BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sertifikasi Guru 2.1.1 Hakikat Sertifikasi Guru - Pengaruh Tunjangan Sertifikasi Terhadap Kesejahteraan Dan Kinerja Guru Di Smp Swasta Dharma Patra Rantau Kabupaten Aceh Tamiang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sertifikasi Guru

2.1.1 Hakikat Sertifikasi Guru

  Pada hakikatnya, standar kompetensi dan sertifikasi guru adalah untuk mendapatkan guru yang baik dan professional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan fungsi dan tujuan sekolah khususnya, serta tujuan pendidikan pada umumnya, sesuai kebutuhan masyarakat dan tuntutan zaman. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen, sedangkan sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga professional. Oleh karena itu sertifikasi guru dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, setelah uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi.

  Dengan kata lain, sertifikasi guru adalah proses uji kompetensi yang dirancang untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian sertifikat pendidik.

  Dalam hal ini, sertifikasi merupakan prosedur untuk menentukan apakah seorang guru/calon guru layak diberikan izin dan kewenangan untuk mengajar.Hal ini diperlukan karena lulusan lembaga pendidikan tenaga keguruan sangat bervariasi, baik di kalangan perguruan tinggi negeri maupun swasta.Sertifikasi guru telah dilakukan oleh pemerintah sejak tahun 2007. Dalam Undang-Undang Guru dan akademik dan kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran dan kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana (S1) atau program diploma empat (D-IV) yang sesuai dengan tugasnya sebagai guru untuk guru dan S-2 untuk dosen. Saat ini, seorang pendidik dikatakan sudah memenuhi standar professional apabila yang bersangkutan sudah mengikuti uji sertifikasi.Ada dua macam pelaksanaan uji sertifikasi yaitu yang merupakan bagian dari pendidikan profesi, bagi mereka calon pendidik, dan yang berdiri sendiri bagi mereka yang saat diundangkannya UUGD sudah berstatus pendidik (Sukarti, 2013: 39).

  Wahab (dalam Sukarti, 2013: 39) menyatakan bahwa program sertifikasi guru pada dasarnya diorientasikan kepada guru prajabatan dan guru dalam jabatan.

  Namun mengingat kondisi dan tuntutan yang ada maka program sertifikasi guru sementara diprioritaskan bagi guru dalam jabatan.Berdasarkan Surat Keputusan Mendiknas No. 18 tahun 2007 tentaang penilaian, sertifikasi guru dalam jabatan dilakukan dalam bentuk portofolio. Komponen penilaian portofolio dipilih dalam 3 perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran; Unsur B terdiri dari pendidikan dan pelatihan, penilaian dari atasan dan pengawas, prestasi akademik, karya pengembangan profesi; Unsur C terdiri dari keikutsertaan dalam forum ilmiah, pengalaman organisasi di bidang pendidikan dan sosial, dan penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan (Sukarti, 2013: 39-40). Menurut Permendiknas No. 16 tahun 2007, guru yang memiliki nilai di atas batas minimal dinyatakan lulus penilaian portofolio dan berhak menerima sertifikat pendidik. Namun, guru yang hasil penilaian portofolionya memperoleh nilai kurang namun mendekati batas minimal diberi kesempatan untuk melengkapi portofolio. Bagi guru yang dan pelatihan profesi guru yang akan dilaksanakan oleh perguruan tinggi yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional (Sukarti, 2013: 40).

  Pada hakikatnya program sertifkasi guru adalah menghasilkan guru yang professional, memiliki kompetensi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru dan pendidik sesuai dengan visi dan misi sekolah khususnya, serta tujuan pendidikan pada umumnya. Kompetensi guru merupakan gambaran kualitatif tentang hakikat perilaku guru yang penuh arti, sedangkan dalam Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen dijelaskan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan (Broke & Stone, dalam Mulyasa 2008: 25). Seorang pendidik diharapkan mempunyai kompetensi pedagogik, kepribadian, professional dan sosial.Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran bagi peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik/siswa, pengelolaan pembelajaran yaitu perancangan dan

  Kompetensi kepribadian adalah pribadi yang berakhlak mulia dan dapat diteladani bagi peserta didik.Kepribadian tersebut meliputi kepribadian pendidik yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.Kompetensi professional meliputi kemampuan pendidik dalam penguasaan materi pembelajaran yang memungkinkan membimbing peserta didik memperoleh kompetensi yang ditetapkan.Kompetensi sosial meliputi kemampuan pendidik untuk dapat berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat.Keberhasilan siswa dalam belajar memang tidak hanya ditentukan dari kemampuan guru dalam mengajar.Keberhasilan siswa

  42).Guru hanyalah satu bagian dari 13 faktor tersebut. Berdasarkan teori tersebut maka dapat dikatakan bahwa keberhasilan siswa dalam belajar memang tidak semata-mata dipengaruhi oleh kualitas guru. Secara garis besar, faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap kualitas guru dapat diklasifikasikan ke dalam 2 (dua) kategori,yaitu : faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang terkait dengan diri guru yang bersangkutan, seperti faktor motivasi, keluarga, dan lainnya; sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berada di luar pribadi guru tersebut, seperti kebijakan institusi/pemerintah serta kondisi lingkungan tempat kerja guru, jaminan perlindungan hak, dan lainnya.

  Dalam standar kompetensi dan sertifikasi guru, dimaksudkan untuk mengangkat harkat dan martabat guru dalam kesejahteraannya, hak-haknya, dan memiliki posisi yang seimbang dengan profesi lain yang lebih mapan kehidupannya. Melalui standar kompetensi dan sertifikasi guru sebagai proses pemberdayaan, diharapkan adanya perbaikan tata kehidupan yang lebih adil, demokratis, serta Diharapkan guru dapat melaksanakan pendidikan sesuai dengan kebutuhan, perkembangan zaman, karakteristik lingkungan dan tuntutan global.Dalam standar kompetensi dan sertifikasi guru, pemberdayaan dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja sekolah melalui kinerja guru agar dapat mencapai tujuan secara optimal, efektif, dan efisien. Standar kompetensi dan sertifikasi guru sebagai proses pemberdayaan merupakan cara untuk membangkitkan kemauan dan potensi guru agar memiliki kemampuan mengontrol diri dan lingkungannya untuk dimanfaatkan bagi kepentingan peningkatan kesejahteraan.

