PERAN AERASI PADA PEMBENTUKAN PUPUK ORGANIK DENGAN PENAMBAHAN KOTORAN SAPI.

SKRIPSI

PERAN AERASI PADA PEMBENTUKAN PUPUK ORGANIK
DENGAN PENAMBAHAN KOTORAN SAPI

Oleh :

JULIA RAKHMAWATI
0852010024

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN” JATIM
SURABAYA
2013
.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

SKRIPSI


PERAN AERASI PADA PEMBENTUKAN PUPUK ORGANIK
DENGAN PENAMBAHAN KOTORAN SAPI

untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh
Gelar Sarjana Teknik ( S-1)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

Oleh :

JULIA RAKHMAWATI
0852010024

FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN” JATIM
SURABAYA
2013

.


Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

SKRIPSI

PERAN AERASI PADA PEMBENTUKAN PUPUK ORGANIK
DENGAN PENAMBAHAN KOTORAN SAPI
Oleh :

JULIA RAKHMAWATI
0852010024
Telah dipertahankan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi
Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Pada hari :
Tanggal :

Menyetujui,
Pembimbing


Penguji I

Dr. Ir. Edy Mulyadi, SU.
NIP : 19551231 198503 1 00 2

Ir. Yayok Suryo P,, MS.
NIP : 19600601 198703 1 00 1
Penguji II

Mengetahui,

Okik Hendriyanto C., ST. MT.
NIP : 3 7507 99 0172 1

Ketua Program Studi

Penguji III

Dr. Ir. Munawar, MT.

NIP : 19600401 198803 1 00 1

Dr. Ir. Munawar, MT.
NIP : 19600401 198803 1 00 1

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan
Untuk memperoleh gelar sarjana (S1), tanggal :.............................

Dekan Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan

Ir. Naniek Ratni J.A.R., Mkes.
NIP : 19590729 198603 2 00 1
.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

CURRICULUM VITAE
Penelit i
Nama Lengkap


:

Julia Rakhmawati

NPM

:

08520100024

Tempat/ tanggal
lahir
Alamat

:

Tuban, 28 Juli 1989

:


Tambakboyo, Tuban

Nomor Hp.

:

085785885090

Email

:

gokilrahma53@yahoo.com

Pendidik an
No

Nama Univ / Sekolah


1

FTSP UPN ”Veteran”
Jatim

2

SMA N 1 Tambakboyo

3
4

Program
Studi
Teknik
Lingkungan

Mulai

Keterangan


Dari

Sampai

2008

2012

Lulus

I PA

2005

2008

Lulus

SMP N 1 Tambakboyo


Umum

2002

2005

Lulus

SDN Gadon

Umum

1996

2002

Lulus

Tugas Ak adem ik

No.

Kegiatan

1

Kuliah Lapangan

Tempat/ Judul

Selesai Tahun

PDAM Karang Pilang Surabaya, PT. SI ER, PT.
Pier, PT. Multi Bintang I ndonesia, PT. Sritex,
DSDP Denpasar, Balai Konservasi hutan
Mangrove Denpasar-Bali

2011

2011


2

KKN

Desa Ngampel, kec. ngusikan Kab. Jombang

3

Kerja Praktek

Proses Pengelolaan Limbah Penyamakan
Kulit Balai Pelayanan Tehnis I ndustri dan
Lingkungan I ndustri Kecil (BPTI K-LI K)
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air
Buangan I ndustri Penyamakan Kulit
Peran Aerasi pada Pembentukan Pupuk
Organik dengan Penambahan Kotoran Sapi

4

PBPAB

5

SKRI PSI

Or ang Tua

.

Nama

:

Musyayaroh, S.Ag.

Alamat

:

Gadon RT. 02/ RW. 01 Tambakboyo, Tuban

Telp

:

-

Pekerjaan

:

PNS

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2011
2012
2012

KATA PENGANTAR

Tiada kata yang dapat penyusun ucapkan selain puji syukur kehadiran Allah
SWT, dengan rahmat serta hidayahnya penyusun dapat menyelesaikan laporan skripsi
yang berjudul “PERAN AERASI PADA PEMBENTUKKAN PUPUK ORGANIK
DENGAN PENAMBAHAN KOTORAN SAPI”.
Skripsi ini merupakan salah satu kurikulum pendidikan pada jurusan Teknik
Lingkungan UPN “Veteran” Jawa Timur yang merupakan syarat bagi penyusun
untuk mendapatkan gelar sarjana.
Pada kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmatnya tugas ini dapat terselesaikan
dengan lancar.
2. Ibu Ir. Naniek Ratni JAR., M.Kes., selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan UPN “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak DR. Ir. Munawar, MT., selaku Ketua Program Studi Teknik Lingkungan
UPN “Veteran” Jawa Timur.
4. Bapak Ir. Edy Mulyadi, SU, selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu
memberikan masukan kepada penyusun.
5. Bapak Ir. Yayok Suryo P., MS., Okik Hendriyanto C., ST., MT., DR. Ir.
Munawar, MT., selaku dosen penguji yang telah memberikan krtik dan saran
yang membangun sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.
6. Bapak Ir. Maroeto, MP., yang telah memberikan krtik dan saran yang
membangun sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.

i

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

7. Ibu Dr. Ir. B. Wisnu Widjajani, MP., selaku Kepala LAB Jurusan Ilmu Tanah
UPN “Veteran” Jawa Timur.
8. Teman-teman Teknik Lingkungan khususnya angkatan 2008 yang tidak
keberatan untuk meluangkan waktu member masukan dan saran kepada saya.

Penyusun menyadari bahwa laporan ini belum sempurna, oleh karena itu
saran dan kritik membangun sangat diperlukan untuk kesempurnaan penelitian ini.
Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih dan mohon maaf yang sebesarbesarnya apabila didalam penyusunan laporan ini terdapat kata-kata yang kurang
berkenan atau kurang dipahami.

