ADAPTASI FILM : ANALISIS UNDANG-UNDANG HAK CIPTA AMERIKA SERIKAT DAN UNDANG-UNDANG HAK CIPTA INTERNASIONAL - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Latar Belakang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual

Sejak awal dasawarsa 80 HKI kian berkembang menjadi bahan percaturan yang sangat menarik. Dibidang ekonomi, terutama industri dan perdagangan Internasional, HKI menjadi penting. Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, informasi, komunikasi, industri dan transportasi pada akhir abad ini terasa semakin canggih dan cepat. Kondisi tersebut telah membawa pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan hubungan antar bangsa dan negara serta perkembangan perdagangan dunia yang di dukung oleh kemajuan teknologi telah menjadikan perubahan dunia yang cukup besar dewasa ini. Jarak antar negara tidak lagi menjadi kendala dalam suatu transaksi perdagangan berkat kemajuan teknologi.

HKI senantiasa terkait dengan persoalan perekonomian suatu negara. Pada negara-negara maju, kesadaran akan manfaat HKI dari sudut ekonomi telah tertanam dengan kuat. Beberapa studi ekonomi yang dilakukan di negara-negara maju membuktikan produk yang dilindungi dengan HKI mampu meningkatkan pendapatan nasional suatu negara serta menambah angka angkatan kerja nasional.3

Manfaat ekonomi yang demikian besar dari HKI menjadikan suatu negara dapat peka terhadap pelanggaran-pelanggaran hukum HKI oleh

3

Eddy Damian, Hukum Hak Cipta Menurut Beberapa Konvensi Internasional, Undang-undang Hak Cipta 1997 dan Perlindungannya terhadap Buku serta Perjanjian Penerbitannya, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997, Hal. 2


(2)

negara lain. Bahkan tidak mustahil akan timbul berbagai ketegangan dalam hubungan Internasional apabila terjadi pelanggaran-pelanggaran semacam itu.4

2. Konvensi Internasional Mengenai HKI

Berkembangnya perdagangan Internasional dan adanya gerakan perdagangan bebas mengakibatkan makin terasa kebutuhan perlindungan terhadap HKI yang sifatnya tidak lagi timbal balik tetapi sudah bersifat antar negara secara global. Pada akhir abad ke-19 perkembangan pengetahuan mengenai HKI mulai melewati batas-batas negara. Tonggak sejarahnya dimulai dengan dibentuknya Uni Paris untuk perlindungan Internasional milik perindustrian pada tahun 1883. Selang beberapa tahun kemudian pada tahun 1886 dibentuk pula sebuag konvensi untuk perlindungan di bidang hak cipta yang dikenal dengan Internasional

Convention for The Protection of Literary and Arsitics Works, yang

ditandatangani di Bern.5 Pada awalnya kedua konvensi itu masing-masing membentuk union yang berbeda yaitu union internasional untuk perlindungan Hak Milik Perindustrian (The International Union for The

Protection of Industrial Property), dan union Internasional untuk

perindungan Hak Cipta (International union for The Protection of Literary

and Artistics Works). Meskipun terdapat dua union, tetapi pengurusan

administrasinya dalam satu manajemen yang sama yaitu : United Biro for

The Protection of Intellectual Property, yang dalam bahas Perancisnya

4 ibid

5

Muhamad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual : sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1993, Hal. 9 (lihat dalam buku Roscoe Pound, Pengantar Filsafat Hukum, terjemahan Muhammad Radjab, cetakan ketiga, Jakarta: Bantara Karya Aksara, 1982, Hal. 11


(3)

Bivieaux International Reunis Pour La Protection de la Propriete Intellectuele (BIRPI). Perkembangan selanjutnya timbul keinginan agar

terbentuk suatu organisasi dunia untuk HKI secara keseluruhan. Melalui konferensi Stockholm tahun 1967 telah diterima suatu konvensi khusus untuk pembentukan organisasi dunia untuk HKI (Convention Establishing

The World Intellectual Property Organization/ selanjutnya disebut WIPO).

