J.D.I.H. - Dewan Perwakilan Rakyat
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 5 TAHUN 1 9 9 2
TENTANG
PENERBANGAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa t ransport asi mempunyai peranan pent ing dan st rat egis unt uk
memant apkan perwuj udan wawasan nusant ara, memperkukuh
ket ahanan nasional, dan mempererat hubungan ant ar bangsa dalam
usaha mencapai t uj uan nasional berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa penerbangan sebagai salah sat u moda t ransport asi t idak
dapat dipisahkan dari moda-moda t ransport asi lain yang dit at a
dalam sist em t ransport asi nasional, yang dinamis dan mampu
mengadapt asi kemaj uan dimasa depan, mempunyai karakt erist ik
mampu mencapai t uj uan dalam wakt u cepat , bert eknologi t inggi
dan memerlukan t ingkat keselamat an t inggi, perlu lebih
dikembangkan pot ensinya dan dit ingkat kan peranannya sebagai
penghubung wilayah baik nasional maupun int ernasional, sebagai
penunj ang, pendorong, dan penggerak pembangunan nasional demi
peningkat an kesej aht eraan rakyat ;
c. bahwa perat uran perundang-undangan yang mengat ur penerbangan
yang ada pada saat ini t idak sesuai lagi dengan kebut uhan dan
perkembangan zaman, ilmu penget ahuan dan t eknologi;
d. bahwa unt uk meningkat kan pembinaan dan penyelenggaraan
penerbangan sesuai dengan perkembangan kehidupan rakyat dan
bangsa Indonesia sert a agar lebih berhasil guna dan berdayaguna
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
2
-
dipandang perlu menet apkan ket ent uan mengenai penerbangan
dalam Undang-undang;
Mengingat
: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar
1945;
Dengan perset uj uan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menet apkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENERBANGAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1.
Penerbangan adalah segala sesuat u yang berkait an dengan
penggunaan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara,
angkut an udara, keamanan dan keselamat an penerbangan, sert a
kegiat an dan f asilit as penunj ang lain yang t erkait ;
2.
Wilayah udara adalah ruang udara di at as wilayah darat an dan
perairan Republik Indonesia;
3.
Pesawat udara adalah set iap alat yang dapat t erbang di at mosf er
karena daya angkat dari reaksi udara;
4.
Pesawat udara Indonesia adalah pesawat udara yang didaf t arkan
dan mempunyai t anda pendaf t aran Indonesia;
5.
Pesawat t erbang adalah pesawat udara yang lebih berat dari
udara, bersayap t et ap, dan dapat t erbang dengan t enaganya
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
3
-
sendiri;
6.
Helikopt er adalah pesawat udara yang lebih berat dari udara,
dapat t erbang dengan sayap berput ar, dan bergerak dengan
t enaganya sendiri;
7.
Pesawat udara negara adalah pesawat udara yang dipergunakan
oleh Angkat an Bersenj at a Republik Indonesia dan pesawat udara
inst ansi Pemerint ah t ert ent u yang diberi f ungsi dan kewenangan
unt uk
menegakkan
hukum
sesuai
dengan
perat uran
perundang-undangan yang berlaku;
8.
Pesawat udara sipil adalah pesawat udara selain pesawat udara
negara;
9.
Pesawat udara sipil asing adalah pesawat udara yang didaf t arkan
dan/ at au mempunyai t anda pendaf t aran negara bukan Indonesia;
10.
Pesawat udara Angkat an Bersenj at a Republik Indonesia adalah
pesawat udara negara yang dipergunakan dalam dinas Angkat an
Bersenj at a Republik Indonesia;
11.
Bandar udara adalah lapangan t erbang yang dipergunakan unt uk
mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik t urun
penumpang, dan/ at au bongkar muat kargo dan/ at au pos, sert a
dilengkapi dengan f asilit as keselamat an penerbangan dan sebagai
t empat perpindahan ant ar moda t ransport asi;
12.
Pangkalan udara adalah kawasan di darat an dan/ at au di perairan
dalam wilayah Republik Indonesia yang dipergunakan unt uk
kegiat an penerbangan Angkat an Bersenj at a Republik Indonesia;
13.
Angkut an udara adalah set iap kegiat an dengan menggunakan
pesawat udara unt uk mengangkut penumpang, kargo, dan pos
unt uk sat u perj alanan at au lebih dari sat u bandar udara ke
bandar udara yang lain at au beberapa bandar udara;
14.
Angkut an
udara niaga adalah angkut an udara unt uk umum
dengan memungut pembayaran;
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
15.
4
-
Kelaikan udara adalah t erpenuhinya persyarat an minimum
kondisi pesawat udara dan/ at au komponen-komponennya unt uk
menj amin keselamat an penerbangan dan mencegah t erj adinya
pencemaran lingkungan.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Penerbangan diselenggarakan berdasarkan asas manf aat , usaha
bersama dan kekeluargaan, adil dan merat a, keseimbangan,
kepent ingan umum, ket erpaduan, kesadaran hukum, dan percaya pada
diri sendiri.
Pasal 3
Tuj uan penerbangan adalah unt uk mewuj udkan penyelenggaraan
penerbangan yang selamat , aman, cepat , lancar, t ert ib dan t erat ur,
nyaman dan berdayaguna, dengan biaya yang t erj angkau oleh daya
beli masyarakat , dengan mengut amakan dan melindungi penerbangan
nasional, menunj ang pemerat aan, pert umbuhan dan st abilit as, sebagai
pendorong, penggerak, dan penunj ang pembangunan nasional sert a
mempererat hubungan ant ar bangsa.
BAB III
KEDAULATAN ATAS WILAYAH UDARA
Pasal 4
Negara Republik Indonesia berdaulat penuh dan ut uh at as wilayah
udara Republik Indonesia.
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
5
-
Pasal 5
Dalam rangka penyelenggaraan kedaulat an negara at as wilayah udara
Republik Indonesia, Pemerint ah melaksanakan wewenang dan
t anggung j awab pengat uran ruang udara unt uk kepent ingan
pert ahanan dan keamanan negara, penerbangan, dan ekonomi
nasional.
Pasal 6
(1)
Unt uk kepent ingan pert ahanan dan keamanan negara sert a
keselamat an penerbangan, Pemerint ah menet apkan kawasan
udara t erlarang.
(2)
Pesawat udara Indonesia at au pesawat udara asing dilarang
t erbang melalui kawasan udara t erlarang, dan t erhadap pesawat
udara yang melanggar larangan dimaksud dapat dipaksa unt uk
mendarat di pangkalan udara at au bandar udara di dalam wilayah
Republik Indonesia.
(3)
Ket ent uan mengenai penet apan kawasan udara t erlarang dan
t indakan pemaksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) diat ur lebih lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
BAB IV
PEMBINAAN
Pasal 7
(1)
Penerbangan dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan
oleh Pemerint ah.
(2)
Penyelenggaraan
penerbangan
dilaksanakan
ket ent uan dalam Undang-undang ini.
berdasarkan
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
6
-
(3)
Pembinaan
penerbangan
diarahkan
unt uk
meningkat kan
penyelenggaraan
penerbangan
dalam
keseluruhan
moda
t ransport asi secara t erpadu, t erwuj udnya sarana dan prasarana
penerbangan yang andal, sumber daya manusia yang prof esional
sert a didukung indust ri pesawat t erbang nasional yang t angguh,
dengan memperhat ikan seluruh aspek kehidupan masyarakat
unt uk mewuj udkan t uj uan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
(4)
Pembinaan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3),
diat ur lebih lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
Pasal 8
Prasarana dan sarana penerbangan yang dioperasikan waj ib
mempunyai keandalan dan memenuhi persyarat an keamanan dan
keselamat an penerbangan.
BAB V
PENDAFTARAN DAN KEBANGSAAN PESAWAT UDARA
SERTA PENGGUNAANNYA SEBAGAI JAMINAN
Pasal 9
(1)
Pesawat udara yang dioperasikan di Indonesia waj ib mempunyai
t anda pendaf t aran.
(2)
Pesawat udara sipil yang dapat memperoleh t anda pendaf t aran
Indonesia adalah pesawat udara yang t idak didaf t arkan di negara
lain dan memenuhi salah sat u ket ent uan sebagai berikut :
a. dimiliki oleh warga negara Indonesia at au dimiliki oleh badan
hukum Indonesia;
b. dimiliki oleh warga negara asing at au badan hukum asing dan
dioperasikan oleh warga negara Indonesia at au badan hukum
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
7
-
Indonesia unt uk j angka wakt u pemakaiannya minimal dua
t ahun secara t erus menerus berdasarkan suat u perj anj ian
sewa beli, sewa guna usaha at au bent uk perj anj ian lainnya;
c. dimiliki oleh inst ansi Pemerint ah;
d. dimiliki oleh lembaga t ert ent u yang diizinkan Pemerint ah.
(3)
Ket ent uan
mengenai
pendaf t aran
pesawat
udara
sipil
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan pendaf t aran pesawat
udara Angkat an Bersenj at a Republik Indonesia diat ur lebih lanj ut
dengan Perat uran Pemerint ah.
Pasal 10
(1)
Selain t anda pendaf t aran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1), pesawat t erbang dan helikopt er yang dioperasikan di
Indonesia waj ib mempunyai t anda kebangsaan.
(2)
Tanda kebangsaan Indonesia hanya diberikan kepada pesawat
t erbang dan helikopt er yang t elah mempunyai t anda pendaf t aran
Indonesia.
(3)
Persyarat an dan t at a cara unt uk memperoleh dan mencabut
t anda kebangsaan Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) dan j enis-j enis pesawat t erbang dan helikopt er t ert ent u yang
dapat dibebaskan dari kewaj iban memiliki t anda kebangsaan,
diat ur lebih lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
Pasal 11
(1)
Dilarang memberi at au mengubah t anda-t anda pada pesawat
udara sipil sedemikian rupa sehingga menyerupai pesawat udara
negara.
(2)
Ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya berlaku
t erhadap pesawat t erbang dan helikopt er.
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
8
-
Pasal 12
(1)
Pesawat t erbang dan helikopt er yang t elah mempunyai t anda
pendaf t aran dan kebangsaan Indonesia dapat dibebani hipot ek.
(2)
Pembebanan hipot ek pada pesawat t erbang dan helikopt er
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus didaf t arkan.
(3)
Ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diat ur lebih
lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
BAB VI
PENGGUNAAN PESAWAT UDARA
Pasal 13
(1)
Pesawat udara yang dapat digunakan di
Indonesia hanya pesawat udara Indonesia.
wilayah Republik
(2)
Penggunaan pesawat udara sipil asing dari dan ke at au melalui
wilayah Republik Indonesia, hanya dapat dilakukan berdasarkan
perj anj ian bilat eral at au perj anj ian mult ilat eral at au izin khusus
Pemerint ah.
(3)
Penggunaan pesawat udara negara asing dari dan ke at au melalui
wilayah Republik Indonesia, hanya dapat dilakukan berdasarkan
izin khusus Pemerint ah.
(4)
Izin khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3)
diat ur lebih lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
9
-
Pasal 14
Jenis dan penggunaan pesawat udara sipil dan pesawat udara negara
diat ur lebih lanj ut dengan Perat uran Pemernit ah.
Pasal 15
(1)
Set iap pesawat udara sipil Indonesia at au asing yang t iba di at au
berangkat dari Indonesia, hanya dapat mendarat di at au t inggal
landas dari bandar udara yang dit et apkan unt uk it u.
(2)
Ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) t idak berlaku
dalam keadaan darurat .
(3)
Ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
diat ur lebih lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
Pasal 16
Dilarang menerbangkan pesawat udara yang dapat membahayakan
keselamat an pesawat udara, penumpang dan barang, dan/ at au
penduduk at au mengganggu keamanan dan ket ert iban umum at au
merugikan hart a benda milik orang lain.
Pasal 17
(1)
Dilarang melakukan perekaman dari udara dengan menggunakan
pesawat udara kecuali at as izin Pemerint ah.
(2)
Persyarat an dan t at a cara unt uk memperoleh izin sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diat ur lebih lanj ut dengan Perat uran
Pemerint ah.
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
10
-
BAB VII
KEAMANAN DAN KESELAMATAN PENERBANGAN
Pasal 18
(1)
Set iap personil penerbangan waj ib memiliki sert if ikat kecakapan.
(2)
Sert if ikat kecakapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diperoleh melalui pendidikan dan pelat ihan.
(3)
Persyarat an dan t at a cara unt uk memperoleh sert if ikat
kecakapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
diat ur lebih lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
Pasal 19
(1)
Set iap pesawat udara yang dipergunakan unt uk t erbang waj ib
memiliki sert if ikat kelaikan udara.
(2)
Unt uk memperoleh sert if ikat kelaikan udara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan pemeriksaan dan penguj ian.
(3)
Persyarat an dan t at a cara unt uk memperoleh sert if ikat kelaikan
udara sert a ket ent uan mengenai pemeriksaan dan penguj ian
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diat ur lebih
lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
Pasal 20
Set iap f asilit as dan/ at au peralat an penunj ang penerbangan waj ib
memenuhi persyarat an keamanan dan keselamat an penerbangan.
Pasal 21
(1)
Persyarat an keselamat an penerbangan dalam kegiat an rancang
bangun, pembuat an, perakit an, perawat an, dan penyimpanan
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
11
-
pesawat udara t ermasuk komponen-komponen,
cadangnya dit et apkan oleh Pemerint ah.
