Satria Habiburrahman Fathul Hakim1 , Imam Cholissodin2
Abstrak
Sistem presensi mahasiswa pada Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya masih menggunakan system manual yang sangat rawan disalahgunakan oleh mahasiswa itu sendiri seperti menitipkan absen pada temannya. Oleh karena itu dibutuhkan suatu sistem yang telah terdigitalisasi dan juga cepat dalam mencari solusi permasalahan. Metode optimasi merupakan metode untuk pencarian solusi yang lebih cepat. Pada penelitian kali ini peneliti menggunakan metode Particle Swarm Optimization (PSO), yang mana metode tersebut terinspirasi dari perilaku sosial gerakan kawanan burung pada kehidupan kesehariannya. Sedangkan metode klasifikasi adalah metode yang sangat erat kaitannya dengan hipotesis probabilitas. Jadi 2 metode ini akan memiliki fungsi yang berbeda dalam pengenalan wajah pada presensi mahasiswa tersebut dimana PSO disini adalah sebagai seleksi fitur dan Naïve Bayes disini sebagai mesin klasifikasi sekaligus juga mempunyai fungsi untuk mendapatkan fitnessnya. Pada pengujian pengaruh iterasi didapatkan kesimpulan bahwa iterasi dengan total nilai fitness terbaik pada jumlah partikel ke 38 yaitu 13,38, kemudian pada pengujian pengaruh jumlah iterasi didapatkan kesimpulan bahwa total fitness terbesar berada pada iterasi 190 yaitu 36,799, dengan kata lain semakin besar iterasi maka fitness semakin baik pula dan pengujian yang terakhir yaitu pada bobot inersia berada, fitness tertinggi pada bobot inersia 1,2 yaitu 1,588.
Kata Kunci: Particle Swarm Optimization, Naive Bayes, metode optimasi, wajah
Abstract
The Presence system of students in the Faculty of Computer Science, Brawijaya University is still using the manual system that is very prone to be misused by the students as entrusted that presence to his friend. Therefore we need a system that has been digitized and also fast in finding solution problem. Optimization method is a method of searching for faster solutions. For this time the researchers is using the Particle Swarm Optimization (PSO) method, that method was inspired by the social behavior of bird movements in their daily lives. While the method of classification is a method that is closely related to the probability hypothesis. So there are 2 methods and have different functions in facial recognition at the student presences where PSO here is as a feature selection and Naïve Bayes here as a classification engine as well as a function to get fitness. In the test results obtained that iteration with the best total fitness value is on the number of particles 38 with the highest total fitness is 13,38, then on testing the effect of the number of iterations obtained the conclusion that the largest total fitness is at iteration 190 is 36,799, in other words the greater of iteration the fitness is also better and the last test is on testing for the weight of inertia is 1,2 with the highest total fitness result is 1,588.
Keywords: Particle Swarm Optimization, Naive Bayes, optimization method, faces
berupa tanda tangan pada buku presensi, hal ini
1. PENDAHULUAN
sangat rentan terhadap kecurangan pada presensi harian. Hal ini terbukti pula pada saat penulis
Dari hasil pengamatan penulis pada sistem presensi mahasiswa yang dilakukan oleh bagian
melakukan pengamatan langsung saat berada di akademik Fakultas Ilmu Komputer Universitas
dalam sebuah kelas yang berlokasi di gedung A FILKOM pada saat perkuliahan manajemen
Brawijaya masih menggunakan sistem manual
Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya
sangat penting yaitu permasalahan sistem yang pukul 13.00 WIB sampai dengan selesainya
harus mendapatkan solusi permasalahan dengan mata kuliah pukul 15.30 WIB ada 35 mahasiswa
lebih cepat. Oleh karena itu dibutuhkan suatu yang hadir mengikuti mata kuliah, namun pada
sistem yang dapat menyelesaikan masalah buku presensi ada 40 anak yang mengisi presensi
tersebut dengan cara mengimplementasikan kehadiran. Jadi dapat disimpulkan bahwa ada
metode optimasi. Ada banyak teknik untuk beberapa orang mahasiswa yang tidak hadir
optimasi namun pada penelitian kali ini penulis tersebut menitipkan presensi pada temannya.
menggunakan teknik optimasi dengan algoritme Hal ini terjadi dikarenakan faktor sistem yang
Particle Swarm Optimization , dikarenakan masih belum terdigitalisasi dan terautomatisasi
algoritme PSO memiliki proses yang lebih mendorong peneliti untuk menciptakan suatu
sederhana dibandingkan dengan algoritme sistem yang mana nantinya wajah sebagai objek
optimasi lainnya seperti algoritme genetika. Hal untuk dapat mengidentifikasi presensi pada
ini dikarenakan algoritme PSO tidak memiliki mahasiswa.
proses crossover dan mutasi, selain itu parameter Wajah atau face adalah bagian tubuh yang
algoritme PSO juga lebih sedikit daripada berada pada kepala bagian depan manusia yang
algoritme genetika (Khusna, 2016). meliputi wilayah dahi, hidung, alis, pipi dan
PSO pada penelitian kali ini berfungsi dagu. Setiap orang sangat dipastikan memiliki
sebagai pemberi referensi seleksi fitur yang karakteristik wajah yang berbeda mulai dari
terbaik dan layak untuk diproses agar ekspresi, bentuk ataupun karakteristik wajah, hal
mendapatkan hasil yang maksimal. PSO akan itulah yang menjadi landasan bahwasannya
mencari berdasarkan ukuran populasi (swarm) wajah termasuk objek dari bidang biometrik.
dari tiap individu (partikel) dengan syarat harus Biometrik merupakan sebuah metode yang
diperbaharui pada tiap iterasinya. PSO akan terautomatisasi yang dapat mengenal seseorang
punya beberapa parameter berupa posisi, berdasarkan karakteristik fisik tertentu seperti
kecepatan, kecepatan max, konstanta kecepatan iris mata, sidik jari, tanda tangan dan suara
dab bobot inersia. PSO punya kelebihan untuk (Foka, 2002).
