BAB I PENDAHULUAN - Data Penduduk Miskin di Kota Jayapura Thn 2014
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Peluang memperoleh kesejahteraan adalah hak semua orang. Konstitusi telah mengamanatkan bahwa menciptakan kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan penting pembangunan. Itu sebabnya dalam beberapa tahun terakhir ini, pemerintah berupaya memberikan fokus perhatian dan prioritas pada upaya perbaikan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah menyadari bahwa untuk menyusun strategi dan program Penanggulangan Kemiskinan data dan informasi tentang realitas kemiskinan baik untuk target kewilayahan maupun target sasaran (kelompok masyarakat secara langsung).
Selama ini data kemiskinan yang tersedia masih bersifat makro (jumlah penduduk miskin dalam Agresiasi Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota). Data jenis ini penting bagi penyusunan strategi pembagunan, dalam upaya penanggulanan kemiskinan, dengan pendekatan kewilayahan (geografis).Untuk target sasaran secara langsung, tentu diperlukan data yang lebih mikro yaitu tentang nama dan alamat rumah tangga miskin. Atas dasar inilah, Pendataan Rumahtangga Miskin menjadi kebutuhan yang mendesak untuk dilakukan.
Para peneliti kemiskinan telah memiliki konsensus bahwa permasalahan kemiskinan adalah permasalahan yang multidimensional. Sebagai contoh, penjelasan mengenai kemiskinan pada Copenhagen Programme of Action of the World Summit for Social Development tahun 1995 yang menyebutkan bahwa kemiskinan mempunyai berbagai wujud, termasuk kurangnyapendapatan dan sumber daya produktif yang memadai untuk menjamin kelangsungan hidup; kelaparan, dan kekurangan gizi; kesehatan yang buruk; keterbatasan akses pendidikan dan pelayanan dasar lainnya; peningkatan morbiditas dan peningkaan kematian akibat penyakit; tunawisma dan perumahan yang tidak memadai; lingkungan yang tidak aman; dan diskriminasi sosial dan pengucilan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menambahkan kemiskinan dicirikan oleh kurangnya partisipasi dalam pengambilan keputusan dan dalam kehidupan sipil, sosial, dan budaya (Barrientos, 2010). Mengingat kemiskinan yang multidimensi ini, permasalahan kemiskinan merupakan permasalahan yang kompleks yang mencakup berbagai sektor. Akibat kompleksitas yang dimilikinya, maka penanggulangan kemiskinan memerlukan program yang terintegrasi dan tidak tumpang tindih.
Dalam rangka mengimplementasikan berbagai program penanggulangan
kemiskinan, informasi mengenai siapa yang miskin dan dimana mereka berada menjadi sangat penting dan akan menjadi modal dasar dalam targeting rumah tangga miskin. Dengan kata lain, agar program penanggulangan kemiskinan berhasil dan tepat sasaran, maka ketersediaan data kemiskinan yang terpercaya merupakan suatu keharusan. Di Indonesia sendiri, sumber data mengenai kemiskinan telah tersedia di berbagai sumber.
Salah satu program pemerintah Kota Jayapura untuk menanggulangi kemiskinan adalah memetakan penduduk miskin di wilayahnya.Sebagai ibu kota Provinsi Papua, Kota Jayapura, terus mengalami perkembangan yang cukup pesat. Namun, berbarengan dengan itu, jumlah penduduk miskinnya pun ikut meningkat. Sebagai salah satu bentuk kebijakan mengatasi masalah ini, pemerintah Kota Jayapura akan melakukan pemetaan untuk mengetahui keberadaan penduduk miskin di Kota Jayapura. Program penanganan kemiskinan merupakan program nasional yang harus dijalankan setiap kepala daerah di wilayah masing-masing, karena melihat kenyataan yang ada, program penanganan kemiskinan sepertinya tak berjalan dengan baik.
Pemetaan penduduk miskin dianggap sebagai salah satu langkah konkret pemerintah Kota Jayapura untuk menemukenali penduduk mana saja yang tergolong miskin. Dengan pendataan penduduk miskin maka akan diketahui di mana domisili warga miskin di wilayah Kota Jayapura dan penyebab kemiskinan mereka, bisa diketahui dengan tepat, jika ada petanya. Hanya dengan itu, jumlah warga miskin itu bisa ditekan, dengan dipetakan, ada dasar bagi pemerintah kota untuk mengambil kebijakan.Dalam pemetaan penduduk miskin harus diketahui indikator apa yang akan kita pakai untuk mengukur kategori orang miskin di kota Jayapura dan kevalidan data terkait jumlah orang miskin sangat dibutuhkan, karena akan digunakan pada program sosial pemerintah, jika tak valid bisa menyebabkan bantuan pemerintah tidak tepat sasaran.
Menurut Statistik BPS Kota Jayapura dalam Angka 2014, Jumlah penduduk Kota Jayapura tahun 2013, tercatat sebanyak 272.544 orang atau bertambah 1,58 persen dari tahun sebelumnya. Jumlah penduduk terbanyak terdapat di Distrik Abepura dengan jumlah 77.570 orang. Sedangkan Distrik Muara Tami merupakan distrik dengan jumlah penduduk terkecil yaitu 11.869 orang. Dengan luas wilayah 940 km2 berarti kepadatan penduduk Kota Jayapura 290 jiwa/km2. Tahun 2013, jumlah rumah tangga di Kota Jayapura tercatat 64.209 ruta. Dengan jumlah penduduk laki-laki 143.848 jiwa dan perempuan 128.696 jiwa, rasio jenis kelamin di Kota Jayapura sebesar 112 yang berarti jumlah penduduk laki-laki lebih banyak 12 persen daripada penduduk perempuan. Penduduk Kota Jayapura didominasi oleh kelompok penduduk usia 20-34 tahun. Sementara itu kelompok penduduk usia tua (65 tahun keatas) mempunyai proporsi yang Menurut Statistik BPS Kota Jayapura dalam Angka 2014, Jumlah penduduk Kota Jayapura tahun 2013, tercatat sebanyak 272.544 orang atau bertambah 1,58 persen dari tahun sebelumnya. Jumlah penduduk terbanyak terdapat di Distrik Abepura dengan jumlah 77.570 orang. Sedangkan Distrik Muara Tami merupakan distrik dengan jumlah penduduk terkecil yaitu 11.869 orang. Dengan luas wilayah 940 km2 berarti kepadatan penduduk Kota Jayapura 290 jiwa/km2. Tahun 2013, jumlah rumah tangga di Kota Jayapura tercatat 64.209 ruta. Dengan jumlah penduduk laki-laki 143.848 jiwa dan perempuan 128.696 jiwa, rasio jenis kelamin di Kota Jayapura sebesar 112 yang berarti jumlah penduduk laki-laki lebih banyak 12 persen daripada penduduk perempuan. Penduduk Kota Jayapura didominasi oleh kelompok penduduk usia 20-34 tahun. Sementara itu kelompok penduduk usia tua (65 tahun keatas) mempunyai proporsi yang
Jumlah penduduk miskin di Kota Jayapura saat ini diperkirakan lebih dari 25.000 jiwa. Menurut Wakil Wali Kota Jayapura, DR. H. Nur Alam, SE, M.Si (Cepos, Mei 2014), jumlah pendudukan miskin tersebut tersebar mereta di lima distrik yang ada di Kota Jayapura. Jumlah penduduk miskin di Kota Jayapura kurang lebih 25 ribu jiwa atau 10 persen dari total penduduk di Kota Jayapura. Ini tugas pemerintah untuk bagaimana mengurangi penduduk miskin itu melalui berbagai kebijakan pembangunan.
