PELAKSANAAN FOGGING DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GUNTUNG PAYUNG, BANJARBARU DAN BANJARBARU UTARA TAHUN 2013-2015 (ditinjau dari Aspek Tenaga, Metode, dan Material)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Di
Indonesia, penyebaran DBD pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di
Surabaya dan Jakarta. Pada tahun 2007, dilaporkan terdapat 156.000 kasus
DBD atau 71,4 kasus per 1.000 populasi. Kasus ini tersebar di 33 provinsi di
seluruh Indonesia di 357 kabupaten dari total 480 kabupaten (WHO, 2009).
Penyakit DBD didalam kehidupan masyarakat Indonesia
bukan sesuatu hal baru lagi, apalagi penyakit ini merupakan
wabah yang menakutkan masyarakat. Seluruh wilayah
Indonesia mempunyai risiko untuk terjangkit penyakit DBD,
karena virus penyebab dan nyamuk penularnya tersebar luas
baik di rumah maupun ditempat-tempat umum, kecuali yang
ketinggiannya lebih dari 1000 meter diatas permukaan air laut.
Penyakit DBD perlu mendapatkan perhatian serius dari semua
pihak, mengingat jumlah kasusnya yang cenderung meningkat
setiap tahun. Jumlah orang yang meninggal jauh lebih banyak
dibandingkan kasus kematian manusia karena flu burung atau

avian influenza (Genis Ginanjar, 2008).
1

2

Pada tahun 2015, sampai dengan pertengahan bulan September tercatat
penderita DBD di 34 provinsi di Indonesia sebanyak 54.747 dan 914
diantaranya meninggal dunia. Kasus DBD tahun 2015 di Kalimantan Selatan
tercatat nomor 5 seIndonesia dengan jumlah kasus sebanyak 2759 dan angka
kesakitan 69,15. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun 2014, yakni
urutan 24 dari 34 provinsi di Indonesia dengan jumlah kasus sebanyak 828 dan
angka kesakitan 21,2 (Pusat Data Kemenkes RI, 2015).
Kasus DBD di Kalimantan Selatan mengalami peningkatan dan
penurunan. Namun, kasus DBD meningkat secara drastis pada tahun 2015
dibanding 5 tahun terakhir. Kota di Kalimantan Selatan yang tinggi kasus DBD
tahun 2015 adalah Kota Banjarbaru (Dinkes Kalsel, 2015).
Demam Berdarah penyakit endemis di Banjarbaru dengan jumlah kasus
di tahun 2013 sebanyak 182 orang, menurun di tahun 2014 sebanyak 25 orang
dan meninggal 1 orang, dan kembali meningkat drastis tahun 2015 sebanyak
588 orang dan meninggal 2 orang. Kota Banjarbaru dua kali menduduki kota

tertinggi DBD di Kalimantan Selatan selama 3 tahun terakhir yaitu pada tahun
2013 dan 2015. Situasi yang mengkhawatirkan ini menjadikan DBD sebagai
agenda utama pemerintah kota. Seiring berlangsungnya musim hujan,
mengatasi penyebab DBD kini menjadi prioritas (Dinkes Provinsi Kalsel,
2015). Tiga wilayah yang tinggi kasus DBD tahun 2013 dan 2015 di
Banjarbaru adalah wilayah kerja Puskesmas Guntung Payung, Puskesmas
Banjarbaru dan Puskesmas Banjarbaru Utara.

3

Penyakit DBD ditularkan oleh nyamuk spesies Aedes, terutama Aedes
aegypti. Nyamuk ini mendapat virus dengue pada waktu mengisap darah
penderita penyakit demam berdarah dengue atau orang tanpa gejala sakit yang
membawa virus itu dalam darahnya (carier). Virus dengue memperbanyak diri
dan menyebar keseluruh tubuh nyamuk, termasuk ke kelenjar liurnya. Jika
nyamuk ini menggit orang lain, maka virus dengue akan dipindahkan bersama
air liur nyamuk. Dalam waktu kurang dari 7 hari orang tersebut menderita sakit
demam berdarah dengue. Virus dengue memperbanyak diri dalam tubuh
manusia dan akan berada dalam darah selama 1 minggu (Dirjen PP dan PL,
2011).

