TUGAS DAN KEDUDUKAN LEMBAGA KEJAKSAAN SEBAGAI PELAKSANA KEKUASAAN PENUNTUTAN DAN POSISI JAKSA AGUNG DALAM SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL BERDASARKAN UUD 1945.
ABSTRAK
Hampir seluruh negara modern di dunia ini mempunyai sebuah institusi
kejaksaan, yang mempunyai tugas utama melakukan penuntutan dalam perkara pidana
ke pengadilan. Kedudukan lembaga kejaksaan sebagai salah satu sub sistem dalam
sistem peradilan pidana mengacu konsepsi pasal 24 UUD 1945 adalah unik karena
secara kelembagaan / struktural merupakan salah satu komponen pemerintah (eksekutif)
yang selaku penuntut umum dibebani tugas-tugas menegakan hukum (yudisial)
bersama-sama dengan badan-badan peradilan. Disinilah terjadinya keambiguan institusi
Kejaksaan, dimana terjadi kontradiksi antara kedudukan dan kewenangannya. Terlebih
lagi dengan adanya jabatan Jaksa Agung sebagai pimpinan dan penanggung jawab
tertinggi di dalam institusi Kejaksaan yang bertugas memimpin serta mengendalikan
pelaksanaan tugas dan wewenang Kejaksaan. Sebagai badan yang berwenang dalam
penegakan hukum dan keadilan, Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang dipilih oleh
dan bertanggung jawab kepada Presiden Sebagai bawahan Presiden, tentunya Jaksa
Agung harus mampu melaksanakan instruksi dan berbagai kebijakan yang ditetapkan
pemerintah. Tujuan penelitian dari skripsi ini adalah untuk mengetahui Kedudukan
Kejaksaan RI sebagai pelaksana Kekuasaan Penuntutan serta mengetahui bagaimana
Efektifitas penempatan Kedudukan kejaksaan RI sebagai bagian dari Kekuasaan
penuntutan
sebagai upaya mewujudkan independensi Kejaksaan dalam sistem
ketatanegaraan di bidang penegakan hukum di Indonesia.
Metode penelitian digunakan dalam menganalisa dan meneliti skripsi ini dengan
menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan data utamanya berupa data
sekunder yang diperoleh dengan studi kepustakaan dan peraturan perundang-undangan.
Hasil penelitian yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa, ,
Kejaksaan tidak diatur secara eksplisit dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Pengaturannya hanya tersirat secara implisit dalam Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945
dan UUD 1945 sesudah perubahan dalam Pasal 24 ayat (3). Pengertian Kejaksaan dan
Jaksa Agung termasuk dalam ruang lingkup ”kekuasaan kehakiman.” Pasal 24 ayat (1)
Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa, ”Kekuasaan Kehakiman (Rechtelijke
Macht) dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman.
Dengan demikian Kejaksaan sebagai bagian dari Kekuasaan Eksekutif yang terkait
dengan kekuasaan kehakiman dalam penegakan hukum. Berdasarkan Undang-undang
Kejaksaan Republik Indonesia, Kedudukan dan peran lembaga Kejaksaan dalam sistem
penegakan hukum di Indonesia sebagaimana diatur dalam UU. Nomor 16 Tahun 2004
tentang Kejaksaan RI, kedudukan kelembagaan yaitu Kejaksaan sebagai lembaga
pemerintahan (kekuasaan eksekutif) adalah sebagai unsur pemerintah atau pembantu
presiden dengan tugas pokok fungsi dan wewenang di bidang penuntutan yang terkait
dengan kekuasaan kehakiman dalam penegakan hukum. Dalam proses penegakan
hukum, di mana Kejaksaan diharapkan mandiri dan independen serta mempunyai
aparatur yang profesional sebagai pelaksana kekuasaan Negara di bidang penegakan
hukum secara proporsional. Peranan Kejaksaan dalam penyelenggaraan peradilan
pidana ini, termuat dalam (United Nations) Guidelines on the Role of the Prosecutors
pada tahun 1990 Pedoman Perserikatan Bangsa-BangsaTentang Para Jaksa.
