Great Leap Forward Pada Masa Kepemimpinan Mao Tse Tung Tahun 1958–1962

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Rakyat Cina (RRC) adalah salah satu negara maju di Asia yang

  o

  beribukota di Beijing (Peking) dan secara geografis terletak di 39,917 LU dan

  o

  2

  116,383 BT. RRC memiliki luas wilayah 9.671.018 Km dengan jumlah penduduk diperkirakan sebanyak 1,363 miliar jiwa. RRC juga memiliki predikat sebagai negara adidaya karena ikut mendominasi kekuatan ekonomi dan kekuatan militer dunia (wikipedia, 2014). Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi unsur penting di setiap proses mencapai kemajuan suatu bangsa dan negara, demikian juga dengan SDM yang dimiliki RRC. Jumlah penduduk RRC yang demikian banyak menjadi penyokong SDM utama bagi perkembangan sektor-sektor produksi, industri, perdagangan, dan pembangunan. Semakin banyak penduduk RRC yang produktif, semakin besar pula pencapaian hasil produksi yang dihasilkan. Hasil produksi yang dicapai oleh penduduk RRC dapat mencukupi kebutuhan pasar domestik bahkan juga dapat diekspor untuk memasok kebutuhan pasar luar negeri. Hingga sekarangpun produk-produk dari RRC lah yang masih mendominasi pasar dunia, sehingga tidak salah jika RRC dianggap sebagai negara adidaya sekaligus menguasai pasar global.

  Kemajuan yang dicapai oleh RRC sampai saat ini tidak lepas dari sejarah panjang yang telah dilewati. Kehidupan di Cina (sebelum berdirinya RRC) telah dimulai sejak masuknya Cina pada zaman sejarah (1766 SM) ditandai dengan berdirinya dinasti pertama yaitu Dinasti Shang (1766-1122 SM). Dinasti Shang merupakan dinasti pertama yang meninggalkan bukti-bukti sejarah berupa tulisan. Kehidupan yang terus berkembang akibat faktor alam maupun faktor manusia akhirnya membuat Cina masuk dalam berbagai perubahan zaman yang diikuti pula oleh adanya pergantian suatu dinasti yang berkuasa. Tercatat dalam sejarah bahwa dinasti terakhir yang memerintah di Cina adalah Dinasti Qing (1644-1912). Dinasti Qing adalah dinasti asing yang dipimpin oleh bangsa Manchu yang masuk dan menetap di dataran Cina. Dinasti Qing runtuh akibat adanya suatu gerakan

  

commit to user yang korup dan lemah. Berakhirnya masa pemerintahan Dinasti Qing menandai masuknya Cina ke dalam era baru dengan bentuk pemerintahan republik yang dikuasai oleh bangsa Cina sendiri. Masuknya Cina ke era baru diwarnai dengan konflik dan pertikaian untuk memperebutkan kekuasaan di Cina. Perebutan kekuasaan yang paling memengaruhi perkembangan Cina pada masa selanjutnya adalah terjadinya perang saudara antara kaum Nasionalis dengan kaum Komunis (Taniputera, 2008).

  Perang saudara yang memperebutkan kekuasaan di Cina telah mengakibatkan korban jiwa dari pihak kaum Nasionalis maupun dari kaum Partai Komunis dalam jumlah yang tidak sedikit. Perang saudara yang telah berlangsung sejak tahun 1927 berakhir dengan kemenangan kaum Komunis di bawah pimpinan Mao Tse Tung pada tahun 1949. Kemenangan Partai Komunis atas dominasi kekuasaan Partai Nasionalis menandai munculnya RRC sebagai negara yang berideologi komunis.

  RRC berdiri pada tanggal 1 Oktober 1949 dan dideklarasikan oleh Mao Tse Tung selaku ketua Partai Komunis Cina. Mao Tse Tung atau sering disebut Ketua Mao merupakan tokoh pemimpin besar bagi Partai Komunis Cina yang berhasil membawa komunisme menuju puncak kekuasaan utama atas Cina.

  Kemenangan Partai Komunis Cina dengan terwujudnya RRC kemudian digambarkan dengan suatu lambang bintang pada Bendera Nasional RRC. Lambang negara yang terdapat pada Bendera Nasional RRC menggambarkan filosofi perjuangan seluruh lapisan rakyat RRC. Darini (2010) menyatakan :

  Bendera Nasional RRC berwarna merah dengan empat bintang kecil dan satu bintang besar berwarna kuning. Warna merah melambangkan semangat revolusi komunis, empat bintang kecil berwarna kuning yang terletak di bagian pojok atas masing-masing melambangkan kelas buruh, kelas tani, kelas borjuis kecil, dan kelas borjuis nasional sedangkan satu bintang besar yang dilingkari empat bintang kecil tersebut di atas melambangkan kepemimpinan Partai Komunis (hlm.22). RRC selain memiliki lambang bendera yang menarik juga memiliki bentuk pemerintahan yang unik. Setelah berdirinya RRC terdapat dua lembaga induk politik di dalam satu negara. Dua lembaga induk politik tersebut terdiri dari

