Analisis Pilkada DKI 2017 doc

Nama

: Muhammad Fardin

NIM

: 155120500111005

Dosen

: Hilmy Mochtar Dr. Drs. MS

Kelas

: A-POL-4

Matkul

: Perilaku Politik

ANALISIS POLA PERILAKU PEMILIH PADA PILKADA DKI JAKARTA 2017

1.1 Latar Belakang
Semenjak disahkannya undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan
daerah memberikan dampak yang signifikan bagi penyelenggaraan pemerintahan dan politik di
tingkat lokal atau daerah. Kepala daerah yang sebelumnya dipilih secara tidak langsung melalui
parlemen daerah (DPDRD Provinsi/Kabupaten), sejak 1 Juni 2006 dipilih secara langsung oleh
masyarakat melalui proses Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah).
Ini merupakan suatu perubahan yang luar biasa, masyarakat yang tadinya tidak berperan
aktif tiba-tiba menjadi sosok pelaku dan penentu. Selain itu anggota DPRD yang sebelumnya
mendapatkan wewenang besar dalam menentukan pemelihan kepala daerah, kini wewenang
tersebut dipersempit.
Perubahan baru tentu saja memberikan dampak yang baru pula, pada tingkat elit partai
ada kesan dimana mereka kurang bisa menyesuaikan diri dengan proses politik di daerah
tersebut. Hal ini tentu saja berkaitan erat dengan hilangnya wewenang mereka dalam
menentukan kepala daerah. Selain itu pemelihan kepala daerah yang selalu diikuti dengan isu
money politic tentu saja akan berubah haluan dimana yang sasaran awalnya adalah anggotaanggota DPRD, beralih kepada masyarakat yang menjadi penentu pada pemilihan kepala daerah
nantinya. Itu pun apabila isu money politic benar-benar ada.
Proses untuk bisa menjadi pemimpin tentu saja akan menghabiskan dana yang cukup
besar, bahkan milyaran rupiah. Meskipun kadang menjadi buah pembicaraan karena ada yang
menyebutkan ini sebagai money politic namun ada pula yang mengatakan ini adalah cost politic.
Hal ini masih sulit dijelaskan secara normatif, namun secara konseptual dapat saja disebut

sebagai bentuk dari money politic. Hal ini dapat ditemukan dimana serangkaian kasus dugaan
pelanggaran pemilu di Indonesia yang teridentifikasi ada yang membagikan beras atau
1

sembako,menjamjikan dana, dan lain sebagainya. Atau bahkan menggunakan cara yang lebih
halus seperti uang bensin, konsumsi, dan seterusnya.
Selain itu juga, masyarakat yang menjadi pemilih mungkin saja menggunakan ini sebagai
ajang untuk mendapatkan keuntungan dari partai politik melalui “money politic” tadi sehingga
mereka cenderung memberikan pilihan tidak berdasarkan rasional masing-masing.
Indonesia adalah negara demokrasi yang mana pada hakikatnya partai politik menjadi sarana
demokrasi yang berperan sebagai penghubung antara rakyat dan pemerintah. Dalam hal ini,
pemilihan umum menjadi syarat penting sebagai proses demokratisasi suatu negara. Dalam
pemilu (pemilihan umum) rakyat diberikan wewenang penuh untuk memilih wakil yang layak
memimpin mereka di pemerintahan nantinya. Dalam hal ini penulis mencoba untuk menelaah
lebih jauh tentang perilaku politik pemilih masyarakat Jakarta pada Pilkada 2017 dengan judul
penelitian yaitu “ Analisis Deskriptif Pola Perilaku Pemilih
1.2 Rumusan Masalah
Dari paparan diatas, penulis mendapati beberapa masalah yang menjadi paertanyaan
dalam penilitian ini. Adapun masalah-masalah tersebut antara lain ialah sebagai berikut:
1.

2.
3.
4.

Apa yang dimaksud dengan perilaku politik?
Apa itu perilaku pemilih?
Apa yang dimaksud dengan Pemilu?
Faktor apakah yang mempengaruhi perilaku pemilih warga Jakarta?