2.1.2 Tujuan dan Manfaat Sertifikasi Guru

  Sertifikasi guru bertujuan untuk hal-hal sebagai berikut : 1. Melindungi profesi pendidik dan tenaga kependidikan.

  2. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik yang tidak kompeten, sehingga merusak citra pendidik dan tenaga kependidikan.

  3. Membantu dan melindungi lembaga penyelenggara pendidikan, dengan menyediakan rambu-rambu dan instrumen untuk melakukan seleksi terhadap pelamar yang kompeten.

  4. Membangun citra masyarakat terhadap profesi pendidik dan tenaga kependidikan.

  5. Memberikan solusi dalam rangka meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan (Wibowo, dalam Mulyasa 2007: 35).

  Lebih lanjut dikemukakan bahwa sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan mempunyai manfaat sebagai berikut : 1)

  Pengawasan Mutu (1)

  Lembaga sertifikasi yang telah mengidentifikasikan dan menentukan seperangkat kompetensi yang bersifat unik.

  (2) Untuk setiap jenis profesi dapat mengarahkan para praktisi untuk mengembangkan tingkat kompetensinya secara berkelanjutan.

  (3) Peningkatan profesionalisme melalui mekanisme seleksi, baik pada waktu awal masuk organisasi profesi maupun pengembangan karier selanjutnya.

  (4) Proses seleksi yang lebih baik, program pelatihan yang lebih bermutu maupun usaha belajar secara mandiri untuk mencapai peningkatan profesionalisme.

  2) Penjaminan Mutu

  (1) Adanya proses pengembangan profesionalisme dan evaluasi terhadap kinerja praktisi akan menimbulkan persepsi masyarakat dan pemerintah menjadi lebih baik terhadap organisasi profesi beserta anggotanya. Dengan demikian pihak berkepentingan, khususnya para pelanggan/pengguna akan semakin menghargai organisasi profesi dan sebaliknya organisasi profesi dapat memberikan jaminan atau melindungi para pelanggan/pengguna.

  (2) Sertifikasi menyediakan informasi yang berharga bagi para pelanggan/pengguna yang ingin mempekerjakan orang dalam bidang keahlian dan keterampilan tertentu.

  Sudjanto (2009) mengungkapkan bahwa manfaat sertifikasi guru adalah sebagai berikut :

1. Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang dapat merusak citra profesi guru.

  Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan tidak professional.

  3. Menjaga lembaga penyelenggara pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) dari keinginan internal dan tekanan eksternal yang menyimpang dari ketentuan- ketentuan yang berlaku.

  Sertifikasi guru merupakan amanat Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas.Pasal 61 menyatakan bahwa sertifikat dapat berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi, tetapi bukan sertifikat yang diperoleh melalui pertemuan ilmiah seperti seminar, diskusi panel, lokakarya, dan simposium. Namun, sertifikat kompetensi diperoleh dari penyelenggara pendidikan dan lembaga yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi. Ketentuan ini bersifat umum, baik untuk tenaga kependidikan maupun non-kependidikan yang ingin memasuki profesi guru.Sertifikasi guru dikenakan baik pada calon guru lulusan LPTK, maupun yang berasal dari perguruan tinggi non-kependidikan (bidang ilmu) tertentu yang ingin memilih guru sebagai profesi.Lulusan dari jenis perguruan tinggi non-kependidikan, sebelum mengikuti uji sertifikasi dipersyaratkan mengikuti program pembentukan kemampuan mengajar di LPTK.Di samping itu, agar fungsi penjaminan mutu guru dapat dilakukan dengan baik, guru yang sudah bekerja pada interval waktu tertentu (0-15) tahun, dipersyaratkan mengikuti program resertifikasi.

2.1.3 Dasar Hukum Sertifikasi Guru

  Menurut Dirjen PMTK Departemen Pendidikan Nasional tahun 2007, dasar hukum sertifikasi profesi guru adalah sebagai berikut :

1. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

  Pendidikan Nasional :

  a)

  Pasal 42 ayat 1, Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

  b)

Pasal 43 ayat 2, Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi.

2. Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen:

  a)

  Pasal 8, Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk b)

  Pasal 11 ayat (1): Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan, ayat (2): Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah, ayat (3): Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel, ayat (4): Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

  3. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru.

  4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan.

2.1.4 Guru Professional Dalam proses pendidikan, guru mempunyai peranan yang sangat penting.

  Guru merupakan orang yang memiliki kemampuan merancang program pembelajaran serta mampu menata dan mengelola kelas agar peserta didik dapat belajar dan pada akhirnya dapat mencapai tingkat kedewasaan sebagai tujuan akhir dari proses pendidikan (Uno, dalam Aditya & Wulandari 2011: 36). Guru adalah figur manusia yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam pendidikan (Djamarah, dalam Aditya & Wulandari 2011: 27). Guru merupakan kunci dalam peningkatan mutu pendidikan dan mereka berada di titik sentral dari setiap usaha reformasi pendidikan yang diarahkan pada perubahan-perubahan kualitatif

  Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menjelaskan bahwa guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Menurut Uno (dalam Aditya & Wulandari 2011: 28) guru adalah orang dewasa yang secara sadar bertanggung jawab dalam mendidik, mengajar, dan membimbing peserta didik.Guru yang memiliki kualitas mengajar yang baik merupakan pusat dari keberhasilan suatu sistem pendidikan (Perie & Baker, dalam Aditya & Wulandari 2011: 36).

  Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa guru adalah tenaga professional yang memiliki tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, sampai pendidikan menengah. Guru professional tidak hanya dituntut untuk menguasai bidang ilmu, bahan ajar, metode wawasan yang luas terhadap dunia pendidikan, tetapi juga harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang hakikat manusia dan masyarakat. Hakikat- hakikat ini akan melandasi pola pikir dan budaya kerja guru, serta loyalitasnya terhadap profesi pendidikan. Demikian halnya dalam pembelajaran, guru harus mampu mengembangkan budaya dan iklim organisasi pembelajaran yang bermakna, kreatif dan dinamis, bergairah, dialogis, sehingga menyenangkan bagi peserta didik maupun guru.

  Untuk menjadi professional, seorang guru dituntut memiliki lima hal sebagai berikut :

  2. Menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada peserta didik;

  3. Bertanggung jawab memantau hasil belajar peserta didik melalui berbagai cara evaluasi;

  4. Mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya;

  5. Seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya (Supriadi, dalam Mulyasa 2007).

  Ada beberapa indikator yang dapat dijadikan ukuran karakteristik guru yang dinilai kompeten secara professional, yaitu :

  1. Mampu mengemban tanggung jawab dengan baik.

  2. Mampu melaksanakan peran dan fungsinya dengan tepat.

  3. Mampu bekerja untuk mewujudkan tujuan pendidikan di sekolah.

  4. Mampu melaksankan peran dan fungsinya dalam pembelajaran di kelas. yang belum memiliki kualifikasi professional menjadi professional.Dengan demikian peningkatan kemampuan professional guru merupakan bantuan atau memberikan kesempatan kepada guru tersebut melalui program dan kegiatan yang dilakukan pemerintah.Namun demikian, bantuan profesionalisme hanya sekedar bantuan, sehingga yang harus lebih berperan aktif adalah guru itu sendiri.Artinya, bahwa gurulah yang seharusnya meminta bantuan kepada yang berwenang untuk mendapatkan pembinaan.Bantuan yang diberikan juga merupakan bantuan professional, yang tujuan akhirnya adalah menumbuhkembangkan profesionalisme guru.Peningkatan kemampuan profesionalisme guru bukan sekedar diarahkan kepada lebih kepada peningkatan kemampuan keprofesionalannya dan komitmen sebagai seorang pendidik.Guru professional memiliki dua ciri yaitu tingkat kemampuan yang tinggi dan komitmen yang tinggi (Glickman, dalam Mulyasa 2007).

2.2 Kesejahteraan dan Kinerja

2.2.1 Kesejahteraan Sosial

  Kesejahteraan sosial dalam artian yang sangat luas mencakup berbagai tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik.Taraf kehidupan yang lebih baik ini tidak hanya diukur secara ekonomi dan fisik belaka, tetapi juga ikut memperhatikan aspek sosial, mental, dan segi kehidupan spiritual (Adi, 2003). Kesejahteraan sosial dapat dianalogikan seperti kesehatan jiwa, sehingga dapat dilihat dari empat sudut pandang, yaitu :

1. Kesejahteraan sosial sebagai suatu keadaan (kondisi).

  Sebagai suatu kondisi (keadaan), kesejahteraan sosial dapat dilihat dari rumusan Undang-Undang No. 6 tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial, pasal 2 ayat 1 : “Kesejahteraan sosial ialah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materiil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila”.

  Rumusan tersebut menggambarkan kesejahteraan sosial sebagai suatu yang meliputi kehidupan material maupun spiritual, dengan tidak menempatkan suatu aspek lebih penting dari yang lainnya, tetapi lebih mencoba melihat pada upaya mendapatkan titik keseimbangan.Titik keseimbangan yang dimaksud adalah keseimbangan antara aspek jasmaniah dan rohaniah, ataupun keseimbangan antara aspek material dan spiritual.

  2. Kesejahteraan sosial sebagai suatu ilmu.

  Sebagai suatu ilmu, pada dasarnya merupakan suatu ilmu yang mencoba mengembangkan pemikiran, strategi dan teknik untuk meningkatkan kesejahteraan suatu masyarakat, baik di level mikro, mezzo maupun makro.Ilmu kesejahteraan sosial mengembangkan beberapa metode intervensi (termasuk di dalamnya aspek strategi dan teknik) guna meningkatkan taraf hidup komunitas sasaran.Metode intervensi dalam ilmu kesejahteraan sosial secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu intervensi makro dan mikro.Sebagai ilmu yang terkait dengan profesi yang memberikan bantuan (helping professions) terhadap klien ataupun beneficiaries (penerima layanan), ilmu kesejahteraan sosial merupakan suatu ilmu yang mencoba mensinergikan berbagai ilmu yang sudah berkembang guna meningkatkan taraf hidup (kesejahteraan) masyarakat.

  3. Kesejahteraan sosial sebagai suatu kegiatan.

  Sebagai suatu kegiatan, pengertian kesejahteraan sosial dapat terlihat dari definisi: kesejahteraan sosial merupakan sistem yang terorganisir dari berbagai institusi dan usaha-usaha kesejahteraan sosial yang dirancang guna membantu individu ataupun kelompok agar dapat mencapai standar hidup dan kesehatan yang lebih memuaskan (Friedlander, dalam Adi 2003). Meskipun tidak secara yang dikemukakan Friedlander di atas sekurang-kurangnya menggambarkan kesejahteraan sosial sebagai suatu sistem pelayanan (kegiatan) yang dirancang guna meningkatkan taraf hidup masyarakat. Meskipun dalam pengertian yang dikemukakannya Friedlander secara eksplisit menyatakan bahwa target dari kegiatan tersebut adalah individu dan kelompok, tetapi dalam arti luas pengertian Friedlander juga melihat masyarakat sebagai suatu totalitas.