(2)
dan
suku
Ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya berlaku
t erhadap pesawat t erbang dan helikopt er.
Pasal 22
(1)
Dalam rangka keselamat an penerbangan, pesawat udara yang
t erbang di wilayah Republik Indonesia diberikan pelayanan
navigasi penerbangan.
(2)
Pemberian pelayanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dikenakan biaya.
(3)
Persyarat an dan t at a cara pemberian pelayanan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diat ur lebih lanj ut dengan
Perat uran Pemerint ah.
Pasal 23
(1)
Selama t erbang, kapt en penerbang pesawat udara yang
bersangkut an mempunyai wewenang mengambil t indakan unt uk
keamanan dan keselamat an penerbangan.
(2)
Jenis dan bent uk t indakan yang dapat diambil unt uk keamanan
dan keselamat an penerbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diat ur lebih lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
Pasal 24
Pencegahan dan penanggulangan t indakan yang dapat menimbulkan
gangguan
t erhadap
keamanan
penerbangan
t ermasuk
yang
membahayakan pert ahanan dan keamanan negara diat ur dengan
Perat uran Pemerint ah.
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
12
-
BAB VIII
BANDAR UDARA
Pasal 25
(1)
Pemerint ah menet apkan bagian wilayah darat dan/ at au perairan
Republik Indonesia unt uk dipergunakan sebagai bandar udara.
(2)
Penent uan lokasi, pembuat an rancang bangun, perencanaan, dan
pembangunan bandar udara t ermasuk kawasan di sekelilingnya
waj ib memperhat ikan ket ent uan keamanan penerbangan,
keselamat an penerbangan, dan kelest arian lingkungan kawasan
bandar udara.
(3)
Ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
diat ur lebih lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
Pasal 26
(1)
Penyelenggaraan bandar udara unt uk umum dan pelayanan
navigasi
penerbangan
dilakukan
oleh
Pemerint ah
dan
pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada badan usaha milik
negara yang didirikan unt uk maksud t ersebut berdasarkan
perat uran perundang-undangan yang berlaku.
(2)
Badan
hukum
Indonesia
dapat
diikut sert akan
dalam
penyelenggaraan bandar udara unt uk umum sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) at as dasar kerj a sama dengan badan
usaha milik negara yang melaksanakan penyelenggaraan bandar
udara unt uk umum.
(3)
Pengadaan, pengoperasian, dan perawat an f asilit as penunj ang
bandar udara unt uk umum dapat dilakukan oleh Pemerint ah at au
badan hukum Indonesia at au warga negara Indonesia.
(4)
Ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
13
-
ayat (3) diat ur lebih lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
Pasal 27
(1)
Dalam
rangka
menunj ang
kegiat an
diselenggarakan bandar udara khusus.
t ert ent u
dapat
(2)
Pembangunan dan/ at au pengoperasian bandar udara khusus
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan berdasarkan izin
Pemerint ah.
(3)
Ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2),
perawat an dan pengoperasian sert a pelayanan navigasi
penerbangan di bandar udara khusus diat ur lebih lanj ut dengan
Perat uran Pemerint ah.
Pasal 28
Dilarang berada di bandar udara, mendirikan bangunan at au
melakukan kegiat an-kegiat an lain di dalam maupun di sekit ar bandar
udara yang dapat membahayakan keamanan dan keselamat an
penerbangan.
Pasal 29
Ket ent uan mengenai st at us, kelas, dan penggunaan bandar udara
unt uk keperluan penerbangan int ernasional dan/ at au domest ik diat ur
dengan Perat uran Pemerint ah.
Pasal 30
(1)
Penyelenggara bander udara bert anggung j awab t erhadap
keamanan dan keselamat an penerbangan sert a kelancaran
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
14
-
pelayanannya.
(2)
Tanggung j awab t erhadap keamanan dan keselamat an
penerbangan sebagaimana dimaksud dalam ayal (1) yang waj ib
diasuransikan diat ur lebih lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
Pasal 31
St rukt ur dan golongan t arif penggunaan f asilit as dan j asa yang
diberikan di bandar udara dit et apkan oleh Pemerint ah.
BAB IX
PENCARIAN DAN PERTOLONGAN KECELAKAAN
SERTA PENELITIAN SEBAB-SEBAB KECELAKAAN
PESAWAT UDARA
Pasal 32
Pemerint ah waj ib melakukan pencarian dan pert olongan t erhadap
set iap pesawat udara yang mengalami kecelakaan di wilayah Republik
Indonesia.
Pasal 33
(1)
Set iap orang at au badan hukum yang mengoperasikan pesawat
udara waj ib membant u usaha pencarian dan pert olongan
t erhadap kecelakaan pesawat udara.
(2)
Pengat uran mengenai pencarian dan pert olongan t erhadap
pesawat udara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diat ur lebih
lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
15
-
Pasal 34
(1)
Pemerint ah melakukan penelit ian mengenai penyebab set iap
kecelakaan pesawat udara yang t erj adi di wilayah Republik
Indonesia.
(2)
Set iap orang dilarang merusak at au menghilangkan bukt i-bukt i,
mengubah let ak pesawat udara, mengambil bagian pesawat
udara at au barang lainnya yang t ersisa akibat dari kecelakaan
pesawat udara sebelum dilakukan penelit ian t erhadap penyebab
kecelakaan t ersebut .
(3)
Ket ent uan mengenai penelit ian sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diat ur lebih lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
Pasal 35
Dalam hal pesawat udara asing mengalami kecelakaan di wilayah
Republik Indonesia, wakil pemerint ah t empat pesawat udara
didaf t arkan, wakil perusahaan angkut an udara yang bersangkut an, dan
wakil pabrik pesawat udara yang bersangkut an dapat disert akan
sebagai peninj au dalam penelit ian.
BAB X
ANGKUTAN UDARA
Pasal 36
(1)
Kegiat an angkut an udara niaga yang melayani angkut an di dalam
negeri at au ke luar negeri hanya dapat diusahakan oleh badan
hukum Indonesia yang t elah mendapat izin.
(2)
Kegiat an angkut an udara bukan niaga dapat dilakukan oleh
Pemerint ah at au badan hukum Indonesia, lembaga t ert ent u at au
perorangan warga negara Indonesia yang t elah mendapat izin.
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
(3)
16
-
Persyarat an dan t at a cara unt uk memperoleh izin sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diat ur lebih lanj ut dengan
Perat uran Pemerint ah.
Pasal 37
(1)
Usaha angkut an udara niaga dilakukan secara berj adwal dan
t idak berj adwal.
(2)
Ket ent uan mengenai penet apan j aringan dan rut e penerbangan
dalam negeri unt uk angkut an udara niaga berj adwal sebagaimana
dimaksud
dalam
ayat
(1)
dengan
mempert imbangkan
ket erpaduan ant ar moda angkut an diat ur lebih lanj ut dengan
Perat uran Pemerint ah.
(3)
Penet apan j aringan dan rut e penerbangan int ernat ional diat ur
oleh Pemerint ah berdasarkan perj anj ian ant ar negara.
Pasal 38
(1)
Pemerint ah menyelenggarakan angkut an udara perint is unt uk
melayani j aringan dan rut e penerbangan yang menghubungkan
daerah-daerah t erpencil dan pedalaman at au yang sukar
t erhubungi oleh moda t ransport asi lain.
(2)
Penyelenggaraan angkut an udara perint is sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diat ur lebih lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
Pasal 39
Perusahaan angkut an udara asing dilarang melakukan angkut an udara
niaga di dalam negeri.
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
17
-
Pasal 40
St rukt ur dan golongan t arif angkut an udara niaga, dit et apkan oleh
Pemerint ah.
Pasal 41
(1)
Perusahaan angkut an udara niaga, waj ib mengangkut orang
dan/ at au barang, set elah disepakat i perj anj ian pengangkut an.
(2)
Tiket penumpang at au t iket bagasi merupakan t anda bukt i t elah
disepakat i perj anj ian pengangkut an dan pembayaran biaya
angkut an.
(3)
Ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diat ur lebih
lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
Pasal 42
(1)
Penyandang cacat dan orang sakit berhak memperoleh pelayanan
berupa perlakuan khusus dalam angkut an udara niaga.
(2)
Ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diat ur lebih
lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
Pasal 43
(1)
Perusahaan angkut an udara yang melakukan kegiat an angkut an
udara niaga bert anggungj awab at as :
a. kemat ian at au lukanya penumpang yang diangkut ;
b. musnah, hilang at au rusaknya barang yang diangkut ;
c. ket erlambat an angkut an penumpang dan/ at au barang yang
diangkut apabila t erbukt i hal t ersebut merupakan kesalahan
pengangkut .
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
(2)
18
-
Bat as j umlah gant i rugi t erhadap t anggung j awab pengangkut
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diat ur lebih lanj ut dengan
Perat uran Pemerint ah.
Pasal 44
(1)
Set iap orang at au badan hukum yang mengoperasikan pesawat
udara bert anggungj awab t erhadap kerugian yang diderit a oleh
pihak ket iga yang diakibat kan ol eh pengoperasian pesawat udara
at au kecelakaan pesawat udara at au j at uhnya benda-benda lain
dari pesawat udara yang dioperasikan.
(2)
Persyarat an dan t at a cara unt uk memperoleh gant i rugi dan bat as
j umlah gant i rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diat ur
lebih lanj ut dengan Perat uran Pemernit ah.
Pasal 45
Pengangkut an udara yang dilakukan bert urut -t urut oleh beberapa
perusahaan angkut an udara, dianggap sebagai sat u pengangkut an
udara, apabila oleh pihak-pihak yang bersangkut an diperj anj ikan
sebagai sat u perj anj ian pengangkut an udara.
Pasal 46
Dalam pengangkut an campuran yang sebagian dilaksanakan melalui
angkut an udara dan sebagian melalui moda angkut an lainnya,
ket ent uan dalam Undang-undang ini hanya berlaku unt uk t anggung
j awab dalam rangka pengangkut an udara.
Pasal 47
Set iap orang at au badan hukum yang mengoperasikan pesawat udara
waj ib mengasuransikan t anggungj awabnya sebagaimana dimaksud
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
19
-
dalam Pasal 43 dan Pasal 44 ayat (1).
Pasal 48
Set iap orang at au badan hukum yang mengoperasikan pesawat udara
waj ib mengasuransikan awak pesawat udara yang dipekerj akannya.
Pasal 49
(1)
Dalam keadaan t ert ent u pesawat udara Angkat an Bersenj at a
Republik Indonesia dapat dipergunakan unt uk keperluan angkut an
udara sipil dan sebaliknya.
(2)
Ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diat ur lebih
lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
BAB XI
DAMPAK LINGKUNGAN
Pasal 50
(1)
Unt uk mencegah t erganggunya kelest arian lingkungan hidup,
set iap pesawat udara waj ib memenuhi persyarat an ambang bat as
t ingkat kebisingan.
(2)
Set iap orang at au badan hukum yang mengoperasikan pesawat
udara waj ib mencegah t erganggunya kelest arian lingkungan
hidup sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3)
Ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
diat ur lebih lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
20
-
Pasal 51
St andar mengenai t ingkat kebisingan pesawat udara di bandar udara
dan sekit arnya diat ur lebih lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
BAB XII
PENYIDIKAN
Pasal 52
(1)
Selain pej abat Polisi Negara Republik Indonesia, pej abat Pegawai
Negeri Sipil t ert ent u di lingkungan depart emen yang lingkup
t ugas dan t anggung j awabnya di bidang penerbangan, dapat
diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 t ent ang Hukum Acara
Pidana, unt uk melakukan penyidikan t indak pidana di bidang
penerbangan, kecuali t indak pidana yang diancam hukuman
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54.
(2)
Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat
unt uk:
(1) berwenang
a. melakukan, pemeriksaan at as kebenaran laporan, pengaduan
at au ket erangan t ent ang adanya t indak pidana;
b. memanggil dan memeriksa saksi dan/ at au t ersangka;
c. melakukan penggeledahan, penyegelan dan/ at au penyit aan
alat -alat yang digunakan unt uk melakukan t indak pidana;
d. melakukan pemeriksaan t empat yang diduga digunakan unt uk
melakukan t indak pidana;
e. memint a ket erangan kepada saksi-saksi dan mengumpulkan
barang bukt i dari orang dan/ at au badan hukum sehubungan
dengan t indak pidana;
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
21
-
f . membuat dan menandat angani berit a acara pemeriksaan;
g. menghent ikan penyidikan apabila t idak t erdapat cukup bukt i
t ent ang adanya t indak pidana.
(3)
Pelaksanaan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dan
ayat
(2),
dilakukan
sesuai
dengan
perat uran
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 53
Penyidikan t erhadap pelanggaran wilayah udara t ermasuk kawasan
udara t erlarang yang mengakibat kan t indakan pemaksaan mendarat
oleh pesawat udara Angkat an Bersenj at a Republik Indonesia/ Tent ara
Nasional Indonesia Angkat an Udara, dan penyelesaian hukumnya
dilakukan sesuai dengan ket ent uan Undang-undang Nomor 8 Tahun
1981 t ent ang Hukum Acara Pidana.
BAB XIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 54
Barangsiapa mengoperasikan pesawat udara melalui kawasan udara
t erlarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), dipidana
dengan pidana penj ara paling lama 6 (enam) t ahun dan denda
set inggi-t ingginya Rp. 72. 000. 000, - (t uj uh puluh dua j ut a rupiah).