Dengan melakukan pemetaan penduduk miskin maka dapat diketahui juga lokasi penyebaran penduduk miskin dan mengetahui penyebab dari kemiskinan karena secara relative ada kemiskinan structural, kemiskinan absolute dan kemiskinan cultural. Dari data yang ada pemerintah bisa membuat kebijakan yang tepat sasaran untuk mengeluarkan rakyatnya dari jurang kemiskinan.
1.2. TUJUAN KEGIATAN
Tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan pemetaan penduduk miskin di Kota Jayapura ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan mentabulasi tingkatan penduduk miskin (nama dan alamat):
a. Orang Asli Port Numbay di Kota Jayapura
b. Non Asli Port Numbay (Papua) di Kota Jayapura
c. Pendatang yang ada di Kota Jayapura
2. Untuk mengetahui dan mentabulasi lokasi penyebaran penduduk miskin di Kota Jayapura tahun 2014
3. Untuk mengetahui dan menganalisis penyebab kemiskinan bagi penduduk di Kota Jayapura tahun 2014
4. Untuk mengetahui dan menganalisis indikator dan kategori tingkat kemiskinan di Kota Jayapura tahun 2014
1.3. SASARAN
Diharapkan tersedianya informasi atau dokumen perencanaan mengenai jumlah penduduk miskin beserta penyebarannya di 5 Distrik 24 Kelurahan dan 14 Kampung di Kota Jayapura sesuai dengan indikator yang digunakan.
1.4 RUANG LINGKUP
Lokasi penelitian dalam kajian ini adalah di Kota Jayapura yang terdiri dari 5 Disitrik yaitu (1) Distrik Abepura yang terdiri dari 11 kampung/ kelurahan, (2) Distrik Jayapura Selatan yang terdiri dari 7 kampung/ kelurahan, (3) Distrik Jayapura Selatan Lokasi penelitian dalam kajian ini adalah di Kota Jayapura yang terdiri dari 5 Disitrik yaitu (1) Distrik Abepura yang terdiri dari 11 kampung/ kelurahan, (2) Distrik Jayapura Selatan yang terdiri dari 7 kampung/ kelurahan, (3) Distrik Jayapura Selatan
sangat miskin.
BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1. KONSEP DAN INDIKATOR KEMISKINAN
2.1.1. Konsep Kemiskinan
Konsep tentang kemiskinan sangat beragam, mulai dari sekedar ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan, kurangnya kesempatan berusaha, hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan aspek sosial dan moral. BAPPENAS (2004) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar tersebut antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik. Untuk mewujudkan hak-hak dasar seseorang atau sekelompok orang miskin Bappenas menggunakan beberapa pendekatan utama antara lain; pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach), pendekatan pendapatan (income approach), pendekatan kemampuan dasar (human capability approach) dan pendekatan objective and subjective.
Pendekatan kebutuhan dasar, melihat kemiskinan sebagai suatu ketidakmampuan (lack of capabilities) seseorang, keluarga dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum, antara lain pangan, sandang, papan, pelayanan kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi. Menurut pendekatan pendapatan, kemiskinan disebabkan oleh rendahnya penguasaan asset, dan alat- alat produktif seperti tanah dan lahan pertanian atau perkebunan, sehingga secara langsung mempengaruhi pendapatan seseorang dalam masyarakat. Pendekatan ini, menentukan secara rigid standar pendapatan seseorang di dalam masyarakat untuk membedakan kelas sosialnya.
Pendekatan kemampuan dasar menilai kemiskinan sebagai keterbatasan kemampuan dasar seperti kemampuan membaca dan menulis untuk menjalankan fungsi minimal dalam masyarakat. Keterbatasan kemampuan ini menyebabkan tertutupnya kemungkinan bagi orang miskin terlibat dalam pengambilan keputusan.
Pendekatan obyektif atau sering juga disebut sebagai pendekatan kesejahteraan (the welfare approach) menekankan pada penilaian normatif dan syarat yang harus dipenuhi agar keluar dari kemiskinan. Pendekatan subyektif menilai kemiskinan berdasarkan pendapat atau pandangan orang miskin sendiri. Kenyataan menunjukkan Pendekatan obyektif atau sering juga disebut sebagai pendekatan kesejahteraan (the welfare approach) menekankan pada penilaian normatif dan syarat yang harus dipenuhi agar keluar dari kemiskinan. Pendekatan subyektif menilai kemiskinan berdasarkan pendapat atau pandangan orang miskin sendiri. Kenyataan menunjukkan
Menurut Bank Dunia (2003), penyebab dasar kemiskinan adalah: (1) kegagalan kepemilikan terutama tanah dan modal; (2) terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana dan prasarana; (3) kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan bias sektor; (4) adanya perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat dan sistem yang kurang mendukung; (5) adanya perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan antara sektor ekonomi (ekonomi tradisional versus ekonomi modern); (6) rendahnya produktivitas dan tingkat pembentukan modal dalam masyarakat; (7) budaya hidup yang dikaitkan dengan kemampuan seseorang mengelola sumber daya alam dan lingkunganya; (8) tidak adanya tata pemerintahan yang bersih dan baik (good governance); (9) pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan dan tidak berwawasan lingkungan.
2.1.2. Indikator Kemiskinan
Indikator utama kemiskinan menurut Bank Dunia adalah kepemilikan tanah dan modal yang terbatas, terbatasnya sarana dan prasarana yang dibutuhkan, pembangunan yang bias kota, perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat, perbedaan sumber daya manusia dan sektor ekonomi, rendahnya produktivitas, budaya hidup yang jelek, tata pemerintahan yang buruk, dan pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan.
Indikator-indikator tersebut dipertegas dengan rumusan yang konkrit yang dibuat oleh BAPPENAS yaitu ; terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, dilihat dari stok pangan yang terbatas, rendahnya asupan kalori penduduk miskin dan buruknya status gizi bayi, anak balita dan ibu. Sekitar 20 persen penduduk dengan tingkat pendapatan terendah hanya mengkonsumsi 1.571 kkal per hari. Kekurangan asupan kalori, yaitu kurang dari 2.100 kkal per hari, masih dialami oleh 60 persen penduduk berpenghasilan terendah.