optimasi yang lebih cepat dan juga memiliki Wajah dapat diproses dengan pola
tingkat konvergensi yang stabil (Park, 2009). pengenalan
PSO juga mempunyai kelebihan yang lain yaitu merupakan langkah paling awal yang harus
wajah. Pendeteksian
wajah
sederhana, mudah dilakukan dalam melakukan pengidentifikasian
mempunyai
konsep
dan efisien dalam suatu wajah. Pendeteksian suatu wajah yang
diimplementasikan,
perhitungan jika dibandingkan dengan algoritme ideal harus dapat mengidentifikasi maupun
matematika dan teknik optimisasi heuristik menemukan lokasi dari luas semua wajah yang
lainnya (Tuegeh dkk, 2013). ada pada sebuah gambar dengan tidak
Penelitian selanjutnya pada Naïve Bayes memperhatikan skala, pose, umur, ekspresi,
penelitian yang dilakukan oleh (Fais dkk, 2014) maupun orientasi (Jain, 2000). Pendeteksian
yang mana dalam menentukan keberhasilan wajah dapat dilakukan dengan cara segmentasi
akurasi pada metode Naïve Bayes dipengaruhi pada area citra wajah dengan bagian latar
oleh kualitas dari preprocessing data sebelum (background). Dalam aplikasi berbasis desktop
dilakukannya klasifikasi pada Naïve Bayes. komputer atau device lainnya pengenalan wajah
Karena pada tiap pengujian pada penelitian dapat diproses dengan alur sesuai algoritme dan
tersebut mengalami perbedaan pada tiap adanya metode tertentu, agar diperoleh kualitas
perubahan data training pada proses hasil pengenalan wajah yang baik dibutuhkan suatu
klasifikasi.
kondisi lingkungan yang mendukung untuk Sedangkan untuk seleksi fitur warna dilakukannya uji coba atau dipakainya sistem
merujuk kepada penelitian yang dilakukan oleh tersebut diantaranya dengan indeks cahaya,
(Choi, 2011) terdapat 9 fitur warna pada warna kulit, sudut-sudut pada saat pengambilan
pengenalan wajah yaitu YCbCr, YIQ, HSV, Cie gambar wajah dan ukuran pixel kamera saat
l*u*v*, RGB, YUV, XYZ, CIE L*a*b*, Cie pengambilan gambar wajah berlangsung (Putra,
L*ch. Pada penelitian tersebut fitur diseleksi 2013).
berdasarkan kedekatan warna satu dengan yang Namun sistem itu belum banyak digunakan
lain dari data latih sebagai contoh RGB dan HSV di kalangan umum seperti sekolah, universitas,
akan menghasilkan informasi dari intensitas perkantoran dan perusahaan. Disamping
warna hijau. Kedekatan warna ini dihitung warna hijau. Kedekatan warna ini dihitung
gender, ras, pertumbuhan dan usia. Oleh karena kulit dimana fitur warna yang terbaik pada
tu tidak ada satu wajahpun yang serupa antara penelitian yang dilakukan oleh (Sutanto, 2010)
individu satu dengan yang lain, bahkan pada adalah RGB dan YcbCr. Pada penelitian tersebut
manusia kembar identik sekalipun. RGB dan YcbCr memberikan pendeteksian yang lebih tinggi dan juga menghasilkan akurasi sebesar 83%.
implementasi dan juga studi pustaka dari penelitian sebelumnya yang menggunakan metode PSO dan juga Naïve Bayes penulis memiliki hipotesis bahwa penelitian ini menghasilkan solusi yang optimal terkait dengan hasil fitness yang didapatkan pada pengujian nantinya. Penelitian pada kali ini ialah klasifikasi objek citra wajah dengan gabungan dari 2 metode dimana metode PSO disini adalah sebagai penyeleksi fitur yang paling optimal diakarenakan metode PSO ini mampu
menyelesaikan masalah yang kompleks dan juga
Gambar 1. Ilustrasi Gambar Dataset Wajah
metode yang lebih sederhana dibandingkan dengan metode optimasi lainnya seperti
2.3 Fitur Seleksi
algoritme genetika, sedangkan metode Naïve Bayes disini sebagai mesin klasifikasi yang
2.3.1. YcbCr
menghasilkan akurasi sebagai fitness sebagai Warna YcbCr kita bisa juga menyebutnya hasil keluarannya.
dengan istilah CCIR 601 (International Radio Consultative Commite ). YcbCr ini mempunyai
2. LANDASAN KEPUSTAKAAN
range warna dari 0-255. Warna ini awalnya
2.1 Konsep Pengenalan Pola
dikembangkan untuk dunia informasi digital berbasis video, sehingga dalam perkembangan
Pola adalah suatu entitas yang sudah terlebih video digital tidak lepas dari pengembangan dari dahulu didefinisikan berdasarkan ciri-cirinya.
model warna tersebut. Pada umumnya model Dari ciri-ciri itulah yang nantinya akan sangat
warna YcbCr ini adalah bagian dari ruang warna berguna sebagai pembeda antara pola satu
yang berasal dari transmisi video dan televisi. dengan pola yang lain. Suatu pola yang memiliki
Warna YcbCr ini juga mempunyai hubungan ciri-ciri yang baik akan memiliki pola dengan
tetangga yang mirip dengan warna lain yaitu pembeda yang sangat tinggi, sehingga pada
YUV dan YIQ, perbedaan yang terjadi adalah pengenalan pola berdasarkan pengelompokan
apabila YcbCr adalah sistem warna secara ciri tersebut didapatkan nilai keakurasian yang
digital sedangkan yang lain adalah sistem warna tinggi. Pola berasal dari gabungan berbagai fitur
secara analog. Warna YcbCr ini memisahkan dan merupakan sifat dari salah satu objek (Al
nilai dari RGB agar menjadi informasi Fatta, 2009).
luminance dan juga chrominance yang sangat berguna pada aplikasi kompresi citra gambar.
2.2 Pengenalan Wajah (Face Recognition)
Konversi dari RGB ke YcbCr ini memiliki Wajah merupakan bagian dari kepala
persamaan sebagai berikut (Ford dan Roberts, bagian depan manusia yang meliputi wilayah
dari dahi saapai bagian dagu, termasuk juga
Y = 0.299900.R + 0.58700.G + 0.11400.B
bagian rambut, dahi, alis, mata, hidung, pipi, mulut, bibir, gigi, kulit, dan dagu (KBBI, 2009).