WIPO sebagai organisasi dunia kemudian menjadi pengelola tunggal kedua konvensi tersebut.6

2.1. Konvensi Yang Mengatur Mengenai Hak Cipta

Pengaturan Internasional mengenai hak cipta dapat dilakukan berdasarkan perjanjian bilateral atau berdasarkan perjanjian multilateral.7 Konvensi hak cipta dimulai dari Konvensi Bern 1886 di Bern, ibukota Switzerland, sepuluh kepala Negara Belgium, France, Germany, Great Britain, Haiti, Italy, Liberia, Spain, Switzerland, Tunisia (original

members) menandatangani pendirian suatu organisasi Internasional di Bern Union yang bertujuan melindungai karya-karya cipta di bidang seni

dan sastra. Bersamaan dengan pendirian organisasi Internasional ini ditandatangani juga suatu kesepakatan mengikatkan diri pada perjanjian Internasional yaitu, International Convention for The Protection of

Literary and artistics works (selanjutnya di sebut Bern Convention).

Kemudian diikuti tujuh Negara (Denmark, japan, Luxemburg, Manaco, Montenegro, Norway, Sweden) yang menjadi peserta dengan cata aksesi menandatangani naskah asli Konvensi Bern.

6

Ibid, Hal. 11 7


(4)

Konvensi Bern yang tergolong sebagai Law Making Treaty, terbuka bagi semua Negara yang belum menjadi anggota. Keikutsertaan sebagai negara anggota baru harus dilakukan dengan meratifikasinya dan menyerahkan ratifikasinya kepada Direktur Jenderal WIPO.

2.2. Persetujuan Tentang Aspek-aspek Dagang dari Hak Kekayaan Intelektual (TRIPs)

Bertujuan untuk mengurangi gangguan dan halangan atas perdagangan Internasional dan mengingat perlunya untuk mempromosikan perlindungan yang efektif dan layak atas HKI. Serta untuk menjamin bahwa tindakan dan prosedur untuk memberlakukan hak milik intelektual itu sendiri tidak menjadi penghalang bagi perdagangan yang sah

Dengan demikian TRIPs lahir dalam rangka persetujuan tentang pembentukan organisasi perdagangan dunia (WTO), pada persetujuan akhir Putaran Uruguay di Marakesh, Maroko tanggal 15 April 1994. Persetujuan ini dilampirkan sebagai lampiran C (Annex C) pada persetujuan akhir tersebut.8

Apabila dikaji isi lampiran C mengenai persetujuan akhir perundingan Marakesh yaitu tentang aspek-aspek dagang yang terkait dengan HKI (TRIPs) tujuannya adalah :9

8

Understanding on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights, Including

Trade in Counterfect Goods (Persetujuan mengenai Aspek-aspek dagang yang terkait dengan HKI, termasuk perdagangan barang palsu). Undang-undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Estabilishing The World Trade Organization/ persetujuan pembentukan organisasi perdagangan dunia, ibid, Hal. 18

9

Paingot Rambe Manalu, Hukum Dagang Internasional Pengaruh Globalisasi Ekonomi terhadap Hukum Nasional, Khususnya Hukum HKI, Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri, 2000, Hal. 122 (lihat juga dalam W.R. Cornish, Intellectual Property, Edisi 2, London: Sweet & Maxwell, 1989, Hal. 167


(5)

1. Meningkatkan perlindungan terhadap HKI dari produk-produk yang diperdagangkan;

2. Menjamin prosedur pelaksanaan HKI yang tidak menghambat kegiatan perdagangan;

3. Merumuskan aturan serta disiplin mengenai pelaksanaan perlindungan terhadap HKI;

4. Mengembangkan prinsip-prinsip aturan dan mekanisme kerjasama Internasional untuk menangani kasus-kasus perdagangan barang-barang hasil pemalsuan dan pembajakan.

TRIPs sebagai persetujuan Internasional di bidang HKI pada dasarnya tidak terlepas dari persetujuan-persetujuan yang telah ada sebelumnya, seperti Paris Convention (1971) tentang perlindungan terhadap karya tulis dan seni, yang tertuang dalam akta paris dari Konvensi Paris tersebut tanggal 14 Juli 1971. Konvensi Roma yaitu konvensi Internasional mengenai Perlindungan terhadap pelaku pertunjukan, produser rekaman musik dan organisasi siaran yang disepakati di Roma tanggal 26 Oktober 1961. Selain itu, terdapat traktat HKI atas Integreted Circuits yang di kenal dengan IPIC

Treaty yang disepakati di Washington 25 Mei 1989.10

Berlakunya TRIPs secara efektif dinyatakan tanggal 1 Januari 1995 dan bagi negara-negara berkembang diberi waktu masa peralihan selama lima tahun. Dengan demikian, bagi negara-negara berkembang akan berlaku 1 Januari 2001.