Surabaya, Februari 2013

Penyusun

ii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................viii
INTISARI ........................................................................................................... ix
ABSTRACT......................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
I.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 2
I.3 Tujuan Penelitian............................................................................. 3
I.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... 3
I.5

Ruang Lingkup Penelitian ............................................................. 3

BAB II TINJ AUAN PUSTAKA
II.1 Sampah ......................................................................................... 4
II.1.1 Sumber Sampah.................................................................... 4
II.1.2 Jenis Sampah ........................................................................ 6
II.1.3 Karakteristik Sampah ........................................................... 6
II.2 Pengertian Pupuk ........................................................................ 7
II.3 Kompos ........................................................................................ 10
II.3.1 Kualitas Kompos .............................................................. 10

iii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

II.3.2 Manfaat Kompos .............................................................. 13
II.4 Pengomposan ............................................................................... 13
II.4.1 Prinsip Pengomposan ......................................................... 14
II.4.2 Jenis Pengomposan ............................................................ 14
II.4.3 Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengomposan .......... 16
II.5 Mikroorganisme .......................................................................... 21
II.5.1 Proses Dekomposisi .......................................................... 21
II.5.2 Pertumbuhan Mikroorganisme ......................................... 21
BAB III METODE PENELITIAN
III.1 Bahan yang Digunakan ................................................................ 26
III.2 Peralatan........................................................................................ 26
III.3 Variabel Penelitian ....................................................................... 28
III.4 Prosedur Penelitian....................................................................... 29
III.4.1 Cara Kerja......................................................................... 29
III.5 Rankaian Alat ............................................................................... 31
III.6 Pengolahan Data ........................................................................... 32
III.7 Kerangka Penelitian ..................................................................... 33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Kondisi Awal Sampah ................................................................. 34
IV.2 Proses Pengomposan dengan Aerasi Secara Manual (sekop)
dan dengan Aerasi Mekanik ....................................................... 36
IV.2.1 Kondisi C-Organik selama Penggomposan dengan
Proses Aerasi Secara Manual (%) ................................... 36
iv

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

IV.2.2 Kondisi C-Organik selama Pengomposan dengan
Proses Aerasi Secara Mekanik (%) ................................. 38
IV.2.3 Kondisi N-Total selama Pengomposan dengan
Proses Aerasi Secara Manual (%) ................................... 40
IV.2.4 Kondisi N-Total selama Pengomposan dengan
Proses Aerasi Secara Mekanik (%) ................................. 41
IV.2.5 Kondisi Rasio C/N Selama Pengomposan untuk
Proses Aerasi Secara Manual dan Mekanik ................... 42
IV.2.6 Laju Rasio C/N Selama ProsesPengomposan dengan Proses
Aerasi secara Manual dan Mekanik................................ 45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ............................................................................... 47
5.2 Saran ............................................................................................ 47
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

v

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

INTISARI

Dalam masyarakat perkotaan, sampah dihasilkan oleh setiap rumah tangga sebagai
bagian dari kehidupan sehari-hari. Begitu halnya yang terjadi pada kampus UPN
”Veteran” Jatim. Namun, pada lingkungan kampus sampah yang mendominasi adalah
sampah daun kering, seiring dengan program penghijauan kampus. Sampah daun
kering dikampus UPN ”Veteran” Jatim diolah sebagai kompos yang nantinya
dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan seluruh lingkungan kampus UPN
”Veteran” Jatim. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kematangan kompos
dengan variasi penambahan kotoran sapi pada proses aerasi secara manual dan secara
mekanik. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sampah kampus UPN
”veteran” Jawa Timur dan kotoran sapi. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah waktu sampling dari 0, 14, 21, dan 28 hari, kebutuhan oksigen serta
banyaknya kotoran sapi yang digunakan. Pada penelitian ini parameter yang diujikan
adalah N, C, C/N rasio dan pH. Penelitian ini menggunakan sistem batch. Dari hasil
penelitian ini, pembentukan kompos yang paling baik diperoleh pada reaktor 8
dengan penambahan limbah kotoran sapi 8,23 kg dan 24 kg sampah kampus dengan
proses aerasi secara mekanik, dan rasio C/N 12. Sedangkan pada proses aerasi secara
manual, kompos paling baik pada reaktor 4 dengan penambahan kotoran sapi 8,23 kg
dan 24 kg sampah kampus dengan rasio C/N 16,6.
Kata kunci : sampah domestik, komposting, aerasi

ix

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

ABSTRACT

In urban communities, waste produced by each household as part of everyday life. As
soon as that happens on campus UPN "Veteran" East Java. However, the garbage
that dominates the campus environment is the dry leaf litter, along with the campus
greening program. Dry leaf litter on campus UPN "Veteran" East Java processed as
compost which will be used to meet the needs of the entire campus UPN "Veteran"
East Java. The purpose of this experiment was to determine the maturity of
composted cow manure with the addition of variations in aeration processes
manually and mechanically. The material used in this study are rubbish campus UPN
"Veteran" East Java and cow dung. The variables used in this study is the sampling
time of 0, 14, 21, and 28 days, the oxygen demand and the number of cow dung is
used. In this study the tested parameter is N, C, C / N ratio and pH. This study uses a
batch system. From these results, the best composting reactor obtained at 8 with the
addition of cow manure 8.23 kg and 24 kg of waste campus with mechanical aeration
process, and the ratio of C / N 12. While in the process of manually aeration,
compost best at reactor 4 with the addition of 8.23 kg of cow dung and 24 kg of waste
campus with C / N ratio 16.6.
Key Word : domestic waste, composting, aeration

x

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB I
PENDAHULUAN

I.1

Latar Belakang
Sampah merupakan limbah yang bersifat padat, terdiri dari zat atau bahan

organik dan anorganik yang dianggap sudah tidak memiliki manfaat lagi dan
harus dikelola dengan baik sehingga tidak membahayakan lingkungan. Sampah
anorganik terdiri dari kertas, plastik, kayu, kaleng, dan sebagainya, dimana
sampah anorganik adalah sampah yang tidak mudah membusuk (sampah kering).
Sedangkan sampah organik adalah sampah yang mudah membusuk (sampah
basah) yang terdiri dari sampah dapur (sisa makanan), daun-daunan, kulit buah
dan sebagainya (Kastaman dkk, 2007).
Dalam masyarakat perkotaan, sampah dihasilkan oleh setiap rumah tangga
sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Begitu halnya yang terjadi pada
kampus UPN ”Veteran” Jatim, yang mana sampah yang dihasilkan sama dengan
sampah yang dihasilkan diperkotaan. Namun, pada lingkungan kampus sampah
yang mendominasi adalah sampah daun kering, seiringdengan program
penghijauankampus.
Cara mengurangi volume sampah yang semakin hari semakin bertambah,
bukan dengan cara dibakar karena dapat berdampak negatif dari asap yang
dihasilkan dari proses pembakaran sampah tersebut. Sampah daun kering
dikampus UPN ”Veteran” Jatim diolah sebagai kompos yang nantinya
dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan seluruh lingkungan kampus UPN
”Veteran” Jatim. Hasil Kompos yang telah

