View of PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN METODE CERAMAH DAN DISKUSI KELOMPOK TERHADAP PENGETAHUAN REMAJA KELAS X MENGENAI HIV/AIDS

  

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN METODE CERAMAH DAN

DISKUSI KELOMPOK TERHADAP PENGETAHUAN REMAJA KELAS X MENGENAI HIV/AIDS

  1 2 Juju Juhaeriah dan Permas Elfa Mulyati

ABSTRAK

  

Remaja merupakan kelompok yang cukup berpotensi menunjang bagi perkembangan epidemik HIV/AIDS. Di

Indonesia pada tahun 2010 terdapat peningkatan jumlah kasus HIV/AIDS, kasus terbanyak pada kelompok umur

20-29 tahun. Sedangkan di Jawa Barat menduduki peringkat ke-4 dengan jumlah penderita 4.131.Hasil wawancara

terhadap 10 siswa SMAN 1 Cimahi didapatkan bahwa mereka belum menguasai pengetahun mengenai HIV/AIDS.

Pada tahun 2013 sudah dilakukan pendidikan kesehatan mengenai kesehatan reproduksi remaja salah satunya

HIV/AIDS, namun tidak dilakukan perbandingan mengenai metode lain untuk mengetahui keefektivitasan dalam

penyampaian pendidikan kesehatan. Penelitian bertujuan melihat perbandingan efektivitas setelah diberikan

pendidikan kesehatan dengan metode ceramah dan diskusi kelompok terhadap pengetahuan remaja mengenai

HIV/AIDS. Studi ini menggunakan jenis penelitian pra eksperimen static group comparison. Jumlah sampel

sebanyak 32 responden, terbagi dalam 16 orang kelompok ceramah dan 16 orang kelompok diskusi, dengan teknik

simple random sampling . Nilai rata-rata pengetahuan dengan metode ceramah adalah baik 86,72 dan metode

diskusi kelompok adalah baik 87,24. Dengan demikian selisih efektivitas dari rentang nilai mean rank adalah

0,52.Uji statistik yang digunakant-test independen yaitu uji beda dua mean independen de ngan α = 0,05. Hasil

penelitian menunjukan tidak ada perbedaan efektifitas pengetahuan responden yang sudah diberikan pendidikan

kesehatan antara metode ceramah dan diskusi kelompok siswa SMAN 1 Cimahi (P-value = 0,818 > α 0,05).

Disarankan bagi institusi pendidikan, sebagai langkah pencegahan HIV/AIDS yang berupa pendidikan kesehatan

dimana diskusi kelompok dapat dijadikan alternatif pilihan metode dalam pelaksanaan program tersebut dengan

bekerjasama dengan pihak terkait seperti puskesmas maupun institusi kesehatan, guna menekan angka

bertambahnya kasus HIV/AIDS.

  Kata kunci : Metode pendidikan kesehatan, pengetahuan remaja, HIV/AIDS.

A. PENDAHULUAN

  Infeksi HIV(Human immunodeficiency virus) dan penyakit AIDS (Acquired immune deficiency

  

syndrome) merupakan salah satu masalah kesehatan global yang belum terpecahkan secara tuntas

  penaggulangannya termasuk di Indonesia, penyakit ini juga memiliki periode waktu sejak infeksi hingga terdeteksinya infeksi melalui tes laboratorium/skrining disebut

  “window periode” dan fase asimtomatik

  (tanpa gejala) yang relatif panjang dalam perjalanan penyakitnya. HIV menginfeksi tubuh dengan periode inkubasi yang panjang (klinik-laten), dan utamanya menyebabkan munculnya tanda dan gejala AIDS (Karniawati & Nursalam, 2007). Acquired immunedeficiency syndrome (AIDS) itu sendiri merupakan suatu kumpulan gejala yang didapatkan dari penurunan kekebalan tubuh akibat kerusakan system imun yang disebabkan infeksi human immunodeficiency virus (HIV), bukan penyakit bawaan tetapi didapat dari hasil penularan (Widoyono, 2008).

  Penularan yang diakibatkan HIV pada akhir tahun 2008 terdapat 33,4 juta orang hidup dengan HIV,pada tahun yang samasekitar 2,7 juta orang terinfeksi HIV, 2 juta orang meninggal karena AIDS, termasuk anak-anak yang mencapai 280.000 jiwa. Kasus HIV/AIDS di Asia Tenggara menduduki peringkat ketiga tertinggi di dunia, terhitung 105 dari penduduk Asia Tenggara mengidap HIV/AIDS atau hampir 3,5 juta orang. Lima negara yang tercatat sebagai negara yang mempunyai kasus HIV/AIDS mayoritas diantaranya India, Thailand, Myanmar, Indonesia dan Nepa l (WHO,2009 dalam Saputra,2011,1,http:/diperoleh tanggal 3 Februari 2014).

