Ketepatan skoring Acute Physiologi and Chronic Health Evaluation (APACHE) III terhadap prognosis penderita pneumonia yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) dewasa

(1)

KETEPATAN SKORING ACUTE PHYSIOLOGI AND CHRONIC HEALTH

EVALUATION (APACHE) III TERHADAP PROGNOSIS PENDERITA

PNEUMONIA YANG DIRAWAT DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU) DEWASA

TESIS

OLEH

IMMANUEL TARIGAN SIBERO

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

DEPARTEMEN PULMONOLOGI & ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA/

RSUP H ADAM MALIK

MEDAN


(2)

KETEPATAN SKORING ACUTE PHYSIOLOGI AND CHRONIC HEALTH

EVALUATION (APACHE) III TERHADAP PROGNOSIS PENDERITA

PNEUMONIA YANG DIRAWAT DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU) DEWASA

TESIS

Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Pendidikan Spesialisasi di Bidang Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H Adam Malik Medan

OLEH

IMMANUEL TARIGAN SIBERO

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

DEPARTEMEN PULMONOLOGI & ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA/

RSUP H ADAM MALIK

MEDAN


(3)

PERNYATAAN

Judul Tesis : KETEPATAN SKORING ACUTE PHYSIOLOGI AND CHRONIC HEALTH EVALUATION (APACHE) III TERHADAP PROGNOSIS PENDERITA PNEUMONIA YANG DIRAWAT DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU) DEWASA

Dengan ini menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yang menyatakan

Peneliti


(4)

LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Tesis : Ketepatan skoring Acute Physiologi and Chronic Health Evaluation (APACHE) III terhadap

prognosis penderita pneumonia yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) dewasa

Nama : Immanuel Tarigan Sibero

Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis I Departemen

Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Menyetujui

Pembimbing

Dr. Fajrinur Syarani, Sp P(K) NIP. 19640531.1991002.2.001

Koordinator Penelitian Ketua Program Studi

Departemen Pulmonologi Departemen Pulmonologi

& Kedokteran Respirasi & Kedokteran Respirasi

Prof.Dr.Tamsil S, Sp P(K) Dr.Zainuddin Amir, Sp P(K) NIP.19521101.198003.1.005 NIP. 19540620.198011.1.001

Ketua Departemen

Pulmonologi & Kedokteran Respirasi

Prof.Dr.H.Luhur Soeroso,Sp P(K) NIP. 19440715.197402.1.001


(5)

TESIS

PPDS DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN I KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

UTARA

RUMAH SAKIT UMUM HAJI ADAM MALIK MEDAN

Judul Tesis : Ketepatan skoring Acute Physiologi and Chronic Health Evaluation (APACHE) III terhadap

prognosis penderita pneumonia yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) dewasa.

Nama Peneliti : Immanuel Tarigan Sibero

Fakultas : Kedokteran Universitas Sumatera Utara Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis I Departemen Pulmonologi & Kedokteran Respirasi

Jangka Waktu : 3 (tiga) bulan

Lokasi : Intensive Care Unit (ICU) RSUP H Adam Malik & RSU Pirngadi Medan

Biaya : Rp. 10.550.000,-


(6)

Telah diuji pada : Tanggal 25 Juni 2011

Panitia Penguji Tesis

Ketua : Dr. Zainuddin Amir, Sp.P(K) Sekretaris : Dr. Noni Novisari Soeroso, Sp.P

Penguji : - Prof. Dr. H. Luhur Soeroso, Sp.P(K)

- Dr. Hilaluddin Sembiring, Sp.P(K), DTM&H

- Dr. Pantas Hasibuan, Sp.P(K)

- Dr. Pandiaman Pandia, Sp.P(K)


(7)

ABSTRAK

Objektif : Pneumonia merupakan masalah kesehatan besar yang

signifikan. Angka kematian di ICU didapati cukup tinggi berkisar 29-55%. Maksud penelitian menganalisa ketepatan skoring APACHE III terhadap prognosis kematian dan bertahan penderita critcal ill pneumonia yang dirawat di ICU dewasa.

Metode : Penelitian kuantitatif non eksperimental observasional analitik

perspektif logitudinal studi menggunakan sistem skoring APACHE III di sentra pelayanan ICU dewasa RSUP H Adam Malik dan RSU Pirngadi. Hasil : Dari 81 subjek yang diamati, didapati yang meninggal lebih besar

dari yang hidup sebanyak 61(75,3%) vs 20(24,7%). Rata-rata skor APACHE III dan skor fisiologik akut didapat menunjukan perbedaan yang bermakna terhadap prognosis subjek yang meninggal dan bertahan, p=0,0001, dimana nilai rata-rata skor APACHE III dan skor fisiologik akut yang tinggi menunjukkan adanya hubungan yang bermakna terhadap terjadinya kematian. Survival life mendapati median lama bertahan pada interval waktu 68,118 / 2,83 hari. Cut off skor APACHE III yang didapat pada skor 35 namun sensitiviti dan spesifisiti yang didapati sangat rendah sehingga hal ini tidak dapat dipakai dalam menentukan prognosis.

Kesimpulan : Semakin tinggi nilai skor APACHE III dan skor fisiologik

akut menunjukkan buruknya prognosis. Perlu dilakukan evaluasi skor APACHE III terhadap critical ill pneumonia di ICU dewasa.


(8)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS

Nama : dr. Immanuel Tarigan Sibero

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 1 Pebruari 1970

Agama : Kristen Protestan

Pekerjaan/Instansi : Dokter Paska PTT :

Alamat : Jl. Setiabudi No. 463 A, Tj. Sari, Medan KELUARGA

Istri : Eva Juniati Nathasa Ginting, SP, Msi

Anak : Ivhana Chiselya R Tarigan

Edo Okto Firmansah Tarigan PENDIDIKAN

1. SD NEGERI NO: 060895 MEDAN : Ijazah 1983 2. SMP NEGERI 8 MEDAN : Ijazah 1986 3. SMA NEGERI 1 MEDAN : Ijazah 1989 4. FAKUTAS KEDOKTERAN UMI MEDAN : Ijazah 2001

RIWAYAT PEKERJAAN

1. Dokter PTT Puskesmas Tamiai Kab Kerinci, Jambi :2001-2003 2. PPDS Ilmu Peny Paru & Ked Respirasi FK USU :2005-sekarang

PERKUMPULAN PROFESI 1. Anggota IDI

2. Anggota Muda PDPI Cabang Sumatera Utara

PELATIHAN YANG PERNAH DIIKUTI

1. Work Shop Keterampilan Bronkoskopi di Padang Panjang

PARTISIPASI DALAM KEGIATAN ILMIAH

1. Menyajikan makalah pada KONAS XI PDPI 2008 di Bandung 2. Peserta pada MERCY 2010


(9)

TUGAS

Selama mengikuti pendidikan telah membawakan :

1. Sari Pustaka : 6 buah

2. Laporan Kasus : 5 buah


(10)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur dan terima kasih penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sebab berkat rahmat dan kasih karuniaNya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul ” Ketepatan Skoring Acute Physiologi and Chronic Health Evaluation (APACHE) III Terhadap Prognosis Penderita Pneumonia Yang Dirawat Di Intensive Care Unit (ICU) Dewasa ”, yang merupakan persyaratan akhir pendidikan keahlian di Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan.

Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak baik dari guru-guru yang penulis hormati, teman sejawat asisten Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU, paramedis dan non medis serta dorongan dari pihak keluarga. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang saya hormati :

Prof. Dr. H. Luhur Soeroso, Sp P (K) sebagai Ketua Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan, yang tiada henti-hentinya memberikan bimbingan ilmu pengetahuan, senantiasa menanamkan disiplin, ketelitian dan perilaku yang baik serta pola berpikir dan bertindak ilmiah, yang mana hal tersebut sangat berguna bagi penulis untuk masa yang akan datang.


(11)

Dr. Pantas Hasibuan, Sp P(K) Onk sebagai Sekretaris Departemen Pulmonolgi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan, yang telah banyak memberikan penulis bimbingan, saran, dorongan dan nasihat yang bermanfaat dalam menjalani dan menyelesaikan pendidikan.

Dr. H. Zainuddin Amir, Sp P(K) sebagai TK-PPDS dan Ketua Program Studi Departemen Pulmonolgi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan, yang telah banyak memberikan bimbingan, bantuan, dorongan dan nasehat yang sangat berguna sebagai pembangkit semangat untuk maju selama penulis menjalani masa pendidikan.

Dr. Noni N Soeroso Sp P sebagai Sekretaris Program Studi Departemen Pulmonolgi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan, yang telah banyak memberikan bimbingan, pembelajaran serta disiplin yang baik selama mengikuti pendidikan.

Prof. Dr. H. Tamsil Syafiuddin, Sp P(K) sebagai koordinator penelitian ilmiah di Departemen Pulmonolgi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan dan Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) cabang Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bantuan, dorongan,bimbingan, pengarahan dan masukan dalam rangka penyusunan dan penyempurnaan tulisan ini.

Dr. H. Hilaluddin Sembiring, DTM&H, Sp P(K) yang senantiasa tiada jemunya membantu, mendorong dan memotivasi serta membimbing


(12)

dan menanamkan disiplin, ketelitian, berpikir dan berwawasan ilmiah serta selalu mendorong penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.

Dr. Widirahardjo, Sp P(K) yang telah banyak memberikan penulis bimbingan, saran, dorongan dan nasehat yang bermanfaat dalam menjalani dan menyelesaikan pendidikan.

Dr. H. Pandiaman Pandia, Sp P(K) yang telah banyak memberikan bantuan, bimbingan, motivasi dan saran serta nasehat yang bermanfaat selama menjalani masa pendidikan.

Dr. Fajrinur Syarani, Sp P(K) sebagai pembimbing penulis yang banyak memberikan bantuan, motivasi, bimbingan dan dorongan moril bagi penyelesaian tulisan ini.

Drs. Abdul Djalil Amri Arma, M.Kes dan Dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes sebagai pembimbing statistik penulis yang telah banyak memberikan bantuan dan bimbingan serta membuka wawasan penulis dalam menyelesaikan tulisan ini.

Penghargaan dan ucapan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya tak lupa penulis sampaikan kepada yang terhormat Alm. Dr. Sumarli, Sp P(K), Alm. Dr. Sugito, Sp P(K), Prof. Dr. RS Parhusip, Sp P(K) dan Dr. Usman, Sp P yang telah banyak memberikan bimbingan, nasihat, ilmu pengetahuan dan pengalaman klinis selama mengabdi di Departemen Pulmonolgi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan yang sangat berguna selama penulis menjalani pendidikan.


(13)

Penghargaan dan ucapan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya tak lupa penulis sampaikan kepada yang terhormat Dr. Parluhutan Siagian, SpP, Dr. Amira P Tarigan, Sp P, Dr. Bintang YM Sinaga, Sp P, Dr. Setia Putra Tarigan Sp P, Dr. Ucok Martin, Sp P yang telah banyak memberikan bantuan, masukan dan pengarahan selama menjalani pendidikan.

Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada yang terhormat Dekan Fakultas Kedokteran USU Medan, Direktur RSUP H Adam Malik Medan, Direktur RSU Pirngadi Medan, Ketua Departemen Anestesiologi dan Reanimasi FK USU/RSUP H Adam Malik Medan, Kepala Instalasi Perawatan Intensif RSU Pirngadi Medan yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan kepada penulis dalam melaksanakan dan menyelesaikan penelitian ini.

Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada perawat Instalasi Perawatan Intensif RSUP H Adam Malik dan RSU Pirngadi Medan yang telah memberikan bantuan selama melaksanakan penelitian ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada teman sejawat peserta Program Studi Pendidikan Spesialisasi Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi, pegawai tata usaha, perawat/petugas poliklinik, ruang rawat inap, ruang bronkoskopi, instalasi perawatan intensif, instalasi gawat darurat RSUP H Adam Malik atas bantuan dan kerja sama yang baik selama menjalani masa pendidikan.


(14)

Dengan penuh rasa hormat tak terhingga dan terima kasih yang tiada terbalas penulis sampaikan kepada kedua orang tua saya yang telah berpulang Bapak Kawasen Tarigan dan Ibu Ukur Muli br Ginting serta Ayah Ibu Mertua yang sangat saya hormati dan cintai Drs. Rezeki Ginting, Ak dan Dkn.Em.Ir. Menauli Tarigan,MS yang tiada henti-hentinya memberikan dukungan, motivasi, bimbingan, kasih sayang dan doa restu dalam menjalani pendidikan spesialisasi ini.

