TINGKAT PENGETAHUAN KARYAWAN JW MARRIOTT HOTEL SURABAYA TERHADAP BRAND IDENTITY PERUSAHAAN | Linando | Jurnal e-Komunikasi 888 1590 1 SM

JURNAL E-KOMUNIKASI
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS KRISTEN PETRA, SURABAYA

TINGKAT PENGETAHUAN KARYAWAN JW
MARRIOTT HOTEL SURABAYA TERHADAP
BRAND IDENTITY PERUSAHAAN
Jennie Linando, Prodi Ilmu Komunikasi, Universitas Kristen Petra Surabaya
jennie_linando@yahoo.com

Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pengetahuan karyawan JW Marriott Hotel
Surabaya terhadap brand identity perusahaan. JW Marriott Hotel Surabaya, sebuah brand hotel
yang berasal dari Amerika Serikat ini, melihat pentingnya hubungan antara karyawan dengan
brand, sehingga mengkomunikasikan brand identity perusahaan kepada karyawan melalui
berbagai media dan aktivitas komunikasi menjadi hal yang substansial, guna mencapai
pengetahuan karyawan terhadap brand identity perusahaan. Elemen-elemen brand identity JW
Marriott Hotel Surabaya yang dikomunikasikan meliputi nama, logo, dan kisah brand. Jenis
penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Metode penelitian yang digunakan
adalah survei dengan teknik penskalaan Likert. Sampel dalam penelitian ini adalah karyawan JW
Marriott Hotel Surabaya yang berjumlah 167 orang, dan dikategorikan berdasarkan lama masa

kerja. Hasil dari penelitian ini menunjukkan tingkat pengetahuan karyawan JW Marriott Hotel
Surabaya terhadap brand identity perusahaan yaitu tinggi.

Kata Kunci: Tingkat Pengetahuan, Brand Identity, JW Marriott Hotel Surabaya

Pendahuluan
Penelitian ini berfokus pada tingkat pengetahuan karyawan JW Marriott Hotel
Surabaya terhadap brand identity perusahaan. Brand identity JW Marriott Hotel
Surabaya ini menjadi penting untuk diteliti karena pihak JW Marriott Hotel
Surabaya melihat pentingnya hubungan antara karyawan dengan brand identity,
yang membuat brand perusahaannya eksis, koheren, unik, dan berbeda dengan
brand perusahaan lainnya. Selain itu, kemampuan perusahaan dalam
menyampaikan janji-janjinya pada publik perusahaan ikut terlihat jika karyawan
dapat mengetahui brand identity JW Marriott Hotel Surabaya dengan baik.
Dengan terwujudnya hal tersebut, perusahaan dapat melihat titik-titik di mana
karyawan memiliki pengaruh paling besar terhadap persepsi brand dan
perusahaan dapat mengidentifikasi hambatan organisasi yang mencegah karyawan
mendukung brand sepenuhnya. (Lebard, Rendleman, and Dolan, 2006, para. 2)
Untuk mencapai pengetahuan karyawan mengenai brand identity perusahaan,
Public Relations dan Human Resource Department (HRD) JW Marriott Hotel

Surabaya melakukan sosialisasi brand identity meliputi elemen nama, logo, dan

JURNAL E-KOMUNIKASI

VOL I. NO.2 TAHUN 2013

kisah brand (Kotler & Pfoertsch, 2006, p.92). Media yang digunakan dalam
mengkomunikasikan brand identity ke karyawan terdiri dari notice board yang
dipasang di lorong-lorong dan lift kantor yang berisikan kisah brand dan
perkembangannya; training oleh HRD mengenai brand identity, yaitu In The
Beginning (ITB) Chapter 1 (diadakan bagi para karyawan yang baru masuk
bekerja selama 15 hari pertama), ITB Chapter 2 (60 hari pertama), Plot Thicken
(90 hari pertama), dan Living Our Core Value - LOCV (setiap tahun); daily note
package (daily rehearsal yang berisikan brand value, aktivitas hotel, informasi
tentang karyawan, pengetahuan umum yang berkaitan dengan hotel), dan daily
lobby lizard (pihak manajemen bergantian setiap hari memonitor kondisi di guest
contact point, dan memastikan karyawan mengetahui isi daily note package pada
hari itu sebagai prinsip kerja karyawan yang berasal dari brand) (Monica Tjandra
- HRD, komunikasi pribadi, 25 Januari 2013). Fungsi ini penting karena karyawan
yang dianggap sebagai major stakeholders merupakan penjelmaan dari brand