  Pada 1 Januari sampai dengan 30 September 2013 data yang diterima Ditjen (Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit) PP & PL, ODHA di Indonesia sebanyak 20.413 Jiwa dan AIDS sebanyak 2.763 Jiwa. Persentase kumulatif kasus AIDS tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun 34,5%, kemudian diikuti kelompok umur 30-39 tahun 21,8%, 40-49 tahun 10,6%, 15-19 tahun 3,2%, dan 50-59 tahun 3,2%. Jawa Barat menduduki urutan ke 4 dengan jumlah penderita 4.131 setelah Papua (7.795), Jawa Timur (7.714) dan DKI Jakarta (6.299). (PP&PL, 2013,1, http://www.spiritia.or.id, diperoleh tanggal 28 Januari 2014).

  Data tersebut yang memiliki risiko tinggi adalah kepada usia 20-29 tahun sehingga perlu dilakukan pengawasan usia dibawah 20 tahun. Karena masa tersebut adalah masa remaja, dimana penularannya diperluas oleh penggunaan narkoba dengan alat suntik 17,4 %, melalui heteroseksual 60,9 %, di ikuti penularan melalui perinatal 2,7 % dan homoseksual 2,8 %. Salah satu indikasi tingginya angka ini karena adanya keterbatasan pemahaman remaja dan orang tua mengenai kesehatan reproduksi (komunikasi dan informasi tentang pendidikan seks), menurunnya nilai-nilai agama, sosial dan budaya dilingkungan remaja, serta kemudahan remaja dalam mengakses informasi dari media masa mengenai seks dan kekerasan (Swasono,2009.1, http://www. Prasetya.ub.ac.id, diperoleh tanggal 18 Februari 2014).

  Remaja adalah suatu periode dalam lingkaran kehidupan diantara masa kanak-kanakdan masa dewasa, karakteristiknya dengan ada perubahan biologis, psikologis, dan sosial. Masa remaja terbagi menjadi tiga,yaitu masa remaja dini usia 10-13 tahun, remaja pertengahan usia 14 -16 tahun, dan remaja akhir usia 17-21 tahun (Rudolph, et al. 2006).

  Karakteristik pada masa remaja, terutama remaja pertengahan yaitumulai adanya dorongan- dorongan seksual yang muncul sehingga remaja mulai mencari kemampuan untuk menarik lawan jenis dan perilaku seksual dan eksperimentasi (dengan lawan jenis maupun sejenis) mulai muncul, sehingga beresiko adanya penularan HIV/AIDS (Rudolph, et al. 2006). Mengkonsumsi obat-obat terlarang tertutama lewat jarum suntik secara bergantian yang mengakibatkan tertularnya HIV/AIDS sehingga berdampak terhadap respon psikologis pada remaja terganggu danstigma sosial yang memperparah depresi dan pandangan yang negatif tentang harga diri pasien dan keluarga.

  Bentuk pencegahan penularan HIV/AIDS ada tiga tahapan yang dikenal sebagai teori five levels of

  

prevention yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier. Pencegahan primer

  adalah upaya memodifikasi faktor risiko atau mencegah berkembangnya faktor risiko, dilakukan saat individu belum menderita sakit,meliputi: promosi kesehatan (health promotion), perlindungan khusus (spesific protection) berupa upaya spesific untuk mencegah terjadinya penularan penyakit tertentu, misalnya melakukan imunisasi dan peningkatan keterampilan remaja untuk mencegah ajakan menggunaan narkotik (Maulana, 2009). Pencegahan sekunder merupakan upaya pencegahan pada fase penyakit asimtomatis, tepatnya pada tahap preklinis, terhadap timbulnya gejala-gejala penyakit secara klinis melalui deteksi dini (early detection), misal ELISA atau Western blot Rutin untuk kelompok resiko tinggi (Last,2001 dalam Bhisma, 2007). Pencegahan tersier adalah upaya pencegahan progresi penyakit ke arah berbagai penyakit yang lebih buruk, dengan tujuan memperbaiki kualitas hidup pasien. Pencegahan tersier biasanya dilakukan oleh para dokter dan sejumlah profesi kesehatan lainnya, misal fisioterapi dan pengobatan (Last,2001 dalam Bhisma, 2007). Sehingga untuk upaya pencegahan pada remaja dibawah 20 tahun adalah pencegahan primer dengan upaya promotif dan salah satu langkah preventif dalam program pencegahan HIV/AIDS menurut manual pemberantasan penyakit menular (MP2M, 2009) adalah pemberian pendidikan kesehatan disekolah dan dimasyarakat harus menekankan bahwa mempunyai pasangan seks yang berganti-ganti serta penggunaan obat suntik bergantian dapat meningkatkan risiko terkena infeksi HIV (Chin, 2009)