4. Kesejahteraan sosial sebagai suatu gerakan.

  Sebagai suatu gerakan, isu kesejahteraan sosial sudah menyebar luas hampir ke seluruh penjuru dunia, sehingga menjadi suatu gerakan tersendiri yang bertujuan memberitahukan kepada dunia bahwa masalah kesejahteraan sosial merupakan hal yang perlu diperhatikan secara seksama oleh masyarakat dunia, baik secara global maupun parsial.Oleh karena itu muncullah berbagai macam gerakan dalam wujud organisasi lokal, regional, maupun internasional yang berusaha menangani isu-isu kesejahteraan sosial ini.

  th

Committee for the 15 International Conference of Social Welfare mungkin dapat

  digunakan sebagai landasan untuk memandang kesejahteraan sosial sebagai suatu gerakan yang global.Pengertian itu adalah kesejahteraan sosial merupakan keseluruhan usaha sosial yang terorganisir dan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat berdasarkan konteks sosialnya. Di dalamnya tercakup pula unsur kebijakan dan pelayanan dalam arti luas yang terkait dengan berbagai kehidupan dalam masyarakat, seperti pendapatan; jaminan sosial; kesehatan; perumahan; pendidikan; rekreasi; tradisi budaya; dan lain sebagainya (Adi, 2003: 41-49).

  Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan sosial, pemerintah membuat UU yang berisi tanggung jawab pemerintah dalam upaya penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang tertuang dalam UU No. 11 Tahun 2009 bagian II pasal 25 yang meliputi : 1.

  Merumuskan kebijakan dan program penyelenggaraan kesejahteraan sosial; 2. Menyediakan akses penyelenggaraan kesejahteraan sosial; 3. Melaksanakan rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

  4. Memberikan bantuan sosial sebagai stimulan kepada masyarakat yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial;

  5. Mendorong dan memfasilitasi masyarakat serta dunia usaha dalam melaksanakan tanggung jawab sosialnya;

  6. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia di bidang kesejahteraan sosial;

  7. Menetapkan standar pelayanan, registrasi, akreditasi, dan sertifikasi pelayanan 8.

  Melaksanakan analisis dan audit dampak sosial terhadap kebijakan dan aktivitas pembangunan;

  9. Menyelenggarakan pendidikan dan penelitian kesejahteraan sosial; 10.

  Melakukan pembinaan dan pengawasan serta pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan kesejahteraan sosial;

  11. Mengembangkan jaringan kerja dan koordinasi lintas pelaku penyelenggaraan kesejahteraan sosial tingkat nasional dan internasional;

  12. Memelihara taman makam pahlawan dan makam pahlawan nasional; 13.

  Melestarikan nilai kepahlawanan, keperintisan, dan kesetiakawanan sosial; dan

14. Mengalokasikan anggaran untuk penyelenggaraan kesejahteraan sosial dalam APBN.

  Dalam UU No. 11 tahun 2009 tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial disebutkan bahwa usaha kesejahteraan sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial. Semua upaya, program, dan kegiatan yang ditujukan adalah untuk mewujudkan, membina, memelihara, memulihkan, dan mengembangkan kesejahteraan sosial.Pernyataan tersebut mengartikan bahwa usaha- usaha kesejahteraan sosial merupakan upaya yang ditujukan kepada manusia baik individu, kelompok maupun masyarakat.

2.2.2 Kesejahteraan Guru

  Saat ini, masalah status/kesejahteraan guru sedang hangat-hangatnya dibicarakan oleh banyak pihak.Kenyataan ini menunjukkan bahwa masyarakat sudah mulai menaruh perhatian terhadap masalah guru.Perhatian masyarakat ini tentunya tidak datang begitu saja, tetapi ada alasan-alasannya.Perhatian tersebut bertitik tolak pada dua hal, yaitu tumbuhnya kesadaran dan pengertian masyarakat tentang tugas dan fungsi guru dan status/kesejahteraan guru yang tidak sesuai dengan urgensi tugas dan fungsinya. Peningkatan status/kesejahteraan guru sebagai suatu usaha akan lebih mudah dirintis realisasinya bila dilandasi oleh suatu legitimasi hukum. Walaupun landasan hukum yang formal dan langsung belum ada, usaha untuk merealisasikan maksud tersebut dapat mempergunakan landasan-landasan sebagai berikut : (a) kepegawaian, (c) persyaratan teknis dan administratif bagi seorang guru, (d) pandangan/opini masyarakat yang didasari pengertian dan kesadaran tentang pentingnya peranan guru.

  Untuk meningkatkan status/kesejahteraan guru, perlu usaha-usaha dari beberapa pihak, baik guru, pemerintah, maupun masyarakat.Usaha-usaha tersebut terutama dapat diarahkan kepada kesejahteraan guru baik yang bersifat moril maupun materiil yang juga melibatkan pihak guru, pemerintah, dan masyarakat.

  Usaha dari pihak guru antara lain : a) guru perlu meningkatkan mutu profesinya; b) tetap berpijak pada moral dan mental guru; c) berpijak pada kode etik guru, d) loyal kepada pemerintah. Usaha dari pihak pemerintah berupa : a) kebijaksanaan yang mendukung peningkatan status/kesejahteraan guru, b) realisasi kebijaksanaan di bidang kesejahteraan guru, c) perhatian terhadap calon guru (pendidikan guru) maupun pensiunan guru, d) memberikan fasilitas sesuai dengan kemampuan, e) mempersiapkan situasi dan kondisi yang relevan bagi pelaksanaan profesi guru dari pihak guru, b) membantu usaha dari pihak pemerintah, c) mengikuti secara positif dan konstruktif perkembangan pendidikan pada umumnya dan pendidikan guru pada khususnya.

