Pengaruh pemberian fosfat alam dan bahan organik terhadap sifat kimia tanah,pertumbuhan dan produksi padi(Oryza sativa L.) pada tanah sulfat masam potensial.

(1)

PENGARUH PEMBERIAN FOSFAT ALAM DAN BAHAN ORGANIK TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH, PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI

PADI (Oryza sativa L.) PADA TANAH SULFAT MASAM POTENSIAL

SKRIPSI

OLEH :

IMAN SALEH BATUBARA 090301034

AGROEKOTEKNOLOGI ILMU TANAH

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH PEMBERIAN FOSFAT ALAM DAN BAHAN ORGANIK TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH, PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI

PADI (Oryza sativa L.) PADA TANAH SULFAT MASAM POTENSIAL

SKRIPSI

OLEH :

IMAN SALEH BATUBARA 090301034

AGROEKOTEKNOLOGI ILMU TANAH

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Skripsi : Pengaruh pemberian fosfat alam dan bahan organik terhadap

sifat kimia tanah, pertumbuhan dan produksi padi (Oryza sativa L.) pada tanah sulfat masam potensial.

Nama : Iman Saleh Batubara NIM : 090301034

Program Studi : Agroekoteknologi Minat Studi : Ilmu Tanah

Disetujui Oleh : Komisi Pembingbing

Ir. Fauzi, MP. Kemala Sari Lubis SP., MP. Ketua Anggota

Mengetahui,

Ir. T. Sabrina, M.Agr, Sc., Ph.D. Ketua Program Studi Agroekoteknologi


(4)

ABSTRAK

IMAN SALEH : Pengaruh Pemberian Fosfat Alam dan Bahan Organik Terhadap Sifat Kimia Tanah, Pertumbuhan Dan Produksi Padi Pada Tanah Sulfat Masam Potensial, dibimbing oleh FAUZI dan KEMALA SARI LUBIS.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian bahan organik dan pupuk fosfat alam terhadap perbaikan sifat kimia tanah, pertumbuhan dan produksi padi pada tanah sulfat masam potensial, hal ini berkaitan dengan permasalahan tanah sulfat masam seperti pH yang rendah, Fe2+ yang tinggi yang menyebabkan produksi padi rendah. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah kasa Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor yaitu bahan organik (B), B0 = (0 g /pot); B1 = (40 g kompos jerami /pot); B2 = (80 g kompos jerami/pot); B3 = (80 g pupuk kandang sapi/pot); B4 = (80 g kompos jerami/pot); B5 = (26,7 g

kompos jerami + 53,3 g pupuk kandang sapi/pot) dan pupuk fosfat alam (P), P0 = (0 g /pot); P1 = (0,64 g fosfat alam/pot); P2 = (1,28 g fosfat alam/pot).

Parameter yang diamati pH, C-organik, P-tersedia, Fe2+,tinggi tanaman, jumlah anakan dan bobot gabah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian bahan organik nyata meningkatkan pH, P-tersedia, jumlah anakan maksimum, tinggi tanaman, menurunkan Fe2+pada akhir vegetatif, dan berat gabah. Pemberian fosfat alam berpengaruh nyata meningkatkan pH, P-tersedia tanah, menurunkan Fe2+pada akhir vegetatif, dan berat gabah. Kombinasi kedua perlakuan nyata meningkatkan pH, P-tersedia tanah, menurunkan Fe2+ pada akhir vegetatif dan berat gabah. Kata kunci: tanah sulfat masam, padi,bahan organik, fosfat alam


(5)

ABSTRACT

IMAN SALEH : The influence of application organic matter and rock phosphate on soil chemical characteristic, growth and production of rice plant on acid sulphate soils, supervised by FAUZI and KEMALA SARI LUBIS.

This research aims to find out the influence of application organic matter and rock phosphate to improve soil chemical characteristic, growth and production of rice plant in acid sulphate soils, it is related to acid sulphate soils case, such as low pH, high iron (Fe2+) making less production. It is conducted in Faculty of Agriculturegreenhouses, University of North Sumatra, using a

randomized block design factorial, with 2 factors; organic matter (B), B0 = (0 g /pot); B1 = (40 g straw /pot); B2 = (80 g straw/pot); B3 = (80 g cow’s

manure/pot); B4 = (80 g cow’s manure/pot); B5 = (26,7 g straw + 53,3 g cow’s manure/pot) and rock phosphate (P), P0 = (0 g /pot); P1 = (0,64 g rock phosphate /pot); P2 = (1,28 g rock phosphate /pot). The measured parameters were pH, C-organic, P-avaliable, Fe2+, plant height, maximum seedlings and weight of dried grains.

The results showed that organic matter application significantly affected in increasing pH, P-avaliable,maximum seedlings, plant height, weight of dried grains while decreasing Fe2+at final vegetative phase. Rock phosphate application significantly affected in increasing pH, P-avaliable, and weight of dried grains while decreasing Fe2+at final vegetative phase. Combination of the two factors significantlyaffected in increasing pH, P-avaliable, and weight of dried grains while decreasing Fe2+at final vegetative phase.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sipogu pada tanggal 03 Februari 1991 dari ayah Bachtiar Batubara dan Ibu Rohila Simatupang. Penulis merupakan putra keempat dari empat orang bersaudara.

Pada tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1. Arse, Tapanuli Selatan. Pada tahun yang sama penulis masuk ke Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Pemanduan Minat dan Prestasi (PMP) dan memilih program studi Agroekoteknologi.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi sebagai anggota, Ikatan Mahasiswa Ilmu Tanah (IMILTA)

sebagai anggota, UKM Himadita Nursery, Fakultas Pertanian pada tahun 2009 - 2010. Penulis juga penerima beasiswa Tanoto Foundation pada tahun

2010 - 2013.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTP. Nusantara IV(Persero) Unit Kebun Sawit Langkat pada Juli sampai Agustus tahun 2012.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul dari skripsi ini adalah “Pengaruh Pemberian Fosfat Alam dan Bahan Organik Terhadap Sifat Kimia Tanah, Pertumbuhan Dan Produksi Padi (Oryza sativa L.) Pada Tanah Sulfat Masam Potensial.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada bapak Ir. Fauzi, MP dan Kemala Sari Lubis SP., MP. selaku ketua dan anggota pembimbing yang telah memberi bimbingan dan sarannya sehingga skripsi ini dapat selesai.

Penulis ucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis yang telah memberikan dukungan, semangat dan doa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan skripsi ini.

Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan dalam skripsi ini.

Medan, November 2013


(8)

DAFTAR ISI

Hal.

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesa Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Tanah Sulfat Masam ... 5

Ketersediaan P Pada Tanah Sulfat Masam... 9

Kelarutan Fe Pada Tanah Sulfat Masam... 11

Fosfat Alam... 12

Bahan Organik... 15

Pupuk Kandang Sapi... 15

Jerami Padi... 17

Tanaman Padi (Oryza sativa L.)... 18

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian... 19

Bahan dan Alat... 19

Metode Penelitian... 20

Pelaksanaan Penelitian... 22

Peubah amatan... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 26

Pembahasan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 42

Saran ... 42 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Rataan pH (H2O) akibat perlakuan bahan organik dan pupuk fosfat alam.... 26

2. Rataan C-organik tanah akibat perlakuan bahan organik dan pupuk

fosfat alam ... 27 3. Rataan P-tersedia tanah akibat perlakuan bahan organik dan pupuk

fosfat alam... 28 4. Rataan Ferro aktif (Fe2+) tanah setelah inkubasi dan pada akhir vegetatif

akibat perlakuan bahan organik dan pupuk fosfat alam... 30 5. Rataan tinggi tanaman akibat perlakuan bahan organik dan pupuk

fosfat alam... 32 6. Rataan tinggi jumlah anakan akibat perlakuan bahan organik dan pupuk

fosfat alam... 33 7. Rataan bobot gabah akibat perlakuan bahan organik dan pupuk


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang...45

2. Bagan Percobaan Rak Faktorial... 46

3. Penetapan kebutuhan Fosfat Standart Metode Langmuir...47

4. Perhitungan Berat Tanah per Ember...51

5. Perhitungan Dosis Bahan Organik...51

6. Perhitungan Pupuk Dasar...51

7. Hasil Analisis Tanah Awal... 52

8. Hasil Analisis Bahan Organik... 52

9. Kriteria Sifat Tanah...53

10.Hasil Analisa pH Tanah 10.1 Data pH Tanah ... 54

10.2 Daftar Sidik Ragam pH Tanah ... 54

11. Hasil Analisa C-organik Tanah 11.1 Data C-organik Tanah ... 55

11.2 Daftar Sidik Ragam C-organik Tanah ... 55

12. Hasil Analisa P-tersedia Tanah 12.1 DataP-tersedia Tanah ... 56

12.2 Daftar Sidik Ragam P-tersedia Tanah ... 56

13. Hasil Analisa Ferro aktif (Fe2+) akhir inkubasi 13.1 Data Ferro aktif (Fe2+) akhir inkubasi ... 57

13.2 Daftar Sidik Ragam Ferro aktif (Fe2+) akhir inkubasi ... 57

14. Tinggi Tanaman Akhir Vegetatif 14.1 Data Tinggi Tanaman ... 58

14.2 Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman ... 58

15. Jumlah Anakan Maksimum Akhir vegetatif 15.1 Data Anakan Maksimum ... 59

15.2 Daftar Sidik Ragam Anakan Maksimum ... 59


(11)

16. Hasil Analisa Ferro aktif (Fe2+) akhir vegetatif

16.1 Data Ferro aktif (Fe2+) akhir vegetatif ... 60 16.2 Daftar Sidik Ragam Ferro aktif (Fe2+) akhir vegetatif ... 60 17. Bobot Gabah

15.1 Data Bobot Gabah ... 61 15.2 Daftar Sidik Ragam Bobot Gabah ... 61


(12)

ABSTRAK

IMAN SALEH : Pengaruh Pemberian Fosfat Alam dan Bahan Organik Terhadap Sifat Kimia Tanah, Pertumbuhan Dan Produksi Padi Pada Tanah Sulfat Masam Potensial, dibimbing oleh FAUZI dan KEMALA SARI LUBIS.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian bahan organik dan pupuk fosfat alam terhadap perbaikan sifat kimia tanah, pertumbuhan dan produksi padi pada tanah sulfat masam potensial, hal ini berkaitan dengan permasalahan tanah sulfat masam seperti pH yang rendah, Fe2+ yang tinggi yang menyebabkan produksi padi rendah. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah kasa Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor yaitu bahan organik (B), B0 = (0 g /pot); B1 = (40 g kompos jerami /pot); B2 = (80 g kompos jerami/pot); B3 = (80 g pupuk kandang sapi/pot); B4 = (80 g kompos jerami/pot); B5 = (26,7 g

kompos jerami + 53,3 g pupuk kandang sapi/pot) dan pupuk fosfat alam (P), P0 = (0 g /pot); P1 = (0,64 g fosfat alam/pot); P2 = (1,28 g fosfat alam/pot).

Parameter yang diamati pH, C-organik, P-tersedia, Fe2+,tinggi tanaman, jumlah anakan dan bobot gabah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian bahan organik nyata meningkatkan pH, P-tersedia, jumlah anakan maksimum, tinggi tanaman, menurunkan Fe2+pada akhir vegetatif, dan berat gabah. Pemberian fosfat alam berpengaruh nyata meningkatkan pH, P-tersedia tanah, menurunkan Fe2+pada akhir vegetatif, dan berat gabah. Kombinasi kedua perlakuan nyata meningkatkan pH, P-tersedia tanah, menurunkan Fe2+ pada akhir vegetatif dan berat gabah. Kata kunci: tanah sulfat masam, padi,bahan organik, fosfat alam


(13)

ABSTRACT

IMAN SALEH : The influence of application organic matter and rock phosphate on soil chemical characteristic, growth and production of rice plant on acid sulphate soils, supervised by FAUZI and KEMALA SARI LUBIS.

This research aims to find out the influence of application organic matter and rock phosphate to improve soil chemical characteristic, growth and production of rice plant in acid sulphate soils, it is related to acid sulphate soils case, such as low pH, high iron (Fe2+) making less production. It is conducted in Faculty of Agriculturegreenhouses, University of North Sumatra, using a

randomized block design factorial, with 2 factors; organic matter (B), B0 = (0 g /pot); B1 = (40 g straw /pot); B2 = (80 g straw/pot); B3 = (80 g cow’s

manure/pot); B4 = (80 g cow’s manure/pot); B5 = (26,7 g straw + 53,3 g cow’s manure/pot) and rock phosphate (P), P0 = (0 g /pot); P1 = (0,64 g rock phosphate /pot); P2 = (1,28 g rock phosphate /pot). The measured parameters were pH, C-organic, P-avaliable, Fe2+, plant height, maximum seedlings and weight of dried grains.