Dari uraian diatas, Indikator-indikator yang digunakan ada sebanyak 24 variabel, yaitu:
1) Luas lantai rumah;
2) Jenis atap rumah
3) Jenis lantai rumah;
4) Jenis dinding rumah;
5) Fasilitas tempat buang air besar;
6) Sumber air minum dan jenis minuman yang dikonsumsi;
7) Penerangan yang digunakan;
8) Bahan bakar yang digunakan;
9) Frekuensi makan dalam sehari;
10) Kebiasaan mengkonsumsi daging/ayam/ikan dan variasinya;
11) Kebiasaan mengkonsumsi nasi/sagu/umbi-umbian;
12) Kemampuan menyekolahkan anak (membeli seragam sekolah, buku tulis, buku cetak dan membayar uang sekolah);
13) Kemampuan membeli pakaian;
14) Kebiasaan memakai pakaian saat di rumah dan berpergian;
15) Frekuensi Sakit;
16) Kemudahan mendapatkan layanan dan jaminan kesehatan;
17) Kemampuan berobat ke puskesmas/poliklinik;
18) Kepemilikan dan kualitas jamban;
19) Partisipasi dalam kegiatan sosial, pengambilan keputusan dalam pembangunan dan kegiatan politik;
20) Keamanan terhadap lingkungan alam sekitar dan tindakan kriminalitas;
21) Lapangan pekerjaan kepala rumah tangga;
22) Pendidikan kepala rumah tangga; dan
23) Kepemilikan aset dan modal usaha;
24) Luas Lahan Produksi (sedang berproduksi)
Metode yang digunakan untuk menentukan kategori rumah tangga miskin adalah dengan menggunakan sistem skoring, yaitu setiap variabel diberi skor yang diberi bobot dan bobotnya didasarkan pada besarnya pengaruh dari setiap variabel terhadap kemiskinan. Jumlah variabel dan besarnya bobot berbeda di setiap kabupaten. Dari bobot masing-masing variabel terpilih untuk setiap kabupaten/kota selanjutnya dihitung indeks skor rumah tangga miskin Selanjutnya indeks diurutkan dari terbesar sampai terkecil, semakin tinggi nilainya, maka semakin miskin rumah tangga tersebut (BPS, 2011).
2.2. KRITERIA KEMISKINAN MENURUT
2.2.1. Kriteria Rumah Tangga Sangat Miskin
Beberapa kriteria umum RTSM (Rumah Tangga Sangat Miskin), yaitu:
1) Sebagian besar pengeluarannya digunakan untuk memenuhi konsumsi makanan pokok yang sangat sederhana,
2) Biasanya tidak mampu atau mengalami kesulitan untuk berobat ke tenaga medis, kecuali Puskesmas atau yang disubsidi pemerintah,
3) Tidak mampu membeli pakaian satu kali dalam satu tahun untuk setiap anggota rumah tangga,
4) Biasanya tidak/hanya mampu menyekolahkan anaknya sampai jenjang pendidikan SLTP.
Dari sisi kondisi fisik serta fasilitas tempat tinggal RTSM biasanya tinggal pada rumah yang:
1) Dinding rumahnya terbuat dari bambu/kayu/tembok dengan kondisi tidak baik/kualitas rendah, termasuk tembok yang sudah usang/berlumut atau tembok tidak diplester,
2) Sebagian besar lantai terbuat dari tanah atau kayu/semen/keramik dengan kondisi tidak baik/kualitas rendah,
3) Atap terbuat dari ijuk/rumbia atau genteng/seng/asbes dengan kondisi tidak baik/ kualitas rendah,
4) Penerangan bangunan tempat tinggal bukan dari listrik atau listrik tanpa meteran,
5) Luas lantai rumah kecil (biasanya kurang dari 8 m2/orang),
6) Sumber air minum berasal dari sumur atau mata air tak terlindung/air sungai/air hujan/lainnya.
2.2.2. Kriteria Keluarga Miskin
Adalah keluarga yang baru dapat memenuhi indikator-indikator berikut:
1) Pada umumnya anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih;
2) Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah dan bepergian;
3) Rumah yang ditempati keluarga mempunyai atap, lantai, dinding yang baik;
4) Bila ada anggota keluarga sakit dibawa ke sarana kesehatan;
5) Bila pasangan usia subur ingin ber KB pergi ke sarana pelayanan kontrasepsi;
6) Semua anak umur 7-15 tahun dalam keluarga bersekolah.
2.3. PENYEBAB KEMISKINAN
Sementara itu jika dilihat dari penyebabnya, kemiskinan terdiri dari: (1) Kemiskinan natural, (2) Kemiskinan kultural, dan (3) Kemiskinan struktural (Sumodiningrat, 1998). Kemiskinan kultural merupakan suatu kondisi kemiskinan yang terjadi karena dari awalnya memang miskin. Kelompok masyarakat tersebut menjadi miskin karena tidak memiliki sumberdaya yang memadai baik sumberdaya alam, sumberdaya manusia maupun sumberdaya pembangunan, atau kalaupun mereka ikut serta dalam pembangunan, mereka hanya mendapat imbalan pendapatan yang rendah.
kemiskinan natural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor alamiah seperti karena cacat, sakit, usia lanjut atau karena bencana alam. Kondisi kemiskinan seperti ini menurut Kartasasmita (1996) disebut sebagai “Persisten Poverty” yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turun temurun.
Daerah seperti ini pada umumnya merupakan daerah yang kritis sumberdaya alamnya atau daerah yang terisolir. Kemiskinan kultural merupakan suatu kondisi kemiskinan yang terjadi karena kultur, budaya atau adapt istiadat yang dianut oleh suatu kelompok masyarakat. Kemiskinan kultural mengacu pada sikap hidup seseorang atau kelompok masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup, kebiasaan hidup dan budaya di mana mereka merasa hidup berkecukupan dan tidak merasa kekurangan. Kelompok masyarakat seperti ini tidak mudah untuk diajak berpartisipasi dalam pembangunan, tidak mau berusaha untuk memperbaiki dan merubah tingkat kehidupannya. Akibatnya tingkat pendapatan mereka rendah menurut ukuran yang dipakai secara umum. Penyebab kemiskinan ini karena faktor budaya seperti malas, tidak disiplin, boros dan lain-lainnya.
Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor faktor buatan manusia seperti kebijakan ekonomi yang tidak adil, distribusi aset produksi yang tidak merata, korupsi dan kolusi serta tatanan ekonomi dunia yang cenderung menguntungkan kelompok masyarakat tertentu. Munculnya kemiskinan struktural disebabkan karena berupaya menanggulangi kemiskinan natural, yaitu dengan direncanakan bermacammacam program dan kebijakan. Namun karena pelaksanaannya tidak seimbang, pemilikan sumber daya tidak merata, kesempatan yang tidak sama menyebabkan keikutsertaan masyarakat menjadi tidak merata pula, sehingga menimbulkan struktur masyarakat yang timpang.
Adapun faktor yang menjadi penyebab kemiskinan masyarakat menurut Sutyastie Remi dan P. Tjiptoherijanto (2002) adalah pendapatan yang rendah. Jumlah tanggungan keluarga, pekerjaan lain, dan tingkat pendidikan merupakan karakteristik dari keluarga miskin yang berhubungan dengan kemiskinan masyarakat. Menurut Bank Dunia (2003), penyebab dasar kemiskinan adalah:
1) Kegagalan kepemilikan terutama tanah dan modal;
2) Terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana dan prasarana;
3) Kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan bias sektor;
4) Adanya perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat dan sistem yang kurang mendukung;
5) Adanya perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan antara sektor ekonomi (ekonomi tradisional versus ekonomi modern);
6) Rendahnya produktivitas dan tingkat pembentukan modal dalam masyarakat;
7) Budaya hidup yang dikaitkan dengan kemampuan seseorang mengelola sumber daya alam dan lingkunganya;
8) Tidak adanya tata pemerintahan yang bersih dan baik (good governance);
9) Pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan dan tidak berwawasan lingkungan.
