Lampiran 10 Area Rawan Korupsi edit bersama 28 Maret 2012 Pak Sekjen

LAMPIRAN KESEPAKATAN BERSAMA
ANTARA
JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA KHUSUS
KEPALA BADAN RESERSE KRIMINAL POLRI
SEKRETARIS JENDERAL KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
TENTANG
PEMETAAN 10 (SEPULUH) AREA RAWAN KORUPSI TAHUN 2012

NO.
1
1.

SEKTOR

INDIKATOR

2
Pengadaan Barang
dan Jasa Pemerintah

3

1. Pelaku
a) Penyelengara
Negara
(Pengguna Barang);
b) Rekanan (Penyedia Barang);
dan/atau
c) Broker (makelar)
2. Fakta Formil dan Materiil
a) Fakta Formil:
Adalah fakta yang menunjukan
bahwa
pelaku
melakukan
perbuatan melawan hukum atau
menyalahgunakan wewenang.
b) Fakta Materiil:
Adalah fakta yang menunjukan
sikap batin jahat pelaku, yaitu
fakta-fakta yang mendorong
dilakukannya

perbuatan
melawan
hukum
atau
menyalahgunakan wewenang.

MODUS OPERANDI

KETERANGAN

4
5
1. Perencanaan Proyek
Sektor ini akan berkaitan
Konsultan
Perencana erat dengan tindak pidana
biasanya diarahkan untuk suap
membuat Enginer Estimate
(EE) yang disesuaikan dengan
pagu anggaran proyek yang

tersedia.
2. Pelaksanaan
Tender/Lelang
Proses
lelang
dilakukan
sedemikian
rupa
untuk
memenangkan peserta tender
tertentu.
3. Mark Up Nilai Proyek
Modus ini terlihat dalam
pelaksanaan
proyek
di
lapangan, yaitu harga yang
ditetapkan dalam kontrak
ternyata jauh lebih tinggi dari
harga

barang/jasa

sesungguhnya.
3. Timbulnya akibat berupa Kerugian
Keuangan
Negara
atau
Perekonomian Negara
4. Hubungan kausal antara perbuatan
dengan akibat Kerugian Keuangan
Negara atau perekonomian negara
yang ditimbulkan.

2.

Keuangan dan
Perbankan

1. Berkaitan dengan Tindak Pidana
Korupsi di Penyedia Jasa Keuangan

Perbankan maupun Non Perbankan
yang sebagian besar sahamnya
dimiliki oleh Negara/Daerah
2. Pelaku
a) Pihak Penyedia Jasa Keuangan
Perbankan
maupun
non
perbankan;
b) Debitur/Nasabah
c) Penjamin
3. Fakta Formil dan Materiil
a) Fakta Formil:

4. Pelaksanaan Proyek Tidak
sesuai
dengan
Spesifikasi
Teknis
Modus ini terlihat dengan

dilakukan
perbandingan
antara
spesifikasi
teknis
barang dengan barang yang
nyata diadakan.
5. Proyek
Fiktif/duplikasi
anggaran.
Modus ini terlihat dengan
tidak adanya proyek, atau
proyeknya
ada
tetapi
pengadaannya terjadi pada
dua anggaran yang berbeda.
1. Adanya
persekongkolan
jahat antara Pihak Penyedia

Jasa Keuangan Perbankan
maupun
non
Perbankan
dengan
pihak
Debitur/Nasabah
dan/atau
penjamin
2. Persekongkolan tersebut
mendorong
dilakukannya
tindakan-tindakan
yang
melawan
hukum
atau
menyalahgunakan wewenang,
terkait:
a) Prosedur:

Penilaian

- Penerapan
UU
Pemberantasan
Tindak
Pidana Korupsi di bidang
Keuangan dan Perbankan
adalah untuk menjangkau
Debitur/Nasabah/Penjami
n sebagai subyek delik
karena subyek delik UU
Perbankan
hanya
pengurus/pegawai
perbankan.
- Dalam penanganannya
berkait erat dengan:
a) penerapan
asas