Pasal 55
Barangsiapa mengoperasikan pesawat udara yang
t anda pendaf t aran sebagaimana dimaksud dalam
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1
denda set inggi-t ingginya Rp. 36. 000. 000, - (t iga
rupiah).
t idak
Pasal
(sat u)
puluh
mempunyai
9 ayat (1),
t ahun at au
enam j ut a
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
22
-
Pasal 56
Barangsiapa mengoperasikan pesawat t erbang dan helikopt er yang
t idak mempunyai t anda kebangsaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (1), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1
(sat u) t ahun at au denda set inggi-t ingginya Rp. 36. 000. 000, - (t iga puluh
enam j ut a rupiah).
Pasal 57
Barangsiapa memberi at au mengubah t anda-t anda pada pesawat udara
sipil sedemikian rupa sehingga menyerupai pesawat udara negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan at au denda
set inggi-t ingginya Rp. 18. 000. 000, - (delapan belas j ut a rupiah).
Pasal 58
Barangsiapa mengoperasikan pesawat udara asing
dari, ke at au
melalui wilayah Republik Indonesia dengan melanggar ket ent uan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2), dipidana dengan
pidana penj ara paling lama 5 (lima) t ahun dan denda
set inggi-t ingginya Rp. 60. 000. 000, - (enam puluh j ut a rupiah).
Pasal 59
Barangsiapa melakukan pendarat an at au t inggal landas dengan
menggunakan pesawat udara t idak di at au dari bandar udara yang
dit et apkan unt uk it u sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1),
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (sat u) t ahun at au
denda set inggi-t ingginya Rp. 36. 000. 000, - (t iga puluh enam j ut a
rupiah).
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
23
-
Pasal 60
Barangsiapa menerbangkan pesawat udara yang dapat membahayakan
keselamat an pesawat udara, penumpang dan barang, dan/ at au
penduduk, at au mengganggu keamanan dan ket ert iban umum at au
merugikan hart a benda milik orang lain sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16, dipidana dengan pidana penj ara paling lama 5 (lima) t ahun
dan denda set inggi-t ingginya Rp. 60. 000. 000, - (enam puluh j ut a
rupiah).
Pasal 61
Barangsiapa t anpa izin Pemerint ah melakukan perekaman dari udara
dengan menggunakan pesawat udara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (1), dipidana dengan pidana penj ara paling lama 5 (lima
) t ahun dan denda set inggi-t ingginya Rp. 60. 000. 000, - (enam puluh
j ut a rupiah).
Pasal 62
Barangsiapa melanggar ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
18 ayat (1), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (sat u)
t ahun at au denda set inggi-t ingginya Rp. 36. 000. 000, - (t iga puluh enam
j ut a rupiah).
Pasal 63
Barangsiapa mengoperasikan pesawat udara yang t idak memiliki
sert if ikat kelaikan udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat
(1), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (sat u) t ahun at au
denda set inggi-t ingginya Rp. 36. 000. 000, - (t iga puluh enam j ut a
rupiah).
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
24
-
Pasal 64
Barangsiapa mengoperasikan f asilit as dan/ at au peralat an penunj ang
penerbangan yang t idak memenuhi persyarat an keamanan dan
keselamat an penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20,
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan at au
denda set inggi-t ingginya Rp. 18. 000. 000, - (delapan belas j ut a rupiah).
Pasal 65
Barangsiapa membangun dan/ at au mengoperasikan bandar udara
khusus t anpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2),
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (sat u) t ahun at au
denda set inggi-t ingginya Rp. 100. 000. 000, - (serat us j ut a rupiah).
Pasal 66
Barangsiapa t anpa hak berada di t empat -t empat t ert ent u di bandar
udara, mendirikan bangunan at au melakukan kegiat an lain di dalam
at au di sekit ar bandar udara yang dapat membahayakan keamanan
dan keselamat an penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28,
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan at au
denda set inggi-t ingginya Rp. 18. 000. 000, - (delapan belas j ut a rupiah).
Pasal 67
Barangsiapa t idak membant u usaha pencarian dan pert olongan
t erhadap pesawat udara yang mengalami kecelakaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) walaupun t elah diberit ahukan secara
pat ut oleh pej abat yang berwenang, dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 1 (sat u) t ahun at au denda set inggi-t ingginya Rp.
36. 000. 000, - (t iga puluh enam j ut a rupiah).
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
25
-
Pasal 68
(1)
Barangsiapa t anpa hak merusak at au menghilangkan bukt i-bukt i
at au mengubah let ak pesawat udara, at au mengambil bagian
pesawat udara at au barang lainnya yang t ersisa akibat dari
kecelakaan pesawat udara, sebelum dilakukan penelit ian
t erhadap penyebab kecelakaan t ersebut sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 6 (enam) bulan at au denda set inggi-t ingginya Rp.
18. 000. 000, - (delapan belas j ut a rupiah).
(2)
Apabila perbuat an sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dengan t uj uan unt uk menghilangkan bukt i-bukt i
mengenai penyebab kecelakaan, dipidana dengan pidana penj ara
paling lama 5 (lima) t ahun dan denda set inggi-t ingginya Rp.
60. 000. 000, - (enam puluh j ut a rupiah).
Pasal 69
Barangsiapa melakukan kegiat an angkut an udara niaga at au bukan
niaga t anpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) dan
ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan
at au denda set inggi-t ingginya Rp. 18. 000. 000. - (delapan belas j ut a
rupiah).
Pasal 70
Barangsiapa
mengoperasikan
pesawat
udara
dan
t idak
mengasuransikan t anggungj awabnya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 47, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (sat u) t ahun
at au denda set inggi-t ingginya Rp. 36. 000. 000, - . (t iga puluh enam j ut a
rupiah).
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
26
-
Pasal 71
Barangsiapa t idak mengasuransikan awak pesawat udara yang
dipekerj akannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 t erhadap
resiko t erj adinya kecelakaan pesawat udara, dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 (sat u) t ahun at au denda set inggi-t ingginya Rp.
36. 000. 000, - (t iga puluh enam j ut a rupiah).
Pasal 72
Barangsiapa mengoperasikan pesawat udara yang t idak memenuhi
persyarat an ambang bat as t ingkat kebisingan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50 ayat (1), dipidana dengan pidana kurungan paling lama
1 (sat u) t ahun at au denda set inggi-t ingginya Rp. 36. 000. 000, - (t iga
puluh enam j ut a rupiah).
Pasal 73
(1)
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 58,
Pasal 60, Pasal 61, dan Pasal 68 ayat (2) adalah kej ahat an.
(2)
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Pasal 56.
Pasal 57, Pasal 59, Pasal 62, Pasal 63, Pasal 64, Pasal 65, Pasal
66, Pasal 67, Pasal 69 ayat (1). Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, dan
Pasal 72 adalah pelanggaran.
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
27
-
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 74
Dengan berlakunya Undang-undang ini maka :
a. Ordonansi
Pengangkut an
Udara
(Lucht vervoer
Ordonnant ie
St aat sblad Tahun, 1939 Nomor 100) dinyat akan t et ap berlaku
sepanj ang t idak bert ent angan dengan Undang-undang ini at au
belum digant i dengan Undang-undang yang baru;
b. semua perat uran pelaksanaan Undang-undang Nomor 93 Tahun 1958
t ent ang Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 159,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 1687) dinyat akan t et ap berlaku
sepanj ang t idak bert ent angan at au belum digant i dengan yang baru
berdasarkan Undang-undang ini.
BAB XV
PENUTUP
Pasal 75
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, maka Undang-undang
Nomor 83 Tahun 1958 t ent ang Penerbangan (Lembaran Negara Tahun
1958 Nomor 159, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1687),
dinyat akan t idak berlaku.
Pasal 76
Undang-undang ini mulai berlaku pada t anggal 17 Sept ember 1992.
Agar set iap orang menget ahuinya, memerint ahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan penempat annya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
28
-
Disahkan di Jakart a
pada t anggal 25 Mei 1992
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakart a
pada t anggal 25 Mei 1992
MENTERI/ SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
MOERDIONO
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
29
-
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 1992
TENTANG
PENERBANGAN
UMUM
Bahwa berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa Negara Republik Indonesia
t elah dianugerahi sebagai negara kepulauan yang t erdiri dari beribu
pulau, t erlet ak memanj ang di garis khat ulist iwa, di ant ara dua benua
dan dua samudera, oleh karena it u mempunyai posisi dan peranan
yang sangat pent ing dan st rat egis dalam hubungan ant ar bangsa.
Unt uk mencapai t uj uan pembangunan nasional sebagai pengamalan
Pancasila, t ransport asi memiliki posisi yang pent ing dan st rat egis
dalam pembangunan bangsa yang berwawasan lingkungan dan hal ini
harus t ercermin pada kebut uhan mobilit as seluruh sekt or dan wilayah.
Transport asi merupakan sarana yang sangat pent ing dan st rat egis
dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persat uan
dan kesat uan, mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan
negara sert a mempererat hubungan ant ar bangsa.
Pent ingnya
t ransport asi
t ersebut
t ercermin
pada
semakin
meningkat nya kebut uhan j asa angkut an bagi mobilit as orang sert a
barang dari dan ke seluruh pelosok t anah air, bahkan dari dan ke luar
negeri.
Di samping it u, t ransport asi j uga berperan sebagai penunj ang,
pendorong, dan penggerak bagi pert umbuhan daerah yang berpot ensi
namun belum berkembang, dalam upaya peningkat an dan pemerat aan
pembangunan sert a hasil-hasilnya.
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
30
-
Menyadari peranan t ransport asi, maka penyelenggaraan penerbangan
harus dit at a dalam sat u kesat uan sist em t ransport asi nasional secara
t erpadu dan mampu mewuj udkan penyediaan j asa t ransport asi yang
seimbang dengan t ingkat kebut uhan dan t ersedianya pelayanan
angkut an yang selamat , aman, cepat , lancar, t ert ib, t erat ur, nyaman,
dan ef isien dengan biaya yang waj ar sert a t erj angkau oleh daya beli
masyarakat .
Penerbangan yang mempunyai karakt erist ik dan keunggulan t ersendiri
perlu dikembangkan dengan memperhat ikan sif at nya yang padat
modal sehingga mampu meningkat kan pelayanan yang lebih luas baik
di dalam negeri maupun ke luar negeri.
Pengembangan penerbangan yang dit at a dalam sat u kesat uan sist em,
dilakukan
dengan
mengint egrasikan
dan
mendinamisasikan
unsur-unsurnya yang t erdiri dari prasarana dan sarana penerbangan,
perat uran-perat uran, prosedur dan met oda sedemikian rupa sehingga
t erwuj ud suat u t ot alit as yang ut uh, berdayaguna, berhasilguna sert a
dapat dit erapkan.
Mengingat pent ing dan st rat egisnya peranan penerbangan yang
menguasai haj at hidup orang banyak, maka penerbangan dikuasai oleh
negara yang pembinaannya dilakukan oleh Pemerint ah.
Penyelenggaraan
penerbangan
perlu
diselenggarakan
secara
berkesinambungan dan t erus dit ingkat kan agar lebih luas daya j angkau
dan pelayanannya kepada masyarakat dengan memperhat ikan
sebesar-besar kepent ingan umum dan kemampuan masyarakat ,
kelest arian lingkungan, koordinasi ant ar wewenang pusat dan daerah
sert a ant ar inst ansi, sekt or, dan ant ar unsur t erkait sert a pert ahanan
dan keamanan negara, sekaligus dalam rangka mewuj udkan sist em
t ransport asi nasional yang andal dan t erpadu.
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
31
Keseluruhan
hal
t ersebut
Undang-undang yang ut uh.
-
perlu
dicerminkan
dalam
sat u
Dalam Undang-undang ini j uga diat ur mengenai hak, kewaj iban sert a
t anggung j awab para penyedia j asa dan para pengguna j asa, dan
t anggung j awab penyedia j asa t erhadap kerugian pihak ket iga sebagai
akibat dari penyelenggaraan penerbangan sert a pembebanan hipot ek
t erhadap pesawat t erbang dan helikopt er yang t elah memperoleh
t anda pendaf t aran Indonesia.
Di samping it u dalam rangka pembangunan hukum nasional sert a unt uk
lebih memant apkan perwuj udan kepast ian hukum, Undang-undang
Nomor 83 Tahun 1958 t ent ang Penerbangan, perlu digant i dengan
Undang-undang ini, karena t idak sesuai lagi dengan perkembangan
zaman, kemaj uan ilmu penget ahuan dan t eknologi, dan belum t ert at a
dalam sat u kesat uan sist em yang merupakan bagian dari t ransport asi
secara keseluruhan.
Mengingat Indonesia sebagai salah sat u negara anggot a Organisasi
Penerbangan Sipil
Int ernasional
(Int ernat ional
Civil
Aviat ion
Organizat ion,
disingkat
ICAO),
maka
ket ent uan-ket ent uan
penerbangan int ernasional sebagaimana t ercant um dalam Konvensi
Chicago 1944 besert a Annexes dan dokumen-dokumen t eknis
operasionalnya sert a konvensi-konvensi int ernasional t erkait lainnya,
merupakan ket ent uan-ket ent uan yang harus dit aat i sesuai dengan
kepent ingan nasional.
Dalam Undang-undang ini diat ur hal-hal yang bersif at pokok,
sedangkan yang bersif at t eknis dan operasional diat ur dalam Perat uran
Pemerint ah dan perat uran pelaksanaan lainnya.