Indikator utama kemiskinan menurut Bank Dunia adalah kepemilikan tanah dan modal yang terbatas, terbatasnya sarana dan prasarana yang dibutuhkan, pembangunan yang bias kota, perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat, perbedaan sumber daya manusia dan sektor ekonomi, rendahnya produktivitas, budaya hidup yang jelek, tata pemerintahan yang buruk, dan pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan
2.4. Metodologi Penelitian
2.4.1. JENIS DAN SUMBER DATA [1] Data Primer
Data primer dalam kajian ini adalah data yang diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner yang langsung diisi oleh masyarakat yang berada di Kota Jayapura yang tersesebar di 5 Distrik, pada 25 Kelurahan dan 14 Kampung
[2] Data Sekunder
Dalam sekunder diperoleh dari 5 kantor distrik, kantor Pos dan Giro, kantor BPS Kota Jayapura, jenis data adalah adalah mengenai profil Kota Jayapura, data rumah tangga miskin, data yang mendapatkan raskin,data yang memperoleh BLT (Bantuan Tunai Langsung).
2.4.2. Kriteria Pendataan Keluarga Miskin
Kriteria pendataan keluarga miskin untuk menentukan keluarga miskin, dibuat melalui pendekatan terlebih dahulu, adapun indicator yang menjadi pertimbangan dan pendekatan dalam penentuan keluarga miskin di Kota Jayapura adalah sebagai berikut:
Kepemilikan Aset
Jawaban Responden
No Indikator
√ 1 Kondisi Fisik Rumah
Sangat Miskin
Miskin
1.1 Luas Lantai
≤ 8 Meter²
> 8 Meter²
1.2 Jenis Lantai
Tanah/Nibun
Papan/Semen Kasar
1.3 Kondisi Lantai
Rusak/Tidak Layak
Cukup Baik
1.4 Jenis Dinding Rumah
Rumput/Bambu/Gabah
Kayu
1.5 Kondisi Dinding Rumah
Rusak/Tidak Layak
Cukup Baik
1.6 Jenis Atap
Dedauan
Seng/Asbes
1.7 Kondisi Atap
Rusak/Tidak Layak
Cukup Baik
1.8 Jenis Penerangan
Non Listrik
Listrik Tanpa Meneteran
2 Kepemilikan Lahan Produktif
2.1 Status Lahan
Sewa/Numpang
Milik sendiri
2.2 Jenis Lahan
Tidak Produktif
Produktif
3 Penggunaan Bahan Bakar
3.1 Jenis Bahan Bakar
Kayu
Minyak Tanah/Kayu
Pendidikan
Jawaban Responden
No Indikator
√ 1 Kemampuan Menyekolahkan Anak 1.1 Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Sekolah
Sangat Miskin
Miskin
Ada
Tidak Ada
1.2 Anggota Keluarga yang Buta Huruf
Ada
Tidak Ada
1.3 Mampu Membeli Seragam Sekolah
Tidak Mampu
Mampu
1.4 Mampu Membeli Buku Tulis
Tidak Mampu
Mampu
1.5 Mampu Membeli Buku Paket
Tidak Mampu
Mampu
1.6 Mampu Membayar Uang Sekolah
Tidak Mampu
Mampu
1.7 Kemudahan Mengakses Pendidikan
Tidak Mudah
Mudah
Kesehatan
Jawaban Responden
No Indikator
Miskin √ 1 Konsumsi
Sangat Miskin
1.1 Frekuensi Makan
1 Kali/Hari
2 Kali/Hari
2 Kali/Minggu 1.3 Frekuensi Menkonsumsi Nasi/Sagu/Umbi- Umbian
1.2 Frekuensi Menkonsumsi Daging/Ikan
1 Kali/Minggu
1 Kali/Hari
2 Kali/Hari
1.4 Variasi Mengkonsumsi Lauk Pauk
Ada & Bervariasi 1.5 Akses Mendapatkan Raskin
Tidak Bervariasi
Sulit
Mudah
1.6 Sumber Air Minum
Air Hujan, Sumur/Mata Air yang Tidak Terlindungi Sumur/Mata Air yang Terlindungi 1.7 Jenis Minuman yang Dikonsumsi
≤ 2 Jenis/Hari
> 2 Jenis/Hari
2 Pakaian
2.1 Frekuensi Membeli Pakaian`
> 2 Kali/Tahun 2.2 Memiliki Pakaian yang Berbeda Saat di Rumah dan Berpergian
≤ 2 Kali/Tahun
Tidak Memiliki
Memiliki
3 Kemampuan Berobat
3.1 Jenis Penyakit yang Sering Diderita
Gizi Buruk/Penyakit Kulit/Ispa/Malaria 3.2 Frekuensi Sakit
Gizi Buruk/Penyakit Kulit/Ispa/Malaria
≤ 5 Kali/Tahun 3.3 Tempat Berobat
> 5 Kali/Tahun
Non Medis
Medis
3.4 Kemudahan Mendapatkan Pelayanan Program KB
Sulit
Mudah
3.5 Akses Mendapatkan Jaminan Kesehatan
4.1 Kepemilikan Jamban
Pribadi/Umum 4.2 Kualitas Jamban
Tidak Punya/Umum
Tidak Layak
Cukup Layak
Sosial & Ekonomi
Jawaban Responden
No Indikator
Miskin √ 1 Sosial
Sangat Miskin
1.1 Partisipasi Dalam Kegiatan Sosial
Tidak Pernah
Pernah
1.2 Partisipasi Dalam Pengambilan Keputusan Pembangunan
Tidak Pernah
Pernah
1.3 Partisipasi Dalam Kegiatan Politik (Pemilu,Partai Politik)
Tidak Pernah
Pernah
1.4 Rasa Aman Terhadap Lingkungan Alam
Tidak Aman
Aman
1.5 Rasa Aman Terhadap Kriminalitas
Tidak Aman
Aman
2 Ekonomi 2.1 Status Pekerjaan
Tidak Tetap
Tetap
2.2 Kepemilikan Modal Usaha
Tidak memiliki
Memiliki Sedikit Modal
2.3 Jumlah Pendapatan
≤Rp.480.000/Bulan
> Rp.480.000/Bulan
2.4 Menerima Bantuan Raskin
Tidak Pernah
Pernah
2.5 Menerima Bantuan PNPM Mandiri
Tidak Pernah
Pernah
2.4.3. Tahap Pendataan Rumah Tangga Miskin
Petugas mendatangi Ketua RT dan meminta data rumahtangga miskin
Tahap I
Petugas dan Ketua RT
Proses penjaringan
melakukan pengkajian data
rumahtangga miskin
pd 8 kriteri kemiskinan
Petugas menambahkan data rumahtangga miskin dari
sumber lain misal BKKBN
Verifikasi atas kebenaran data yang diperoleh
MEKANISME
Tahap 2
PENDATAAN Menganulir rumahtangga
Verifikasi lapangan dan
RUMAH
mampu, yg semula TANGGA
penyerapan aspirasi
dinyatakan miskin MISKIN
masyarakat
Menambahkan rumahtangga miskin yg
ditemukan yg belum disebutkan pak RT
Wawancara langsung dari rumah ke rumah
Tahap 3
Wawancara langsung dalam
pengawasan dari tim kajian kerumah
Pencacahan dari rumah
Pengambilan Gambar (foto) rumah tangga yang masuk
Gambar 2.1. kategori miskin Tahapan Pendataan Rumahtangga Miskin di Kota Jayapura
2.4.4. Populasi Pendataan Dalam pelaksanaan pendataan penduduk miskin di Kota Jayapura tahun 2014 ini,
akan dilaksanakan di 24 Kelurahan dan 14 Kampung yang ada di Kota Jayapura. Adapun Kelurahan dan Kampung yang akan dilakukan pemetaan adalah sebagai berikut:
No Distrik
Nama Kampung/ Kelurahan
Status Pemerintahan
Koya Koso
Abe Pantai
Kelurahan
Kota Baru
Wai Mhorock
2. Jayapura Selatan
Tahima Soroma
3. Jayapura Utara
Tanjung Ria
Koya Barat
Skow Yambe
Kampung
Koya Timur
Kelurahan
4. Muara Tami
Skow Mabo
Kampung
Skow Sae
Kampung
Koya Tengah
Kampung Waena
Sumber: Data BPS Kota Jayapura, 2013
BAB III GAMBARAN UMUM
3.1. GEOGRAFIS, ADMINISTRATIF DAN KONDISI FISIK
3.1.1. Kondisi Geografis
Kota Jayapura yang terletak di timur Indonesia merupakan pusat permukiman terpadat di Provinsi Papua. Dengan luas wilayah hanya 940 km2, kota ini harus menampung penduduk 256,705 jiwa dengan tingkat pertumbuhan per tahun mencapai 4,41% per tahun. Sekitar 94,5% penduduk Kota Jayapura terpusat di bagian barat kota yang hanya mencakup 33,33% dari luas wilayah. Kota Jayapura terletak di bagian utara Provinsi Papua pada 1°28’17,26”-3°58’0,82” Lintang Selatan dan 137°34’10,6“– 141°0’8,22” Bujur Timur. Secara Geografis, Kota Jayapura terdiri dari 5 (lima) distrik yaitu Distrik Jayapura Utara, Distrik Jayapura Selatan, Distrik Abepura dengan, Distrik Heram dan Distrik Muara Tami.