Adalah fakta yang menunjukan
bahwa
pelaku
melakukan
perbuatan melawan hukum atau
menyalahgunakan wewenang di
bidang keuangan/perbankan.

b) Fakta Materiil:
Adalah fakta yang menunjukan
sikap batin jahat pelaku, yaitu
fakta-fakta yang mendorong
dilakukannya
perbuatan
melawan
hukum
atau
menyalahgunakan wewenang.
4. Timbulnya akibat berupa Kerugian

Keuangan
Negara
atau
Perekonomian Negara
5. Hubungan kausal antara perbuatan
dengan akibat kerugian Negara
yang ditimbulkan

3.

Perpajakan

1. Pelaku
a)
Penyelenggara
Negara
(Pegawai Pajak)
b)
Wajib
Pajak

(perorangan/badan hukum)
c)
Broker (makelar)
2. Fakta Formil dan Materiil
a) Fakta Formil:
Adalah fakta yang menunjukan

agunan, kredibilitas dan
kapabilitas debitur.
b) Pengambilan
keputusan
atau kebijakan fasilitas
kredit/talangan/investasi
c) Pelanggaran
terhadap
prinsip kehati-hatian; atau
d) Pelanggaran
terhadap
prinsip good and clean
corporate governance.
3. Akibatnya terjadi kredit
macet
dan
timbulnya
permasalahan dalam eksekusi
agunan baik terkait nilai
agunan
maupun
status
hukum barang agunan.
4. Penyedia Jasa Keuangan
Perbankan
maupun
Non
Perbankan
mengalami
kerugian --- timbul kerugian
keuangan
Negara
atau
perekonomian negara.
1. Adanya
persekongkolan
jahat antara Penyelenggara
Negara
(Pegawai
Pajak)
dengan pihak Wajib Pajak dan
Broker (makelar)
2. Persekongkolan tersebut
mendorong
dilakukannya
tindakan-tindakan
yang
melawan
hukum
atau

Systematische
Specialiteit;
b) Hukum perseroan;
c) Kebebasan mengambil
kebijakan
(fries
ermesson)
berkaitan
dengan keputusan bisnis
(bussines judgment)
- Berkait erat dengan
tindak pidana suap

- Penerapan
UU
Pemberantasan
Tindak
Pidana Korupsi di bidang
perpajakan adalah untuk
menjangkau
Penyelenggara
Negara
(Pegawai Pajak) sebagai
subyek
delik
karena
subyek delik UU Pajak

4.

Minyak dan Gas
(migas)

bahwa
pelaku
melakukan
perbuatan melawan hukum atau
menyalahgunakan wewenang di
bidang perpajakan.
b) Fakta Materiil:
Adalah fakta yang menunjukan
sikap batin jahat pelaku, yaitu
fakta-fakta
yang
mendorong
dilakukannya
perbuatan
melawan
hukum
atau
menyalahgunakan wewenang.

menyalahgunakan wewenang
di bidang perpajakan, terkait:
a) Audit di bidang perpajakan
b) Penetapan nilai pajak yang
harus dibayar
c) Prosedur
Pengambilan
keputusan atau kebijakan
pemberian
fasilitas
di
bidang perpajakan.
d) Pembayaran PPN yang di
Restitusi

3. Timbulnya
akibat
berupa
Kerugian Keuangan Negara atau
Perekonomian
Negara,
yang
terfokus pada hilangnya atau
kurangnya pemasukan sektor pajak
sebagai hak negara.
4. Hubungan
kausal
antara
perbuatan dengan akibat kerugian
keuangan
atau
perekonomian
negara yang ditimbulkan

e) Penggelapan Restitusi PPN

1. Pelaku
a)
Penyelenggara
Negara
(Pegawai Pertamina/BP MIGAS/
Kementerian ESDM)
b)
Penyelenggara eksplorasi,
distribusi,
perdagangan/niaga
MIGAS
(perorangan/badan
hukum)
2. Fakta Formil dan Materiil
c) Fakta Formil:

1. Adanya persekongkolan jahat
antara Penyelenggara Negara
(Pegawai
Pertamina/BP

f) Proses
banding
administrasi perkara pajak
3. Akibatnya
adalah
hilangnya atau kurangnya
hak negara dari penerimaan
negara pada sektor pajak.