Strategi pengendalian nyamuk dilakukan dengan beberapa prinsip
antara lain pengendalian lingkungan, pengendalian biologi, pengendalian
genetik dan pengendalian kimia. Metode yang digunakan dalam
mengendalikan nyamuk yaitu tindakan anti larva, tindakan terhadap gigitan
nyamuk dan tindakan terhadap nyamuk dewasa. Tindakan anti larva dilakukan
dengan pengendalian lingkungan, pengendalian kimia dan pengendalian
biologis. Sedangkan tindakan terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan
pengendalian kimia yaitu residual sprays dan space sprays, serta pengendalian
genetic. Pengendalian kimia dengan metode tindakan terhadap nyamuk dewasa
spesies Aedes, terutama Aedes aegypti menggunakan alat swing fog dan
insektisida malathion. Penggunaan insektisida yang tepat merupakan salah satu
faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan pengendalian vektor. Oleh

4

karena itu, dosis insektisida penting diperhatikan dalam melakukan pengasapan
(Sumantri, 2010).
Salah satu rencana kerja Dinas Kesehatan pada tahun 2015 dalam upaya
pencegahan dan penanggulangan penyakit menular seperti DBD adalah dengan
pengasapan (fogging). Seiring meningkatnya kasus demam berdarah di Kota

Banjarbaru perlu adanya evaluasi pelaksanaan pengendalian DBD terutama
pengendalian terhadap nyamuk dewasa yaitu pengasapan (fogging). Karena
insektisida adalah racun, maka penggunaannya harus mempertimbangkan
dampak terhadap lingkungan dan organisme bukan sasaran termasuk mamalia.
Disamping itu penentuan jenis insektisida, dosis, dan metode aplikasi
merupakan syarat yang penting untuk dipahami dalam kebijakan pengendalian
vektor (Dirjen PP dan PL, 2011).
Pengendalian lingkungan, biologis dan genetik efeknya lambat dan
daya bunuhnya tidak bersifat massal. Sedangkan pengendalian kimia dengan
menggunakan insektisida seperti malathion dalam pelaksanaan fogging
hasilnya cepat dan daya bunuhnya bersifat massal. Namun, cara kimia ini
mengakibatkan pencemaran, resistensi pada nyamuk dan kerugian lainnya bila
tidak ditangani secara professional dan menurut peraturan yang berlaku di
Indonesia.
Berdasarkan data tersebut diatas peneliti ingin melakukan penelitian
mengenai teknis pelaksanaan fogging di Banjarbaru. Padahal pengendalian
kimia berupa pengasapan (fogging) menjadi salah satu agenda pengendalian

5


DBD di Banjarbaru, namun Banjarbaru masih tinggi kejadian demam berdarah
khususnya pada 3 Wilayah kerja Puskesmas tertinggi kasus DBD tahun 20132015. Maka dari itu, penulis ingin melakukan penelitian pelaksanaan fogging
ditinjau dari aspek tenaga, metode dan material di 3 wilayah kerja Puskesmas
tertinggi kasus DBD di Kota Banjarbaru.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan data yang didapat meningkatnya kasus Demam Berdarah
Dengue di Kota Banjarbaru khususnya pada wilayah kerja puskesmas Guntung
Payung Banjarbaru dan Banjarbaru Utara maka muncullah rumusan masalah
Bagaimana Pelaksanaan Fogging di wilayah kerja puskesmas Guntung Payung,
Banjarbaru dan Banjarbaru Utara tahun 2013-2015 ditinjau dari aspek tenaga,
metode, meterial?
C. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, batasan masalah adalah
pengendalian kimia nyamuk dewasa penyebab DBD dengan fogging di 3
wilayah kerja Puskesmas tertinggi kasus DBD tahun 2013 dan 2015 yaitu
wilayah kerja puskesmas Guntung Payung, Puskesmas Banjarbaru dan
Puskesmas Banjarbaru Utara Banjarbaru meliputi aspek tenaga, metode, dan
material
.