C b = -0.16874.R - 0.33126.G + 0.50000.B
(1) pembeda antara wajah seseorang dengan yang
Elemen-elemen tersebut yang menjadi
C r = 0.50000.R - 0.41869.G - 0.08131.B
lainnya. Selain elemen fisik tersebut ada
2.3.2 CMY
beberapa faktor lain yang mempengaruhi wajah Warna CMY (Cyan, Magenta dan Yellow) yaitu: jaringan syaraf dan pembuluh darah, beberapa faktor lain yang mempengaruhi wajah Warna CMY (Cyan, Magenta dan Yellow) yaitu: jaringan syaraf dan pembuluh darah,
adalah model substractive yang mana
mempunyai tingkat kecerahan dari warna yang warna. CMY ini mempunyai range warna dari 0-
bervariasi dari saturation. Nilai warna ini antara 255. Contoh dari implementasi warna CMY
0-100%. Apabila warna tersebut memiliki nilai adalah pigmen warna pada cat. Permukaan yang
0, maka akan menjadi hitam dan apabila nilai telah dicat oleh warna cyan akan diiluminasi
tersebut dinaikkan akan membentuk variansi oleh sinar putih, tidak ada sinar merah yang
baru dari warna tersebut. Model warna ini dipantulkan dan juga adanya persamaan untuk
menganut sistem warna yang berasal dari teori warna magenta dengan warna hijau dan juga
warna Ostwald (Ostwald, 1931). kuning dengan biru. Konversi dari RGB ke
CMY memiliki persamaan sebagai berikut (Ford (𝑚𝑎𝑥−𝑚𝑖𝑛) 𝑆=
dan Roberts, 1998):
V= max
C = 1.0 –R
H berasal dari:
M = 1.0 –G If R= max and G = min (H = 5 + B’) Y = 1.0 –B
Else if R= max and G≠ min (H = 1- G’)
Else if G= max and B = min (H = R’ + 1) HSI (hue, saturation, intensity) adalah
2.3.3 HSI
Else if G= max and B ≠ min (H = 3 - B’) bentuk bidang datar dari model solid yang
Else if R= max (H = 3 + G’) dilakukan pemotongan secara horizontal pada
oherwise (H = 5- R’)
intensitas tertentu. HSI ini mempunyai range warna dari 0-255. Hue berasal dari warna merah,
2.3.5 RGB
saturation berasal dari jarak sumbu. Warna permukaan yang solid berasal dari saturasi yang
RGB adalah model dimana warna berasal penuh yang mana terdiri atas warna murni dan
dari konsep penambahan kuat dari cahaya primer spektrum tingkat keabuan. Konversi dari RGB
yaitu red, green dan blue. Pada satu ruang yang ke HSI memiliki persamaan sebagai berikut
sama apabila tidak adanya cahaya maka suatu (Ford dan Roberts, 1998):
ruangan tersebut akan mengalami gelap total.
1 Lalu apabila kita tambahkan cahaya merah di
H ’ = cos -1 (
) ruangan tersebut maka ruangan itu akan berubah
menjadi merah pada RGB menjadi (255,0,0)
S=1 – 3 / (R+G+B) min (R,G,B)
maka ruangan tersebut hanya dapat terlihat dengan warna merah saja. Dan hal tersebut juga
I = (R+G+B) / 3
akan sama apabila cahaya yang diberikan akan diganti dengan warna biru ataupun hijau
(Permana, 2010). RGB erat kaitannya dengan HSV (Hue, Saturation dan Value) dimana
2.3.4 HSV
normaliasasi RGB dimana 3 komponen utama hue adalah warna yang telah direfleksikan
yaitu r, g, dan b mengandung unsur persentase maupun dilakukan transmisi dari sebuah objek.
dari sebuah pixel yang ada digambar. Persamaan HSV ini mempunyai range warna dari 0-255.
untuk normalisasi adalah sebagai berikut (Ford Nilai hue dapat diukur dari lokasi roda standar
dan Roberts, 1998):
pada warna yang mana direpresentasikan dalam
nilai derajat dengan besaran sudut antara 0° dan
360°. Hue dalam pengimplementasiaannya dapat melakukan identifikasi nama dari warna
merah, orange (jingga) atau hijau. Saturation
(chroma) adalah merupakan ukuran kemurnian
(5) dari warna yang terjadi. Saturation akan membentuk representasi keabuan pada hue dan
ukurannya akan berbentuk dalam persentase 0% (gray) sampai 100% (full saturated). Untuk roda
CIE adalah kepanjangan dari Commisione standar warna, saturation dari pusat roda yang
Internationale de l'Eclairage merupakan Komisi berbentuk lingkaran ini akan semakin bertambah
Iluminasi Internasional yang mana bertanggung jawab
untuk
memberikan rekomendasi memberikan rekomendasi
Model L * a * b * merupakan model yang berhasil membuat suatu standar warna dari 3
berbentuk 3 dimensi, sehingga hanya bisa dasar yaitu spesifikasi cahaya sumber
diwakili dalam ruang 3 dimensi (3D (iluminants), pengamat dan metodologi untuk
representations of the L*a*b* gamut, Bruce digunakan memperoleh nilai pendeskripsian
Lindbloom ). Sedangkan dalam 2 dimensi warna. Pada warna CIE ini memanfaatkan 3
bentuk diagram koordinat dalam penemuan warna dalam suatu
penggambaran
berupa
kromatisitas yang mana merupakan bagian ruangan. Ruang warna itu yaitu:
warna dengan lightness yang tetap. 1 dimensi
a. CIE XYZ
merupakan sebagai penentu lightness. Namun Pada saat studi mengenai persepsi warna
model ini memiliki kekurangan yaitu pertama kali yang berhasil didefinisikan adalah
representasi visual dari semua warna dalam mengenai CIE XYZ (Introduction to Colour
model yang ada masih belum akurat. Science, William Andrew Steer & efg's Color
L* = 116 (Y/Y n ) 1/3 – 16
Chromaticity Diagrams Lab Report and Delphi ), yang dibuat pada tahun 1931. Warna
n ) source 1/3 – (Y/Y ] CIE XYZ didapat dari rangkaian uji coba yang
a* = 500 [(X/X n ) 1/3
b* = 200 [(Y/Y n ) 1/3 – (Z/Z n ) 1/3 ] (7) dilakukan pada 1920 oleh W.David Wright (CIE Color Space) dan John Guild, pada saat itu hasil
2.4 Particle Swarm Optimization
eksperimen tersebut digabungkan menjadi Particle swarm optimization adalah suatu spesifikasi warna CIE RGB dari turunan warna algoritma yang banyak terinspirasi dari perilaku CIE XYZ. sosial hewan seperti burung, lebah dan ikan. Perhitungan CIE XYZ ini dimana X Seekor hewan dalam algoritma PSO akan bertindak sebagai iluminasi, Z berarti quasi- dianggap sebagai partikel. Partikel ini akan equal stimulus biru (respon dari kerucut S), dan dipengaruhi oleh kecerdasan dari individu
X adalah kombinasi linear yang berasal dari hewan itu sendiri dan dan kecerdasan dari respon kerucut yang sifatnya ortogonal dari partikel lain dalam satu kelompok. Apabila satu iluminasi dan juga bernilai negatif dengan kata partikel menemukan jalan yang tepat dan lain bahwa XYZ ini adalah turunan dari respon terpendek menuju ke suatu sumber makanan, kerucut L (panjang), M (menengah) dan S maka yang terjadi adalah partikel-partikel lain (pendek). Dalam penyajian warna XYZ tersebut akan mengikuti partikel yang telah mempunyai standar tersendiri apabila ingin menemukan jalan yang tepat dan terpendek tadi. mengkombinasikan penambahan nilai XYZ, lalu Pada algoritma PSO ini memiliki proses ketiga warna tersebut akan dikonversikan ke perhitungan sebagai berikut: bentuk RGB dengan matriks berikut.