The results showed that organic matter application significantly affected in increasing pH, P-avaliable,maximum seedlings, plant height, weight of dried grains while decreasing Fe2+at final vegetative phase. Rock phosphate application significantly affected in increasing pH, P-avaliable, and weight of dried grains while decreasing Fe2+at final vegetative phase. Combination of the two factors significantlyaffected in increasing pH, P-avaliable, and weight of dried grains while decreasing Fe2+at final vegetative phase.


(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan pangan semakin meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang pesat. Jumlah produksi beras Indonesia pada tahun 2012 adalah

69.045.000 ton dengan kebutuhan beras mencapai 139 kg/kapita/tahun (BPS, 2012). Namun peningkatan produksi padi nasional dari tahun ke tahun

mengalami penurunan akibat berbagai faktor, seperti penyusutan lahan produktif. Adanya alih fungsi lahan produktif menjadi lahan non - pertanian menjadi salah satu penyebab berkurangnya areal pertanian khususnya sawah untuk pertanaman padi. Untuk menggantikan lahan yang telah dialih fungsikan, pemerintah harus melakukan perluasan areal terutama ke luar Jawa. Namun karena terbatasnya lahan subur, maka perluasan lahan untuk pertanian merambah lahan marginal seperti lahan sulfat masam. Luas lahan sulfat masam yang digunakan untuk pertanian di Indonesia tidak lebih dari 50% dari luas lahan yang telah direklamasi (Balittra, 2001).

Tanah sulfat masam merupakan bagian dari lahan rawa yang berpotensi untuk usaha pertanian dan di perkirakan luasnya sekitar 2 juta hektar yang tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya (Widjaja Adhi, 1986). Tanah sulfat masam dapat dibedakan menjadi 2 golongan yaitu (1) tanah sulfat masam potensial yang dicirikan antara lain lapisan pirit pada kedalaman >50 cm dari permukaan tanah dan (2) semua jenis tanah yang digolongkan sebagai tanah sulfat masam aktual (Noor, 2004). Pirit terbentuk karena tersedianya sulfur yang


(15)

cukup, adanya senyawa – senyawa besi yang mobil dan perubahan senyawa sulfida menjadi besi sulfida pada keadaan reduktif.

Permasalahan umum yang dijumpai pada lahan sulfat masam pada pengembangannya sebagai areal pertanian adalah kemasaman tanah yang tinggi, serta ketersediaan hara P yang rendah akibat fiksasi yang tinggi oleh Al dan Fe yang berakibat pada rendahnya hasil tanaman yang diusahakan. Hara P merupakan salah satu unsur hara yang paling banyak dibutuhkan tanaman. Oleh karenanya pemupukan P pada lahan sulfat masam merupakan permasalahan yang

perlu mendapat prioritas. Penetapan kebutuhan P melalui penggunaan persamaan

Isotermal Langmuir telah banyak diterapkan para peneliti dan memberikan hasil yang lebih sesuai dibandingkan dengan cara lain, dan lebih mudah dilakukan (Djokosudardjo, 1974). Serapan hara P yang cukup akan menjamin tanaman tumbuh dengan baik (Lingga, 1986).

Fosfat alam mengandung fosfat yang cukup tinggi sehingga dapat meningkatkan ketersediaan unsur P pada tanah sulfat masam yang rendah akibat fiksasi Al, Fe dan Mn. Menurut Tisdale et al (1985) pemberian fosfat alam efektif pada tanah masam. Dengan memasamkan fosfat alam efektivitas fosfat alam meningkat karena fosfat dilepas secara perlahan dan ketersediaan fosfat terjamin selama pertumbuhan tanaman.

Selain permasalahan ketersediaan hara P, kemasaman juga menjadi faktor penentu dalam keberhasilan kegiatan budidaya pada lahan sulfat masam. Sehingga hampir semua tanaman budidaya termasuk padi tidak dapat tumbuh secara normal yang berakibat pada produksi yang rendah, oleh karenanya maka perlu dilakukan


(16)

pemberian bahan organik, disamping pemberian pupuk P seperti fosfat alam untuk mengatasi ketersediaan hara P.

Pemberian pupuk kandang sapi sebagai bahan organik memberikan dampak positif terhadap produksi tanaman pangan pada tanah sulfat masam. Togatorop dan Setiadi (1992) menyatakan bahwa pemberian pupuk kandang sapi (10 ton/ha) pada lahan sulfat masam Karang Agung Ulu, Sumatera Selatan, dapat meningkatkan produksi gabah secara nyata. Pupuk kandang sapi padat dengan kadar air 85% mengandung 0,40% N; 0,20% P2O5 dan 0,10% K2O dan yang cair dengan kadar air 92% mengandung 1% N; sedikit P2O5 dan 1,35% K2O (Buckman dan Brady, 1982).

Jerami padi sebagai salah satu bahan pembenah organik tersedia melimpah di kawasan persawahan. Di Indonesia, jerami dibakar atau diangkut ke luar lahan karena alasan untuk menghilangkan kesulitan pada saat pengolahan tanah. Dinas Pertanian (2008), menyatakan kandungan hara yang terdapat pada jerami, yaitu N 0.64%, P 0.05%, K 2.03%, Ca 0.29%, Mg 0.14%, Zn 0.02%,Si 8.8%. Anwar dkk (2006) menyebutkan pemberian kompos jerami padi pada lahan sulfat masam mampu meningkatkan kualitas tanah dan meningkatkan hasil gabah sebesar 48%.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti pengaruh pemberian fosfat alam dan bahan organik terhadap perbaikan sifat kimia tanah, pertumbuhan dan produksi padi (Oryza sativa L.) pada tanah sulfat masam potensial.


(17)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian fosfat alam dan bahan organik terhadap perbaikan sifat kimia tanah, pertumbuhan dan produksi padi (Oryza sativa L.) pada tanah sulfat masam potensial.

Hipotesis Penelitian

- Pemberian fosfat alam dapat memperbaiki sifat kimia tanah serta meningkatkan pertumbuhan dan produksi padi (Oryza sativa L.) pada tanah sulfat masam potensial

- Pemberian bahan organik dapat memperbaiki sifat kimia tanah serta meningkatkan pertumbuhan dan produksi padi (Oryza sativa L.) pada tanah sulfat masam potensial

- Interaksi pemberian fosfat alam dan bahan organik dapat memperbaiki sifat kimia tanah serta meningkatkan pertumbuhan dan produksi padi (Oryza sativa L.) pada tanah sulfat masam potensial.

Kegunaan Penelitian

- Sebagai bahan informasi dalam pengembangan dan peningkatan produksi padi pada lahan sulfat masam.

- Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana (S1) di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanah Sulfat Masam

Lahan sulfat masam adalah lahan yang memiliki horizon sulfidik atau sulfurik pada kedalaman 120 cm dari permukaan tanah mineral. Pada umumnya lahan sulfat masam terbentuk pada lahan pasang surut yang memiliki endapan marin. Karena kondisi lingkungannya beragam maka karakteristik lahan sulfat masam sangat beragam. Klasifikasi lahan sulfat masam juga dikenal beberapa

istilah yang mencerminkan kondisi lingkungan dan tingkat kegawatan kendala yang dihadapi (Noor, 1996).

Tanah sulfat masam terbentuk sebagai akibat dari drainase bahan induk yang kaya akan pirit (FeS2). Pirit terakumulasi pada tanah – tanah tergenang yang kaya bahan organik dan sulfat yang terlarut dari sedimen marin. Bakteri yang mendekomposisi bahan organik pada kondisi anaerobik mereduksi ion – ion sulfat menjadi sulfida dan oksida besi bervalensi tiga menjadi bervalensi dua. Sumber utama sulfat adalah air laut, sementara kebanyakan sungai mengandung sulfat yang terlarut sangat rendah (Barchia, 2006).

Lahan sulfat masam termasuk dalam kelompok lahan rawa pasang surut yang terdiri atas lahan sulfat masam aktual dan lahan sulfat masam potensial. Karakteristik tanah yang menentukan tipologi lahan adalah kedalaman lapisan sulfidik dan sulfurik. Widjaja Adhi (1986) mengusulkan istilah lahan sulfat masam dan lahan potensial. Lahan sulfat masam aktual adalah dengan lapisan sulfidik < 50 cm, sedangkan sulfat masam potensial merupakan lahan sulfat masam yang memiliki kedalaman lapisan sulfidik > 50 cm.


(19)

Tanah sulfat masam berkembang karena produksi asam – asam melebihi kapasitas netralisasi dari bahan induk yang mengandung pirit sehingga pH tanah dapat turun lebih rendah dari 4. Faktor lingkungan kondusif terbentuknya pirit adalah suasana anaerobik, tersedianya sulfat terlarut, bahan organik, kandungan besi dan waktu (Noor, 2004).

Tanah sulfat masam mempunyai penciri utama, yaitu (1) bahan sulfidik atau pirit, (2) lapisan (horison) sulfurik, (3) bercak jarosit, dan (4) bahan penetral berupa karbonat atau basa – basa tertukar lainnya. Sifat tanah sulfat masam ditandai warna tanah yang kelabu, bersifat mentah, dan kemasaman yang tinggi. Beberapa pengalaman dan penelitian menunjukkan untuk mengenal dan mengidentifikasi tanah sulfat masam dapat dilakukan secara cepat, mudah, dan sederhana dengan pengujian di lapangan (field laboratorium) (Noor, 2004).

Reaksi tanah sulfat masam tergolong masam sampai luar biasa masam, berkisar pada pH 4 (untuk ordo Entisol) dan pH < 3,5 (ordo Inseptisol). Lahan sulfat masam yang tergenang mempunyai kemasaman tanah nisbi tinggi dengan pH 4 tetapi apabila terjadi pengeringan, pH dapat turun secara drastis sehingga menjadi sangat masam (Noor, 2004).

Masalah kemasaman yang serius, tidak hanya bergantung pada kualitas pirit untuk mana tanah tidak mempunyai kompensasi dalam hubungan substansi – substansi penetralan asam melainkan pada kecepatan alkalinitas yang dapat dikerahkan pada saat sulfuris terbentuk. Pembentukan masam melebihi kapasitas penyanggaan bahan – bahan campuran sehingga nilai pH turun sampai 2 atau 3. Kelebihan masam menyela pada struktur – struktur liat dan membebaskan alumunium, magnesium dan silika (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1988).


(20)

Tanah sulfat masam potensial mempunyai kandungan pirit yang tinggi. Pirit terbentuk karena tersedianya sulfur yang cukup, keadaan reduktif, bahan organik yang cukup tinggi, adanya senyawa – senyawa besi yang mobil dan perubahan senyawa sulfida menjadi besi sulfida pada keadaan reduktif. Pada keadaan anaerob pirit stabil dan tidak berbahaya, tetapi pada keadaan oksidatif pirit teroksidasi menjadi sulfat masam. Pada suasana reduktif pertumbuhan tanaman biasanya terganggu karena produksi H2S dan kelarutan ion Fe2+ dan Mn2+ yang dapat meracuni tanaman (Widjaja Adhi, 1986).

Pirit yang teroksidasi mengakibatkan kelarutan Al, Fe dan SO4 meningkat yang kemudian terhidrolisis dan menghasilkan H+ yang menyebabkan peningkatan kemasaman tanah. Konsentrasi Al yang tinggi menyebabkan akumulasi ion – ion Al pada permukaan akar sehingga menghalangi ketersediaan fosfat. Keracunan Al dapat menjadi faktor penting sebagai faktor pembatas pertumbuhan. Widjaya Adhi (1986) menyatakan bahwa ion Al, Fe dan H+ akan mendesak kation – kation basa seperti Ca, Mg dan K pada kompleks jerapan sehingga mudah tercuci dan akibatnya ketersediaan bagi tanaman rendah.

Lahan sulfat masam tergolong lahan piasan, yaitu lahan yang mempunyai sifat-sifat terbatas sehingga diperlukan tindakan upaya perbaikan untuk meningkatkan produktivitasnya. Jenis tanah dari lahan ini digolongkan juga sebagai tanah bermasalah, yaitu tanah yang mempunyai sifat baik fisika, kimia, maupun biologi lebih jelek dibandingkan dengan tanah mineral umumnya sehingga produktivitas lahan jenis tanah ini tergolong rendah, bahkan sangat rendah (Tim IPB, 1992).


(21)

Lahan sulfat masam, menurut Widjaja Adhi (1995) dianjurkan untuk di sawahkan guna menghindari terjadinya oksidasi pirit. Pada musim kemarau dengan air yang terbatas, setidak-tidaknya tanah yang mengandung pirit harus dalam kondisi basah/tergenang. Pada kondisi air yang sangat terbatas, dianjurkannya untuk menutup saluran drainase atau membuat tabat (bendung) pada saluran tersier. Pembuatan saluran cacing juga dianjurkan untuk mempercepat drainase dan meratakan kelembaban tanah. Pengelolaan tanah dan air ini merupakan kunci keberhasilan usaha tani. Dengan upaya yang sungguh-sungguh, lahan pasang surut ini dapat bermanfaat bagi petani dan masyarakat luas.