Kepada istriku yang tercinta Eva Juniati Nathasa Ginting, SP, Msi serta anak-anakku Ivhana Chiselya RT dan Edo Okto Firmansah yang dengan sabar selalu setia dalam suka dan duka senantiasa memberi dorongan semangat, motivasi, doa dan cinta kasih serta banyak pengorbanan, penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan atas semuanya.

Akhirnya pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas segala kekurangan, kekhilafan dan kesalahan yang pernah diperbuat selama ini. Semoga ilmu, keterampilan dan pembinaan kepribadian yang penulis dapatkan selama ini dapat bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa dan mendapat restu dari Tuhan Yang Maha Esa.

Medan, Maret 2011 Penulis


(15)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ii

KATA PENGANTAR iv

DAFTAR ISI ix

DAFTAR SINGKATAN xi

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

BAB 1. PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 6

1.3. Hipotesa Penelitian 6

1.4. Tujuan Penelitian 7

1.5. Manfaat Penelitian 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 9

2.1. Pneumonia di Intensive Care Unit (ICU) 9 2.2. Sistem Skoring APACHE III Sebagai Sistem Skoring Berat

Penyakit 13 2.3. Sejarah Perkembangan Sistem Skoring Acute Physiology

and Chronic Health Evaluation (APACHE) 14 2.4. Prediksi Sistem Skoring APACHE III di ICU 20

2.5. Kerangka Konsep 25

BAB 3. METODE PENELITIAN 26

3.1. Rancangan Penelitian 26

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 26

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 26

3.4. Perkiraan Besar Sampel 27

3.5. Kriteria Inklusi dan Ekslusi 27

3.6. Pelaksanaan Penelitian 28

3.6.1 Kerangka Operasional 29

3.7 Variabel Penelitian 30

3.8 Definisi Operasional 30

3.9 Manajemen dan Analisa Data 31

BAB 4. HASIL PENELITIAN 33

4.1 Karakteristik Subjek Penelitian 33

4.2 Hasil Akhir Rawatan (Prognosis) Berdasarkan Karakteristik Jenis Kelamin, Kelompok Umur dan Asal Rawatan 35 4.3 Hasil Akhir Rawatan (Prognosis) Dengan Skor APACHE III, Skor Fisiologik Akut Dan Lama Rawatan 38 4.4 Ketepatan skor APACHE III Dengan Hasil Akhir Rawatan

(Prognosis) 39 4.5 Analisis Kesintasan Kapan Meier Terhadap Hasil Akhir


(16)

Interval Waktu Pengamatan 41

BAB 5. PEMBAHASAN 45

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 52

6.1 Kesimpulan 52

6.2 Saran 53


(17)

DAFTAR SINGKATAN

AaDO2 : Alveolar-arterial O2 Difference

APACHE : Acute Physiology and Chronic Health Evaluation ATS : American Thoracic Society

CAP : Community Associated Pneumonia FiO2 : Fraction of Inspired Oxygen

GCS : Glasgow Coma Scale

HAP : Hospital Acquired Pneumonia HR : Hearth Rate

ICU : Intensive Care Unit

IDSA : Infectious Disease Society of America IGD : Instalasi Gawat Darurat

LOD : Logistic Organ Dysfunction MAP : Mean Blood Pressure MBP : Mean Blood Pressure

MODS : Multiple Organ Dysfunction Score MPM : Mortality Prediction Model

ODIN : Organ Dysfunction and Infection System OSF : Organ System Failure

PaCO2 : Carbon-dioksid Arterial Pressure PaO2 : Oxygen Arterial Pressure

ROC : Receiver Operating Characteristic

SA : Skor APACHE III

SAPS : Simplified Acute Physiology Score

SCAP : Severe Community Acquired Pneumonia SMRs : Standardized Mortality Ratios

SOFA : Sequential Organ Failure Assesment TRIOS : Three Day Recalibrating ICU Outcomes

UK : United Kingdom

US : United States

VAP : Ventilator Associated Pneumonia WOB : Work of Breathing


(18)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kriteria ATS untuk SCAP 10

Tabel 2. Sistem Skoring APACHE III. Skor Fisiologik Akut untuk Nilai Tanda-tanda Vital dan Abnormalitas

Laboratorium 16

Tabel 3. Sistem Skoring APACHE III. Skor Fisiologik Akut

untuk Nilai Abnormalitas Neurologik 17 Tabel 4. Sistem Skoring APACHE III. Skor Fisiologik Akut

untuk Nilai Gangguan Keseimbangan Asam Basa 18 Tabel 5. Sistem Skoring APACHE III Untuk Nilai Skor Usia, Skor Komorbid Penyakit Kronik 19 Tabel 6. Karakteristik Subjek Penelitian 34 Tabel 7. Tabulasi Silang Antara Hasil Akhir Rawatan

(Prognosis) Berdasarkan Karakteristik

Jenis Kelamin 36

Tabel 8. Tabulasi silang antara hasil akhir rawatan (prognosis) dengan karakteristik kelompok umur 37 Tabel 9. Tabulasi silang hasil akhir rawatan (prognosis)

dengan karakteristik asal rawatan 37 Tabel 10. Nilai rata-rata skor APACHE III dengan prognosis 38 Tabel 11. Nilai rata-rata skor fisiologik akut dengan prognosis 39

Tabel 12. Lama rawatan dengan prognosis 39


(19)

nilai prediksi dan likelihood ratio 40 Tabel 14. Skor APACHE III pada cut off 35 terhadap

prognosis hidup dan mati 41 Tabel 15. Hasil analisis kesintasan (survival life) prognosis

pasien-pasien pneumonia dengan kriteria skor


(20)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kurva tabel kehidupan prognosis pasien-pasien pneumonia dengan kriteria APACHE III di

ICU dewasa 43

Gambar 2. Kurva perbedaan prognosis analisis log rank dengan


(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Persetujuan Komite Etik

Lampiran 2. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian (Keluarga Pasien)

Lampiran 3. Lembar Persetujuan Sebagai Subjek Penelitian Lampiran 4. Status Subjek Penelitian

Lampiran 5. Tabel Kriteria Sistem Skoring APACHE III Lampiran 6. Tabel Data Induk


(22)

ABSTRAK

Objektif : Pneumonia merupakan masalah kesehatan besar yang

signifikan. Angka kematian di ICU didapati cukup tinggi berkisar 29-55%. Maksud penelitian menganalisa ketepatan skoring APACHE III terhadap prognosis kematian dan bertahan penderita critcal ill pneumonia yang dirawat di ICU dewasa.

Metode : Penelitian kuantitatif non eksperimental observasional analitik

perspektif logitudinal studi menggunakan sistem skoring APACHE III di sentra pelayanan ICU dewasa RSUP H Adam Malik dan RSU Pirngadi. Hasil : Dari 81 subjek yang diamati, didapati yang meninggal lebih besar

dari yang hidup sebanyak 61(75,3%) vs 20(24,7%). Rata-rata skor APACHE III dan skor fisiologik akut didapat menunjukan perbedaan yang bermakna terhadap prognosis subjek yang meninggal dan bertahan, p=0,0001, dimana nilai rata-rata skor APACHE III dan skor fisiologik akut yang tinggi menunjukkan adanya hubungan yang bermakna terhadap terjadinya kematian. Survival life mendapati median lama bertahan pada interval waktu 68,118 / 2,83 hari. Cut off skor APACHE III yang didapat pada skor 35 namun sensitiviti dan spesifisiti yang didapati sangat rendah sehingga hal ini tidak dapat dipakai dalam menentukan prognosis.

Kesimpulan : Semakin tinggi nilai skor APACHE III dan skor fisiologik

akut menunjukkan buruknya prognosis. Perlu dilakukan evaluasi skor APACHE III terhadap critical ill pneumonia di ICU dewasa.


(23)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pneumonia merupakan masalah kesehatan besar yang signifikan, didapati lebih dari 4 (empat) juta kasus setiap tahunnya di US (United States), dan menduduki urutan keenam sebagai penyebab kematian terbesar. Lebih dari 20% pasien pneumonia komuniti (Community Acquired Pneumonia) masuk rumah sakit, dan terhadap pasien dengan penyakit lain 10-20% berkembang menjadi pneumonia nosokomial (Hospital Acquired Pneumonia). Pneumonia komuniti merupakan salah satu terbanyak dijumpai mengalami severe community acquired pneumonia (SCAP) sebagai penyebab masuk ke intensive care unit (ICU). Pneumonia komuniti berat (SCAP) dijumpai berkisar 10-20% dari seluruh kasus pneumonia yang ada didalam perawatan ICU. Angka kematian di ICU didapati cukup tinggi berkisar 29-55%. Dari suatu penelitian meta analisis, yang melibatkan sejumlah 33.148 pasien, kematian rumah sakit didapati sebesar 13,7%, kematian di ICU lebih tinggi mencapai 36,5%.1,2

Infeksi nosokomial merupakan masalah yang sering dijumpai di rumah sakit. Di US sebanyak 5,7% pasien yang dirawat secara akut mengalami infeksi nosokomial. Kekerapan infeksi nosokomial saluran napas bawah menempati urutan kedua setelah infeksi saluran kemih, yaitu sebanyak 13-18%. Pneumonia di perawatan ICU lebih sering


(24)

dibanding ruangan umum, yaitu berkisar 42% dan sebagian besar (47%) terjadi pada penderita dengan ventilator mekanik. Kelompok pasien ini merupakan bagian terbesar dari pasien yang meninggal di ICU akibat pneumonia nosokomial. Laporan lain pneumonia nosokomial terjadi berkisar 22-24% dengan ventilator mekanik di ICU dalam waktu 7,9 hari setelah pemakaian ventilator mekanik dan menimbulkan kematian sebesar 33-42%. Lama rawatan bertahan terhadap pasien-pasien pneumonia bervariasi dan dipengaruhi oleh banyak faktor. Menendez dkk meneliti lama rawatan pneumonia berdasarkan keadaan klinik dan tipe rumah sakit, mendapati nilai median lama rawatan berkisar 9 hari. Penelitian di Singapura oleh Poulose terhadap SCAP di ICU mendapatkan median lama rawatan 5 hari.2,3

Pneumonia aspirasi menunjukkan suatu kondisi yang sering dijumpai terhadap pasien-pasien yang masuk dan dirawat di ICU, dimana kebanyakan sering tidak diduga sebagai penyebab keberadaan pneumonia. Insiden keberadaannya terhadap penyebab terjadinya pneumonia komuniti berat di ICU tidak begitu diketahui, dimana rata-rata angka kematiannya bervariasi dari satu studi ke studi lainnya, berkisar 7,5-62% yang mana kejadian aspirasi pneumonia ini menunjukkan prognosis yang cenderung lebih buruk.4

Faktor-faktor resiko terpenting terbanyak sebagai penyebab kematian terhadap kasus-kasus pneumonia sering dijumpai termasuk diantaranya faktor usia, adanya konsolidasi multilobus, gagal napas, ventilasi mekanik,


(25)

syok, bakterimia, gagal ginjal, status mental yang terganggu, terapi antibiotik tidak adekuat dan juga tingginya skor Acute Physiologi and Chronic Health Evaluation (APACHE).5 Banyak penelitian yang menjelaskan parameter hemodinamik dalam mengidentifikasi indikator prognosis terhadap pasien-pasien critical ill. Hubungan sistem skoring APACHE terhadap pasien-pasien critical ill pneumonia yang masuk ke ICU dalam 24 jam pertama penilaian, beberapa diantaranya yang berhubungan, yaitu termasuk perubahan tekanan darah, meningkatnya frekuensi pernapasan, perubahan status mental serta didapatinya temperatur yang berfluktuasi. Aspek lain juga berkorelasi dengan prognosis, yaitu faktor immunosupresi dan penyakit komorbid lainnya.2,5

Sistem-sistem skoring telah banyak dipergunakan dalam menilai beratnya penyakit terhadap pasien-pasien critical ill yang masuk ke intensive care unit (ICU) untuk memprediksi faktor resiko prognosis kemungkinan dapat sembuh (keluar perawatan ICU) atau meninggal dari perawatan ICU. Sistem-sistem skoring prognosis beberapa diantaranya seperti Simplified Acute Physiologi Score II (SAPS II), Mortality Prediction Model II (MPM II), dan Acute Physiologi and Chronic Health Evaluation III (APACHE III) adalah beberapa dari sistem-sistem skoring yang ada dan telah berkembang cepat dalam peranannya untuk memprediksi prognosis kemungkinan kematian terhadap pasien-pasien dewasa yang masuk ke ICU.6 Sistem skoring APACHE adalah salah satu sistem skoring prognosis yang paling banyak digunakan di ICU di Amerika Serikat.