10

Fidel s. Djaman, Beberapa Aspek dan Kebijakan Penting di Bidang Hak Milik

Intelektual (mengutip dari Charles Himawan: 1992), Jakarta: Varia Peradilan No. 106. 1994, Hal. 408


(6)

3. Hak Cipta dan Adaptasi Film

Konsep hak cipta diberlakukan untuk cakupan yang luas pada proses kreatif, intelektual, atau bentuk artistik, atau "seni" . Secara spesifik cakupan ini berbeda tergantung pada cakupan hukum (yuridiksi) yang melingkupi syair, drama, hasil karya yang berkenaan dengan kesusastraan, film, tarian, penyusunan musik, rekaman audio, lukisan, seni lukis, seni patung, foto, perangkat lunak, penyiaran radio dan televisi, dan industri-industri seni. Hak cipta tidak mencakup ide dan informasi ide-ide tersebut, hanya bentuk atau cara bagaimana ide itu diungkapkan. Di banyak cakupan hukum, UU hak cipta membuat pengecualian untuk pembatasan tersebut ketika hasil karya disalin untuk kepentingan penjelasan atau penggunaan lain yang berhubungan, contoh menyalin untuk keperluan pendidikan.11

Film atau bioskop merupakan suatu format hiburan yang menjadikan cerita melalui suara dan rangkaian gambar; memberikan ilusi pergerakan terus-menerus. Karena film terdiri dari pekerjaan seni (cerita, suara, musik) maka film masuk dalam lingkup UU hak cipta. Sejak adanya bioskop, adaptasi hampir terjadi selayaknya pengembangan naskah drama. Hal yang terjelas dan biasa diadaptasi industri film adalah penggunaan novel sebagai dasar pembuatan film.

Pada bahasa Inggris (seperti pada bahasa lain), kata "Adaptasi" mengacu kepada proses seperti teks akhir, sebagai hasil dari proses tersebut. Secara tradisional, asal kata dasar (text-oriented) dan kajian secara umum memusatkan pada proses adaptasinya, dan pada kecukupannya. Akan tetapi,

11


(7)

secara umum Adaptasi film adalah merujuk pada film pertamanya, dibuat oleh pembuat film untuk dilihat secara luas. Dengan kata lain, fungsi adaptasi film yang utama adalah sebagai film didalam hal-hal yang berkaitan dengan pembuatannya.”12

Adaptasi berbeda dengan terjemahan, konsep “terjemahan” ditandai dengan cara yang berganti-ganti yang menyebutkan bahwa peran seorang penerjemah hanya satu yaitu sebagai “cermin” untuk apa yang dia baca (tanpa pertimbangan lebih). Apabila seorang penerjemah boleh dibilang tidak tampak kehadirannya dalam sebuah karya terjemahan, maka seorang adaptor akan tampak sekali kehadirannya dalam karya hasil adaptasinya dengan menceritakan kembali yang mempertimbangkan profile penikmatnya. Berkebalikannya kedua hal antara terjemahan dan adaptasi, antara “mencerminkan” dan “menceritakan kembali”, ketidakhadiran penerjemah dan kehadiran adaptor, sebenarnya kurang memadai untuk menganalisa isu tentang perbedaan antara terjemahan dan adaptasi. Pada penerjemah dia membuat hasilnya dapat diakses sama seperti halnya yang dihadirkan oleh adaptor. Hal ini tidak berarti bahwa setiap transformasi dapat dikategorikan sebagai karya terjemahan atau adaptasi. Masih ada ruang kelembagaan, dimensi yang berubah-ubah, prinsip-prinsip yang terkait yang membolehkan atau memberi wewenang bacaan-bacaan spesifik untuk dikategorikan sebagai “terjemahan” sebagaimana jika mereka bebas dari tujuan target pembaca. Sebuah interpretasi juga bisa masuk kedalam konsep adaptasi walaupun memunculkan beberapa perbedaan, sebab dalam sebuah transformasi dapat dipastikan oleh

12

Patrick Cattrysse, “Unbearable Lightness of Being : Film Adaptation Seen From Different Perspective”, The Literature Fil Quarterly, 1997


(8)

orang-orang ahli untuk mwnjaga kebenaran “mistis” tentang sumber karya cipta yang telah diadaptasi melalui kesensitifan pengarang.