PASAL DEMI PASAL
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
32
-
Pasal 1
Angka 1
Cukup j elas
Angka 2
Cukup j elas
Angka 3
Tidak t ermasuk pengert ian pesawat udara adalah alat -alat yang
dapat t erbang bukan oleh daya angkat dari reaksi udara,
melainkan karena reaksi udara t erhadap permukaan bumi,
misalnya roket .
Angka 4
Cukup j elas
Angka 5
Cukup j elas
Angka 6
Cukup j elas
Angka 7
Cukup j elas
Angka 8
Cukup j elas
Angka 9
Cukup j elas
Angka 10
Cukup j elas
Angka 11
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
33
-
Yang dimaksud dengan lapangan t erbang dalam ket ent uan ini
adalah kawasan di darat an at au perairan yang dipergunakan
unt uk lepas landas dan/ at au pendarat an pesawat udara.
Angka 12
Cukup j elas
Angka 13
Cukup j elas
Angka 14
Cukup j elas
Angka 15
Cukup j elas
Pasal 2
Dalam ket ent uan pasal ini yang dimaksud dengan :
a. asas manf aat yait u, bahwa penerbangan harus dapat memberikan
manf aat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkat an
kesej aht eraan rakyat dan pengembangan perikehidupan yang
berkeseimbangan bagi warga negara, sert a upaya peningkat an
pert ahanan dan keamanan negara;
b. asas usaha bersama dan
kekeluargaan
yait u,
bahwa
penyelenggaraan usaha di bidang penerbangan dilaksanakan
unt uk mencapai cit a-cit a dan aspirasi bangsa yang dalam
kegiat annya dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan
dij iwai oleh semangat kekeluargaan;
c. asas adil dan merat a yait u, bahwa penyelenggaraan penerbangan
harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merat a kepada
segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang t erj angkau oleh
masyarakat ;
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
34
-
d. asas
keseimbangan
yait u,
bahwa
penerbangan
harus
diselenggarakan
sedemikian
rupa
sehingga
t erdapat
keseimbangan yang serasi ant ara sarana dan prasarana, ant ara
kepent ingan pengguna dan penyedia j asa, ant ara kepent ingan
individu dan masyarakat , sert a ant ara kepent ingan nasional dan
int ernasional;
e. asas kepent ingan umum yait u, bahwa penyelenggaraan
penerbangan harus mengut amakan kepent ingan pelayanan umum
bagi masyarakat luas;
f . asas ket erpaduan yait u, bahwa penerbangan harus merupakan
kesat uan yang bulat dan ut uh, t erpadu, saling menunj ang, dan
saling mengisi baik int ra maupun ant ar moda t ransport asi;
g. asas kesadaran hukum yait u, bahwa mewaj ibkan kepada
pemerint ah unt uk menegakkan dan menj amin kepast ian hukum
sert a mewaj ibkan kepada set iap warga negara Indonesia unt uk
selalu sadar dan t aat kepada hukum dalam penyelenggaraan
penerbangan;
h. asas percaya pada diri sendiri yait u, bahwa penerbangan harus
berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuat an
sendiri, sert a bersendikan kepada kepribadian bangsa.
Pasal 3
Cukup j elas
Pasal 4
Sebagai negara berdaulat , Republik Indonesia memiliki kedaulat an
penuh dan ut uh di wilayah udara Republik Indonesia, sesuai dengan
ket ent uan Konvensi Chicago 1944 t ent ang Penerbangan Sipil
Int ernasional.
Ket ent uan
dalam
pasal
ini
hanya
menegaskan
mengenai
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
35
-
kewenangan dan t anggung j awab negara Republik Indonesia unt uk
mengat ur penggunaan wilayah udara yang merupakan bagian dari
wilayah dirgant ara Indonesia, sedangkan mengenai kedaulat an at as
wilayah Republik Indonesia secara menyeluruh t et ap berlaku
ket ent uan sebagaimana diat ur dalam Undang-undang Nomor 20
Tahun 1982 t ent ang Ket ent uan Pokok Pert ahanan Keamanan Negara
Republik Indonesia.
Pasal 5
Wilayah udara yang berupa ruang udara di at as wilayah darat an dan
perairan Republik Indonesia merupakan kekayaan nasional sehingga
harus dimanf aat kan bagi sebesar-besar kepent ingan rakyat , bangsa,
dan negara.
Pasal 6
Ayat (1)
Kewenangan menet apkan kawasan udara t erlarang merupakan
kewenangan dari set iap negara berdaulat unt uk mengat ur
penggunaan wilayah udaranya, dalam rangka pert ahanan
keamanan negara dan keselamat an penerbangan.
Kawasan udara t erlarang dalam ket ent uan ini mengandung dua
pengert ian yait u :
a. kawasan udara t erlarang yang larangannya bersif at t et ap
(prohibit ed area) karena pert imbangan pert ahanan dan
keamanan negara sert a keselamat an penerbangan;
b. kawasan udara t erlarang yang larangannya bersif at t erbat as
(rest rict ed area) karena pert imbangan pert ahanan dan
keamanan at au keselamat an penerbangan at au kepent ingan
umum misalnya pembat asan ket inggian t erbang, pembat asan
wakt u operasi, dan lain-lain.
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
36
-
Ayat (2)
Penegakan hukum t erhadap ket ent uan ini dilakukan dengan
menggunakan pesawat udara Angkat an Bersenj at a Republik
Indonesia oleh inst ansi yang bert anggung j awab di bidang
pert ahanan dan keamanan.
Ayat (3)
Cukup j elas
Pasal 7
Ayat (1)
Pengert ian dikuasai oleh negara adalah bahwa negara
mempunyai hak penguasaan at as penyelenggaraan penerbangan
yang
perwuj udannya
meliput i
aspek-aspek
pengat uran,
pengendalian, dan pengawasan.
Dalam aspek pengat uran, t ercakup perumusan dan penent uan
kebij aksanaan umum maupun t eknis yang ant ara lain berupa
persyarat an keselamat an dan perizinan.
Aspek pengendalian dilakukan baik di bidang pembangunan
maupun operasi berupa pengarahan dan bimbingan. Sedangkan
aspek
pengawasan
dilakukan
t erhadap
penyelenggaraan
penerbangan.
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Dalam pengert ian memperhat ikan seluruh aspek kehidupan
masyarakat yang meliput i aspek polit ik, ekonomi, sosial budaya,
pert ahanan dan keamanan, t ermasuk memperhat ikan lingkungan
hidup, t at a ruang, energi, perkembangan ilmu penget ahuan dan
t eknologi, hubungan int ernasional, sert a pengembangan pot ensi
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
37
-
yang ada dalam masyarakat dalam rangka meningkat kan
kemampuan penerbangan nasional yang lebih luas.
Ayat (4)
Cukup j elas
Pasal 8
Yang dimaksud dengan mempunyai keandalan adalah kondisi
prasarana yang siap pakai dan secara t eknis laik unt uk dioperasikan
sert a sarana yang laik udara.
Pasal 9
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan t anda pendaf t aran dalam ket ent uan ini
adalah t anda pendaf t aran Indonesia at au asing.
Pengert ian dioperasikan dalam ayat ini adalah dipakai unt uk
t erbang.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup j elas
Huruf b
Sepanj ang kebut uhan angkut an udara di Indonesia belum
t erpenuhi, pesawat udara yang dimiliki oleh warga negara
asing at au badan hukum asing, dapat didaf t arkan di Indonesia
apabila memenuhi ket ent uan dalam ayat ini.
Huruf c
Cukup j elas
Huruf d
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
38
-
Yang dimaksud dengan lembaga t ert ent u ant ara lain lembaga
sosial, keagamaan, pendidikan, dan olah raga. Sedangkan yang
dimaksud dengan izin Pemerint ah adalah izin unt uk melakukan
kegiat an t ert ent u di Indonesia dan izin unt uk dapat
menggunakan pesawat udara dalam rangka menunj ang
kegiat annya.
Ayat (3)
Sesuai dengan kebut uhan dan perkembangan keadaan, dalam
Perat uran Pemerint ah dapat diat ur mengenai bent uk-bent uk
perj anj ian lainnya yang dapat dipergunakan sebagai dasar unt uk
mendaf t arkan di Indonesia, pesawat udara milik warga negara
asing at au badan hukum asing, dengan t et ap memperhat ikan
ket ent uan dalam Undang-undang ini.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan j enis-j enis pesawat t erbang t ert ent u yang
merupakan hasil pengembangan t eknologi ant ara lain adalah
pesawat t erbang sangat ringan (ult ra light ).
Mengingat pengoperasian ult ra light sangat t erbat as dan
t erhadap ult ra light t idak berlaku ket ent uan Konvensi Chicago
1944, maka t idak diwaj ibkan unt uk memiliki t anda kebangsaan.
Pasal 11
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
39
-
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Berdasarkan pert imbangan keamanan dan ket ert iban, ket ent uan
dalam pasal ini diberlakukan pula t erhadap j enis-j enis pesawat
udara t ert ent u yang dit et apkan oleh Pemerint ah.
Pasal 12
Ayat (1)
Terhadap hipot ek pesawat t erbang dan helikopt er sebagaimana
dimaksud dalam ket ent uan ini berlaku ket ent uan-ket ent uan
hipot ek dalam Kit ab Undang-undang Hukum Perdat a Indonesia.
Ket ent uan dalam pasal ini t idak menut up pembebanan pesawat
t erbang dan helikopt er dengan hak j aminan lain sesuai dengan
perat uran perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Cukup j elas
Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kat a digunakan dalam ket ent uan ini
adalah dioperasikan.
Ayat (2)
Cukup j elas
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
40
-
Ayat (3)
Cukup j elas
Ayat (4)
Cukup j elas
Pasal 14
Ket ent uan ini dimaksudkan unt uk mencapai opt imalisasi dalam
pengoperasian pesawat udara, melalui pengat uran j enis dan
penggunaan pesawat udara pada rut e at au daerah operasi t ert ent u,
dengan memperhat ikan perkembangan indust ri pesawat udara
dalam negeri dan perkembangan angkut an udara nasional.
Dalam Perat uran Pemerint ah diat ur j enis dan penggunaan pesawat
udara sipil unt uk angkut an udara niaga dan bukan niaga, sert a j enis
dan penggunaan pesawat udara negara unt uk Angkat an Bersenj at a
Republik Indonesia, Bea dan Cukai, dan lain-lain inst ansi.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Yang dimaksud dalam keadaan darurat adalah suat u keadaan
yang memaksa, sehingga harus dilakukan pendarat an di luar
bandar udara yang t elah dit et apkan, misalnya karena t erj adi
kerusakan mesin at au kehabisan bahan bakar at au cuaca buruk
yang dapat membahayakan keselamat an penerbangan apabila
penerbangan t et ap dilanj ut kan.
Ayat (3)
Cukup j elas
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
41
-
Pasal 16
Kegiat an yang membahayakan t ersebut ant ara lain t erbang di luar
j alur yang dit ent ukan, t erbang t idak membawa peralat an
keselamat an, t erbang di at as kawasan udara t erlarang, dan j uga
dapat membahayakan kelest arian lingkungan hidup.
Pasal 17
Ayat (1)
Ket ent uan ini dimaksudkan unt uk mencegah dilakukannya
kegiat an perekaman dengan menggunakan pesawat udara yang
dilengkapi dengan alat -alat perekam dalam bent uk apapun,
sehingga dapat membahayakan kepent ingan pert ahanan dan
keamanan negara.
Ayat (2)
Cukup j elas
Pasal 18
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan personil penerbangan adalah orang yang
mempunyai kecakapan t ert ent u yang t ugasnya secara langsung
mempengaruhi keselamat an penerbangan.
Ayat (2)
Berdasarkan pert imbangan keselamat an penerbangan, sert if ikat
kecakapan sebagaimana dimaksud dalam ket ent uan ini
dit et apkan
bat as
wakt unya,
dan
unt uk
memperoleh
perpanj angan masa berlakunya dilakukan kegiat an ant ara lain
penguj ian kecakapan dan penguj ian kesehat an.
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
42
-
Ayat (3)
Cukup j elas
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Cukup j elas
Pasal 20
Fasilit as penerbangan ialah peralat an-peralat an yang dibut uhkan
langsung unt uk navigasi penerbangan ant ara lain peralat an sist em
pendarat an, sist em komunikasi, met eorologi sedangkan peralat an
penunj ang berupa peralat an yang t idak secara langsung
mempengaruhi keamanan dan keselamat an penerbangan ant ara lain
peralat an perbengkelan.
Pasal 21
Ayat (1)
Ket ent uan ini merupakan persyarat an yang harus diperhat ikan
dalam rangka keselamat an penerbangan.
Ayat (2)
Cukup j elas
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
43
-
Pasal 22
Ayat (1)
Pelayanan navigasi penerbangan (air navigat ion) dalam ket ent uan
ini ant ara lain t erdiri dari pelayanan lalu lint as udara,
met eorologi, komunikasi penerbangan, dan f asilit as bant u
navigasi penerbangan.
Ayat (2)
Pendapat an yang diperoleh sebagai hasil pemberian pelayanan
navigasi penerbangan sebagaimana dimaksud dalam ket ent uan
ini, dikelola sesuai dengan perat uran perundang-undangan yang
berlaku.