identity yang hidup di dalam perusahaan, sehingga program Internal
Communications menjadi krusial untuk menyampaikan dan mendapat informasi,
mencapai pengertian karyawan dan memperoleh komitmen karyawan terhadap
brand (Gobe, 2001, p.177 dan Moss & DeSanto, 2011, p.296). Pentingnya
karyawan berpengetahuan luas mengenai brand ini terletak pada interaksinya
dengan stakeholder perusahaan yang akan mendatangkan pengaruh positif dan
signifikan terhadap hubungan perusahaan dengan konsumen, komunitas, investor
dan media. (Lattimore, Baskin, Heiman, Toth, 2010, p.232)
Pada prinsipnya, pengetahuan dapat didefinisikan sebagai informasi yang
disimpan di dalam ingatan, sedangkan tingkat pengetahuan adalah seberapa
banyak informasi yang tersimpan dalam ingatan ketika seseorang menerima
sebuah informasi, apakah tinggi, sedang, atau rendah (Engel, Blackwell, Miniard,
1994, p.316 & 337). Menurut Benyamin Bloom yang dipaparkan oleh
Notoatmodjo (1997) dalam Sunaryo (2002:23-24), kognitif/pengetahuan
merupakan domain utama untuk terbentuknya perilaku baru, sehingga perilaku
yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng (Sunaryo, 2002, p.25).
Karena itu, tingkat pengetahuan dalam penelitian ini layak dan penting untuk
diteliti.
Karyawan sebagai responden pada penelitian ini akan dibagi berdasarkan lama
masa kerja. Pembagian ini didasarkan pada penelitian terdahulu yang dilakukan

oleh Marsh & McLennan Companies bahwa dimulai dari karyawan mengetahui
brand perusahaan dan perhatian perusahaan dalam memberikan brand experience
pada karyawan (brand aware) pada 0-6 bulan masa kerjanya. Pada 6-12 bulan,
karyawan sudah akrab dengan komponen brand hingga mengetahui harapan
perusahaan pada karyawan (brand knowledgeable). Pada 12-18 bulan, karyawan
percaya bisa membawa perubahan dalam mengembangkan brand (brand
believer). Selanjutnya, setelah bekerja selama 18-24 bulan dan 24 bulan ke atas,
brand baru dapat disampaikan dengan baik kepada customer (brand deliverer)
dan karyawan dapat dipercaya menjadi duta brand (brand ambassadors) (Lebard,
Rendleman, and Dolan, 2006, pict. 6). Hal ini dilakukan agar tingkat pengetahuan
karyawan terhadap brand identity JW Marriott Hotel Surabaya nampak pada

Jurnal e-Komunikasi Hal. 2

JURNAL E-KOMUNIKASI

VOL I. NO.2 TAHUN 2013

setiap strata masa kerja tersebut sehingga perusahaan dapat mengidentifikasi
keterlibatan karyawan dengan brand sesuai dengan harapan perusahaan.

Peneliti memilih JW Marriott Hotel Surabaya karena pada realitanya, Public
Relations dan HRD menilai Marriott International kurang memperhatikan tingkat
pengetahuan karyawan mengenai brand identity karena mereka hanya memonitor
tracking report yang hanya memaparkan nama-nama karyawan yang sudah
mengikuti training, padahal mereka kerap memberikan materi dan sistem training
untuk sosialisasi brand identity ke karyawan. Di samping itu, hasil daily lobby
lizard secara umum menyatakan beberapa karyawan di guest contact point,
termasuk karyawan yang sudah bekerja bertahun-tahun lamanya, tidak bisa
menjawab poin JW Marriott Service Notes yang ada di daily note package, ketika
ditanya oleh Training Manager. Di dalam training mengenai brand identity pun,
partisipasi dan semangat karyawan yang menjadi peserta training sering dianggap
rendah, entah dikarenakan tingkat pengetahuan karyawan yang rendah atau justru
tinggi. Dari fenomena-fenomena tersebut, manajemen mengkhawatirkan jika
karyawan tidak mengetahui brand identity dengan baik, rasa memiliki
perusahaannya pun menjadi rendah dan akan memengaruhi perjalanan brand dan
perusahaan dalam mencapai tujuan (Monica Tjandra - HRD, komunikasi pribadi,
25 Januari & 8 Maret 2013). Berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan di atas,
maka penelitian ini berfungsi untuk mengukur “Bagaimana tingkat pengetahuan
karyawan JW Marriott Hotel Surabaya terhadap brand identity perusahaan?”


