Analisis Sengketa Izin Usaha Pertambangan Batubara Dalam Wilayah Perjanjian Karya Pertambangan Batubara Milik PT.Arutmin Indonesia Ditinjau Dari Peraturan Perundang-undangan Terkait.

ABSTRAK
Batubara merupakan salah satu bahan galian yang bersifat vital
dan strategis. Hal ini menyebabkan pertambangan batubara mempunyai
kedudukan yang sangat penting dalam menunjang pembangunan di
Indonesia. Dalam pelaksanaan pertambangan batubara, sering kali
ditemukan berbagai permasalahan dilapangan, salah satunya adalah
sengketa izin usaha pertambangan. Penelitian ini secara khusus
membahas mengenai sengketa izin usaha pertambangan batubara yang
terjadi dalam wilayah perjanjian karya pertambangan batubara (PKP2B)
milik PT.Arutmin Indonesia. Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan
ini yaitu untuk memahami dan mengetahui bagaimana pengaturan
kewenangan pemerintah dalam hal penerbitan izin usaha pertambangan
serta untuk mengetahui tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh PT.
Arutmin Indonesia sebagai pemegang PKP2B resmi terhadap adanya
sengketa izin usaha pertambangan dalam wilayah miliknya.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah
deskriptif analitis, dengan menggunakan metode pendekatan yuridis
normatif, yaitu dengan melakukan penelitian yang menitikberatkan pada
data kepustakaan atau data sekunder dengan pendekatan asas-asas
hukum dan perbandingan hukum.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pasca otonomi daerah,

pemerintah daerah diberikan kewenangan oleh pemerintah pusat
terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam berupa
batubara. Hal ini dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 38
Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota kemudian ditegaskan lagi dalam Undang-Undang Nomor
4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Namun,
kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah ini sering diartikan
keliru, pemerintah daerah sering kali menganggap bahwa bahan galian
yang terdapat dalam daerahnya adalah milik rakyat daerah tersebut dan
yang berwenang sepenuhnya adalah pemerintah daerah. Hal ini yang
dalam prakteknya menyebabkan pemerintah daerah dengan mudahnya
mengeluarkan izin usaha pertambangan sehingga sengketa wilayah izin
usaha pertambangan marak terjadi.

iv