Ayat (3)
Cukup j elas
Pasal 23
REPUBLIK INDO NESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 5 TAHUN 1 9 9 2
TENTANG
PENERBANGAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa t ransport asi mempunyai peranan pent ing dan st rat egis unt uk
memant apkan perwuj udan wawasan nusant ara, memperkukuh
ket ahanan nasional, dan mempererat hubungan ant ar bangsa dalam
usaha mencapai t uj uan nasional berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa penerbangan sebagai salah sat u moda t ransport asi t idak
dapat dipisahkan dari moda-moda t ransport asi lain yang dit at a
dalam sist em t ransport asi nasional, yang dinamis dan mampu
mengadapt asi kemaj uan dimasa depan, mempunyai karakt erist ik
mampu mencapai t uj uan dalam wakt u cepat , bert eknologi t inggi
dan memerlukan t ingkat keselamat an t inggi, perlu lebih
dikembangkan pot ensinya dan dit ingkat kan peranannya sebagai
penghubung wilayah baik nasional maupun int ernasional, sebagai
penunj ang, pendorong, dan penggerak pembangunan nasional demi
peningkat an kesej aht eraan rakyat ;
c. bahwa perat uran perundang-undangan yang mengat ur penerbangan
yang ada pada saat ini t idak sesuai lagi dengan kebut uhan dan
perkembangan zaman, ilmu penget ahuan dan t eknologi;
d. bahwa unt uk meningkat kan pembinaan dan penyelenggaraan
penerbangan sesuai dengan perkembangan kehidupan rakyat dan
bangsa Indonesia sert a agar lebih berhasil guna dan berdayaguna
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
2
-
dipandang perlu menet apkan ket ent uan mengenai penerbangan
dalam Undang-undang;
Mengingat
: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar
1945;
Dengan perset uj uan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menet apkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENERBANGAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1.
Penerbangan adalah segala sesuat u yang berkait an dengan
penggunaan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara,
angkut an udara, keamanan dan keselamat an penerbangan, sert a
kegiat an dan f asilit as penunj ang lain yang t erkait ;
2.
Wilayah udara adalah ruang udara di at as wilayah darat an dan
perairan Republik Indonesia;
3.
Pesawat udara adalah set iap alat yang dapat t erbang di at mosf er
karena daya angkat dari reaksi udara;
4.
Pesawat udara Indonesia adalah pesawat udara yang didaf t arkan
dan mempunyai t anda pendaf t aran Indonesia;
5.
Pesawat t erbang adalah pesawat udara yang lebih berat dari
udara, bersayap t et ap, dan dapat t erbang dengan t enaganya
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
3
-
sendiri;
6.
Helikopt er adalah pesawat udara yang lebih berat dari udara,
dapat t erbang dengan sayap berput ar, dan bergerak dengan
t enaganya sendiri;
7.
Pesawat udara negara adalah pesawat udara yang dipergunakan
oleh Angkat an Bersenj at a Republik Indonesia dan pesawat udara
inst ansi Pemerint ah t ert ent u yang diberi f ungsi dan kewenangan
unt uk
menegakkan
hukum
sesuai
dengan
perat uran
perundang-undangan yang berlaku;
8.
Pesawat udara sipil adalah pesawat udara selain pesawat udara
negara;
9.
Pesawat udara sipil asing adalah pesawat udara yang didaf t arkan
dan/ at au mempunyai t anda pendaf t aran negara bukan Indonesia;
10.
Pesawat udara Angkat an Bersenj at a Republik Indonesia adalah
pesawat udara negara yang dipergunakan dalam dinas Angkat an
Bersenj at a Republik Indonesia;
11.
Bandar udara adalah lapangan t erbang yang dipergunakan unt uk
mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik t urun
penumpang, dan/ at au bongkar muat kargo dan/ at au pos, sert a
dilengkapi dengan f asilit as keselamat an penerbangan dan sebagai
t empat perpindahan ant ar moda t ransport asi;
12.
Pangkalan udara adalah kawasan di darat an dan/ at au di perairan
dalam wilayah Republik Indonesia yang dipergunakan unt uk
kegiat an penerbangan Angkat an Bersenj at a Republik Indonesia;
13.
Angkut an udara adalah set iap kegiat an dengan menggunakan
pesawat udara unt uk mengangkut penumpang, kargo, dan pos
unt uk sat u perj alanan at au lebih dari sat u bandar udara ke
bandar udara yang lain at au beberapa bandar udara;
14.
Angkut an
udara niaga adalah angkut an udara unt uk umum
dengan memungut pembayaran;
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
15.
4
-
Kelaikan udara adalah t erpenuhinya persyarat an minimum
kondisi pesawat udara dan/ at au komponen-komponennya unt uk
menj amin keselamat an penerbangan dan mencegah t erj adinya
pencemaran lingkungan.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Penerbangan diselenggarakan berdasarkan asas manf aat , usaha
bersama dan kekeluargaan, adil dan merat a, keseimbangan,
kepent ingan umum, ket erpaduan, kesadaran hukum, dan percaya pada
diri sendiri.
Pasal 3
Tuj uan penerbangan adalah unt uk mewuj udkan penyelenggaraan
penerbangan yang selamat , aman, cepat , lancar, t ert ib dan t erat ur,
nyaman dan berdayaguna, dengan biaya yang t erj angkau oleh daya
beli masyarakat , dengan mengut amakan dan melindungi penerbangan
nasional, menunj ang pemerat aan, pert umbuhan dan st abilit as, sebagai
pendorong, penggerak, dan penunj ang pembangunan nasional sert a
mempererat hubungan ant ar bangsa.
BAB III
KEDAULATAN ATAS WILAYAH UDARA
Pasal 4
Negara Republik Indonesia berdaulat penuh dan ut uh at as wilayah
udara Republik Indonesia.
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
5
-
Pasal 5
Dalam rangka penyelenggaraan kedaulat an negara at as wilayah udara
Republik Indonesia, Pemerint ah melaksanakan wewenang dan
t anggung j awab pengat uran ruang udara unt uk kepent ingan
pert ahanan dan keamanan negara, penerbangan, dan ekonomi
nasional.
Pasal 6
(1)
Unt uk kepent ingan pert ahanan dan keamanan negara sert a
keselamat an penerbangan, Pemerint ah menet apkan kawasan
udara t erlarang.
(2)
Pesawat udara Indonesia at au pesawat udara asing dilarang
t erbang melalui kawasan udara t erlarang, dan t erhadap pesawat
udara yang melanggar larangan dimaksud dapat dipaksa unt uk
mendarat di pangkalan udara at au bandar udara di dalam wilayah
Republik Indonesia.
(3)
Ket ent uan mengenai penet apan kawasan udara t erlarang dan
t indakan pemaksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) diat ur lebih lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
BAB IV
PEMBINAAN
Pasal 7
(1)
Penerbangan dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan
oleh Pemerint ah.
(2)
Penyelenggaraan
penerbangan
dilaksanakan
ket ent uan dalam Undang-undang ini.
berdasarkan
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
6
-
(3)
Pembinaan
penerbangan
diarahkan
unt uk
meningkat kan
penyelenggaraan
penerbangan
dalam
keseluruhan
moda
t ransport asi secara t erpadu, t erwuj udnya sarana dan prasarana
penerbangan yang andal, sumber daya manusia yang prof esional
sert a didukung indust ri pesawat t erbang nasional yang t angguh,
dengan memperhat ikan seluruh aspek kehidupan masyarakat
unt uk mewuj udkan t uj uan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
(4)
Pembinaan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3),
diat ur lebih lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
Pasal 8
Prasarana dan sarana penerbangan yang dioperasikan waj ib
mempunyai keandalan dan memenuhi persyarat an keamanan dan
keselamat an penerbangan.
BAB V
PENDAFTARAN DAN KEBANGSAAN PESAWAT UDARA
SERTA PENGGUNAANNYA SEBAGAI JAMINAN
Pasal 9
(1)
Pesawat udara yang dioperasikan di Indonesia waj ib mempunyai
t anda pendaf t aran.
(2)
Pesawat udara sipil yang dapat memperoleh t anda pendaf t aran
Indonesia adalah pesawat udara yang t idak didaf t arkan di negara
lain dan memenuhi salah sat u ket ent uan sebagai berikut :
a. dimiliki oleh warga negara Indonesia at au dimiliki oleh badan
hukum Indonesia;
b. dimiliki oleh warga negara asing at au badan hukum asing dan
dioperasikan oleh warga negara Indonesia at au badan hukum
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
7
-
Indonesia unt uk j angka wakt u pemakaiannya minimal dua
t ahun secara t erus menerus berdasarkan suat u perj anj ian
sewa beli, sewa guna usaha at au bent uk perj anj ian lainnya;
c. dimiliki oleh inst ansi Pemerint ah;
d. dimiliki oleh lembaga t ert ent u yang diizinkan Pemerint ah.
(3)
Ket ent uan
mengenai
pendaf t aran
pesawat
udara
sipil
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan pendaf t aran pesawat
udara Angkat an Bersenj at a Republik Indonesia diat ur lebih lanj ut
dengan Perat uran Pemerint ah.
Pasal 10
(1)
Selain t anda pendaf t aran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1), pesawat t erbang dan helikopt er yang dioperasikan di
Indonesia waj ib mempunyai t anda kebangsaan.
(2)
Tanda kebangsaan Indonesia hanya diberikan kepada pesawat
t erbang dan helikopt er yang t elah mempunyai t anda pendaf t aran
Indonesia.
(3)
Persyarat an dan t at a cara unt uk memperoleh dan mencabut
t anda kebangsaan Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) dan j enis-j enis pesawat t erbang dan helikopt er t ert ent u yang
dapat dibebaskan dari kewaj iban memiliki t anda kebangsaan,
diat ur lebih lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
Pasal 11
(1)
Dilarang memberi at au mengubah t anda-t anda pada pesawat
udara sipil sedemikian rupa sehingga menyerupai pesawat udara
negara.
(2)
Ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya berlaku
t erhadap pesawat t erbang dan helikopt er.
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
8
-
Pasal 12
(1)
Pesawat t erbang dan helikopt er yang t elah mempunyai t anda
pendaf t aran dan kebangsaan Indonesia dapat dibebani hipot ek.
(2)
Pembebanan hipot ek pada pesawat t erbang dan helikopt er
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus didaf t arkan.
(3)
Ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diat ur lebih
lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
BAB VI
PENGGUNAAN PESAWAT UDARA
Pasal 13
(1)
Pesawat udara yang dapat digunakan di
Indonesia hanya pesawat udara Indonesia.
wilayah Republik
(2)
Penggunaan pesawat udara sipil asing dari dan ke at au melalui
wilayah Republik Indonesia, hanya dapat dilakukan berdasarkan
perj anj ian bilat eral at au perj anj ian mult ilat eral at au izin khusus
Pemerint ah.
(3)
Penggunaan pesawat udara negara asing dari dan ke at au melalui
wilayah Republik Indonesia, hanya dapat dilakukan berdasarkan
izin khusus Pemerint ah.
(4)
Izin khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3)
diat ur lebih lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
9
-
Pasal 14
Jenis dan penggunaan pesawat udara sipil dan pesawat udara negara
diat ur lebih lanj ut dengan Perat uran Pemernit ah.
Pasal 15
(1)
Set iap pesawat udara sipil Indonesia at au asing yang t iba di at au
berangkat dari Indonesia, hanya dapat mendarat di at au t inggal
landas dari bandar udara yang dit et apkan unt uk it u.
(2)
Ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) t idak berlaku
dalam keadaan darurat .
(3)
Ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
diat ur lebih lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
Pasal 16
Dilarang menerbangkan pesawat udara yang dapat membahayakan
keselamat an pesawat udara, penumpang dan barang, dan/ at au
penduduk at au mengganggu keamanan dan ket ert iban umum at au
merugikan hart a benda milik orang lain.
Pasal 17
(1)
Dilarang melakukan perekaman dari udara dengan menggunakan
pesawat udara kecuali at as izin Pemerint ah.
(2)
Persyarat an dan t at a cara unt uk memperoleh izin sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diat ur lebih lanj ut dengan Perat uran
Pemerint ah.
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
10
-
BAB VII
KEAMANAN DAN KESELAMATAN PENERBANGAN
Pasal 18
(1)
Set iap personil penerbangan waj ib memiliki sert if ikat kecakapan.
(2)
Sert if ikat kecakapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diperoleh melalui pendidikan dan pelat ihan.
(3)
Persyarat an dan t at a cara unt uk memperoleh sert if ikat
kecakapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
diat ur lebih lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
Pasal 19
(1)
Set iap pesawat udara yang dipergunakan unt uk t erbang waj ib
memiliki sert if ikat kelaikan udara.
(2)
Unt uk memperoleh sert if ikat kelaikan udara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan pemeriksaan dan penguj ian.
(3)
Persyarat an dan t at a cara unt uk memperoleh sert if ikat kelaikan
udara sert a ket ent uan mengenai pemeriksaan dan penguj ian
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diat ur lebih
lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
Pasal 20
Set iap f asilit as dan/ at au peralat an penunj ang penerbangan waj ib
memenuhi persyarat an keamanan dan keselamat an penerbangan.
Pasal 21
(1)
Persyarat an keselamat an penerbangan dalam kegiat an rancang
bangun, pembuat an, perakit an, perawat an, dan penyimpanan
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
11
-
pesawat udara t ermasuk komponen-komponen,
cadangnya dit et apkan oleh Pemerint ah.
