S TM 0806640 Chapter1

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada era globalisasi ini persaingan perusahaan semakin ketat. Setiap perusahaan harus mampu memiliki strategi untuk menguasai pasar. Dalam upaya menguasai pasar setiap perusahaan harus mampu memperoleh informasi yang berkualitas. Informasi tersebut digunakan dalam upaya pengambilan keputusan perusahaan. Seperti pengambilan keputusan dalam penjualan dan pembelian saham, investasi, dll. Informsi yang dihasilkan perusahaan untuk menggambarkan kegiatan perusahaan tercermin dari laporan keuangan yang dihasilkan.

Laporan keuangan yang dihasilkan masih mengandung risiko informasi yaitu laporan keuangan yag disajikan dapat menyesatkan pembaca. Risiko informasi disebabkan karena jarak yang berbeda antara penerima informasi dengan penyedia informasi, biasnya informasi yang disampaikan oleh penyedia informasi, transaksi yang sering dilakukan sehingga transaksi menjadi eror. Dalam upaya mengurangi risiko informasi tersebut maka dilakukan proses audit.

Audit adalah pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan. Audit harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen. Hal ini bertujuan agar hasil audit dapat berguna bagi pihak-pihak yang yang membutuhkannya. Audit dilakukan melalui segenap prosedur yang telah ditetapkan (Arens 2003:26 ).


(2)

Dalam melakukan proses audit diperlukan perencanaan. Salah satu bentuk perencanaan audit adalah menyusun program audit. Program audit merupakan sekumpulan prosedur audit yang harus dijalankan oleh auditor dalam upaya mengumpulkan dan mengevaluasi bukti. Ketika melakukan proses audit atas laporan keuangan, auditor selalu dihadapkan pada setuasi yang berbeda. Oleh sebab itu auditor dituntut untuk dapat memilih prosedur audit yang efektif sehingga dapat menghasilkan kualitas audit yang baik.

Prosedur audit yang saat ini disyaratkan oleh International Federation of Accountant (IFAC) adalah prosedur audit yang berbasis risiko seperti yang tercantum dalam International Standar of Auditing (ISA). Tuanakotta (2013) ; prosedur audit berbasis ISA menekankan terhadap aspek risiko, sejak auditor mempertimbangkan untuk menerima atau menolak suatu entitas dalam penugasan auditnya sampai sesudah laporan yang berisi opini diterbitkan.

Fenomena yang saat ini terjadi banyak kantor akuntan publik yang tidak mempertimbangkan risiko dalam penugasan audit. Seharusnya penetapan risiko audit itu dilakukan dalam penyusunan program audit. Bahkan dalam penyusunan program audit tidak mempertimbangkan unsur risiko yang ada. Seharusnya penetapan risiko audit dilakukan dalam penyusunan prosedur audit. Berikut ini adalah yang mengungkapkan adanya Reported Accounting scandals dari tahun 2000 sd 2003.


(3)

Tabel 1.1

Reported Accounting Scandals No. Kantor Akuntan Perusahaan Klien

1 Arthur Andersen CMS, Cornell, Dynegy, Enron, Global Crossing, Halliburton, Martha Stewart Omnimedia, Merck, Peregrine, Qwest, Sunbeam, Waste Management, Worldcom. 2 Deloitte & Touche Adelphia, AES, Cendant, Duke, El Paso,

Merril Lynch, Reliant, Rite Aid

3 Ernst & Young AOL time Warner, Dollar General, PNC 4 KPMG Citigroup, CA, GE, IM Clone, Peregrine,

Xerox

5 PricewaterhouseCoopers Bristol Myers, HPL, JP Morgan Chase, Kmart, Lucent, Microstrategy, Network Associate, PharMor, Tyco Network Associates

Sumber : (wordIQ.com)

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa perusahaan yang melakukan skandal akuntansi ternyata dilakukan oleh KAP 5 besar dunia (Big five). KAP Arthur Andersen (AA) setidaknya telah mengaudit 13 perusahaan yang melakukan skandal akuntansi. Hal ini menunjukan bahwa kantor akuntan publik tidak melakukan penaksiran risiko yang ketat dalam menerima penugasan audit. Terlihat dari banyaknya kantor akuntan publik yang tidak mempertimbangkan


(4)

unsur risiko dalam penyusunan program audit. Pertimbangan unsur risiko selain dalam memilih klien juga dilakukan dalam menilai pengendalian internal perusahaan. Perusahaan yang memiliki pengendalian internal rendah tentunya memiliki potensi risiko salah saji laporan keuangan yang tinggi. Ketika perusahaan menaksir adanya risiko yang tinggi dalam suatu siklus perusahaan maka dalam akun yang terkait dengan risiko tersebut akan terdapat potential risk statement.