Ketersediaan P Pada Tanah Sulfat Masam

Unsur hara fosfor adalah unsur hara makro, dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak dan esensial bagi pertumbuhan tanaman. Fosfor sering disebut sebagai kunci kehidupan karena terlibat langsung hampir pada seluruh proses kehidupan. Di dalam tubuh tanaman fosfor memberikan peranan yang penting dalam hal beberapa kegiatan (1) pembelahan sel, (2) pembentukan bunga buah dan biji, (3) kematangan tanaman melawan efek nitrogen, (4) merangsang perkembangan akar, (5) meningkatkan kualitas hasil tanaman dan (6) ketahanan terhadap hama dan penyakit ( Damanik, dkk 2011).

Tanaman akan menyerap P dalam bentuk orthofosfat H2PO4-, H2PO42- dan PO43-. Pada umumnya H2PO4- lebih tersedia bagi tanaman daripada bentuk yang lain (Hakim, dkk 1986). H2PO4- di immobilisasi oleh tanaman dan mikroorganisme, jumlah fosfor yang nyata dalam tanah diubah dalam bentuk organik selama pembentukan tanah (Foth, 1995).


(22)

Sumber utama fosfor tanah adalah kerak bumi, yang diduga mengandung kurang lebih 0,12% fosfor. Demikian pula semua air yang ada di bumi mengandung fosfat yang kadarnya rendah. Sumber fosfor alam yang dikenal mempunyai P tinggi adalah batuan beku dan batuan endapan (sedimen). Persoalan yang umum dihadapi oleh fosfor dalam tanah adalah tidak semua fosfor tanah dapat tersedia untuk tanaman. Dalam hal ini sangat tergantung kepada sifat dan ciri tanah serta pengelolaan tanah itu sendiri oleh manusia (Foth, 1995).

Masalah hara yang paling banyak dilaporkan pada lahan sulfat masam adalah ketersediaan hara P yang rendah dan fiksasi P yang tinggi oleh Al dan Fe. Hara P merupakan salah satu unsur hara yang paling banyak dibutuhkan tanaman. Hara ini berfungsi untuk pertumbuhan akar, transfer energi dalam proses fotosintesis dan respirasi, perkembangan buah dan biji, kekuatan batang dan ketahanan terhadap penyakit. Serapan hara P yang cukup akan menjamin tanaman tumbuh dengan baik (Lingga, 1986). Oleh karena itu pemupukan P pada lahan sulfat masam adalah komponen teknologi yang harus mendapat prioritas.

Kemasaman yang tinggi di lahan sulfat masam setelah reklamasi mengimbas terhadap peningkatan kelarutan Al3+, Fe2+, asam-asam organik, dan diiringi oleh kahat hara makro P, hara mikro Cu, serta Zn. Kondisi pH yang rendah membuat rusaknya kisi mineral sehingga kelarutan Al meningkat dan ketersediaan P menurun karena terikat oleh Al dan Fe. Konsentrasi Al yang tinggi menyebabkan akumulasi ion – ion Al pada permukaan akar sehingga menghalangi ketersediaan fosfat.

Pengapuran untuk mengurangi kemasaman tanah dan unsur beracun serta pemupukan P untuk mengurangi kahat P diharapkan dapat meningkatkan


(23)

produktivitas lahan sulfat masam. Penggunaan pupuk fosfat konvensional seperti SP-36 saat ini paling umum dipakai sebagai sumber P karena pupuk ini tersedia di pasaran. Namun penggunaan SP-36 yang mudah larut kurang efesien karena jerapan P oleh Fe dan Al cukup tinggi ( Subiksa dan Diah, 1992). Alternatif lain adalah menggunakan fosfat alam yang lebih murah dan memiliki efek pengapuran. Fosfat alam diketahui mempunyai efektivitas lebih panjang karena bersifat lambat dilepaskan. Keunggulan fosfat alam dibanding SP-36 berkaitan dengan residu fosfat alam sebagai sumber P jangka panjang.

Kelarutan Fe Pada Tanah Sulfat Masam

Masalah lain yang sering ditemui di lahan sulfat masam selain rendahnya ketersediaan P adalah adanya lapisan pirit (FeS2). Dalam kondisi tergenang pH tanah meningkat yang menyebabkan reduksi Fe3+ menjadi Fe2+, sehingga konsentrasi Fe2+ meningkat dalam larutan tanah yang dapat meracuni tanaman padi (Widjaja Adhi, 1995).

Besi (Fe) pada tanah sulfat masam yang sering menimbulkan masalah adalah bentuk ferro (Fe2+) yang menyebabkan keracunan bagi tanaman, khususnya dalam kondisi tergenang. Kadar Fe2+ pada tanah sulfat masam tergenang (tereduksi) mempunyai kisaran sangat lebar antara 0,07 sampai 6.600 ppm Fe. Kadar Fe2+ ini dipengaruhi oleh pH, bahan organik, kadar Fe3+ serta reaktivitas Fe3+. Varietas padi yang sekalipun tergolong tahan terhadap kondisi kadar besi tinggi sebagian mengalami keracunan pada kadar besi 9 mol.m-3 (Noor, 2004).

Keracunan besi pada tanaman padi menjadi salah satu masalah utama produksi padi. Pertumbuhan dan hasil padi sawah di lahan sulfat masam sangat


(24)

dipengaruhi oleh keracunan Fe. Penurunan hasil akibat keracunan Fe sekitar 30% sampai 100%, tergantung pada ketahanan varietas terhadap Fe, intensitas keracunan besi, dan status kesuburan tanah (Khairullah, dkk 2011). Di Cihea, Jawa Barat penurunan hasil padi akibat keracunan besi mencapai 52% dibanding tanaman yang sehat.

Pada tanah sulfat masam tua sebagian besi berubah bentuk menjadi mudah teroksidasi yakni menjadi ferri (Fe3+) yang menimbulkan kerak karatan pada permukaan tanah. Hal ini disebabkan bakteri Thiobacillus ferrooxidans yang secara cepat menghasilkan Fe3+ dari Fe2+ dalam suasana masam, Fe3+ kemudian langsung mengoksidasi pirit.

Fosfat Alam

Secara garis besar fosfat tanah dibedakan atas fosfat anorganik dan organik. Penelitian mengenai fosfat organik tanah masih sangat sedikit, walaupun senyawa ini merupakan fraksi yang melebihi setengah dari seluruh fosfat dalam tanah. Kandungan fosfat organik pada lapisan tanah atas (top soil) lebih banyak bila dibandingkan dengan sub soil. Hal ini disebabkan karena absorbsi/serapan akar tanaman yang sampai ke subsoil, sedangkan pada lapisan tanah atas terdapat

akumulasi dari sisa - sisa tanaman dari satu generasi ke generasi berikutnya (Hakim, dkk 1986).

Fosfat alam merupakan salah satu pupuk fosfat alami karena berasal dari bahan tambang, sehingga kandungan P sangat bervariasi. Efektivitas fosfat alam pada lahan sulfat masam dipengaruhi oleh kualitas fosfat alam dan tingkat kehalusan butir. Fosfat alam yang bagus mengandung fosfat alam (P2O5) lebih


(25)

Ca3(PO4)2, CaCO3 (karbonat apatit), Ca3(PO)2 (oksi–apatit), Ca3(PO4)2, Ca(OH)2 (hidroksil apatit) dari mineral fosfat yang merupakan bahan kapur yang dapat menaikkan pH tanah.

Untuk lebih lengkapnya, adapun sifat – sifat dari fosfat alam adalah sebagi

berikut ; (1) kadar P2O5 berkisar antara 27 – 41 %, (2) tidak higroskopis, (3) reaksinya fisiologisnya netral, (4) reaksi hanya dapat berlangsung pada

suasana asam. Fosfat alam merupakan salah satu sumber unsur P. Menurut Prasad dan Power (1997) fosfat alam mengandung 11% - 16% P (25%- 37% P2O5).

Efektivitas fosfat alam ditentukan oleh sifat – sifat terutama reaktivitas dan kehalusannya. Sifat – sifat tanah antara lain kemasaman, daya fiksasi P, kadar P, Al dan Ca tanah. Efektivitas dari fosfat alam yang diasamkan sebagian sangat ditentukan oleh derajat kejenuhan asam (Adiningsiah, 1987).

Dengan pemberian fosfat alam kadar P-tersedia, Ca dapat dipertukarkan, dan mobilitas fosfor naik sedangkan Al dapat dipertukarkan turun. Fosfat alam sangat sesuai digunakan untuk tanah – tanah masam seperti tanah sulfat masam karena pada tanah masam tingkat kelarutannya akan meningkat (Hasibuan, 1997).

Fosfat alam adalah pupuk yang bersifat (slow release) namun kelebihannya dapat larut dalam kondisi asam. Telah dikenal ada beberapa fosfat alam yang dapat digunakan langsung sebagai pupuk terutama pada tanah yang bereaksi masam, miskin bahan organik, memiliki daya fiksasi P tinggi dan cadangan mineralnya sangat rendah. Kelebihan lainnya dari fosfat alam selain mengandung hara P terdapat hara lain terutama Ca dan Mg serta beberapa unsur mikro.


(26)

Pemupukan P yang bersumber dari super fosfat dan fosfat alam mempengaruhi dominan bentuk fraksi P-organik dalam tanah. Agar fosfat alam menjadi pupuk yang efektif, apatit yang terkandung di dalamnya harus dapat larut secara cepat setelah digunakan. Pada tanah masam yang banyak memerlukan P penggunaan fosfat alam dinilai lebih efektif dan lebih murah dibandingkan bentuk P yang lain, karena pada tanah masam fosfat alam lebih reaktif dan lebih murah di banding penggunaan superfosfat (Sanchez, 1993).

Lahan sulfat masam dalam proses pembentukannya menghasilkan asam sulfat sehingga membentuk reaksi sangat masam dalam lingkungan tanah. Oleh karenanya fosfat alam yang diberikan pada tanah sulfat masam akan mengalami peningkatan kelarutan yang sangat signifikan, sehingga dapat dikatakan lahan sulfat masam adalah pabrik pupuk alami. Keuntungan yang bisa diperoleh dari pemanfaatan fosfat alam pada lahan sulfat masam adalah: (1) harga per satuan hara pupuk lebih murah; (2) kelarutan dan ketersediaan hara P untuk tanaman meningkat; (3)meningkatkan pH tanah sehingga memperbaiki lingkungan perakaran tanaman; (4) pelepasan hara P secara bertahap sehingga mengurangi jerapan oleh Al dan Fe; (5) fosfat alam mengandung hara sekunder seperti Ca dan Mg yang dibutuhkan tanaman; dan (6) fosfat alam meningkatkan proses granulasi

sehingga tanahnya lebih mudah diolah dan tidak lengket (Subiksa dan Diah, 1992).

Adsorpsi (jerapan) adalah proses akumulasi senyawa – senyawa atau unsur di permukaan koloid tanah. Kurva hubungan konsentrasi – konsentrasi dari bahan terjerap pada suatu temperatur yang tetap disebut isoterm jerapan. Adsorbsi isoterm ini berguna untuk mengkaji tingkah laku dari reaksi-reaksi adsorbsi. Ada


(27)

dua cara yang biasa dilakukan untuk mempelajari reaksi adsorbsi dengan memakai adsorbsi isoterm, yaitu: 1) Dengan cara identifikasi bentuk kurva adsorbsinya dan 2) Dengan cara menggunakan Statistik modeling, berupa persamaan. Persamaan yang dikenal adalah (a) Persamaaan Freundlich, (b)

Persamaan Langmuir, (c) Persamaan BET, (d) Persamaan Gibbs (Mukhlis dkk, 2011).

Persamaan adsorpsi Isotherm Langmuir merupakan persamaan yang lebih tua diajukan oleh Irving Langmuir di tahun 1918, untuk adsorbsi gas oleh bahan padat. Menurut Irving Langmuir ”gas yang diadsorbsi oleh permukaan zat padat tidak dapat membentuk lebih dari satu lapisan molekul”. Konsep ini dapat diterapkan pada adsorbsi solut pada koloid tanah. Untuk adsorbsi solut (bahan

terlarut) persamaan Langmuir adalah: Dimana:

X : jumlah ion yang teradsorbsi m : jumlah adsorben

C : konsentrasi ion pada larutan setimbang b : adsorbsi maksimum

k : konstanta (Mukhlis dkk, 2011). Bahan Organik

Bahan organik tidak hanya berperan dalam memperbaiki fisik tanah, tetapi sekaligus berperan dalam menekan oksidasi pirit. Dalam konteks tanah sulfat masam, kompos humus (bahan organik) mempunyai fungsi untuk menurunkan atau mempertahankan suasana reduksi, karena dapat mempertahankan kebasahan tanah sehingga oksidasi pirit dapat ditekan (Noor, 2004).