Tinjauan Pustaka
Tingkat Pengetahuan
Secara umum, pengetahuan dapat didefinisikan sebagai informasi yang disimpan
di dalam ingatan (Engel, Blackwell, Miniard, 1994, p.316). Definisi lain
menyatakan pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses
sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku. Perilaku
yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng (Sunaryo, 2002, p.25).
Menurut Benyamin Bloom yang dipaparkan oleh Notoatmodjo (1997) dalam
Sunaryo (2002:23-24), terbentuknya perilaku baru, khususnya pada orang dewasa,
diawali dari cognitive domain (kognitif/pengetahuan), yaitu individu mengetahui
terlebih dahulu stimulus berupa objek sehingga menimbulkan pengetahuan baru
pada individu. Kemudian, dilanjutkan dengan affective domain (afektif/sikap), dan
berakhir pada psychomotor domain (psikomotor/tindakan).
Pengetahuan ini dapat diukur melalui tingkat pengetahuan, yaitu seberapa banyak
informasi yang tersimpan dalam ingatan ketika seseorang menerima sebuah
informasi, dimana tingkatannya sebagai berikut: (Engel, Blackwell, Miniard,
1994, p.337)
1. Tingkat pengetahuan tinggi
2. Tingkat pengetahuan sedang

3. Tingkat pengetahuan rendah

Jurnal e-Komunikasi Hal. 3

JURNAL E-KOMUNIKASI

VOL I. NO.2 TAHUN 2013

Brand Identity
Brand adalah seperangkat janji, asosiasi, penggambaran citra, dan emosi yang
diciptakan oleh perusahaan untuk membangun kesetiaan dengan para publiknya.
Brand itu dari internal (dalam) ke eksternal (luar). Perusahaan mengendalikan
janji, posisi dan atribut melalui brand (Foley & Kendrik, 2006, p.3). Menurut
David A. Aaker (1996) dalam bukunya “Building Strong Brands”, brand identity
adalah: (Aaker, 1996, p.68)
“Brand identity is a unique set of brand associations that the brand
strategist aspires to create or maintain. These associations represent
what the brand stands for and imply a promise to customers from the
organization members.”
(“Brand identity adalah seperangkat asosiasi brand yang unik,

dimana ahli strategi brand bercita-cita untuk menciptakan atau
memeliharanya. Asosiasi ini mewakili atau merepresentasikan brand
mereka dan menyiratkan janji kepada customer dari anggota
organisasi.”)
Dalam pendekatan komunikasi, brand identity adalah elemen yang mengirimkan
pesan di tengah-tengah banyaknya variasi produk/jasa, aksi, dan komunikasi.
Brand identity ini juga membantu perusahaan dapat merasakan mereka benarbenar eksis, koheren, dan unik dengan sejarah yang mereka miliki, sehingga
dikatakan berbeda dengan perusahaan lainnya (Kapferer, 2008, p.172). Brand
identity dapat melahirkan image suatu perusahaan. Image itu sendiri adalah hasil
dari macam-macam pesan brand, seperti nama brand, simbol visual, iklan,
sponsor, koneksi, dan tulisan atau artikel. (Kapferer, 2008, p.174)
Elemen brand adalah seperangkat alat berupa visual dan kadang-kadang juga
secara fisik yang berfungsi untuk mengidentifikasi dan membedakan suatu brand
perusahaan yang berupa produk atau jasa. Ketika membangun suatu brand yang
kuat, brand harus mencakup nama brand, logo brand, slogan brand, dan kisah
brand (Kotler & Pfoertsch, 2006, p.92). Namun, dalam penelitian ini, elemen
slogan brand tidak digunakan karena JW Marriott Hotel Surabaya tidak memiliki
slogan.
1. Nama brand
Nama brand adalah kesan pertama dan menjadi kesan yang terbaik dari

sebuah brand. Nama secara langsung dapat mempengaruhi persepsi dari
sebuah brand. Nama brand digunakan dalam setiap bentuk komunikasi
antara perusahaan dan calon customer (Kotler & Pfoertsch, 2006, p.95).
Nama brand biasanya dibuat berdasarkan: (Wheeler, 2003, p.41)
a. Nama pendiri (founder)
b. Nama deskriptif (descriptive)
c. Nama buatan (fabricated)
d. Nama kiasan (metaphor)
e. Nama singkatan (acronym)
2. Logo brand
Logo adalah pandangan atau penampilan grafis dari nama brand atau
perusahaan. Logo yang baik pasti memenuhi tujuan grafis dan fungsional