Seperti yang terjadi dalam kasus yanga dihadapi KAP Justinuspada tahun 2003 yang menerima penugasan audit atas laporan keuangan PT Great River. Pada kasus tersebut akuntan publik Justinus Aditya Sidharta telah gagal dalam menyusun prosedur audit atas laporan keuangan untuk menentukan harga pokok penjualan. Hal tersebut terjadi karena Justinus masih berpedoman pada auditor yang tidak tepat. Kejadian itu ditemukan setelah tim audit investigasi dari BAPEPAM yang menemukan kenaikan akun penjualan, penentuan harga pokok penjualan, piutang dan aset hingga ratusan milyar rupiah pada laporan PT Great River Internasional Tbk yang menyebabkan perusahaan kesulitan dalam arus kas dan gagal dalam membayar utang (www.tempo.co.)

Atas audit perusahaan tersebut potensi salah saji adalah akun harga pokok penjualan. Hal tersebut disebabkan karena auditor tidak merencanakan prosedur audit dan tidak melaksanakan prosedur audit sebagaiamna mestinya.

Dalam melakukan prosedur audit, seorang auditor membutuhkan bukti audit. Arens, Elder dan Beasley (2008 : 225) mendefinisikan bahwa bukti audit adalah semua media informasi yang digunakan oleh auditor untuk mendukung


(5)

pendapat atau argumentasi dan rekomendasinya dalam meyakinkan tingkat kesesuaian antara kondisi dan kriterianya. Bukti audit adalah segala informasi yang mendukung angka-angka atau informasi lain yang disajikan dalam laporan keuangan, yang dapat digunakan oleh auditor sebagai dasar yang layak untuk menyatakan pendapatnya. Pembahasan bukti audit ini didasarkan pada standar

pekerjaan lapangan ketiga yang isinya, “bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan. Banyak informasi yang ada, tapi tidak semuanya bermanfaat bagi audit. Maka para auditor harus bisa memilih informasi yang dibutuhkan untuk audit.

Jenis bukti audit yang digunakan oleh auditor menurut Arens (2008) terdiri dari pengujian fisik (physical examination), konfirmasi (confirmation), dokumentasi (documentation), observasi (observation), wawancara dengan klien (inquires of the client), pelaksanaan ulang (reperformance), prosedur analitis (analytical procedur). Diantara bukti audit yang ada, konfirmasi merupakan bukti yang bisa diandalkan dibanding dengan wawancara. Bukti wawancara yang didapat dari klien masih membutuhkan bukti penguat lainnya. Berbeda dengan konfirmasi yang mana jawaban tertulis atau lisan yang diperoleh dari pihak ketiga yang independen yang memverifikasi kecermatan informasi yang diminta auditor, informasi bersifat faktual, memiliki tingkat keandalan yang tinggi. Bukti yang akan dipilih auditor itu tercantum dalam prosedur audit yang akan dijalankan.

Dalam memilih prosedur audit berbasis risiko yang menjadi penekanan dalam pelaksanaan ISA dipengaruhi oleh sikap cermat dan teliti yang dimiliki oleh


(6)

auditor. Berdasarkan PSA No. 4 SPAP (2001), kecermatan dan keseksamaan menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisme profesional, yaitu suatu sikap auditor yang berpikir kritis terhadap bukti audit dengan selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi terhadap bukti audit tersebut, serta berhati-hati dalam tugas, tidak ceroboh dalam melakukan pemeriksaan dan memiliki keteguhan dalam melaksanakan tanggung jawab.

Penelitian yang dilakukan oleh Suzy Noviyanti (2008) menjelaskan bahwa skeptisisme profesional auditor memiliki pengaruh dalam pelaksanaan prosedur audit yang efektif. Model ini didasarkan pada theory of Planned Behavior. Teori ini membantu menjelaskan bahwa sikap skeptisme profesional akan membentuk intensi perilaku auditor yang ditunjukan dengan tindakan auditor memilih prosedur audit yang efektif dalam mendeteksi kecurangan.