(26)

Sistem-sistem ini menggunakan variabel-variabel prediktor seperti diagnosis, usia, status riwayat penyakit kronik, dan ukuran-ukuran fisiologik, yang mana kesemuanya mempunyai dampak terhadap kematian.6,7,8

Perawatan intensif di ruang ICU memerlukan fasilitas sarana, prasarana, tenaga ahli, pelaksana serta biaya. Pasien-pasien criticall ill yang masuk ke ICU secara potensial membutuhkan pelayanan dan penatalaksanaan yang menunjang hidup / lifethreatening support, haruslah di tatalaksanai dan dimonitor secara ketat untuk mengatasi masalah kedaruratan keadaan akutnya. Prognosis pasien-pasien critical ill yang masuk ICU perlu ditegakkan untuk mengetahui seberapa peluang kemungkinan pasien mendapatkan keuntungan dari perawatannya. Keadaan beratnya penyakit berpengaruh terhadap kematian, perawatan intensif, macam dan jenis intervensi pengobatan, lamanya perawatan serta biaya. Beratnya penyakit diartikan dan diukur dengan menilai derajat abnormalitas atau adanya kondisi keadaan patologik serta adanya intensitas keadaan penyakit yang akut.6,7,8,9,10

Penyakit-penyakit paru / masalah-masalah respirasi merupakan salah satu penyakit / keadaan yang paling bertanggung-jawab terhadap kondisi yang memungkinkan mengalami kesakitan dan kematian di dalam perawatan intensif di ICU. Pneumonia adalah salah satu kasus yang paling sering dijumpai di ICU. Sistem-sistem skoring yang mana beberapa variabelnya berhubungan dengan masalah-masalah respirasi (termasuk


(27)

kasus pneumonia), beberapa secara garis besar, seperti alveolar-arterial O2 diffference (AaDO2), tekanan darah partial darah arteri (PaO2), fraction of inspired oxygen (FiO2) serta juga status keadaan asam basa dari pasien.5,11

Keadaan akut pasien dapat dipakai sebagai salah satu pedoman untuk menentukan prognosis pasien yang dirawat di ICU. Knauss dkk meneliti secara akurat prediksi kematian terhadap pasien-pasien critical ill dewasa yang masuk ke rumah sakit terhadap 17.440 pasien yang dirawat pada 40 ICU yang diamati secara prospektif di Amerika Serikat pada tahun 1991. Skor APACHE III banyak dilaporkan pada beberapa jurnal untuk memprediksi prognosis pasien yang dirawat di ICU.3,6 Penelitian yang dilakukan oleh Zimmerman dkk di Amerika Serikat pada tahun 1998 terhadap 25.448 pasien mendapatkan hasil yang sangat baik, tidak ada perbedaan antara prediksi kematian rumah sakit (12,27 %) dengan hasil yang diamati (12,35 %). Rata-rata prediksi kematian dan yang diobservasi tidak begitu berbeda signifikan (p<0,1). Penelitian multisenter ini dilakukan untuk memprediksi hasil perawatan pasien-pasien critical ill di ruang ICU. Tanumiharja dan Hariadi melakukan penelitian di Surabaya tahun 1993 pada pasien gawat paru mendapatkan hasil , bila skor APACHE lebih besar dari 64 maka harus diwaspadai dan perlu diambil langkah-langkah yang lebih intensif. Penelitian di ICU RS Persahabatan, Jakarta oleh Wiweka dkk pada tahun 2003 terhadap penderita gawat paru dengan penyakit dasar paru dan paska bedah toraks mendapatkan sensitiviti skor


(28)

Apache III sebesar 69,32 % dan spesifisiti 79,25 %, serta nilai cut off pointnya adalah 45.6,7,10

Penelitian mengenai evaluasi sistem skoring APACHE III terhadap pasien-pasien critical ill pneumonia di ICU belum ada pernah dilakukan di Medan. Adapun maksud dari penelitian ini untuk menganalisa ketepatan skoring APACHE III terhadap prognosis kematian dan bertahan penderita critcal ill pneumonia yang dirawat di ICU dewasa.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu perlu dilakukan analisa evaluasi sistem skoring APACHE III untuk mengetahui prognosis kematian dan bertahan pasien-pasien pneumonia yang dirawat di ICU dewasa.

1.3 HIPOTESA PENELITIAN

Sistem skoring APACHE III bermanfaat dalam memprediksi prognosis hidup/ bertahan atau meninggal pasien-pasien pneumonia yang dirawat di ICU dewasa.


(29)

1.4TUJUAN PENELITIAN

1.4.1 TUJUAN UMUM

Untuk mengetahui ketepatan skoring APACHE III sebagai prognosis kematian dan bertahan pasien-pasien pneumonia yang dirawat di ICU dewasa.

1.4.2TUJUAN KHUSUS

a. Untuk mengetahui nilai cut off point skor APACHE III terhadap prognosis kematian dan bertahan pasien-pasien pneumonia yang dirawat di ICU dewasa.

b. Untuk mengetahui nilai sensitivitas dan spesifisitas skor APACHE III terhadap prognosis kematian dan bertahan pasien-pasien pneumonia di ICU dewasa.

c. Untuk mengetahui nilai duga (predictive values) skor APACHE III terhadap prognosis kematian dan bertahan pasien-pasien

pneumonia di ICU dewasa.

d. Untuk mengetahui rasio kemungkinan (likelihood ratio) skor APACHE III terhadap prognosis kematian dan bertahan pasien-pasien pneumonia di ICU dewasa.

e. Untuk mengetahui survival life (lama bertahan) pasien-pasien pneumonia yang dirawat di ICU dewasa.


(30)

1.5 MANFAAT PENELITIAN

a. Sistem skoring kriteria APACHE III dapat dijadikan pedoman dalam menentukan kemungkinan prognosis pasien-pasien pneumonia di ICU dewasa.

b. Nilai skor prognosis APACHE III dapat dijadikan penuntun dalam menilai prediksi seberapa besar peluang pasien-pasien pneumonia mendapatkan kesembuhan dari perawatan di ICU dewasa.

c. Memperoleh data dan informasi bagi penelitian berikutnya mengenai sistem skoring APACHE III di ICU dewasa.


(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PNEUMONIA DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU)

Severe community-acquired pneumonia (SCAP) merupakan pneumonia akut berat yang sering masuk dan membutuhkan perawatan intensif di ICU. Pneumonia komuniti merupakan suatu penyakit infeksi pernapasan akut yang didapati di luar rumah sakit yang manifestasinya berupa karakteristik gejala (batuk, adanya dahak, sesak, nyeri dada pleuritik dan didapati atau tidak perubahan status mental) dengan adanya gambaran infiltrat baru secara radiologi, juga adanya demam (>38,5oC) atau hipotermi (< 36oC), dengan adanya peningkatan atau penurunan jumlah sel darah putih. Sedangkan SCAP adalah pneumonia yang membutuhkan perawatan ICU terutama ventilasi mekanik yang disebabkan satu atau beberapa alasan seperti, gagal napas hipoksemia (PaO2 < 60 mmHg) terhadap pasien dengan pemberian maksimal oksigen, gagal napas hiperkapnia (pH < 7,25 dengan PaCO2 > 50 mmHg) atau dijumpainya ketidakmampuan untuk mempertahankan pernapasan sehingga menyebabkan status mental terdepresi. Beberapa kriteria klinik terhadap penderita pneumonia yang dapat diidentifikasi sebagai faktor prognosis buruk seperti, membutuhkan ventilator mekanik, syok, penurunan kesadaran, keterlibatan multilobus, usia > 65 tahun, frekuensi pernapasan > 30/menit, gagal ginjal akut, bakterimia dan adanya penyakit


(32)

penyerta. Panduan terbaru dari konsensus Infectious Dissease Society of America (IDSA)/ American Thoracic Society (ATS) telah menyertakan beberapa kriteria yang menyatakan kriteria beratnya SCAP seperti, membutuhkan perawatan ventilator mekanik, syok septik, frekuensi pernapasan > 30/menit, infiltrat multilobar, trombositopenia, leukopenia, hipotermi dan hipotensi.1,3,5,12,13,14

Severe CAP diperkirakan 10-20% kasus dari CAP yang masuk ke ICU. Definisi yang sederhana dari SCAP adalah suatu CAP yang membutuhkan perawatan ICU. American Thoracic Society (ATS) mempublikasikan kriteria dari SCAP yaitu seperti berikut:

Tabel 1. Kriteria ATS untuk Severe Community-acquired Pneumonia (SCAP)13

Frekuensi pernapasan > 30 kali per menit saat masuk Rasio PaO2/FiO2 < 250 mmHg

Membutuhkan ventilasi mekanik

Gambaran radiografi dada melibatkan lobus bilateral atau multipel lobus, konsolidasi meningkat > 50% dalam 48 jam setelah masuk

Tekanan darah sistolik < 90 mmHg, atau tekanan darah diastolik < 60 mmHg, vasopressor > 4 jam

Produksi urin < 20 ml/ jam, atau total produksi urin < 80 ml selama 4 jam, atau gagal ginjal akut yang membutuhkan dialisis


(33)

Pasien-pasien critical ill di ICU dapat berupa pneumonia komuniti dan pneumonia nosokomial. Pneumonia nosokomial adalah infeksi nosokomial yang paling banyak dijumpai di dalam perawatan ICU, yang dapat diklassifikasikan sebagai berikut :

- Pneumonia yang didapati di rumah sakit setelah > 48-72 jam masuk rumah sakit.

- Pneumonia yang didapati di ICU yang terjadi pada pasien-pasien yang tidak mendapati penanganan dengan ventilator mekanik atau terhadap pasien yang berhasil bernapas spontan selama > 48 jam setelah ekstubasi.

- Early Ventilator Assosiated Pneumonia (VAP) yang didapati terhadap pasie-pasien yang mendapatkan penanganan ventilator mekanik selama 2-5 hari.

- Late VAP yang terjadi terhadap pasien-pasien mendapatkan tindakan ventilator mekanik > 5 hari.

Kekerapan infeksi nosokomial saluran napas bawah menempati urutan kedua setelah infeksi saluran kemih, yaitu sebanyak 13-18%. Pneumonia di perawatan ICU lebih sering dibanding ruangan umum, yaitu berkisar 42% dan sebagian besar (47%) terjadi pada penderita dengan ventilator mekanik. Kasus pneumonia secara klinik didefinisikan sebagai adanya suatu infeksi akut (didapati paling tidak satu dari hal berikut : adanya demam atau menggigil, temperatur > 38,2oC atau < 35,5oC, hitung jenis darah putih > 11 x 109/L atau < 3 x 109/L atau adanya differensial


(34)

yang abnormal) dan adanya tanda atau gejala (paling tidak satu dari hal : suara pernapasan abnormal, takhipnu, batuk, produksi sputum, batuk darah, nyeri dada atau dispnu, radiologi adanya infiltrat baru).