MIGAS/ Kementerian ESDM)

dengan
Penyelenggara
eksplorasi,
distribusi,
perdagangan/niaga
MIGAS
(perorangan/badan hukum).
2. Persekongkolan
tersebut
mendorong
dilakukannya

hanya Wajib Pajak dan
pihak terkait.
- Dalam penanganannya
berkait erat dengan:
a) penerapan
asas
Systematische
Specialiteit;
b) Hukum Pajak yang
rumit dan cepat berubah;
c) Penanganan
perkara
tindak pidana Korupsi di
bidang
perpajakan
seringkali
berbenturan
dengan
putusan
Peradilan Pajak
d) Adanya
fasilitasfasilitas
di
bidang
perpajakan
yang
berkaitan
dengan
pelaksanaan
perjanjian
internasional;
- Berkait erat dengan
tindak pidana suap
- Penerapan
UU
Pemberantasan
Tindak
Pidana Korupsi di bidang
MIGAS
adalah
untuk
menjangkau
Penyelenggara
Negara
(Pegawai
Pertamina/BP
MIGAS/
Kementerian
ESDM)
dan
Penyelenggara

Adalah fakta yang menunjukan
bahwa
pelaku
melakukan
perbuatan melawan hukum atau
menyalahgunakan wewenang di
bidang migas.
d) Fakta Materiil:
Adalah fakta yang menunjukan
sikap batin jahat pelaku, yaitu
fakta-fakta
yang
mendorong
dilakukannya
perbuatan
melawan
hukum
atau
menyalahgunakan wewenang.

3. Timbulnya
akibat
berupa
Kerugian Keuangan Negara atau
Perekonomian
Negara,
yang
terfokus pada hilangnya atau
kurangnya
pemasukan
sektor
migas sebagai hak negara.
4. Hubungan
kausal
antara
perbuatan dengan akibat kerugian
keuangan
atau
perekonomian
negara yang ditimbulkan

tindakan-tindakan
yang
melawan
hukum
atau
menyalahgunakan wewenang di
bidang migas, terkait:
a) Penetapan Bagi Hasil antara
Negara
dengan
Penyelenggara
eksplorasi,
distribusi,
perdagangan
MIGAS
(perorangan/badan
hukum)
b) Cost
recovery
yang
dibebankan terlalu tinggi
kepada
negara
terkait
pelaksanaan item-item dalam
Kontrak Karya atau Bagi
Hasil
di
sektor
Migas
(misalnya
pada
proyek
pengolahan
limbah
sisa
eksplorasi MIGAS).
c) Cost recovery yang telah
dikeluarkan oleh investor
dibayar
negara
dengan
minyak sehingga tidak dapat
diprediksi cost recovery yang
sebenarnya sebagai akibat
fluktuasi harga minyak
d) Distribusi dan perdagangan
migas baik di dalam maupun
di luar negeri (misalnya
terkait diskriminasi harga
migas).
3. Akibatnya adalah hilangnya
atau kurangnya hak negara dari
penerimaan negara dari sektor

eksplorasi,
distribusi,
perdagangan
MIGAS
yang berijin usaha tetapi
terdapat
perbuatanperbuatan
yang
menyebabkan hilang atau
kurangnya hak Negara
dari sector migas.
- Dalam penanganannya
berkait erat dengan:
a) penerapan
asas
Systematische
Specialiteit;
b) Kontrak Karya Asing
yang rumit dan cepat
berubah;
c) Berkaitan
dengan
mekanisme
pasar
perdagangan
migas
dunia;
- Berkait erat dengan
tindak pidana suap

migas.