  Usaha-usaha dari ketiga pihak tersebut di antaranya dapat berwujud : mendukung penerapan kode etik guru, mengadakan penataran untuk meningkatkan mutu guru, meningkatkan/menyempurnakan lembaga-lembaga pendidikan guru, menaikkan gaji guru, memberikan tunjangan khusus untuk guru, memperkuat koperasi guru, dan menyediakan asuransi jiwa bagi guru. Status sosial profesi guru dan kesejahteraannya berkaitan sangat erat. Kesejahteraan yang tinggi akan membuat kesejahteraan guru yang rendah (dengan indikator utama gaji), maka status sosialnya pun tidak begitu baik dalam masyarakat. Agak berbeda dengan profesi lain (misalnya dokter), tingginya penghormatan pada guru karena perannya yang sangat penting dalam pendidikan tidak dengan sendirinya menjadi jaminan bagi lebih baiknya tingkat kesejahteraan mereka. Pokja Pemberdayaan Guru pada Bappenas (dalam Jalal & Supriadi, 2001) menyimpulkan bahwa dilihat dari berbagai aspek dan kriteria, memang tingkat kesejahteraan guru, khusunya gaji, masih rendah dibandingkan dengan beban tugasnya yang berat dan perannya yang sangat penting dalam keseluruhan proses pendidikan.

  Jalal (2001: 221-225); dan Tilaar (2003: 382-391) mengungkapkan bahwa proses sertifikasi guru menuju profesionalisasi pelaksanaan tugas dan fungsinya harus dibarengi dengan kenaikan kesejahteraan guru, sistem rekrutmen guru, pembinaan, dan peningkatan karir guru.

1. Kesejahteraan guru dapat diukur dari gaji dan intensif yang diperoleh. Gaji guru

  Rendahnya kesejahteraan guru bisa mempengaruhi kinerja guru, semangat pengabdiannya, dan juga upaya mengembangkan profesionalismenya. Kenaikan gaji dilakukan bersamaan dengan perbaikan aspek-aspek kesejahteraan lain yaitu prosedur kenaikan pangkat, jaminan rasa aman, kondisi kerja, kepastian karir, penghargaan terhadap tugas atau peran keguruan (Jalal, dalam Mulyasa 2007). Kesejahteraan guru sebaiknya selain berasal dari pemerintah pusat, juga didukung oleh pemerintah daerah serta partisipasi masyarakat dan dunia usaha.

  2. Tunjangan fungsional yang merupakan insentif bagi guru sebaiknya diberikan dengan mempertimbangkan: (1) kesulitan tempat bertugas, (2) kemampuan,

  (4) prestasi guru dalam mengajar, menyiapkan bahan ajar, menulis, meneliti, dan membimbing, serta berhubungan dengan stakeholder.

  3. Sistem rekrutmen guru dan penempatannya memerlukan kebijakan yang tepat mengingat banyak calon guru yang sering memilih tugas di tempat yang diinginkannya. Ada kasus, guru yang ditempatkan di desa tertentu tidak pernah muncul, atau kalau datang bertugas selalu berhalangan untuk hadir, yang akhirnya minta dipindahkan ke tempat yang diinginkannya. Untuk menghilangkan masalah seperti itu, maka dalam rekrutmen dan penempatan perlu dipertimbangkan beberapa hal berikut: a. asal tempat calon guru; b. memperketat persyaratan calon guru yang diangkat dengan melihat hasil pendidikan dan seleksi; c. menetapkan batas waktu tugas untuk bisa mengajukan mutasi atau pindah; d. memberikan insentif dan jaminan lain bagi calon guru yang ditempatkan di e. memperkuat disiplin di tempat tugas dan menerapkan sanksi bagi yang melanggar; f. memintakan partisipasi dan tanggung jawab masyarakat untuk menjamin kesejahteraan, tempat tinggal, keamanan, kesehatan guru, terutama guru yang berasal dari daerah lain; g. untuk mengisi kekurangan guru di SD, SLTP, atau SLTA yang jauh dari kota, sebaiknya memberdayakan lulusan yang ada di tempat itu dengan legitimasi dari pemerintah daerah.

4. Pendidikan dan pembinaan tenaga guru dapat ditempuh melalui tiga cara, yaitu

2.2.3 Pengertian Tingkat Kesejahteraan

  Tingkat kesejahteraan adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan seseorang baik sosial material maupun spiritual yang disertai dengan rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin sehingga dapat memenuhi kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosialnya.Untuk mengetahui tingkat kesejahteraan, berdasarkan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang telah mengadakan program yang disebut dengan pendataan keluarga.Pendataan ini bertujuan untuk memperoleh data tentang dasar kependudukan dan keluarga dalam rangka program pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Adapun pentahapan keluarga sejahtera yaitu : a.

  Keluarga pra sejahtera yaitu keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal, seperti : kebutuhan spiritual, pangan, sandang, papan dan kesehatan atau keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu indikator-indikator keluarga sejahtera I.

  b.

  Keluarga sejahtera I yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial psikologisnya, seperti: kebutuhan akan pendidikan, keluarga berencana, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan sekitar dan transportasi.

  c.

  Keluarga sejahtera II yaitu keluarga-keluarga yang selain dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, juga telah dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangan, seperti menabung dan memperoleh informasi. d.

  Keluarga sejahtera III yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan dasar, kebutuhan sosial psikologisnya dan kebutuhan pengembangan, tetapi belum dapat memberikan sumbangan yang maksimal dan teratur bagi masyarakat dalam bentuk material, seperti : sumbangan materi untuk kepentingan sosial kemasyaratakatan atau yayasan sosial, keagamaan, kesenian, olahraga, pendidikan, dan lain sebagainya.

  e.

  Keluarga sejahtera III plus yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhannya, baik yang bersifat dasar, sosial psikologis maupun pengembangan serta telah memberikan sumbangan yang nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat.

  Dari pentahapan ini, dapat diketahui tingkat kesejahteraan guru dalam lingkup keluarganya.Untuk mengukur tingkat kesejahteraan, telah dikembangkan beberapa indikator operasional yang menggambarkan tingkat pemenuhan kebutuhan dasar, kebutuhan sosial psikologis dan kebutuhan pengembangan. Beberapa indikator a.

