Dementia pada Lansia

(1)

kehilangan kapasitas intelektual tidak hanya ingatan (memori), namun juga kognitif, bahasa, kemampuan visuospasial, dan kepribadian. Kelima komponen tersebut tidak harus terganggu seluruhnya, namun pada sebagian besar kasus, kelima komponen ini memang terganggu dalam derajat yang bervariasi. Dementia menyebabkan gangguan intelektual dalam keadaan sadar penuh, dan kasus ini bisa bersifat progresif, stabil, atau kekambuhan.

2. Manifestasi Klinis Dementia

Garis besar manifestasi kliniknya adalah sebagai berikut: 1) Perjalanan penyakit yang bertahap

2) Tidak terdapat gangguan kesadaran

3. Jenis dan Penyebab Dementia Pada Usia Lanjut

Keadaan yang secaara potensial reversible/bisa diihentikan: 1) Intoksidasi (Obat, termasuk alcohol, dan lain-lain) 2) Infeksi susunaan saraf pusat

3) Gangguan Metaolik 4) Gangguan Nutrisi

5) Gangguan Vaskuler (demensia multi infark, dan lain-lain) Penyakit degenerative progresif:

1) Tanpa gejala neurologic penting lain: 2) Penyakit Alzheimer

3) Penyakit Pick

4) Dengann gangguan neurologic lain yang prominer 5) Penyakit Parkinson

6) Penyakit Huntingson

7) Kelumpuhan Supranuklear progresif

8) Penyakit degenerative lain yang jarang didapat

Penyebab demensia yang reversible sangat penting untuk diketahui, karena dengan pengobatan yang baik penderita dapat kemmbali menjalankan hidup sehari-hari yang normal. Untuk mengingat berbagai keadaan tersebbut telah disebut suatu “jembatan keledai” sebagai berikut:

D-Drugs (obat-obatan)


(2)

E-Emotional (gangguan emosi, missal depresi, dan lain-lain) M-Metabolic (endokrin)

E-Eye and Ear (disfungsi mata dan telinga) N-Nutrition

T-Tumor dan Trauma I- Infection

A-Arterosclerotic (komplikasi penyakit aterosklerosis, missal infark miokard, gagal jantung dan lain-lain) dan alcohol (Joseph Gallo 1998 dalam Khalid Mujhadillah 2012).

Secara garis besar dementia pada usia lanjut dapat dikategorikan dalam 4 golongan, yaitu:

a) Demensia Degeneratif Primer (50-60 %)

Dikenal juga dengan nama demensi tipe Alzheimer, adalah suatu keadaan yang meliputi perubahan dari jumlah, struktur dan fungsi neuron di daerah tertentu dari korteks otak. Terjadi suaatu kekusutan neurifiblier (neurofiblier tangles) dan plak-plak neurit dan perubahan aktivitas kolinergik di daerah-daerah tertentu di otak. Penyebab tidak diketahui dengan pasti, tetapi beberapa teori menerangkan kemungkinan adanya factor kromosom atau genetic, radikal bebas, foksin amiloid, pengaruh logam alumunium, akibat infeksi virus lambat atau pengaruh lingkungan yang lain.

b) Demensia Multi Infark (10-20 %)

Demensia ini merupakan jenis kedua terbanyak setelah penyakit Alzheimer. Bisa didapatkan secara tersendiri atau bersama dengan demensia jenis lain. Didapatkan sebagai akibat/gejala sisa dari stroke kortikal atau subkortikal yang berulang. Ciri yang khas adalah bahwa gejala dan tanda menunjukkan penurunan bertingkat (stepwise), dimana setiap episode akut mennurunkan keadaan kognitifnya

Hal ini berbeda dengan dapatan pada penyakit Alzheimer, dimana gejala dan tanda akan berlangsung secara progresif. Satu jenis demensia tipe lain, yaitu