  

commit to user

  Negara RRC dan Partai Komunis Cina. Sukisman (1993) menyatakan bahwa:

  Dua lembaga tersebut dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Partai Komunis Cina bergerak dalam ruang lingkup kehidupan antar Partai Komunis di dunia, sedangkan RRC bergerak dalam ruang lingkup kehidupan antar negara di dunia. Pemimpin dari RRC dijabat oleh anggota-anggota Partai Komunis Cina, maka garis- garis politik RRC ditentukan oleh Partai Komunis (hlm.47).

  Adanya dua lembaga induk politik yang dimiliki oleh RRC sebenarnya tidak begitu memengaruhi jalannya pemerintahan maupun kebijakan yang ditempuh oleh RRC, sebab apapun kebijakan dan keputusan yang akan dijalankan negara, semua bergantung pada keputusan pemimpin partai yaitu Mao Tse Tung. RRC juga memiliki lembaga legislatif yang disebut dengan Kongres Rakyat Nasional.

  Setelah negara RRC didirikan, RRC harus menentukan kebijakan dan mencari negara-negara sekutu sebagai upaya perlindungan diri dari ancaman luar negeri. Alasan tersebut dikarenakan bahwa RRC merupakan negara yang baru berdaulat sehingga masih harus melakukan upaya memperjuangkan keutuhan dan kelangsungan hidup negara. Negara yang baru berdaulat tidak akan mampu berdiri dengan kuat tanpa adanya pengakuan kedaulatan dan dukungan dari negara lain, khususnya oleh negara-negara maju yang memiliki dominasi kekuatan global. Dengan demikian RRC harus mampu menjalin politik luar negeri yang baik dengan negara-negara lain di dunia.

  Pada awal berdirinya, RRC telah mendapatkan perhatian dan dukungan penuh dari negara pendukungnya pada masa Perang Saudara yaitu Uni Soviet. RRC mendapatkan pengakuan kedaulatan dari Uni Soviet pada tanggal 2 Oktober 1949. India sebagai negara tetangga juga memberikan pernyataan kedaulatan atas RRC pada tanggal 30 Desember 1949 dan diikuti oleh Inggris yang menyatakan pengakuan kedaulatan RRC pada tanggal 6 Januari 1950. Setelah mendapatkan pengakuan kedaulatan dari negara lain, RRC kemudian mengadakan pendekatan dengan Uni Soviet yang dipimpin oleh Perdana Menteri Joseph Stalin supaya mendapatkan bantuan finansial maupun teknologi. Hubungan antara RRC dan Uni Soviet dapat berlangsung dengan baik karena kedua negara sama-sama memiliki kepentingan dan sama-sama penganut ajaran Marxis. Terkait hubungan baik

  

commit to user Hubungan antara Uni Soviet dengan RRC semakin erat dengan diundangnya Mao Tse Tung ke Moskow pada tanggal 15 Februari 1950 untuk membicarakan hubungan persahabatan antara kedua negara. Pada kesempatan tersebut Uni Soviet menjanjikan bantuan dalam bentuk pinjaman keuangan serta transfer teknologi. Dua puluh ribu pemuda Tionghoa dikirim ke Soviet untuk menuntut ilmu, dan sebaliknya, Soviet mengirim 10.000 tenaga ahlinya dalam bidang teknik ke Tiongkok (hlm. 581). Hubungan baik Mao dengan Stalin ternyata tidak mampu bertahan cukup lama, sebab Stalin terlebih dahulu meninggal pada tanggal 3 Maret 1953. Setelah meninggalnya Stalin, kepemimpinan atas Uni Soviet digantikan oleh Nikita Krushchev. Nikita Krushchev atau yang disebut Khruschev pada awalnya juga berpihak kepada kepemimpinan Mao di RRC. Krushchev bersedia menghadiri peringatan ulang tahun kelima rezim komunis pada tanggal 1 Oktober 1954 dengan tekad membangun hubungan sebaik mungkin dengan RRC. Tekad baik Krushchev dinyatakan dengan janji pemberian bantuan peralatan untuk pabrik senjata dan memberikan pinjaman uang, bahkan memberikan teknologi pembuatan bom atom kepada RRC. Meskipun demikian, hubungan baik antara Mao dan Krushchev sering mengalami konflik. Konflik yang terjadi antara kedua tokoh pemimpin negara komunis tersebut sering dipicu akibat perbedaan pandangan dalam menentukan suatu kebijakan (Chang & Halliday, 2007).