1.3. Hipotesis
2

Pada Pilkada DKI 2017 ini terdapat tiga calon yang akan maju berkompetisi di Jakarta.
Ketiga calon ini adalah Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat, Anies Rasyid BaswedanSandiaga Salahuddin Uno, dan pasangan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni. Dari
ketiga paslon diatas, yang lolos untuk putaran kedua adalah pasangan Basuki Tjahaja PurnamaDjarot Saiful Hidayat serta pasangan Anies Rasyid Baswedan-Sandiaga Salahudin Uno. Dari
hasil putaran pertama, penulis melihat bahwasannya factor rasionalitas saja belum begitu manjur
untuk memenangkan pilkada karena dengan melihat berkurangnya pendukung pertahana akibat
kasus penistaan agama membuktikan bahwa factor emosional juga mempengaruhi pemilih dalam
menentukan pilihannya. Oleh karena itu penulis ingin menelaah tentang pola perilaku pemilih
pada Pilkada DKI Jakarta 2017.


3

KERANGKA TEORI
2.1 Perilaku Politik
Harold d. Lasswell memberikan catatan penting mengenai perilaku politik. Berikut
adalah beberapa catatan penting tersebut:
Pertama, perilaku politik selalu berorientasi pada nilai atau berusaha mencapai tujuan.
Nilai dan tujuan dibentuk dalam proses perilaku politik, yang sesungguhnya merupakan satu
bagian. Kedua, perilaku politik bertujuan menjangkau masa depan, bersifat mengantisipasi,
berhubungan dengan masa lampau, dan senantiasa memperhatikan kejadian masa lalu. Dari dua
catatan perilaku politik tersebut, jelas bahwa perilaku politik memiliki dimensi orientasi, dimensi
nilai, dan dimensi waktu. Dimensi orientasi menunjukkan harapan-harapan individu atau
kelompok yang hendak dicapai; dimensi nilai lebih menunjukkan suatu hal, baik abstrak maupun
konkret yang diperbuat, dirumuskan, dilaksanakan, dan diperebutkan; sedangkan dimensi waktu
menunjukkan adanya keterkaitan langsung antara perilaku politik sekarang, latar belakang
perilaku politik sebelumnya, serta berhubungan langsung dengan perilaku politik yang akan
berkembang pada masa akan datang. Dari ketiga dimensi tersebut, dimensi orientasi dan nilai
lebih baik menunjukkan bahwa perilaku politik dirumuskan sebagai kegiatan yang berkenaan
dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik.1

Ramlan Surbakti dalam bukunya Memahami Ilmu Politik mengatakan bahwa perilaku
politik itu merupakan suatu kegiatan ataupun aktivitas yang berkenaan ataupun berhubungan
langsung dengan proses politik, baik itu dalam pembuatan keputusan politik sampai kepada
pelaksanaan aktivitas politik secara periode.2
2.2 Perilaku Politik Pemilih
Perilaku pemilih merupakan tingkah laku seseorang dalam menentukan pilihannya yang
dirasa paling disukai atau paling cocok. Secara umum teori tentang perilaku memilih
dikategorikan ke dalam dua kubu yaitu Mazhab Colombia dan Mazhab Michigan.
Mazhab Colombia menekankan pada faktor sosiologis dalam membentuk perilaku
masyarakat dalam menentukan pilihan di pemilu. Model ini melihat masyarakat sebagai satu
kesatuan kelompok yang bersifat vertikal dari tingkat yang terbawah hingga yang teratas.
1 Muslim Mufti, Teori-Teori Politik. (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hal. 87.
2 Ramlan, subakti. Memahami Ilmu Politik.Grasindo, Jakarta, 1992.