(3)

demensia senilis tipe Binswangar sulit dibedakan dengan demensia muti-infark. Pada banyak penderita sering dijumpai gejala dan tanda dari demensia tipe caampuran (multi-infark dan Alzheimer)

c) Sindroma amnestic dan “pelupa benigna akibat penuaan” (20-30 %)

Pada dua keadaan di atas, gejala utama adalah gangguan memori (daya ingat), sedangkan pada demensia terdapat gangguan pada fungsi intelektual yang lain. Pada sindroma amnestic terdapat gangguan pada daya hal yang baru terjadi. Kemungkinan penyebabnya adalah:

1) Defisensi tiamin (sering akibat pemakaian alkohol yang berlebihan)

2) Lesi pada struktur otak bagian temporal tengah (akibat trauma atau anoksia)

3) Iskemia global transien (sepintas) akibat isufisiensi serebrovaskuler.

Pelupa benigna akibat penuaan, biasanya terlihat sebagai gangguan ringan daya ingat yang tidak progresif dan tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Biasanya dikenali oleh keluarga atau teman, karena sering mengulang pertanyaan yang sama atau lupa pada kejadian yang baru saja terjadi. Perlu observasi beberapa bulan untuk membedakan dengan demensia sebenarnya. Bila gangguan daya ingat bertambah progresif disertai dengan gangguan intelektual yang lain, maka kemungkinan besar diagnosis demensia dapat ditegaskan (Brocklehurst and Allen, 1987; Kane at al, 1994 dalam Khalid Mujhadilllah (2012).

d) Gangguan lain (terutama neurologic) (5-10 %)

Berbagai penyakit neurologic sering disertai dengaan gejala demensia. Diantaranya yang tersering adalah penyakit Parkinson, khorea Huntington dan


(4)

hidrosefalus bertekanan normal. Hidroseefalus bertekanan normal jarang sekali dijumpai. Kecurigaan akan keadaan ini perlu diwaspadai, bbila pada skan TK atau MRI didapatkan pelebaran ventrikel melebihi proposi dibandingkan dengaan atrofi kortikal otak. Gejala mirip demensia subkortikal, yaitu selain didapatkan demensia juga gejala postur dan langkah serta depresi.

4. Diagnosis Banding Demensia Pendekatan Sistematis

Dalam mendiagnosis gangguan kognitif, dokter atau praktisi yang ada harus membedakan antaaraa demensia, delirium dan penurunan neurologis spesifik (seperti afasia atau amnesia).

1) Gambarann Kortikal 2) Penyakitt Alzheimer’s 3) Penyakit Pick’s

4) Gambaran Subkortikal

5) Episode-episode iskemik multiple 6) Demensia Vaskuler

7) Kelainan Gerakan 8) Penyakit Parkinson’s 9) Palsi supranuklir progresif 10) Penyakit Huntingtoon’s 11) Penyakit Wilson’s 12) Kelainan Afektif

13) Sindrom demensia depresi 14) Triad Klasik hidrosefalus 15) Hidrosefalus tekanan normal 16) Keracunan mental kronik

17) Reaksi terhadap toksin atau obat 18) Abnormalitas metabolic

19) Kelainan Endokrin 20) Defisiensi Nutrisional 21) Proses Infeksius

22) Neoplasma, primer tau metastase

Proses menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya demensia. Pennuaan menyebabkan terjadinya peruahan anatomi dan biokimiawi di susunan syaraf pusat. Pada beberapa penderita tua menjadi penurunan daya ingat dan ganggua psikomotor yang masih wajar, disebut sebagai “sifat pelupa benigna akibat pennuaaan (benign senescent


(5)

forgetfulness). Kejadian ini tidak menyebabkan gangguan pada aktivitas sehari-hari. Harus diingat pula bahwa beberapa penyakit demensia sering mengalami depresi konfusio, sehingga gambaran kliniknya sering membingungkan (Joseph Gallo, 1998 dalam Khalid Mujhadillah (2012).