(28)

Pupuk Kandang Sapi

Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kotoran padat, kotoran cair dari hewan ternak yang dikandangkan yang dapat bercampur dengan alas kandang dan sisa – sisa makanan maupun kencing (urine) (Damanik dkk, 2011).

Sehingga kualitas pupuk kandang beragam tergantung pada jenis, umur serta kesehatan ternak, jenis dan kadar serta jumlah pakan yang dikonsumsi, jenis pekerjaan dan lamanya ternak bekerja, lama dan kondisi penyimpanan, jumlah serta kandungan haranya, jumlah dan macam alas kandang, bentuk atau struktur kandang dan tempat penyimpanan pupuk.

Jenis kotoran hewan yang umum digunakan adalah kotoran sapi, kerbau, ayam, kuda, kambing dan jenis unggas lainnya. Kotoran sapi banyak digunakan sebagai pupuk kandang karena ketersediaannya lebih banyak dibandingkan hewan lain. Rata – rata sapi mengeluarkan kotoran dan air kencing sebanyak 7 – 8% setiap hari dari berat tubuhnya. Untuk sapi yang berukuran 550 kg akan mengeluarkan kotoran dan air kencing sebanyak 30 – 45 kg di tambah dengan sisa pakan (Yulianto dan Saparinto, 2010).

Pupuk kandang sapi mempunyai kandungan unsur hara yang lengkap yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman karena mengandung unsur hara makro seperti Nitrogen, Fosfor serta Kalium dan juga mengandung unsur hara mikro seperti magnesium, kalsium dan sulfur. Pupuk kandang juga mengandung creatin, asam indol asetat dan auksin yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman (Musnawar, 2003). Pupuk kandang sapi padat dengan kadar air 85% mengandung 0,40% N; 0,20%. P2O5 dan 0,1% K2O dan yang cair dengan kadar air 95% mengandung 1% N; 0,2%, P2O5 dan 1,35% K2O (Buckman dan Brady, 1982).


(29)

Togatorop dan Setiadi (1992) menyatakan hasil penelitian padi gogo varietas Hawarabunar yang ditanam di lahan sulfat masam, Karang Agung Ulu,

Sumatera Selatan, menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang sapi (10 ton/ha) dapat meningkatkan produksi gabah secara nyata. Penggunaan pupuk

kandang secara tunggal maupun dikombinasikan dengan pupuk buatan (pupuk anorganik), sangat berperan untuk meningkatkan produktivitas komoditas pertanian melalui perbaikan struktur tanah dan penyediaan unsur hara.

Jerami Padi

Jerami padi adalah semua bahan hijauan padi di luar biji yang dihasilkan tanaman padi. Jerami padi merupakan bahan organik yang potensial ketersediaannya bagi usaha tani padi sawah. Potensi jerami padi di Indonesia

sangat besar dari segi kuantitas yaitu 77 juta ton dari hasil panen padi (BPS, 2008). Jumlah jerami sebesar tersebut sangat potensial untuk dapat

digunakan sebagai bahan baku amelioran tanah. Sebagian besar jerami padi belum dimanfaatkan oleh petani, namun menjadi bahan terbuang dan sering dibakar oleh petani yang menyebabkan kehilangan kandungan hara pada jerami tersebut.

Produksi jerami padi dapat mencapai 4-5 ton per hektar tergantung pada lokasi dan jenis varietas tanaman yang digunakan. Dinas Pertanian (2008), menyatakan kandungan hara yang terdapat pada jerami, antara lain seperti N 0.64%, P 0.05%, K 2.03%, Ca 0.29%, Mg 0.14%, Zn 0.02%,Si 8.8%. Aplikasi jerami 5 ton/ha/musim selama 4 musim menunjukkan bahwa jerami dapat meningkatkan kadar C-organik 1,50%, K-dapat ditukar 0,22 me, Mg-dapat ditukar 0,25 me, kapasitas tukar kation tanah 2 me/100 g, Si tersedia dan stabilitas agregat tanah. Apabila dihitung dalam hektar, sumbangan hara dari jerami tersebut adalah


(30)

170 kg K, 160 kg Mg, 200 kg Si dan 1,70 ton C-organik yang sangat diperlukan bagi kegiatan jasad renik tanah atau setara dengan 340 kg KCl dan 361 kg kieserit. Sehingga aplikasi bahan organik dapat memperkaya hara tanah termasuk unsur hara makro.

Hasil penelitian Anwar dkk (2006) menyebutkan bahwa dengan pemberian kompos jerami padi pada lahan sulfat masam mampu memperbaiki kualitas tanah pada fase vegetatif berupa : peningkatan pH dan bahan organik tanah, penurunan Al-dd tanah, dan peningkatan kelarutan Fe2+ dan SO42-. Pemberian kompos dengan takaran 2,7 ton ha-1 (setara berat kering) mampu meningkatkan hasil gabah sebesar 48% dibanding kontrol.

Dengan mengomposkan pupuk kandang sapi dan jerami diharapkan kualitas bahan organik akan meningkat dengan kandungan hara yang lebih beragam. Penelitian Batubara (2011) menyebutkan aplikasi jerami dan pupuk kandang sapi dengan perbandingan 1 : 2 pada tanah sawah berpengaruh nyata dalam meningkatkan pH dan C- organik.

Tanaman Padi (Oryza sativa L.)

Tumbuhan padi (Oryza sativa L.) termasuk golongan tumbuhan Graminae tumbuhan mana di tandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Ruas-ruas itu merupakan bubung kosong. Pada kedua ujung bubung kosong itu bubungnya ditutup oleh buku. Padi memiliki sistem perakaran serabut. Ada dua jenis akar tanaman padi yaitu : akar seminal yang tumbuh dari akar primer radikula sewaktu berkecambah dan bersifat sementara dan akar adventif sekunder yang bercabang dan tumbuh dari buku batang muda bagian bawah. Daun tanaman


(31)

padi tumbuh pada batang dalam susunan yang berselang-seling dan terdapat satu daun pada tiap buku (Suharno, 2005)

Tanaman padi dapat tumbuh di daerah beriklim panas yang lembab. Tanaman padi memerlukan curah hujan rata – rata 200 mm/bulan dengan distribusi selama 4 bulan, sedangkan per tahun sekitar 1500 – 2000 m. Suhu yang panas merupakan temperatur yang sesuai bagi tanaman padi yaitu pada suhu 2300C dimana pengaruhnya adalah kehampaan pada biji. Daerah dengan ketinggian 0 – 1500 meter masih cocok untuk tanaman padi (AAK, 1990).

Tanaman padi dapat tumbuh di lahan pasang surut. Hanya saja padi yang ditanam di lahan ini haruslah yang toleran terhadap keadaan air yang asin

(salinity). Sensitivitas varietas padi terhadap keasinan bervariasi (Suparyono dan Setyono, 1997).

Pada penelitian ini, jenis padi yang digunakan adalah varietas Ciherang, dimana dari beberapa varietas padi, padi Ciherang adalah varietas yang paling banyak ditanam petani. Padi jenis ini memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan varietas lainnya seperti IR 64 dan IR 66. Keunggulan dari padi Ciherang ini adalah memiliki keunggulan dalam hal umur tanaman yang pendek, hanya 86 – 96 hari saja atau tiga bulan sepuluh hari, sehingga akan mempercepat panen dan meningkatkan produksi padi (Mutakin, 2008).


(32)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Percobaan

Penelitian dilakukan di Rumah Kasa dan Laboratorium Kimia– Kesuburan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan pada ketinggian tempat ± 25 m di atas permukaan laut. Penelitian di mulai pada Mei 2013 sampai dengan November 2013.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan ialah contoh tanah sulfat masam potensial yang diambil di Desa Karang Anyar, Kecamatan Sei Sicanggang, Kabupaten Langkat, secara komposit pada kedalaman 0 – 20 cm, Fosfat alam yakni Mesir RP (32,49% P2O5) sebagai pupuk penyedia unsur P, kompos jerami dan pupuk kandang sapi sebagai bahan organik, pupuk Urea dan KCl sebagai pupuk dasar, benih tanaman padi varietas Ciherang sebagai tanaman indikator, air untuk menyiram tanaman, dan bahan kimia untuk analisis tanah di laboratorium.

Alat yang digunakan adalah cangkul, ember, timbangan, pH meter untuk mengukur pH, sentrifusi untuk penjernih ekstrak serta peralatan yang digunakan untuk analisis di laboratorium.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan dua faktor. Faktor Perlakuan I adalah Bahan Organik (B) dengan 6 taraf dosis,

faktor perlakuan II adalah Pupuk fosfat alam (P) dengan 3 taraf dosis, masing – masing perlakuan disusun sebanyak 3 ulangan sehingga diperoleh unit


(33)

1. Perlakuan Bahan Organik

B0 = tanpa bahan organik (0 g/pot) B1 = kompos jerami 10 ton/ha (40 g/pot) B2 = kompos jerami 20 ton/ha (80 g/pot) B3 = pupuk kandang sapi 10 ton/ha (40 g/pot) B4 = pupuk kandang sapi 20 ton/ha (80 g/pot)

B5 = Campuran kompos jerami dan pupuk kandang sapi (1 : 2) 20 ton/ha (80 g/pot).

2. Perlakuan Fosfat Alam (P) berdasarkan Kebutuhan Fosfat Standart P0 = tanpa fosfat alam (0g/pot)

P1 = 50% dari kebutuhan P optimum tanah (0,64 g/pot) P2 = 100% dari kebutuhan P optimum tanah (1,28 g/pot) Kombinasi Perlakuannya adalah :

B0P0 B1P0 B2P0 B3P0 B4P0 B5P0 B0P1 B1P1 B2P1 B3P1 B4P1 B5P1 B0P2 B1P2 B2P2 B3P2 B4P2 B5P2

Model Liniar Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij +Σijk

Keterangan:

Yijk : respon tanaman yang diamati

μ : nilai tengah umum

αi : pengaruh taraf ke-i dari faktor 1


(34)

(αβ)ij : pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor 1 dan taraf ke-j dari faktor 2

Σijk : pengaruh galat percobaan taraf ke-i dari faktor 1 dan taraf ke-j dari faktor 2 pada ulangan yang ke-k.

Data dianalisis dengan menggunakan ANOVA dan pada perlakuan yang nyata dilakukan pengujian dengan menggunakan Uji Beda Rataan DMRT

(Duncan Multiple Range Test) pada taraf α 5%.

Pelaksanaan Penelitian Persiapan Kompos

Jerami yang telah dicacah dan kotoran sapi dikomposkan, kompos yang telah terbentuk di analisis meliputi P-ekstrak HCl 25%, pH (H2O), C-organik, N- total serta rasio C/N. Bahan organik diaplikasikan dan diinkubasi 2 minggu sebelum tanam sesuai dengan taraf perlakuan.

Pengambilan dan Penanganan Contoh Tanah

Contoh tanah sulfat masam diambil secara komposit pada kedalaman 0 – 20 cm, kemudian contoh tanah dikering anginkan dan diambil ± 500 gr sebagai sampel kemudian dilakukan analisis awal tanah yang meliputi pH (H2O), P- ekstrak HCl 25%, P-tersedia, C- Organik, N-total, Fe2+ larut, DHL dan Al-dd. Penetapan Kebutuhan P

Sebelum melakukan penelitian di rumah kasa, terlebih dahulu melakukan penetapan kebutuhan P dengan persamaan Isotherm Langmuir di Laboratorium dengan prosedur sebagai berikut :

-Timbang masing-masing 3 g contoh tanah, tempatkan ke dalam 8 tabung sentrifusi dan tambahkan 30 ml larutan seri pengekstrak ke masing-masing


(35)

pada shaker selama 30 menit (pagi) dan 30 menit (sore) selama 6 hari berturut-turut.

-Sentrifusi selama 5 menit dengan kecepatan 3000 rpm kemudian, supernatan disaring, tempatkan pada erlenmeyer dan ambil filtrat tersebut sebanyak 10 ml kemudian tempatkan pada tabung reaksi.

-Tambahkan 1 ml pereaksi campuran B, kocok dan biarkan selama 15 menit, ukur transmitan pada alat Spectronic pada panjang gelombang 694 nm. Buat kurva standar antara absorbence (sb. Y) dengan kadar P (sb. X), kemudian interpolasikan hasil absorbence contoh ke kurva standar serta buat kurva antara kadar P pada larutan setimbang (C) dan konsentrasi P (ppm) yang diberikan pada kertas grafik; dan kebutuhan fosfat standar (KFS) dapat dihitung dengan interpolasi pada konsentrasi P larutan setimbang (C) = 0,2 ppm, dari perhitungan tersebut dapat ditentukan kebutuhan pupuk per pot dengan perlakuan 0%, 50%, dan 100%.