5.

BUMN/BUMD

1. Pelaku
a)
Pengurus
BUMN/BUMD
(Direksi, Komisaris dan pegawai
BUMN/BUMD)
b)
Pihak lain: Rekanan dalam
pengadaan barang dan jasa
BUMN/BUMD, dalam kerjasama
investasi,
dalam
penyaluran
dana
sosial
BUMN/BUMD
(Corporate
Social
Responsibility)
2. Fakta Formil dan Materiil
a) Fakta Formil:
Adalah fakta yang menunjukan
bahwa
pelaku
melakukan
perbuatan melawan hukum atau
menyalahgunakan
wewenang
yang
terkait
dengan
pelaksanaan
usaha
BUMN/BUMD.

1. Adanya persekongkolan jahat

b) Fakta Materiil:
Adalah fakta yang menunjukan
sikap batin jahat pelaku, yaitu
fakta-fakta
yang
mendorong
dilakukannya
perbuatan
melawan
hukum
atau
menyalahgunakan wewenang.
3. Timbulnya
akibat
berupa

c) Penjualan
aktiva
tetap
BUMN/BUMD dengan cara di
menurunkan
nilai
aktiva
tetap yang akan dijual

antara Pengurus BUMN/BUMD
(Direksi, Komisaris dan pegawai
BUMN/BUMD) dengan Pihak
lain: Rekanan dalam pengadaan
barang dan jasa BUMN/BUMD,
dalam
kerjasama
investasi,
dalam penyaluran dana sosial
BUMN/BUMD (Corporate Social
Responsibility).
2. Persekongkolan
tersebut
mendorong
dilakukannya
tindakan-tindakan
yang
melawan
hukum
atau
menyalahgunakan
wewenang
yang
terkait
dengan
pelaksanaan
usaha
BUMN/BUMD, antara lain:
a) Penyelenggaraan pengadaan
barang
dan
jasa
BUMN/BUMD
b) Penyelenggaraan
investasi
BUMN/BUMD.

d) Pelaksanaan program social
BUMN/BUMD
(Corporate
Social Responsibility)

- Dalam penanganannya
berkait erat dengan:
a) penerapan
asas
Systematische
Specialiteit;
b) Kebebasan mengambil
kebijakan Direksi BUMN
(fries ermessen);
c) Berkaitan
dengan
keputusan
bisnis
(bussines judgment);

6.

Kepabeanan dan
Cukai

Kerugian Keuangan Negara atau
Perekonomian Negara.
4. Hubungan
kausal
antara
perbuatan dengan akibat kerugian
keuangan
atau
perekonomian
negara yang ditimbulkan

e) Berkaitan
Tindak
pidana
suap;
f) Penggelapan barang milik
BUMN/BUMD;
g) Pemalsuan
buku-buku
perusahaan
BUMN/BUMD
yang
digunakan
untuk
pemeriksaan administrasi
3. Akibatnya adalah hilangnya
atau kurangnya hak negara di
BUMN/BUMD.

1. Pelaku
a)
Penyelenggara
Negara
(Pegawai Bea dan Cukai)
b)
Pengimpor/pengekspor,
Pengusaha Kena Cukai.
c)
Pihak ketiga terkait
2. Fakta Formil dan Materiil
e) Fakta Formil:
Adalah fakta yang menunjukan
bahwa
pelaku
melakukan
perbuatan melawan hukum atau
menyalahgunakan wewenang di
bidang kepabeanan dan cukai.