(2)
dan
suku
Ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya berlaku
t erhadap pesawat t erbang dan helikopt er.
Pasal 22
(1)
Dalam rangka keselamat an penerbangan, pesawat udara yang
t erbang di wilayah Republik Indonesia diberikan pelayanan
navigasi penerbangan.
(2)
Pemberian pelayanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dikenakan biaya.
(3)
Persyarat an dan t at a cara pemberian pelayanan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diat ur lebih lanj ut dengan
Perat uran Pemerint ah.
Pasal 23
(1)
Selama t erbang, kapt en penerbang pesawat udara yang
bersangkut an mempunyai wewenang mengambil t indakan unt uk
keamanan dan keselamat an penerbangan.
(2)
Jenis dan bent uk t indakan yang dapat diambil unt uk keamanan
dan keselamat an penerbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diat ur lebih lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
Pasal 24
Pencegahan dan penanggulangan t indakan yang dapat menimbulkan
gangguan
t erhadap
keamanan
penerbangan
t ermasuk
yang
membahayakan pert ahanan dan keamanan negara diat ur dengan
Perat uran Pemerint ah.
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
12
-
BAB VIII
BANDAR UDARA
Pasal 25
(1)
Pemerint ah menet apkan bagian wilayah darat dan/ at au perairan
Republik Indonesia unt uk dipergunakan sebagai bandar udara.
(2)
Penent uan lokasi, pembuat an rancang bangun, perencanaan, dan
pembangunan bandar udara t ermasuk kawasan di sekelilingnya
waj ib memperhat ikan ket ent uan keamanan penerbangan,
keselamat an penerbangan, dan kelest arian lingkungan kawasan
bandar udara.
(3)
Ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
diat ur lebih lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
Pasal 26
(1)
Penyelenggaraan bandar udara unt uk umum dan pelayanan
navigasi
penerbangan
dilakukan
oleh
Pemerint ah
dan
pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada badan usaha milik
negara yang didirikan unt uk maksud t ersebut berdasarkan
perat uran perundang-undangan yang berlaku.
(2)
Badan
hukum
Indonesia
dapat
diikut sert akan
dalam
penyelenggaraan bandar udara unt uk umum sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) at as dasar kerj a sama dengan badan
usaha milik negara yang melaksanakan penyelenggaraan bandar
udara unt uk umum.
(3)
Pengadaan, pengoperasian, dan perawat an f asilit as penunj ang
bandar udara unt uk umum dapat dilakukan oleh Pemerint ah at au
badan hukum Indonesia at au warga negara Indonesia.
(4)
Ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
13
-
ayat (3) diat ur lebih lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
Pasal 27
(1)
Dalam
rangka
menunj ang
kegiat an
diselenggarakan bandar udara khusus.
t ert ent u
dapat
(2)
Pembangunan dan/ at au pengoperasian bandar udara khusus
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan berdasarkan izin
Pemerint ah.
(3)
Ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2),
perawat an dan pengoperasian sert a pelayanan navigasi
penerbangan di bandar udara khusus diat ur lebih lanj ut dengan
Perat uran Pemerint ah.
Pasal 28
Dilarang berada di bandar udara, mendirikan bangunan at au
melakukan kegiat an-kegiat an lain di dalam maupun di sekit ar bandar
udara yang dapat membahayakan keamanan dan keselamat an
penerbangan.
Pasal 29
Ket ent uan mengenai st at us, kelas, dan penggunaan bandar udara
unt uk keperluan penerbangan int ernasional dan/ at au domest ik diat ur
dengan Perat uran Pemerint ah.
Pasal 30
(1)
Penyelenggara bander udara bert anggung j awab t erhadap
keamanan dan keselamat an penerbangan sert a kelancaran
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
14
-
pelayanannya.
(2)
Tanggung j awab t erhadap keamanan dan keselamat an
penerbangan sebagaimana dimaksud dalam ayal (1) yang waj ib
diasuransikan diat ur lebih lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
Pasal 31
St rukt ur dan golongan t arif penggunaan f asilit as dan j asa yang
diberikan di bandar udara dit et apkan oleh Pemerint ah.
BAB IX
PENCARIAN DAN PERTOLONGAN KECELAKAAN
SERTA PENELITIAN SEBAB-SEBAB KECELAKAAN
PESAWAT UDARA
Pasal 32
Pemerint ah waj ib melakukan pencarian dan pert olongan t erhadap
set iap pesawat udara yang mengalami kecelakaan di wilayah Republik
Indonesia.
Pasal 33
(1)
Set iap orang at au badan hukum yang mengoperasikan pesawat
udara waj ib membant u usaha pencarian dan pert olongan
t erhadap kecelakaan pesawat udara.
(2)
Pengat uran mengenai pencarian dan pert olongan t erhadap
pesawat udara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diat ur lebih
lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
15
-
Pasal 34
(1)
Pemerint ah melakukan penelit ian mengenai penyebab set iap
kecelakaan pesawat udara yang t erj adi di wilayah Republik
Indonesia.
(2)
Set iap orang dilarang merusak at au menghilangkan bukt i-bukt i,
mengubah let ak pesawat udara, mengambil bagian pesawat
udara at au barang lainnya yang t ersisa akibat dari kecelakaan
pesawat udara sebelum dilakukan penelit ian t erhadap penyebab
kecelakaan t ersebut .
(3)
Ket ent uan mengenai penelit ian sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diat ur lebih lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
Pasal 35
Dalam hal pesawat udara asing mengalami kecelakaan di wilayah
Republik Indonesia, wakil pemerint ah t empat pesawat udara
didaf t arkan, wakil perusahaan angkut an udara yang bersangkut an, dan
wakil pabrik pesawat udara yang bersangkut an dapat disert akan
sebagai peninj au dalam penelit ian.
BAB X
ANGKUTAN UDARA
Pasal 36
(1)
Kegiat an angkut an udara niaga yang melayani angkut an di dalam
negeri at au ke luar negeri hanya dapat diusahakan oleh badan
hukum Indonesia yang t elah mendapat izin.
(2)
Kegiat an angkut an udara bukan niaga dapat dilakukan oleh
Pemerint ah at au badan hukum Indonesia, lembaga t ert ent u at au
perorangan warga negara Indonesia yang t elah mendapat izin.
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
(3)
16
-
Persyarat an dan t at a cara unt uk memperoleh izin sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diat ur lebih lanj ut dengan
Perat uran Pemerint ah.
Pasal 37
(1)
Usaha angkut an udara niaga dilakukan secara berj adwal dan
t idak berj adwal.
(2)
Ket ent uan mengenai penet apan j aringan dan rut e penerbangan
dalam negeri unt uk angkut an udara niaga berj adwal sebagaimana
dimaksud
dalam
ayat
(1)
dengan
mempert imbangkan
ket erpaduan ant ar moda angkut an diat ur lebih lanj ut dengan
Perat uran Pemerint ah.
(3)
Penet apan j aringan dan rut e penerbangan int ernat ional diat ur
oleh Pemerint ah berdasarkan perj anj ian ant ar negara.
Pasal 38
(1)
Pemerint ah menyelenggarakan angkut an udara perint is unt uk
melayani j aringan dan rut e penerbangan yang menghubungkan
daerah-daerah t erpencil dan pedalaman at au yang sukar
t erhubungi oleh moda t ransport asi lain.
(2)
Penyelenggaraan angkut an udara perint is sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diat ur lebih lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
Pasal 39
Perusahaan angkut an udara asing dilarang melakukan angkut an udara
niaga di dalam negeri.
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
17
-
Pasal 40
St rukt ur dan golongan t arif angkut an udara niaga, dit et apkan oleh
Pemerint ah.
Pasal 41
(1)
Perusahaan angkut an udara niaga, waj ib mengangkut orang
dan/ at au barang, set elah disepakat i perj anj ian pengangkut an.
(2)
Tiket penumpang at au t iket bagasi merupakan t anda bukt i t elah
disepakat i perj anj ian pengangkut an dan pembayaran biaya
angkut an.
(3)
Ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diat ur lebih
lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
Pasal 42
(1)
Penyandang cacat dan orang sakit berhak memperoleh pelayanan
berupa perlakuan khusus dalam angkut an udara niaga.
(2)
Ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diat ur lebih
lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
Pasal 43
(1)
Perusahaan angkut an udara yang melakukan kegiat an angkut an
udara niaga bert anggungj awab at as :
a. kemat ian at au lukanya penumpang yang diangkut ;
b. musnah, hilang at au rusaknya barang yang diangkut ;
c. ket erlambat an angkut an penumpang dan/ at au barang yang
diangkut apabila t erbukt i hal t ersebut merupakan kesalahan
pengangkut .
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
(2)
18
-
Bat as j umlah gant i rugi t erhadap t anggung j awab pengangkut
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diat ur lebih lanj ut dengan
Perat uran Pemerint ah.
Pasal 44
(1)
Set iap orang at au badan hukum yang mengoperasikan pesawat
udara bert anggungj awab t erhadap kerugian yang diderit a oleh
pihak ket iga yang diakibat kan ol eh pengoperasian pesawat udara
at au kecelakaan pesawat udara at au j at uhnya benda-benda lain
dari pesawat udara yang dioperasikan.
(2)
Persyarat an dan t at a cara unt uk memperoleh gant i rugi dan bat as
j umlah gant i rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diat ur
lebih lanj ut dengan Perat uran Pemernit ah.
Pasal 45
Pengangkut an udara yang dilakukan bert urut -t urut oleh beberapa
perusahaan angkut an udara, dianggap sebagai sat u pengangkut an
udara, apabila oleh pihak-pihak yang bersangkut an diperj anj ikan
sebagai sat u perj anj ian pengangkut an udara.
Pasal 46
Dalam pengangkut an campuran yang sebagian dilaksanakan melalui
angkut an udara dan sebagian melalui moda angkut an lainnya,
ket ent uan dalam Undang-undang ini hanya berlaku unt uk t anggung
j awab dalam rangka pengangkut an udara.
Pasal 47
Set iap orang at au badan hukum yang mengoperasikan pesawat udara
waj ib mengasuransikan t anggungj awabnya sebagaimana dimaksud
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
19
-
dalam Pasal 43 dan Pasal 44 ayat (1).
Pasal 48
Set iap orang at au badan hukum yang mengoperasikan pesawat udara
waj ib mengasuransikan awak pesawat udara yang dipekerj akannya.
Pasal 49
(1)
Dalam keadaan t ert ent u pesawat udara Angkat an Bersenj at a
Republik Indonesia dapat dipergunakan unt uk keperluan angkut an
udara sipil dan sebaliknya.
(2)
Ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diat ur lebih
lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
BAB XI
DAMPAK LINGKUNGAN
Pasal 50
(1)
Unt uk mencegah t erganggunya kelest arian lingkungan hidup,
set iap pesawat udara waj ib memenuhi persyarat an ambang bat as
t ingkat kebisingan.
(2)
Set iap orang at au badan hukum yang mengoperasikan pesawat
udara waj ib mencegah t erganggunya kelest arian lingkungan
hidup sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3)
Ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
diat ur lebih lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
20
-
Pasal 51
St andar mengenai t ingkat kebisingan pesawat udara di bandar udara
dan sekit arnya diat ur lebih lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
BAB XII
PENYIDIKAN
Pasal 52
(1)
Selain pej abat Polisi Negara Republik Indonesia, pej abat Pegawai
Negeri Sipil t ert ent u di lingkungan depart emen yang lingkup
t ugas dan t anggung j awabnya di bidang penerbangan, dapat
diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 t ent ang Hukum Acara
Pidana, unt uk melakukan penyidikan t indak pidana di bidang
penerbangan, kecuali t indak pidana yang diancam hukuman
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54.
(2)
Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat
unt uk:
(1) berwenang
a. melakukan, pemeriksaan at as kebenaran laporan, pengaduan
at au ket erangan t ent ang adanya t indak pidana;
b. memanggil dan memeriksa saksi dan/ at au t ersangka;
c. melakukan penggeledahan, penyegelan dan/ at au penyit aan
alat -alat yang digunakan unt uk melakukan t indak pidana;
d. melakukan pemeriksaan t empat yang diduga digunakan unt uk
melakukan t indak pidana;
e. memint a ket erangan kepada saksi-saksi dan mengumpulkan
barang bukt i dari orang dan/ at au badan hukum sehubungan
dengan t indak pidana;
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
21
-
f . membuat dan menandat angani berit a acara pemeriksaan;
g. menghent ikan penyidikan apabila t idak t erdapat cukup bukt i
t ent ang adanya t indak pidana.
(3)
Pelaksanaan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dan
ayat
(2),
dilakukan
sesuai
dengan
perat uran
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 53
Penyidikan t erhadap pelanggaran wilayah udara t ermasuk kawasan
udara t erlarang yang mengakibat kan t indakan pemaksaan mendarat
oleh pesawat udara Angkat an Bersenj at a Republik Indonesia/ Tent ara
Nasional Indonesia Angkat an Udara, dan penyelesaian hukumnya
dilakukan sesuai dengan ket ent uan Undang-undang Nomor 8 Tahun
1981 t ent ang Hukum Acara Pidana.
BAB XIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 54
Barangsiapa mengoperasikan pesawat udara melalui kawasan udara
t erlarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), dipidana
dengan pidana penj ara paling lama 6 (enam) t ahun dan denda
set inggi-t ingginya Rp. 72. 000. 000, - (t uj uh puluh dua j ut a rupiah).