Persiapan Media Tanam

Tanah yang telah dikompositkan dimasukkan ke dalam ember sejumlah ± 8 kg tanah.

Aplikasi Fosfat Alam dan Bahan Organik

Fosfat alam yang digunakan adalah Mesir RP (32,49% P2O5), diaplikasikan pada tanah dalam ember 2 minggu sebelum tanam bersamaan dengan bahan organik sesuai dengan taraf perlakuan berdasarkan Kebutuhan Fosfat Standart (KFS), kemudian diinkubasi selama 2 minggu.


(36)

Penyemaian Benih

Benih padi varietas Ciherang ± 100 gram direndam selama 1 hari. Benih yang tenggelam adalah benih yang digunakan untuk persemaian, sedangkan benih yang mengapung adalah benih yang tidak sehat dan dibuang. Perendaman benih dilkukan dengan metode Larutan Garam. Prosesnya adalah sebagai berikut :

- Dimasukkan air kedalam stoples

- Dimasukkan garam dapur kedalam air dengan perbandingan garam dan air 1 : 10 sambil diaduk hingga garam larut

- Dimasukkan benih yang akan digunakan kedalam larutan garam

- Dibuang benih yang terapung , sedangkan benih yang tenggelam diambil dan dicuci bersih untuk menghilangkan larutan garam yang menempel pada benih.

Media Pembibitan

Benih yang sudah diseleksi ditaburkan pada persemaian. Media persemaian terdiri dari tanah kompos dengan perbandingan 1:1, media persemaian disiram agar tidak kering dan dijaga agar selalu dalam keadaan lembab. Persemaian diperlukan untuk membantu tanaman beradaptasi pada masa perkecambahan dan pertumbuhan awal.

Aplikasi Pupuk Dasar

Pupuk dasar diberikan 1 hari sebelum tanam dengan dosis, Urea (250 kg/ha) dan KCl (100 kg/ha).

Penanaman

Penanaman bibit dilakukan pada saat benih telah berumur 21 hari. Pencabutan dilakukan dengan hati – hati agar tidak merusak akar. Bibit yang


(37)

dicabut dari persemaian langsung ditanam ke lubang tanam dengan jumlah 3 bibit tiap lubang tanam /ember.

Penyulaman

Penyulaman dilakukan apabila terdapat tanaman yang mati atau terserang Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dengan menggunakan varietas dan umur tanaman yang sama (tanaman cadangan yang telah disediakan).

Penjagaan Air

Penjagaan air dilakukan pada saat pindah tanam. Tanaman padi tetap digenangi sampai berumur 35 hari, pada umur 36 – 50 hari digenangi dengan sistem macak – macak (intermitten) dan pada umur 51 – 85 hari tetap digenangi dan kemudian 86 hari sampai akhir panen generatif tidak digenangi. Sistem macak – macak dilakukan berselang selama 5 hari sekali.

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan penyiraman, pengendalian gulma serta pemberantasan hama dan penyakit.

Pemanenan

Pemanenan dilakukan setelah tanaman berumur 12 minggu atau pada akhir masa generatif. Pemanenan dilakukan dengan memotong dan memisahkan bagian tajuk tanaman dengan bagian akar tanaman.


(38)

Peubah Amatan A. Tanah

Analisis tanah meliputi :

- pH (H2O) dengan metode Elektrometri setelah inkubasi - P-tersedia dengan metode Bray II setelah inkubasi

- C- organik dengan metode Walkley and Black setelah inkubasi

- Ferro aktif dengan metode ekstraksi α.α. dipyridyl diukur setelah inkubasi dan akhir vegetatif

B. Tanaman

- Tinggi tanaman (cm), tinggi tanaman diukur dari leher akar sampai ujung daun tertinggi, dilakukan pada akhir vegetatif.

- Jumlah anakan maksimum,dihitung pada akhir vegetatif tanaman. - Bobot gabah (gr)/pot


(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pH (H2O) Tanah

Dari data pengukuran pH (H2O) tanah (Lampiran 9) dan hasil sidik ragam pH (H2O) tanah (Lampiran 10) diperoleh bahwa perlakuan bahan organik, perlakuan pupuk fosfat alam dan kombinasi antara bahan organik dengan pupuk fosfat alam berpengaruh nyata dalam meningkatkan pH (H2O) tanah. Nilai rataan pH (H2O) tanah setelah diberikan bahan organik dan pupuk fosfat alam dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan pH (H2O) tanah akibat perlakuan bahan organik dan pupuk fosfat alam

Fosfat Alam (P)

Bahan Organik (B) P0 P1 P2 Rataan

B0 4,50 a 4,98 defg 4,73 abcd 4,74 a B1 4,61 ab 4,95 cdefg 4,81 bcde 4,79 a B2 4,94 cdef 5,31 hi 5,03 efg 5,09 b B3 4,71 abc 5,14 fgh 5,77 j 5,21 bc B4 5,53 i 5,20 gh 5,49 i 5,41 c B5 4,94 cdef 5,82 j 5,11 fgh 5,29 bc Rataan 4,87 a 5,23 b 5,16 b Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test).

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa perlakuan B4 (pupuk kandang sapi 80g/pot) tidak berbeda nyata dengan B3 (pupuk kandang sapi 40 g/pot) dan B5 (campuran kompos jerami dan pupuk kandang sapi (1 : 2) 80 g/pot) tetapi

berbeda nyata dengan B0 (kontrol), B1 (kompos jerami 40 g/pot) dan B2 (kompos jerami 80 g/pot). Pada perlakuan B4 nilai pH tanah lebih tinggi


(40)

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa perlakuan P1 (0,64 g fosfat alam/pot) tidak berbeda nyata dengan P2 (1,28 g fosfat alam/pot) tapi berbeda nyata dengan P0 (kontrol). Pada taraf dosis pupuk P1 menunjukkan rataan pH tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu 5,23.

Kombinasi antara bahan organik dan pupuk fosfat alam juga memberikan pengaruh yang nyata dalam peningkatan pH. Dimana pH tertinggi terdapat pada perlakuan B3P2 (pupuk kandang sapi 40 g dan fosfat alam 1,28g /pot) yaitu 5,77 dan pH terendah pada perlakuan B0P0 (tanpa bahan organik dan fosfat alam) yaitu 4,50.

C-Organik

Dari data pengukuran C-Organik tanah (Lampiran 12) dan hasil sidik ragam C-Organik tanah (Lampiran 13) diperoleh bahwa perlakuan bahan organik, posfat alam dan kombinasi bahan organik dengan fosfat alam tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan C-organik tanah. Nilai rataan C-organik tanah setelah diberikan bahan organik dan pupuk fosfat alam dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan C-organik tanah dengan perlakuan bahan organik dan pupuk fosfat alam.

Fosfat Alam (P)

Bahan Organik (B) P0 P1 P2 Rataan

---%---

B0 3,47 3,45 2,69 3,20

B1 3,19 3,64 4,43 3,75

B2 3,79 3,89 2,98 3,55

B3 2,90 2,59 4,42 3,30

B4 4,33 4,84 3,80 4,32

B5 4,44 4,19 2,19 3,61


(41)

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa rataan C-organik tertinggi adalah pada perlakuan B4P1 (pupuk kandang sapi 80 g dan fosfat alam 0,64 g /pot) yaitu 4,84% dan terendah pada perlakuan B5P2 (campuran kompos jerami dan pupuk kandang sapi (1 : 2) 80 g dan fosfat alam 1,28 g /pot) yaitu 2,19%.

P-Tersedia Tanah

Dari data pengukuran P-tersedia tanah (Bray II) (Lampiran 14) dan hasil sidik ragam P-tersedia tanah (Lampiran 15) diperoleh bahwa perlakuan bahan organik, perlakuan pupuk fosfat alam dan kombinasi antara bahan organik dengan pupuk fosfat alam berpengaruh nyata meningkatkan P-tersedia tanah. Nilai rataan P-tersedia tanah setelah diberikan bahan organik dan pupuk fosfat alam dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan P-tersedia akibat perlakuan bahan organik dan pupuk fosfat alam.

Fosfat Alam (P)

Bahan Organik (B) P0 P1 P2 Rataan

---ppm---

B0 10,40 a 7,66 a 20,85 ab 12,97 a

B1 17,50 ab 23,15 ab 29,30 ab 23,32 a B2 18,10 ab 14,48 ab 37,02 b 23,20 a B3 65,18 c 80,39 c 77,12 c 74,23 bc B4 17,50 ab 125,97 d 123,45 d 88,97 c B5 36,24 b 75,71 c 74,23 c 62,06 b

Rataan 27,49 a 54,56 b 60,33 b

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test).

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa B4 (pupuk kandang sapi 80g/pot) tidak berbeda nyata dengan B3 (pupuk kandang sapi 40 g/pot) tapi berbeda nyata dengan B0 (kontrol), B1(kompos jerami 40 g/pot), B2 (kompos jerami 80 g/pot) dan B5 (campuran kompos jerami dan pupuk kandang sapi (1 : 2) 80 g/pot.


(42)

Dimana pada perlakuan B4 lebih tinggi meningkatkan P-tersedia tanah dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu 88,97 ppm.

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa perlakuan P2 (1,28 g fosfat alam/pot)

tidak berbeda nyata dengan P1(0,64 g fosfat alam/pot) tapi berbeda nyata dengan P0 (kontrol). Pada taraf dosis pupuk P2 menunjukkan rataan P-tersedia lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu 60,33 ppm.

Kombinasi antara bahan organik dan pupuk posfat alam juga memberikan pengaruh yang nyata dalam peningkatan P-tersedia tanah. Dimana P-tersedia tertinggi terdapat pada perlakuan B4P1 (pupuk kandang sapi 80 g dan fosfat alam 0,64 g/pot) yaitu 125,97 ppm dan terendah pada perlakuan B0P1(tanpa bahan organik dan fosfat alam 0,64 g/pot yaitu 7,66 ppm.

Ferro aktif setelah inkubasi dan pada akhir vegetatif

Dari data pengukuran Ferro Aktif (Fe2+) tanah setelah inkubasi dan pada akhir vegetatif (Lampiran 16 dan 22) dan hasil sidik ragam Ferro Aktif (Fe2+) tanah setelah inkubasi dan pada akhir vegetatif (Lampiran 14 dan 21) diperoleh bahwa perlakuan bahan organik dan kombinasi bahan organik dengan pupuk fosfat alam berpengaruh nyata terhadap peningkatan reduksi Fe2+ tanah setelah inkubasi namun perlakuan pupuk fosfat alam tidak berpengaruh nyata. Sedangkan pada akhir vegetatif perlakuan bahan organik,fosfat alam serta kombinasi perlakuan bahan organik dan fosfat alam berpengaruh nyata terhadap penurunan. Nilai rataan Ferro Aktif (Fe2+) tanah akibat perlakuan bahan organik dan pupuk fosfat alam pada pengukuran setelah inkubasi dan akhir vegetatif dapat dilihat pada Tabel 4.


(43)

Tabel 4. Rataan Ferro Aktif (Fe2+) tanah akibat perlakuan bahan organik dan pupuk fosfat alam pada pengukuran setelah inkubasi dan akhir vegetatif Perlakuan Fe2+ inkubasi Fe2+ akhir vegetatif

---ppm--- ---ppm--- Bahan Organik (B)

B0 821,21 a 521,67 a

B1 814,98 a 590,38 c

B2 836,73 ab 594,32 c

B3 915,03 b 653,69 d

B4 912,38 b 552,06 b

B5 1046,48 c 603,84 c

Fosfat Alam (P)

P0 873,51 627,86 c

P1 893,02 550,65 a

P2 906,88 579,47 b

Kombinasi BxP

B0P0 636,84 a 542,26 cd

B0P1 960,9 gh 490,84 a

B0P2 865,88 def 531,91 bcd

B1P0 922,77 efgh 634,44 f

B1P1 718,52 b 628,20 ef

B1P2 803,66 cd 508,50 ab

B2P0 878,38 defg 666,95 g

B2P1 847,76 cde 510,43 ab

B2P2 784,06 bc 605,58 ef

B3P0 902,27 efg 753,17 i

B3P1 929,17 efgh 606,68 ef

B3P2 913,64 efg 601,23 e

B4P0 900,73 efg 618,17 ef

B4P1 899,48 efg 524,03 bcd

B4P2 936,93 fgh 513,98 abc

B5P0 1000,05 h 552,16 d

B5P1 1002,28 h 543,72 cd

B5P2 1137,12 i 715,65 h

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test).

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa nilai rataan Fe2+ setelah inkubasi cenderung meningkat dimana pada perlakuan bahan organik B5 (campuran kompos jerami dan pupuk kandang sapi (1 : 2) 80 g/pot) berbeda nyata dengan


(44)

B0, B1, B2, B3 dan B4. Perlakuan B5 nyata lebih tinggi meningkatkan reduksi

Fe2+ tanah bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya, yaitu mencapai 1.046,48 ppm. Pada perlakuan kombinasi antara bahan organik dan pupuk fosfat

alam juga memberikan pengaruh yang nyata dalam peningkatan reduksi Fe2+ tanah. Dimana peningkatan reduksi Fe2+ tertinggi terdapat pada perlakuan B5P2 (campuran kompos jerami dan pupuk kandang sapi (1 : 2) 80 g dan fosfat alam 0,64 g/pot) yaitu 1.137,12 ppm.