5. Asuhan Keperawatan Demensia

Asuhan keperawatan bertujuan menetapkan apakah klien masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari atau apakah kemampuan kognitif masih tersisa tingkat penyakit apapun yang mereka alami. Tujuan utamanya adalah mempertahankan kemampuan klien secara maksimal. Hal ini dilakukan untuk memaksimalkan kemandirian dan mendukung hal tersebut dalam waktu yang relatif lama. Upaya ini mungkkin akan memperlambat terjadinva penurunan kemampuan klien dalam merawat diri, perilaku, dan kemampuan kognitif pada saat penvakit berialan progresif. Kemunduran pada semua kemampuan tersebut tidak dapat dihindari dan dibutuhkan kesadaran perawatan untuk membuat tujuan yang realistis bagi klien secara individual. Hal ini dilakukan untuk meng-kompensasi kemampuan klien vang men u run dan membuat tujuan yang baru serta melaksanakankan keperawatan. Beberapa aspek demensia telah diteliti dan memberikan hasil evaluasi teknik orientasi realita dan pengaruh program latihan.

a. Terapi Validasi Terapi yang sering terlihat bertentangan dengan orientasi realitas adalah terapi validasi (Bleathman dan Morton, 1988 dalam Watson, 2000). Akan tetapi, hal ini bukan merupakan suatu masalah, karena terapi validasi digunakan dalam keadaan vang berbeda untuk alasan yang berbeda dari orientasi realitas. Keduanya dapat diterapkan pada lingkungan dan klien yang sama. Terapi validasi meliputi eksplorasi terhadap perasaan


(6)

klien yang berusaha menghindari realita, atau setidaknya menerima situasi yang mereka dapatkan pada dirinya. Contoh, jika lansia demensia berusaha untuk meninggalkan lingkungan keperawatan yang aman dan mengklaim bahwa ia melihat ibunya. Pernyataan ini bertentangan dengan kennyataan bahwa ibunya telah meninggal beberapa tahun yang lalu (hal ini menunjukkan bahwa praktik keperawatan yang dilakukan buruk) menderita delusi. Pendekatan yang dapat dilakukan perawat vaitu dengan menanyakan mengenai ibunya, apakah dia sangat dekat dengan klien atau kapan klien terakhir melihatnva.

b. Terapi kenangan

Selain terapi di atas, terapi lain yang diterapkan pada lansia umumnya khen dengan demensia khususnya adalah terapi kenangan. Terapi ini berguna untuk menstimulasi individu suraya memikirkan tentang masa lalu sehingga mereka dapat menanvakan lebih hanvak tentang kehidupan mereka kepada staf keperawatan atau ahli terapi. Selain itu terapi sering hanyak berbentuk obrolan mengenai bagaimana kehidupan klien di masa lalu. Semua hal yang dilakukan klien seringkali memberikan cerita baru kepada staf perawatan mengenai seseorang yang merawat mereka. Terapi ini tampak tidak seekslusif terapi lain karena tidak terlalu menghabiskan waktu yang lama, tidak membutuhkan peralatan yang mahal, atau tingkat pelatihan yang tinggi. Semua khen lansia dengan demensia harus terus memperhatikan aspek keperawatan yang dipraktikkan oleh semua staf kepada mereka.


(7)

Kehilangan kemampuan dalam melakukan perawatan atau aktivitas sehari-hari adalah salah satu aspek demensia vang telah diteliti melalui program latihan yang moderat/icukup (Jirovec, 1991 dalam Watson, 2000). Kenyataannya, banyak program yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan klien dalam perawatan diri.Adalah fakta bahwa lingkungan yang khususkan untuk klien demensia ini mengunttmgkan, dalam arti dapat menghambat terjadinya kemunduran kognifif.