Secara geografis wilayah administrasi Kota Jayapura terletak di bagian utara Provinsi Papua pada 1028’17,26” – 30 58’ 0.82 LS dan 1370 34’ 10.6” – 1410’8.22” Bujur Timur.
Gambar 3.1 Peta 5 Distrik di Kota Jayapura
Sumber: BPS Kota Jayapura, 2014
Batas Wilayah: Bagian Utara
: Samudera Pasifik
Bagian Barat
: Kab. Jayapura
Bagian Selatan
: Kabupaten Keerom
Bagian Timur
: Negara Papua New Guinea (PNG).
Luas wilayah administrasi Kota Jayapura adalah 940 km2.
3.1.2. Administratif
Gambaran administrasi pemerintahan di Kota Jayapura disajikan pada Tabel dan Gambar berikut ini:
Tabel 3.1
Tabel Administratif Kota Jayapura
Luas Wilayah No
Ibukota Distrik
Kelurahan Kampung
Km 2 % Thd Total
2. Jayapura Selatan
3. Jayapura Utara
Tanjung Ria
4. Muara Tami
Skow Mabo
Sumber : Kota Jayapura Dalam Angka, 2014
Pemerintah Kota Jayapura terdiri dari 5 distrik dengan 39 Kelurahan/kampung terdiri dari 25 kelurahan dan 14 kampung. Distrik Abepura merupakan disktrik dengan jumlah Kelurahan dan Kampung terbanyak dengan rincian 8 jumlah kelurahan dan 3 jumlah kampung. Sedangkan distrik dengan jumlah kelurahan/kampung terkecil yaitu Distrik Heram dengan rincian 3 jumlah kelurahan dan 2 jumlah kampung.
3.2. DEMOGRAFI
3.2.1. Distribusi dan Kepadatan Penduduk
Bagian ini membahas tentang jumlah dan kepadatan penduduk, persebaran penduduk, struktur kependudukan menurut kelompok umur, pendidikan, dan sosial budaya masyarakat.
Berdasarkan Data Kota Jayapura Dalam Angka Tahun 2014 jumlah penduduk Kota Jayapura tahun 2013 adalah 272,544 jiwa dengan laju pertumbuhan 4,10% per tahun yang tersebar pada 5 (lima) distrik yaitu Distrik Abepura, Distrik Jayapura Selatan, Distrik Jayapura Utara, Distrik Muara Tami dan Distrik Heram.
Secara keseluruhan kepadatan penduduk jika dilihat dari penyebaran per- distrik, pada tahun 2013 Distrik Abepura yang penduduknya paling banyak di Kota Jayapura yaitu sebanyak 77.235 jiwa. Sedangkan posisi ke dua Distrik Jayapura Selatan 71.178 jiwa, dan posisi ke tiga Distrik Jayapura Utara sebanyak sebanyak 69.099 jiwa. Posisi ke empat adalah Distrik Heram dengan jumlah penduduk 42.828 jiwa dan distrik yang paling sedikit jumlah penduduknya adalah Distrik Muara Tami dengan 11.869 jiwa.
Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Distrik Jayapura Selatan dengan 1.640 jiwa/km2 disusul oleh Distrik Jayapura Utara dengan 1.355 jiwa/km2 dan Distrik Heram dengan 678 jiwa/km2. Sedangkan Distrik Abepura memiliki kepadatan penduduk 498 jiwa/km2. Distrik Muara Tami memiliki kepadatan penduduk terendah dengan 19 jiwa/km2 . Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3.2
Jumlah dan Kepadatan Penduduk Berdasarkan Distrik di Kota Jayapura Tahun 2014
Distrik
Luas Wilayah 2 Jumlah Penduduk
Kepadatan 2
(Jiwa/km ) Abepura
(km )
(Jiwa)
498 Jayapura Selatan
1.640 Jayapura Utara
1.355 Muara Tami
Jumlah Total
Sumber : BPS Kota Jayapura, 2014.
3.2.2. Pertumbuhan Penduduk
Secara teori penduduk indonesia khususnya kota Jayapura harus mempunyai angka pertumbuhan yang positif. tahun 2012 penduduk kota Jayapura tumbuh 1,08 persen jika dibandingkan dengan jumlahnya pada tahun 2011. Jumlah penduduk kota Jayapura tahun 2013 sebesar 272.544 jiwa. Berdasarkan kelompok umurnya kota Jayapura di dominasi oleh kelompok usia 15-64 tahun mencapai 188.056 jiwa, sedangkan jumlah penduduk usia 0-14 tahun dan usia > 65 tahun hanya mencapai 84.488 jiwa atau sebesar 31% persen dari penduduk usia produktif. Pendataan demografi berbasis kampung tahun 2008 yang tujuan untuk mengetahui penduduk Papua secara keseluruhan sekaligus jumlah penduduk yang etnis papua dan non papua dengan menggunakan beberapa indikator yang terukur dan akurat, dari hasil pendataan tersebut didapatkan hasil bahwa penduduk Papua secara keseluruhan berjumlah 106,568 jiwa, atau sekitar 43% dan non Papua 134.992 jiwa atau 57 % dari jumlah penduduk Kota Jayapura 236.456 jiwa dengan laju pertumbuhan 2,44%.
Tabel 3.3.
Jumlah Penduduk Kota Jayapura saat ini dan Proyeksi 5 (lima) Tahun
Tingkat Pertumbuhan Distrik
Jumlah Penduduk
Jumlah Kepala Keluarga
4,16 4,16 4,16 JAYAPURA SELATAN
1,20 1,20 1,20 JAYAPURA UTARA
4,16 4,16 4,16 MUARA TAMI
Sumber: Kota Jayapura Dalam Angka (BPS) dan diolah oleh pokja AMPL.