Pneumonia aspirasi merupakan suatu keadaan penyakit paru yang disebabkan masuknya cairan abnormal, substansi dan bahan sekresi endogen baik dari saluran pernapasan atas atau lambung ke saluran napas bawah. Untuk dapat berkembangnya suatu pneumonia aspirasi bergantung kepada status kekebalan mekanisme pertahanan tubuh yang melindungi saluran pernapasan bawah, seperti mekanisme menutupnya glottis, refleks batuk serta mekanisme pembersihan jalan napas itu sendiri. Faktor resiko terhadap terjadinya pneumonia aspirasi beberapa diantaranya seperti keadaan pembiusan, penurunan kesadaran / status mental dan juga terhadap pemakaian selang makanan, ventilator dan lain sebagainya.15

Beratnya penyakit ditentukan berdasarkan sistem skoring APACHE III yaitu skor berkisar 0 – 299, dengan tingginya skor mengindikasikan lebih beratnya penyakit dan meningkatkan resiko kematian pada saat masuk ICU. Validasi skor yang menyatakan beratnya penyakit seperti, usia pasien, kondisi komorbid penyakit dan parameter-parameter fisiologik seperti, tanda-tanda vital, nilai-nilai kimiawi serologi, nilai gas darah arterial dan Glasgow Coma Score. Sistem skoring APACHE III menggabungkan dan menilai beberapa variabel, yaitu beberapa diantaranya seperti :


(35)

a. variasi variabel fisilologik (seperti mean arterial pressure, temperatur, tekanan parsial arteri oksigen, alveolar arterial O2 difference, frekuensi nadi dan pernapasan)

b. nilai laboratorium (beberapa seperti hemoglobin, kreatinin, hitung sel darah putih)

c. usia

d. variabel penyakit kronik

e. status neurologik /Glasgow Coma Scale (GCS)3,5,17,18,19

2.2SISTEM SKORING APACHE III SEBAGAI SISTEM SKORING

BERAT PENYAKIT

Berkisar tahun 1980 beberapa intensivis memutuskan untuk membuat skoring beratnya penyakit terhadap pasien-pasien yang dirawat di intensive care unit (ICU) dengan maksud membandingkan populasi dan mengevaluasi hasil akhirnya (outcome prognosis). Hasil akhir (outcome prognosis) dari suatu perawatan intensif bergantung dari berbagai faktor / keadaan yang ada yang didapati pada hari pertama masuk ICU dan juga bergantung terhadap penyebab sakitnya sehingga dirawat di ICU. Sistem skoring beratnya penyakit umumnya terdiri dari 2 (dua) bagian, sistem skoring itu sendiri dan model probabilitasnya. Skoring itu sendiri adalah angka-angka atau sejumlah angka / nilai dimana jika semakin tinggi angka / nilai yang didapati, semakin buruk kemungkinan beratnya penyakit.


(36)

Model probabilitas adalah suatu persamaan / analisa yang menghasilkan kemungkinan prediksi kematian pasien.6,7,9

Model sistem skoring beratnya penyakit telah banyak dipublikasikan, namun hanya beberapa yang sering dipergunakan. Kebanyakan skor-skor tersebut dikalkulasi dari pengumpulan data di hari pertama masuk rawatan ICU, beberapa diantaranya salah satunya sistem skoring Acute Physiologi and Chronic Health Evaluation (APACHE). Sistem skoring prognosis ini telah berkembang untuk mengestimasi kemungkinan kematian terhadap pasien-pasien dewasa yang masuk ICU. Sistem ini menggunakan variabel-variabel prediktor seperti diagnosis, usia, status riwayat penyakit kronik dan keadaan fisiologik, yang mana kesemuanya mempunyai dampak terhadap prognosis. 7,9,20,21,22

2.3 SEJARAH PERKEMBANGAN SISTEM SKORING ACUTE

PHYSIOLOGI AND CHRONIC HEALTH EVALUATION (APACHE)

Pertama berkembang pada tahun 1981 di George Washington University Medical Centre, sistem skoring Acute Physiology Chronic Health Evaluation (APACHE) telah didemonstrasikan untuk membuktikan keakuratan dan pengukuran yang memungkinkan terhadap beratnya penyakit pada pasien-pasien criticall ill. Sistem skoring APACHE yang pertama (APACHE I) mengandung 34 variabel, nilai variabel terburuk dicatat dan dinilai dalam 32 jam pertama masuk ICU dan hasil akhir didapati sebagai skor fisiologik akut.


(37)

Pada tahun 1985, Knaus dkk memperkenalkan versi sistem skor APACHE yang lebih disederhanakan yaitu APACHE II. Model ini mencatat nilai variabel terburuk dalam 24 jam pertama masuk ICU terhadap 12 variabel fisiologik, usia, status pembedahan (pembedahan emergensi / elektif, bukan pembedahan), status riwayat penyakit sebelumnya yang menerangkan penyebab masuknya ke ICU, yang dianalisa secara model regresi multipel logistik yang ditransformasikan skornya untuk memprediksi kemungkinan kematian. Sistem skoring ini berkembang dengan cepat digunakan luas di seluruh dunia, telah banyak digunakan dalam bidang administrasi, perencanaan, quality assurance, membandingkan diantara ICU bahkan membandingkan terhadap grup-grup uji klinik.

Versi yang ketiga, APACHE III, telah mengevaluasi secara prospektif terhadap 17440 pasien yang masuk di 40 ICU rumah sakit di Amerika Serikat pada tahun 1988 – 1989. Sistem variabel yang termasuk dalam skoring APACHE III yaitu berdasarkan pencatatan nilai variabel terburuk dalam 24 jam pertama pasien masuk ICU, skor berkisar 0 - 299 terhadap 17 variabel fisiologik, Glasgow Coma Score (GCS), untuk nilai skor usia dan tujuh kondisi komorbid penyakit kronik. Skor APACHE III adalah skor untuk menilai beratnya penyakit critical ill di ICU yang dikalkulasikan terhadap variabel-variabel usia pasien, adanya kondisi komorbid penyakit, investigasi laboratorium dan fisiologik yang terburuk dalam 24 jam pertama masuk ICU. Dalam sistem skoring APACHE III usia pasien dan


(38)

riwayat penyakit kronik mencapai nilai 47. Dalam 24 jam pertama masuk rawatan, 17 variabel fisiologik dicatat dan dapat mencapai nilai sampai 252. Nilai skor total dikombinasikan dengan asal perawatan sebelumnya serta diagnosis ICU secara prinsipal, hasilnya diolah ke dalam persamaan suatu logistik regresi.7,9,20,22

Tabel 2. Sistem skoring APACHE III. Skor fisiologik akut untuk nilai tanda tanda vital dan abnormalitas laboratorium.23

Nadi 8 ≤39 5 40-49 0 50-99 1 100-109 5 110-119 7 120-139 13 140-154 17 ≥ 155 Rata2 Tek Darah 23 ≤39 15 40-59 7 60-69 6 70-79 0 80-99 4 100-119 7 120-129 9 130-139 10 ≥ 140 Temp o C 20 ≤ 32,9 16 33-33,4 13 33,5-33,9 8 34-34,9 2 35-35,9 0 36-36,9 4 ≥40 Frek Napas 17 ≤5 8 6-11 7 12-13 0 14-24 6 25-34 9 35-39 11 40-49 18 ≥50 PaO2 15

≤49 5 50-69 2 70-79 0 ≥80 AaDO2 0

< 100 7 100-249 9 250-349 11 150-499 14 ≥500 Hemato Krit (%) 3 ≤ 40,9 0 41-49 3 ≥50 Htg Jenis Leukosit 19 <1,0 5 1,0-2,9 0 3,0-19,9 1 20-24,9 5 ≥25 Serum Kreatinin (tanpa ARF) 3 ≤0,4 0 0,5-1,4 4 1,5-1,54 7 ≥ 1,95 Serum Kreatinin (dgn ARF) 0 0-1,4 10 ≥1,5 Prod Urin (cc/hari) 15 ≤ 399 8 400-599 7 500-899 5 900- 1499 4 1500 -0 2000 -1 ≥400 0


(39)

Serum BUN (mg/dl) 0 ≤ 16,9 2 17-19 7 20-39 11 40-79 12 >80 Serum Na (mEq/l) 3 ≤ 119 2 120-134 0 135-154 4 ≥ 155 Serum Albumin (g/dl) 11 ≤1,9 6 2,0-2,4 0 2,5-4,4 4 ≥ 155 Serum Bilirubin (mg/dl) 0 ≤1,9 2,0-5

2,9 6 3,0-4,9 8 5,0-7,9 16 ≥8,0 Serum Glukosa( mg/dl) 8 ≤39 9 40-59 0 60-199 3 200-349 5 ≥ 350

Tabel 3. Sistem skoring APACHE III. Skor fisiologik akut untuk nilai abnormalitas neurologik.23

Mata buka spontan oleh rangsang verbal / rasa nyeri Verbal

Motor

Orientasi,berbicara Bingung Kata &suara tak jelas

Tidak ada respon

Menurut perintah

0 3 10 15

Melokalisir nyeri

3 8 13 15

Reaksi fleksi/reaksi dekortikasi

3 13 24 24

Reaksi

deserebrasi/tak ada respon


(40)

Mata tidak membuka spontan oleh rangsang verbal / rasa nyeri Verbal

Motor

Orientasi,berbicara Bingung Kata &suara tak jelas Tidak ada respon Menurut perintah 16 Melokalisir nyeri 16 Reaksi fleksi/reaksi dekortikasi

24 33

Reaksi

deserebrasi/tak ada respon

29 48

Tabel 4. Sistem scoring APACHE III. Skor fisiologik akut untuk nilai gangguan keseimbangan asam basa.23

pCO2

pH

<25 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 >60 <7,15

7,15-7,19 12 4

7,20-7,24 7,25-7,29

6 3 2

7,30-7,34 9 7,35-7,39 7,40-7,44

0 1

7,45-7,49

5

0 2 12

7,50-7,54 7,55-7,59 3 7,60-7,64 >7,64 0


(41)

Tabel 5. Sistem skoring APACHE III untuk nilai skor usia dan skor komorbid penyakit kronik .23

Usia 0

≤44

5 45-59

11 60-64

13 65-69

16 70-74

17 75-84

24

≥85

Komorbid Penyakit Kronik Skor/Nilai

AIDS 23

Gagal Hati 16

Limpoma 13

Kanker Metastasis 11

Leukemia/Multipel myeloma 10

Immun Kompromais 10

Sirosis 4

Kemampuan secara objektif mengestimasi kemungkinan resiko kematian atau kemungkinan lainnya yang penting dalam mengevaluasi prediksi prognosis merupakan suatu hal yang berkembang dalam penelitian klinis. Berdasarkan metode validasi yang dipergunakan, akurasi dari model prognosis diakses dengan mengukur seberapa baik model menentukan pasien-pasien yang hidup dan mati dan seberapa besar hubungan prediksi dan kematian pasien yang diobservasi.

Kesanggupan suatu sistem skoring prognosis memprediksi secara akurat kemungkinan kematian terhadap pasien-pasien yang masuk ke ICU adalah berdasarkan kondisi-kondisi berikut ; ketersediaannya data, pengumpulan data yang akurat dan reproduksibel, analisa prediktif dapat mengatur sekumpulan kasus yang terdefinisi sebagai usia, komorbiditas, diagnosis, beratnya penyakit serta kontrol terhadap penentuan keberhasilan, seperti pemilihan pasien yang ada, analisa prediktif adalah akurat berdasarkan diskriminasi dan kesanggupan menghitung


(42)

perbedaan yang didapat dalam peyebab rata-rata kematian diantara beberapa subgrup / populasi.24

2.4PREDIKSI SISTEM SKORING APACHE III DI ICU

Klinisi dapat secara akurat memprediksi hasil akhir terhadap perawatan pasien-pasien berat (critical ill patients) dan mendapatkan hasil akhir prognosis yang lebih akurat. Menganalisa dan mengukur beratnya penyakit serta prognosis terhadap pasie-pasien yang dirawat di ICU sangatlah penting dikarenakan :

- kualitas perawatan pasien di antara ICU tidak dapat dibandingkan tanpa adanya pengukuran indeks objektif dari beratnya penyakit.

- prediksi sistem skoring dapat menentukan suatu fondasi yang stabil untuk penelitian masalah efisiensi terapi serta memperkecil dampak perekonomian di ICU.

- Sistem skoring prediksi dapat memplot masalah-masalah penyakit critical ill dan membantu klinisi dalam membuat keputusan.

Karakteristik dari sistem skoring prognosis mengandung nilai-nilai angka untuk menjelaskan beratnya penyakit pasien. Skor-skor nilai angka tersebut lalu didiskribsikan melalui suatu formula matematika sebagai prediksi kematian. Kegunaan dari perhitungan skor bergantung terhadap


(43)

prediksi akurasinya. Didapati 2 (dua) karakteristik dalam menilai akurasi sistem prediksi, yaitu diskriminasi dan kalibrasi.

- Diskriminasi menjelaskan keakurasian dari prediksi yang didapat, sebagai contoh, ketika instrumen skoring memprediksi kematian berkisar 90 %, diskriminasi adalah tepat jika kematian yang diobservasi adalah juga 90 %.

- Kalibrasi menjelaskan bagaimana instrumen memperforma keseluruhan data untuk prediksi kematian, sebagai contoh suatu instrumen prediksi dapat menghasilkan kalibrasi yang tinggi jika dapat secara akurat memprediksi kematian.