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

1

diproduksi untuk memenuhi

2

kebutuhan internal kampus dan beberapa daerah binaan, sehingga diperlukan
inovasi untuk meningkatkan kualitas kompos yang telah dihasilkan.
Agar proses dekomposisipada proses pengomposan berjalan dengan baik,
maka keberadaan jumlah

mikroorganisme tertentu harus mencukupi. Untuk

memenuhi jumlah mikroorganisme peranan bioaktivator sangatlah diperlukan.
Produk-produk bioaktivator yang telah banyak dijual antara lain microorganisms
16 (M-16) daneffective microorganism 4 (EM4) yang memanfaatkan sejumlah
mikroorganisme untuk mempersingkat waktu pengomposan secara aerob. Dalam
bioaktivator tersebut terdapat berbagai macam mikroorganisme penting yang
sangat dibutuhkan dalam proses dekomposisi sampah. Namun demikian
diperlukan inovasi untuk mengembangkan dan memanfaatkan bahan-bahan yang
terdapat disekitar untuk membuat bioaktivator alami yaitu dengan memanfaatkan
kotoran sapi. Sehingga diperlukannya penelitian mengenai penambahan kotoran
sapi sebagai bioaktivator alami dalam pembuatan kompos.
Dalam proses pengomposan secara aerob kebutuhan oksigen juga
merupakan factor penting dalam proses kematangan kompos, sehingga dalam
penelitian ini dilakukan untuk melihat “Peran Aerasi pada Pembentukan
Pupuk Organik dengan Penambahan Kotoran Sapi”.

I.2

Rumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
Bagaimana pengaruh penambahan kotoran sapi terhadap pematangan

kompos dengan menggunakan proses aerasi secara manual dan dengan aerasi
secara mekanik khususnya sampah daun kering kampus UPN “Veteran” Jatim.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3

I.4

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Pengaruh aerasi terhadap waktu pematangan kompos
2. Menentukan waktu komposting yang terbaik

I.5

Manfaat Penelitian
Memberikan informasi peran aerasi dan penambahan kotoran sapi yang

bervarisai

I.6

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup pada penelitian ini adalah:
1. Penelitian dilakukan dalam skala laboratorium yang berlokasi di
Laboratorium Sampah Terpadu dan Laboratorium Lingkungan Prodi
Teknik Lingkungan UPN “Veteran” Jawa Timur.
2. Bahan yang dikomposkan adalah sampah organik UPN “Veteran”
JawaTimur.
3. Bahan bioaktivator yang digunakan pada penelitian ini adalah kotoran sapi
4. Analisis parameter penelitian meliputi kandungan N-total, kadar air, suhu,
C-Organik, dan pH.
5. Kompos yang sudah masak dianalisis kandungan unsure haranya, meliputi
N-total, C-organik, pH, kadar air, dan suhu
6. Lama waktu pengamatan dilakukan selama 30 hari dengan pengamatan
parameter dilakukan setiap 7 hari sekali.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA
II.1

Sampah
Sampah merupakan semua jenis buangan bersifat padat yang dihasilkan dari

aktifitas manusia dan binatang yang dibuang karena tidak dipergunakan atau
dinginkan (Peavy,1985). Sampah dihasilkan dari aktivitas manusia termasuk sampah
yang dihasilkan dari perumahan, kegiatan komersial, sapuan jalan, institusi dan
industri. Sampah umumnya dalam bentuk sisa makanan (sampah dapur), daundaunan, ranting pohon, kertas/karton, plastik, kain bekas, kaleng, debu sisa
penyapuan.
II.1.1 Sumber Sampah
Klasifikasi sampah berdasarkan sumber penghasil sampah dapat dilihat pada
Tabel 2.1 :
Tabel 2.1 Sumber-Sumber Sampah dalam Komunitas.
Sumber
Pemukiman

Tipikal fasilitas, aktivitas
atau lokasi dimana sampah
dihasilkan
Tempat tinggal dengan satu
atau beberapa keluarga,
apartemen, dll.

4
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Tipe Sampah
Sampah makanan, kertas,
cardboard, plastik, tekstil,
kulit, sampah jalan, kayu,
gelas/kaca, kaleng,
alumunium dan logam
lainnya, abu, sampah
khusus (termasuk barang
elektronik, sampah jalan
yang dikumpulkan
tterpisah, baterai, minyak,
pohon), sampah rumah
tangga yang tergolong B3.

5

Tabel 2.1 Sumber-Sumber Sampah dalam Komunitas (lanjutan)
Tipikal fasilitas, aktivitas
atau lokasi dimana sampah
dihasilkan
Toko, restoran, pasar,
perkantoran, hotel, motel,
percetakan, tempat-tempat
servis, dll.

Kertas, cardboard, plastik,
kayu, sampah makanan,
gelas/kaca, logam, sampah
khusus, sampah B3, dll.

Institusional

Sekolah, rumah sakit,
penjara, pusat pemerintahan.

Sama dengan sampah
komersial.

Konstruksi dan
peruntuhan
bangunan lama

Area konstruksi baru, area
renovasi jalan, peruntuhan
bangunan, ubin batu
(paving) yang rusak

Kayu, besi, beton,
debu/kotoran.

Pelayanan/sarana
kota (termasuk
fasilitas
pengolahan)

Pembersihan jalan,
landscaping, pembersihan
saluran atau kolam, taman
dan pantai, area rekreasi.

Sampah khusus, rubbish,
sapuan jalan, landscape dan
tebangan pohon, sampah
taman, pantai dan area
rekreasi.

Instalasi
pengolahan,
insenerator kota

Air, air limbah, proses
pengolahan industri, dll.

Sampah dari instalasi
pengolahan, lumpur
pengolahan.

Sampah kota

Semua yang tercantum
diatas

Semua yang tercantum
diatas.

Industri

Konstruksi, fabrikasi,
manufaktur ringan dan
berat, pertambangan,
instalasi kimia, instalasi
pembangkit energi,
peruntuhan bangunan, dll.

Pertanian

Ladang, perkebunan, kebun
anggur, pabrik susu,
mentega, keju, pertanian,
dll.

Sampah dari proses industri,
sisa material, dll. Sampah
dari proses non-industri
termasuk sampah makanan,
rubbish, abu, sampah
konstruksi dan runtuhan
bangunan, sampah khusus,
sampah B3.
Sampah
buah/sayur/makanan busuk,
sampah proses pertania,
rubbish, sampah B3.

