Aspek Oral Dan Dental Dari Child Abuse - Oral And Dental Aspects Of Child Abuse.

ASPEK ORAL DAN DENTAL DARI CHILD ABUSE

Arlétte Suzy Puspa Pertiwi, drg., SpKGA
Bagian Kedokteran Gigi Anak
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran
Jl. Sekeloa Selatan I
Bandung 40135
Telp. 022-2533031

Alamat Rumah :
Kopo Permai II 27A-8
Bandung 40239
Telp. 022-5405129
HP. 08122092334
E-mail : arlettesuzy@yahoo.com

Inne Suherna Sasmita, drg., SpPed
Bagian Kedokteran Gigi Anak
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran
Jl. Sekeloa Selatan I
Bandung 40135

Telp. 022-2533031

ASPEK ORAL DAN DENTAL DARI CHILD ABUSE

ABSTRAK
Child abuse adalah tindakan atau kelalaian pengasuhan yang menghilangkan
kesempatan seorang anak untuk mengembangkan secara penuh potensinya sebagai manusia
baik secara fisik, sosial, atau emosional. Insidensi child abuse tidak seluruhnya diketahui.
Data statistik tidak menunjukkan angka sebenarnya karena banyaknya kasus yang tidak
terlaporkan. Dokter gigi berada pada posisi strategis untuk mengenali dan melaporkan anakanak yang mengalami child abuse karena dokter gigi sering melihat interaksi anak dengan
orang tua/pengasuhnya selama kunjungan perawatan dan dalam periode yang lama. Makalah
ini menjelaskan mengenai aspek oral dan dental dari child abuse.
Kata kunci : child abuse, aspek oral dan dental

ORAL AND DENTAL ASPECTS OF CHILD ABUSE

ABSTRACT
Child abuse is defined as those acts or omissions of care that deprive a child of the
opportunity to fully develop his or her unique potential as a person either physically, socially
or emotionally. The true incidence of child abuse is unknown. Statistical data did not show the

true rate because of the unreported cases. Dentists are in a strategic position to recognize
and report the children being abused because they often see the child and parent interacting
during multiple visits and over a long period of time. This paper discusses the oral and dental
aspects of child abuse.
Key words : child abuse, oral and dental aspects

2

PENDAHULUAN
Saat ini kasus kekerasan pada anak sering terjadi, baik yang dilakukan oleh keluarga
atau oleh pihak lain. Dalam bidang kedokteran, child abuse (CA) pertama kali dilaporkan
pada tahun 1860 di Perancis saat 320 anak meninggal dengan kecurigaan akibat perlakuan
yang salah.1
Child abuse adalah tindakan atau kelalaian pengasuhan yang menghilangkan
kesempatan seorang anak untuk mengembangkan secara penuh potensinya sebagai manusia
baik secara fisik, sosial, atau emosional.2 CA tidak mengenal strata sosial masyarakat. Pada
masyarakat menengah ke bawah, CA lebih sering terjadi karena kemiskinan. Sedangkan pada
masyarakat menengah ke atas, CA lebih sering terjadi karena ambisi orang tua untuk
menjadikan anaknya selalu yang terbaik. Secara umum terdapat lima faktor pemicu terjadinya
CA, yaitu degradasi moral, kesalahan pola asuh, paparan media, tingkat ekonomi yang

rendah, dan tingkat pendidikan yang rendah.3
Terdapat 4 tipe utama CA, yaitu physical abuse, sexual abuse, emotional abuse, dan
neglect. Selain itu terdapat juga tipe lain dari CA, yaitu ekploitasi anak atau memperkerjakan
anak untuk tujuan komersial dengan mengesampingkan perkembangan fisik, mental, dan
sosial anak.4
Insidensi CA tidak seluruhnya diketahui. Data statistik tidak menunjukkan angka
sebenarnya karena banyaknya kasus yang tidak terlaporkan.5 Di Indonesia, berdasarkan data
Komnas Anak ditemukan 544 kasus pada tahun 2004 dan meningkat menjadi 736 kasus pada
tahun 2005.3, 6 Sampai pertengahan Januari 2006, sudah ditemukan 4 kasus.7
Beberapa negara mempunyai undang-undang yang menjelaskan tanggung jawab legal
untuk melaporkan jika terdapat kecurigaan CA yang harus dilaporkan ke lembaga
perlindungan anak setempat. Pelapor yang diberi mandat untuk melapor antara lain adalah
dokter dan dokter gigi.1 Dokter gigi berada pada posisi strategis untuk mengenali dan
3

melaporkan anak-anak yang mengalami CA karena dokter gigi sering melihat interaksi anak
dengan orang tua/pengasuhnya selama kunjungan perawatan dan dalam periode yang lama.2
Makalah ini akan menjelaskan aspek oral dan dental dari CA dan peran dokter gigi
dalam mengevaluasi keadaan tersebut.