Didapati 2 (dua) hal penting secara prinsip dalam mengakses hasil performa instrumen yang baik. Pertama, instrumen harus mengukur / menghasilkan suatu hasil akhir yang penting. Sebagai suatu contoh, kebanyakan sistem skoring ICU menilai hasil kematian, sebenarnya hal menarik lainnya telah berkembang dalam mengakses lamanya perawatan (long-term mortality) dan status fungsional lainnya. Kedua, instrumen skoring haruslah mudah digunakan / diaplikasikan sepanjang didapatinya kelengkapan data-data terhadap pasien-pasien critical ill.24,25,26

Knauss dkk meneliti secara akurat prediksi kematian terhadap pasien-pasien critical ill dewasa yang masuk ke rumah sakit terhadap 17.440 pasien yang dirawat pada 40 ICU yang diamati secara prospektif di Amerika Serikat pada tahun 1991, mendapatkan rata-rata skor APACHE III sebesar 50.7,9 Rivera Fernandez dkk (1998) terhadap sebanyak 86 unit


(44)

ICU dan berkisar 10.929 pasien dewasa yang masuk ICU di Spanyol mendapatkan persentase resiko kematian sebesar 82,3%.27 Bastos PG dkk di Brazil pada 10 ICU dan 1734 pasien mendapatkan prediksi resiko kematian signifikan lebih rendah dibanding hasil yang diobservasi (p<0,0001), standardized mortality ratios (SMRs=1,67).28 Jeong Ihnsook dkk (2003) memprediksi akurasi skor beratnya penyakit dengan APACHE III di ICU Korea terhadap 850 bed mendapatkan terhadap resiko prediksi 0,5 didapati skor APACHE III 66, sensitiviti 0,72, spesifisiti 0,91. Penelitian ini menunjukkan akurasi prediksi menghasilkan diskriminasi yang lebih baik.29 Paulo Antonio Chiavone dkk (2003) mengevaluasi APACHE II pada ICU di Sao Paolo, Brazil mendapatkan dari 521 pasien, skor APACHE II 16,7 ±7,3 dimana semakin tinggi skor semakin tinggi angka kematian, rata-rata prediksi kematian 25,6% dan rata-rata kematian yang terekam adalah 35,5%.30

Jin Hwa lee dkk, Seoul 2007 mengenai hasil akhir dan faktor prognosis CAP, mendapati keseluruhan kematian 56%, faktor independen kematian termasuk PaCO2 < 45 mmHg, urine output < 1,5 L dan tingginya skor APACHE.5 Hideo Uno dkk, Jepang 2007 terhadap penderita VAP nosokomial di ICU dengan kasus kontrol mendapati skor APACHE II 30,2 ± 5,3 vs 20,4 ± 5,8.31 Shahla shiddiqui dkk, Karachi, Pakistan 2004 meneliti skor APACHE II terhadap prediksi tipe dan virulensi sepsis, mendapati skor menengah sebesar 13–16 terhadap 15 pasien dari 36 pasien yang diteliti.32 Spindler dkk, Swedia 2006, meneliti sistem skor


(45)

prognosis terhadap CAP pneumokokus pneumonia, mendapati nilai sor APACHE II 0-10, 2%, 11-20, 14%, 21-30, 75% dan 100% (pada 3 pasien) skor > 30.33Juranko Kolak, Zagreb, Kroasia 2005 terhadap penelitian mengenai kontrol bakterial pneumonia selama ventilator mekanik, mendapatkan skor APACHE berkisar ≥ 15-27 yang berhubungan dengan pertumbuhan kuman gram negatif.34 Jordi relo dkk, Tarragona, Spanyol 2003 terhadap insiden pneumonia nosokomial oleh karena ventilator mekanik, mendapatkan skor APACHE II sebesar 16 (kisaran 3-33).18 Jeremy M Khan dkk, Kansas City, US 2006, mengevaluasi skor APACHE III terhadap kejadian pneumonia nosokomial oleh ventilator mekanik, mendapati skor 68±31 terhadap 87-150 pasien/tahun (kuartil I), skor 70±32 terhadap 151-275 pasien/tahun (kuartil II), 74±33 , 276-400 pasien/tahun (kuartil III), skor 78±34 dari 401-617 pasien/tahun (kuartil IV).35 Silverose Ann, Manila, Filipina, 2004, mendapati skor APACHE III terhadap kejadian late onset VAP sebesar 16,73±7,39 (berkisar 4-38, p=0,661) terhadap 60 pasien yang mendapatkan ventilator mekanik selama > 5 hari. Analisa statistikal univariat menunjukkan skor APACHE III didapati lebih tinggi terhadap late onset VAP.36

Rajnish Gupta dkk mengevaluasi skor APACHE II terhadap pasien-pasien dengan masalah respirasi di Institute tuberculosis & respiratory disease di New Delhi, India tahun 2003 mendapati rata-rata nilai skor 12,87 ± 8,25 atau berkisar 1 – 47, didapati sebanyak 287 (87 %) yang survival dan 43 (13 %) yang tidak survival, dimana rata-rata nilai skor


(46)

APACHE II berkisar masing-masing 11,34±6,75 (range 1-37) dan 23,09±10,01 (range 5-47) dari 330 pasien.11 CK Lee dkk (2002) mengaplikasikan APACHE skor terhadap penderita yang masuk ke ruang gawat darurat dan resusitasi di Hongkong mendapatkan dari 88 pasien, 13 (15 %) meninggal dan 75 (85 %) bertahan. Faktor signifikan berhubungan dengan kematian termasuk usia, mean arterial pressure, tekanan darah, frekuensi pernapasan, pH arteri, serum sodium, Glasgow Coma Score dan chronic health points. Dengan menggunakan analisis logistik regresi mendapatkan prediksi yang kuat terhadap kematian dimana nilai cut off score > 28 , sensitiviti 100,0 % (95 % CI 100,0 – 100,0) spesifisiti 68 % (95 % CI 56,2 – 78,3), positive likelihood rasio 3,13, positive prediktive value 35,1, dan negative likelihood rasio 100,0.37 Hsu CW dkk (2001) di Korea membandingkan skor APACHE II dan III terhadap pasien gagal napas yang masuk ICU, mendapatkan kedua skor secara signifikan menunjukkan tingginya skor berhubungan dengan tingginya kematian. Sistem APACHE III menunjukkan diskriminasi yang lebih tinggi nilainya dibanding APACHE II. Variabel-variabel oksigenasi, mean artery pressure, frekuensi pernapasan, konsentrasi serum kreatinin dan Glassgow Coma Scale memainkan peranan yang penting dalam memprediksi survival terhadap pasien-pasien dengan gagal napas.38


(47)

2.5KERANGKA KONSEP

Pasien-pasien Pneumonia dengan atau tanpa gagal

napas (tipe I & II) di ICU

Work of breathing (WOB) ↑

Stroke volume Work of Hearth (WOH) ↓ Usia

Temperatur Frek nadi Frek napas

MBP PH PaCO2

PaO2 AaDO2

WBC Kreatinin

GCS Komorbid

SKOR APACHE III

MORTALITY Usia

Demam/menggigil Sesak

Batuk

Nyeri dada pleuritik Radiologi abnormal Hitung Jenis

Leukosit Status Mental Kreatinin Komorbid

Lama

Rawatan


(48)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 RANCANGAN PENELITIAN

Rancangan penelitian adalah penelitian kuantitatif non eksperimental berupa observasional analitik dengan pendekatan perspektif logitudinal studi.

3.2 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di sentra pelayanan ICU dewasa RSUP H Adam Malik dan RS Pirngadi Medan selama kurun waktu 3 bulan atau sampel telah terpenuhi.

3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

3.3.1 Populasi Target

Semua pasien-pasien pneumonia yang dirawat di ICU dewasa 3.3.2 Populasi Terjangkau

Semua pasien-pasien pneumonia yang dirawat di ICU dewasa ≥ 24 jam.

3.3.3 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.


(49)

3.4 PERKIRAAN BESAR SAMPEL

Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus yaitu : n = Zα2PQ

d2 dimana :

 Zα = nilai baku normal dari tabel Z yang nilainya tergantung pada nilai α yang ditentukan, α = 0,05  Zα = 1,96

 P = Nilai sensitifitas yang didapati dari kepustakaan sebesar 70 %. (Wiweka dkk,2003)

 Q = 1 – P = 0,30

 d = penyimpangan yang dapat diterima sebesar 10% n = 1,962 . 0,70 (0,30)

0,12 n = 80,6 ≈ 81

besar sampel yang dievaluasi minimal sebanyak 81

3.5 KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI

3.5.1 Kriteria Inklusi

a. Pasien-pasien penderita pneumonia (CAP/HAP/pneumonia aspirasi) dewasa usia ≥ 20 tahun yang masuk dan dirawat di ICU dewasa.

b. Lama rawatan ICU ≥ 24 jam.

c. Pencatatan dan observasi nilai terburuk skor APACHE III dalam 24 jam pertama.


(50)

3.5.2 Kriteria Eksklusi

a. Edema paru kardiogenik b. Atelektasis

c. Pasien-pasien dari rawat inap yang sebelumnya sudah mengalami koma berkepanjangan.

d. Pasien-pasien dari IGD rujukan ICU rumah sakit lain yang sebelumnya sudah mengalami koma berkepanjangan.

3.6 PELAKSANAAN PENELITIAN

1. Pasien-pasien pneumonia yang masuk ICU dilakukan observasi pengamatan dan pencatatan skor APACHE III dalam 24 jam pertama.

2. Observasi lama rawatan dan prognosis hasil akhir perawatan (outcome prognosis), sembuh (keluar perawatan ICU) atau meninggal.

3. Hasil pengamatan prognosis kemungkinan hidup atau meninggal berdasarkan waktu per jamnya.


(51)

3.6.1 KERANGKA OPERASIONAL

SAMPEL Memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

NILAI SKOR APACHE III

ANALISA STATISTIK

LAMA RAWATAN

HIDUP/ BERTAHAN

DATA

MENINGGAL

HASIL PENELITIAN - Nilai cut off point skor APACHE III - Nilai persentase sensitifitas dan spesifisitas

skor APACHE III

- Nilai predictive values skor APACHE III - Nilai likelihood ratio skor APACHE III - Nilai survival life prognosis pneumonia di

ICU

PASIEN-PASIEN

PNEUMONIA (CAP/HAP/PNEUMONIA ASPIRASI) DI ICU


(52)

3.7 VARIABEL PENELITIAN

3.7.1 Variabel bebas

Skor APACHE III penilaian terburuk 24 jam pertama pasien pneumonia (CAP/HAP/pneumonia aspirasi) yang masuk dan dirawat di ICU dewasa.

3.7.2 Variabel terikat

Hasil akhir prognosis pasien pneumonia (CAP/HAP/pneumonia aspirasi) saat keluar rawatan, hidup / bertahan atau meninggal dari ICU dewasa.

3.8 DEFINISI OPERASIONAL

1. Pasien-pasien pneumonia di ICU (CAP/HAP/pneumonia aspirasi) adalah pasien-pasien dewasa berusia ≥ 20 tahun yang masuk dan dirawat di ICU dewasa ≥ 24 jam.

2. Sistem skoring APACHE III adalah sistem untuk menganalisa prognosis (sembuh/keluar perawatan ICU atau meninggal) terhadap pasien-pasien critical ill dewasa yang masuk dan dirawat di ICU dewasa.

3. Skor APACHE III adalah skor pencatatan terburuk dalam 24 jam pertama terhadap pasien-pasien critcal ill yang masuk ICU, yang nilainya berkisar 0 - 299.


(53)

4. Skor Fisiologik Akut adalah skor pencatatan dan observasi terburuk untuk nilai tanda-tanda vital, abnormalitas laboratorium, status neurologik dan keseimbangan asam basa yang nilainya berkisar 0 – 252.

5. Prognosis perawatan adalah hasil akhir perawatan (outcome

prognosis), keluar dari perawatan ICU, hidup/ bertahan atau meninggal. 6. Nilai AaDO2 (Alveolar Arterial Oxygen Gradient) didapat dengan

menggunakan rumus AaDO2 = (7,13 x FiO2) – (paCO2/0,8) – (paO2)

3.9 MANAJEMEN DAN ANALISA DATA

- Untuk karakter-karakter subjek penelitian disajikan dalam bentuk tabulasi.

- Untuk mendapatkan nilai cut off point skor APACHE III dianalisa dengan Receiver Operating Curve (ROC).