Sumber
Komersial

Sumber : Tchobanoglous, Theisen & Vigil, 1993

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Tipe Sampah

6

II.1.2 J enis Sampah
Sampah menurut jenisnya dapat dibedakan menjadi (Damanhuri, 1999):
a. Sampah Organik
Sampah yang mudah membusuk dikenal pula sebagai sampah basah (wet
waste, atau garbage). Termasuk kelompok ini adalah sampah dari dapur
(sisa makanan), daun-daunan, sisa sayuran, kulit buah dan sebagainya.
b. Sampah Anorganik
Sampah yang tidak mudah membusuk dikenal pula sebagai sampah kering.
Termasuk disini adalah kertas, plastik, kayu, kaleng dan sebagainya.
II.1.3 Karakteristik Sampah
Dalam proses pengolahan sampah menjadi kompos ditentukan oleh komposisi
yang terdapat pada sampah tersebut, sehingga karakteristik yang dimiliki oleh
masing-masing sampah akan mempengaruhi proses pembentukan kompos.
a.

Komposisi Fisik
Komposisi fisik sampah UPN “Veteran” JATIM terdiri dari bahan
organik dan bahan anorganik. Bahan organik yang dimiliki oleh sampah
UPN “Veteran” JATIM berasal dari sisa makanan, sisa sayuran, daundaunan, kertas. Sedangkan bahan anorganik yang terdapat pada sampah
UPN “Veteran” JATIM dapat berupa kaca, botol bekas, kaleng bekas,
besi bekas. Dimana komposisi fisik tersebut juga terdapat dalam sampah
kota (Surabaya), sehingga sampah UPN “Veteran” JATIM memiliki
kedekatan komposisi fisik dengan sampah kota (Surabaya).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

7

Menurut Japan International Cooperation Agency (1992)
komposisi fisik sampah kota (Surabaya) dapat dilihat pada Tabel 2.2 :
Tabel 2.2 Komposisi Fisik Sampah Kota (Surabaya) (%)
Klasifikasi Bahan

Musim Hujan

Musim Kemarau

a. Kertas

13,54

4,37

b. Kain

1,85

2,03

c. Sampah Organik

52,93

55,59

d. Kayu

19,15

15,72

e. Plastik

7,7

7,51

f. Kulit / Karet

0,45

0,03

g. Logam dari besi

0,82

0,74

h. Logam non besi

0.08

0,16

i. Gelas/kaca

1,12

0,68

j. Batu keramik

1,61

4,46

k. Tulang

0,62

0,74

l. Lain-lain

0,13

0,07

Total
Sumber : JICA (1992)

100

100

II.2

Penger tian Pupuk
Dalam arti luas yang dimaksud pupuk ialah suatu bahan yang digunakan

untuk mengubah sifat fisik, kimia atau biologi tanah sehingga menjadi lebih baik bagi
pertumbuhan tanaman. Termasuk dalam pengertian ini adalah pemberian bahan
organik dengan maksud untuk meningkatkan pH tanah yang masam atau sebagai
buffer dan pemberian legin bersama benih tanaman serta pemberian pembenah tanah
(soil conditioner) untuk memperbaiki sifat fisik tanah. Demikian pula pemberian urea

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

8

dalam tanah yang miskin akan meningkatkan kadar N dalam tanah tersebut. Semua
usaha tersebut dinamakan pemupukan. Dengan bahan organik, legin, pembenah tanah
dan urea disebut pupuk. (Tchobanoglous, Theisen & Vigil, 1993)
Dalam pengertian yang khusus pupuk ialah suatu bahan yang mengandung
satu atau lebih hara tanaman. Dengan pengertian ini, dari kegiatan yang disebutkan
diatas hanya urea yang dianggap pupuk karena bahan tersebut yang mengandung hara
tanaman yaitu nitrogen.
Klasifikasi pupuk (Rosmarkam dan Yuwono, 2002) :
1. Berdasarkan asalnya :
a.

Pupuk alam, yakni pupuk yang terdapat di alam atau dibuat dengan bahan
alam tanpa proses yang berarti. Misalnya, pupuk kompos, pupuk kandang,
guona, pupuk hijau dan pupuk buatan P.

b.

Pupuk buatan, yakni pupuk yang dibuat oleh pabrik. Misalnya, TSP, urea,
rustika, dan nitrophoska. Pupuk ini dibuat oleh pabrik dengan mengubah
sumber daya alam melalui proses fisiks dan kimia.

2. Bedasarkan senyawanya :
a.

Pupuk organik, yakni pupuk yang berupa senyawa organik. Kebanyakan
pupuk alam tergolong pupuk organik, misalnya pupuk kandang, kompos dan
guano. Pupuk yang tidak termasuk pupuk organik adalah rock phosphat,
yang umumnya berasal dari batuan sejenis apatit [Ca3(PO4)].

b.

Pupuk anorganik atau mineral, yakni pupuk dari senyawa anorganik.
Hampir semua pupuk buatan tergolong pupuk anorganik.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

9

3. Berdasarkan fasenya :
a.

Pupuk padat, yakni pupuk yang umumnya mempunyai kelarutan beragam
mulai yang mudah larut air sampai yang sukar larut air.

b.

Pupuk cair, yakni pupuk yang berupa cairan yang cara penggunaannya
dilarutkan terlebih dahulu dengan air. Umumnya, pupuk ini disemprotkan
kedaun. Karena mengandung banyak hara, baik makro maupun mikro, harga
pupuk ini relatif mahal. Pupuk amoniak merupakan pupuk yang memiliki
kadar N sangat tinggi, yakni sekitar 83%. Penggunaan pupuk ini lewat tanah
dengan cara diinjeksikan dari tangki bertekanan.

4. Berdasarkan cara penggunaannya :
a.

Pupuk daun, yakni pupuk yang cara pemupukan dilarutkan terlebih dahulu
dalam air, kemudian disemprotkan pada permukaan daun.

b.

Pupuk akar atau pupuk tanah, yakni pupuk yang diberikan kedalam tanah
disekitar akar agar diserap oleh akar tanah.

5. Berdasarkan jumlah hara yang dikandungnya :
a.

Pupuk yang mengandung satu hara tanaman, misalnya pupuk urea yang
hanya mengandung hara N dan TSP hanya dipentingkan P saja (sebetulnya
juga mengandung Ca).

b.

Pupuk majemuk, yakni pupuk yang mengandung dua atau lebih dua hara
tanaman. Misalnya, NPK, Amophoska, dan rustika.

