
RI, DEPKEU, BI, BAPPENAS DAN BPS
TANGGAL 15 MEI 2006
2006

Pendahuluan
Anggota Dewan yang terhormat,
1. Pertama-tama perkenankanlah kami menyampaikan terima kasih kepada Pimpinan dan
Anggota Komisi XI DPR yang telah mengundang kami dalam Rapat Kerja Gabungan
bersama Departemen Keuangan, Bappenas dan BPS pada hari ini. Rapat Kerja
Gabungan yang membahas Pokok-pokok Kebijakan Fiskal dan Kerangka Ekonomi
Makro 2007 ini menurut pandangan kami sangat penting tidak saja untuk
menyamakan persepsi atas perkembangan ekonomi yang tengah terjadi tetapi juga
membahas prospek perekonomian dan tantangan-tantangan ke depan yang dihadapi
perekonomian Indonesia. Demikian pula Rapat Kerja Gabungan ini menjadi suatu
bentuk koordinasi antara DPR, Pemerintah dan Bank Indonesia untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi Indonesia. Berkaitan dengan topik hari ini, perkenankan kami

untuk menyampaikan secara singkat perkembangan dan langkah-langkah kebijakan
penting Bank Indonesia dan isu-isu sentral yang berkembang akhir-akhir ini.

I. Perkembangan Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia
Anggota Dewan yang Budiman,
2. Sampai dengan bulan April 2006, perekonomian Indonesia menunjukkan
perkembangan yang semakin baik. Walaupun melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2006 diperkirakan tumbuh 4,6%,
sedikit lebih tinggi dari perkiraan di awal tahun sebesar 4,35% (yoy). Perkembangan
yang lebih positif ini terutama didukung oleh semakin terjaganya kestabilan ekonomi
makro, seperti dicerminkan pada menguatnya nilai tukar dan menurunnya tingkat
inflasi serta surplus neraca pembayaran. Ekspansi perekonomian yang melambat pada
triwulan I-2006 (dibandingkan triwulan sebelumnya) tersebut bersumber dari
rendahnya pertumbuhan permintaan domestik, sedangkan net ekspor masih cenderung
meningkat.
3. Dari sisi permintaan, melambatnya ekspansi permintaan domestik terutama terkait
dengan melemahnya konsumsi masyarakat disebabkan oleh semakin melemahnya daya
beli masyarakat dan belum membaiknya iklim investasi sejak akhir 2005. Permintaan
domestik yang melambat tersebut menyebabkan lebih rendahnya permintaan impor.
Namun, perlambatan konsumsi yang lebih dalam masih dapat dihindari karena peran

konsumsi pemerintah yang meningkat cukup tinggi terutama dalam bentuk
peningkatan gaji PNS dan penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT). Sementara itu,

1

RAPAT KERJA GABUNGAN KOMISI XI DPR RI, DEPKEU, BI, BAPPENAS DAN BPS TANGGAL 15 MEI 2006

investasi masih terbatas sehingga kondisi permintaan domestik tersebut berdampak
pada semakin terbatasnya peningkatan kapasitas perekonomian. Dari sisi produksi atau
penawaran, sektor ekonomi yang diperkirakan mengalami perlambatan
cukup
signifikan adalah sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, dan sektor
transportasi dan komunikasi.
4. Dari sisi eksternal, kinerja neraca pembayaran pada triwulan I-2006 secara keseluruhan
membaik tercermin pada lebih tingginya surplus baik dari neraca transaksi berjalan
maupun neraca modal dan finansial. Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan
devisa hingga April 2006 meningkat menjadi USD42,8 miliar atau setara 4,6 bulan
kebutuhan impor dan pembayaran ULN pemerintah. Namun demikian, peningkatan
surplus NPI tersebut tetap perlu dicermati mengingat surplus pada neraca transaksi
berjalan yang lebih disebabkan oleh melambatnya impor non migas, khususnya impor

bahan baku yang selama ini dibutuhkan untuk mendukung ekspor Indonesia, sehingga
dikhawatirkan dapat menurunkan kinerja ekspor pada periode selanjutnya. Selain itu,
struktur neraca modal dan finansial masih didominasi oleh aliran modal masuk jangka
pendek (portfolio investment) yang cenderung sensitif terhadap sentimen sehingga
berisiko tinggi untuk terjadinya pembalikan modal.
5. Kondisi Neraca Pembayaran yang surplus tersebut mendukung penguatan nilai tukar
Rupiah. Nilai tukar Rupiah hingga April 2006 menguat secara signifikan, mencapai ratarata sebesar Rp9.214 per dolar AS atau terapresiasi sebesar 6,28% dibandingkan akhir
2005. Apresiasi nilai tukar bersumber dari derasnya aliran modal masuk portfolio
internasional jangka pendek ke pasar finansial domestik dan menurunnya permintaan
valas sejalan dengan melambatnya kegiatan ekonomi domestik. Kondisi pasar valas
seperti ini tentu saja membawa implikasi kebijakan. Dalam jangka pendek, mengingat
besarnya dukungan aliran modal jangka pendek dalam menopang penguatan rupiah,
maka upaya mengelola persepsi investor di pasar finansial menjadi penting untuk
mencegah pembalikan modal secara tiba-tiba. Dalam jangka panjang, beberapa upaya
perlu ditempuh agar kinerja neraca pembayaran didukung oleh perbaikan faktor
fundamental yaitu ekspor yang semakin kompetitif dan iklim investasi yang lebih
atraktif bagi masuknya FDI.
6. Sementara itu, perkembangan inflasi IHK s.d. akhir April 2006 mencapai 15,1% (yoy)
lebih rendah dari proyeksi semula dan secara kumulatif (Januari-April) mencatat 2,3%
(ytd). Penurunan tekanan harga ini terutama karena penurunan harga pada kelompok