  Keluarga pra sejahtera Keluarga yang tidak dapat memenuhi syarat-syarat sebagai keluarga sejahtera I.

  b.

  Keluarga sejahtera I 1) Melaksanakan ibadah menurut agama yang dianut masing-masing. 2) Makan dua kali sehari atau lebih. 3) Pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan. 4) Lantai rumah bukan dari tanah. 5) Jika anak sakit dibawa ke sarana/petugas kesehatan.

  c.

  Keluarga sejahtera II

  1) Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama yang dianut masing-masing.

  2) Minimal seminggu sekali keluarga tersebut menyediakan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk.

  3) Memperoleh pakaian baru dalam setahun terakhir. 4)

  Luas lantai tiap penghuni rumah 8 m

  2 .

  5) Anggota keluarga sehat dalam keadaan tiga bulan terakhir, sehingga dapat menjalankan fungsi masing-masing.

  6) Bisa baca tulis latin bagi anggota keluarga dewasa yang berumur 10-60 tahun.

  7) Seluruh anak yang berumur 7-15 tahun bersekolah pada saat ini. 8) Anak hidup dua atau lebih dan saat ini masih memakai alat kontrasepsi.

  d.

  Keluarga sejahtera III 1) Keluarga mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama.

  Keluarga mempunyai tabungan. 3) Keluarga biasanya makan bersama minimal sekali dalam sehari. 4) Turut serta dalam kegiatan masyarakat. 5) Keluarga mengadakan rekreasi bersama.. 6) Keluarga dapat memperoleh berita dari surat kabar/radio/televisi/majalah. 7) Anggota keluarga dapat menggunakan sarana transportasi.

  e.

  Keluarga sejahtera III plus 1.

  Memberikan sumbangan secara teratur dan sukarela untuk kegiatan sosial masyarakat dalam bentuk materi.

  2. Aktif sebagai pengurus yayasan/instansi.

  Faktor lain yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga antara lain faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal keluarga yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan meliputi : pendapatan, pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota keluarga, umur, kepemilikan asset dan tabungan; sedangkan faktor eskternal yang mempengaruhi kesejahteraan adalah kemudahan akses finansial pada lembaga keuangan, akses bantuan pemerintah, kemudahan akses dalam kredit barang/peralatan dan lokasi tempat tinggal. Sementara itu, unsur manajemen sumber daya keluarga yang mempengaruhi kesejahteraan adalah perencanaan, pembagian tugas, dan pengontrolan kegiatan. Menurut Badan Pusat Statistik (2005), indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan ada delapan (8), yaitu pendapatan, konsumsi atau pengeluaran keluarga, keadaan tempat tinggal, fasilitas tempat tinggal, kesehatan anggota keluarga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan, dan kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi.

2.2.4 Kinerja

  Kinerja ialah hasil kerja dan kemajuan yang telah dicapai seseorang dalam bidang tugasnya. Kinerja artinya sama dengan prestasi kerja. Kinerja merupakan tanda keberhasilan suatu organisasi dan orang-orang yang ada dalam organisasi tersebut (Hikman, dalam Usman 2010).Stoner & Freeman (dalam Usman, 2010) mengemukakan bahwa kinerja adalah kunci yang harus berfungsi secara efektif agar organisasi secara keseluruhan dapat berhasil. Kinerja digunakan apabila seseorang menjalankan tugas atau proses dengan terampil sesuai dengan prosedur dan pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujaun, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi.

  Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu maupun kelompok individu.Kinerja bisa diketahui hanya jika individu atau kelompok individu tersebut mempunyai criteria keberhasilan yang telah ditetapkan.kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan atau target-target tertentu yang hendak dicapai. Tanpa ada tujuan atau target, kinerja seseorang atau organisasi tidak mungkin dapat diketahui karena tidak ada tolak ukurnya. Kinerja mengacu pada kadar pencapaian tugas-tugas yang membentuk sebuah pekerjaan pegawai. Kinerja merefleksikan seberapa baik pegawai memenuhi persyaratan sebuah pekerjaan pegawai.

  Darma (dalam Suruni, 2002) mengatakan bahwa faktor internal yang dapat mempengaruhi kinerja terdiri dari : 1) kemampuan, 2) sikap, 3) minat, 4) persepsi.

  Sedangkan faktor eksternal meliputi : 1) struktur tugas, 2) iklim organisasi, 3) sistem seseorang yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi : sikap, minat, inteligensi, motivasi dan kepribadian, sedangkan faktor eksternal meliputi sarana dan prasarana, insentif atau gaji, suasana kerja dan lingkungan kerja (Aswir, 2013).Pengukuran kinerja adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk informasi atas : efisiensi pengunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa; kualitas barang dan jasa; hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan; dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan (Robertson, dalam Mahsun: 2006).

  Kinerja dalam menjalankan fungsinya tidak berdiri sendiri, melainkan selalu diberikan, serta dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan, dan sifat-sifat individu. Kinerja individu pada dasarnya dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor : (1) harapan mengenai imbalan, (2) dorongan, (3) kemampuuan, (4) kebutuhan dan sifat, (5) persepsi terhadap tugas, (6) imbalan internal dan eksternal, (7) persepsi terhadap tingkat imbalan dan kepuasan kerja. Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan di atas, maka pengertian atau definisi kinerja dapat disimpulkan sebagai berikut : hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi baik secara kuantitatif maupun kualitatif, sesuai dnegan kewenangan dan tugas tanggung jawab masing-masing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

  Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat disimpulkan beberapa aspek yang mendasar dan paling pokok dari pengukuran kinerja, yaitu sebagai berikut :

  1. Menetapkan tujuan, sasaran dan strategis organisasi, dengan menetapkan secara misinya.

  2. Merumuskan indikator kinerja dan ukuran kinerja, yang mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung, sedangkan indicator kinerja mengacu pada engukuran kinerja secara langsung yang berbentuk keberhasilan utama dan indicator kinerja kunci.