- Untuk mendapatkan nilai persentase sensitiviti dan spesifisiti skor APACHE III dengan menggunakan rumus tabel 2 x 2 dan Cat Maker

Sensitivitas = a: (a+c) Spesifisitas = d: (b+d)

- Untuk mendapatkan nilai duga (predictive values) dengan menggunakan rumus tabel 2 x 2 dan Cat Maker

Nilai prediksi positif = a: (a+b) Nilai prediksi negatif = d: (c+d)


(54)

- Untuk mencari likelihood ratio dengan menggunakan rumus tabel 2 x 2 dan Cat Maker RK positif = a/(a+c) : b/(b+d), RK negatif = c/(a+c) : d/(b+d).

- Untuk mengetahui survival life (lama bertahan) pasien-pasien pneumonia di ICU menggunakan analisis kesintasan dengan metode Kaplan Meier.


(55)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Telah dilakukan penelitian pada sejumlah total 81 subjek penderita pneumonia (CAP/HAP/pneumonia aspirasi) dari sejumlah 62 subjek dari rawatan ICU dewasa RSUP H Adam Malik dan 19 subjek dari rawatan ICU dewasa RSU Pirngadi Medan yang dilakukan pencatatan dan observasi prognosis sesuai kriteria sistem skoring APACHE III secara perspektif longitudinal studi dan hasilnya dianalisa secara statistik disajikan sebagai berikut.

4.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Berdasarkan karakteristik jenis kelamin didapati subjek penderita terbanyak pada laki-laki yaitu sebanyak 44 (54,3%) daripada perempuan sebanyak 37 (45.7%) subjek.

Berdasarkan karakteristik umur subjek penelitian didapati umur termuda 20 tahun dan tertua 84 tahun dan dikelompokkan menjadi kelompok umur 20 – 29 tahun, kelompok umur 30 – 39 tahun, kelompok umur 40 – 49 tahun, kelompok umur 50 – 59 tahun dan kelompok umur ≥ 60 tahun. Subjek penelitian terbanyak dijumpai pada kelompok umur ≥ 60 tahun yaitu sebanyak 27 (33,3%) dan terendah pada kelompok umur 30 – 39 tahun yaitu sebanyak 7 (8,6%). Rata-rata umur subjek penelitian dijumpai berkisar 52,80 (SD16,36) tahun.


(56)

Asal rawatan subjek penelitian dikelompokkan menjadi kelompok asal rawatan IGD (Instalasi Gawat Darurat) dan kelompok asal rawatan ruang rawat, dijumpai subjek asal rawatan IGD lebih banyak dari asal rawatan ruang rawat yaitu masing-masing sebanyak 43 subjek (53,1%) dan 38 subjek (46,9%).

Berdasarkan hasil akhir rawatan (prognosis) sesuai kriteria sistem skoring APACHE III, dijumpai hasil akhir rawatan (prognosis) subjek penelitian yang meninggal/ mati lebih besar dibanding subjek penelitian yang hidup/ bertahan, yaitu masing-masing sebesar 61 (75,3%) dan 20 (24,7%).

Tabel 6. Karakteristik subjek penelitian

Karakteristik  Jumlah  Persentase 

   (n)  (%) 

Jenis Kelamin       

Laki‐laki  44  54,3 

Perempuan  37  45,7 

Kelompok Umur       

20 ‐29 tahun  10  12,3 

30 ‐ 39 tahun  8,6 

40 ‐ 49 tahun  12  14,8 

50 ‐ 59 tahun  25  30,9 

≥ 60 tahun  27  33,3 

Asal Rawatan     

IGD  43  53,1 

Ruang Rawat  38  46,9 

Hasil Akhir       

(Prognosis)     

Hidup  20  24,7 


(57)

Rata-rata nilai skor APACHE III yang didapat berkisar 58,30 (SD17,66). Rata-rata nilai skor fisiologik akut yang didapat berkisar 51,53 (SD17,27). Rata-rata lama rawatan yang didapat berkisar 80,92 jam (3,37 hari).

4.2 Hasil akhir rawatan (prognosis) berdasarkan karakteristik jenis

kelamin, kelompok umur dan asal rawatan

Penelitian ini ingin mengetahui hubungan antara skor APACHE III hari pertama rawatan dengan hasil akhir rawatan (prognosis) subjek penelitian keluar dari ICU. Prognosis buruk bila terjadi kematian. Dugaan kematian pasien-pasien critical ill pneumonia (CAP/HAP/pneumonia aspirasi) yang masuk di ICU perlu ditegakkan untuk mengetahui besarnya peluang pasien memperoleh kesembuhan dari perawatannya.

Pengamatan follow up hasil akhir rawatan (prognosis) subjek penelitian hidup/bertahan atau mati/ meninggal sesuai kriteria sistem skoring APACHE III, berdasarkan karakteristik jenis kelamin dari hasil akhir rawatan (prognosis) sebanyak 20 subjek yang hidup/ bertahan dijumpai terbanyak pada subjek laki-laki sebanyak 12 (60,0%) daripada subjek perempuan sebanyak 8 (40,0%) dan terhadap 61 subjek yang mati/ meninggal dijumpai terbanyak pada subjek laki-laki sebanyak 32 (52,5%) daripada subjek perempuan sebanyak 29 (47,5%).


(58)

Tabel 7. Tabulasi silang antara hasil akhir rawatan (prognosis) berdasarkan karakteristik jenis kelamin

Jenis 

Kelamin  Total 

 

Hasil Akhir  

  

(Prognosis)   

   Hidup (n,%)  Mati (n,%)    

Laki‐laki  12 (60,0)  32 (52,5)  44 (54,3) 

Perempuan  8 (40,0)  29 (47,5)  37 (45,7) 

Total  20 (100,0)  61 (100,0)  81 (100,0)  x2= 0,345 df= 1 p=0,557

Pengamatan hasil akhir rawatan (prognosis) hidup/ bertahan dan mati/ meninggal subjek penelitian berdasarkan kelompok umur dimana prognosis buruk adalah terjadinya kematian. Hasil akhir rawatan (prognosis) mati/ meninggal dari sebanyak 61 subjek yang mati/ meninggal dapat dilihat pada kelompok umur ≥ 60 tahun dijumpai kejadian prognosis kematian terbesar sebanyak 21 (34,4%) subjek. Pada kelompok umur 30 – 39 tahun dijumpai prognosis kematian terendah yaitu sebanyak 4 (6,6%) orang. Hal ini menunjukkan didapatinya kecenderungan prognosis buruk terjadi terhadap subjek yang berumur lebih tua.


(59)

Tabel 8. Tabulasi silang antara hasil akhir rawatan (prognosis) dengan karakteristik kelompok umur

Umur  Hidup  Mati  Total 

(Thn)  (n, %)   (n, %)  (n, %) 

20 – 29  1 (5,0)  9 (14,8)  10 (12,3) 

30 – 39  3 (15,0)  4 (6,6)  7 (8,6) 

40 – 49  2 (10,0)  10 (16,4)  12 (14,8) 

50 – 59  8 (40,0)  17 (27,9)  25 (30,9) 

≥ 60  6 (30,0)  21 (34,4)  27 (33,3) 

Total  20 (100,0)  61 (100,0)  81 (100,0)  x2=3,625 df=4 p=0,459

Berdasarkan hasil akhir rawatan (prognosis) dengan karakteristik asal rawatan subjek penelitian dari 61 subjek dengan prognosis mati/ meninggal dijumpai terbanyak berasal dari IGD sebanyak 35 (57,4%) subjek daripada yang berasal dari ruang rawat sebanyak 26 (42,6%) subjek. Sedang dari 20 subjek prognosis hidup/ bertahan dijumpai terbanyak berasal dari ruang rawat sebanyak 12 (60,0%) daripada 8 (40,0%) yang berasal dari IGD.

Tabel 9. Tabulasi silang hasil akhir rawatan (prognosis) dengan karakteristik asal rawatan

Asal Rawatan  Hidup  Mati  Total 

   (n, %)  (n, %)  (n, %) 

IGD  8 (40,0)  35 (57,4)  43 53,1) 

Ruang Rawat  12 (60,0)  26 (42,6)  38 (46,9) 

Total  20 (100,0)  61 (100,0)  81 (100,0)  X2=1,826 df=1 p=0,177


(60)

4.3 Hasil akhir rawatan (prognosis) dengan skor APACHE III, skor

fisiologik akut dan lama rawatan

Skor APACHE III hubungannya dengan hasil akhir rawatan (prognosis) hidup/ bertahan atau mati/ meninggal pasien-pasien critical ill pneumonia di ICU, dari 81 subjek yang diikuti didapati dari 20 subjek prognosis hidup didapati nilai rata-rata skor APACHE III berkisar 35,85 (SD 6,30) dan dari 61 subjek yang mati didapati berkisar 65,65 (SD13,42).

Tabel 10. Nilai rata-rata skor APACHE III dengan prognosis

Prognosis  Jumlah 

Rata‐rata  Skor APACHE 

III 

Standar  Deviasi 

   (n)       

Hidup  20  35,85  6,30 

Mati  61  65,65  13,42 

t=-13.407 p=0,0001

Skor fisiologik akut dalam hubungannya dengan hasil akhir rawatan (prognosis), dari 20 subjek yang hidup/ bertahan didapati nilai rata-rata berkisar 29,55 (SD 7,11) dan dari 61 subjek yang mati/ meninggal didapati berkisar 58,73 (SD 12,95). Terdapat perbedaan skor APACHE III dan skor fisiologik akut antara prognosis hidup dan mati. (p=0,0001).


(61)

Tabel 11. Nilai rata-rata skor fisiologik akut dengan prognosis

Prognosis  Jumlah 

Rata‐rata  Skor Fisiologik 

Akut 

Standar  Deviasi 

   (n)       

Hidup  20  29,55  7,11 

Mati  61  58,73  12,95 

t=-12.694 p=0,0001

Lama rawatan yang diamati dalam hubungannya dengan prognosis hidup/ bertahan atau mati/ meninggal terhadap subjek penelitian, yaitu terhadap 20 subjek prognosis hidup/ bertahan didapati rata-rata lama rawatan berkisar 86,04 (SD 83,60) jam (3,48 hari). Lama rawatan dari 61 subjek penelitian yang mati/ meninggal didapati rata-rata berkisar 79,32 (SD 86,82) jam (3,30 hari). Tidak terdapat perbedaan lama rawatan antara prognosis hidup dan mati. p=0,767

Tabel 12. Lama rawatan dengan prognosis

Prognosis  Jumlah  Rata‐rata 

Standar  Deviasi 

   (n)  (Jam)  (Jam) 

Hidup  20   86,04  83,60 

Mati  61  79,32  86,82 

t=0,297 p=0,767

4.4 Ketepatan skor APACHE III dengan hasil akhir rawatan

(prognosis)


(62)

values) dan nilai likelihood ratio. Dari sebanyak 81 subjek yang diamati didapati skor APACHE III mulai dari nilai terendah skor APACHE III ≥ 25 (SA1) dan tertinggi skor APACHE III ≥ 105 (SA17) yang telah dilakukan analisa statistik hasilnya seperti tertera pada tabel dibawah ini.

Tabel 13. Skor APACHE III, nilai sensitiviti, spesifisiti, nilai prediksi dan likelihood ratio

Skor 

APACHE III  Sensitiviti  Spesifisiti

Nilai  Prediksi  

Nilai 

Prediksi   Likelihood   Likelihood 

   (%)  (%)  Positif (%)  Negatif (%) 

Ratio  Positif 

Ratio  Negatif 

≥25 (SA1)  0  75  0  20  0  1,33 

≥30 (SA2)  0  75  0  20  0  1,33 

≥35 (SA3)  55  10  15  0,04  1,79 

≥40 (SA4)  3  25  12  8  0,04  3,87 

≥45 (SA5)  3  0  9  0  0,03  3,87 

≥50 (SA6)  10  0  23  0  0,1  3,87 

≥55 (SA7)  21  0  39  0  0,21  3,87 

≥60 (SA8)  31  0  49  0  0,31  3,87 

≥65 (SA9)  56  0  63  0  0,56  3,87 

≥70 (SA10)  72  0  69  0  0,72  3,87 

≥75 (SA11)  79  0  71  0  0,79  3,87 

≥80 (SA12)  89  0  73  0  0,89  3,87 

≥85 (SA13)  95  0  74  0  0,95  3,87 

≥90 (SA14)  95  0  74  0  0,95  3,87 

≥95 (SA15)  97  0  75  0  0,97  3,87 

≥100 (SA16)  97  0  75  0  0,97  3,87 

≥105 (SA17)  100  0  75  0  1,0  3,87 

Dari hasil analisa statistik terhadap masing-masing skor APACHE III yang didapat dari nilai skor terendah ≥ 25 (SA1) dan terbesar ≥ 105 (SA17) ternyata yang menunjukkan hasil sensitiviti dan spesifisiti yang nilainya lebih tinggi hanya tampak pada cut off skor APACHE ≥ 35 (SA3).