  Pendidikan kesehatan merupakan suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan prilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Pendidikan kesehatan akan mempunyai efek/output yang baik apabila dalam prosesnya menggunakan metode maupun media yang baik,metode diartikan sebagai cara atau pendekatan tertentu. Di dalam proses belajar, pendidik harus dapat memilih dan menggunakan metode (cara) mengajar yang cocok atau relevan, sesuai dengan kondisi setempat. Metode pendidikan kesehatan di bagi menjadi dua, yaitu metode didaktif dan sokratif. Metode didaktif adalah metode yang didasarkan atau dilakukan secara satu arah atau one way method, tingkat keberhasilan metode didaktif sulit dievaluasi karena peserta didik bersifat pasif dan hanya pendidikan yang aktif (misalnya, ceramah, film, leaflet, buklet, poster, dan siaran radio (kecuali siaran radio yang bersifat interaktif, dan tulisan di media cetak). Metode sokratif adalah metode yang dilakukan secara dua arah atau two ways method, dengan metode ini kemungkinan antara pendidik dan peserta didik bersifat aktif dan kreatif (misalnya, diskusi kelompok, debat panel, forum, Buzzgroup, seminar, bermain peran, sosiodrama, curah pendapat

  (brain storming), demonstrasi, studi kasus, loka karya, dan penugasan perorangan) (Maulana,2009).

  Metode pendidikan dedaktif salah satunya adalah ceramah. Ceramah adalah pidato yang disampaikan oleh seorang pembicara didepan sekelompok pengunjung atau pendengar. Metode ini efektivitasnya baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah, menghabiskan waktu dengan baik, dapat dipakai pada kelompok yang besar, tidak melibatkan banyak alat bantu, dapat dipakai sebagai penambah bahan yang mudah dibaca, dan dapat dipakai untuk mengulang atau memberi pengantar pada pelajaran atau aktivitas (Maulana, 2009).

  Metode pendidikan sokratik salah satunya adalah diskusi kelompok. Diskusi kelompok adalah percakapan yang direncanakan atau dipersiapkan di antara tiga orang atau lebih tentang topik tertentu dan salah seorang di antaranya memimpin diskusi tersebut. Metode ini efektivitasnya memungkinkan saling mengemukakan pendapat, merupakan pendekatan yang demokratis, mendorong rasa kesatuan, memperluas pandangan, menghayati kepemimpinan bersama, membantu mengembangkan kepemimpinan dan memperoleh pandangan dari orang yang tidak suka bicara (Maulana, 2009).

  Hasil penelitian Saputra (2011) di SMAN 4 Tanggerang Selatan menunjukan ada perbedaan pengetahuan yang bermakna antara sebelum dan setelah intervensi pendidikan kesehatan HIV AIDS. Nilai efektivitas kelompok curah pendapat adalah 100% sedangkan jumlah responden yang mengalami peningkatan pengetahuan pada kelompok ceramah dengan media audio visual sebanyak 15 orang, maka nilai efektivitas pada kelompok ini adalah 93,75 %. Dengan demikian selisih efektivitas metode curah pendapat dan ceramah dengan media audio visual adalah sebesar 6,25%.

  Berdasarkan hasil studi pendahuluan di SMAN 1 Cimahi pada tanggal 13 Februari 2014. Didaatkan data 10 siswa kelas X (sepuluh), 4 siswa mengatakan hanya mengetahui bahwa HIV merupakan penyakit menular seksual, penularan HIV/AIDS hanya melalui hubungan seks dan jarum suntik secara bergantian saja, pencegahannya melalui penggunaan kondom ketika melakukan hubungan seksual atau puasa tidak melakukan hubungan seksual bagi si penderita dan 2 siswa mengatakan hal sama, mengetahui juga bahwa HIV/AIDS dapat menurunkan imunitas tubuh penderita dan 4 Siswa mengatakan makan dengan piring yang sama, berjabat tangan, berpelukan tidak akan menularkan HIV/AIDS. Namun dari ke 10 siswa itu mereka mengatakan tidak mengetahui bahwa penyebab virus HIV AIDS itu apa, perjalanan penyakitnya, juga tanda dan gejalanya seperti apa mereka tidak mengetahui.