bahan makanan seiring dengan berlangsungnya musim panen dan terjaganya pasokan
di samping adanya penundaan kenaikan TDL. Sementara itu, inflasi inti juga cenderung
menurun meskipun lebih lambat dari penurunan inflasi IHK, mencapai 9,43% (yoy).
Kecenderungan melambatnya inflasi inti tersebut didorong oleh menguatnya nilai tukar
rupiah terhadap dolar AS dan membaiknya ekspektasi inflasi masyarakat. Sementara
itu, tekanan inflasi dari kesenjangan output masih belum signifikan karena ekspansi
perekonomian domestik yang melambat.
7. Dari sisi perbankan, kinerja perbankan nasional pada akhir triwulan I-2006 secara umum
kembali membaik setelah mengalami penurunan pada awal tahun. Hampir seluruh
indikator utama perkembangan perbankan menunjukkan peningkatan. Jumlah kredit
bulan Maret 2006 meningkat signifikan sebesar Rp 7 triliun sehingga mencapai Rp722,7
triliun, sementara total aset dan DPK relatif stabil. Dari segi pendapatan, jumlah
pendapatan bunga bersih (NII) industri perbankan meningkat cukup signifikan menjadi
Rp 6,8 triliun pada bulan Maret 2006, meskipun ROA hanya naik tipis menjadi 2,6% dari
sebelumnya mencapai 2,5%. Dari segi risiko, secara umum perbankan masih dapat

2

RAPAT KERJA GABUNGAN KOMISI XI DPR RI, DEPKEU, BI, BAPPENAS DAN BPS TANGGAL 15 MEI 2006


mengelola risiko usaha yang dihadapinya dengan baik. Meskipun demikian, beberapa
risiko perlu dicermati seperti meningkatnya kredit bermasalah yang tercermin dalam
meningkatnya non-performing loans (NPLs) baik gross maupun net, masing-masing dari
8,3% dan 4,8% per akhir Desember 2005 menjadi 9,4% dan 5,6% pada akhir Maret
2006. Ke depan, penyaluran kredit perbankan diperkirakan akan terus membaik seiring
dengan membaiknya kondisi makroekonomi.

II. Prospek Perekonomian Ke Depan
Anggota Dewan Yang Terhormat,
8. Ke depan, Bank Indonesia memandang bahwa optimisme pada perekonomian nasional
diperkirakan semakin kuat. Kondisi ekonomi global diperkirakan akan memberikan
pengaruh positif bagi perkembangan kinerja neraca pembayaran. Kemampuan stimulus
fiskal yang lebih besar dan intensifnya upaya pemerintah memperbaiki iklim investasi
diharapkan akan semakin mendorong kegiatan investasi. Peningkatan kegiatan
ekonomi ini diperkirakan akan disertai dengan kestabilan ekonomi makro yang semakin
terjaga.
9. Dengan mempertimbangkan semua perkembangan dan sejumlah faktor risiko tersebut
pada Rapat Dewan Gubernur
tanggal 9 Mei 2006 yang lalu, Bank Indonesia
memutuskan untuk menurunkan BI Rate menjadi 12,50%, turun 25 bps dibandingkan

tingkat sebelumnya. Penurunan tersebut didasarkan pada asesmen bahwa kondisi
stabilitas makroekonomi semakin mantap sehingga inflasi jangka menengah panjang
diperkirakan akan sesuai target. Namun demikian, Bank Indonesia akan senantiasa
mencermati berbagai faktor risiko baik internal maupun eksternal sebagai langkah
antisipasi terhadap kelangsungan stabilitas makroekonomi. Dari sisi internal, faktor
risiko antara lain kemungkinan terganggunya distribusi barang terkait dengan kondisi
infrastruktur di beberapa daerah. Dari sisi eksternal, perkembangan harga minyak
dunia serta arah kebijakan moneter global yang cenderung ketat perlu terus dicermati.
Anggota Dewan yang Terhormat,
Demikian pandangan kami mengenai perkembangan ekonomi terkini serta
prospeknya ke depan. Kami berkeyakinan bahwa dengan kerjasama yang erat diantara
Pemerintah, Bank Indonesia, dan DPR, kita akan dapat mencapai sasaran pembangunan
ekonomi yang kita cita-citakan guna mewujudkan masyakat yang adil dan sejahtera. Atas
perhatian anggota dewan yang terhormat, kami ucapkan terima kasih.

Jakarta, 15 Mei 2006

3