(63)

Dari cut off skor APACHE III pada skor ≥35 (SA3) dilakukan analisa dengan uji tabel 2x2 didapati perbedaan yang bermakna antara prognosis yang hidup dan mati, yaitu dimana pada skor APACHE III < 35 didapat prognosis hidup dan mati masing-masing sebesar 9 (45,0%) dan 1 (1,6%) dan pada skor ≥ 35 prognosis hidup dan mati masing-masing sebesar 11 (55,0%) dan 60 (98,4%).

Tabel 14. Skor APACHE III pada cut off skor 35 terhadap prognosis hidup dan mati

Skor APACHE 

III         Prognosis    

  Mati  Hidup 

   n, %  n, % 

<35  1 (1,6%)  9 (45,0%) 

≥35  60 (98,4%)  11 (55,0%) 

Total  61 (100,0%)   20 (100,0%) 

X2=26,168 df=1 p=0,0001

4.5 Analisis Kesintasan Kaplan Meier terhadap hasil akhir rawatan

(prognosis) dengan skor APACHE III dengan interval waktu

pengamatan

Analisa statistik untuk melihat perkiraan kejadian prognosis buruk/ kematian dengan waktu pengamatan yang mana tujuannya melihat seberapa lama perkiraan lama bertahan (survival life) pasien-pasien pneumonia di ICU dewasa, dilakukan dengan menggunakan analisis


(64)

kesintasan (survival analysis) dengan metode Kaplan Meier dan hasilnya seperti pada tabel berikut.

Tabel 15. Hasil analisis kesintasan (survival analysis) prognosis pasien-pasien pneumonia dengan kriteria skor APACHE III di ICU dewasa

Interval  Waktu  

Jumlah  Subjek 

Jumlah 

Kematian  Proporsi  

Proporsi  Kumulatif  Pengamatan  Pada Awal  Selama  Survival  Survival Pada 

(24 Jam)  Interval  Interval     Akhir Interval 

0  81  0  1,00  1,00 

24  81  26  0,67  0,67 

48  50  14  0,70  0,47 

72  29  8  0,70  0,33 

96  17  5  0,70  0,23 

120  11  2  0,82  0,19 

144  9  2  0,76  0,14 

168  6  1  0,82  0,12 

192  4  0  1,00  0,12 

216  4  0  1,00  0,12 

240  4  0  1,00  0,12 

264  4  0  1,00  0,12 

288  4  0  1,00  0,12 

312  4  2  0,50  0,06 

336  2  0  1,00  0,06 

360  2  0  1,00  0,06 

Hasil analisa kesintasan survival analysis di atas selanjutnya dituangkan dalam bentuk kurva tabel kehidupan / lama bertahan (survival life) yang seperti tertera pada gambar 1 dibawah ini.


(65)

Gambar 1. Kurva tabel kehidupanprognosis pasien-pasien pneumonia dengan kriteria APACHE III di ICU dewasa.

Pada analisa kesintasan dengan metode Kaplan Meier ini, dimana lama interval pengamatan yang ditetapkan selama 2 minggu, didapati hasil perkiraan lama bertahan (survival life) yaitu pada median 68,118 jam (2,83 hari) yang artinya 50% subjek penelitian diperkirakan dapat bertahan hidup/ survival sampai pada interval waktu 68,118 jam ( 2,83 hari).

Dari analisa berdasarkan nilai cut off skor APACHE III didapat pada skor APACHE III ≥ 35 (SA3) yang mana untuk melihat peluang perbedaan antara progosis hidup/ bertahan dan mati/ meninggal, hasil analisis log-rank test dengan p=0,002 didapati perbedaan yang signifikan

LAMA RAWATAN P

R O B A B I L I T A S

S U R V I V A L


(66)

antara prognosis yang hidup/ bertahan dan mati/ meninggal pasien-pasien pneumonia dengan kriteria skor APACHE III di ICU dewasa, seperti tertera pada kurva dibawah ini.

Gambar 2. Kurva perbedaan prognosis analisis log rank dengan cut off Skor APACHE III ≥ 35

LAMA RAWATAN P

R O B A B I L I T A S

S U R V I V A L


(67)

BAB 5

PEMBAHASAN

Banyak tipe sistem skoring prognosis yang dipakai dalam menilai beratnya penyakit di ICU. Sistem skoring APACHE yang diperkenalkan Knaus dkk telah banyak dipakai dalam menilai prognosis di perawatan ICU. Pneumonia merupakan kejadian infeksi klinis yang sering didapati di perawatan rumah sakit dan terlebih terhadap pasien yang dirawat di ICU. Pasien Critical ill pneumonia dapat berupa CAP/HAP/pneumonia aspirasi. Nosokomial pneumonia merupakan kejadian pneumonia critical ill yang sering dijumpai dalam perawatan ICU dan berassosiasi dengan resiko kematian yang tinggi yang mencapai lebih dari 30%. Pneumonia komuniti berat (SCAP) juga merupakan penyebab terbesar kesakitan dan kematian yang diperkirakan sebesar 30 – 50 %.1,2,3,13,16

Analisa penelitian ketepatan skor APACHE III terhadap prognosis pneumonia di ICU dewasa dari sejumlah 81 subjek yang dievaluasi didapati subjek berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dari perempuan berkisar 54,3%. Penelitian skor APACHE III terhadap prediksi kematian di ICU dewasa di AS oleh Knaus dkk juga mendapatkan sebagian besar subjek berjenis kelamin laki-laki sebesar 55,2%, Zimmerman dkk sebesar 56,35, Wiweka dkk terhadap penelitian faktor prognosis dengan kriteria APACHE III di ICU Persahabatan mendapati sebagian besar subjek juga berjenis kelamin laki-laki berkisar 71,2%.Pada penelitian ini hasil analisa


(68)

chi square tests membandingkan jenis kelamin dengan prognosis akhir perawatan mendapati hasil yang tidak signifikan (p=0,557), yaitu terhadap subjek berdasarkan karakteristik jenis kelamin menunjukkan tidak adanya perbedaan terhadap hasil akhir rawatan (prognosis) keluar dari ICU

Rata-rata umur pada penelitian ini didapati berkisar 52,80 (SD 16,36), hal ini lebih kurang sama dengan yang didapat Zimmerman dkk berkisar 59,6 ± 18 dan juga Knaus dkk mendapatkan 59,4 ± 14,3, Wiweka dkk mendapatkan rata-rata umur yang lebih rendah 48,62 ± 4,96. Jumlah subjek terbanyak pada penelitian ini dijumpai pada kelompok umur ≥ 60 tahun, hal ini sama dengan yang didapat oleh Knaus dkk yaitu pada kelompok umur 65 – 74 tahun, Zimmerman dkk juga mendapati subjek terbanyak pada kelompok umur 65 – 84 tahun sedang Wiweka dkk terbanyak mendapati pada kelompok umur ≤ 45 tahun. Pada penelitian ini hasil analisa chi square tests membedakan antara kelompok umur dengan hasil rawatan (prognosis) hidup/ bertahan dan mati/ meninggal menunjukkan hasil yang tidak signifikan (p= 0,459), yaitu terhadap subjek berdasarkan karakteristik kelompok umur, baik umur muda atau tua terhadap penderita pneumonia yang masuk dan dirawat di ICU dewasa pada penelitian ini, tidak menunjukkan adanya perbedaan yang berarti terhadap hasil akhir rawatan (prognosis). Oleh Wiweka dkk disebutkan terhadap hal ini untuk tidak membatasi pemberian terapi terhadap subjek yang berumur lebih tua.


(69)

Mengenai asal rawatan subjek penelitian masuk ICU, dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 (dua) yaitu dari IGD dan ruang rawat, dikarenakan sentra pelayanan ICU dewasa di RS HAM dan Pirngadi hanya ada sentra ICU dewasa dan ICU pasca bedah. Dalam penelitian ini sampel/subjek didata terhadap pasien-pasien di ICU dewasa saja, yang kebanyakan berasal dari rujukan ruang rawat atau kiriman dari rumah sakit luar yang masuk dari IGD. Pada penelitian ini didapati subjek terbanyak berasal dari IGD yaitu sebanyak 43 (53,1%). Pada penelitian multisenter ICU di AS oleh Knaus dkk didapati asal subjek masuk ICU dibagi atas 4 (empat), yaitu dari IGD, ruang rawat, pindahan rumah sakit lain dan dari ICU lain, dan subjek terbanyak juga didapati dari IGD sebesar 62,3%. Juga penelitian multisenter ICU lainnya oleh Zimmerman di AS dimana asal rawatan juga didapati terbanyak dari IGD sebesar 39%. Wiweka dkk di Jakarta membagi asal rawatan pasien yaitu dari ruang pemulihan kamar bedah, IGD, ruang rawat dan ICU rumah sakit lain, mendapati pasien terbanyak berasal dari ruang pemulihan kamar bedah sebesar 53%. Hasil analisa chi square tests pada penelitian ini yang membedakan asal rawatan dengan hasil akhir (prognosis) hidup dan mati menunjukkan hasil yang tidak signifikan (p=0,177), yaitu dimana terhadap pasien-pasien pneumonia yang masuk ke ICU dewasa baik asal IGD ataupun ruang rawat tidak menunjukkan adanya perbedaan yang berarti terhadap hasil akhir rawatan keluar dari ICU.6,9,10


(70)

Pada penelitian ini hasil akhir keluar rawatan (prognosis) subjek penelitian terbanyak dijumpai mengalami kematian dibanding prognosis yang bertahan hidup, dimana yang mati/ meninggal sebanyak 75,3%. Dalam hal ini kasus-kasus pneumonia yang ada memang menunjukkan keadaan akut yang mengancam (critical ill) dengan didapati banyaknya penyakit penyerta, atau dikarenakan adanya penyakit kronis sebelumnya yang menyebabkan terjadinya pneumonia. Hal ini berbeda dengan yang didapati Wiweka dkk10 terhadap faktor-faktor prognosis penderita gawat napas yang masuk dan dirawat di ICU dewasa, terhadap sebagian distribusi subjek yang dilakukan pembedahan, dimana yang hidup lebih besar dari yang mati, sebesar 53 pasien dari 66 subjek (80,3%) yang mana distribusi kasus subjeknya juga terbesar pada kasus pneumonia. Yoshimoto39 dkk penelitian faktor resiko kematian terhadap pneumonia berat di ICU mendapati kematian lebih banyak sebesar 60%. Penelitian lain juga melaporkan masing-masing persentase kematian seperti Knaus dkk9 sebesar 31%,Fernandez dkk2782,3% Lee JH dkk5 56%, Sirio dkk 6,3%8.

Sistem skoring APACHE III dilaporkan banyak dipakai pada penelitian berbagai penyakit dan dimodifikasi sesuai keinginan peneliti namun nilai dan kuisioner yang dipakai adalah standar. Pada penelitian ini coba dilakukan pada kasus-kasus pneumonia di ICU. Rata-rata skor APACHE III yang didapat adalah sebesar 58,30 (SD 17,66). Pada penelitian lainnya oleh Zimmerman dkk mendapati rata-rata skor APACHE


(71)

III sebesar 45,1 ± 26,8, Knaus dkk9 sebesar 50, Ihnsook dkk29 66, Sirio dkk846,9 (SD 27,6), Ann dkk36 terhadap late onset VAP 16,7 ± 7,39 sedang Wiweka dkk10 mendapati 39,48 ± 3,18. Pada penelitian ini skor APACHE III yang didapat dilakukan analisa lanjut dengan melihat hasil akhir (prognosis) antara hidup/ bertahan dan mati/ meninggal, didapati hasil yang bermakna (p=0,0001), dimana rata-rata skor APACHE III dengan prognosis hidup sebesar 35,85 (SD 6,30) dan prognosis mati sebesar 65,65 (SD 13,42). Dalam hal ini nilai rata-rata skor APACHE III yang lebih tinggi menunjukkan adanya hubungan yang bermakna dengan terjadinya kematian dibanding nilai rata-rata skor APACHE III yang rendah terhadap terjadinya kematian.