  Berasarkan wawancara terhadap pihak sekolah mengatakan sebelumnya pada tahun 2013 sudah ada dan dilakukan pendidikan kesehatan mengenai kesehatan reproduksi remaja salah satunya mengenai HIV/AIDS, namun tidak dilakuannya membandingan suatu cara metode lain dalam penyampaian informasi tersebut.

  Berdasarkan data tersebut maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang perbandingan efektivitas pendidikan kesehatan dengan metode ceramah dan diskusi kelompok terhadap pengetahuan remaja kelas X mengenai HIV/AIDS di SMAN 1 Cimahi.

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbandingan efektivitas pendidikan kesehatan dengan metode ceramah dan diskusi kelompok terhadap pengetahuan remaja kelas X mengenai HIV/AIDS di SMAN 1 Cimahi. Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

  a. Mengidentifikasi gambaranrata-rata pengetahuan sesudah diberikan pendidikan kesehatan HIV/AIDS dengan metode ceramah di SMAN 1 Cimahi.

  b. Mengidentifikasi gambaran rata-ratapengetahuan remaja sesudah diberikan pendidikan kesehatan HIV/AIDS dengan metode diskusi kelompok di SMAN 1 Cimahi.

  c. Mengidentifikasi perbandinganefektivitas pendidikan kesehatan dengan metode ceramah dan diskusi kelompok, terhadap pengetahuan remaja kelas X mengenai HIV/AIDS di SMAN 1 Cimahi.

B. METODE PENELITIAN

  Penelitian ini menggunakan desain penelitian pra eksperimen. Desain Perbandingan kelompok statis (static group comparison) merupakan suatu bagian dari prosedur penelitian yang dilakukan dengan memberikan perlakuan/intervensi pada subjek penelitian (kelompok studi) kemudian dilakukan pengukuran (observasi) atau posttes dan menambahkan kelompok kontrol atau pembanding (Notoatmodjo, 2010).

  Adapun kerangka konsep pada penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

  Informasi kesehatan Pengetahuan (pendidikan kesehatan) Pe

HIV/AIDS

  a. Ceramah

  b. Diskusi kelompok

  a. Pendidikan

  b. Pengalaman

  c. Usia

  d. Lingkungan

  e. Sosial ekonomi

  f. Kebudayaan

  g. Informasi

Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian Notoatmodjo, 2010

  Populasi dalam penelitian ini adalah remaja kelas X (Sepuluh) SMAN 1 Cimahi sejumlah 375 orang dari 9 kelas. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik random sampling, yaitu dengan simple random samplin. Adapun Hipotesis dalam penelitian ini adalah: Ha :Terdapat perbedaan antara pendidikan kesehatan dengan metode ceramah dan diskusi kelompok terhadap pengetahuan remaja mengenai HIV/AIDS Ho :Tidak terdapat perbedaan antara sebelum dan sesudah diberikan intervensi pendidikan kesehatan dengan metode ceramah terhadap pengetahuan remaja mengenai HIV/AIDS

  Analisa data, dilakukan melalui dua tahap, analisa univariat dan analisa bivariat. Analisa univariat dimaksudkan untuk mengambarkan rerata pengetahuan remaja SMAN 1 Cimahi kelas X (sepuluh) mengenai HIV/AIDS, untuk mengukur pengetahuan tersebut dihitung dengan menggunakan mean . Analisia bivariat dengan melkaukan uji beda dua mean independen.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

  Penelitian ini dilakukan di SMAN 1 Cimahi dan pengambilan data dilaksanakan pada tanggal 17 Mei 2014.

  1. Analisis Univariat

  

a. Gambaran Rata-rata Pengetahuan Remaja Sesudah Diberikan Pendidikan Kesehatan Dengan

Metode Ceramah Tentang HIV/AIDS di SMAN 1 Cimahi 2014 Tabel 4.1.Distribusi Frekuensi Gambaran Pengetahuan RemajaSesudah Diberikan Pendidikan Kesehatan Dengan Metode Ceramah Tentang HIV/AIDS di SMAN 1 Cimahi 2014 Variabel Mean S.D Minimal- 95% CI Maximal

  Pengetahuan remaja sesudah pendidikan kesehatan dengan 86,72 5,935 75 - 100 84,73 - 89,23 metode ceramah

  Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan bahwa nilai mean pengetahuan sesudah diberikan pendidikan kesehatan termasuk kedalam kriteria baik yaitu 86,72 dengan nilai standar deviasi 5,935. Pengetahuan terendah 75 dan pengetahuan tertinggi 100. Dari estimai interval disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata pengetahuan remaja SMAN 1 Cimahi kelas X (sepuluh) tahun 2014 adalah diantara 84,73 sampai dengan 89,23.

  b. Gambaran Rata-rata Pengetahuan Remaja Sesudah Diberikan Pendidikan Kesehatan Dengan Metode Diskusi Kelompok Tentang HIV/AIDS di SMAN 1 Cimahi 2014

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Gambaran Pengetahuan Remaja Sesudah Diberikan Pendidikan Kesehatan Dengan Metode Diskusi Kelompok Tentang HIV/AIDS HIV/AIDS di SMAN 1 Cimahi 2014

  

Variabel Mean S.D Minimal-

Maximal 95% CI

  Pengetahuan remaja sesudah pendidikan kesehatan dengan metode diskusi kelompok 87,24 6,713 75 - 100 84,73 - 89,23

  Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan bahwa nilai mean pengetahuan sesudah diberikan pendidikan kesehatan termasuk kedalam kriteria baik yaitu 87,24 dengan nilai standar deviasi 6,713. Pengetahuan terendah 75 dan pengetahuan tertinggi 100 . Dari estimai interval disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata pengetahuan remaja SMAN 1 Cimahi kelas X (sepuluh) tahun 2014 adalah diantara 84,73 sampai dengan 89,23.

2. Analisis Bivariat a.

  

Perbandingan efektivitas antara metode ceramah daan diskusi kelompok terhadap

pengetahuan remaja mengenai HIV/AIDS di SMAN 1 Cimahi tahun 2014.

Tabel 4.3. Distribusi Perbedaan Rata-rata Selisih Skor Pengetahuan dan Standar Deviasi pada Kedua Kelompok mengenai HIV/AIDS di SMAN 1 Cimahi 2014 Variabel Mea n SD SE P Value N Pengetahuan

  Ceramah Diskusi kelompok

  86,72 87,24

  5,935 6,713

  1, 484 1, 678

  0, 818 0, 818

  16

  16 Dari hasil penelitian pada 2 kelompok didapatkan bahwa rata-rata pengetahuan yang diberikan pendidikan kesehatan dengan metode ceramah adalah 86,72 dengan standar deviasi 5,935, sedangkan responden yang diberikan pendidikan kesehatan dengan metode diskusi kelompok adalah 87,24 dengan standar deviasi 6,713. Hasil uji statistik didapatkan nilai (p-value = 0, 818), berarti pada 5% terlihat tidak ada perbedaan yang signifikan antara pengetahuan responden yang diberikan pendidikan kesehatan antara metode ceramah dan diskusi kelompok.

  Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara pengetahuan HIV/AIDS pada kelompok siswa yang mendapatkan intervensi pendidikan kesehatan HIV/AIDS dengan metode ceramah dan diskusi kelompok (Pvalue= 0,818).

  Rata-rata selisih skor pengetahuan HIV/AIDS setelah diberikan pendidikan kesehatan dengan metode ceramah adalah 86,72. Sedangkan pada kelompok diskusi setelah diberikan pendidikan kesehatan adalah 87,24. Dengan demikian ada perbedaan rata-rata selisih skor pengetahuan HIV/AIDS antara keduanya walaupun hanya sebesar 0,52.Perbandingan efektivitas diambil dari nilai post-test karena dari nilai post-test dapat dievaluasi apakah tujuan pembelajaran sudah tercapai atau belum. Nilai post-test merupakan nilai akhir setelah diberikan perlakuan yaitu pendidikan kesehatan.

  Pendidikan kesehatan merupakan serangkaian upaya yang ditujukan untuk mempengaruhi orang lain, mulai dari individu, kelompok, keluarga dan masyarakat agar terlaksananya perilaku hidup sehat. Sama halnya dengan proses pembelajaran pendidikan kesehatan memiliki tujuan yang sama yaitu terjadinya perubahan prilaku yang dipengaruhi banyak faktor diantaranya adalah sasaran pendidikan, pelaku pendidikaan, proses pendidikan dan perubahan perilaku yang diharapkan juga untuk menggugah kesadaran, memberikan dan meningkatkan pengetahuan (Dermawan & Setiawati 2008).