1. Adanya
persekongkolan
jahat antara Penyelenggara
Negara (Pegawai Bea dan
Cukai)
dengan
pihak
Pengimpor/pengekspor,
Pengusaha Kena Cukai
2. Persekongkolan tersebut
mendorong
dilakukannya
tindakan-tindakan
yang
melawan
hukum
atau
menyalahgunakan wewenang
di bidang kepabeanan dan
cukai, terkait:
a) Audit
di
bidang
kepabeanan dan cukai
b) Penetapan nilai bea dan
cukai yang harus dibayar

f) Fakta Materiil:
Adalah fakta yang menunjukan
sikap batin jahat pelaku, yaitu
fakta-fakta
yang
mendorong
dilakukannya
perbuatan
melawan
hukum
atau

c) Prosedur
Pengambilan
keputusan atau kebijakan
pemberian
fasilitas
di
bidang bea dan cukai.

- Penerapan
UU
Pemberantasan
Tindak
Pidana Korupsi di bidang
kepabeanan dan cukai
adalah untuk menjangkau
Penyelenggara
Negara
(Pegawai Bea dan Cukai)
sebagai
subyek
delik
karena subyek delik UU
Kepabeanan dan Cukai
adalah Pengimpor dan
pengekspor
serta
Pengusaha Kena Cukai
- Dalam penanganannya
berkait erat dengan:
a) penerapan
asas
Systematische
Specialiteit;
b) Hukum
Kepabeanan
dan cukai yang rumit

menyalahgunakan wewenang.
3. Timbulnya
akibat
berupa
Kerugian Keuangan Negara atau
Perekonomian
Negara,
yang
terfokus
pada
hilangnya
atau
kurangnya pemasukan sektor bea
dan cukai sebagai hak negara.

dan cepat berubah;
3. Akibatnya
adalah
hilangnya atau kurangnya
hak negara dari penerimaan
negara
dari
sektor
kepabeanan dan cukai.

c) Adanya
fasilitasfasilitas
di
bidang
kepabeanan dan cukai
yang berkaitan dengan
pelaksanaan perjanjian
internasional;
- Berkait erat dengan
tindak pidana suap

4. Hubungan
kausal
antara
perbuatan dengan akibat kerugian
keuangan
atau
perekonomian
negara yang ditimbulkan
7.

Penggunaan
APBN/APBD dan
APBN-P/APBD-P

1. Pelaku
a) Penyelengara Negara (Eksekutif,
Legislatif dan Yudikatif);
b) Rekanan; dan/atau
c) Broker (makelar)
2. Fakta Formil dan Materiil
c) Fakta Formil:
Adalah fakta yang menunjukan
bahwa
pelaku
melakukan
perbuatan melawan hukum atau
menyalahgunakan wewenang.

d) Fakta Materiil:

1. Perencanaan APBN/APBD Sektor ini akan berkaitan
dan
APBN-P/APBD-P erat dengan tindak pidana
Persekongkolan antara pihak suap .
eksekutif, legislative, rekanan
dan broker (makelar) dalam
penyusunan dan penetapan
APBN/APBD.
2. Penggunaan APBN/APBD
dan APBN-P/APBD-P
- Terkait bantuan keuangan
dan bantuan sosial
- Terkait
penggelapan
belanja
pegawai
(gaji,
honor, uang makan dan
lauk pauk)

Adalah fakta yang menunjukan
sikap batin jahat pelaku, yaitu
fakta-fakta
yang
mendorong
dilakukannya
perbuatan
melawan
hukum
atau
menyalahgunakan wewenang.
3. Timbulnya akibat berupa Kerugian
Keuangan
Negara
atau
Perekonomian Negara
4. Hubungan kausal antara perbuatan
dengan akibat kerugian Negara
yang ditimbulkan.

-

-

8.