Jurnal e-Komunikasi Hal. 4

JURNAL E-KOMUNIKASI

VOL I. NO.2 TAHUN 2013

(Kotler & Pfoertsch, 2006, p.98). Nilai dan karakteristik perusahaan perlu

direfleksikan dalam logo dan brand, hal ini nantinya akan dipadukan
dengan strategi pemasaran (marketing). Warna logo juga memiliki peranan
penting dalam desain logo brand karena dapat secara langsung
mengidentifikasi dan menghubungkannya dengan brand yang
bersangkutan. Selain itu, makna yang mendasari warna logo itu juga
mampu mencerminkan kepercayaan dan keandalan dari sebuah brand,
sekaligus memengaruhi loyalitas karyawan perusahaan tersebut (Kotler &
Pfoertsch, 2006, p.100). Logo yang kuat dapat membangun brand identity
dengan lebih baik, serta memfasilitasi pengenalan (recognition) dan
pengingatan kembali (recall) akan brand. Dengan menggunakan simbol,
proses komunikasi mengenai atribut atau nilai-nilai menjadi lebih mudah,
dibanding menggunakan informasi faktual. (Kotler & Pfoertsch, 2006,
p.99)
3. Kisah brand
Pentingnya kisah dari brand adalah signifikansi kemampuan perusahaan
dalam menyampaikan janji-janjinya pada publik perusahaan. Sebuah
brand terbentuk dari komitmen yang kuat kepada janji. Kisah brand juga
dapat memberikan gagasan yang jelas pada karyawan mengenai nilai-nilai
brand yang disosialisasikan melalui perusahaan. Sebuah brand tidak
hanya menawarkan inspirasi dan optimisme, melainkan juga melestarikan

warisan yang akan memotivasi karyawan, customer, dan orang-orang yang
terkait. Kekuatan sesungguhnya dari kisah brand yang baik adalah pada
kedalamannya, kredibilitasnya, dan pesan inti yang diberikan pada seluruh
stakeholder. Kisah membuat lebih mudah orang-orang terkait untuk
mempercayai visi dan misi perusahaan. Karena itu, kisah brand perlu
memberikan gambaran yang jelas dan relevan tentang apa yang disebut
dengan bisnis. (Kotler & Pfoertsch, 2006, p.105)
Konsep Employee Alignment sebagai Acuan Kerangka Sampel
Penelitian
Perusahaan-perusahaan terkemuka sangat memahami nilai-nilai yang dapat
menjadikan karyawannya sebagai “brand ambassadors” (duta brand) mereka.
Mereka dapat menempatkan titik di mana perilaku karyawan memiliki dampak
besar pada persepsi tentang brand, dan mereka bisa mengidentifikasi hambatan
perusahaan yang dapat mencegah karyawan mendukung brand perusahaan
sepenuhnya. Yang paling penting, mereka telah mengembangkan proses yang bisa
membuat karyawan mampu menyampaikan brand (deliver the brand) secara
efektif dan konsisten. Hal ini yang disebut dengan employee alignment. (Lebard,
Rendleman, and Dolan, 2006, p.1)
Tidak ada jalan cepat untuk sebuah perusahaan membuat karyawannya
sepenuhnya berperilaku sejalan dengan tujuan brand. Hal ini dapat memakan
waktu selama dua tahun, dan membutuhkan penguatan terus-menerus. Hal ini
digambarkan dalam empat tahap: (Lebard, Rendleman, and Dolan, 2006, p.23)
1) Brand aware
2) Brand-knowledgeable

Jurnal e-Komunikasi Hal. 5

JURNAL E-KOMUNIKASI

VOL I. NO.2 TAHUN 2013

3) Brand believer
4) Brand deliverer (enthusiasts)

Gambar 1. Tahapan Perubahan Perilaku Karyawan
Sumber: Lebard, Rendleman, and Dolan (2006, p.24)

Metode
Konseptualisasi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Survei
meliputi studi cross-sectional dan longitudinal yang menggunakan kuisioner atau
wawancara terstruktur untuk pengumpulan data dengan maksud generalisasi dari
sampel hingga populasi (Silalahi, 2010, p.85). Peneliti melakukan survei untuk
mengetahui tingkat pengetahuan karyawan JW Marriott Hotel Surabaya terhadap
brand identity perusahaan. Indikator yang dipakai untuk mengukur tingkat
pengetahuan ini adalah elemen brand identity, yang mencakup dimensi nama
brand, logo brand, dan kisah brand (Kotler & Pfoertsch, 2006, p.92). Pada
akhirnya, diketahui tingkat pengetahuan karyawan JW Marriott Hotel Surabaya
terhadap brand identity perusahaan, yaitu tinggi, sedang, atau rendah. (Engel,
Blackwell, Miniard, 1994, p.337)