Kedudukan Kejaksaan dalam sistem ketatanegaraan adalah merupakan penuntut umum
dalam perkara pidana yang mewakili Negara dan masyarakat, maupun sebagai Jaksa
Pengacara Negara dalam perkara perdata dan tata usaha negara.
iv
ABSTRACT
Almost all of the modern state in the world have an institution called by the
prosecution office. Who has the main task of conduct a prosecution in criminal case to
the court. The notch of an institution prosecutor ' s office as one sub-system in criminal
justice systems reference conception article 24 uud 1945- is unique because by
institutional / structural is one of the component parts of government ( executive ) that
as the public prosecutor charged with the duties to enforce the law ( judicial ) together
with judicial bodies including in power judicial branches. This is where the occurrence
of ambiguous Prosecutorial institution, in which case the contradiction between the
position and authority. Moreover, with the Office of the Attorney General as Chairman
and in charge of the institution's highest prosecutor's Office who is in charge of
controlling the implementation of lead as well as the duties and powers of Attorney. It
was considering authority prosecutors appertain into power, judicial but the
appointment and dismissal attorney as its president is done by the president.
President, as a subordinate certainly attorney general instruction and should be able
to carry out various policies set government. Research objectives of this thesis is to
determine the position of Prosecutor of the Prosecution Authority as the holder of the
RI as well as knowing how the effectiveness of the placement position of Attorney
General of Indonesia as part of the Prosecution Authority and part of the Executive
power in an effort to realize the independence of the Judiciary in the Constitutional
system in the field of law enforcement in Indonesia.
Research methods used in analysing and researching of this thesis by using
the juridical normative approach method with the main data in the form of secondary
data obtained with the study of librarianship and the legislation.
The results obtained in research study this case shows that, a prosecutor ' s
office and the role of the institutions in the system of law enforcement in indonesia as
regulated in the law. No.16 / 2004 about indonesian prosecutors discovered a
ambivalensi between domicile of institutional ( i.e. the prosecution office as an
institution government executive ( as government element / aide of the president ) with
the main task of the functions and authority in the field of prosecution included in
judicial branches of the prosecution office never called in the constitution but the
sense of prosecution and the Attorney General is included in the scope of judicial
authority. Article 24 paragraph (1) of the 1945 Constitution stipulates that, on judicial
authority (Rechtelijke Macht) is conducted by a Supreme Court and other judicial
bodies. no other body of the Court. The presence of the Attorney is occupies a central
position and function in the process of law enforcement, in which Prosecutors are
expected to be self-sufficient and independent and have professional apparatus as the
Executive power of the State in the field of law enforcement in proportion. The role of
the Judiciary in the administration of criminal justice, contained in the (United Nations)
Guidelines on the Role of the Prosecutors in the 1990 's. {United Nations Guidelines
Concerning Prosecutors}. Attorney General's position in the constitutional system is
the public prosecutor in criminal cases who is representing the State and society, and
as a State Attorney in the civil case and State administration.
v
Hampir seluruh negara modern di dunia ini mempunyai sebuah institusi
kejaksaan, yang mempunyai tugas utama melakukan penuntutan dalam perkara pidana
ke pengadilan. Kedudukan lembaga kejaksaan sebagai salah satu sub sistem dalam
sistem peradilan pidana mengacu konsepsi pasal 24 UUD 1945 adalah unik karena
secara kelembagaan / struktural merupakan salah satu komponen pemerintah (eksekutif)
yang selaku penuntut umum dibebani tugas-tugas menegakan hukum (yudisial)
bersama-sama dengan badan-badan peradilan. Disinilah terjadinya keambiguan institusi
Kejaksaan, dimana terjadi kontradiksi antara kedudukan dan kewenangannya. Terlebih
lagi dengan adanya jabatan Jaksa Agung sebagai pimpinan dan penanggung jawab
tertinggi di dalam institusi Kejaksaan yang bertugas memimpin serta mengendalikan
pelaksanaan tugas dan wewenang Kejaksaan. Sebagai badan yang berwenang dalam
penegakan hukum dan keadilan, Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang dipilih oleh
dan bertanggung jawab kepada Presiden Sebagai bawahan Presiden, tentunya Jaksa
Agung harus mampu melaksanakan instruksi dan berbagai kebijakan yang ditetapkan
pemerintah. Tujuan penelitian dari skripsi ini adalah untuk mengetahui Kedudukan
Kejaksaan RI sebagai pelaksana Kekuasaan Penuntutan serta mengetahui bagaimana
Efektifitas penempatan Kedudukan kejaksaan RI sebagai bagian dari Kekuasaan
penuntutan
sebagai upaya mewujudkan independensi Kejaksaan dalam sistem
ketatanegaraan di bidang penegakan hukum di Indonesia.
Metode penelitian digunakan dalam menganalisa dan meneliti skripsi ini dengan
menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan data utamanya berupa data
sekunder yang diperoleh dengan studi kepustakaan dan peraturan perundang-undangan.