Kasus hak cipta karya dua dimensi umumnya terjadi pada satu dari tiga cara. Pada skenario pertama, penggugat menyatakan bahwa hal ini berkenaan dengan karya sastra, biasanya buku, setting tempat film, atau aksi teater, semuanya adalah wajar untuk pondasi film dua dimensi. Ini adalah yang sering dipakai untuk klaim-klaim kasus perfilman karena karya dua dimensi jarang mengandung isi cerita seperti karya dasarnya. Terlebih, karya dua dimensi mewujud dari kesusteraan seperti buku, cerita, atau naskah drama. Perlindungan hak cipta tidak memperluas ke asal ide gagasan, seperti sepasang kekasih dari dua keluarga yang bertengkar saling jatuh cinta.13 Secara khas, " Hanya film yang utuh dan mencakup segalanya akan menjadi ekspresi sebenarnya dari ide gagasan dan dilindungi oleh hukum hak cipta”.14 Pelanggaran jenis ini merupakan hal tersulit bagi penggugat untuk sukses baik pada saat jalannya pengadilan atau saat keputusan akhir juri pengadilan.15 Jika seorang penulis ingin menulis sebuah buku, scenario atau cerita, dia dapat menggunakan ide-ide yang tidak termasuk dalam pekerjaan yang dilindungi hak ciptanya seperti sepasang anak-anak yang saling jatuh cinta dari dua keluarga yang berseteru. Penulis masih dapat mengembangkan kreativitasnya dengan menggunakan milik publik. Dalam UU Hak Cipta Amerika Serikat dan Internasional, perlidungan hak cipta tidak meluas untuk ide-ide.

13 K.J Greene, Motion Pictures Infringement And The Presumption Of Irreparable Harm : Toward A Reevaluation Of The Standard For Preliminary Injunctive Relief, Rutgers School of Law – Camden Rutgers Law Journal Fall : 31 Rutgers L. J. 173, 1999 14

Id. Hal 173 15


(9)

Skenario kedua adalah saat penggugat menuntut bahwa karya film sebagai keseluruhan ekspresi penggugat, namun satu kesatuan dari karya penggugat yang telah secara wajar dilanggar untuk sebagian kecil (diadopsi) film tergugat. Dan skenario terakhir adalah pelanggaran dalam film dengan teknologi digital, dimana pihak tergugat, pembuat film, dianggap dengan jelas mengambil hasil karya visual penggugat dan secara digital dimanipulasi ke bagian yang tepat untuk hasil karya tergugat.16

16


(1)

Konvensi Bern yang tergolong sebagai Law Making Treaty, terbuka bagi semua Negara yang belum menjadi anggota. Keikutsertaan sebagai negara anggota baru harus dilakukan dengan meratifikasinya dan menyerahkan ratifikasinya kepada Direktur Jenderal WIPO.

2.2. Persetujuan Tentang Aspek-aspek Dagang dari Hak Kekayaan Intelektual (TRIPs)

Bertujuan untuk mengurangi gangguan dan halangan atas perdagangan Internasional dan mengingat perlunya untuk mempromosikan perlindungan yang efektif dan layak atas HKI. Serta untuk menjamin bahwa tindakan dan prosedur untuk memberlakukan hak milik intelektual itu sendiri tidak menjadi penghalang bagi perdagangan yang sah

Dengan demikian TRIPs lahir dalam rangka persetujuan tentang pembentukan organisasi perdagangan dunia (WTO), pada persetujuan akhir Putaran Uruguay di Marakesh, Maroko tanggal 15 April 1994. Persetujuan ini dilampirkan sebagai lampiran C (Annex C) pada persetujuan akhir tersebut.8

Apabila dikaji isi lampiran C mengenai persetujuan akhir perundingan Marakesh yaitu tentang aspek-aspek dagang yang terkait dengan HKI (TRIPs) tujuannya adalah :9

8

Understanding on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights, Including

Trade in Counterfect Goods (Persetujuan mengenai Aspek-aspek dagang yang terkait dengan HKI, termasuk perdagangan barang palsu). Undang-undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Estabilishing The World Trade Organization/ persetujuan pembentukan organisasi perdagangan dunia, ibid, Hal. 18