Sektor Aset Negara /
Daerah

1. Pelaku
a) Penyelengara Negara (Eksekutif,
Legislatif dan Yudikatif);
b) Rekanan; dan/atau
c) Broker (makelar)
2. Fakta Formil dan Materiil
a) Fakta Formil:
Adalah fakta yang menunjukan
bahwa
pelaku
melakukan
perbuatan melawan hukum atau
menyalahgunakan wewenang.
b) Fakta Materiil:
Adalah fakta yang menunjukan
sikap batin jahat pelaku, yaitu
fakta-fakta
yang
mendorong
dilakukannya
perbuatan

Terkait pelaksanaan fiktif
atas penggunaan biaya
rutin (biaya perjalanan
dinas, perawatan kantor,
barang habis pakai dan
lain-lain)
Terkait
penggunaan
APBN/ APBD dan APBNP/APBD-P
yang
salah
peruntukan
(penyelenggara
negara/
pegawai
negeri
yang
menerima uang negara
secara tanpa hak).
Duplikasi anggaran.

1. Pengalihan
hak Sektor ini akan berkaitan
pengelolaan
negara
atas erat dengan tindak pidana
tanah dan bangunan kepada suap.
pihak lain;
2. Penyerobotan aset negara;
3. Penggelapan aset negara
berupa aktiva tetap atau
surat berharga milik Negara;
4. Menguasai aset negara
secara tidak sah.

melawan
hukum
atau
menyalahgunakan wewenang.

3. Timbulnya akibat berupa hilangnya
aset yang dimiliki Negara.
4. Hubungan kausal antara perbuatan
dengan akibat yaitu hilangnya aset
negara
9.

Pertambangan

1. Pelaku
a) Penyelengara Negara (Penerbit
Konsesi Tambang);
b) Rekanan (Pemegang Konsesi
Tambang); dan/atau
c) Pelaksana pertambangan dan
pihak terkait lainnya
2. Fakta Formil dan Materiil
a) Fakta Formil:
Adalah fakta yang menunjukan
bahwa
pelaku
melakukan
perbuatan melawan hukum atau
menyalahgunakan wewenang di
bidang pertambangan.
b) Fakta Materiil:
Adalah fakta yang menunjukan
sikap batin jahat pelaku, yaitu
fakta-fakta
yang
mendorong
dilakukannya
perbuatan
melawan
hukum
atau
menyalahgunakan wewenang.
3. Timbulnya akibat berupa hilangnya

1. Adanya
persekongkolan
jahat
antara
Penyelenggara
Negara (Penerbit
Konsesi
Tambang) dengan Pemegang
Konsesi
Tambang
dan/atau
Pelaksana
eksplorasi
dan
eksploitasi tambang
2. Persekongkolan
tersebut
mendorong
dilakukannya
tindakan-tindakan
yang
melawan
hukum
atau
menyalahgunakan wewenang di
bidang pertambangan, terkait:
a) Penepatan Bagi Hasil antara
Negara
dengan
Penyelenggara
eksplorasi,
distribusi, perdagangan hasil
penambangan
(perorangan/badan hukum)
b) Proses penerbitan perijinan
pertambangan yang tidak
sesuai prosedur
c) Cost
recovery
yang
dibebankan kepada negara

- Penerapan
UU
Pemberantasan
Tindak
Pidana Korupsi di bidang
Pertambangan
adalah
untuk
menjangkau
Penyelenggara
Negara
(Penerbit
Konsesi
Tambang)
dan
Penyelenggara
eksplorasi,
distribusi,
perdagangan
Tambang
yang berijin usaha tetapi
terdapat
perbuatanperbuatan
yang
menyebabkan hilang atau
kurangnya hak Negara
dari sektor pertambangan
- Dalam penanganannya
berkait erat dengan:
a) penerapan
asas
Systematische
Specialiteit;

atau kurangnya hak Negara dari
sector pertambangan.
4. Hubungan kausal antara perbuatan
dengan hilangnya atau kurangnya
hak
Negara
dari
sektor
pertambangan.

terkait pelaksanaan itemitem dalam Kontrak Karya
atau Bagi Hasil di sektor
Tambang
(misalnya
pada
proyek pengolahan limbah
sisa eksplorasi Tambang).

b) Kontrak Karya Asing
yang rumit dan cepat
berubah;
c) Berkaitan
dengan
mekanisme
pasar
perdagangan
tambang
dunia;
- Berkait erat dengan
tindak pidana suap

d) Distribusi dan perdagangan
tambang baik di dalam
maupun
di
luar
negeri
(misalnya
terkait
diskriminasi
harga
hasil
tambang).
3. Akibatnya adalah hilangnya
atau kurangnya hak negara dari
penerimaan negara dari sektor
tambang.