Hasil pengukuran pada akhir vegetatif menunjukkan bahwa Ferro Aktif (Fe2+) tanah menurun dibandingkan setelah inkubasi. Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa perlakuan B3 (pupuk kandang sapi 40 g/pot) berbeda nyata dengan B0, B1, B2, B4 dan B5. Dimana pada perlakuan B3 merupakan kandungan Fe2+ tertinggi yaitu 653,69 ppm, namun sudah menurun dibandingkan pengukuran setelah inkubasi dan perlakuan B0 (tanpa bahan organik) merupakan kandungan Fe2+ terendah yaitu 521,67 ppm.

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa perlakuan pupuk fosfat alam pada taraf P1 (0,64 g fosfat alam/pot) berbeda nyata dengan perlakuan P0 (tanpa fosfat alam) dan P2 (1,28 g fosfat alam/pot). Pada taraf P1 menunjukkan penurunan Fe2+ yaitu 550,65 ppm. Pada perlakuan kombinasi antara bahan organik dan pupuk fosfat alam Fe2+ tertinggi adalah pada perlakuan B3P0 (pupuk kandang sapi 40 g/pot dan tanpa fosfat alam) dimana kandungan Fe2+ masih mencapai 753, 17 ppm dan terendah pada perlakuan B0P1 (tanpa bahan organik dan fosfat alam 0,64 g/pot) yaitu 490,84 ppm.


(45)

Tinggi tanaman

Dari data pengukuran tinggi tanaman pada akhir vegetatif (Lampiran 17) dan hasil sidik ragam tinggi tanaman (Lampiran 18) diperoleh bahwa perlakuan bahan organik berpengaruh nyata dalam peningkatan tinggi tanaman, begitu juga dengan kombinasi perlakuan bahan organik dan pupuk fosfat alam, namun perlakuan pupuk fosfat alam tidak berpengaruh nyata. Nilai rataan tinggi tanaman pada akhir vegetatif dengan pemberian bahan organik dan pupuk fosfat alam dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan tinggi tanaman pada akhir vegetatif akibat perlakuan bahan organik dan pupuk fosfat alam.

Fosfat Alam (P)

Bahan Organik (B) P0 P1 P2 Rataan

---cm---

B0 89,17 a 90,83 ab 92,97 ab 90,99 a

B1 102,17 cde 99,10 c 94,10 b 98,46 b

B2 105,80 de 101,03 cd 104,53 de 103,79 c B3 104,73 de 101,00 cd 102,87 cde 102,87 c B4 105,40 de 106,27 e 101,67 cde 104,44 c B5 102,80 cde 103,13 cde 104,73 de 103,56 c

Rataan 101,68 100,23 100,14

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test).

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa antara perlakuan bahan organik B4, B2, B3 dan B5 masing – masing tinggi tanaman tidak berbeda nyata, namun jika dibandingkan dengan perlakuan B1 dan B0 tinggi tanaman berbeda nyata. Dimana pada perlakuan B4 (pupuk kandang sapi 80 g/pot) merupakan yang tertinggi yaitu104,44 cm.

Kombinasi antara bahan organik dan pupuk fosfat alam juga memberikan pengaruh yang nyata dalam meningkatkan tinggi tanaman pada akhir vegetatif.


(46)

Dimana perlakuan kombinasi B4P1 (pupuk kandang sapi 80 g dan fosfat alam 0,64 g /pot) merupakan yang tertinggi yaitu 106,27 cm dan terendah pada perlakuan B0P0 (tanpa bahan organik dan fosfat alam) yaitu 89,17 cm.

Jumlah anakan maksimum

Dari data pengukuran jumlah anakan maksimum pada akhir vegetatif (Lampiran 19) dan hasil sidik ragam jumlah anakan (Lampiran 20) diperoleh bahwa perlakuan bahan organik berpengaruh nyata dalam peningkatan jumlah anakan, begitu juga dengan kombinasi perlakuan bahan organik dan pupuk fosfat alam, namun perlakuan pupuk fosfat alam tidak berpengaruh nyata. Nilai rataan jumlah anakan maksimum pada akhir vegetatif dengan pemberian bahan organik dan pupuk fosfat alam dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan jumlah anakan maksimum pada akhir vegetatif akibat perlakuan bahan organik dan pupuk fosfat alam.

Fosfat Alam (P)

Bahan Organik (B) P0 P1 P2 Rataan

B0 16,00 a 16,00 a 15,00 a 15,67 a

B1 25,00 b 28,00 bcd 28,67 cd 27,22 b

B2 27,00 bc 30,33 cde 28,00 bcd 28,44 b B3 34,00 fgh 34,67 gh 29,00 cd 32,56 c B4 31,00 def 30,00 cde 30,00 cde 30,33 bc B5 36,67 h 31,33 defg 33,00 efg 33,67 c

Rataan 28,28 28,39 27,28

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test).

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa perlakuan B5 (campuran kompos jerami dan pupuk kandang sapi (1 : 2) 80 g/pot) berbeda nyata dengan B0, B1,B2 dan B4 tapi tidak berbeda nyata dengan B3. Dimana pada perlakuan B5memiliki rataan jumlah anakan tertinggi yaitu 33, 67 anakan.


(47)

Kombinasi antara bahan organik dan pupuk fosfat alam juga memberikan pengaruh yang nyata dalam meningkatkan jumlah anakan. Dimana perlakuan kombinasi B5P0 (campuran kompos jerami pupuk kandang sapi (1 : 2) 80 g/pot dan tanpa fosfat alam) merupakan yang tertinggi yaitu 36,67 anakan dan terendah pada perlakuan B0P2 (tanpa bahan organik dan 1,28 g fosfat alam/pot) yaitu 15,00 anakan.

Bobot gabah

Dari data pengukuran bobot gabah (Lampiran 23) dan hasil sidik ragam bobot gabah (Lampiran 24) diperoleh bahwa perlakuan bahan organik, fosfat alam serta kombinasi perlakuan bahan organik dan fosfat alam berpengaruh nyata terhadap peningkatan bobot gabah padi. Nilai rataan bobot gabah dengan pemberian bahan organik dan pupuk fosfat alam dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan bobot gabah padi akibat perlakuan bahan organik dan pupuk fosfat alam.

Fosfat Alam (P)

Bahan Organik (B) P0 P1 P2 Rataan

---g---

B0 18,34 a 26,40 a 23,75 a 22,83 a

B1 54,60 cd 48,16 c 52,67 cd 51,81 b

B2 40,36 b 56,92 def 56,41 cde 51,23 b B3 64,63 efgh 65,23 efgh 58,85 def 62,91 c B4 61,17 defg 70,49 h 63,42 efgh 65,03 c B5 60,32 defg 67,84 gh 65,62 fgh 64,59 c

Rataan 49,90 a 55,84 a 53,45 a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test).

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa perlakuan bahan organik B4 (pupuk kandang sapi 80 g/pot) berbeda nyata dengan B0, B1 dan B2 namun

tidak berbeda nyata dengan B3 dan B5. Dimana perlakuan B4 merupakan bobot gabah tertinggi yaitu 65,03 g dan terendah pada perlakuan B0 yaitu 22,83 g.


(48)

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa perlakuan fosfat alam P1 (0,64 g fosfat alam/pot) berbeda nyata dengan perlakuan P0 dan P2. Pada taraf P1 menunjukkan rataan bobot gabah lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu 55,84 g.

Kombinasi antara bahan organik dan pupuk fosfat alam juga memberikan pengaruh yang nyata dalam meningkatkan bobot gabah padi. Dimana bobot gabah padi tertinggi terdapat pada perlakuan B4P1 (pupuk kandang sapi 80 g dan fosfat alam 0,64 g /pot) yaitu 70,49 g dan terendah pada perlakuan B0P0 (tanpa bahan organik dan fosfat alam) yaitu 18,34 g.

Pembahasan

Pemberian bahan organik dan pupuk fosfat alam serta kombinasi antara keduanya berpengaruh nyata terhadap peningkatan pH tanah. Peningkatan pH tertinggi terjadi pada perlakuan kombinasi B5P1 (Campuran kompos jerami dan pupuk kandang sapi (1: 2) 80g dan fosfat alam 0,64 g/pot) yaitu 5,82. Pemberian bahan organik berupa kompos jerami dan pupuk kandang sapi mampu meningkatkan pH tanah diduga karena adanya efek reduksi Fe. Ponnamperuma (1985) dalam Anwar, dkk (2006) menyebutkan kenaikan pH tanah sulfat masam yang digenangi disebabkan oleh adanya reduksi Fe yang memerlukan H+. Hal ini karena Fe terdapat sangat banyak pada tanah tersebut, dan semakin banyak bahan organik semakin cepat proses reduksi Fe. Subiksa dan Diah (1992) menambahkan bahwa pemberian posfat alam yang berasal dari batuan fosfat yang mengandung bahan kapur seperti CaCO3 (karbonat apatit), Ca(OH)2 juga menjadi penyebab


(49)

kenaikan pH. Dimana fosfat alam bersifat slow release, sehingga sangat cocok untuk tanah sulfat masam.

Perlakuan bahan organik dan fosfat alam serta kombinasi antara keduanya tidak berpengaruh nyata dalam peningkatan C-organik tanah hal ini diduga karena bahan organik belum berdekomposisi sempurna setelah inkubasi 2 minggu, hal ini sejalan dengan Kaderi (2004) yang menyebutkan proses dekomposisi bahan organik berjalan lambat. Namun, nilai C-organik tanah cenderung meningkat akibat perlakuan yang diberikan. Berdasarkan kriteria Balai Penelitian Tanah (2005) C-organik tanah setelah diberikan bahan organik dan fosfat alam termasuk kedalam kriteria sedang sampai tinggi. Dimana C-organik tanah tertinggi adalah pada perlakuan B4P1 yaitu 4,84% dan terendah pada perlakuan B5P2 yaitu 2,19%. Peningkatan C-organik tanah ini diakibatkan karena adanya pemberian bahan organik berupa kompos jerami dan pupuk kandang sapi. Dimana bahan organik yang diberikan ke dalam tanah setelah mengalami dekomposisi dapat meningkatkan kandungan karbon tanah. Karbon merupakan komponen paling besar dalam bahan organik sehingga pemberian bahan organik dapat meningkatkan kandungan karbon dalam tanah. Hasil penelitian Anwar, dkk (2006) menyebutkan bahwa dengan pemberian bahan organik pada lahan sulfat masam mampu memperbaiki kualitas tanah berupa peningkatan pH dan bahan organik tanah, pemberian kompos jerami dengan takaran ≥2,7 ton/ ha meningkatkan bahan organik tanah sebesar 1,65-2,37% pada minggu ke-2.

Pemberian bahan organik dan pupuk fosfat alam serta kombinasi antara keduanya berpengaruh nyata terhadap meningkatkan P-tersedia tanah. P-tersedia tanah tertinggi terdapat pada perlakuan kombinasi B4P1 (pupuk kandang sapi


(50)

80 g dan fosfat alam 0,64 g/pot) yaitu 125,97 ppm. Hal ini disebabkan pemberian pupuk fosfat alam Mesir RP (29% P2O5). Menurut pendapat Subiksa dan Diah (1992) pupuk fosfat alam bersifat slow release (bertahap dalam melepas P) sehingga lebih efektif pada tanah sulfat masam dibanding pupuk P dalam bentuk TSP atau SP-36 yang mempunyai kelarutan tinggi dalam air sehingga segera dijerap menjadi Fe-P atau Al-P sehingga P menjadi tidak tersedia. Hasil penelitian Susialita (1999) menyebutkan bahwa serapan P tanaman pada perlakuan fosfat alam cenderung lebih baik dibandingkan serapan P pada tanaman dengan perlakuan kontrol dan SP-36. Dengan pemberian fosfat alam kadar P-tersedia tanah akan meningkat, dan mobilitas fosfor akan naik sedangkan Al dapat dipertukarkan turun (Hasibuan, 1997). Selain akibat pemberian fosfat alam, pemberian bahan organik berupa kompos jerami dan pupuk kandang sapi juga meningkatkan P-tersedia tanah. Pupuk kandang sapi dan kompos jerami sebagai bahan organik dapat mengkhelat unsur logam seperti Al dan Fe sehingga P menjadi tersedia, selain itu pupuk kandang sapi juga mengandung unsur hara P, Buckman dan Brady (1982) menjelaskan pupuk kandang sapi padat dengan kadar air 85% mengandung 0,20% P2O5. Begitu juga kompos jerami, berdasarkan Dinas Pertanian (2008) jerami mengandung 0,05% P.