9

Paingot Rambe Manalu, Hukum Dagang Internasional Pengaruh Globalisasi Ekonomi

terhadap Hukum Nasional, Khususnya Hukum HKI, Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri,

2000, Hal. 122 (lihat juga dalam W.R. Cornish, Intellectual Property, Edisi 2, London: Sweet & Maxwell, 1989, Hal. 167


(2)

1. Meningkatkan perlindungan terhadap HKI dari produk-produk yang diperdagangkan;

2. Menjamin prosedur pelaksanaan HKI yang tidak menghambat kegiatan perdagangan;

3. Merumuskan aturan serta disiplin mengenai pelaksanaan perlindungan terhadap HKI;

4. Mengembangkan prinsip-prinsip aturan dan mekanisme kerjasama Internasional untuk menangani kasus-kasus perdagangan barang-barang hasil pemalsuan dan pembajakan.

TRIPs sebagai persetujuan Internasional di bidang HKI pada dasarnya tidak terlepas dari persetujuan-persetujuan yang telah ada sebelumnya, seperti Paris Convention (1971) tentang perlindungan terhadap karya tulis dan seni, yang tertuang dalam akta paris dari Konvensi Paris tersebut tanggal 14 Juli 1971. Konvensi Roma yaitu konvensi Internasional mengenai Perlindungan terhadap pelaku pertunjukan, produser rekaman musik dan organisasi siaran yang disepakati di Roma tanggal 26 Oktober 1961. Selain itu, terdapat traktat HKI atas Integreted Circuits yang di kenal dengan IPIC Treaty yang disepakati di Washington 25 Mei 1989.10

Berlakunya TRIPs secara efektif dinyatakan tanggal 1 Januari 1995 dan bagi negara-negara berkembang diberi waktu masa peralihan selama lima tahun. Dengan demikian, bagi negara-negara berkembang akan berlaku 1 Januari 2001.

10

Fidel s. Djaman, Beberapa Aspek dan Kebijakan Penting di Bidang Hak Milik

Intelektual (mengutip dari Charles Himawan: 1992), Jakarta: Varia Peradilan No. 106.


(3)

3. Hak Cipta dan Adaptasi Film

Konsep hak cipta diberlakukan untuk cakupan yang luas pada proses kreatif, intelektual, atau bentuk artistik, atau "seni" . Secara spesifik cakupan ini berbeda tergantung pada cakupan hukum (yuridiksi) yang melingkupi syair, drama, hasil karya yang berkenaan dengan kesusastraan, film, tarian, penyusunan musik, rekaman audio, lukisan, seni lukis, seni patung, foto, perangkat lunak, penyiaran radio dan televisi, dan industri-industri seni. Hak cipta tidak mencakup ide dan informasi ide-ide tersebut, hanya bentuk atau cara bagaimana ide itu diungkapkan. Di banyak cakupan hukum, UU hak cipta membuat pengecualian untuk pembatasan tersebut ketika hasil karya disalin untuk kepentingan penjelasan atau penggunaan lain yang berhubungan, contoh menyalin untuk keperluan pendidikan.11

Film atau bioskop merupakan suatu format hiburan yang menjadikan cerita melalui suara dan rangkaian gambar; memberikan ilusi pergerakan terus-menerus. Karena film terdiri dari pekerjaan seni (cerita, suara, musik) maka film masuk dalam lingkup UU hak cipta. Sejak adanya bioskop, adaptasi hampir terjadi selayaknya pengembangan naskah drama. Hal yang terjelas dan biasa diadaptasi industri film adalah penggunaan novel sebagai dasar pembuatan film.

Pada bahasa Inggris (seperti pada bahasa lain), kata "Adaptasi" mengacu kepada proses seperti teks akhir, sebagai hasil dari proses tersebut. Secara tradisional, asal kata dasar (text-oriented) dan kajian secara umum memusatkan pada proses adaptasinya, dan pada kecukupannya. Akan tetapi,

11


(4)

secara umum Adaptasi film adalah merujuk pada film pertamanya, dibuat oleh pembuat film untuk dilihat secara luas. Dengan kata lain, fungsi adaptasi film yang utama adalah sebagai film didalam hal-hal yang berkaitan dengan pembuatannya.”12