  Ruang lingkup pendidikan kesehatan dilihat dari berbagai dimensi, yaitu dimensi sasaran, dimensi tempat pelaksanaan atau aplikasi dan dimensi tingkat pelayanan kesehatan (Notoatmodjo 2011).Pada penelitian ini ruang lingkup pendidikan kesehatan pada dimensi sasaran yaitu pendidikan kesehatan kelompok, dengan sasaran kelompok. Dimensi tempat pelaksanaan atau aplikasi dilakukan disekolah dengan sasaran murid dan dimensi tingkat pelayanan kesehatan dalam tingkatan pencegahan yaitu pada tingkatan promosi kesehatan.

  Pendidikan kesehatan yang dilakukan dalam ke dua metode penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil pengetahuan dari seseorang, karena pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu.Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan psikis menumbuhkan rasa percaya diri maupun dorongan dan prilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimulasi terhadap tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2005).

  Pengetahuan dalam pemberian pendidikan kesehatan ini diperlukan sebagai langkah preventif dari pihak terkait yang lebih terencana serta berkesinambungan untuk mencegah kearah HIV/AIDS pada kalangan remaja.Masa remaja yang merupakan suatu tahap kehidupan yang bersifat peralihan dan tidak mantap. Di samping itu, masa remaja adalah masa yang rawan oleh pengaruh-pengaruh negatif, seperti narkoba, kriminal, dan kejahatan seks, namun kita harus mengakui pula bahwa masa remaja adalah masa yang amat baik untuk mengembangkan segala potensi positif yang mereka miliki seperti bakat, kemampuan, dan minat. Selain itu, masa ini adalah masa pencarian nilai-nilai hidup oleh karena itu, sebaiknya mereka diberi bimbingan agama agar menjadi pedoman hidup baginya (Wills, 2012). Sehingga pada usia remaja ini sangat cocok untuk diberikan suatu pendidikan kesehatan dalam langkah pemberian pengetahuan dalam pencegahan HIV/AIDS.

  Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Saputra yang berjudul “perbedaan pengaruh pendidikan kesehatan HIV/AIDS dengan metode curah pendapat dan ceramah menggunakan media audio visual terhadap pengetahuan siswa SMAN 4 Tanggerang Selatan ”menyatakan bahwa tidak ada pengaruh pendidikan kesehatan HIV/AIDS dengan metode curah pendapat dan ceramah dengan audio visual siswa SMAN 4 Tanggerang Selatan (Pvalue = 0,566).

  Penelitian dalam pemberian pendidikan kesehatan mengenai HIV/AIDS ini, peneliti yaitu sebagai pemberi informasi (penyuluh) pada kedua kelompok belum mengenal siswa dengan baik, sehingga hal ini juga dapat mempengaruhi tidak adanya perbedaan efektivitas penyuluhan yang bermakna diantara kedua media terebut. Pendapat ini didasarkan pada Ludlow (2000, dalam Saputra 2011), yang menyatakan bahwa keberhasilan dalam penyampaian infomasi sangatlah ditentukan oleh sifat dan mutu informasi yang diterima dan hubungan diantara pribadi yang terlibat.

  Menurut selisih data dari ke dua kelompok tersebut pada tabel 4.3 walau selisihnya hanya sedikit metode diskusi kelompok sebagai metode yang paling efektif setelah dibuktikan melalui penelitian.Metode diskusi kelompok dapat menjadi yang lebih efektif karena dalam pelaksanaannya siswa lebih aktif dalam keingintahuannya mengenai HIV/AIDS dalam berdiskusi dengan teman-temannya.Agar pengetahuannya lebih efektif maka responden hendaknya mempunyai kesadaran sikap serta prilaku menyimpang yang dapat mendekatkan diri kearah HIV/AIDS.

  Menurut Notatmodjo (2005), perubahan sikap dan pengetahuan tergantung dari cara atau metode yang digunakan dalam penyampaian pesan atau program. Salah satu fungsi media pendidikan adalah merangsang sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan-pesan yang disampaikan kepada orang lain. Metode dan media penyampaian informasi dapat memberikan efek yang signifikan terhadap pengetahuan seseorang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah ceramah dan diskusi kelompok dengan media yang digunakan adalah slide pada layar infokus dan video untuk metode ceramah.

  Sesuai dengan teori juga yang mengatakan bahwa salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar dalam pendidikan kesehatan adalah metode mengajar penyuluh (informasi) dalam pemberian pendidikan kesehatan. Menurut Bloom (2001, dalam Setiawati dan Dermawan 2008) menyatakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi hasil belajar salah satunya adalah kualitas pembelajaran dalam pemberian pendidikan kesehatan. Kualitas Pembelajaran ini menyangkut metode pembelajaran yang digunakan. Semakin baik metode yang digunakan semakin baik pula hasil belajarnya. Metode pembelajaran yang efektif sangat diperlukan, terutama dalam pemilihan metode pendidikan kesehatan yang baik dan dapat memberikan hasil lebih baik dalam pengetahuan siswa mengenai HIV/AIDS.