3.3. Kondisi Makro Ekonomi Kota Jayapura
3.3.1. Pertumbuhan Ekonomi
Kegiatan perekonomian di Kota Jayapura dari tahun 2005 – 2012 menunjukkan pertumbuhan ekonomi rata – rata sebesar 13,63 persen, dimana pertumbuhan yang paling tinggi yaitu pada tahun 2009 sebesar 18,19 persen.
Gambar 3.2. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Jayapura Tahun 2005 – 2012 20,00 18,00
Sumber: BPS Kota Jayapura, data diolah, 2014
Dengan memposisikan sektor yang paling tinggi tingkat pertumbuhannya Di Kota jayapura adalah sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yaitu mampu tumbuh rata – rata sebesar 29,05 persen, pada tahun 2009 pertumbuhannya bahkan mencapai 68,44 persen. Diikuti dengan sektor bangunan yang mampu mencapai diatas 15 persen yaitu sebesar 16,98 persen. Untuk sektor lainnya yang berada dibawah 15 persen antara lain adalah sektor jasa – jasa lain 12,98 persen dan sektor pengangkutan dan komunikasi yaitu 14,62 persen. Sedangkan, sektor yang paling lamban pertumbuhannya adalah sektor pertanian yang hanya mampu tumbuh dibawah 10 persen saja yaitu 5,84 persen.
Tabel 3.4.
Laju Pertumbuhan Sektor Ekonomi Di Kota Jayapura Periode 2005-2012
LAPANGAN USAHA
2011 2012 Rata- Rata
PERTANIAN 4.86 4.54 5.22 4.77 7.73 7.44 6.31 5.84 1.1. Tanaman Bahan Makanan
2.66 3.13 8.64 2.72 3.18 2.78 2.62 3.67 1.2. Tanaman Perkebunan
5.42 6.88 4.67 2.22 5.43 2.72 4.83 4.60 1.3. Peternakan dan hasilnya
4.78 4.56 3.97 3.13 4.46 3.62 5.73 4.32 1.4. Kehutanan
4.66 4.87 3.48 3.80 3.59 2.54 2.08 3.57 1.5. Perikanan
5.49 4.77 4.53 5.84 9.82 9.71 7.56 6.82 PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
6.81 6.29 12.85 7.84 8.63 7.43 8.59 8.35 2.1. Minyak dan Gas Bumi
LAPANGAN USAHA
2011 2012 Rata- Rata
2.2. Pertambangan Tanpa Migas 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.3. Penggalian
6.81 6.29 12.85 7.84 8.63 7.43 8.59 8.35 INDUSTRI PENGOLAHAN
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 3.1. Industri Besar/Sedang
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 3.2. Industri Kecil Kerajinan RT
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 3.3. Industri Pengilangan Minyak Bumi
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 LISTRIK DAN AIR BERSIH
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 4.1. Listrik
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 4.2. Air Bersih
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 BANGUNAN
16.18 15.91 17.61 12.80 23.75 16.65 16.00 16.98 PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN
8.89 9.08 9.51 11.17 13.61 9.89 11.80 10.56 6.1. Perdagangan
8.46 8.15 8.92 11.64 14.21 9.68 11.84 10.41 6.2. H o t e l
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 6.3. Restoran
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI
12.93 13.54 14.17 14.67 16.48 15.49 15.05 14.62 7.1. Angkutan Jalan Raya
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 7.2. Angkutan Laut
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 7.3. Angkutan Sungai
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 7.4. Angkutan Udara
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 7.5. Jasa Penunjang Angkutan
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 7.6. Komunikasi
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 7.38 1.05 8.2. Lembaga Keuangan Bukan Bank
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 8.3. Sewa Bangunan
11.12 11.87 14.79 28.76 26.40 22.77 17.60 19.04 8.4. Jasa Perusahaan
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 JASA-JASA
4.31 5.47 32.05 17.53 12.98 10.67 7.86 12.98 9.1. Pemerintahan Umum
3.46 4.44 37.88 18.88 13.03 10.45 7.14 13.61 9.2. Jasa Sosial Kemasyarakatan
6.22 8.37 13.40 13.62 15.70 12.95 14.09 12.05 9.3. Jasa Hiburan dan Rekreasi
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 9.4. Jasa perorangan dan RT
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 PDRB
Sumber: BPS Kota Jayapura, data diolah, 2014
Dapat dilihat pada table di bawah, untuk kota jayapura sektor yang memberikan kontribusi paling besar adalah sektor bangunan yaitu dengan rata – rata 3,47 (25,46%) dan diikuti dengan sektor jasa – jasa lainnya yaitu sebesar 20,08 persen. sedangkan untuk sektor lainnya hanya mampu memberikan kontribusi di bawah 20 persen seperti halnya sektor pengangkutan & komunikasi dan keuangan, persewaan & jasa perusahaan masing – masing memberikan kontribusi 19,60 dan 16,87 persen. Untuk sektor pertanian dan industry pengolahan hanya mampu di bawah 5 persen.
Tabel 3.5.
Kontribusi Sektor – Sektor Terhadap Perekonomian Kota jayapura Periode 2005 – 2012
1. PERTANIAN 0.44 3.26 2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
0.05 0.37 3. INDUSTRI PENGOLAHAN
0.26 1.92 4. LISTRIK DAN AIR BERSIH
0.03 0.25 5. BANGUNAN
3.47 25.46 6 PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN
1.66 12.20 7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI
2.67 19.60 8 KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN
Sumber: BPS Kota Jayapura, data diolah, 2014
3.3.2. Struktur Ekonomi Kota Jayapura
Sektor Bangunan sampai saat ini masih menjadi salah satu pembentukan nilai PDRB (produck domestic regional bruto) atau nilai tambah bagi Kota Jayapura yang sangat besar yaitu tahun 2005 – 2012. Rata – rata sektor bangunan mampu menyumbang sebesar 20,86 persen untuk wilayah.
Gambar 3.3. Struktur Ekonomi Di Kota jayapura Tahun 2006 – 2012
Bangunan
Pemerintahan Umum
Angkutan Jalan Raya
Angkutan Laut
Sewa Bangunan
Industri Besar/Sedang
Industri Kecil Kerajinan RT
Jasa Hiburan dan Rekreasi
Jasa Sosial Kemasyarakatan
Tanaman Bahan Makanan
Jasa perorangan dan RT
Lembaga Keuangan Bukan Bank
Jasa Penunjang Angkutan
Peternakan dan hasilnya
Jasa Perusahaan
Tanaman Perkebunan
Air Bersih
Angkutan Sungai
Angkutan Udara
Industri Pengilangan Minyak Bumi
Pertambangan Tanpa Migas
Minyak dan Gas Bumi
Sumber: BPS Kota Jayapura, data diolah, 2014
Setelah sektor bangunan, adapula sub sektor lainnya yang memberikan andilnya sebesar 17,39 persen yaitu pemerintahan umum lalu di ikuti dengan sub sektor perdagangan yaitu sebesar 13,23 persen serta sektor komunikasi dan bank masing – masing memberikan kontribusi sebesar 10,86 persen dan 6,38 persen.
Sementara itu sektor jasa lainnya seperti hiburan, air bersih, restoran, lembaga keuangan, angkutan jalan raya, hotel dan sosial kemasyarakatan dan lain – lainnya memberikan kontribusi terhadap perekonomian wilayah sangat rendah, rata – rata di bawah 5 persen per tahun.
3.3.3. Analisis Location Quotient (LQ)
Dalam pengembangan sektor yang memiliki keunggulan daya saing menjadi penting karena sektor inilah yang secara jangka panjang akan dapat menopang perekonomian daerah dan memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap PDRB, sehingga hasil perhitungannya layak dipertimbangkan.