Rata-rata skor fisiologik akut yang didapat pada penelitian ini sebesar 51,53 (SD 17,27). Penelitian lainnya oleh Zimmerman dkk6 34,2 ± 24,6, Sirio dkk8 46,9 (27,6) sedang Wiweka dkk10 mendapati hasil 29,39 ± 3,18. Hasil analisa lebih lanjut terhadap skor fisiologik akut pada penelitian ini untuk melihat perbedaan prognosis antara pasien/ subjek yang hidup/ bertahan dan mati/ meninggal keluar dari ICU didapati perbedaan yang bermakna (p=0,0001), dimana didapati skor fisiologik akut prognosis mati sebesar 58,73 (SD 12,95) dan prognosis hidup 29,55 (SD 7,11). Hal ini juga menunjukkan adanya hubungan yang bermakna terhadap terjadinya kematian pada nilai rata-rata skor fisiologik yang tinggi dibanding yang rendah.


(1)

20 Ny Buinah 72-75-33 Perempuan 74 th GN Pnm + Sepsis 80 64

3hr, 1j, 20m

(73j, 20m)

21 Herly Nainggolan

Laki-laki 57 th RD Pnm 26 21

3hr, 3j

(75j)

22 Luat Sirait 35-64-44 Laki-laki 52 th GN Pnm + DM tipe 2 63 58

1hr, 21j, 15m

(43j, 15m)

23 Sabar TpBolon

74-93-63 Laki-laki 51 th GN Pnm + DM tipe 2 52 47 √ 3hr, 9j, 18m

(81j, 18m)

24 Cut Linda 74-94-74 Perempuan 52 th RD Pnm 25 20 √ 1hr, 2j,

(26j)

25 RH Tamba 58-55-01 Laki-laki 56 th GN Pnm + Sepsis 69 64 √ 4hr, 20j, 30m (106j, 30m)

26 Hamdan Yunus

74-92-29 Laki-laki 43 th GN Pnm + Sepsis 64 64 √ 1hr, 11j, 20m (35j, 20m)

27 Amiran Purba

74-95-29 Laki-laki 54 th RD Pnm + DM tipe 2 43 38 √ 3hr, 6j (78j)

28 Hemina Silalahi

Perempuan 75 th GN Pnm + PJK + Hipertensi

78 61 √ 1hr, 15j,50m

(39j, 50m)

29 Lince Lb Raja

44-52-91 Laki-laki 74 th RD Pnm + Susp Ca Paru

38 22 √ 2hr, 1j, 50m

(49j, 50m)

30 Nina Setiawan

44-72-63 Perempuan 55 th PeKes Pnm + Sepsis + DM tipe 2

69 64 √ 3hr, 21j, 45m

(93j, 45m)

31 Dumasari 44-18-62 Perempuan 79 th PeKesPnm + Sepsis +HHD

104 87 √ 2hr, 3j, 55m

(51j, 55m)

32 Sri Irmayanti

44-35-05 Perempuan 25 th RD Pnm + CHF 28 28 √ 2hr, 2j

(50j)

33 Polinan Sirait

44-39-23 Laki-laki 72 th RD Pnm + DM Tipe 2 43 27 √ 2hr, 9j, 30m (33j, 30m)

34 Andi Purba 44-65-07 Laki-laki 28 th PeKes + Sepsis + KAD + DM tipe 2

84 84 √ 1hr, 1j

(25j)

35 Margis Miranda

44-16-75 Perempuan 32 th PeKes Pnm+ Sepsis + PGK

92 92 √ 1hr, 9j, 15m

(33j, 15m)

36 Henny Wulandari

42-14-10 Perempuan 20 th PeKes Pnm + PSMBA

75 75 √ 1hr, 10j, 30m

(34j, 30m)

37 Zulham 43-73-93 Laki-laki 44 th GN Pnm + DM tipe 2 52 52 √ 4hr, 4j, 15m (100j, 15m)

38 Royanti Barasa

42-61-34 Perempuan 24 th GN Pnm + Sepsis + Post Tb

67 62 √ 1hr, 1j, 50m

(25j, 50m)

39 D Siburian 41-88-76 Laki-laki 49 th GN Pnm + DM tipe 2 49 44 √ 4hr, 2j, 30m (98j, 30m)

40 Pergunan Sembiring

41-67-95 Perempuan 69 th RD Pnm + Bronkitis 35 22 √ 2hr, 3j

(51j)


(2)

41 Lukas PNLH

44-25-12 Laki-laki 67 th GN Pnm + Sepsis 81 68 √ 2hr, 13j, 10m (61j, 10m)

42 Suparlin 44-27-71 Laki-laki 32 th GN Pnm + Sepsis + Post Tb

76 76 √ 2hr, 18j, 48m

(66j, 48m)

43 Anneti Depari

44-29-62 Perempuan 63 th PeKes Pnm + DM tipe 2

55 44 √ 3hr, 5j, 45m

(77j, 45m)

44 Rahmat Az 44-34-23 Laki-laki 54 th RD Pnm 35 19 √ 2hr, 18j, 10m (66j, 10m)

45 Lahmuddin 44-32-34 Laki-laki 46 th PeKes Pnm 53 48 √ 1hr, 10j, 30m (34j, 30)

46 Sulaiman 41-11-17 Laki-laki 45 th RD Pnm 35 30 √ 2hr, 22j, 30m

(70j, 30m)

47 Estheria Tambunan

35-42-66 Perempuan 84 th GN Pnm + Sepsis + GGK + DM tipe 2

60 43 √ 4hr, 6j, 5m

(112j, 5m)

48 Marlyah 44-53-92 Perempuan 65 th GN Pnm + Sepsis + PJK + GGK

91 78 √ 1hr, 1j, 30m

(25j, 30m)

49 Nurhabibah 44-67-85 Perempuan 25 th GN Pnm + Sepsis 67 67 √ 1hr, 2j, 25m (26j, 25m)

50 Edi 44-27-49 Laki-laki 37 th GN Pnm + Sepsis + Ca Metastase

49 38 √ 2hr, 5j, 40m

(53j,40m)

51 Leli Sumihar

44-77-35 Perempuan 39 th RD Pnm + Asma + Gravida

27 27 √ 2hr, 6j, 20m

(54j, 20m)

52 H Stmorang 45-00-43 Laki-laki 56 th GN Pnm + Sepsis + DM tipe 2

61 56 √ 2hr, 4j, 30m

(52j, 30m)

53 Mariana Gtg Perempuan 39 th RD Pnm + Asma 31 31 √ 2hr, 10j, 30m (58j, 30m)

54 J Hutauruk 45-11-40 Laki-laki 71 th GN Pnm + Sepsis 65 49 √ 1hr, 23j (47 j)

55 Kapten Smanjorang

Laki-laki 69 th GN Pnm + Sepsis + DM tipe 2 + HHD

62 49 √ 1hr, 22j

(46j)

56 Fitri Perempua 24 th GN Pnm + Sepsis + Post Tb + Brkiectase

31 31 √ 24 hr, 5j, 30m

(581j, 30m)

57 Somat Manurung

Laki-laki 75 th GN Pnm + Sepsis 68 51 √ 1hr, 4j

(28j)

58 Sulaiman 45-34-19 Lakil-laki 50 th PeKes Pnm +Sepsis 65 60 √ 1hr, 8j (32j)

59 Hj Emna 45-41-52 Perempuan 62 th PeKes Pnm + Sepsis + DM tipe 2

51 47 √ 13hr, 4j, 5m

(316j, 5m)

60 Krisman Stmorang

45-41-52 Laki-laki 52 th PeKes Pnm + Sepsis +KAD

63 57 √ 2hr, 20j, 2m

(68j, 2m)


(3)

Sepsis + DM tipe 2 + KAD

(123j, 30m) 62 Helna

Saragih

45-09-49 Perempuan 57 th PeKes Pnm + Sepsis + GGK

64 58 √ 1hr, 18j

(42j)

63 Syarifuddin 54-24-79 Laki-laki 50 th Sepsis Pnm + CKD + Tetra Parese

38 32 √ 6hr, 23j, 30m

(167j, 30m)

64 Ny Mian Pardede

45-34-10 Perempuan 52 th Sepsis Pnm + AKI std Failure + GE Akut

67 62 √ 1hr, 14j

(38j)

65 Joman Limbong

45-09-70 Laki-laki 52 th Sepsis Pnm + DM tipe 2

71 67 √ 1hr, 4j, 58m

(28j, 58m)

66 Sulaiman 45-34-19 Laki-laki 50 th PeKes Pnm + DM tipe 2 + PJK

73 65 √ 1hr, 5j

(29j)

67 Rasuna Jamin

45-52-09 Perempuan 76 th RD Pnm 67 61 √ 2hr, 3j, 15m

(27j, 15m)

68 Albert 45-60-73 Laki-laki 53 th RD Pnm + DM tipe 2 42 42 √ 1hr, 15j (39j)

69 Ismail Hayati

45-28-04 Perempuan 26 th Asp Pnm + Sepsis + Post VP Shunt

78 73 √ 1hr, 10j, 25m

(34j, 25m)

70 Tuahman Haloho

45-49-22 Laki-laki 58 th Asp Pnm + Stroke Hem

63 57 √ 2hr, 6j

(54j)

71 Ngatijo 44-66-30 Laki-laki 48th Asp Pnm + Blunt Chest Injury

56 48 √ 3hr, 4j, 17m

(76j, 17m)

72 Iskandar 45-45-96 Laki-laki 58 th GN Pnm + Sepsis 62 58 √ 1hr, 10j, 15m (34j, 15m)

73 Sehat Sembiring

45-24-98 Perempuan 74 th RD Pnm + Bronkitis kronis + AF RVR

37 30 √ 1hr, 17j

(41j)

74 Yasin Abidin

45-24-89 Laki-laki 72 th GN Pnm + DM tipe 2 73 67 √ 1hr, 5j (29j)

75 Azrin Destifati

45-24-95 Perempuan 20 th PeKes Sepsis Pnm 58 58 √ 1hr, 15j (39j)

76 Murmur Kasogihen

43-84-63 Laki-laki 47 th RD Pnm 38 32 √ 3hr, 5j, 20m

(77j, 20m)

77 Yuyarni 44-82-56 Perempuan 48 th PeKes Sepsis Pnm + Dm tipe 2

55 50 √ 3hr, 4j, 15m

(76j, 15m)

78 Wagini 45-16-09 Perempuan 76 th Pnm + CHF ec HHD 67 62 √ 2hr, 3j, 10m (51j, 10m)

79 Ahmad Tauri

Laki-laki 45 th PeKes Pnm + Sepsis + Peny Kronis

65 60 √ 1hr, 11j, 30m

(35j, 30m)

80 Waginem 45-16-34 Perempuan 63 th PeKes Pnm + Sepsis + CHF

63 59 √ 2hr, 5j, 25m

(53j, 25m)

81 Ny Nuri S 45-26-03 Perempuan 45 th Sepsis Pnm + DM tipe 2

66 61 √ 1hr, 1j, 30m

(25j, 30m)


(4)

(5)


(6)

Dokumen yang terkait

ICU Delirium Pada Pasien Yang Dirawat di Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

5 50 80

Hubungan Parameter Kraniofasial Dan Otitis Media Supuratif Kronik Benigna Pada Penderita Dewasa

0 55 110

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA PASIEN Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Pneumonia Pada Pasien Di Intensive Care Unit ( Icu ) Rumah Sakit Islam Surakarta.

0 4 15

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA PASIEN Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Pneumonia Pada Pasien Di Intensive Care Unit ( Icu ) Rumah Sakit Islam Surakarta.

0 2 16

PENDAHULUAN Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Pneumonia Pada Pasien Di Intensive Care Unit ( Icu ) Rumah Sakit Islam Surakarta.

0 2 7

ASUHAN KEPERAWATAN CHRONIC KIDNEY DISEASE DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM Asuhan Keperawatan Chronic Kidney Disease Di Ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit Umum Daerah Salatiga.

0 4 12

Und. Pembuktian Kualifikasi Pembangunan Baru Ruang Intensive Care Unit (ICU)

0 0 1

Skoring Prognosis Tetanus Generalisata pada Pasien Dewasa

0 0 5

MOBILISASI PROGRESIF TERHADAP PERUBAHAN TEKANAN DARAH PASIEN DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU)

1 6 6

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN STRES PADA KELUARGA PASIEN YANG DIRAWAT DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT (ICU) RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Dukungan Sosial dengan Stres pada Keluarga Pasien yang Dirawat di Ruang Intensive Care Un

2 12 14