∗ R + 0.358 ∗ G + 0.180 ∗ B 2.4.1 Inisialiasi Kecepatan Awal
X = 0.412
∗ R + 0.715 ∗ G + 0.072 ∗ B Pada saat inisialisasi kecepatan iterasi awal ini (iterasi ke-0) semua kecepatan partikel
Y = 0.213
haruslah bernilai = 0 atau kita bisa lihat Namun CIE XYZ ini mempunyai beberapa
Z = 0.019 ∗ R + 0.119 ∗ G + 0.950 ∗ B (6)
Persamaan 8.
kelemahan yaitu sangat sulit pada pengaturan ( V i,j (t) =0) (8) brightness sesuai dengan yang diinginkan (Loy,
2.4.2 Inisialiasi Posisi Awal Partikel
b. CIE L* a* b*
Posisi awal dari sebuah partikel seharusnya LAB sebagai singkatan informal dengan
berada pada range [ 𝑥 min, 𝑥 max ]. Jika posisi yang sebutan CIE 1976 (L *, a *, b *). Perbedaan
dihasilkan kurang dari 𝑥 min maka posisi harus antara Hunter dan warna CIE adalah pada
dikembalikan lagi ke 𝑥 min , dan jika posisi koordinat CIE LAB yang L (Luminance atau
maka posisi harus tingkat kecerahan) a (rentang warna dari hijau
melebihi dari
max
sampai merah), dan b (rentang warna dari biru 𝑥 max. Formula untuk
dikembalikan lagi ke
melakukan inisialisasi sebuah pertikel dengan sampai kuning). Pertanda bintang (*) setelah L,a
range dimensi dapat dilihat pada Persamaan 9. dan b merupakan bagian nama lengkap, karena
merupakan perwakilan dari L *, a * dan b *, hal 𝑥 𝑖𝑗 (𝑡) = 𝑥 min 𝑗 + 𝑟(𝑥 𝑖𝑗 −𝑥 𝑖𝑗 ) (9) ini ditujukan sebagai pembeda antara CIELAB
2.4.3 Inisialiasi Pbest dan Gbest Awal
2. Suatu iterasi akan terhenti jika telah ditemukan solusi yang telah memenuhi
Pada inisialisasi Pbest iterasi ke-0, nilai
kriteria yang ada.
partikel ini dapat disamakan nilainya dengan
nilai Inisialisasi awal partikel. Suatu iterasi akan terhenti apabila tidak
adanya perubahan nilai (konvergen).
( Pbest i,j (t) = x i,j (t)) (10)
4. Suatu iterasi akan terhenti apabila nilai radius swarm yang telah dinormalisasi
2.4.4 Update Kecepatan
mendekati 0.
5. Suatu iterasi akan terhenti apabila grafik penentuan ke arah mana perpindahan posisi
Update kecepatan
berguna
dalam
fungsi obyektif telah mendekati nilai 0 partikel yang berada pada populasi tertentu.
seiring dengan pertambahan iterasi. Dimana nilai bobot inersia (w) telah diketahui,
untuk koefisien akselerasi 1 dan 2 (c 1 dan c 2 )
2.5 Naïve Bayes
telah diketahui, sedangkan untuk nilai random Naïve Bayes Classifier (NBC) adalah salah pada r 1 dan r 2 adalah bilangan yang dipilih
satu aspek dari pengenalan pola (pattern secara acak dalam interval 0 sampai dengan 1.
recognation ) yang sudah merujuk pada statistik
yang fundamental. Naïve Bayes adalah teknik v i , j w . v i , j c 1 . r 1 Pbest i , j x i , j yang prediksi berdasarkan probabilitas.
2 . r 2 Gbest g , j x i , j (11) Implementasi dari teorema bayes ini adalah
berdasarkan asumsi independensi yang dominan (Eko Prasetyo, 2012).
2.4.5 Update Posisi
Dalam teori bayes ada beberapa prinsip ada Apabila kecepatan baru telah didapatkan
beberapa prinsip ketidaktergantungan yang kuat maka dilakukan proses update posisi dengan
untuk tiap fitur pada sebuah data yang tidak cara menghitung nilai sigmoid berdasarkan
berhubungan dengan adanya fitur lain pada data Persamaan 12 berikut.
yang sama. Pada hipotesis Naïve Bayes adalah merupakan label identitas kelas yang telah
sig v i , j
menjadi target pada pemetaan klasifikasi dengan v (12)
i t , 1 j e telah terkait pada korelasi hipotesis, dan bukti tersebut dapat berupa fitur-fitur yang telah
Setelah nilai sigmoid pada seluruh partikel menjadi input pada model klasifiaksi. Persamaan ke- I dan dimensi ke- j didapatkan maka dilakukan
pada klasifikasi Naïve Bayes adalah sebagai perbandingan antara nilai pada update kecepatan
berikut:
terhadap nilai acak yang telah dibuat sebanyak partikel ke- 𝑑
I dimensi ke- j . Apabila nilai random 𝑃(𝑌)Π 𝑖=1 𝑃(𝑋 𝑖 P(Y|X) = |𝑌)
lebih kecil dari nilai sigmoid maka posisi terbaru
bernilai = 1 dan sebaliknya apabila nilai random lebih besar dari nilai sigmoid maka nilai posisi
3. PERANCANGAN
terbaru bernilai = 0. Hal tersebut dapat dilihat pada Persamaan 13.