Berdasarkan pada hasil penelitian yang menggunakan pendekatan LQ di Kota Jayapura dalam rentan waktu delapan tahun terakhir (2005 – 2012) hanya terdapat 8 (delapan) sektor yang masuk dalam kategori sektor basis. Sektor – sektor yang masuk dalam sektor basis, untuk sektor pertanian dari beberapa sub sektor dapat dikategorika sebagai sektor basis yaitu pada sektor Tanaman Bahan Makanan LQ sebesar 11,79, sektor Tanaman Perkebunan LQ sebesar 4,02, sektor Peternakan dan Hasilnya LQ sebesar 2,89 dan Kehuatan 24,37. Setelah itu, diikuti dengan sektor Perikanan LQ sebesar 1,59, sektor penggalian yaitu sebesar 1,90 dan yang terakhir adalah sektor Industri Besar Sedang yaitu LQ sebesar 1,71. Di antara ke – 5 sektor dapat dikatakan memberikan kontribusi terhadap PDRB Kota jayapura karena nilai LQ lebih besar dari 0 (nol). Sedangkan sektor lainnya nilai LQ kurang dari 1 (satu) yang lain relatif kurang memberikan kontribusi terhadap PDRB Kota jayapura. Dengan kata lain produk – produk yang dihasilkan oleh setiap sektor yang nilain LQ lebih besar dari 0 (nol) yang merupakan sektor basis tersebut mampu memenuhi kebutuhan pasar lokal di Kota Jayapura dan mempunyai pontensi besar yang sangat besar untuk diekspor keluar daerah. Sedangkan sektor lain dengan nilai dengan LQ < 1 akan cenderung mengimpor produk dari luar daerah.
Tabel 3.5. LQ Sektoral Kota Jayapura Tahun 2005 – 2012
LAPANGAN USAHA
Rata2 Kategori
Tanaman Bahan Makanan 10.30 10.74 11.39 11.52 12.36 12.16 12.73 13.14 11.79 Basis Tanaman Perkebunan
3.24 3.38 3.58 3.89 4.27 4.26 4.65 4.87 4.02 Basis Peternakan dan hasilnya
2.40 2.44 2.61 2.80 3.06 3.09 3.31 3.41 2.89 Basis
LAPANGAN USAHA
Rata2 Kategori
Kehutanan 24.12 24.07 23.57 23.68 24.59 24.21 25.13 25.59 24.37 Basis Perikanan
1.63 1.68 1.52 1.58 1.65 1.56 1.55 1.56 1.59 Basis Penggalian
1.38 1.51 1.76 1.89 2.06 2.08 2.20 2.29 1.90 Basis Industri Besar/Sedang
1.53 1.58 1.60 1.65 1.76 1.75 1.86 1.94 1.71 Basis Industri Kecil Kerajinan RT
0.47 0.48 0.50 0.52 0.55 0.53 0.55 0.57 0.52 Non Basis Listrik
0.65 0.69 0.75 0.81 0.86 0.85 0.88 0.91 0.80 Non Basis Air Bersih
0.39 0.41 0.43 0.46 0.48 0.47 0.49 0.49 0.45 Non Basis Bangunan
0.61 0.66 0.68 0.72 0.77 0.73 0.74 0.74 0.71 Non Basis Perdagangan
0.75 0.80 0.85 0.91 0.96 0.93 0.96 0.97 0.89 Non Basis Hotel
0.45 0.44 0.45 0.46 0.49 0.48 0.48 0.48 0.47 Non Basis Restoran
0.62 0.63 0.65 0.68 0.72 0.72 0.75 0.78 0.69 Non Basis Angkutan Jalan Raya
0.52 0.55 0.58 0.62 0.66 0.64 0.67 0.68 0.62 Non Basis Angkutan Laut
0.43 0.45 0.48 0.52 0.54 0.52 0.52 0.52 0.50 Non Basis Jasa Penunjang Angkutan
0.61 0.61 0.63 0.66 0.69 0.65 0.66 0.66 0.65 Non Basis Komunikasi
0.42 0.43 0.47 0.50 0.52 0.51 0.53 0.53 0.49 Non Basis Bank
0.63 0.33 0.36 0.39 0.36 0.67 0.56 0.56 0.48 Non Basis Lembaga Keuangan Bukan Bank
0.38 0.40 0.43 0.47 0.48 0.46 0.46 0.45 0.44 Non Basis Sewa Bangunan
0.58 0.58 0.59 0.60 0.58 0.53 0.51 0.50 0.56 Non Basis Jasa Perusahaan
0.33 0.34 0.36 0.37 0.39 0.37 0.38 0.38 0.36 Non Basis Pemerintahan Umum
0.79 0.85 0.93 0.86 0.89 0.89 0.95 1.01 0.90 Non Basis Jasa Sosial Kemasyarakatan
0.42 0.43 0.45 0.46 0.48 0.46 0.46 0.46 0.45 Non Basis Jasa Hiburan dan Rekreasi
0.26 0.27 0.28 0.29 0.31 0.30 0.31 0.32 0.29 Non Basis Jasa perorangan dan RT
0.29 0.29 0.31 0.32 0.33 0.33 0.33 0.34 0.32 Non Basis
Sumber: BPS Kota Jayapura, data diolah, 2014
3.3.4. Analisis shift – Share (SSH)
Berdasarkan hasil SSA (Shift – Share Analysis) teridentifikasi ada 1 sektor
ekonomi di Kabupaten Jayawijaya yang termasuk fast growing oleh karena memiliki potensi pertumbuhan yang cepat (PS positip) dan daya saing yang lebih tinggi (DS positip). Sektor yang dimaksud adalah sektor Sewa Bangunan.
Hampir seluruh sektor pertanian di Kabupaten Jayawijaya yakni sektor Tanaman Bahan Makanan, Tanaman Perkebunan, peternakan dan perikanan merupakan sektor – sektor yang under developed yang diindikasikan memiliki potensi yang rendah untuk dikembangkan di masa mendatang yang di sebabkan mempunyai daya saing yang rendah (DS negatif) dan tumbuh lebih lambat (PS negatif). Sektor – sektor ekonomi lainnya yang termasuk under developed juga adalah sektor Air Bersih dan Sosial Kemasyarakatan.
Sektor ekonomi yang highly potencial yang diindikasikan mempunyai daya saing yang tinggi (DS positip), namun tumbuh lambat dibandingkan provinsi (PS negative) ada terdapat 4 sektor ekonomi yaitu sektor (I) Kehutanan, (II) Industri Non Migas, (III) Listrik, dan (VI) Lembaga Keuangan. Hampir seluruh sektor jasa di Kabupaten Jayawijaya termasuk ke dalam developing yang mempunyai daya saing lebih rendah (DS negatif) di Sektor ekonomi yang highly potencial yang diindikasikan mempunyai daya saing yang tinggi (DS positip), namun tumbuh lambat dibandingkan provinsi (PS negative) ada terdapat 4 sektor ekonomi yaitu sektor (I) Kehutanan, (II) Industri Non Migas, (III) Listrik, dan (VI) Lembaga Keuangan. Hampir seluruh sektor jasa di Kabupaten Jayawijaya termasuk ke dalam developing yang mempunyai daya saing lebih rendah (DS negatif) di
Tabel 3.6.