6. Berdasarkan macam hara tanaman :
a.

Pupuk makro, yakni pupuk yang mengandung hara makro saja, misalnya
NPK, nitrophoska, dan gandasil.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

10

b.

Pupuk mikro, yakni pupuk yang hanya mengandung hara mikro saja,
misalnya mikrovet, mikroplek, dan metalik.

c.

II.3

Campuran makro dan mikro, misalnya pupuk gandasil, bayfolan,dan rutika.

Kompos
Kompos merupakan istilah untuk pupuk organik buatan manusia yang

dihasilkan dari proses pembusukan sisa-sisa buangan makhluk hidup (hewan dan
tumbuhan). Menurut SNI 19-7030-2004 mengenai spesifikasi kompos dari sampah
organik domestik, kompos merupakan bentuk akhir

dari bahan-bahan organik

sampah domestik setelah mengalami dekomposisi atau perubahan komposisi bahan
organik sampah domestik akibat penguraian oleh mikroorganisme pada suhu tertentu
menjadi senyawa organik yang lebih sederhana.
II.3.1 Kualitas Kompos
Kompos dikatakan bagus dan siap diaplikasikan jika tingkat kematangannya
sempurna. Menurut Haug (1980) dalam Polprasert (1996) kematangan kompos
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Turunnya temperatur pada akhir pengomposan
b. Berkurangnya bahan organik pada kompos seperti volatile solid (VS), COD
dan rasio C/N
c. Munculnya unsur tertentu seperti nitrat dan hilangnya unsur yang lain seperti
amonia
d. Tidak adanya serangga dan berkembangnya larva pada akhir pengomposan
e. Tidak ada bau yang menjijikkan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

11

f. Munculnya warna abu-abu atau putih berkaitan dengan pertumbuhan
actinomycetes.
Sedangkan menurut SNI 19-7030-2004, kematangan kompos ditunjukkan oleh
a. C/N rasio mempunyai nilai 10-20 : 1
b. Suhu sesuai dengan suhu air tanah
c. Berwarna kehitaman dan tekstur seperti tanah
d. Berbau tanah

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

12

Menurut SNI 19-7030-2004, spesifikasi kualitas kompos yang berasal dari sampah
organik dapat dilihat pada Tabel 2.3
Tabel 2.3 Spesifikasi Kualitas Kompos
No
Parameter
Satuan
Minimum
Maksimum
1
Kadar Air
%
50
Suhu air tanah
2
Temperatur
°C
3
Warna
Kehitaman
4
Bau
Berbau tanah
5
Ukuran Partikel
Mm
0,55
25
6
Kemampuan ikat air
%
58
7
pH
6,80
7,49
8
Bahan asing
%
*
1,5
Unsur makro
9
Bahan Organik
%
27
58
10 Nitrogen
%
0,40
11 Karbon
%
9,80
32
12 Phosfor (P2O5)
%
0,10
13 C/N – Rasio
10
20
14 Kalium (K2O)
%
0,20
*
Unsur mikro
15 Arsen
mg/kg
*
13
16 Kadmium (Cd)
mg/kg
*
3
17 Kobal (Co)
mg/kg
*
34
18 Kromium (Cr)
mg/kg
*
210
19 Tembaga (Cu)
mg/kg
*
100
20 Merkuri (Hg)
mg/kg
*
0,8
21 Nikel (Ni)
mg/kg
*
62
22 Timbal (Pb)
mg/kg
*
150
23 Selenium (Se)
mg/kg
*
2
24 Seng (Zn)
mg/kg
*
500
Unsur lain
25 Kalsium
%
*
25.50
26 Magnesium (Mg)
%
*
0.6
27 Besi (Fe)
%
*
2.00
28 Alumunium (Al)
%
*
2.20
29 Mangan (Mn)
%
*
0.10
Bakteri
30 Fecal coli
MPN/gr
1000
31 Salmonella sp.
MPN/4 gr
3
Keterangan : Nilainya lebih besar dari minimum atau lebih kecil dari
maksimum
Sumber : SNI 19-7030-2004

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

13

II.3.2 Manfaat Kompos
Menurut Indriani (1999), kompos mempunyai beberapa sifat yang
menguntungkan antara lain :
a. Memperbaiki struktur tanah berlempung sehingga menjadi ringan
b. Memperbesar daya ikat tanah berpasir sehingga tanah tidak berderai
c. Menambah daya ikat air pada tanah
d. Memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah
e. Memperbaiki daya ikat tanah terhadap zat hara
f. Mengandung hara yang lengkap, walaupun jumlahnya sedikit (jumlah hara ini
tergantung dari bahan pembuat pupuk organik)
g. Membantu proses pelapukan bahan mineral
h. Memberi ketersediaan bahan makanan bagi mikroba
i. Menurunkan aktivitas mikroorganisme yang merugikan

II.4

Pengomposan
Menurut Polprasert (1996), proses pengomposan merupakan proses

dekomposisi biologis dan stabilisasi bahan organik pada kondisi yang mendukung
terciptanya temperatur termofilik (50-60 °C), sebagai akibat dari panas yang
dihasilkan pada proses biologis tersebut, dengan produk akhir yang cukup stabil
untuk disimpan dan digunakan pada tanah tanpa menimbulkan efek pada lingkungan.
Secara umum, proses pengomposan diperuntukkan bagi sampah organik padat dan
semi padat seperti sludge, kotoran hewan (pupuk kandang), sisa kegiatan pertanian
dan pemukiman.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

14

II.4.1 Prinsip Pengomposan
Menurut SNI 19-7030-2004 prinsip pengomposan adalah menurunkan rasio
C/N bahan organik hingga sama dengan rasio C/N tanah yaitu sekitar 10 -12. Bahan
organik tidak dapat langsung dimanfaatkan oleh tanaman karena kandungan C/N
dalam bahan relatif tinggi atau tidak sama dengan kandungan C/N tanah. Karena itu
perlu dilakukan proses pengomposan untuk menurunkan rasio C/N bahan organik
tersebut sehingga bahan organik tersebut dapat diserap oleh tanaman Dalam proses
pengomposan terjadi perubahan :
Karbohidrat, selullosa, hemiselullosa, dan lignin menjadi CO2 dan H2O
a. Zat putih telur (protein) menjadi amonia, CO2 dan H2O
b. Peruraian senyawa organik yang dapat diserap oleh tanaman
Dengan perubahan tersebut, maka kadar karbohidrat akan hilang dan senyawa
N yang larut (amonia) meningkat, sehingga C/N akan turun mendekati C/N tanah.
II.4.2 J enis Pengomposan
Menurut Pradana (2008) ada dua mekanisme proses pengomposan, yakni
pengomposan secara aerobik dan anaerobik. Kedua proses pengomposan ini
dibedakan berdasarkan ketersediaan oksigen bebas.
a. Pengomposan secara Aerobik
Organisme aerobik atau aerob adalah organisme yang melakukan metabolisme
dengan bantuan oksigen. Aerob, dalam proses dikenal sebagai respirasi sel,
menggunakan oksigen untuk mengoksidasi substrat (sebagai contoh gula dan
lemak) untuk memperoleh energi. Aerob obligat membutuhkan oksigen untuk