  Jadi intinya metode pendidikan kesehatan akan dapat menjadi metode yang efektif jika penggunaannya tepat sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Metode tersebut juga akan menjadi efektif dan efisien jika pada pelaksanaanny penyuluh (informasi) dapat menggunakan metode tersebut dengan baik sesuai dengan langkah-langkah penggunaan. Penyuluh (informasi) juga dapat mengkombinasikan kedua metode ini agar hasil pendidikan kesehatan lebih maksimal.

D. SIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpuan

  a. Nilai rata-rata (mean) pengetahuan remaja setelah diberikan pendidikan kesehatan dengan metode ceramah di SMAN 1 Cimahi termasuk kedalam kriteria baik yaitu 86,72 dengan nilai standar deviasinya adalah 5,935.

  b. Nilai rata-rata (mean) pengetahuan remaja setelah diberikan pendidikan kesehatan dengan metode diskusi kelompok di SMAN 1 Cimahi termasuk kedalam kriteria baik yaitu 87,24 dengan nilai standar deviasinya adalah 6,713.

  c. Tidak ada perbedaan efektifitas pengetahuan responden yang sudah diberikan pendidikan kesehatan antara metode ceramah dan diskusi kelompok (P-value = 0,818 >α 0,05), dengan rentang nilai mean rankadalah 0,52.

2. Saran

  a. Bagi SMAN 1 Cimahi Bagi SMAN 1 Cimahi, hendaknya dibuatkan program yang mencangkup lebih luas dengan kesehatan reproduksi remaja terutama HIV/AIDS sebagai langkah pencegahan

  HIV/AIDS yang berupa pendidikan kesehatan dimana diskusi kelompok dapat dijadikan alternatif pilihan metode dalam pelaksanaan program tersebut tentunya dengan bekerjasama dengan pihak terkait seperti puskesmas maupun institusi kesehatan. Agar tersebarnya informasi pencegahan HIV/AIDS guna menekan angka bertambahnya kasus HIV/AIDS.

b. Bagi Peneliti Selanjutnya

  a. Agar lebih menggambarkan perbedaan efektifitas diantara dua kelompok dalam metode pendidikan kesehatan, sebaiknya pada penelitian selanjutnya juga digunakan kelompok pembanding yang hanya mendapatkan pendidikan kesehatan metode ceramah (kelompok yang tidak mendapatkan intervensi pendidikan kesehatan dengan bantuan media apapun) atau menggunakan penelitian pendidikan kesehatan dengan metode lain, (misalnya demonstrasi, buklet, loka karya, penugasan perorangan, dll)

  

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto(2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

  Budiman.(2011).Penelitian kesehatan: buku pertama. Bandung: Refika Aditama. Chin, J (2009). Manual pemberantasan penyakit menular, Edisi 17. Jakarta: Infomedika. Dermawan, A.C & Setiawati, S (2008). Proses pembelajaran dalam pendidikan kesehatan. Jakarta: Trans Info Media.

  Format referensi elektronik di rekomendasikan oleh Saputra (2011), Perbedaan Pengaruh Pendidikan

  Kesehatan HIV AIDS Dengan Metode Curah Pendapat Dan Ceramah Menggunakan Media Audio Visual Terhadap Pengetahuan Siswa SMAN 4 Tanggerang Selatan , tersedia http:// Reponsitory.uinjkt.ac.id , 23 Februari 2014.

  Format referensi elektronik di rekomendasikan oleh Muhaningsih dan hastuti, (2008), Efektifitas

  pendidikan kesehatan dengan menggunakan modul dan presentasi yang disertai selebaran

terhadap pengetahuan tentang HIV/AID, terseret 2014

  Format referensi elektronik di rekomendasikan oleh Dewi (2012), Perbedaan Pengaruh Pendidikan

  Kesehatan Model Kooperatif Jigsaw dan Metode Ceramah Terhadap Peningkatan Pengetahuan , terseret 2014.

  Format referensi elektronik di rekomendasikan oleh Depkes RI (2006), Situasi HIV/AIDS Di Indonesia Tahun 1987-2006 , tersedia http://www.depkes.go.id, 4 Februari 2014. Format referensi elektronik di rekomendasikan Bhisma (2007), Riwayat alamiah penyakit, tersedia ret 2014. Format referensi elektronik di rekomendasikan oleh Depkes, RI (2013), Video Penyuluhan Virus

  HIV/AIDS (Animasi) , terseebruari 2014 Hidayat, A., A (2008).Metode penelitian keperawatan dan teknik analisis data. Jakarta: Salemba Medika.