Jurnal e-Komunikasi Hal. 6

JURNAL E-KOMUNIKASI

VOL I. NO.2 TAHUN 2013

Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah karyawan JW Marriott Hotel Surabaya yang
dikelompokkan sesuai dengan lama masa kerja: (1) 0-6 bulan; (2) 6-12 bulan; (3)
12-18 bulan; (4) 18-24 bulan; dan (5) 24 bulan ke atas (Lebard, Rendleman, and
Dolan, 2006, pict.6). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan JW
Marriott Hotel Surabaya yang berjumlah 435 orang berdasarkan data dari Human
Resources Department (HRD) sampai akhir Maret 2013. Sampel diambil dengan
menggunakan rumus Isaac & Michael dengan derajat kesalahan 10% sehingga
didapat 167 responden. Teknik sampling yang digunakan adalah proportionate
stratified random sampling, karena terdapat perbedaan karakteristik antara stratastrata yang ada, sedangkan perbedaan tersebut memengaruhi variabel, yaitu
pengetahuan anggota populasi tentang hal yang diselidiki (Silalahi, 2010, p.265266). Dalam penelitian ini, perbedaan kelompok yang dimaksud adalah lama masa
kerja karyawan, sehingga didapat karyawan dengan masa kerja 0-6 bulan
sebanyak 3 responden, 6-12 bulan sebanyak 11 responden, 12-18 bulan sebanyak
9 responden, 18-24 bulan sebanyak 3 responden, dan 24 bulan ke atas sebanyak
141 responden.
Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif, dengan
menggunakan program SPSS for Windows 17.0. Jenis penyajian distribusinya
adalah distribusi sederhana untuk distribusi frekuensi, distribusi prosentase, dan
distribusi kumulatif. Selain itu, peneliti juga melakukan analisis tabulasi silang
(crosstab). Teknik penskalaan yang digunakan adalah penskalaan Likert.

Temuan Data
Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Masa Kerja
Lama Masa Kerja

Frekuensi

0-6 bulan

3

6-12 bulan

11

12-18 bulan

9

18-24 bulan

3

24 bulan ke atas

141

Total

167

Tabel 1 menjelaskan karakteristik responden berdasarkan lama masa kerja.
Pengelompokan ini didasarkan pada penelitian terdahulu yang dilakukan Marsh &
McLennan Companies bahwa lama masa kerja ini dapat menentukan keterlibatan
karyawan dengan brand, termasuk dalam aspek pengetahuan (Lebard, Rendleman,
and Dolan, 2006, pict.6). Dimulai dari tahap brand aware (0-6 bulan) yang belum
akrab dengan brand, dilanjutkan dengan brand-knowledgeable (6-12 bulan),
brand believer (12-18 bulan), dan brand deliverer (18-24 bulan dan 24 bulan ke
atas) yang sudah mengetahui brand identity perusahaan dengan sangat baik.
(Lebard, Rendleman, and Dolan, 2006, p.23)

Jurnal e-Komunikasi Hal. 7

JURNAL E-KOMUNIKASI

VOL I. NO.2 TAHUN 2013

Tabel 2. Tingkat Pengetahuan Karyawan terhadap Nama Brand
Lama Masa
Kerja

Tingkat Pengetahuan

Total

Tinggi

Sedang

0-6 bulan

3

0

3

6-12 bulan

10

1

11

12-18 bulan

7

2

9

18-24 bulan

3

0

3

24 bulan ke atas

117

24

141

Total

140

27

167

Tabel 3. Tingkat Pengetahuan Karyawan terhadap Logo Brand
Lama Masa
Kerja

Tingkat Pengetahuan

Total

Tinggi

Sedang

0-6 bulan

2

1

3

6-12 bulan

10

1

11

12-18 bulan

9

0

9

18-24 bulan

3

0

3

24 bulan ke atas

139

2

141

Total

163

4

167

Tabel 4. Tingkat Pengetahuan Karyawan terhadap Kisah Brand
Lama Masa
Kerja

Tingkat Pengetahuan

Total

Tinggi

Sedang

0-6 bulan

3

0

3

6-12 bulan

9

2

11

12-18 bulan

8

1

9

18-24 bulan

3

0

3

24 bulan ke atas

136

5

141

Total

159

8

167

Tabel 2, 3, dan 4 ini merupakan hasil tabulasi silang antara lama masa kerja
karyawan (responden) dengan tingkat pengetahuan nama brand, logo brand, dan
kisah brand. Ketiganya menunjukkan bahwa mayoritas responden mempunyai
tingkat pengetahuan tinggi terhadap setiap elemen brand identity JW Marriott
Hotel Surabaya, yaitu 140 responden (83.8%) untuk nama brand, 163 responden
(97.6%) untuk logo brand, dan 159 responden (95.2%) untuk kisah brand. Tidak
ada responden yang memiliki tingkat pengetahuan rendah terhadap setiap elemen
brand identity ini.