3.1 Formulasi Permasalahan
mahasiswa FILKOM UB
if rand [ 0 , 1 ] sig v i , j 1
t 1 Seorang
t 1 dimisalkan bernama A akan diidentifikasi x i , j else
(13) wajahnya. Pertama masukkan gambar wajah
0 pada sistem untuk dilakukannya konversi nilai gambar kedalam beberapa fitur yaitu: HSV,
2.4.6 Kondisi Berhenti
YCbCr, RGB, HSI dan CIELab. Setelah fitur didapatkan maka akan dilakukan seleksi fitur
Kondisi berhenti dalam PSO adalah syarat menggunakan algortima Particle Swarm yang digunakan dalam mengakhiri iterasi
Optimization . Pada algoritma PSO ini pencarian. Syarat-syarat tersebut akan dijelaskan
diperlukan beberapa masukan yang meliputi: sebagai berikut:
jumlah iterasi, ukuran swarm, bobot inersia (w),
1. Suatu iterasi akan terhenti jika telah koefisien alselerasi 1 ( 𝑐1), dan koefisien mencapai nilai maksimum
akselerasi 2 ( 𝑐2). Setelah itu dilakukan proses Naïve Bayes seperti standar deviasi, Gaussian, akselerasi 2 ( 𝑐2). Setelah itu dilakukan proses Naïve Bayes seperti standar deviasi, Gaussian,
yang dihasilkan dapat Bayes . Hasil klasifikasi Naïve Bayes ini adalah
Nilai densitas
memberikan nilai referensi terhadap proses yang terdapat pada posterior dengan cara
algortima Naive Bayes. Diagram alir proses memilih nilai yang terbesar disbanding yang
pengenalan wajah menggunakan PSO dan Naive lainnya setelah posterior didapatkan maka akan
Bayes ditunjukan pada Gambar 2. dibuatkan suatu tabel kebenaran yang berguna menghasilkan nilai fitness untuk algoritma PSO. Proses seleksi fitur algoritma PSO pada Naïve
Mulai
Bayes ini akan berhenti ketika telah mencapai jumlah partikel makksimal dan juga iterasi maksimal. Untuk contoh nilai-nilai fitur dari
Data_training,
gambar mahasiswa yang telah dikonversikan ke Data_testing, HSV, YCbCr, RGB, HSI dan CIELab dapat Iterasi,Pop_size,c1,
r1,c2,r2,w,Posisi
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Data Ekstraksi Fitur Gambar Wajah
Proses PSO
bel-1 bel-2 bel-3 bel-4 bel-5 bel-6
Naïve Bayes
Naïve Bayes
5 9 6 2 Selesai H 18,1
Gambar 2. Diagram Alir Proses PSO dan Naive L
Bayes A 23,2
Pada algoritma PSO terdapat sejumlah
partikel-partikel yang merupakan cikal bakal
untuk melakukan proses seleksi fitur, dimana pada partikel tersebut akan dilakukan inisialisasi
*Keterangan Tabel:
sebanyak jumlah fitur yang akan diproses, Tabel 1 = Data Ke-
partikel-partikel tersebut akan direpresentasikan Tabel 2 = Nama Fitur
pada Tabel 2.
Tabel 3 = Nilai Fitur Baris 1 Kolom 1 Tabel 4 = Nilai Fitur Baris 1 Kolom 2
Tabel 2. Representasi Partikel PSO
Tabel 5 = Nilai Fitur Baris 2 Kolom 1
Partikel ke-
Dimensi ke- X1 X2 X3 X4 X5 X6 Xn
Tabel 6 = Nilai Fitur Baris 2 Kolom 2
x 1 (0)
Tabel 7 = Nama Kelas
X m (i)
3.2 Siklus Penyelesaian Masalah
Keterangan Tabel :
Siklus algoritma PSO dan Naive Bayes X1 – Xn = Dimensi dari partikel diinisialisasi
merupakan urutan penyelesaian masalah sejumlah fitur yang akan diproses menggunakan algoritma Particle Swam
sejumlah n.
Optimization dan Naive Bayes secara sekuensial. x 1 (0) = Partikel ke-1 dan Iterasi ke 0. Optimasi
menggunakan algoritma PSO x m (i) = Partikel ke-m dan Iterasi ke i. bertujuan untuk memperoleh nilai yang optimum
berdasarkan nilai fitness yang dihasilkan oleh
4. PENGUJIAN DAN ANALISIS
nilai fitness adalah belum terjadinya kovergen. Hal ini diakibatkan posisi selanjutnya yang akan
4.1 Hasil Pengujian dan Analisis Terhadap
ditempuh oleh suatu partikel akan dipengaruhi
Iterasi Maksimum
oleh posisi terbaik dari partikel yang ada pada Iterasi maksimum adalah pengujian dimana
sebelumnya dan juga posisi terbaik dari semua iterasi-iterasi tersebut untuk mengetahui nilai
partikel. Apabila posisi terbaik tersebut tidak fitness terbaik. Iterasi maksimum yang akan diuji
akan terjadi perubahan di local optimum, maka adalah pada kelipatan 10, yakni mulai dari iterasi
partikel akan cepat mengalami konvergen lalu
10 sampai dengan 200. Tiap percobaan iterasi sebaliknya apabila posisi terbaik tersebut masih tersebut akan dilakukan pengujian sebanyak 5
adanya perubahan di local optimum, maka kali. Pada pengujian kali ini parameter-
partikel belum dapat konvergen. Hal inilah yang parameter yang diujikan meliputi:
terjadi pada pengujian iterasi penelitian kali ini belum terjadinya konvergen dikarenakan masih
Ukuran populasi = 4 adanya perubahan di local optimum.
Koefisien akselerasi 1 (c 1 ) = 0,5
Hasil pengujian terhadap iterasi maksimum
terhadap total waktu dapat dilihat pada Gambar Bobot inersia (w) = 0,5
Koefisien akselerasi 2 (c 2 ) = 0,5
Pada hasil pengujian iterasi maksimum pada penelitian kali ini didapatkan hasil fitness
Pengaruh Iterasi Maksimum
yang berbeda. Selain itu kita juga dapat
Terhadap Total Waktu (menit)
mengetahui rata-rata total fitness terbesar berada u 40 29,8 pada iterasi ke 190 yaitu 36,799. Dari pengujian 33,1 30 35
iterasi maksimum ini dapat dilhat pada Gambar
tal Wakt
To
Pengaruh Iterasi Maksimum
ata
Terhadap Total Fitness
-r
Iterasi Maksimum
ata R
50 32,5 ss 45 40 e 36,8 35 32,9
Rata-rata Total Waktu
tn 25 30 20 9,711,3 15,4 17,8 21,4 26,1
Gambar 4. Grafik Hasil Waktu Pengujian Iterasi 5 0 4,7
Dari grafik pada Gambar 4 yaitu pengaruh
ata R
pengujian iterasi terhadap rata-rata total waktu
Iterasi Maksimum Rata-rata Total Fitness
adalah ada beberapa pengujian semakin naik iterasinya maka semakin naik pula total
waktunya, namun ada juga yang naik iterasinya
Gambar 3. Grafik Hasil Pengujian Iterasi
rata-rata total waktunya menurun hal ini
Maksimum
diakibatkan oleh posisi fitur partikel = 0. Fitur Berdasarkan grafik pada Gambar 3, dapat
pada posisi PSO tidak dieksekusi oleh Naïve diambil kesimpulan bahwa iterasi sangat
Bayes untuk mendapatkan akurasinya, sehingga mempengaruhi hasil fitness yang didapatkan tiap
tidak adanya perhitungan pada fitur pada posisi kali jumlah iterasinya. Hal ini dikarenakan
partikel = 0. Hal itu akan mempercepat jalannya sering terjadinya proses update posisi yang
eksekusi program selama pengujian jumlah terjadi pada tiap iterasi. Dalam menentukan
iterasi.