Pasal 55
Barangsiapa mengoperasikan pesawat udara yang
t anda pendaf t aran sebagaimana dimaksud dalam
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1
denda set inggi-t ingginya Rp. 36. 000. 000, - (t iga
rupiah).
t idak
Pasal
(sat u)
puluh
mempunyai
9 ayat (1),
t ahun at au
enam j ut a
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
22
-
Pasal 56
Barangsiapa mengoperasikan pesawat t erbang dan helikopt er yang
t idak mempunyai t anda kebangsaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (1), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1
(sat u) t ahun at au denda set inggi-t ingginya Rp. 36. 000. 000, - (t iga puluh
enam j ut a rupiah).
Pasal 57
Barangsiapa memberi at au mengubah t anda-t anda pada pesawat udara
sipil sedemikian rupa sehingga menyerupai pesawat udara negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan at au denda
set inggi-t ingginya Rp. 18. 000. 000, - (delapan belas j ut a rupiah).
Pasal 58
Barangsiapa mengoperasikan pesawat udara asing
dari, ke at au
melalui wilayah Republik Indonesia dengan melanggar ket ent uan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2), dipidana dengan
pidana penj ara paling lama 5 (lima) t ahun dan denda
set inggi-t ingginya Rp. 60. 000. 000, - (enam puluh j ut a rupiah).
Pasal 59
Barangsiapa melakukan pendarat an at au t inggal landas dengan
menggunakan pesawat udara t idak di at au dari bandar udara yang
dit et apkan unt uk it u sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1),
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (sat u) t ahun at au
denda set inggi-t ingginya Rp. 36. 000. 000, - (t iga puluh enam j ut a
rupiah).
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
23
-
Pasal 60
Barangsiapa menerbangkan pesawat udara yang dapat membahayakan
keselamat an pesawat udara, penumpang dan barang, dan/ at au
penduduk, at au mengganggu keamanan dan ket ert iban umum at au
merugikan hart a benda milik orang lain sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16, dipidana dengan pidana penj ara paling lama 5 (lima) t ahun
dan denda set inggi-t ingginya Rp. 60. 000. 000, - (enam puluh j ut a
rupiah).
Pasal 61
Barangsiapa t anpa izin Pemerint ah melakukan perekaman dari udara
dengan menggunakan pesawat udara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (1), dipidana dengan pidana penj ara paling lama 5 (lima
) t ahun dan denda set inggi-t ingginya Rp. 60. 000. 000, - (enam puluh
j ut a rupiah).
Pasal 62
Barangsiapa melanggar ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
18 ayat (1), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (sat u)
t ahun at au denda set inggi-t ingginya Rp. 36. 000. 000, - (t iga puluh enam
j ut a rupiah).
Pasal 63
Barangsiapa mengoperasikan pesawat udara yang t idak memiliki
sert if ikat kelaikan udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat
(1), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (sat u) t ahun at au
denda set inggi-t ingginya Rp. 36. 000. 000, - (t iga puluh enam j ut a
rupiah).
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
24
-
Pasal 64
Barangsiapa mengoperasikan f asilit as dan/ at au peralat an penunj ang
penerbangan yang t idak memenuhi persyarat an keamanan dan
keselamat an penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20,
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan at au
denda set inggi-t ingginya Rp. 18. 000. 000, - (delapan belas j ut a rupiah).
Pasal 65
Barangsiapa membangun dan/ at au mengoperasikan bandar udara
khusus t anpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2),
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (sat u) t ahun at au
denda set inggi-t ingginya Rp. 100. 000. 000, - (serat us j ut a rupiah).
Pasal 66
Barangsiapa t anpa hak berada di t empat -t empat t ert ent u di bandar
udara, mendirikan bangunan at au melakukan kegiat an lain di dalam
at au di sekit ar bandar udara yang dapat membahayakan keamanan
dan keselamat an penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28,
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan at au
denda set inggi-t ingginya Rp. 18. 000. 000, - (delapan belas j ut a rupiah).
Pasal 67
Barangsiapa t idak membant u usaha pencarian dan pert olongan
t erhadap pesawat udara yang mengalami kecelakaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) walaupun t elah diberit ahukan secara
pat ut oleh pej abat yang berwenang, dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 1 (sat u) t ahun at au denda set inggi-t ingginya Rp.
36. 000. 000, - (t iga puluh enam j ut a rupiah).
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
25
-
Pasal 68
(1)
Barangsiapa t anpa hak merusak at au menghilangkan bukt i-bukt i
at au mengubah let ak pesawat udara, at au mengambil bagian
pesawat udara at au barang lainnya yang t ersisa akibat dari
kecelakaan pesawat udara, sebelum dilakukan penelit ian
t erhadap penyebab kecelakaan t ersebut sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 6 (enam) bulan at au denda set inggi-t ingginya Rp.
18. 000. 000, - (delapan belas j ut a rupiah).
(2)
Apabila perbuat an sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dengan t uj uan unt uk menghilangkan bukt i-bukt i
mengenai penyebab kecelakaan, dipidana dengan pidana penj ara
paling lama 5 (lima) t ahun dan denda set inggi-t ingginya Rp.
60. 000. 000, - (enam puluh j ut a rupiah).
Pasal 69
Barangsiapa melakukan kegiat an angkut an udara niaga at au bukan
niaga t anpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) dan
ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan
at au denda set inggi-t ingginya Rp. 18. 000. 000. - (delapan belas j ut a
rupiah).
Pasal 70
Barangsiapa
mengoperasikan
pesawat
udara
dan
t idak
mengasuransikan t anggungj awabnya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 47, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (sat u) t ahun
at au denda set inggi-t ingginya Rp. 36. 000. 000, - . (t iga puluh enam j ut a
rupiah).
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
26
-
Pasal 71
Barangsiapa t idak mengasuransikan awak pesawat udara yang
dipekerj akannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 t erhadap
resiko t erj adinya kecelakaan pesawat udara, dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 (sat u) t ahun at au denda set inggi-t ingginya Rp.
36. 000. 000, - (t iga puluh enam j ut a rupiah).
Pasal 72
Barangsiapa mengoperasikan pesawat udara yang t idak memenuhi
persyarat an ambang bat as t ingkat kebisingan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50 ayat (1), dipidana dengan pidana kurungan paling lama
1 (sat u) t ahun at au denda set inggi-t ingginya Rp. 36. 000. 000, - (t iga
puluh enam j ut a rupiah).
Pasal 73
(1)
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 58,
Pasal 60, Pasal 61, dan Pasal 68 ayat (2) adalah kej ahat an.
(2)
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Pasal 56.
Pasal 57, Pasal 59, Pasal 62, Pasal 63, Pasal 64, Pasal 65, Pasal
66, Pasal 67, Pasal 69 ayat (1). Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, dan
Pasal 72 adalah pelanggaran.
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
27
-
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 74
Dengan berlakunya Undang-undang ini maka :
a. Ordonansi
Pengangkut an
Udara
(Lucht vervoer
Ordonnant ie
St aat sblad Tahun, 1939 Nomor 100) dinyat akan t et ap berlaku
sepanj ang t idak bert ent angan dengan Undang-undang ini at au
belum digant i dengan Undang-undang yang baru;
b. semua perat uran pelaksanaan Undang-undang Nomor 93 Tahun 1958
t ent ang Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 159,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 1687) dinyat akan t et ap berlaku
sepanj ang t idak bert ent angan at au belum digant i dengan yang baru
berdasarkan Undang-undang ini.
BAB XV
PENUTUP
Pasal 75
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, maka Undang-undang
Nomor 83 Tahun 1958 t ent ang Penerbangan (Lembaran Negara Tahun
1958 Nomor 159, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1687),
dinyat akan t idak berlaku.
Pasal 76
Undang-undang ini mulai berlaku pada t anggal 17 Sept ember 1992.
Agar set iap orang menget ahuinya, memerint ahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan penempat annya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
28
-
Disahkan di Jakart a
pada t anggal 25 Mei 1992
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakart a
pada t anggal 25 Mei 1992
MENTERI/ SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
MOERDIONO
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
29
-
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 1992
TENTANG
PENERBANGAN
UMUM
Bahwa berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa Negara Republik Indonesia
t elah dianugerahi sebagai negara kepulauan yang t erdiri dari beribu
pulau, t erlet ak memanj ang di garis khat ulist iwa, di ant ara dua benua
dan dua samudera, oleh karena it u mempunyai posisi dan peranan
yang sangat pent ing dan st rat egis dalam hubungan ant ar bangsa.
Unt uk mencapai t uj uan pembangunan nasional sebagai pengamalan
Pancasila, t ransport asi memiliki posisi yang pent ing dan st rat egis
dalam pembangunan bangsa yang berwawasan lingkungan dan hal ini
harus t ercermin pada kebut uhan mobilit as seluruh sekt or dan wilayah.
Transport asi merupakan sarana yang sangat pent ing dan st rat egis
dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persat uan
dan kesat uan, mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan
negara sert a mempererat hubungan ant ar bangsa.
Pent ingnya
t ransport asi
t ersebut
t ercermin
pada
semakin
meningkat nya kebut uhan j asa angkut an bagi mobilit as orang sert a
barang dari dan ke seluruh pelosok t anah air, bahkan dari dan ke luar
negeri.
Di samping it u, t ransport asi j uga berperan sebagai penunj ang,
pendorong, dan penggerak bagi pert umbuhan daerah yang berpot ensi
namun belum berkembang, dalam upaya peningkat an dan pemerat aan
pembangunan sert a hasil-hasilnya.
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
30
-
Menyadari peranan t ransport asi, maka penyelenggaraan penerbangan
harus dit at a dalam sat u kesat uan sist em t ransport asi nasional secara
t erpadu dan mampu mewuj udkan penyediaan j asa t ransport asi yang
seimbang dengan t ingkat kebut uhan dan t ersedianya pelayanan
angkut an yang selamat , aman, cepat , lancar, t ert ib, t erat ur, nyaman,
dan ef isien dengan biaya yang waj ar sert a t erj angkau oleh daya beli
masyarakat .
Penerbangan yang mempunyai karakt erist ik dan keunggulan t ersendiri
perlu dikembangkan dengan memperhat ikan sif at nya yang padat
modal sehingga mampu meningkat kan pelayanan yang lebih luas baik
di dalam negeri maupun ke luar negeri.
Pengembangan penerbangan yang dit at a dalam sat u kesat uan sist em,
dilakukan
dengan
mengint egrasikan
dan
mendinamisasikan
unsur-unsurnya yang t erdiri dari prasarana dan sarana penerbangan,
perat uran-perat uran, prosedur dan met oda sedemikian rupa sehingga
t erwuj ud suat u t ot alit as yang ut uh, berdayaguna, berhasilguna sert a
dapat dit erapkan.
Mengingat pent ing dan st rat egisnya peranan penerbangan yang
menguasai haj at hidup orang banyak, maka penerbangan dikuasai oleh
negara yang pembinaannya dilakukan oleh Pemerint ah.
Penyelenggaraan
penerbangan
perlu
diselenggarakan
secara
berkesinambungan dan t erus dit ingkat kan agar lebih luas daya j angkau
dan pelayanannya kepada masyarakat dengan memperhat ikan
sebesar-besar kepent ingan umum dan kemampuan masyarakat ,
kelest arian lingkungan, koordinasi ant ar wewenang pusat dan daerah
sert a ant ar inst ansi, sekt or, dan ant ar unsur t erkait sert a pert ahanan
dan keamanan negara, sekaligus dalam rangka mewuj udkan sist em
t ransport asi nasional yang andal dan t erpadu.
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
31
Keseluruhan
hal
t ersebut
Undang-undang yang ut uh.
-
perlu
dicerminkan
dalam
sat u
Dalam Undang-undang ini j uga diat ur mengenai hak, kewaj iban sert a
t anggung j awab para penyedia j asa dan para pengguna j asa, dan
t anggung j awab penyedia j asa t erhadap kerugian pihak ket iga sebagai
akibat dari penyelenggaraan penerbangan sert a pembebanan hipot ek
t erhadap pesawat t erbang dan helikopt er yang t elah memperoleh
t anda pendaf t aran Indonesia.
Di samping it u dalam rangka pembangunan hukum nasional sert a unt uk
lebih memant apkan perwuj udan kepast ian hukum, Undang-undang
Nomor 83 Tahun 1958 t ent ang Penerbangan, perlu digant i dengan
Undang-undang ini, karena t idak sesuai lagi dengan perkembangan
zaman, kemaj uan ilmu penget ahuan dan t eknologi, dan belum t ert at a
dalam sat u kesat uan sist em yang merupakan bagian dari t ransport asi
secara keseluruhan.
Mengingat Indonesia sebagai salah sat u negara anggot a Organisasi
Penerbangan Sipil
Int ernasional
(Int ernat ional
Civil
Aviat ion
Organizat ion,
disingkat
ICAO),
maka
ket ent uan-ket ent uan
penerbangan int ernasional sebagaimana t ercant um dalam Konvensi
Chicago 1944 besert a Annexes dan dokumen-dokumen t eknis
operasionalnya sert a konvensi-konvensi int ernasional t erkait lainnya,
merupakan ket ent uan-ket ent uan yang harus dit aat i sesuai dengan
kepent ingan nasional.
Dalam Undang-undang ini diat ur hal-hal yang bersif at pokok,
sedangkan yang bersif at t eknis dan operasional diat ur dalam Perat uran
Pemerint ah dan perat uran pelaksanaan lainnya.