Auditor yang disiplin menerapkan sikap skeptis tidak akan terpaku dengan proses audit yang tertera dalam program audit. Sikap skeptis akan membantu auditor untuk menilai risiko dan mempertimbangkan risiko tersebut dan mengambil keputusan yang tepat apakah akan menerima atau menolak audit ; memilih metode dan teknik audit ;menilai bukti-bukti audit dan lain-lain. (Tuannakotta 2011: 77-78)

Penelitian mengenai skeptisme profesional terhadap prosedur audit yang efektif telah dilakukan sebelumnya, akan tetapi menunjukan perbedaan dengan penelitian ini. Penelitian Suzy Noviyanti menggunakan variabel pelaksanaan prosedur audit yang efektif yang berbasis pada standar audit sebelumnya.


(7)

Pada awal 2013 Indonesia mengadopsi standar terbaru dari audit yaitu International Standar on Auditing(ISA). Lahirnya standar audit internasional (ISA) telah membuat pendekatan yang berbeda dibandingkan standar audit sebelumnya. Sehingga dalam melakukan prosedur audit auditor juga menggunakan standar audit internasional tersebut. Prosedur audit berbasis ISA pada umumnya telah dilakukan oleh kantor akuntan publik big four di Indonesia, karena afiliasi di negara asal mewajibkan standar tersebut. Perencanaan prosedur audit merupakan hal yang penting dilakukan oleh auditor sesuai dengan standar pekerjaan lapangan no.1 bahwa audit harus direncanakan dengan sebaik-baiknya.

Berdasarkan hal tersebut penelitian mengenai skeptisme profesional auditor dan prosedur audit yang efektif berbasis ISA sangat diperlukan dan menarik untuk diteliti. Hal tersebut mendorong penulis melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Skeptisme profesional terhadap Pelaksanaan

Prosedur Audit yang Efektif Berbasis ISA”.

1.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dijelaskan diatas, maka rumusan masalah yang akan penulis bahas dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana gambaran skeptisme profesional auditor di Kantor Akuntan

Publik (KAP) berafiliasi internasional?

2. Bagaimana gambaran pelaksanaan prosedur audit yang berbasis ISA?

3. Bagaimana pengaruh skeptisme profesional auditor terhadap pelaksanaan prosedur audit yang berbasis ISA?


(8)

1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.2.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengkaji dan mencari gambaran mengenai pengaruh skeptisme profesional auditor terhadap pelaksanaan prosedur audit yang efektif yang berbasis ISA pada KAP yang berafiliasi internasional.

1.2.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui skeptisme profesional auditor di kantor akuntan publik berafiliasi internasional.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan prosedur audit yang efektif berbasis ISA di empat kantor akuntan publik berafiliasi internasional.

3. Untuk mengetahui pengaruh skeptisme auditor terhadap pelaksanaan prosedur audit yang efektif berbasis ISA.

1.3 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan, adapun manfaat dan kegunaan dari penelitian ini yang diharapkan antara lain :

1.3.1 Kegunaan Akademis

Penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan dibidang audit khusunya tentang skeptisme profesional auditor dan pelaksanaanprosedur audit yang efektif berbasis ISA. Selain itu penelitian ini juga berguna untuk menjadi acuan bagi mahasiswa baik untuk penelitian ataupun tidak.


(9)

1.3.2 Kegunaan Praktis

1. Bagi kantor akuntan publik

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Kantor Akuntan Publik untuk menjadi pertimbangan dalam memilih auditor yang memiliki kecermatan dan kehati-hatian dalam melaksanakan prosedur audit sehingga dapat menghasilkan audit yang berkualitas baik.

2. Bagi Auditor

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi Auditor dalam melakukan prosedur audit yang efektif pada audit yang berbasis ISA. Selain itu auditor juga diharapkan dapat menjadikan auditor lebih cermat dan mahir dalam melakukan aktivitasnya sebagai akuntan publik.

3. Bagi Regulator

Regulator adalah pembuat aturan pada pada setiap entitas. Hasil penelitan ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam menetapkan dan menentukan standar audit yang dibutuhkan pada masa sekarang ini dan untuk masa selanjutnya.