D. Tujuan Penelitian
1. Umum

6

Mengetahui pelaksanaan fogging di wilayah kerja puskesmas
Guntung Payung, Banjarbaru dan Banjarbaru Utara tahun 2013-2015
ditinjau dari aspek tenaga, metode, dan material.
2. Khusus
a. Mengetahui aspek tenaga pelaksana fogging (tenaga pelaksana fogging
termasuk jumlah tenaga, sertifikat dan pendidikan tenaga) di wilayah
kerja puskesmas Guntung Payung, Puskesmas Banjarbaru dan Puskesmas
Banjarbaru Utara tahun 2013-2015.
b. Mengetahui aspek metode (teknis dan waktu pelaksanaan fogging) yang
dilaksanakan di wilayah kerja puskesmas Guntung Payung, Puskesmas
Banjarbaru dan Puskesmas Banjarbaru Utara tahun 2013-2015.
c. Mengetahui aspek material (dosis insektisida, peralatan yang digunakan,
dan alat pelindung diri yang digunakan dalam pelaksanaan fogging) yang
dilaksanakan di wilayah kerja puskesmas Guntung Payung, Puskesmas
Banjarbaru dan Puskesmas Banjarbaru Utara tahun 2013-2015.


E. Manfat Penelitian
1. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana memperkaya
ilmu pengetahuan dan wawasan bagi masyarakat mengenai efektifitas
pelaksanaan fogging dalam pengendalian DBD.
2. Bagi Instansi Kesehatan (petugas fogging)
Hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi tentang
teknis pelaksanaan fogging dan evaluasi pelaksanaan fogging dilihat dari
aspek tenaga pelaksana.

7

F. Keaslian Penelitian
1. Nama Peneliti
Judul

: Adi Dwi Putra
: Efektifitas Jarak Fogging di Luar Rumah Terhadap
Kematian Nyamuk Aedes aegypti Isolat Laboratorium


B2P2 VRP Salatiga tahun 2011.
Berdasarkan penelitian terkait, perbedaan penelitian diatas dengan
penelitian ini terletak pada tujuan, metode dan variabel. Peneliti diatas
bertujuan untuk mengetahui berapakah jarak efektif fogging di luar rumah
dapat membunuh nyamuk Aedes aegypti sedangkan penelitian ini ingin
mengetahui pelaksanaan fogging nya ditinjau dari aspek tenaga, metode dan
material. Metode penelitian dari peneliti diatas adalah analitik dan variabel
penelitian antara lain jarak fogging, kematian nyamuk, suhu, kelembaban,
kecepatan angin, dan resistensi nyamuk, sedangkan penelitian ini bersifat
deskriptif dengan variabel penelitian jumlah tenaga pelaksana fogging,
pelatihan petugas fogging, pendidikan, teknis, waktu, dosis, peralatan dan
alat pelindung diri petugas fogging.
2. Nama Peneliti
: Asruddin Anur, Hasanuddin Ishak, Erniwati Ibrahim
Judul
: Hubungan Program Fogging dengan Endemisitas
Kejadian DBD di Kecamatan Biringkanaya Kota
Makassar tahun 2014
Berdasarkan penelitian terkait, perbedaan peneliti diatas dengan

penelitian saya terletak pada tujuan, metode dan variabel. Peneliti terdahulu
bertujuan untuk mengetahui hubungan antara frekuensi fogging, dosis bahan
fogging dan pelaksanaan fogging dengan endemisitas kejadian DBD di
Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar tahun 2011-2013 sedangkan

8

penelitian ini ingin mengetahui pelaksanaan fogging nya ditinjau dari aspek
tenaga, metode dan material tidak mengetahui hubungan fogging dengan
endemisitas DBD. Metode penelitian dari peneliti diatas adalah analitik dan
variabel penelitian adalah frekuensi dan dosis fogging, sedangkan penelitian
ini bersifat deskriptif dengan variabel penelitian jumlah tenaga pelaksana
fogging, pelatihan petugas fogging, pendidikan, teknis, waktu, dosis,
peralatan dan alat pelindung diri petugas fogging.