Hasil penelitian yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa, ,
Kejaksaan tidak diatur secara eksplisit dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Pengaturannya hanya tersirat secara implisit dalam Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945
dan UUD 1945 sesudah perubahan dalam Pasal 24 ayat (3). Pengertian Kejaksaan dan
Jaksa Agung termasuk dalam ruang lingkup ”kekuasaan kehakiman.” Pasal 24 ayat (1)
Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa, ”Kekuasaan Kehakiman (Rechtelijke
Macht) dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman.
Dengan demikian Kejaksaan sebagai bagian dari Kekuasaan Eksekutif yang terkait
dengan kekuasaan kehakiman dalam penegakan hukum. Berdasarkan Undang-undang
Kejaksaan Republik Indonesia, Kedudukan dan peran lembaga Kejaksaan dalam sistem
penegakan hukum di Indonesia sebagaimana diatur dalam UU. Nomor 16 Tahun 2004
tentang Kejaksaan RI, kedudukan kelembagaan yaitu Kejaksaan sebagai lembaga
pemerintahan (kekuasaan eksekutif) adalah sebagai unsur pemerintah atau pembantu
presiden dengan tugas pokok fungsi dan wewenang di bidang penuntutan yang terkait
dengan kekuasaan kehakiman dalam penegakan hukum. Dalam proses penegakan
hukum, di mana Kejaksaan diharapkan mandiri dan independen serta mempunyai
aparatur yang profesional sebagai pelaksana kekuasaan Negara di bidang penegakan
hukum secara proporsional. Peranan Kejaksaan dalam penyelenggaraan peradilan
pidana ini, termuat dalam (United Nations) Guidelines on the Role of the Prosecutors
pada tahun 1990 Pedoman Perserikatan Bangsa-BangsaTentang Para Jaksa.
Kedudukan Kejaksaan dalam sistem ketatanegaraan adalah merupakan penuntut umum
dalam perkara pidana yang mewakili Negara dan masyarakat, maupun sebagai Jaksa
Pengacara Negara dalam perkara perdata dan tata usaha negara.
iv
ABSTRACT
Almost all of the modern state in the world have an institution called by the
prosecution office. Who has the main task of conduct a prosecution in criminal case to
the court. The notch of an institution prosecutor ' s office as one sub-system in criminal
justice systems reference conception article 24 uud 1945- is unique because by
institutional / structural is one of the component parts of government ( executive ) that
as the public prosecutor charged with the duties to enforce the law ( judicial ) together
with judicial bodies including in power judicial branches. This is where the occurrence
of ambiguous Prosecutorial institution, in which case the contradiction between the
position and authority. Moreover, with the Office of the Attorney General as Chairman
and in charge of the institution's highest prosecutor's Office who is in charge of
controlling the implementation of lead as well as the duties and powers of Attorney. It
was considering authority prosecutors appertain into power, judicial but the
appointment and dismissal attorney as its president is done by the president.
President, as a subordinate certainly attorney general instruction and should be able
to carry out various policies set government. Research objectives of this thesis is to
determine the position of Prosecutor of the Prosecution Authority as the holder of the
RI as well as knowing how the effectiveness of the placement position of Attorney
General of Indonesia as part of the Prosecution Authority and part of the Executive
power in an effort to realize the independence of the Judiciary in the Constitutional
system in the field of law enforcement in Indonesia.
Research methods used in analysing and researching of this thesis by using
the juridical normative approach method with the main data in the form of secondary
data obtained with the study of librarianship and the legislation.
The results obtained in research study this case shows that, a prosecutor ' s
office and the role of the institutions in the system of law enforcement in indonesia as
regulated in the law. No.16 / 2004 about indonesian prosecutors discovered a
ambivalensi between domicile of institutional ( i.e. the prosecution office as an
institution government executive ( as government element / aide of the president ) with
the main task of the functions and authority in the field of prosecution included in
judicial branches of the prosecution office never called in the constitution but the
sense of prosecution and the Attorney General is included in the scope of judicial
authority. Article 24 paragraph (1) of the 1945 Constitution stipulates that, on judicial
authority (Rechtelijke Macht) is conducted by a Supreme Court and other judicial
bodies. no other body of the Court. The presence of the Attorney is occupies a central
position and function in the process of law enforcement, in which Prosecutors are
expected to be self-sufficient and independent and have professional apparatus as the
Executive power of the State in the field of law enforcement in proportion. The role of
the Judiciary in the administration of criminal justice, contained in the (United Nations)
Guidelines on the Role of the Prosecutors in the 1990 's. {United Nations Guidelines
Concerning Prosecutors}. Attorney General's position in the constitutional system is
the public prosecutor in criminal cases who is representing the State and society, and
as a State Attorney in the civil case and State administration.
v