d. Orientasi Realitas

Orientasi realitas adalah teknik yang penting, terutania saat lansia masuk ke rumah sakit untuk menjalani perwatan yang lama. Teknik ini tidak hanya bertujuan mempertahankan sensasi klien terhadap waktu, tempat, dan identitas, akan tetapi juga dalam banyak kasus, digunakan untuk meng-hilangkan pengaruh yang merugikan pada klien institusi rumah sakit. Orientasi realitas adalah upaya mempertahankan sensasi terhadap realita yang ada, antara lain terhadap waktu, tempat, dan orang yang mengalami kemunduran kognitif (Hanley dkk.,1981 dalam Waston, 2000)

6. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) a. Pengertian

Menurut Stuart dan Laraia (2001) Terapi Aktivitas Kelompok adalah suatu upaya untuk menfasilitasi psikoterapi untuk memantau dan meningkatkan hubungan interpersonal antar anggota dengan memberi kesempatan untuk berkomunikasi, saling memperhatikan, memberi umpan tanggapan kepada orang lain, mengekspresikan ide-ide dan tukar persepsi serta memberi stimulus eksternal. Terapi ini dilaksanakan atas dasar bahwa respon seseorang saling berpengaruh dan dipengaruhi oleh orang lain haik destruktif maupun konstruktif. Terapi Aktivitas Kelompok adalah manual,


(8)

rekreasi dan kreatif untuk menfasilitasi penga-laman seseorang dan meningkatkan respons sosial dan harga diri (Rawlins dan Kneisi, 1992). b. Tujuan Terapi Aktivitas Kelompok

Tujuan Terapi Akti•itas Kelompok adalah terapeutik dan rehabilitasi. Terapeutik adalah meningkatkan kemampuan uji realitas komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain, melakukan sosialisasi, meningkatkan kesadaran terhadap hubungan reaksi emosi dengan tindakan defensif, membangkitkan motivasi untuk kemajuan fungsi kognifif dan afektif, meningkatkan identitas menyalurkan emosi secara konstruktif, meningkatkan keterampilan hubungan interpersonal atau sosial. Sedangkan tujuan rehabilitasi menurut Stuart dan Laraia, 2001 adalah meningkatkan keterampilan ekspresi diri, meningkatkan keterampilan meningkatkan kemampuan empati, meningkatkan pengetahuan dan kemampuan memecahkan masalah.

c. Komponen Kelompok

Kelompok terdiri dari dari delapan aspek, sebagai berikut (Stuart and Laraia, 2001):

1) Struktur Kelompok

Struktur kelompok menjelaskan batasan, komunikasi, proses pengambilan keputusan, dan hubungan otoritas dalam kelompok. Struktur kelompok menjaga stabilitas dan membantu pengaturan pola perilaku dan interaksi. Struktur dalam kelompok diatur dengan adanya pemimpin dan anggota, arah komunikasi dipandu oleh pemimpin, sedangkan keputusan diambil secara bersama.

2) Besar Kelompok

Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil vang anggotanva berkisar antara 5 12 orang. Jumlah anggota kelompok kecil


(9)

menurut Stuart and Laraia (2001) adalah 7-10 orang, menurut Lanchester (1980) adalah 10-12 orang, sedangkan menurut Rawlins, Williams, and Beck (1993) adalah 5-10 orang. Jika anggota kelompok terlalu besar akibatnya tidak semua anggota mendapatkan kesempatan untuk mengungkapkan perasaan, pendapat, dan pengalamannva. Jika terialu kecil, tidak cukup variasi informasi dan interaksi yang terjadi. 3) Lamanya Sessi

Waktu optimal untuk satu sessi adalah 20-40 rnenit bagi fungsi kelompok vang rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok vang tinggi (Stuart and Laraia, 200)). Biasanya dimulai dengan penugasan berupa orientasi, tahap kerja, dan finshing berupa terminasi. Banyaknva sessi tergantung pada tujuan kelompok, dapat satu kali/dua kali per minggu, atau dapat direncanakan sesuai dengan kebutuhan.