Physical abuse
Phisical abuse adalah cedera fisik yang terjadi pada anak dan bukan disebabkan oleh
kecelakaan.4 Cedera kraniofasial, kepala, wajah, dan leher terjadi pada lebih dari setengah
kasus CA. Pemeriksaan intraoral dan perioral yang seksama diperlukan pada setiap
kecurigaan adanya CA.8 Rongga mulut dan regio orofasial seringkali merupakan fokus pusat
physical abuse karena fungsinya dalam komunikasi dan nutrisi.2,8 Pemeriksaan lengkap dari
orofaring harus meliputi pemeriksaan pada frenulum, gingival, palatum lunak dan keras,
lidah, regio sublingual, mukosa bukal, dan faring posterior untuk melihat setiap tanda-tanda
trauma.9
Cedera pada rongga mulut paling sering diakibatkan oleh trauma benda tumpul seperti
alat makan, tangan, jari, instrumen tumpul, atau substansi kaustik. Penganiayaan ini dapat
menimbulkan kontusio; laserasi lidah, mukosa bukal, palatum, mukosa gusi atau frenulum;
fraktur atau avulsi gigi; fraktur tulang wajah dan rahang; luka bakar; dan cedera
lainnya.Selain itu, trauma pada rongga mulut, lidah, palatum, dan frenula, trauma tumpul pada
gigi dan fraktur tulang fasial serta rahang dapat disebabkan dari trauma yang terus menerus.9
Selain cedera-cedera di atas, diskolorisasi gigi yang menunjukkan adanya nekrosis pulpa
dapat disebabkan oleh trauma sebelumnya.8
Luka, perdarahan, eritema, atau pembengkakan pada kanal telinga luar, bibir pecahpecah, gigi goyang atau patah, laserasi lidah dan kedua mata biru tanpa trauma pada hidung
dapat mengindikasikan adanya physical abuse.1
4


Gambar 1. Memar pada frenulum labialis yang terjadi karena pukulan pada wajah.2

Sexual Abuse
Sexual abuse adalah setiap aksi seksual antara orang tua dengan anak. Tindakan ini
disebut sexual abuse bila orang tua yang melakukannya adalah kerabat atau yang mengasuh,
seperti ayah, ibu, pengasuh, atau guru baik dilakukan di rumah maupun di luar. Bila orang
asing yang melakukan tindakan ini, maka disebut sexual assault.4
Rongga mulut merupakan daerah sexual abuse yang sering terjadi pada anak. Adanya
gonorrhea atau syphilis pada oral atau perioral pada anak yang dalam periode prepubertal
merupakan tanda dari sexual abuse. Deteksi semen dalam rongga mulut anak dapat dilakukan
untuk beberapa hari setelah kejadian sexual abuse. Oleh karena itu, selama pemeriksaan pada
seorang anak yang diduga korban, cotton swab harus dilakukan untuk apus mukosa bukal dan
lidah.8
Eritema atau petechiae palatum, terutama pada daerah sambungan palatum lunak dan
keras, dapat merupakan bukti adanya tindakan pemaksaan oral sex. Lesi oral lainnya dapat
berupa condylomata acuminata.8

5


Gambar 2. Cedera yang disebabkan dari sexual assault.2

Tanda bekas gigitan merupakan lesi yang dapat menunjukkan adanya tindakan abuse.
Dokter gigi harus dapat bertindak sebagai odontologis forensik dalam mendeteksi dan
evaluasi tanda bekas gigitan. Lesi ini selain disebabkan oleh sexual abuse, dapat juga
disebabkan oleh physical abuse. Tanda bekas gigitan yang harus dicurigai adalah ekimoses,
abrasi, atau laserasi dalam pola eliptikal atau ovoid. Tanda bekas gigitan dapat berupa
ekimoses pada derah tengah yang disebabkan oleh 2 kemungkinan, yaitu tekanan positif dari
pengatupan gigi dengan gangguan pembuluh kecil atau tekanan negatif yang disebabkan oleh
isapan lidah.8

A

B

Gambar 3. Tanda bekas gigitan pada anak usia 18 bulan A dan 3 bulan B.2

6

Bekas gigitan manusia harus dapat dibedakan dengan bekas gigitan binatang. Gigitan

binatang seperti anjing cenderung untuk menimbulkan luka robek, sedangkan gigitan manusia
menimbulkan luka tekan seperti abrasi, kontusio, dan laserasi. Gigitan manusia secara normal
berjarak 2,5 sampai 4 cm, yaitu jarak antara kedua kaninus atas. Jika jarak interkaninus ini
kurang dari 2,5, maka bekas gigitan kemungkinan disebabkan oleh anak-anak. Jika jarak 2,5
sampai 3 cm, maka gigitan disebabkan oleh remaja dan jika lebih dari 3 cm, maka gigitan
disebabkan oleh orang tua.8