Perlakuan bahan organik berpengaruh nyata terhadap peningkatan reduksi Fe2+ tanah yang diukur setelah inkubasi selama 2 minggu, begitu juga dengan kombinasi bahan organik dan pupuk fosfat alam, namun perlakuan pupuk fosfat alam tidak berpengaruh nyata dalam peningkatan reduksi Fe2+ tanah. Semakin tinggi taraf dosis bahan organik yang diberikan peningkatan reduksi Fe2+ tanah cenderung semakin meningkat. Dimana pada perlakuan B5 nyata lebih tinggi


(51)

meningkatkan reduksi Fe2+ tanah bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya, yaitu mencapai 1.046,48 ppm, sedangkan dalam perlakuan kombinasi peningkatan reduksi Fe2+ tertinggi terdapat pada perlakuan B5P2 yaitu 1.137,12 ppm. Pada proses penggenangan lahan kering, reaksi reduksi besi dianggap yang paling penting di dalam tanah tergenang karena dapat meningkatkan reduksi Fe3+ menjadi Fe2+. Dari hasil penelitian Anwar, dkk (2006) menunjukkan bahwa peningkatan kelarutan Fe2+ disebabkan oleh meningkatnya kandungan bahan organik tanah dan memicu proses reduksi Fe. Adanya peran bahan organik dalam meningkatkan reduksi Fe tersebut mendukung hasil penelitian yang diungkapkan oleh Ponnamperuma (1985) yang menyimpulkan bahwa semakin banyak bahan organik semakin cepat proses reduksi Fe. Bahan organik sebagai sumber elektron dan energi bagi mikroba pereduksi, memicu terjadinya proses reduksi Fe. Berikut

merupakan reaksi reduksi Fe pada tanah tergenang, yaitu : Fe(OH)

3 + 3H +

+ e- Fe 2+ + 3H 2 O.

Berbeda halnya dengan pengukuran Fe2+ tanah yang dilakukan pada akhir vegetatif. Dimana perlakuan bahan organik, perlakuan fosfat alam serta kombinasi perlakuan bahan organik dan fosfat alam berpengaruh nyata terhadap penurunan Fe2+ tanah. Penurunan Fe2+ tertinggi adalah pada perlakuan kombinasi B0P1 yaitu 490,84 ppm dan penurunan reduksi terendah pada B3P0 dimana kandungan Fe2+ masih mencapai 753, 17 ppm. Penurunan Fe2+ padaakhir vegetatif diduga karena adanya pengaruh tanaman padi yang mempunyai kemampuan mempengaruhi kondisi redoks di daerah sekitar perakarannya. Menurut Yoshida (1978) umur tanaman padi mempengaruhi kemampuan oksidasi akar dimana kemampuan oksidasi akar akan bertambah dengan


(52)

pertambahan umur tanaman. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Fahmi, dkk (2009) yang menyebutkan Fe2+ dalam tanah sulfat masam yang

diberikan bahan organik berupa kompos jerami mengalami peningkatan mulai dari pengamatan 2 MST sedangkan pada pengamatan 8 MST mengalami penurunan.

Pemberian bahan organik berpengaruh nyata dalam peningkatan tinggi tanaman, begitu juga dengan kombinasi perlakuan bahan organik dan pupuk fosfat alam, namun perlakuan pupuk fosfat alam tidak berpengaruh nyata. Tinggi tanaman tertinggi pada perlakuan B4 (pupuk kandang sapi 20 ton/ha) yaitu 104,44 cm sedangkan pada perlakuan kombinasi B4P1 merupakan yang tertinggi yaitu 106,27 cm dan terendah pada perlakuan B0P0 yaitu 89,17 cm. Pemberian bahan organik berupa pupuk kandang sapi dan kompos jerami nyata dalam meningkatkan tinggi tanaman. Hal ini disebabkan kandungan hara yang terdapat pada bahan organik tersebut. Bahan organik juga mampu mengkhelat unsur beracun serta memperbaiki sifat kimia tanah sehingga hara yang dibutuhkan tanaman menjadi lebih tersedia dan pertumbuhan tanaman akan menjadi lebih optimal. Hal ini sejalan dengan literatur Togatorop dan Setiadi (1992) yang menyebutkan penggunaan bahan organik secara tunggal maupun dikombinasikan dengan pupuk buatan pada tanah masam sangat berperan dalam meningkatkan produktivitas tanaman melalui perbaikan sifat tanah dan penyediaan unsur hara.

Perlakuan bahan organik berpengaruh nyata dalam peningkatan jumlah anakan, begitu juga dengan kombinasi perlakuan bahan organik dan pupuk fosfat alam, namun perlakuan tunggal pupuk fosfat alam tidak berpengaruh nyata.


(53)

Semakin tinggi dosis bahan organik yang diberikan maka jumlah anakan

semakin meningkat. Dari data penelitian dapat dilihat pada perlakuan B5 (Campuran kompos jerami dan pupuk kandang sapi 1:2) memiliki rataan

jumlah anakan tertinggi bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu 33, 67 anakan. Sedangkan perlakuan kombinasi B5P0 merupakan yang tertinggi

yaitu 36,67 anakan dan terendah pada perlakuan B0P2 yaitu 15,00 anakan. Hal ini disebabkan karena pemberian bahan organik mampu memperbaiki struktur tanah dengan meningkatnya kandungan bahan organik tanah dan dapat mempertahankan kandungan air tanah sehingga penyerapan hara menjadi lebih optimal. Pemberian bahan organik yang beragam berupa kompos jerami dan pupuk kandang sapi juga sebagai pensuplai unsur hara yang sangat berguna bagi peningkatan jumlah anakan padi. Berdasarkan Dinas Pertanian (2008) kandungan hara yang terdapat pada jerami antara lain 0,64 % N, 0,05% P, 0,02% Zn, 8,8% Si. Begitu juga dengan pupuk kandang sapi mengandung 0,40% N, 0,20% P2O5 dan 0,1% K2O.

Perlakuan bahan organik dan fosfat alam serta kombinasi antara keduanya berpengaruh nyata terhadap peningkatan bobot gabah padi. Berat gabah padi tertinggi terdapat pada perlakuan kombinasi B4P1 (pupuk kandang sapi 40 g dan fosfat alam 0,64 g/pot) yaitu 70,49 g dan terendah pada perlakuan B0P0 (tanpa bahan organik dan fosfat alam) yaitu 18,34 g. Perbaikan sifat kimia tanah seperti pH, C-organik, dan menurunnya kandungan Fe2+ akibat pemberian bahan organik mampu mengoptimalkan penyerapan hara dengan baik, selain itu bahan organik juga mengandung beberapa unsur hara yang dibutuhkan padi. Hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah anakan dan tinggi tanaman padi yang


(54)

berdampak positif pada peningkatan produksi gabah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Fahmi, dkk (2004) yang menyebutkan peningkatan produksi gabah padi dengan pemberian bahan organik diakibatkan perbaikan sifat kimia tanah seperti pH yang meningkat dan menurunnya kandungan Fe2+. Pemberian fosfat alam berupa Mesir RP (29% P2O5) juga menjadi fakor penyebab meningkatnya berat gabah. Subiksa dan Diah (1992) menyebutkan pupuk fosfat alam bersifat slow release (bertahap dalam melepas P) sehingga lebih efektif pada tanah sulfat masam. Hal ini terlihat dari hasil analisis P-tersedia tanah yang meningkat. Meningkatnya ketersediaan P mampu mengoptimalkan pertumbuhan padi yang ditandai dengan peningkatan jumlah anakan dan tinggi tanaman secara nyata. Unsur hara P juga berfungsi sebagai pembentukan biji dan buah.


(55)

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Pemberian fosfat alam berpengaruh nyata meningkatkan pH, P-tersedia tanah dan berat gabah.

2. Pemberian bahan organik berpengaruh nyata meningkatkan pH, P-tersedia, jumlah anakan, tinggi tanaman dan berat gabah.

3. Kombinasi perlakuan bahan organik dan fosfat alam berpengaruh nyata meningkatkan pH, P-tersedia tanah, jumlah anakan, tinggi tanaman dan berat gabah.

4. Kombinasi bahan organik pupuk kandang sapi 80 g/pot dan pupuk fosfat alam 0,64 g/pot merupakan kombinasi terbaik dalam meningkatkan P-tersedia tanah, tinggi tanaman dan berat gabah.

Saran

Pemberian pupuk fosfat alam pada tanah sulfat masam sebaiknya dikombinasikan dengan pupuk kandang sapi, karena selain dapat mengurangi kebutuhan pupuk P juga mampu lebih baik dalam hal meningkatkan P-tersedia tanah dan produksi padi.


(56)

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1990. Budidaya Tanaman Padi. Kanisius, Yogyakarta.

Adiningsih, S. J. 1987. Penelitian Pemupukan P Pada Tanaman Pangan di Lahan Kering Masam In Prosiding Lokakarya Nasional Penggunaan Pupuk Fosfat, Pusat Penelitian Tanah . Badan Penelitian Tanah dan Pengembangan Pertanian.

Anwar, K., Sabihan, S., Sumawinata, B., Sapei, A., dan Alihamsyah, T. 2006. Pengaruh Kompos Jerami Terhadap Kualitas Tanah, Kelarutan Fe2+ dan SO42- Serta Produksi Padi Pada Tanah Sulfat Masam. Jurnal Tanah dan Iklim 24 : 29 – 39

Badan Pusat Statistik. 2008. Statistik Indonesia 2008. Badan Pusat Statistik Republik

Indonesia, Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi, Luas Panen Dan Produktivitas Padi dan Palawija di Indonesia

Balittra. 2001. 40 Tahun Balittra 1961 – 2001. Perkembangan dan Program Penelitian Ke Depan. Balai penelitian Tanaman Pangan Lahan Rawa.banjarbaru. 84 halaman.

Barchia, Faiz M. 2006. Gambut (Agroekosistem Dan Transformasi Karbon). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Batubara, Rosyadi M. 2011. Perubahan Sifat Kimia Tanah Sawah Pertumbuhan Dan Produksi Padi Akibat Aplikasi Jerami Cacah Dan Pupuk Kandang Sapi Dengan Sistem SRI. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara; Medan.

Buckman, H. O., Dan N. C. Brady. 1969. Ilmu Tanah. Terjemahan Soegiman 1982. Bhratara Karya Aksara Jakarta.

Damanik, M. M. B., B. E. Hasibuan., Fauzi., Sarifuddin., dan H. Hanum., 2011. Kesuburan Tanah Dan Pemupukan. USU Press, Medan.

Dinas Pertanian. 2008. Pedoman Pertanian Organik. http : // www. diperta. jabarprov. go. id.

Djokosudardjo, S. 1974. Phosphorus Behaviour in Some Soil of Indonesia and its Availability to Plant. M.Sc. Thesis, Univ. Wisconsin, Madison, USA.

Fahmi, A., Susilawati, A., dan Jumberi, A., 2004. Dinamika Unsur Besi, Sulfat, Fosfor, Serta Hasil Padi Akibat Pengolahan Tanah, Saluran Kemalir Dan


(57)

Fahmi, A., Radjagukguk, B., dan Purwanto, B. 2004. Kelarutan Fosfat dan Ferro Pada Tanah Sulfat Masam Yang Diberi Bahan Organik Jerami Padi. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa 1 : 1 -13

Foth, H. D. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Terjemahan Soenartono Adisoemarto. Erlangga, Jakarta.

Hakim, N., M.Y. Nyakpa., A.M. Lubis., S.G. Nugroho., M.A. Diha., G.B. Hong., dan H.H. Bailey., 1986. Dasar – Dasar Ilmu Tanah. UNILA, Lampung. Hasibuan, B. E. 1997. Pengaruh Fosfat Alam Terhadap Ketersediaan P Tanah

Pada Histosol, Oxisol, dan Inseptisol serta Serapan P dan Pertumbuhan Tanaman Jagung, Kultura, Fakultas Pertanian USU, Medan.

Kaderi, Husin. 2004. Teknik Pemberian Bahan Organik Pada Pertanaman Padi Di Tanah Sulfat Masam Potensial. Buletin Teknik Pertanian 9 : 39 – 41

Kartasapoetra, A. G dan Sutedjo, M. M. 1988. Budidaya Tanaman Padi Di Lahan Rawa Pasang Surut. PT Bina Angkasa, Jakarta.

Khairullah, I., Indradewa, D., Yudono, P., dan Maas, Azwar. 2011. Pertumbuhan Dan Hasil Tiga Varietas Padi Pada Perlakuan Kompos Jerami Dan Purun Tikus Di Tanah Sulfat Masam Yang Berpotensi Keracunan Besi. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra).

Lingga, P. 1998. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.