jumlah iterasi maksimum juga disarankan berdasarkan kompleksitas dari masalah yang
4.2 Hasil Pengujian dan Analisis Terhadap
akan diselesaikan. Jumlah iterasi apabila sangat
Jumlah Partikel
sedikit ataupun terlalu banyak akan membuat Pengujian jumlah partikel mempunyai komputasi semakin lama apabila hanya jumlah
tujuan agar mengetahuui nilai fitness terbaik. maksimum iterasi ini yang menjadi suatu
Pada pengujian ini nantinya jumlah partikel yang patokan (Englebercth, 2007).
akan diuji adalah partikel dengan kelipatan 2, Dari grafik pada Gambar 3 juga dapat
mulai dari 2 sampai dengan 40, dengan masing- disimpulkan bahwa pengaruh iterasi terhadap
masing percobaan tiap jumlah partikelnya masing percobaan tiap jumlah partikelnya
Pengaruh Jumlah Partikel Terhadap Total Waktu (menit)
Iterasi maksimum = 10
Koefisien akselerasi 1 (c 1 ) = 0,5
Koefisien akselerasi 2(c 2 ) = 0,5
Bobot inersia (w) = 0,5
To 0 2 0,6 Pada hasil pengujian jumlah partikel 2,3 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 1,1 26 28 1,2 30 32 1,4 34 36 1,5 38 40 didapatkan hasil fitness yang berbeda. Selain itu
tal
ata
kita juga dapat mengetahui rata-rata total fitness -r
terbesar berada pada jumlah partikel ke 38 yaitu Jumlah Partikel
ata
13,38. Dari pengujian jumlah partikel dapat Rata-rata Total Waktu dilihat pada Gambar 5.
Gambar 6. Grafik Hasil Waktu Pengujian Jumlah
Partikel
Pengaruh Jumlah Partikel Terhadap Total Fitness
4.3 Hasil Pengujian dan Analisis Terhadap
Bobot Inersia
ss e 35 30
tn 25
Bobot inersia (w) merupakan pengujian
Fi 20
akan mengetahui nilai fitness yang terbaik. Pada
ata
-r 10 7,2
pengujian bobot inersia ini yang akan diuji ini
nantinya adalah angka untuk masukan bobot
ata 0
inersia (w) dalam PSO dengan nilai 0,6 – 2,4. Setelah nilai bobot inersia dimasukkan maka
Jumlah Partikel
akan dilakukan pengujian sebanyak 5 kali pada
tiap nilai bobot inersianya. Pada pengujian kali ini parameter- parameter yang diujikan meliputi:
Rata-rata Total Fitness
Gambar 5. Grafik Hasil Pengujian Jumlah Partikel
Iterasi maksimum = 10 Jumlah partikel = 4
Berdasarkan grafik pada Gambar 5, dapat Koefisien akselerasi 1 (c 1 ) = 0,5 diambil kesimpulan bahwa apabila partikel
Koefisien akselerasi 2(c 2 ) = 0,5 semakin besar maka semakin baik pula solusi
yang dihasilkan dikarenakan partikel yang Pada hasil pengujian iterasi maksimum banyak tersebut akan membuat banyak pilihan
didapatkan hasil fitness yang berbeda. Selain itu posisi, oleh karena itulah sangat besar
kita juga dapat mengetahui rata-rata total fitness kemungkinan yang akan didapatakan untuk
terbesar berada pada bobot inersia 1,2 yaitu mencapai solusi yang optimal. Selain itu ada
1,588. Setelah bobot inersia mencapai 1.2 pendapat yang mengatakan bahwa umumnya
tersebut hasil rata-rata fitness tidak mengalami jumlah partikel 20 – 40 sudah cukup mampu
kenaikan yang signifikan. Hal ini tidak seperti dalam mendapatkan solusi yang optimal (Zerda
pada pengujian sebelumnya yaitu iterasi , 2009).
maksimum dan juga jumlah partikel yang mana Dari grafik pada Gambar 5 juga dapat
semakin naik nilainya maka akan semakin tinggi disimpulkan bahwa pengaruh partikel terhadap
nilai fitnessnya. Dari pengujian bobot inersia nilai fitness adalah belum terjadinya konvergen.
dapat dilihat pada Gambar 7. Hal ini diakibatkan oleh banyaknya partikel yang
memiliki keanekaragaman
dalam
merepresentasikan solusi penyelesaian masalah. Sebuah partikel memiliki posisi dan kecepatan yang berbeda yang mana telah menentukan representasi solusi secara mandiri saat itu juga.