  Mao selaku pemimpin RRC masih memiliki tugas berat untuk membangun kembali RRC yang hancur akibat penjajahan Jepang serta Perang Saudara. Upaya yang dilakukan Mao adalah dengan meningkatkan sektor perekonomian dan pembangunan serta menjaga stabilitas sosial. Mao selaku pemimpin RRC memberikan lebih banyak kekuasaan pada kaum petani dan buruh, dan sebaliknya memangkas kekuasaan kaum pemilik modal, tuan tanah, kapitalis, intelektual, dan orang asing demi menjaga stabilitas sosial dan ekonomi 581 RRC (Taniputera, 2008 ).

  Kondisi perekonomian RRC yang memburuk akibat perang Cina-Jepang dan perang saudara berdampak pada terjadinya inflasi yang mencapai 85.000%. Oleh sebab itu, kaum komunis memusatkan perhatiannya pada perbaikan pabrik- pabrik, sektor produksi, fasilitas-fasilitas transportasi serta mengendalikan inflasi commit to user dan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Program tersebut dilakukan selama 24 beberapa tahun pertama (Darini, 2010 ).

  RRC di bawah kepemimpinan Mao telah melakukan upaya untuk meningkatkan perekonomian dan menjaga stabilitas sosial RRC sejak awal berdirinya RRC. Upaya itu dimulai dengan kebijakan Reformasi Agraria pada

  Great Leap For ward

  tahun 1949 sampai dirumuskannya kebijakan (GLF) pada tahun 1958. GLF yang dimulai pada bulan Mei 1958 merupakan kebijakan yang sarat kontroversi dan juga menimbulkan bencana. Mengenai kebijakan GLF, Taniputera (2008) menyatakan bahwa pada prinsipnya program ini “...upaya peningkatan produksi baja, industri ringan, dan konstruksi secara besar-besaran”. Chang dan Halliday (2007) juga menyatakan bahwa GLF merupakan tindak lanjut dari ambisi Mao untuk mengungguli semua negara kapitalis dalam waktu singkat dan mengubah RRC menjadi negara adidaya. Mao menerapkan metode intensifikasi produksi dengan penggunaan tenaga murah rakyat RRC dalam jangka waktu 15 tahun. Meskipun GLF hanya berlangsung singkat, namun pelaksanaan GLF mampu meningkatkan keuangan negara dan membangun infrastruktur bagi RRC. Tingkat perkembangan dan kemajuan RRC yang begitu singkat memancing perhatian dunia untuk mengadakan hubungan politik maupun ekonomi dengan RRC, sehingga secara tidak langsung mampu mengangkat prestige RRC di kancah internasional.

  Penelitian terhadap sejarah RRC sejak dideklarasikan sampai berakhirnya kebijakan GLF, akan menunjukkan jejak sejarah suatu bangsa yang dapat dijadikan refleksi pedoman perilaku berbangsa dan bernegara di masa kini maupun di masa yang akan datang. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih lanjut mengenai kebijakan GLF yang dicita-citakan oleh Mao dengan tujuan mampu mengungguli negara-negara Barat dan membagun RRC menjadi negara adidaya, dengan mengajukan skripsi yang berjudul “GREAT LEAP F ORWARD PADA MASA KEPEMIMPINAN MAO TSE TUNG TAHUN 1958–1962”.

  

commit to user B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat ditentukan beberapa rumusan masalah, di antaranya;

  1. Bagaimana riwayat dan perjuangan Mao Tse Tung dalam mendirikan RRC?

  Great Leap Forward 2.

  dikampanyekan Bagaimana kondisi umum RRC sebelum tahun 1958?

  3. Great Leap Forwa rd dan dampaknya bagi RRC? Bagaimana pelaksanaan

  C. Tujuan Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan yang ingin dicapai dari penulisan skripsi ini adalah;

  1. Mengetahui riwayat dan perjuangan Mao Tse Tung dalam mendirikan RRC.

  Great Leap Forwa rd 2.

  dikampanyekan Mengetahui kondisi umum RRC sebelum tahun 1958.

  3. Great Leap Forward dan dampaknya bagi RRC.

  Mengetahui pelaksanaan

  D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Ilmiah a.

  Menambah kajian pengetahuan tentang sejarah Cina.

  b.

  Menambah kajian tentang sejarah RRC khususnya pada masa kepemimpinan Mao Tse Tung.

  c.

  Memberikan sumbangan pengetahuan ilmiah yang berguna dalam rangka pengembangan ilmu pendidikan sejarah.

  2. Manfaat Praktis a.

  Dapat dijadikan sumber referensi bagi pembaca maupun peneliti lainnya yang akan mengkaji tema sejarah RRC.

  b.

  Dapat memberikan motivasi kepada para sejarawan untuk selalu mengadakan penelitian.

  c.

  Dapat memberikan pelajararan dari peristiwa besar di masa lalu sebagai upaya refleksi bagi perkembangan moral maupun material di masa kini.

  

commit to user