  Kurniawati, D. N & Nursalam (2007).Asuhan keperawatan pada pasien terinfeksi. Jakarta: Salemba Medika . Maulana, J. D. H (2009).Promosi kesehatan. Jakarta: Kedokteran EGC. Notoatmodjo, S (2005).Pendidikan dan perilaku kesehatan. jakarta: Rineka Cipta

  (2007). Promosi kesehatan teori dan aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta (2007). Promosi kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

  Pediatrics, R (2006).Buku ajar pediatri rudolph, Edisi 20. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

  Riyanto, Agus (2011). Pengolahan dan analisis data kesehatan. Yogyakarta: Nuha medika. Riyanto, A., &Budiman (2013).Kapita selekta kuesioner: Pengetahuan dan sikap dalam penelitian

  kesehatan. Jakarta: Salemba Medika Suryosubroto (2004).Proses belajar mengajar di sekolah, Cetakan ke -1.Jakarta:Rineka Cipta.

  Soedarto (2009).Penyakit menular di Indonesia: Cacing protozoa bakteri virus jamur, Cetakan ke -1.

  Jakarta: Sagung Seto Sugiyono(2012).Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Sinta, F (2011). Promosi kesehatan, Cetakan Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.

  Utami, S., Susilaningrum, R., Nursalam (2008).Asuhan keperawatan bayi Dan Anak, Cetakan ke -2.

  Jakarta: Salemba Medika. Widoyono (2008). Penyakit Tropis: Epidomiologi, penularan, pencegahan & pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.

  Wills. S (2012). Remaja dan masalahnya. Bandung: Alfa Beta

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN LAMA PERSALINAN KALA II PADA PRIMIGRAVIDA DI PUSKESMAS

0 0 9

PERBEDAAN POLA ASUH TERHADAP PERTUMBUHAN ANAK USIA 1-3 TAHUN PADA IBU BEKERJA DAN TIDAK BEKERJA

0 3 8

PERBEDAAN PRODUKSI ASI PADA AKSEPTOR KB SUNTIK KOMBINASI DAN PROGESTIN DIFFERENCE BREAST MILK PRODUCTION IN KB ACCEPTOR COMBINATION AND PROGESTIN Tanti Budhi Hariyanti, Agnis Sabat Kristiana

0 0 6

Gaya Kepemimpinan Koordinator UKP dan Motivasi Kerja Karyawan Puskesmas Sukomoro, Magetan Leadership Style of UKP Coordinator and Employee Working Motivation of Sukomoro Community Health Center, Magetan Retno Widiarini Prodi Kesehatan Masyarakat, STIKES B

0 0 5

PENGARUH PEMBERIAN LIFE REVIEW THERAPY TERHADAP TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI PANTI WERDHA MOJOPAHIT MOJOKERTO EFFECT OF GRANTING LIFE REVIEW THERAPY TO DEPRESSION LEVEL ON LANSIA IN PANTI WERDHA MOJOPAHIT MOJOKERTO

0 1 6

PENINGKATAN KETERAMPILAN PRIMIGRAVIDA DALAM MERAWAT BAYI DENGAN PENERAPAN KOMBINASI METODE BUZZ GROUP DAN MODELLING IMPROVING PRIMIGRAVIDA SKILL IN TAKING CARE OF BABY BY USING COMBINATION OF BUZZ GROUP AND MODELLING METHODS

0 0 7

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT HARGA DIRI ORANG DENGAN HIVAIDS DI YAYASAN SADAR HATI MALANG The Relationship of Family Support with Self-Esteem Level in People Living with HIVAIDS (PLWHA) in Sadar Hati Foundation Malang

0 0 9

Exploration of Managerial Conflict In A Maternal Hospital Abdi Agus Youandi , Tita Hariyanti

0 0 5

View of PENGARUH TERAPI BERMAIN TERHADAP REAKSI HOSPITALISASI PADA ANAK USIA TODDLER YANG MENGALAMI HOSPITALISASI DI RUANG TANJUNG RSUD R.SYAMSUDIN, SH. KOTA SUKABUMI

0 0 19

View of KONTRIBUSI FAKTOR SOSIAL TERHADAP KEPATUHAN PASIEN DM TYPE 2 DALAM KONTEKS ASUHAN KEPERAWATAN DI POLIKLINIK ENDOKRIN RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG

0 1 9