  3. Mengukur tingkat capaian tujuan dan sasaran organisasi, menganalisis hasil pengukuran kinerja yang dapat diimplementasikan dengan membandingkan tingkat capaian tujuan dan sasaran organisasi.

  4. Mengevaluasi kinerja dengan menilai kemajuan organisasi dan pengambilan seberapa besar tingkat keberhasilan tersebut dan mengevaluasi langkah apa yang diambil organisasi selanjutnya.

  Unsur-Unsur yang terdapat dalam kinerja terdiri dari : 1. Hasil-hasil fungsi pekerjaan.

  2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi karyawan/pegawai seperti : motivasi, kecakapan, persepsi peranan, dan sebagainya.

  3. Pencapaian tujuan organisasi.

  4. Periode waktu tertentu.

  Berdasarkan hal-hal di atas, kinerja didefinisikan sebagai hasil-hasil fungsi pekerjaan/kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu.

2.2.5 Kinerja Guru

  Setiap individu yang diberi tugas atau kepercayaan untuk bekerja pada suatu organisasi tertentu diharapkan mampu menunjukkan kinerja yang memuaskan dan memberikan hasil yang maksimal terhadap pencapaian tujuan organisasi tersebut.Kinerja seseorang dapat ditingkatkan bila ada kesesuaian antara pekerjaan dan keahliannya. Kinerja guru adalah perilaku yang berhubungan dengan kerja guru.(Anoraga: 1998). Suhertin (dalam Aswir, 2013) mengatakan kinerja guru merupakan cerminan dari kualitas guru itu sendiri, sedangkan kemampuan yang dimiliki oleh guru tersebut sangat erat sekali kaitannya dengan kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik di sekolah. Ada beberapa indikator dari pengajaran, 2) kemampuan guru dalam melaksanakan program pengajaran, 3) keluesan guru dalam berinteraksi sesama guru dan siswa, 4) keterampilan guru dalam menilai hasil pengajaran.

  Kinerja guru merupakan hasil atau keluaran dari proses atau kemampuan aplikasi kerja guru dalam wujud nyata, yaitu pekerjaan atau rangkaian kegiatan yang dilakukan guru dalam tugas keguruannya. Kinerja seorang guru tercermin dari kemampuannya mencapai prasyarat-prasyarat tertentu yang telah ditetapkan atau dijadikan standar. Kinerja guru adalah hasil kerja yang dicapai guru berdasarkan kemampuannya menjalankan tugas pada proses pembelajaran yang mencakup aspek perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran dan penilaian hasil pembelajaran. Kinerja guru yang tinggi tentunya menjadi impian bagi para guru.Namun dalam realitanya untuk mencapai kinerja guru yang tinggi sebagian guru kesulitan untuk mencapainya.Hal ini ditunjukkan dengan masih adanya sebagian guru yang kesulitan merancang perencanaan pelaksanaan pembelajaran yang efektif penggunaan metode, sumber belajar dan media pembelajaran.Selain itu masih ada guru melakukan evaluasi hasil pembelajaran yang belum objektif.

  Kinerja dikatakan baik dan memuaskan apabila tujuan yang dicapai sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.Ada 10 (sepuluh) komponen portofolio (penilaian diri) bagi guru sesuai dengan Permendiknas No. 18 tahun 2007 yaitu : (1) kualifikasi akademik, (2) pendidikan dan pelatihan, (3) pengalaman mengajar, (4) perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, (5) penilaian dari atasan dan pengawas, (6) prestasi akademik, (7) karya pengembangan profesi, (8) keikutsertaan dalam forum ilmiah, (9) pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial, (10) berhubungan dengan kualitas dalam menjalankan tugasnya. Menilai kualitas kinerja dapat ditinjau dari beberapa indikator yang meliputi : (1) unjuk kerja, (2) penguasaan materi, (3) penguasaan profesional keguruan dan pendidikan, (4) penguasaan cara- cara penyesuaian diri, dan (5) kepribadian untuk melaksanakan kualitas dengan baik (Sulistyorini, 2001: 55).

  Untuk mengetahui keberhasilan kinerja perlu dilakukan penilaian kinerja. Penilaian kinerja dengan pendekatan yang berpusat pada pelaksanaan tugas, dilakukan dengan cara menilai perilaku pegawai sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Standar penilaian kinerja hendaknya berlandaskan pada persyaratan kerja.Secara garis besar penilaian kinerja guru digunakan untuk menilai 14 indikator dengan butir-butir kinerja yang telah ditentukan, yaitu : 1.

  Mengenal karakteristik peserta didik 2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik 3. Pengembangan kurikulum Kegiatan pembelajaran yang mendidik 5. Memahami dan mengembangkan potensi 6. Komunikasi dengan peserta didik 7. Penilaian dan evaluasi 8. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional

  Indonesia 9. Menunjukkan pribadi yang dewasa dan teladan 10.

  Etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, dan rasa bangga menjadi guru 11. Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif 12. Komunikasi dengan sesama guru, tenaga pendidikan, orang tua peserta didik, dan

  13. Penguasaan materi struktur konsep dan pola piker keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu

14. Mengembangkan keprofesian melalui tindakan reflektif

2.2.6 Teori Motivasi

  Motivasi ialah keinginan untuk berbuat sesuatu, sedangkan motif adalah kebutuhan, keinginan, dorongon, atau impuls.Motivasi merupakan keinginan yang terdapat pada seseorang individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan- tindakan atau sesuatu yang menjadi dasar atau alasan seseorang berperilaku.

  Motivasi kerja dapat diartikan sebagai keinginan atau kebutuhan yang melatar belakangi seseorang sehingga ia terdorong untuk bekerja. Motivasi merupakan proses psikis yang mendorong orang untuk melakukan sesuatu. Motivasi dapat berasal dari dalam diri maupun luar diri seseorang.