Shift – Share Sektoral Kabupaten Jayawijaya Tahun 2008 – 2012
Kelompok Sektor
Sektor Ekonomi
Under Developed Tanaman Perkebunan
Tanaman Bahan Makanan
Under Developed Peternakan dan hasilnya
Under Developed Kehutanan
Highly Potencial Perikanan
Highly Potencial Minyak dan Gas Bumi
Pertambangan Tanpa Migas
Penggalian
Developinng Industri Besar/Sedang
Under Developed Industri Kecil Kerajinan RT
Highly Potencial Industri Pengilangan Minyak Bumi
Under Developed Air Bersih
Under Developed BANGUNAN
Fast Growing Perdagangan
Developinng Hotel
Highly Potencial Restoran
Developinng Angkutan Jalan Raya
Developinng Angkutan Laut
Highly Potencial Angkutan Sungai
Under Developed Angkutan Udara
Jasa Penunjang Angkutan
Fast Growing Komunikasi
Developinng Bank
Fast Growing Lembaga Keuangan Bukan Bank
Fast Growing Sewa Bangunan
Fast Growing Jasa Perusahaan
Fast Growing Pemerintahan Umum
Developinng Jasa Sosial Kemasyarakatan
Highly Potencial Jasa Hiburan dan Rekreasi
Highly Potencial Jasa perorangan dan RT
Fast Growing
Sumber: BPS Kota Jayapura, data diolah, 2014
3.3.5. Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP)
Berdasarkan hasil analisis MRP yang tergolong dalam klasifikasi I di Kota Jayapura terdapat beberapa sektor yang masuk dalam kategorti yang mempunyai Berdasarkan hasil analisis MRP yang tergolong dalam klasifikasi I di Kota Jayapura terdapat beberapa sektor yang masuk dalam kategorti yang mempunyai
Adapun Sektor ekonomi di Kota Jayapura yang tergolong sebagai sektor dengan klasifikasi III berdasarkan analisis MRP, yang berarti kegiatan ini tidak memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif, namun memiliki spesialisasi antara lain terdapat beberapa sektor ekonomi yakni; Perikanan, Industri Besar Sedang, Hotel, Angkutan Laut, Jasa Sosial kemasyarakat serta Jasa Hiburan & Rekreasi.
Pada klasifikasi IV ini, terdapat beberapa sektor anatara lain sebagai berikut: (1) Tanaman bahan Makanan, (2) Tanaman Perkebunan, (3) Peternakan dan Hasilnya, (4) Kehutanan, (5) Industri kecil, (6) Listrik, (7) Air Bersih dan (8) Angkutan Sungai. Ini menandakan bahwa tidak mempunyai potensi yang cukup untuk dikembangkan karena terlihat rendah baik itu di tingkat provinsi maupun wilayah sendiri.
Table 3.7.
Model Rasio Pertumbuhan Sektoral Kota JayapuraTahun 2005 – 2012
LAPANGAN USAHA
Tanaman Bahan Makanan
IV Tanaman Perkebunan
IV Peternakan dan hasilnya
IV Kehutanan
IV Perikanan
III Penggalian
II Industri Besar/Sedang
III Industri Kecil Kerajinan RT
IV Listrik
IV Air Bersih
IV Bangunan
I Perdagangan
II Hotel
III Restoran
II Angkutan Jalan Raya
II Angkutan Laut
III Angkutan Sungai
IV Jasa Penunjang Angkutan
I Komunikasi
II Bank
II Lembaga Keuangan Bukan Bank
II
LAPANGAN USAHA
Sewa Bangunan
I Jasa Perusahaan
I Pemerintahan Umum
II Jasa Sosial Kemasyarakatan
III Jasa Hiburan dan Rekreasi
III Jasa perorangan dan RT
Sumber: BPS Kota Jayapura, data diolah, 2014
3.3.6. Overlay
Pada hasil penelitian berdasarkan analisis overlay di Kota Jayapura terdapat 5 sektor ekonomi yang tertinggi yakni mendapatakan jumlah positip sebanyak 4, oleh karena mempunyai keunggulan komparatif (LQ +), daya saing tinggi (DS +), mempunyai tumbuh yang Cepat (PS +) dan kontribusi di wilayah sendiri yang lebih besar (RPS +) sedangkan kontribusinya terhadap perekonomian provinsi sangat rendah (RPR +).
Tabel 3.8.
Overlay Potensi Sektor – Sektor Ekonomi Berdasarkan LQ, SSA dan MRP
Di Kota Jayapura Tahun 2014
Model Rasio Shift-Share
LAPANGAN USAHA
Potensi Sektor Ekonomi
Tanaman Bahan Makanan
1 Bukan Unggulan Tanaman Perkebunan
1 Bukan Unggulan
Peternakan dan hasilnya
1 Bukan Unggulan Kehutanan
2 Bukan Unggulan
Perikanan
3 Sektor Unggulan Minyak dan Gas Bumi
0 Bukan Unggulan
Pertambangan Tanpa Migas
0 Bukan Unggulan
Penggalian
3 Sektor Unggulan Industri Besar/Sedang
2 Bukan Unggulan
Industri Kecil Kerajinan RT
1 Bukan Unggulan Industri Pengilangan Minyak Bumi
0 Bukan Unggulan
Listrik
0 Bukan Unggulan Air Bersih
0 Bukan Unggulan
Bangunan
4 Sektor Unggulan Perdagangan
2 Bukan Unggulan
Hotel
2 Bukan Unggulan
Model Rasio
Shift-Share
LAPANGAN USAHA
Potensi Sektor Ekonomi
2 Bukan Unggulan
Angkutan Jalan Raya
2 Bukan Unggulan Angkutan Laut
2 Bukan Unggulan
Angkutan Sungai
1 Bukan Unggulan Angkutan Udara
1 Bukan Unggulan
4 Sektor Unggulan Komunikasi
Jasa Penunjang Angkutan
2 Bukan Unggulan
Bank
3 Sektor Unggulan Lembaga Keuangan Bukan Bank
3 Sektor Unggulan
Sewa Bangunan
4 Sektor Unggulan Jasa Perusahaan
4 Sektor Unggulan
Pemerintahan Umum
2 Bukan Unggulan Jasa Sosial Kemasyarakatan
2 Bukan Unggulan
Jasa Hiburan dan Rekreasi
2 Bukan Unggulan Jasa perorangan dan RT
4 Sektor Unggulan
Sumber: BPS Kota Jayapura, data diolah, 2014
3.4. PROFIL KEMISKINAN KOTA JAYAPURA
3.4.1. Jumlah Rumah Tangga/Kepala Keluarga Berdasarkan Kategori Kemiskinan
Dalam survey yang dilakukan oleh pemerintah Kota Jayapura saat ini, kemiskinan dibedakan menjadi 2 (dua) kategori, yaitu kategori miskin dan kategori sangat miskin. Penetapan kategori kemiskinan untuk setiap rumah tangga/kepala keluarga dinilai berdasarkan kondisi nyata setiap rumah tangga pada saat pelaksanaan survey.
Pada tahun 2014, Kota Jayapura tercatat memiliki penduduk dengan kategori miskin dan sangat miskin berjumlah 6.430 rumah tangga. Dimana 4.074 rumah tangga adalah rumah tangga dengan kategori sangat miskin atau sebesar 63.36 pesen dari keseluruhan rumah tangga, dan 2.356 rumah tangga tercatat sebagai rumah tangga dengan kategori miskin atau sebesar 36.46 persen.