4) Komunikasi

Salah satu tugas pemimpin kelompok yang terpenting adalah mengobservasi dan menganallisis pola komunikasi dalarn suatu keiompok. Pemimpin menggunakan umpan balik untuk memberikan kesadaran pada anggota kelompok terhadap dinamika yang terjadi. Pernimpin dapat mengkaji hambatan, konflik interpersonal dalam kelompok, tingkat kompetisi, seberapa jauh kelompok tersebut bertanggung jawab terhadap tugas yang dilaksanakannva.

5) Peran Kelompok

Pemimpin perlu mengobservasi peran yang terjadi dalam suatu kelornpok. Ada tiga peran dan fungsi kelompok yang ditarnpilkan anggota kelompok dalarn kerja kelompok (Berne & Sheats, 1948 dalam Stuart Laraia, 2001) maintenance roles, task roles, dan individual role


(10)

Maintenance roles Yaitu peran serta aktif dalam proses kelornpok dan fungsi kelompok. Task roles, yaitu fokus pada penyelesaian tugas. Individual roles adalah self-centered dan distraksi pada kelompok. 6) Kekuatan Kelompok

Kekuatan (power) adalah kemampuan anggota kelompuk jalannya kegiatan kelompok. Untuk dalam mempengaruhi menetapkan kekuatan anggota kelompok yang bervariasi diperlukan kajian siapa yang paling banyak mendengar, dan siapa yang membuat keputusan dalam kelompok.

7) Norma Kelompok

Norma adalah standar perilaku yang ada dalam kelompok. Pengharapan terhadap perilaku kelompok pada masa yang akan datang berdasarkan pengalaman masa lalu dan saat Pemahaman tentang norma kelompok berguna untuk mengetahui pengaruhnya terhadap komunikasi dan interaksi dalam kelompok. Kesesuaian perilaku anggota kelompok dengan norma kelompok penting dalam menerima anggota kelompok. 8) Kekohesifan

Kekohesifan adalah kekuatan anggota kelompok dalam bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama. Hal ini mempengaruhi anggota kelompok untuk tetap betah dalam kelompok. Ada yang membuat anggota kelompok tertarik dan puas terhadap kelompok, perlu diidentifikasi agar kehidupan kelompok dapat dipertahankan. Pemimpin kelompok (terapis) perlu melakukan upaya agar kekohesifan kelompok dapat terwujud, seperti mendorong anggota kelompok untuk bicara satu sama yang lain, diskusi dengan kata-kata "kita", menyampaikan kesamaan anggota kelompok, membantu anggota kelompok untuk


(11)

mendengar ketika yang lain bicara. Kekohesifan perlu diukur melalui seberapa sering antar anggota memberikan pujian dan meng-ungkapkan kekaguman satu sama yang lain (Budi Anna Keliat, 2005).


(1)

klien yang berusaha menghindari realita, atau setidaknya menerima situasi yang mereka dapatkan pada dirinya. Contoh, jika lansia demensia berusaha untuk meninggalkan lingkungan keperawatan yang aman dan mengklaim bahwa ia melihat ibunya. Pernyataan ini bertentangan dengan kennyataan bahwa ibunya telah meninggal beberapa tahun yang lalu (hal ini menunjukkan bahwa praktik keperawatan yang dilakukan buruk) menderita delusi. Pendekatan yang dapat dilakukan perawat vaitu dengan menanyakan mengenai ibunya, apakah dia sangat dekat dengan klien atau kapan klien terakhir melihatnva.

b. Terapi kenangan

Selain terapi di atas, terapi lain yang diterapkan pada lansia umumnya khen dengan demensia khususnya adalah terapi kenangan. Terapi ini berguna untuk menstimulasi individu suraya memikirkan tentang masa lalu sehingga mereka dapat menanvakan lebih hanvak tentang kehidupan mereka kepada staf keperawatan atau ahli terapi. Selain itu terapi sering hanyak berbentuk obrolan mengenai bagaimana kehidupan klien di masa lalu. Semua hal yang dilakukan klien seringkali memberikan cerita baru kepada staf perawatan mengenai seseorang yang merawat mereka. Terapi ini tampak tidak seekslusif terapi lain karena tidak terlalu menghabiskan waktu yang lama, tidak membutuhkan peralatan yang mahal, atau tingkat pelatihan yang tinggi. Semua khen lansia dengan demensia harus terus memperhatikan aspek keperawatan yang dipraktikkan oleh semua staf kepada mereka.