Emotional Abuse
Emotional abuse adalah setiap tingkah laku atau sikap yang dapat mengganggu
kesehatan mental atau perkembangan sosial seorang anak. Nama lain untuk emotional abuse
adalah verbal abuse, mental abuse, atau psychological maltreatment. Emotional abuse hampir
selalu bersamaan dengan bentuk abuse lain.3
Emotional abuse tidak meninggalkan tanda-tanda trauma pada tubuh, tetapi
meninggalkan trauma psikologis pada anak. Anak dapat menjadi penakut, apatis, tertekan,
gangguan konsentrasi, atau pembangkang. Bila keadaan ini terus berlanjut dapat
menimbulkan kelainan tingkah laku, kognitif, emosi, atau mental yang serius pada anak.
Dokter gigi harus dapat mengenali tanda-tanda seorang anak korban emotional abuse dan
melakukan pendekatan yang sesuai.3

Neglect

Neglect adalah penelantaran terhadap anak baik itu dalam hal pemeliharaan,
pengawasan, perawatan, dan pendidikan yang dapat menyebabkan efek merusak pada kondisi
fisik anak dan perkembangan psikologisnya.1 Terdapat 3 tipe neglect, yaitu, physically

7

neglect, educationally neglect, dan emotionally neglect.3 Dalam bidang kedokteran gigi
terdapat pula dental neglect yang merupakan bagian dari physically neglect. 8
Dental neglect, seperti didefinisikan oleh American Academy of Pediatric Dentistry,
merupakan pengabaian yang disengaja oleh orang tua atau wali terhadap kesehatan rongga
mulut dan gigi anak atau pengabaian untuk mendapatkan perawatan gigi dan mulut yang
diperlukan oleh anak untuk mencapai tingkat kesahatan mulut yang diperlukan untuk fungsi
yang memadai 8 Dental neglect dapat terlihat sebagai adanya karies, penyakit periodontal, dan
penyakit rongga mulut lainnya.8,9
Karies, penyakit periodontal, dan kondisi oral lainnya jika tidak dirawat dapat
mengarah pada nyeri, infeksi, dan kehilangan fungsi oral sehingga dapat mempengaruhi
komunikasi, nutrisi, kegiatan belajar, dan aktivitas anak lainnya yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan normal.8
Kegagalan untuk mendapatkan perawatan gigi yang baik dapat disebabkan oleh
berbagai faktor seperti isolasi keluarga, keuangan yang tidak memadai, ketidakpedulian orang

tua, dan kurangnya penghargaan terhadap nilai kesehatan mulut.8

Pencegahan Child Abuse
Anak merupakan masa depan suatu bangsa. Oleh karena itu CA harus dapat dicegah
karena dampaknya dapat mengganggu proses kehidupan anak yang masih panjang.1
Di Indonesia, mandat dokter gigi dalam melaporkan suatu kejadian CA belum diatur
dalam bentuk undang-undang. Namun pencegahan dan penanggulangan penganiayaan dan
kekerasan pada anak merupkan hal yang serius yang segera harus dilakukan oleh semua
pihak, yaitu orang tua, pendidik, penegak hukum, penanggung jawab keamanan, media masa,
dan pelayanan kesehatan.1

8

KESIMPULAN
CA merupakan segala perlakuan buruk yang dilakukan terhadap anak oleh orang tua,
wali, atau orang lain yang seharusnya memelihara dan merawat anak tersebut. CA terjadi pada
semua strata sosial dan disebabkan oleh berbagai faktor pencetus.
Dokter gigi memiliki peran dalam mengenali, menangani, menolong, dan mengobati
anak korban CA karena seringnya cedera terdapat pada daerah mulut dan wajah. Selain
penanggulangan, Dokter Gigi juga harus berperan dalam mencegah CA karena dampaknya

dapat mengganggu proses kehidupan anak mengingat anak adalah masa depan suatu bangsa.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sitohang, NA. Asuhan Keperawatan pada
www.library.usu.ac.id. Diakses 23 Pebruari 2006.

Anak

Child

Abuse.

Pada

2. Cameron, A. Trauma Management. Dalam : Handbook of Pediatric Dentistry. 2nd ed.
Editor Cameron, AC. Sydney : Mosby. 2003. h. 88 – 90.
3. Sucahyani, BD. Kekerasan pada Anak. Pada www.batampos.com. Diakses 19 Pebruari
2006.
4.


de Benedictis, T., J. Jaffe, dan J. Segal. Child Abuse : Types, Signs, Symptoms,
Causes and Help. Pada www.helpguide.org. Diakses 25 Pebruari 2006.

5. Hopper, J. Child Abuse, Statistic, Research,
www.jimhopper.or.id. Diakses 19 Pebruari 2006.

and

Resources.

Pada

6. Sofiyan, I. PKK Harus Mengajak Masyarakat
www.kotabogoronline.htm. Diakses 19 Pebruari 2006.

terus

Berkiprah.

Pada

7. Data Statistik Kekerasan Pada Anak. Pada www.pdpersi.co.id. Diakses 19 Pebruari
2006
8. Kellog, N. Oral and Dental Aspects of Child Abuse and Neglect. Pediatrics. 2005; 116
: 1565–1568.
9. Sirotnak, AP., T Grigsby. Physical Abuse of Children. Pediatrics in Review. 2004; 24
: 264 – 277.

9