Analisis dan Interpretasi
Pengetahuan didefinisikan sebagai informasi yang disimpan di dalam ingatan
(Engel, Blackwell, Miniard, 1994, p.316). Sedangkan tingkat pengetahuan, yaitu

Jurnal e-Komunikasi Hal. 8

JURNAL E-KOMUNIKASI

VOL I. NO.2 TAHUN 2013

seberapa banyak informasi yang tersimpan dalam ingatan ketika seseorang
menerima sebuah informasi, apakah itu tinggi, sedang, atau rendah (Engel,
Blackwell, Miniard, 1994, p.337). Dalam penelitian ini, informasi yang dimaksud
adalah ketiga elemen brand identity JW Marriott Hotel Surabaya, yaitu: (1) Nama
brand yang merupakan kesan pertama, terbaik, dan paling mudah diingat dari
sebuah brand, sekaligus dapat secara langsung memengaruhi persepsi tentang
brand; (2) Logo brand adalah pandangan atau penampilan grafis dari nama brand
atau perusahaan, sehingga nilai dan karakteristik perusahaan juga direfleksikan
dari logo brand, yang pada akhirnya memfasilitasi pengenalan (recognition) dan
pengingatan kembali (recall) akan brand; dan (3) Kisah brand yang memberikan
gagasan yang jelas pada karyawan mengenai nilai-nilai brand yang menawarkan
inspirasi, optimisme, warisan, dan motivasi karyawan. (Kotler & Pfoertsch, 2006,
p.95-105)
Pada masa kerja karyawan 0-6 bulan, terjadilah tahapan brand aware dimana
karyawan mengetahui atau memahami brand perusahaan, peran dan manfaat
brand itu, serta perhatian perusahaan dalam menyampaikan brand itu ke
karyawan. Setelah itu, brand-knowledgeable terjadi pada karyawan dengan masa
kerja 6-12 bulan. Dalam tahap ini, karyawan akrab dengan komponen brand, serta
perusahaan sudah menyampaikan brand experience dengan sangat baik ke
karyawan, dan tahu apa yang diharapkan perusahaan dalam hal perilaku
karyawan. Kemudian, pada masa kerja 12-18 bulan, karyawan berada di tahap
brand believer, yaitu karyawan memiliki keinginan untuk mengembangkan brand
dan memiliki ketertarikan untuk menyampaikan brand itu ke pihak lain. Tahap
terakhir adalah brand deliverer yang terjadi pada karyawan dengan masa kerja 1824 bulan, yaitu karyawan secara aktif dan antusias menyampaikan brand
perusahaan kepada customers, serta meyakinkan karyawan lainnya untuk menjadi
duta brand (brand ambassadors). Pada masa kerja 24 bulan ke atas, jelaslah
perusahaan mengharapkan karyawan tersebut sudah menjadi duta brand. (Lebard,
Rendleman, and Dolan, 2006, pict.6)
Maka, karyawan yang berada di tahap brand-knowledgeable, brand believer, dan
brand deliverer pasti memiliki pengetahuan yang tinggi terhadap brand identity
perusahaan. Sedangkan pada tahap brand aware, karyawan belum akrab dengan
brand sehingga belum tentu sudah mengenal brand dengan baik (Lebard,
Rendleman, and Dolan, 2006, p.23). Namun, data di atas membuktikan bahwa
karyawan pada tahap brand aware sudah memiliki tingkat pengetahuan yang
tinggi terhadap brand identity perusahaan, dan karyawan pada tahap brandknowledgeable, brand believer, dan brand deliverer bisa mempunyai tingkat
pengetahuan sedang.
Tabel 5. Tingkat Pengetahuan Karyawan terhadap Brand Identity
Tingkat Pengetahuan

Frekuensi

Tinggi

165

Sedang

2

Total

167

Jurnal e-Komunikasi Hal. 9

JURNAL E-KOMUNIKASI

VOL I. NO.2 TAHUN 2013

Tabel 6. Total Mean Tingkat Pengetahuan Karyawan terhadap Brand Identity
Brand Identity