Adaptasi berbeda dengan terjemahan, konsep “terjemahan” ditandai dengan cara yang berganti-ganti yang menyebutkan bahwa peran seorang penerjemah hanya satu yaitu sebagai “cermin” untuk apa yang dia baca (tanpa pertimbangan lebih). Apabila seorang penerjemah boleh dibilang tidak tampak kehadirannya dalam sebuah karya terjemahan, maka seorang adaptor akan tampak sekali kehadirannya dalam karya hasil adaptasinya dengan menceritakan kembali yang mempertimbangkan profile penikmatnya. Berkebalikannya kedua hal antara terjemahan dan adaptasi, antara “mencerminkan” dan “menceritakan kembali”, ketidakhadiran penerjemah dan kehadiran adaptor, sebenarnya kurang memadai untuk menganalisa isu tentang perbedaan antara terjemahan dan adaptasi. Pada penerjemah dia membuat hasilnya dapat diakses sama seperti halnya yang dihadirkan oleh adaptor. Hal ini tidak berarti bahwa setiap transformasi dapat dikategorikan sebagai karya terjemahan atau adaptasi. Masih ada ruang kelembagaan, dimensi yang berubah-ubah, prinsip-prinsip yang terkait yang membolehkan atau memberi wewenang bacaan-bacaan spesifik untuk dikategorikan sebagai “terjemahan” sebagaimana jika mereka bebas dari tujuan target pembaca. Sebuah interpretasi juga bisa masuk kedalam konsep adaptasi walaupun memunculkan beberapa perbedaan, sebab dalam sebuah transformasi dapat dipastikan oleh

12

Patrick Cattrysse, “Unbearable Lightness of Being : Film Adaptation Seen From Different Perspective”, The Literature Fil Quarterly, 1997


(5)

orang-orang ahli untuk mwnjaga kebenaran “mistis” tentang sumber karya cipta yang telah diadaptasi melalui kesensitifan pengarang.

Kasus hak cipta karya dua dimensi umumnya terjadi pada satu dari tiga cara. Pada skenario pertama, penggugat menyatakan bahwa hal ini berkenaan dengan karya sastra, biasanya buku, setting tempat film, atau aksi teater, semuanya adalah wajar untuk pondasi film dua dimensi. Ini adalah yang sering dipakai untuk klaim-klaim kasus perfilman karena karya dua dimensi jarang mengandung isi cerita seperti karya dasarnya. Terlebih, karya dua dimensi mewujud dari kesusteraan seperti buku, cerita, atau naskah drama. Perlindungan hak cipta tidak memperluas ke asal ide gagasan, seperti sepasang kekasih dari dua keluarga yang bertengkar saling jatuh cinta.13 Secara khas, " Hanya film yang utuh dan mencakup segalanya akan menjadi ekspresi sebenarnya dari ide gagasan dan dilindungi oleh hukum hak cipta”.14 Pelanggaran jenis ini merupakan hal tersulit bagi penggugat untuk sukses baik pada saat jalannya pengadilan atau saat keputusan akhir juri pengadilan.15 Jika seorang penulis ingin menulis sebuah buku, scenario atau cerita, dia dapat menggunakan ide-ide yang tidak termasuk dalam pekerjaan yang dilindungi hak ciptanya seperti sepasang anak-anak yang saling jatuh cinta dari dua keluarga yang berseteru. Penulis masih dapat mengembangkan kreativitasnya dengan menggunakan milik publik. Dalam UU Hak Cipta Amerika Serikat dan Internasional, perlidungan hak cipta tidak meluas untuk ide-ide.

13 K.J Greene, Motion Pictures Infringement And The Presumption Of Irreparable Harm : Toward A Reevaluation Of The Standard For Preliminary Injunctive Relief, Rutgers School of Law – Camden Rutgers Law Journal Fall : 31 Rutgers L. J. 173, 1999 14

Id. Hal 173 15


(6)

Skenario kedua adalah saat penggugat menuntut bahwa karya film sebagai keseluruhan ekspresi penggugat, namun satu kesatuan dari karya penggugat yang telah secara wajar dilanggar untuk sebagian kecil (diadopsi) film tergugat. Dan skenario terakhir adalah pelanggaran dalam film dengan teknologi digital, dimana pihak tergugat, pembuat film, dianggap dengan jelas mengambil hasil karya visual penggugat dan secara digital dimanipulasi ke bagian yang tepat untuk hasil karya tergugat.16

16