10.

Pelayanan Umum

1. Pelaku
a) Penyelengara Negara di bidang
pelayanan umum antara lain
pelayanan SIM, STNK, BPKB,
KIR, Jembatan Timbang, IMB,
Ijin Gangguan, E-KTP, Sertifikasi
Tanah,
Pelayanan
Haji,
Pemasyarakatan, Keimigrasian
(KITAS,
KITAP,
PASPOR),
Perindustrian
(Kalibrasi,
Sertifikasi SNI), MUI (Sertifikasi
Halal),
Kominfo
(Ijin
jasa
penyelengaraan
telekomunikasi), Kemenkumham

1. Tindak Pidana Penyuapan.
Adanya
persekongkolan
antara
penyelenggara layanan dan
pengguna layanan.
Penyelenggara
layanan menyalahi prosedur
dalam menerbitkan ijin atau
rekomendasi
kepada
pengguna layanan.
Pengguna
Layanan
menyadari bahwa dirinya
tidak
layak
untuk
mendapatkan
ijin
atau
rekemondasi
dari

-

(Ijin
penerbitan
pendirian
perseroan,
Naturalisasi),
Depnaker (Ijin tenaga kerja
asing, BNP2TKI, PJTKI) dan lainlain
b) Pengguna Layanan, dalam hal
terjadi tindak pidana suap
2. Korban
Pengguna
Layanan
dipaksa
memberikan sesuatu, membayar
atau
menerima
pembayaran
dengan
potongan
atau
untuk
mengerjakan
sesuatu
(delik
pemerasan)
3. Fakta Formil dan Materiil
a) Fakta Formil:
Adalah fakta yang menunjukan
bahwa
pelaku
melakukan
perbuatan melawan hukum atau
menyalahgunakan
wewenang/kekuasaan di bidang
pelayanan umum.
b) Fakta Materiil:
Adalah fakta yang menunjukan
sikap batin jahat pelaku, yaitu
fakta-fakta
yang
mendorong
dilakukannya
perbuatan
melawan
hukum
atau
menyalahgunakan wewenang.

Penyelenggara Layanan.
Penyelenggara
Layanan menerima sesuatu
atau janji dari Pengguna
Layanan,
sementara
Pengguna
Layanan
memberikan sesuatu atau
janji kepada Penyelenggara
Layanan.
2. Tindak Pidana Pemerasan
Penyelenggara
layanan memaksa Pengguna
Layanan
untuk
dipaksa
memberikan
sesuatu,
membayar atau menerima
pembayaran
dengan
potongan
atau
untuk
mengerjakan sesuatu.
Pengguna
Layanan
karena
membutuhkan
ijin/rekomendasi
dari
Penyelenggara
Layanan
menuruti
kehendak
penyelenggara layanan.
Prosedur
serta
persyaratan
dalam
pemberian
layanan
telah
ditempuh secara benar.

Selain Peta 10 (sepuluh) area rawan korupsi tersebut diatas, PARA PIHAK tetap memiliki keleluasaan untuk memberikan fokus
perhatian terhadap prioritas penanganan tindak pidana korupsi sesuai dengan kebijakan kelembagaannya.

JAKSA AGUNG MUDA
TINDAK PIDANA KHUSUS

KEPALA BADAN
RESERSE KRIMINAL POLRI

SEKRETARIS JENDERAL KPK

D. ANDHI NIRWANTO

SUTARMAN
KOMJEN POL

BAMBANG S. PRATOMOSUNU