Mean

Tingkat Pengetahuan

Nama brand

4.51

Tinggi

Logo brand

4.66

Tinggi

Kisah brand

4.61

Tinggi

Hasil

4.593

Tinggi

Secara keseluruhan, tingkat pengetahuan karyawan JW Marriott Hotel Surabaya
terhadap brand identity perusahaan masuk dalam kelas tingkat pengetahuan
tinggi. Hal ini dikarenakan Public Relations dan HRD JW Marriott Hotel
Surabaya sudah melakukan fungsi Internal Communications dengan memberikan
informasi dan pengetahuan mengenai perusahaan, termasuk brand, kepada
karyawan melalui sosialisasi hingga pelatihan dengan baik. Karyawan dilatih
dalam mengenal brand perusahaannya dan mengetahui apa yang membedakannya
dengan kompetitor melalui proses yang berkelanjutan, sehingga informasi tentang
brand perusahaan dapat disampaikan secara menyeluruh ke setiap
departemen/divisi/bagian dalam perusahaan, guna mendukung praktik kerja yang
diinginkan perusahaan. (Oliver, 2007, p.71)
Berikut faktor-faktor yang menyebabkan tingkat pengetahuan tinggi pada
karyawan JW Marriott Hotel Surabaya mengenai brand identity perusahaan:
1. Banyaknya media yang digunakan pihak manajemen JW Marriott Hotel
Surabaya dalam mengkomunikasikan brand identity ke karyawan, yaitu
notice board yang dipasang di lorong-lorong dan lift kantor yang berisikan
kisah brand dan perkembangannya; berbagai training oleh HRD; daily
note package, dan daily lobby lizard.
2. Mudahnya mengakses informasi yang dibutuhkan mengenai brand identity
JW Marriott Hotel Surabaya bagi karyawan, seperti pada notice board di
setiap lorong kantor dan lift karyawan, daily note package yang
didistribusikan ke setiap departemen dan divisi setiap harinya, Marriott
Global Source (MGS) yang merupakan website khusus karyawan JW
Marriott (menggunakan password) yang berisikan brand identity JW
Marriott, Standard Operating Procedure (SOP), dan semua informasi
mengenai brand JW Marriott dan chain brand dari Marriott International
lainnya.
3. Karyawan yang aktif mencari informasi mengenai brand. Jadi, karyawan
tidak hanya bergantung pada informasi yang disajikan secara langsung.
Dengan begitu, karyawan mampu memperkaya diri dengan pengetahuan
mengenai brand perusahaan sehingga tujuan sosialisasi ini bisa tercapai.
Sedangkan, jika dilihat kembali pada analisis per dimensi elemen brand identity
JW Marriott Hotel Surabaya dan total keseluruhannya, masih didapatkan tingkat
pengetahuan sedang pada responden (karyawan) mengenai brand identity
perusahaan, yang disebabkan oleh faktor-faktor berikut:
1. Beberapa unsur dalam elemen nama dan logo brand JW Marriott Hotel
Surabaya sangat jarang disebutkan dalam sosialisasi melalui training atau
media lainnya atau tidak disosialisasikan secara berkelanjutan, seperti

Jurnal e-Komunikasi Hal. 10

JURNAL E-KOMUNIKASI

VOL I. NO.2 TAHUN 2013

nama kepanjangan dari JW Marriott serta arti warna dan simbol pada logo
JW Marriott Surabaya.
2. Kurangnya penyesuaian proses dan media untuk mengkomunikasikan
pesan pada target yang berbeda. Contohnya, beberapa karyawan dalam
posisi Staff/Officer kurang mengerti mengenai jenis brand waralaba atau
franchise.
3. Kurangnya kepedulian karyawan akan pentingnya mengetahui brand
identity perusahaan secara utuh, karena pekerjaannya tidak secara
langsung bersinggungan dengan brand identity bagi beberapa karyawan
tertentu.
4. Beberapa karyawan tidak aktif mencari informasi internal mengenai brand
perusahaan jika informasi itu tidak disajikan secara langsung pada
karyawan, sehingga media-media yang ada kurang dimanfaatkan dengan
baik.