PASAL DEMI PASAL
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
32
-
Pasal 1
Angka 1
Cukup j elas
Angka 2
Cukup j elas
Angka 3
Tidak t ermasuk pengert ian pesawat udara adalah alat -alat yang
dapat t erbang bukan oleh daya angkat dari reaksi udara,
melainkan karena reaksi udara t erhadap permukaan bumi,
misalnya roket .
Angka 4
Cukup j elas
Angka 5
Cukup j elas
Angka 6
Cukup j elas
Angka 7
Cukup j elas
Angka 8
Cukup j elas
Angka 9
Cukup j elas
Angka 10
Cukup j elas
Angka 11
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
33
-
Yang dimaksud dengan lapangan t erbang dalam ket ent uan ini
adalah kawasan di darat an at au perairan yang dipergunakan
unt uk lepas landas dan/ at au pendarat an pesawat udara.
Angka 12
Cukup j elas
Angka 13
Cukup j elas
Angka 14
Cukup j elas
Angka 15
Cukup j elas
Pasal 2
Dalam ket ent uan pasal ini yang dimaksud dengan :
a. asas manf aat yait u, bahwa penerbangan harus dapat memberikan
manf aat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkat an
kesej aht eraan rakyat dan pengembangan perikehidupan yang
berkeseimbangan bagi warga negara, sert a upaya peningkat an
pert ahanan dan keamanan negara;
b. asas usaha bersama dan
kekeluargaan
yait u,
bahwa
penyelenggaraan usaha di bidang penerbangan dilaksanakan
unt uk mencapai cit a-cit a dan aspirasi bangsa yang dalam
kegiat annya dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan
dij iwai oleh semangat kekeluargaan;
c. asas adil dan merat a yait u, bahwa penyelenggaraan penerbangan
harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merat a kepada
segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang t erj angkau oleh
masyarakat ;
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
34
-
d. asas
keseimbangan
yait u,
bahwa
penerbangan
harus
diselenggarakan
sedemikian
rupa
sehingga
t erdapat
keseimbangan yang serasi ant ara sarana dan prasarana, ant ara
kepent ingan pengguna dan penyedia j asa, ant ara kepent ingan
individu dan masyarakat , sert a ant ara kepent ingan nasional dan
int ernasional;
e. asas kepent ingan umum yait u, bahwa penyelenggaraan
penerbangan harus mengut amakan kepent ingan pelayanan umum
bagi masyarakat luas;
f . asas ket erpaduan yait u, bahwa penerbangan harus merupakan
kesat uan yang bulat dan ut uh, t erpadu, saling menunj ang, dan
saling mengisi baik int ra maupun ant ar moda t ransport asi;
g. asas kesadaran hukum yait u, bahwa mewaj ibkan kepada
pemerint ah unt uk menegakkan dan menj amin kepast ian hukum
sert a mewaj ibkan kepada set iap warga negara Indonesia unt uk
selalu sadar dan t aat kepada hukum dalam penyelenggaraan
penerbangan;
h. asas percaya pada diri sendiri yait u, bahwa penerbangan harus
berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuat an
sendiri, sert a bersendikan kepada kepribadian bangsa.
Pasal 3
Cukup j elas
Pasal 4
Sebagai negara berdaulat , Republik Indonesia memiliki kedaulat an
penuh dan ut uh di wilayah udara Republik Indonesia, sesuai dengan
ket ent uan Konvensi Chicago 1944 t ent ang Penerbangan Sipil
Int ernasional.
Ket ent uan
dalam
pasal
ini
hanya
menegaskan
mengenai
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
35
-
kewenangan dan t anggung j awab negara Republik Indonesia unt uk
mengat ur penggunaan wilayah udara yang merupakan bagian dari
wilayah dirgant ara Indonesia, sedangkan mengenai kedaulat an at as
wilayah Republik Indonesia secara menyeluruh t et ap berlaku
ket ent uan sebagaimana diat ur dalam Undang-undang Nomor 20
Tahun 1982 t ent ang Ket ent uan Pokok Pert ahanan Keamanan Negara
Republik Indonesia.
Pasal 5
Wilayah udara yang berupa ruang udara di at as wilayah darat an dan
perairan Republik Indonesia merupakan kekayaan nasional sehingga
harus dimanf aat kan bagi sebesar-besar kepent ingan rakyat , bangsa,
dan negara.
Pasal 6
Ayat (1)
Kewenangan menet apkan kawasan udara t erlarang merupakan
kewenangan dari set iap negara berdaulat unt uk mengat ur
penggunaan wilayah udaranya, dalam rangka pert ahanan
keamanan negara dan keselamat an penerbangan.
Kawasan udara t erlarang dalam ket ent uan ini mengandung dua
pengert ian yait u :
a. kawasan udara t erlarang yang larangannya bersif at t et ap
(prohibit ed area) karena pert imbangan pert ahanan dan
keamanan negara sert a keselamat an penerbangan;
b. kawasan udara t erlarang yang larangannya bersif at t erbat as
(rest rict ed area) karena pert imbangan pert ahanan dan
keamanan at au keselamat an penerbangan at au kepent ingan
umum misalnya pembat asan ket inggian t erbang, pembat asan
wakt u operasi, dan lain-lain.
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
36
-
Ayat (2)
Penegakan hukum t erhadap ket ent uan ini dilakukan dengan
menggunakan pesawat udara Angkat an Bersenj at a Republik
Indonesia oleh inst ansi yang bert anggung j awab di bidang
pert ahanan dan keamanan.
Ayat (3)
Cukup j elas
Pasal 7
Ayat (1)
Pengert ian dikuasai oleh negara adalah bahwa negara
mempunyai hak penguasaan at as penyelenggaraan penerbangan
yang
perwuj udannya
meliput i
aspek-aspek
pengat uran,
pengendalian, dan pengawasan.
Dalam aspek pengat uran, t ercakup perumusan dan penent uan
kebij aksanaan umum maupun t eknis yang ant ara lain berupa
persyarat an keselamat an dan perizinan.
Aspek pengendalian dilakukan baik di bidang pembangunan
maupun operasi berupa pengarahan dan bimbingan. Sedangkan
aspek
pengawasan
dilakukan
t erhadap
penyelenggaraan
penerbangan.
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Dalam pengert ian memperhat ikan seluruh aspek kehidupan
masyarakat yang meliput i aspek polit ik, ekonomi, sosial budaya,
pert ahanan dan keamanan, t ermasuk memperhat ikan lingkungan
hidup, t at a ruang, energi, perkembangan ilmu penget ahuan dan
t eknologi, hubungan int ernasional, sert a pengembangan pot ensi
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
37
-
yang ada dalam masyarakat dalam rangka meningkat kan
kemampuan penerbangan nasional yang lebih luas.
Ayat (4)
Cukup j elas
Pasal 8
Yang dimaksud dengan mempunyai keandalan adalah kondisi
prasarana yang siap pakai dan secara t eknis laik unt uk dioperasikan
sert a sarana yang laik udara.
Pasal 9
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan t anda pendaf t aran dalam ket ent uan ini
adalah t anda pendaf t aran Indonesia at au asing.
Pengert ian dioperasikan dalam ayat ini adalah dipakai unt uk
t erbang.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup j elas
Huruf b
Sepanj ang kebut uhan angkut an udara di Indonesia belum
t erpenuhi, pesawat udara yang dimiliki oleh warga negara
asing at au badan hukum asing, dapat didaf t arkan di Indonesia
apabila memenuhi ket ent uan dalam ayat ini.
Huruf c
Cukup j elas
Huruf d
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
38
-
Yang dimaksud dengan lembaga t ert ent u ant ara lain lembaga
sosial, keagamaan, pendidikan, dan olah raga. Sedangkan yang
dimaksud dengan izin Pemerint ah adalah izin unt uk melakukan
kegiat an t ert ent u di Indonesia dan izin unt uk dapat
menggunakan pesawat udara dalam rangka menunj ang
kegiat annya.
Ayat (3)
Sesuai dengan kebut uhan dan perkembangan keadaan, dalam
Perat uran Pemerint ah dapat diat ur mengenai bent uk-bent uk
perj anj ian lainnya yang dapat dipergunakan sebagai dasar unt uk
mendaf t arkan di Indonesia, pesawat udara milik warga negara
asing at au badan hukum asing, dengan t et ap memperhat ikan
ket ent uan dalam Undang-undang ini.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan j enis-j enis pesawat t erbang t ert ent u yang
merupakan hasil pengembangan t eknologi ant ara lain adalah
pesawat t erbang sangat ringan (ult ra light ).
Mengingat pengoperasian ult ra light sangat t erbat as dan
t erhadap ult ra light t idak berlaku ket ent uan Konvensi Chicago
1944, maka t idak diwaj ibkan unt uk memiliki t anda kebangsaan.
Pasal 11
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
39
-
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Berdasarkan pert imbangan keamanan dan ket ert iban, ket ent uan
dalam pasal ini diberlakukan pula t erhadap j enis-j enis pesawat
udara t ert ent u yang dit et apkan oleh Pemerint ah.
Pasal 12
Ayat (1)
Terhadap hipot ek pesawat t erbang dan helikopt er sebagaimana
dimaksud dalam ket ent uan ini berlaku ket ent uan-ket ent uan
hipot ek dalam Kit ab Undang-undang Hukum Perdat a Indonesia.
Ket ent uan dalam pasal ini t idak menut up pembebanan pesawat
t erbang dan helikopt er dengan hak j aminan lain sesuai dengan
perat uran perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Cukup j elas
Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kat a digunakan dalam ket ent uan ini
adalah dioperasikan.
Ayat (2)
Cukup j elas
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
40
-
Ayat (3)
Cukup j elas
Ayat (4)
Cukup j elas
Pasal 14
Ket ent uan ini dimaksudkan unt uk mencapai opt imalisasi dalam
pengoperasian pesawat udara, melalui pengat uran j enis dan
penggunaan pesawat udara pada rut e at au daerah operasi t ert ent u,
dengan memperhat ikan perkembangan indust ri pesawat udara
dalam negeri dan perkembangan angkut an udara nasional.
Dalam Perat uran Pemerint ah diat ur j enis dan penggunaan pesawat
udara sipil unt uk angkut an udara niaga dan bukan niaga, sert a j enis
dan penggunaan pesawat udara negara unt uk Angkat an Bersenj at a
Republik Indonesia, Bea dan Cukai, dan lain-lain inst ansi.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Yang dimaksud dalam keadaan darurat adalah suat u keadaan
yang memaksa, sehingga harus dilakukan pendarat an di luar
bandar udara yang t elah dit et apkan, misalnya karena t erj adi
kerusakan mesin at au kehabisan bahan bakar at au cuaca buruk
yang dapat membahayakan keselamat an penerbangan apabila
penerbangan t et ap dilanj ut kan.
Ayat (3)
Cukup j elas
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
41
-
Pasal 16
Kegiat an yang membahayakan t ersebut ant ara lain t erbang di luar
j alur yang dit ent ukan, t erbang t idak membawa peralat an
keselamat an, t erbang di at as kawasan udara t erlarang, dan j uga
dapat membahayakan kelest arian lingkungan hidup.
Pasal 17
Ayat (1)
Ket ent uan ini dimaksudkan unt uk mencegah dilakukannya
kegiat an perekaman dengan menggunakan pesawat udara yang
dilengkapi dengan alat -alat perekam dalam bent uk apapun,
sehingga dapat membahayakan kepent ingan pert ahanan dan
keamanan negara.
Ayat (2)
Cukup j elas
Pasal 18
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan personil penerbangan adalah orang yang
mempunyai kecakapan t ert ent u yang t ugasnya secara langsung
mempengaruhi keselamat an penerbangan.
Ayat (2)
Berdasarkan pert imbangan keselamat an penerbangan, sert if ikat
kecakapan sebagaimana dimaksud dalam ket ent uan ini
dit et apkan
bat as
wakt unya,
dan
unt uk
memperoleh
perpanj angan masa berlakunya dilakukan kegiat an ant ara lain
penguj ian kecakapan dan penguj ian kesehat an.
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
42
-
Ayat (3)
Cukup j elas
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Cukup j elas
Pasal 20
Fasilit as penerbangan ialah peralat an-peralat an yang dibut uhkan
langsung unt uk navigasi penerbangan ant ara lain peralat an sist em
pendarat an, sist em komunikasi, met eorologi sedangkan peralat an
penunj ang berupa peralat an yang t idak secara langsung
mempengaruhi keamanan dan keselamat an penerbangan ant ara lain
peralat an perbengkelan.
Pasal 21
Ayat (1)
Ket ent uan ini merupakan persyarat an yang harus diperhat ikan
dalam rangka keselamat an penerbangan.
Ayat (2)
Cukup j elas
PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA
-
43
-
Pasal 22
Ayat (1)
Pelayanan navigasi penerbangan (air navigat ion) dalam ket ent uan
ini ant ara lain t erdiri dari pelayanan lalu lint as udara,
met eorologi, komunikasi penerbangan, dan f asilit as bant u
navigasi penerbangan.
Ayat (2)
Pendapat an yang diperoleh sebagai hasil pemberian pelayanan
navigasi penerbangan sebagaimana dimaksud dalam ket ent uan
ini, dikelola sesuai dengan perat uran perundang-undangan yang
berlaku.
Ayat (3)
Cukup j elas
Pasal 23