(2)

Kehilangan kemampuan dalam melakukan perawatan atau aktivitas sehari-hari adalah salah satu aspek demensia vang telah diteliti melalui program latihan yang moderat/icukup (Jirovec, 1991 dalam Watson, 2000). Kenyataannya, banyak program yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan klien dalam perawatan diri.Adalah fakta bahwa lingkungan yang khususkan untuk klien demensia ini mengunttmgkan, dalam arti dapat menghambat terjadinya kemunduran kognifif.

d. Orientasi Realitas

Orientasi realitas adalah teknik yang penting, terutania saat lansia masuk ke rumah sakit untuk menjalani perwatan yang lama. Teknik ini tidak hanya bertujuan mempertahankan sensasi klien terhadap waktu, tempat, dan identitas, akan tetapi juga dalam banyak kasus, digunakan untuk meng-hilangkan pengaruh yang merugikan pada klien institusi rumah sakit. Orientasi realitas adalah upaya mempertahankan sensasi terhadap realita yang ada, antara lain terhadap waktu, tempat, dan orang yang mengalami kemunduran kognitif (Hanley dkk.,1981 dalam Waston, 2000)

6. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) a. Pengertian

Menurut Stuart dan Laraia (2001) Terapi Aktivitas Kelompok adalah suatu upaya untuk menfasilitasi psikoterapi untuk memantau dan meningkatkan hubungan interpersonal antar anggota dengan memberi kesempatan untuk berkomunikasi, saling memperhatikan, memberi umpan tanggapan kepada orang lain, mengekspresikan ide-ide dan tukar persepsi serta memberi stimulus eksternal. Terapi ini dilaksanakan atas dasar bahwa respon seseorang saling berpengaruh dan dipengaruhi oleh orang lain haik destruktif maupun konstruktif. Terapi Aktivitas Kelompok adalah manual,


(3)

rekreasi dan kreatif untuk menfasilitasi penga-laman seseorang dan meningkatkan respons sosial dan harga diri (Rawlins dan Kneisi, 1992). b. Tujuan Terapi Aktivitas Kelompok

Tujuan Terapi Akti•itas Kelompok adalah terapeutik dan rehabilitasi. Terapeutik adalah meningkatkan kemampuan uji realitas komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain, melakukan sosialisasi, meningkatkan kesadaran terhadap hubungan reaksi emosi dengan tindakan defensif, membangkitkan motivasi untuk kemajuan fungsi kognifif dan afektif, meningkatkan identitas menyalurkan emosi secara konstruktif, meningkatkan keterampilan hubungan interpersonal atau sosial. Sedangkan tujuan rehabilitasi menurut Stuart dan Laraia, 2001 adalah meningkatkan keterampilan ekspresi diri, meningkatkan keterampilan meningkatkan kemampuan empati, meningkatkan pengetahuan dan kemampuan memecahkan masalah.

c. Komponen Kelompok

Kelompok terdiri dari dari delapan aspek, sebagai berikut (Stuart and Laraia, 2001):

1) Struktur Kelompok

Struktur kelompok menjelaskan batasan, komunikasi, proses pengambilan keputusan, dan hubungan otoritas dalam kelompok. Struktur kelompok menjaga stabilitas dan membantu pengaturan pola perilaku dan interaksi. Struktur dalam kelompok diatur dengan adanya pemimpin dan anggota, arah komunikasi dipandu oleh pemimpin, sedangkan keputusan diambil secara bersama.