Simpulan
Berdasarkan analisis data di atas, dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan
karyawan JW Marriott Hotel Surabaya terhadap brand identity perusahaan adalah
tinggi. Penelitian ini dilakukan pada 167 orang responden dengan 16 butir
pertanyaan inti pada kuisioner yang terdiri dari dimensi nama brand, logo brand,
dan kisah brand, dimana hasilnya memaparkan hampir seluruh responden (98.8%)
mempunyai tingkat pengetahuan tinggi terhadap brand identity perusahaan. Hasil
ini menjelaskan bahwa fungsi Internal Communications di JW Marriott Hotel
Surabaya sudah berjalan dengan baik sehingga mayoritas responden mendapatkan
informasi mengenai brand identity perusahaan secara menyeluruh dan
memahaminya dengan tepat. Selain itu, stimulus berupa pesan mengenai elemen
brand yang terdiri dari nama, logo, dan kisah brand, yang disampaikan melalui
berbagai media dan kegiatan komunikasi, dapat diterima dengan baik dan
menghasilkan pengetahuan yang tinggi pada karyawan.
Mengacu pada analisis tersebut pula, peneliti menemukan beberapa hal yang bisa
menjadi saran yang membangun bagi pihak JW Marriott Hotel Surabaya seperti
lebih gencar dalam mengkomunikasikan nama dan logo brand pada seluruh
karyawan, terutama dalam training, mengingat cukup banyak karyawan yang
kurang mengetahui nama kepanjangan dari JW Marriott dan nilai-nilai pada logo
dengan tepat. Selain itu, menggunakan media atau pesan komunikasi yang
disesuaikan dengan latar belakang karyawan; memastikan informasi mengenai
brand perusahaannya sudah dikomunikasikan secara menyeluruh; dan
memfokuskan sosialisasi brand identity kepada karyawan, terutama yang sudah
bekerja selama 18-24 bulan dan 24 bulan ke atas, mengingat pada prinsipnya,
mereka seharusnya telah menjadi brand deliverer (duta brand).
Adapun beberapa aspek yang bisa menjadi pertimbangan untuk penelitian
selanjutnya, yaitu pesan komunikasi dalam sosialisasi brand identity perusahaan
pada karyawan, mengingat terkadang unsur-unsur tertentu dalam elemen brand
perusahaan tidak disosialisasikan secara berkelanjutan; efektivitas media

Jurnal e-Komunikasi Hal. 11

JURNAL E-KOMUNIKASI

VOL I. NO.2 TAHUN 2013

sosialisasi brand identity perusahaan pada karyawan, mengingat terdapat
perbedaan antara satu karyawan dengan karyawan lainnya dalam memanfaatkan
media sosialisasi serta dalam kemampuannya menerima dan mengingat pesan
yang diberikan; pengaruh pengetahuan karyawan mengenai brand identity
perusahaan terhadap interaksi karyawan dengan stakeholders, sehingga dampak
signifikansinya bisa terlihat oleh perusahaan; dan penelitian selanjutnya bisa
menggunakan pendekatan kualitatif atau mix-method sehingga diperoleh analisis
data lebih mendalam, selama mampu menjawab permasalahan yang ada dalam
perusahaan.

Daftar Referensi
Aaker, David A. (1996). Building strong brands. New York: The Free Press.
Engel, J.F., Blackwell, R.D., & Miniard, P.W. (1994). Perilaku konsumen (1st ed.). Jakarta:
Binarupa Aksara.
Foley, J., & Kendrik, J. (2006). Balanced brand: strategi memenangkan pasar dengan
menyeimbangkan kekuatan brand dan reputasi perusahaan. Jakarta: PT Trans Media.
Gobe, Marc. (2001). Emotional branding: the new paradigm for connecting brands to people.
London: Windsor.
Kapferer, Jean-Noel. (2008). The new strategic brand management: creating and sustaining brand
equity. London: Kogan Page Publisher.
Kotler, P., & Pfoertsch, W. (2006). B2B brand management. New York: Springer.
Lattimore, D., Baskin, O., Heiman, S.T., & Toth, E.L. (2010). Public relations: profesi dan
praktik. Jakarta: Salemba Humanika.
Lebard, Rendleman, & Dolan. (2006). Delivering the Brand Promise Through Employees. The
Marsh & McLennan Companies Journal (Online), Volume XXXIV, No. 1. Retrieved
February 24, 2013, from http://www.mmc.com/-knowledgecenter/viewpoint/archive/viewpoint_1_2006.pdf
Moss, D., & DeSanto, B. (2011). Public relations: a managerial perspective. London: SAGE
Publications Ltd.
Oliver, Sandra. (2007). Strategi public relations. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Silalahi, Ulber. (2010). Metode penelitian sosial. Bandung: PT Refika Aditama.
Sunaryo. (2002). Psikologi untuk keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Wheeler, Alina. (2003). Designing brand identity: a complete guide to creating, building, and
maintaining strong brands. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Jurnal e-Komunikasi Hal. 12