Hasil pengujian terhadap jumlah partikel terhadap total waktu dapat dilihat pada Gambar
Pengaruh Bobot Inersia Terhadap Pengaruh Bobot Inersia Terhadap Total Fitness
Total Waktu (menit)
tal Waktu
ata 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 2 Bobot Inersia 2,2 2,4
Rata-rata Total Fitness Bobot Inersia
Rata-rata Total Waktu Gambar 7. Grafik Hasil Pengujian Bobot Inersia
Berdasarkan grafik pada Gambar 7, dapat
Gambar 8. Grafik Hasil Waktu Pengujian Bobot
diambil kesimpulan apabila bobot inersia
Inersia
semakin besar maka akan terjadi penurunan dari kecepatan tiap iterasinya, dengan kata lain
4.4 Hasil Pengujian dan Analisis Global
semakin besar bobot inersia tersebut maka Pada pengujian jumlah iterasi didapatkan kecepatan partikel akan diperlambat pada titik
kesimpulan bahwa iterasi sangat mempengaruhi awal pencarian solusi. Apabila kecepatan
hasil fitness yang didapatkan tiap kali jumlah melambat pada awal titik pencarian solusi hal ini
iterasinya. Hal ini dikarenakan sering terjadinya akan memberikan kesempatan terhadap
proses update posisi yang terjadi pada tiap eksploitasi lokal. Pada proses eksploitasi ini
iterasi. Dalam menentukan jumlah iterasi mempunyai kegunaan untuk pencarian solusi
maksimum juga disarankan berdasarkan dalam suatu wilayah tertentu sebelum
kompleksitas dari masalah yang akan melanjutkan eksplorasi ke wilayah yang lain,
diselesaikan. Jumlah iterasi apabila sangat namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
sedikit ataupun terlalu banyak akan membuat jika pada kesempatan tersebut ekspoiltasi
komputasi semakin lama apabila hanya jumlah tersebut sangatlah kecil, yang terjadi adalah
maksimum iterasi ini yang menjadi suatu partikel-partikel tersebut akan cenderung akan
patokan (Englebercth, 2007). Hasil pengaruh melakukan eksploitasi wilayah baru dan akan
iterasi terhadap nilai fitness pada penelitian kali kehilangan kesempatan untuk mengeksploitasi
ini adalah belum terjadinya kovergen. Hal ini pada wilayah yang sedang dikunjungi, hal inilah
diakibatkan posisi selanjutnya yang akan yang menjadi permasalahan karena solusi yang
ditempuh oleh suatu partikel akan dipengaruhi optimal dari wilayah itu akan dilewati begitu saja
oleh posisi terbaik dari partikel yang ada pada (Novitasari, 2015).
sebelumnya dan juga posisi terbaik dari semua Dari grafik pada Gambar 7 juga dapat
partikel. Apabila posisi terbaik tersebut tidak disimpulkan bahwa pengaruh bobot inersia
akan terjadi perubahan di local optimum, maka terhadap nilai fitness adalah terjadinya
partikel akan cepat mengalami konvergen lalu konvergensi dini. Hal ini diakibatkan oleh fungsi
sebaliknya apabila posisi terbaik tersebut masih bobot inersia itu sendiri yang hanya sebagai
adanya perubahan di local optimum, maka pengontrol dampak perubahan dari kecepatan
partikel belum dapat konvergen. Hal inilah yang yang diberikan oleh partikel. Perubahan dari
terjadi pada pengujian iterasi penelitian kali ini kecepatan yang diberikan oleh partikel pada saat
belum terjadinya konvergen dikarenakan masih pengujian cukup baik sehingga menghasilkan
adanya perubahan di local optimum. hasil solusi yang cukup optimal. Pada pengujian
Pada pengujian jumlah partikel didapatkan bobot inersia ini terjadi hanya satu kali kenaikan
kesimpulan bahwa apabila partikel semakin yang berarti yaitu pada nilai bobot inersia 1,2.
besar maka semakin baik pula solusi yang Hasil pengujian bobot inersia terhadap total
dihasilkan dikarenakan partikel yang banyak waktu dapat dilihat pada Gambar 8. tersebut akan membuat banyak pilihan posisi
partikel, oleh karena itulah sangat besar kemungkinan yang akan didapatakan untuk mencapai solusi yang optimal. Selain itu ada partikel, oleh karena itulah sangat besar kemungkinan yang akan didapatakan untuk mencapai solusi yang optimal. Selain itu ada
untuk dilakukannya seleksi fitur. dalam mendapatkan solusi yang optimal (Zerda
b. Lalu perhitungan fitness didapatkan dari , 2009). Hasil pengaruh partikel terhadap nilai
hasil akurasi klasifikasi algoritma Naïve fitness adalah belum terjadinya konvergen. Hal
Bayes berdasarkan tabel kebenaran. ini diakibatkan oleh banyaknya partikel yang
c. Kemudian setelah itu update kecepatan memiliki
yang sangat berguna pada perhitungan merepresentasikan solusi penyelesaian masalah.
keanekaragaman
dalam
untuk melakukan perpindahan posisi Sebuah partikel memiliki posisi dan kecepatan
pada saat proses sedang terjadi. yang berbeda yang mana telah menentukan
d. Lalu dilakukan update posisi untuk representasi solusi secara mandiri saat itu juga.
menentukan posisi partikel setelah Pada pengujian bobot inersia didapatkan
dilakukannya perpindahan. kesimpulan apabila bobot inersia semakin besar
e. Kemudian menentukan Pbest untuk maka akan terjadi penurunan dari kecepatan tiap
evaluasi serta membandingkan hasil dari iterasinya, dengan kata lain semakin besar bobot
tiap update posisi.
inersia tersebut maka kecepatan partikel akan
f. Terakhir adalah menentukan Gbest yang diperlambat pada titik awal pencarian solusi.
mana berfungsi untuk mencari solusi Apabila kecepatan melambat pada awal titik
terbaik secara global pada partikel pencarian solusi hal ini akan memberikan
dengan posisi yang terbaik. kesempatan terhadap eksploitasi lokal. Pada
2. Implementasi algoritma Naïve Bayes dalam proses eksploitasi ini mempunyai kegunaan
proses klasifikasi wajah dapat berjalan untuk pencarian solusi dalam suatu wilayah
dengan baik, melalui tahapan sebagai tertentu sebelum melanjutkan eksplorasi ke
berikut:
wilayah yang lain, namun ada beberapa hal yang
a. Menghitung mean berguna mencari rata- perlu diperhatikan jika pada kesempatan tersebut
rata, varian, standar deviasi, Gaussian, eksploitasi yang terjadi sangatlah kecil, yang
Likelihood , dan juga Posterior. terjadi adalah partikel-partikel tersebut akan
b. Pada Naïve Bayes ini terjadi seleksi fitur cenderung akan melakukan eksploitasi wilayah
yang mana untuk seleksi fitur tersebut baru dan akan kehilangan kesempatan untuk
membutuhkan posisi partikel dari PSO. mengeksploitasi pada wilayah yang sedang
Dapat disimpulkan bahwa Naïve Bayes dikunjungi,
ini dapat berjalan setelah algoritma PSO permasalahan karena solusi yang optimal dari
hal inilah
yang
menjadi
memberikan posisi partikel dalam proses wilayah itu akan dilewati begitu saja (Novitasari,
klasifikasinya, setelah posisi partikel dari 2015). Hasil pengaruh bobot inersia terhadap
PSO didapatkan dilakukan proses nilai fitness pada penelitian kali ini adalah
klasifikasi.
terjadinya konvergensi dini. Hal ini diakibatkan
c. Hasil klasifikasinya dapat menentukan oleh fungsi bobot inersia itu sendiri yang hanya
suatu tabel kebenaran/akurasi yang sebagai pengontrol dampak perubahan dari
nantinya akan menjadi nilai fitness untuk kecepatan yang diberikan oleh partikel.
tiap partikel PSO.