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

15

melakukan respirasi sel aerobik. Aerob fakultatif dapat menggunakan oksigen
tetapi dapat juga menghasilkan energi secara anaerobik.
Pada proses pengomposan secara aerob, oksigen mutlak dibutuhkan.
Mikrorganisme yang terlibat dalam proses pengomposan membutuhkan
oksigen dan air untuk merombak bahan organik dan mengasimilasikan
sejumlah karbon, nitrogen, fosfor, belerang dan unsur lainnya untuk sintesis
protoplasma sel tubuhnya. Proses perombakan bahan organik secara aerobik
akan menghasilkan humus, karbondioksida, air dan energi. Beberapa bagian
energinya digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme, dan sisanya
dikeluarkan dalam bentuk panas.
b. Pengomposan secara Anaerobik
Proses pengomposan anaerobik berjalan tanpa adanya oksigen, proses ini
melibatkan mikroorganisme anaerob untuk membantu mendekomposisi bahan
yang dikomposkan. Bahan baku yang dikomposkan secara anaerob biasanya
berupa bahan organik yang berkadar air tinggi. Pengomposan anaerobik akan
menghasilkan gas metan (CH4), karbondioksida (CO2) dan asam organik yang
memiliki bobot molekul rendah seperti asam asetat, asam propionat, asam
butirat, asam laktat dan asam suksinat. Gas metan bisa dimanfaatkan sebagai
bahan bakar alternatif (biogas).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

16

II.4.3 Faktor yang Mempengaruhi Pr oses Pengomposan
Menurut Wibisono, A. 2010, faktor-faktor yang mempengaruhi proses
pengomposan secara aerob sebagai berikut :
a. Ukuran partikel
Salah satu komponen penting untuk mendapatkan hasil yang diharapkan dari
pengomposan. Ukuran bahan organik yang relatif lebih kecil akan
mempermudah percepatan proses pengomposan, disamping ukuran, jenis dan
karakter dari bahan organik juga sangat menentukan, misalkan gabah, partikel
kayu/ranting, sabut kelapa, yang semuanya relatif mempunyai unsur karbon
yang tinggi. Pencacahan bahan organik jelas akan sangat membantu kecepatan
pengomposan, perlakuan awal dan proporsional campuran jenis bahan organik
yg digunakan juga sangat membantu percepatan dan kualitas hasil
pengomposan. Ukuran partikel juga sangat mempengaruhi proses percepatan
pengomposan. Ukuran partikel bahan yang optimal untuk dikomposkan
berkisar dari 1/8 inci hingga 1/2 inci, ukuran ini sangat relatif.

b. Rasio C/N Bahan
Nilai rasio C/N bahan organik sangat berpengaruh terhadap kinerja
mikroorganisme dalam merombak bahan organik selama proses pengomposan
berlangsung. Karbon (C) dibutuhkan oleh mikroorganisme, seperti bakteri,
jamur dan aktinomisetes sebagai sumber energi (makanan), sedangkan
Nitrogen (N) yang umumnya berasal dari protein yang terkandung dalam
bahan organik diperlukan untuk membiakan diri. Apabila kandungan C terlalu

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

17

tinggi maka proses pengomposan akan cenderung menurun (melambat),
namun apabila kandungan N terlalu tinggi maka umumnya akan cenderung
menimbulkan bau

ammonia atau

bahkan

cenderung mengarah

pada

pembusukan (putrefaction). Keseimbangan rasio C:N dalam pengomposan
secara umum berkisar antara 20-40 bagian karbon(C) yang berbanding dengan
1 bagian Nitrogen (N).

Jika diketahui bahwa campuran bahan belum mencapai perbandingan C/N
yang ideal, maka perlu dilakukan pencampuran. Bila rasio C/N bahan tinggi,
proses pembusukan akan berlangsung lama. Sebaliknya bila rasio C/N terlalu
rendah maka sisa nitrogen akan berlebihan sehingga terbentuk amonia (NH3)
yang menimbulkan bau yang menggangu. Untuk bahan dengan rasio C/N
yang kurang dapat ditambahkan sumber karbon lain yang memiliki rasio C/N
lebih tinggi.
c. Pencampuran dan Penambahan mikroorganisme (Blending and Seeding)
Dua faktor yang berpengaruh pada pencampuran dari sampah untuk
pengomposan yaitu rasio C/N dan kadar kelembababan. Seeding adalah
penambahan

mikroorganisme

dalam

proses

yang

berfungsi

untuk

mempercepat dekomposisi sebagai aktivator. Seeding yang disarankan yaitu
1–5 % dar berat sampah.
d. Kelembaban Bahan
Kelembaban atau kadar air dalam proses pengomposan adalah penting. Air
merupakan media reaksi kimia atau pelarut media membawa nutrisi dan bahan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

18

utama bagi kehidupan mikroorganisme. Jika kondisi kadar air (kelembaban)
dalam tumpukan bahan yang dikomposkan sangat rendah, maka proses
pengomposan akan berjalan sangat lambat, sebaliknya apabila kadar air terlalu
tinggi proses pengomposan juga akan kurang baik, dimana ruang oksigen
dalam tumpukan akan berkurang serta akan menimbulkan bau yang kurang
sedap, proses pengomposan

akan

cenderung

pada

anaerob.