  Teori motivasi terdiri dari dua, yaitu teori isi dan teori proses. Teori isi memusatkan perhatiannya pada pertanyaan “apa penyebab perilaku terjadi dan berhenti”.Jawabannya terpusat pada 1) kebutuhan, keinginan atau dorongan yang memacu untuk melakukan kegiatan, 2) hubungan karyawan dengan faktor-faktor eksternal dan internal yang menyebabkan mereka melakukan kegiatan. Sedangkan teori proses memusatkan perhatian pada bagaimana perilaku dimulai dan dilaksanakan.

  Terjadinya proses motivasi diawali oleh adanya kebutuhan. Kebutuhan itu dipenuhi oleh insentif atau gaji/upah dari organisasi tempat kita bekerja.Gaji/upah yang diterima memberikan dampak persepsi.Misalnya, jika organisasi semakin maju maka organisasi semakin untung. Apabila organisasi banyak keuntungannya, maksud tersebut, muncul usaha-usaha motivasi.Usaha-usaha motivasi dan kemampuan mempengaruhi tingkat kinerja.Tingkat kinerja mempengaruhi ganjaran (hadiah) dan produktivitas.Produktivitas mempengaruhi insentif organisasi dan ganjaran mempengaruhi kepuasan. Apabila kepuasan telah terpenuhi, maka akan muncul pula kebutuhan-kebutuhan baru. Demikian seterusnya.

2.2.7 Tunjangan Profesi

  Tunjangan profesi guru adalah tunjangan yang diberikan kepada guru berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memiliki sertifikat pendidik.Sedangkan bantuan tunjangan profesi guru adalah subsidi tunjangan yang diberikan kepada guru berstatus Bukan Pegawai Negeri Sipil (Non-PNS) yang memiliki sertifikat pendidik.

  Tujuan pemberian tunjangan profesi dan bantuan tunjangan profesi adalah untuk meningkatkan motivasi, profesionalisme, dan kinerja serta kesejahteraan guru dalam rangka meningkatkan kualitas proses belajar-mengajar dan prestasi belajar peserta didik.

  Besaran tunjangan profesi dan bantuan tunjangan profesi guru/pengawas adalah : a.

  Tunjangan profesi dan bantuan tunjangan profesi guru/pengawas : 1.

  Guru PNS dan Pengawas diberikan tunjangan sebesar gaji pokok per bulan.

2. Guru Bukan PNS diberikan bantuan tunjangan profesi setara dengan kualifikasi akademik, pangkat, dan masa kerja yang berlaku bagi guru PNS.

  3. Guru Bukan PNS yang belum disetarakan dengan kualifikasi akademik, pangkat, dan masa kerja yang berlaku bagi guru PNS diberikan bantuan tunjangan profesi sebesar Rp 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah) per

  4. Tunjangan profesi dan bantuan tunjangan profesi guru/pengawas dibayarkan mulai bulan Januari tahun berikutnya, terhitung sejak tanggal yang bersangkutan dinyatakan lulus ujian sertifikasi guru sebagaimana yang tercantum dalam sertifikat pendidik dan memperoleh NRG.

  5. Guru yang memperoleh sertifikat pendidik sebelum tahun 2008, tunjangan profesi atau bantuan tunjangan profesinya dibayarkan terhitung mulai tanggal

  1 Januari 2008.

2.3 Kerangka Pemikiran

  Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen, sedangkan sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga professional. Sertifikasi guru dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, setelah uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi. Pada hakikatnya program sertifkasi guru bertujuan untuk menghasilkan guru yang professional, memiliki kompetensi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru dan pendidik sesuai dengan visi dan misi sekolah khususnya, serta tujuan pendidikan pada umumnya. Dalam standar kompetensi dan sertifikasi guru, dimaksudkan untuk mengangkat harkat dan martabat guru dalam kesejahteraannya, hak-haknya, dan memiliki posisi yang seimbang dengan profesi lain yang lebih mapan kehidupannya.

  Guru yang telah memperoleh sertifikat pendidik berhak pula mendapat

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Komposisi Pendapatan Asli Daerah - Analisis Pengaruh Komposisi Pendapatan Asli Daerah (Pad) Dan Konsentrasi Belanja Daerah Terhadap Penggunaan Anggaran Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara

0 1 17

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Pengaruh Komposisi Pendapatan Asli Daerah (Pad) Dan Konsentrasi Belanja Daerah Terhadap Penggunaan Anggaran Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara

0 0 7

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep - Analisis Feminisme Tokoh Utama Dalam Novel Pengakuan Eks Parasit Lajang Karya Ayu Utami

0 0 11

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Regresi Linier - Perbandingan Metode Least Trimmed Squares Dan Penduga-S Dalam Mengatasi Data Pencilan Dengan Simulasi Data

0 0 12

Pengaruh Profitabilitas, Pertumbuhan Aset, Ukuran Perusahaan, Risiko Bisnis, Struktur Aset, dan Likuiditas Terhadap Struktur Modal Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Dasar dan Kimia yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 1 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Struktur Modal - Pengaruh Profitabilitas, Pertumbuhan Aset, Ukuran Perusahaan, Risiko Bisnis, Struktur Aset, dan Likuiditas Terhadap Struktur Modal Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri D

0 0 27

CHAPTER II REVIEW OF RELATED LITERATURE

0 0 15

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tumbuhan Jeruk Besar dan Jenis – Jenisnya - Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri Dari Daun Jeruk Bali Merah (Citrus Maxima (Burm.) Merr) Secara Kromatografi Gas – Spektroskopi Massa (Gc-Ms)

0 0 15

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Data - Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan Rumah Tangga Di Kabupaten Serdang Bedagai Dengan Pendekatan Regresi Logistik

0 0 17

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan Rumah Tangga Di Kabupaten Serdang Bedagai Dengan Pendekatan Regresi Logistik

0 1 11