(1)

unsur risiko dalam penyusunan program audit. Pertimbangan unsur risiko selain dalam memilih klien juga dilakukan dalam menilai pengendalian internal perusahaan. Perusahaan yang memiliki pengendalian internal rendah tentunya memiliki potensi risiko salah saji laporan keuangan yang tinggi. Ketika perusahaan menaksir adanya risiko yang tinggi dalam suatu siklus perusahaan maka dalam akun yang terkait dengan risiko tersebut akan terdapat potential risk statement.

Seperti yang terjadi dalam kasus yanga dihadapi KAP Justinuspada tahun 2003 yang menerima penugasan audit atas laporan keuangan PT Great River. Pada kasus tersebut akuntan publik Justinus Aditya Sidharta telah gagal dalam menyusun prosedur audit atas laporan keuangan untuk menentukan harga pokok penjualan. Hal tersebut terjadi karena Justinus masih berpedoman pada auditor yang tidak tepat. Kejadian itu ditemukan setelah tim audit investigasi dari BAPEPAM yang menemukan kenaikan akun penjualan, penentuan harga pokok penjualan, piutang dan aset hingga ratusan milyar rupiah pada laporan PT Great River Internasional Tbk yang menyebabkan perusahaan kesulitan dalam arus kas dan gagal dalam membayar utang (www.tempo.co.)

Atas audit perusahaan tersebut potensi salah saji adalah akun harga pokok penjualan. Hal tersebut disebabkan karena auditor tidak merencanakan prosedur audit dan tidak melaksanakan prosedur audit sebagaiamna mestinya.

Dalam melakukan prosedur audit, seorang auditor membutuhkan bukti audit. Arens, Elder dan Beasley (2008 : 225) mendefinisikan bahwa bukti audit adalah semua media informasi yang digunakan oleh auditor untuk mendukung


(2)

pendapat atau argumentasi dan rekomendasinya dalam meyakinkan tingkat kesesuaian antara kondisi dan kriterianya. Bukti audit adalah segala informasi yang mendukung angka-angka atau informasi lain yang disajikan dalam laporan keuangan, yang dapat digunakan oleh auditor sebagai dasar yang layak untuk menyatakan pendapatnya. Pembahasan bukti audit ini didasarkan pada standar pekerjaan lapangan ketiga yang isinya, “bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan. Banyak informasi yang ada, tapi tidak semuanya bermanfaat bagi audit. Maka para auditor harus bisa memilih informasi yang dibutuhkan untuk audit.

Jenis bukti audit yang digunakan oleh auditor menurut Arens (2008) terdiri dari pengujian fisik (physical examination), konfirmasi (confirmation), dokumentasi (documentation), observasi (observation), wawancara dengan klien (inquires of the client), pelaksanaan ulang (reperformance), prosedur analitis (analytical procedur). Diantara bukti audit yang ada, konfirmasi merupakan bukti yang bisa diandalkan dibanding dengan wawancara. Bukti wawancara yang didapat dari klien masih membutuhkan bukti penguat lainnya. Berbeda dengan konfirmasi yang mana jawaban tertulis atau lisan yang diperoleh dari pihak ketiga yang independen yang memverifikasi kecermatan informasi yang diminta auditor, informasi bersifat faktual, memiliki tingkat keandalan yang tinggi. Bukti yang akan dipilih auditor itu tercantum dalam prosedur audit yang akan dijalankan.

Dalam memilih prosedur audit berbasis risiko yang menjadi penekanan dalam pelaksanaan ISA dipengaruhi oleh sikap cermat dan teliti yang dimiliki oleh


(3)

auditor. Berdasarkan PSA No. 4 SPAP (2001), kecermatan dan keseksamaan menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisme profesional, yaitu suatu sikap auditor yang berpikir kritis terhadap bukti audit dengan selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi terhadap bukti audit tersebut, serta berhati-hati dalam tugas, tidak ceroboh dalam melakukan pemeriksaan dan memiliki keteguhan dalam melaksanakan tanggung jawab.

Penelitian yang dilakukan oleh Suzy Noviyanti (2008) menjelaskan bahwa skeptisisme profesional auditor memiliki pengaruh dalam pelaksanaan prosedur audit yang efektif. Model ini didasarkan pada theory of Planned Behavior. Teori ini membantu menjelaskan bahwa sikap skeptisme profesional akan membentuk intensi perilaku auditor yang ditunjukan dengan tindakan auditor memilih prosedur audit yang efektif dalam mendeteksi kecurangan.