Mukhlis., Sarifuddin., dan Hamidah, H. 2011. Kimia Tanah Teori dan Aplikasi. USU Press. Medan

Musnawar, E. I., 2003. Pembuatan dan Aplikasi Pupuk Organik Padat. Penebar Swaday, Bogor.

Mutakin, J. 2008. Varietas Tanaman Padi.

Noor, M. 1996. Padi Lahan Marginal. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Noor. 2004. Lahan Rawa. PT Raja Grafindo Persada.

Prasad, R. And J. F. Power. 1997. Soil Fertility Management for Suistanable Agriculture. Lewis Pulb, New York.

Sanchez, P. A. 1993. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. Penerbit ITB Bandung.


(58)

Subiksa IGM., dan Diah S. 1992. Pemanfaatan Fosfat Alam Untuk Lahan Sulfat Masam.

Suparyono dan A. Setyono. 1997. Mengatasi Permasalahan Budidaya Padi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sutedjo, M. M dan A. G. Kartasapoetra. 1988. Budidaya Tanaman Padi di Lahan Rawa Pasang Surut. Bina Aksara. Jakarta.

Tim IPB. 1992. Potensi, Kendala dan Alternative Pengembangan Kawasan Rawa Pasang Surut di Indonesia. Makalah Seminar Pengembangan Terpadu Kawasan Rawa Pasang Surut di Indonesia, 5 September 1992. Bogor. Tisdale, S.S dan W. L Nelson 1975., Soil Fertility and Fertilizer Mc. Millan

Publishing Co. Inc, New York.

Togatorop M.H dan Setiadi B. 1992. Peranan Pupuk Kandang Dalam Sistem Usaha Tani Terpadu Lahan Pasang Surut dan Rawa. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Peternakan.

Widjaja Adhi., I. P. G. 1986. Pengelolaan Lahan Rawa Pasang Surut dan Lebak. Jurnal Litbang Pertanian 5. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.

Widjaja Adhi. 1995. Pengelolaan, Pemanfaatan dan Pengembangan Rawa untuk Usahatani dalam Pembangunan Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan. Pusat Penelitian dan Agroklimat, Bogor.

Yulianto, P dan Saparinto C. 2011. Pembesaran Sapi Potong Secara Intensif. Penebar Swadaya.


(59)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Varietas : Ciherang

Nomor Pedigree : S 3383-Id-Pn-4I-3-1 Asal/Persilangan : IR 18349-53-1-3-1-3/IR Golongan : Cere

Bentuk : Tegak

Tinggi : 107-115 cm Anakan Produktif : 14-17 batang Warna:

Kaki : Hijau Batang : Hijau Telinga Daun : Putih Lidah Daun : Putih

Muka Daun : Kasar pada sebelah bawah daun Posisi Daun : Tegak

Daun Bendera : Tegak Gabah

Bentuk : Panjang ramping Warna : Kuning bersih Bobot 1000 butir : 27-28 gram Nasi

Tekstur : Pulen Kadar Amilosa : 23% Panen

Hasil Gabah : 5-7 ton/ha Umur : 116-125 hari Kerontokan : Sedang Ketahanan terhadap

Rebah : Sedang

Hama : Tahan terhadap wereng coklat bioptipe 2 dan 3

Penyakit : Tahan terhadap bakteri hawar daun sirih III dan IV

Keterangan : Anjuran tanam cocok ditanama pada musim penghujan dan kemarau dengan ketinggian di bawah 500 m dpl

Tahun dilepas : 25 Februari 2000 No. SK Pelepasan : 60/Kpts/TP.240/2/2000


(60)

Lampiran 2. Bagan Percobaan RAK Faktorial

Blok I Blok II Blok III

B0P0 B1P2 B2P1

B3P0 B0P2 B4P1

B1P0 B5P2 B0P1

B5P0 B2P2 B3P1

B2P0 B4P2 B5P1

B4P0 B3P2 B1P1

B1P2 B0P0 B3P2

B5P2 B5P0 B1P2

B3P2 B4P0 B0P2

B0P2 B1P0 B5P2

B2P2 B2P0 B2P2

B4P2 B3P0 B4P2

B1P1 B4P1 B2P0

B5P1 B2P1 B1P0

B3P1 B5P1 B3P0

B0P1 B1P1 B0P0

B4P1 B3P1 B4P0


(1)

Lampiran 19. Jumlah Anakan Maksimum Akhir Vegetatif Data Jumlah Anakan Maksimum

Perlakuan Ulangan

I II III Total Rataan

B0P0 18 18 12 48 16,00

B0P1 13 17 18 48 16,00

B0P2 16 14 15 45 15,00

B1P0 24 26 25 75 25,00

B1P1 29 26 29 84 28,00

B1P2 28 30 28 86 28,66

B2P0 26 28 27 81 27,00

B2P1 30 32 29 91 30,33

B2P2 28 28 28 84 28,00

B3P0 36 35 31 102 34,00

B3P1 33 35 36 104 34,66

B3P2 29 28 30 87 29,00

B4P0 35 28 30 93 31,00

B4P1 29 31 30 90 30,00

B4P2 32 30 28 90 30,00

B5P0 38 37 35 110 36,66

B5P1 30 34 30 94 31,33

B5P2 33 32 34 99 33,00

Total 507 509 495 1511 27,98 20. Daftar Sidik Ragam Jumlah Anakan Maksimum

SK Db JK KT F hitung F 5% F 1% Blok 2 6,37037 3,18519 0,866tn 3,28 5,29 Perlakuan 17 2047,65 120,45 32,77** 1,93 2,55 B 5 1900,98 380,196 103,44** 2,49 3,61 P 2 13,4815 6,74074 1,83tn 3,28 5,29 BxP 10 133,185 13,3185 3,62** 2,12 2,89 Galat 34 124,963 3,67538

Total 53 2178,98

KK 6,85 Keterangan :

KK = Koefesien Keragaman tn = Tidak nyata

* = Nyata pada taraf uji 5 % ** = Nyata pada taraf uji 1 %


(2)

Lampiran 21. Hasil Analisa Ferro Aktif (Fe2+) Tanah akhir vegetatif. Data Ferro Aktif Tanah Akhir Vegetatif Ekstraksi α.α. dipyridyl (ppm)

Perlakuan Ulangan

I II III Total Rataan B0P0 543,51 561,04 522,24 1626,79 542,26 B0P1 491,84 487,22 493,46 1472,52 490,84 B0P2 518,19 519,57 557,98 1595,74 531,91 B1P0 624,88 629,38 649,07 1903,33 634,44 B1P1 612,69 640,97 630,95 1884,61 628,20 B1P2 504,14 503,51 517,86 1525,51 508,50 B2P0 658,43 640,53 701,88 2000,84 666,95 B2P1 501,37 496,41 533,51 1531,29 510,43 B2P2 598,37 614,08 604,28 1816,73 605,58 B3P0 772,82 724,01 762,69 2259,52 753,17 B3P1 633,64 592,22 594,18 1820,04 606,68 B3P2 592,48 601,56 609,64 1803,68 601,23 B4P0 606,80 630,95 616,77 1854,52 618,17 B4P1 514,11 503,9 554,07 1572,08 524,03 B4P2 514,83 508,91 518,19 1541,93 513,98 B5P0 573,96 542,75 539,77 1656,48 552,16 B5P1 537,63 539,2 554,33 1631,16 543,72 B5P2 706,76 714,07 726,11 2146,94 715,65 Total 10506,5 10450,3 10687 31643,7 585,99

22. Daftar Sidik Ragam Ferro Aktif Tanah Ekstraksi α.α. dipyridyl (ppm)

SK Db JK KT F hitung F 5% F 1%

Blok 2 1699,5 849,75 3,110592tn 3,28 5,29 Perlakuan 17 285253 16779,6 61,42329** 1,93 2,55 B 5 92512,7 18502,5 67,73034** 2,49 3,61 P 2 54800,5 27400,2 100,3012** 3,28 5,29 BxP 10 137940 13794 50,49418** 2,12 2,89 Galat 34 9288,11 273,18

Total 53 296241

KK 2,82 Keterangan :

KK = Koefesien Keragaman tn = Tidak nyata

* = Nyata pada taraf uji 5 % ** = Nyata pada taraf uji 1 %


(3)

Lampiran 23. Data Bobot Gabah Akhir Generatif Data Bobot Kering Gabah (g)

Perlakuan Ulangan

I II III Total Rataan B0P0 23,28 18,29 13,45 55,02 18,34 B0P1 24,69 31,9 22,6 79,19 26,39 B0P2 18,82 31,15 21,28 71,25 23,75 B1P0 52,03 61,45 50,31 163,79 54,59 B1P1 48,21 45 51,26 144,47 48,15 B1P2 51,65 58,3 48,05 158 52,66 B2P0 41,52 39,45 40,11 121,08 40,36 B2P1 53,56 59,72 57,48 170,76 56,92 B2P2 59,43 57,1 52,7 169,23 56,41 B3P0 68,26 60,1 65,54 193,9 64,63 B3P1 69,66 62,52 63,52 195,7 65,23 B3P2 58,92 55,45 62,18 176,55 58,85 B4P0 59,91 61,63 61,98 183,52 61,17 B4P1 65,33 78,89 67,26 211,48 70,49 B4P2 68,46 64,86 56,93 190,25 63,41 B5P0 63,36 52,27 65,34 180,97 60,32 B5P1 66,63 72,78 64,12 203,53 67,84 B5P2 69,36 65,49 62 196,85 65,61 Total 963,08 976,35 926,11 2865,54 53,06 24. Daftar Sidik Ragam Bobot Kering Gabah (g)

SK Db JK KT F hitung F 5% F 1%

Blok 2 75,314 37,657 1,756tn 3,28 5,29 Perlakuan 17 12633,285 743,134 34,648** 1,93 2,55 B 5 11628,411 2325,682 108,433** 2,49 3,61 P 2 321,162 160,581 7,487** 3,28 5,29 BxP 10 683,712 68,371 3,188** 2,12 2,89 Galat 34 729,237 21,448

Total 53 13437,835

KK 8,72

Keterangan :

KK = Koefesien Keragaman tn = Tidak nyata

* = Nyata pada taraf uji 5 % ** = Nyata pada taraf uji 1 %


(4)

LAMPIRAN GAMBAR


(5)

Gambar 2. Perbandingan Foto Tanaman Akhir Generatif dengan Dosis Bahan Organik Yang Berbeda

Gambar 2. Perbandingan Foto Tanaman Akhir Generatif dengan Dosis Pupuk Fosfat Alam Yang Berbeda


(6)

Gambar 3. Perbandingan Gabah Padi Setelah Panen dengan Dosis Bahan Organik Yang Berbeda.

Gambar 3. Perbandingan Gabah Padi Setelah Panen dengan Dosis Pupuk Fosfat Alam Yang Berbeda.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemberian Kompos Jerami Dan Pupuk Sp-36 Pada Tanah Sulfat Masam Potensial Terhadap Perubahan Sifat Kimia Serta Pertumbuhan Dan Produksi Padi (Oryza Sativa L.)

1 29 71

Uji Stabilitas Varietas Padi (Oryza sativa L.) Pada Lahan Salin dan Sulfat Masam Menggunakan Analisis AMMI dan Sidik Lintas Komponen Produksi Dengan Produksi Gabah

4 55 75

Tanggap Pertumbuhan dan Produksi Padi (Oryza sativa L.) Varietas Ciherang Terhadap Pemberian Pupuk Organik

1 70 104

Respons Pertumbuhan Dan Produksi Beberapa Varietas Padi (Oryza sativa L.) Akibat Pemberian Amandemen Bokashi Jerami Dan Pemupukan Spesifik Lokasi Pada Tanah Salin

1 34 155

Pertumbuhan Dan Produksi Beberapa Varietas Padi Gogo (Oryza Sativa L.) Pada Jarak Tanam Dan Persiapan Tanah Yang Berbeda

0 43 187

Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat-Sifat Kimia Tanah Sulfat Masam dan Produksi Padi (Oryza sativa L.)

2 10 105

Kajian Sifat Kimia Tanah, Pertumbuhan dan Produksi Padi (Oryiza sativa L.) Pada Tanah Sulfat Masam Potensial Akibat Pemberian Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Pupuk SP-36

1 1 13

Pengaruh Pemberian Kompos Jerami Dan Pupuk Sp-36 Pada Tanah Sulfat Masam Potensial Terhadap Perubahan Sifat Kimia Serta Pertumbuhan Dan Produksi Padi (Oryza Sativa L.)

0 0 16

Pengaruh Pemberian Kompos Jerami Dan Pupuk Sp-36 Pada Tanah Sulfat Masam Potensial Terhadap Perubahan Sifat Kimia Serta Pertumbuhan Dan Produksi Padi (Oryza Sativa L.)

0 0 10

PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS JERAMI DAN PUPUK SP-36 PADA TANAH SULFAT MASAM POTENSIAL TERHADAP PERUBAHAN SIFAT KIMIA SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI (Oryza sativa L.)

0 0 11