Kondisi

kelembaban yang optimal berkisar antara 45%-60%. Untuk memperkirakan
kadar air dapat dilakukan dengan cara menggenggam/meremas bahan organik,
bila tidak menetes cairan dan apabila genggaman dibuka bahan organik akan
mengembang namun tidak berhambur, maka diperkirakan kadar airnya telah
cukup untuk proses pengomposan tsb. Untuk lebih mudahnya dapat diukur
dengan alat pengukur kelembaban ( Gauge Moisture Content).

e. Pengadukan dan pembalikan ( Mixing / Turning )
Untuk menjaga kelembaban dan jalannya udara dalam proses pengomposan,
maka perlu dilakukan pengadukan atau pembalikan bahan sesuai jadwal atau
pada saat dibutuhkan.
g. Temperatur
Suhu atau temperature yang ditimbulkan selama proses pengomposan adalah
merupakan hasil pelepasan energi reaksi eksotermik dalam tumpukan.
Kenaikan suhu selama proses pengomposan sangat menguntungkan bagi
beberapa jenis mikroorganisme thermofilik, akan tetapi proses pengomposan
yg

tidak

terkontrol,

misalkan

suhu

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

di

atas

65-70

°C

akan

19

menyebabkan aktivitas populasi mikroorganisme menjadi menurun drastis.
Untuk menjaga kondisi suhu yang optimum sedianya suhu dalam tumpukan
dipertahankan antara 50-60 °C, selama kurun waktu 9-11 hari pertama sejak
awal pengomposan atau cukup 7-9 hari pertama dengan menjaga suhu
berkisar antara 60-65 °C. Kondisi ini (kurva suhu tumpukan kompos)
juga dipengaruhi

oleh

faktor

lain

seperti

karakter

bahan

organik

yang dikomposkan, nisbah volume tumpukan atau timbunan yang berbanding
dengan permukaan tumpukan. Makin tinggi volume tumpukan maka makin
besar isolasi panas yang terjadi dalam tumpukan bahan yang dikomposkan.
Perlakuan pembalikan tumpukan kompos akan sangat membantu proses aerasi
dan homogenitas suhu dan bahan. Pembalikan secara berkala dan teratur akan
membantu pemerataan kondisi terhadap tumpukan kompos bagian bawah,
tengah dan atas, namun sebaiknya pembalikan jangan sering dilakukan,
terutama fase awal /dekomposisi, hal ini untuk menjaga kondisi suhu
tumpukan dan aktivitas mikroorganisme dalam tumpukan. Suhu tumpukan
yang dingin akan berakibat proses pengomposan menjadi lambat.
h. Kebutuhan Oksigen
Aerasi atau oksigen diperlukan oleh mikroorganisme untuk melakukan
respirasi. Selama itu berlangsung kandungan oksigen tumpukan akan
berkurang dan kandungan karbondioksida akan meningkat. Ketika kandungan
oksigen dalam tumpukan kurang dari 10% akan menimbulkan bau
yang kurang sedap dan proses pengomposan akan mengarah pada kondisi
anaerob. Untuk menjaga kondisi udara baik yang jumlahnya besar, dapat

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

20

dilakukan dengan menyuntikkan udara ke dalam tumpukan atau bila
jumlahnya sedikit dapat juga tumpukan dibalik/ diaduk. Pembalikan
tumpukan sebaiknya setiap minggu sekali gunanya untuk menghomogenkan
bahan-bahan yg dikomposkan dan memberikan proses pengomposan yg stabil
antara tumpukan kompos bagian bawah, tengah dan atas.
i. Derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) yang terbaik untuk proses pengomposan anaerob
adalah pada kondisi pH netral yaitu berkisar antara 6 – 8 (CPIS,1992). Untuk
mengurangi hilangnya nitrogen dalam bentuk gas amoniak, pH seharusnya
tidak lebih dari 8.5.
j. Bioaktivator
Bioaktivator
menguntungkan

adalah
akan

penambahan
sangat

aktivator

membantu

dalam

mikroorganisme
proses

yg

percepatan

pengomposan, dilain pihak penambahan ini akan memungkinkan kompos yg
dihasilkan memiliki karakteristik yang lebih sehat dan lebih baik bila
diterapkan ke dalam tanah. Juga dapat membantu menekan populasi
mikroorganisme penyakit (pathogen) yang banyak terdapat dalam bahan
organik yang dikomposkan terutama bila yang berasal dari kotoran hewan
atau limbah tanaman berpenyakit.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

21

II.5

Mikr oorganisme

II.5.1 Proses Dekomposisi
Proses dekomposisi ada dua macam, yaitu aerob dan anaerob. Proses aerob
terjadi sangat cepat, menghasilkan panas tinggi, dan tidak terjadi kehilangan nitrogen
karena penguapan dalam dua bentuk, yaitu amonium dan nitrat. Hasil akhir
dekomposisi secara aerob adalah humus senyawa – senyawa terosidasi seperti NO3-,
SO4- dan CO2. Sedangkan proses anaerob cenderung lebih lambat dan suhu yang
dihasilkan pun cenderung rendah. Dengan proses anaerob maka kehilangan nitrogen
menurun dengan hasil akhir dekomposisi berupa senyawa tereduksi seperti CH4, H2O,
CO2, H2S, asam organik, dan humus. (Musnawar, Effi Ismawati, 2003).
II.5.2 Per tumbuhan Mikr oorganisme
Pertumbuhan dapat didefenisikan sebagai pertambahan jumlah atau volume
serta ukuran sel. Pertumbuhan mikroorganisme dimulai dari awal pertumbuhan
sampai dengan berakhirnya aktivitas merupakan proses bertahap yang dapat
digambarkan sebagai kurva pertumbuhan. Kurva pertumbuhan umumnya terdiri atas
7 fase pertumbuhan, tetapi yang utama hanya 4 fase yaitu : lag, eksponensial,
stasioner, dan kematian. Kurva pertumbuhan yang lengkap merupakan gambaran
pertumbuhan secara bertahap (fase) sejak awal pertumbuhan sampai dengan terhenti
mengadakan kegiatan. Kurva prtumbuhan biasanya terbagi dalam 5 fase
pertumbuhan, tetapi lebih terinci dalam 7 fase yakni sebagai berikut (Purnomo, 2004)
:
1. Fase lag disebut juga fase persiapan, fase permulaan, fase adaptasi atau fase
penyesuaian yang merupakan fase pengaturan suatu aktivitas dalam lingkungan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

22

baru. Oleh karena itu selama fase ini pertambahan massa atau pertambahan
jumlah sel belum begitu terjadi, sehingga kurva fase ini umumnya mendatar.
Selang waktu fase lag tergantung kepada kesesuaian pengaturan aktivitas dan
lingkungannya. Semakin sesuai selang waktu yang dibutuhkan semakin cepat.