2) Besar Kelompok

Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil vang anggotanva berkisar antara 5 12 orang. Jumlah anggota kelompok kecil


(4)

menurut Stuart and Laraia (2001) adalah 7-10 orang, menurut Lanchester (1980) adalah 10-12 orang, sedangkan menurut Rawlins, Williams, and Beck (1993) adalah 5-10 orang. Jika anggota kelompok terlalu besar akibatnya tidak semua anggota mendapatkan kesempatan untuk mengungkapkan perasaan, pendapat, dan pengalamannva. Jika terialu kecil, tidak cukup variasi informasi dan interaksi yang terjadi. 3) Lamanya Sessi

Waktu optimal untuk satu sessi adalah 20-40 rnenit bagi fungsi kelompok vang rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok vang tinggi (Stuart and Laraia, 200)). Biasanya dimulai dengan penugasan berupa orientasi, tahap kerja, dan finshing berupa terminasi. Banyaknva sessi tergantung pada tujuan kelompok, dapat satu kali/dua kali per minggu, atau dapat direncanakan sesuai dengan kebutuhan.

4) Komunikasi

Salah satu tugas pemimpin kelompok yang terpenting adalah mengobservasi dan menganallisis pola komunikasi dalarn suatu keiompok. Pemimpin menggunakan umpan balik untuk memberikan kesadaran pada anggota kelompok terhadap dinamika yang terjadi. Pernimpin dapat mengkaji hambatan, konflik interpersonal dalam kelompok, tingkat kompetisi, seberapa jauh kelompok tersebut bertanggung jawab terhadap tugas yang dilaksanakannva.

5) Peran Kelompok

Pemimpin perlu mengobservasi peran yang terjadi dalam suatu kelornpok. Ada tiga peran dan fungsi kelompok yang ditarnpilkan anggota kelompok dalarn kerja kelompok (Berne & Sheats, 1948 dalam Stuart Laraia, 2001) maintenance roles, task roles, dan individual role


(5)

Maintenance roles Yaitu peran serta aktif dalam proses kelornpok dan fungsi kelompok. Task roles, yaitu fokus pada penyelesaian tugas. Individual roles adalah self-centered dan distraksi pada kelompok. 6) Kekuatan Kelompok

Kekuatan (power) adalah kemampuan anggota kelompuk jalannya kegiatan kelompok. Untuk dalam mempengaruhi menetapkan kekuatan anggota kelompok yang bervariasi diperlukan kajian siapa yang paling banyak mendengar, dan siapa yang membuat keputusan dalam kelompok.

7) Norma Kelompok

Norma adalah standar perilaku yang ada dalam kelompok. Pengharapan terhadap perilaku kelompok pada masa yang akan datang berdasarkan pengalaman masa lalu dan saat Pemahaman tentang norma kelompok berguna untuk mengetahui pengaruhnya terhadap komunikasi dan interaksi dalam kelompok. Kesesuaian perilaku anggota kelompok dengan norma kelompok penting dalam menerima anggota kelompok. 8) Kekohesifan

Kekohesifan adalah kekuatan anggota kelompok dalam bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama. Hal ini mempengaruhi anggota kelompok untuk tetap betah dalam kelompok. Ada yang membuat anggota kelompok tertarik dan puas terhadap kelompok, perlu diidentifikasi agar kehidupan kelompok dapat dipertahankan. Pemimpin kelompok (terapis) perlu melakukan upaya agar kekohesifan kelompok dapat terwujud, seperti mendorong anggota kelompok untuk bicara satu sama yang lain, diskusi dengan kata-kata "kita", menyampaikan kesamaan anggota kelompok, membantu anggota kelompok untuk


(6)

mendengar ketika yang lain bicara. Kekohesifan perlu diukur melalui seberapa sering antar anggota memberikan pujian dan meng-ungkapkan kekaguman satu sama yang lain (Budi Anna Keliat, 2005).