Perubahan dari kecepatan yang diberikan oleh
3. Pada pengujian pengaruh iterasi didapatkan partikel pada saat pengujian cukup baik sehingga
kesimpulan bahwa iterasi dengan total nilai menghasilkan hasil solusi yang cukup optimal.
fitness terbaik pada jumlah partikel ke 38 yaitu 13,38, kemudian pada pengujian
5. KESIMPULAN
pengaruh jumlah
iterasi didapatkan kesimpulan bahwa total fitness terbesar
Setelah dilakukan penelitian dan juga pengujian diatas didapatkan kesimpulan sebagai
berada pada iterasi 190 yaitu 36,799, dengan berikut:
kata lain semakin besar iterasi maka fitness semakin baik pula dan pengujian yang
1. Implementasi algoritma Particle Swarm Optimization dalam penyeleksian fitur pada
terakhir yaitu pada bobot inersia berada, pengenalan pola wajah dapat berjalan cukup
fitness tertinggi pada bobot inersia 1,2 yaitu 1,588.
baik dengan cara sebagai berikut:
a. Inisialisasi partikel dimana pada posisi partikel awal ini didefinisikan secara
DAFTAR PUSTAKA
Jackson R., MacDonald L., Freeman K., John W & Sons., 1994. Computer Generated
Al Fatta H., 2009. Rekayasa Sistem Pengenalan
Colour .
Wajah: Membangun Sistem Presensi Karyawan
Kusumadewi S., 2003. Artificial Intelligence Visual Basic 6.0 dan Microsoft Access.
menggunakan
Microsoft
(Teknik dan Aplikasinya). Graha Ilmu Andi. Yogyakarta.
.Yogyakarta.
Bustami., 2013. Penerapan Algoritme Naive Khusna R.A., 2016. Implementasi Algoritma Bayes Untuk Mengklasifikasi Data
Particle Swarm Optimization Untuk Nasabah Asuransi, TECHSI : Jurnal
Pemerataan Guru Mata Penelitian Teknik Informatika.
Optimasi
Pelajaran Di Kabupaten Lamongan. S1. Universitas Brawijaya. Malang.
Brainard D.H., 1989. Calibration of a computer controlled color monitor, Color Research Karina N.E dan Yamasari Y., 2013. Aplikasi & Application.
Diagnosa Kanker Kandungan dengan Menggunakan Metode Naïve Bayes (Studi
Choi Y.J., Ro M.Y., Plataniotis N.K., 2011. Kasus: Rumah Sakit Islam Surabaya). Boosting Color Feature Selection for
Color Face Recognition .
Jurnal Manajemen Informatika.
Accepted
Manuscript for Publication in IEEE Novitasari D., 2015. Optimasi Support Vector Transaction on Image Processing .
Regression dengan Particle Swarm Optimization untuk Software Effort
Cholissodin I., Riyandani E., 2016. Swarm Estimasions. S1. Universitas Brawijaya. Intelligence . Fakultas Ilmu Komputer.
Malang.
Universitas Brawijaya. Malang. Permana K.E dan Hashim S.Z.M., 2010. Fuzzy
Esti N.K dan Yamasari Y., 2013. Aplikasi Membership Function Generation using Diagnosa Kanker Kandungan Dengan
Swarm Optimization . Menggunakan Metode Naïve Bayes.
Particle
Jurnal: Manajemen Informatika Fakultas International Journal Problems Compt. Teknik, Universitas Negeri Surabaya.
Park T.S., Lee J.H., Choi B., 2009. Optimization for Artificial Neural Network with
Eberhart R.C dan Shi Y., 2011. Particle Swarm Adaptive inertial weight of particle swarm Optimization
Developmetns,
IEEE International Applications and Resources. Proceedings Conference on Cognitive Informatics . of Congress on evolutionary computation.
optimization.
Putra T.W.A., 2013. Pengenalan Wajah Dengan Englebercth A.P., 2007.
Computational
Matriks Kookurensi Aras Keabuan Dan Intelligent : An Introduction 2 ed., West Jaringan Syaraf Tiruan Probabilistik. S2. Sussex : John Willwy & Sons Ltd. Universitas Diponegoro. Semarang.
nd
Foka P dan
Ramji
D.P.,
Ramadhan R.M., Rehab F., Abdel K., 2009. CCAAT/Enhancer-Binding
Proteins:
Face Recognition Using Particle Swarm Structure, Function and Regulation Optimization-Based Selected Features. Biochemical Journal .
Journal of Signal Ford A dan Roberts A., 1998. Color Space
International
Processing, Image Processing and Conversions .
Pattern .
Fais A., Aditya D.M., Mulya S., Ramadien D., Saleh A., 2015. Implementasi Metode Sani A., 2014. Klasifikasi Calon Pendonor
Naïve Bayes Dalam Darah Dengan Metode Naïve Bayes
Klasifikasi
Memprediksi Besarnya Penggunaan Classifier . S1. Universitas Brawijaya.
Tangga. Creative Malang.
Listrik
Rumah
Information Technology Journal (Citec). Jain A.K., Duin R.P.W., Mao J., 2000. Statistical
Santosa B., Willy P., 2011. Metode pattern recognition: A review Transaction
Metaheuristik, Konsep dan Implementasi. on Pattern Analysis and Machine
Graha Ilmu. Surabaya. Intelligence . IEEE.
Sutanto T., 2010. Kombinasi Penyaring Warna Kulit Kplisit Pada Bidang Warna RGB
Dan YCBCR Untuk Meningkatkan Akurasi Sistem Pendeteksian Warna Kulit. STIKOM. Surabaya.
Sproson W.N., Adam H Ltd., 1983. Colour Science in Television and Display Systems .
Tuegeh M., Soeprijanto., Purnomo., Mauridhi H., 2009. Modified Improved Particle Swarm Optimization For Optimal Generator Scheduling . Seminar Nasional Aplikasi
Teknologi
Informasi.
Yogyakarta. Xue B.X., Ma X., Gu J., Li Y.B., 2013. An
improved extremelearning machine based on variable-length particle swarm optimization,Proc.
10th
IEEE
International Conference on Robotics and Biomimetics . IEEE Computer Society.
Yu Y., 2015. Study On Student Classification Management Based On Bayes Network. International Journal of Simulation Systems, Science & Technology .
Zerda E.R., 2009. Analisis dan penerapan Algoritme Particle Swarm Optimization (PSO) pada Optimasi Penjadwalan Sumber Daya Proyek. S1. Institut Teknologi Telkom. Bandung.