Gambar 2.1 Kurva Pertumbuhan Mikroorganisme

2. Fase akslerasi merupakan fase setelah adaptasi, sehingga sudah mulai aktivitas
perubahan bentuk maupun pertambahan jumlah dengan kecepatan yang masih
rendah.
3. Fase eksponensial atau logaritmik merupakan fase peningkatan aktivitas
perubahan bentuk maupun pertambahan jumlah mencapai kecepatan maksimum
sehingga kurvanya dalam bentuk eksponensial. Peningkatan aktivitas ini harus
diimbangi oleh banyak faktor, antara lain : faktor biologis, misalnya : bentuk dan
sifat mikroorganisme terhadap lingkungan yang ada, asosiasi kehidupan diantara
organisme yang bersangkutan dan faktor non-biologis, misalnya : kandungan hara
di dalam medium kultur, suhu, kadar oksigen, cahaya, bahan kimia dan lain-lain.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

23

Jika faktor-faktor di atas optimal, maka peningkatan kurva akan tampak tajam
atau semakin membentuk sudut tumpul terhadap garis horizontal (waktu).
4. Fase retardasi atau pengurangan merupakan fase dimana penambahan aktivitas
sudah mulai berkurang atau menurun yang diakibatkan karena beberapa faktor,
misalnya : berkurangnya sumber hara, terbentuknya senyawa penghambat, dan
lain sebagainya.
5. Fase stasioner merupakan fase terjadinya keseimbangan penambahan aktivitas
dan penurunan aktivitas atau dalam pertumbuhan koloni terjadi keseimbangan
antara yang mati dengan penambahan individu. Oleh karena itu fase ini
membentuk kurva datar. Fase ini juga diakibatkan karena sumber hara yang
semakin berkurang, terbentuknya senyawa penghambat, dan faktor lingkungan
yang mulai tidak menguntungkan.
6. Fase kematian merupakan fase mulai terhentinya aktivitas atau dalam
petumbuhan koloni terjadi kematian yang mulai melebihi bertambahnya individu.
7. Fase kematian logaritmik merupakan fase peningkatan kematian yang semakin
meningkat sehingga kurva menunjukan garis menurun.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme :
1. pH
Untuk sebagian besar bakteri, untuk proses pengolahan air limbah kisaran pH
yang paling ekstrem untuk pertumbuhan bakteri berada di antara 4 dan 9. Secara
umum pH optimum untuk pertumbuhan berada pada rentang 6,5 – 7,5.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

24

2. Temperatur
Semua proses pertumbuhan tergantung pada reaksi-reaksi kimia, dan laju reaksi
dipengaruhi oleh temperatur. Dengan demikian, laju pertumbuhan mikroba
sebagai total jumlah pertumbuhan mikroba dapat dipengaruhi oleh temperature.
Titik suhu pertumbuhan maksimum disebut sebagai temperatur optimum
(Benefield et.al., 1980).
Berdasarkan pada rentanag temperature dimana mikroba dapat hidup dan tumbuh
kembang dengan baik, maka dapat diklasifikasikan menjadi (Slamet dkk, 2000) :
a. Mikroorganisme Psikrofilik = 0 - 20ºC dengan suhu optimum 15 -18ºC
b. Mikroorganisme Mesofilik = 20 - 45ºC dengan suhu optimum 30 - 18ºC
c. Mikroorganisme Thermofilik = 45 - 75 ºC dengan suhu optimum 40 - 70ºC
3. Kebutuhan Oksigen
Berdasarkan kebutuhan oksigen bakteri dibagi menjadi empat kelompok
(Benefield et.al., 1980) :
a. Obligate

aerobes,

yaitu

mikroorganisme

yang

hidup

dengan

membutuhkan oksigen.
b. Obligate

anaerobes,

yaitu

mikroorganisme

yang

hidup

tanpa

membutuhkan oksigen
c. Facultative anaerobes, yaitu mikroorganisme yang hidup dengan
membutuhkan dan tanpa membutuhkan oksigen.
d. Microaerophiles, yaitu mikroorganisme yang tumbuh dengan baik bila
ada sedikit oksigen.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

25

4. Kebutuhan Nutrien
Mikroorganisme membutuhkan nutrisi atau makanan yang akan menjadi sumber
energi dan menyediakan unsur-unsur kimia dasar untuk pertumbuhan sel. Unsurunsur dasar tersebut adalah karbon, nitrogen, hidrogen, oksigen, sulfur, fosfor,
magnesium, zat besi dan sejumlah kecil logam lainnya

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

III.1

III.2

Bahan yang Digunakan
-

Sampah kampus UPN “Veteran” JATIM

-

Kotoran sapi

Peralatan
Peralatan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Timbangan
Alat yang digunakan untuk mengukur massa suatu benda. Dalam
percobaan ini timbangan yang digunakan untuk menimbang sampah
kampus adalah timbangan berat badan, sedangkan timbangan yang
digunakan untuk menimbang kotoran sapi adalah timbangan duduk.
2. Alat Pencacah Sampah Organik
Alat yang digunakan untuk menghancurkan sampah organik kampus
berukuran kecil dengan hasil cacahan < 3 cm.

Gambar 3.1 Alat Pencacah Sampah Organik
26
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

27

3. Reaktor Pengomposan
Pada penelitian ini reaktor yang digunakan sebanyak 8 reaktor

Gambar 3.2 Reaktor Pengomposan
4. Kompresor
Alat ini digunakan untuk menyuplai oksigen pada proses pengomposan.

Gambar 3.3 Kompresor
5. Sambungan PVC
Sambungan Poliviniclorida (PVC) adalah alat yang digunakan untuk
menyambungkan

pipa

dari

kompresor

ke

empat

reaktor

yang

menggunakan proses aerasi udara. Sambungan PVC yang digunakan
berdiameter 50 mm.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Gambar 3.4 Sambungan PVC

28

6. Pengaduk atau Skop
Alat yang digunakan untuk mengaduk sampah yang ada dalam reaktor
dengan proses aerasi manual. Pengaduk yang digunakan adalah sekop
tanah.

Gambar 3.5 sekop tanah

III.3

Variabel Penelitian
1. Kondisi Tetap
a. Suhu (suhu kamar)
b. pH alami sampel
c. Sampah kampus yang digunakan 24 kg untuk 8 reaktor
2. Peubah
a. Waktu sampling

: 0 hari, 14 hari, 21 hari, 21 hari, 28 hari

b. Kebutuhan oksigen

:

- Untuk 4 reaktor ( R1, R2, R3, R4 ) dilakukan dengan menggunakan
aerasi secara manual menggunakan ( sekop ) dengan interval waktu
3 hari sekali selama 1 bulan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

29

- Untuk 4 reaktor lainnya ( R5, R6, R7, R8 ) aerasi yang dilakukan
dengan menggu