Auditor yang disiplin menerapkan sikap skeptis tidak akan terpaku dengan proses audit yang tertera dalam program audit. Sikap skeptis akan membantu auditor untuk menilai risiko dan mempertimbangkan risiko tersebut dan mengambil keputusan yang tepat apakah akan menerima atau menolak audit ; memilih metode dan teknik audit ;menilai bukti-bukti audit dan lain-lain. (Tuannakotta 2011: 77-78)

Penelitian mengenai skeptisme profesional terhadap prosedur audit yang efektif telah dilakukan sebelumnya, akan tetapi menunjukan perbedaan dengan penelitian ini. Penelitian Suzy Noviyanti menggunakan variabel pelaksanaan prosedur audit yang efektif yang berbasis pada standar audit sebelumnya.


(4)

Pada awal 2013 Indonesia mengadopsi standar terbaru dari audit yaitu International Standar on Auditing(ISA). Lahirnya standar audit internasional (ISA) telah membuat pendekatan yang berbeda dibandingkan standar audit sebelumnya. Sehingga dalam melakukan prosedur audit auditor juga menggunakan standar audit internasional tersebut. Prosedur audit berbasis ISA pada umumnya telah dilakukan oleh kantor akuntan publik big four di Indonesia, karena afiliasi di negara asal mewajibkan standar tersebut. Perencanaan prosedur audit merupakan hal yang penting dilakukan oleh auditor sesuai dengan standar pekerjaan lapangan no.1 bahwa audit harus direncanakan dengan sebaik-baiknya.

Berdasarkan hal tersebut penelitian mengenai skeptisme profesional auditor dan prosedur audit yang efektif berbasis ISA sangat diperlukan dan menarik untuk diteliti. Hal tersebut mendorong penulis melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Skeptisme profesional terhadap Pelaksanaan Prosedur Audit yang Efektif Berbasis ISA”.

1.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dijelaskan diatas, maka rumusan masalah yang akan penulis bahas dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana gambaran skeptisme profesional auditor di Kantor Akuntan

Publik (KAP) berafiliasi internasional?

2. Bagaimana gambaran pelaksanaan prosedur audit yang berbasis ISA?

3. Bagaimana pengaruh skeptisme profesional auditor terhadap pelaksanaan prosedur audit yang berbasis ISA?


(5)

1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.2.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengkaji dan mencari gambaran mengenai pengaruh skeptisme profesional auditor terhadap pelaksanaan prosedur audit yang efektif yang berbasis ISA pada KAP yang berafiliasi internasional.

1.2.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui skeptisme profesional auditor di kantor akuntan publik berafiliasi internasional.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan prosedur audit yang efektif berbasis ISA di empat kantor akuntan publik berafiliasi internasional.

3. Untuk mengetahui pengaruh skeptisme auditor terhadap pelaksanaan prosedur audit yang efektif berbasis ISA.

1.3 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan, adapun manfaat dan kegunaan dari penelitian ini yang diharapkan antara lain :

1.3.1 Kegunaan Akademis

Penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan dibidang audit khusunya tentang skeptisme profesional auditor dan pelaksanaanprosedur audit yang efektif berbasis ISA. Selain itu penelitian ini juga berguna untuk menjadi acuan bagi mahasiswa baik untuk penelitian ataupun tidak.


(6)

1.3.2 Kegunaan Praktis

1. Bagi kantor akuntan publik

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Kantor Akuntan Publik untuk menjadi pertimbangan dalam memilih auditor yang memiliki kecermatan dan kehati-hatian dalam melaksanakan prosedur audit sehingga dapat menghasilkan audit yang berkualitas baik.

2. Bagi Auditor

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi Auditor dalam melakukan prosedur audit yang efektif pada audit yang berbasis ISA. Selain itu auditor juga diharapkan dapat menjadikan auditor lebih cermat dan mahir dalam melakukan aktivitasnya sebagai akuntan publik.

3. Bagi Regulator

Regulator adalah pembuat aturan pada pada setiap entitas. Hasil penelitan ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam menetapkan dan menentukan standar audit yang dibutuhkan pada masa sekarang ini dan untuk masa selanjutnya.