4

Penganut pendekatan ini percaya bahwa masyarakat terstruktur oleh norma-norma dasar sosial
yang berdasarkan atas pengelompokan sosiologis seperti agama, kelas (status sosial), pekerjaan,
umur, jenis kelamin dianggap mempunyai peranan yang cukup menentukan dalam membentuk
perilaku memilih. Mazhab Michigan menerangkan bahwa perilaku pemilih sangat bergantung

pada sosialissi politik lingkungan yang menyelimuti diri pemilih. Dimana pilihan seorang anak
yang telah melalui tahap sosialisasi politik ini tidak jarang memilih partai yang sama dengan
pilihan orang tuanya.
Menurut Dennis Kavanagh, Perilaku politik pemilih dapat dianalisis dengan 5 pendekatan
yaitu:
1. Pendekatan Struktural
Pendekatan struktural adalah sebuah sudut pandang luas dalam sosiologi dan antropologi
yang berupaya menafsirkan masyarakat sebagai sebuah struktur dengan bagian-bagian yang
saling berhubungan. Sebuah analogi umum yang dipopulerkan Herbert Spencer menampilkan
bagian-bagian masyarakat ini sebagai "organ" yang bekerja demi berfungsinya seluruh "badan"
secara wajar. Dalam arti paling mendasar, istilah ini menekankan "upaya untuk menghubungkan,
sebisa mungkin, dengan setiap fitur, adat, atau praktik, dampaknya terhadap berfungsinya suatu
sistem yang stabil dan kohesif."
Dalam pendekatan struktural, kita dapat melihat kegiatan pemilih ketika memilih, partai
politik sebagai produk dari konteks struktur yang luas seperti struktur sosial masyarakat yang
mewakili aspirasi masyarakat, sistem kepartaian, sistem pemilu, dan program yang ditonjolkan
partai-partai peserta pemilu. Dalam model ini, tingkah laku politik seseorang termasuk dalam
penentuan pilihan ditentukan oleh pengelompokan sosial, agama, bahasa, dan etnis/suku. Dalam
pendekatan ini melihat bagaimana perilaku pemilih dalam memilih berdasarkan kelas sosial,
agama, bahasa, dan suku atau etnis. Dalam memilih jika kita lihat dari sisi pendekatan ini maka

para pemilih akan menentukan pilihannya berdasarkan pertimbangan subsitem pada penjelasan
sebelumnya dan selalu mempertimbangankan segala sesuatu yang akan merubah pemikiran
mereka dalam menentukan pilihan.

2. Pendekatan Sosiologi atau Sosial Struktural
5

Sosiologi berusaha memahami hakekat masyarakat dalam kehidupan kelompok, baik
struktur, dinamika, institusi, dan interaksi sosialnya. Pendekatan sosiologi cenderung
menempatkan kegiatan memilih dengan mengaitkan dengan konteks sosial. Konkretnya, pilihan
seseorang dalam pemilihan umum dipengaruhi latar belakang demografi dan sosial ekonomi
seperti jenis kelamin tempat tinggal (kota ataupun desa), pekerjaan, pendidikan, kelas,
pendapatan atau agama.
3. Pendekatan Ekologis
Pendekatan ekologi adalah suatu metodologi untuk mendekati, menelaah, dan
menganalisis suatu gejala atau masalah dengan menerapkan konsep dan prinsip ekologi. Dalam
hal ini, metodologi pendekatan, penganalisisan, dan penelaahan gejala dan masalah geografi.
Pendekatan ini menggunakan wilayah sebagai sasaran utama dalam melihat perilaku pemilih
dalam menentukan pilihannya. Manusia dalam hal ini tidak boleh diartikan sebagai makhluk
biologis semata yang setara dengan makhluk hidup lainnya, namun adalah sosok yang dikaruniai

daya cipta, rasa, karsa, karya atau makhluk yang berbudi daya.
Pendekatan ini relevan bila dalam daerah pemilihan terdapat perbedaan karakteristik
pemilih yang didasarkan pada unit teritorial. Kelompok masyarakat penganut agama, buruh,
kelas menengah, suku-bangsa (etnis) yang bertempat tinggal di daerah tertentu dapat
memengaruhi perubahan komposisi pemilih terhadap perubahan pilihan mereka.
4. Pendekatan psikologis
Pendekatan ini menjelaskan bahwa tingkah laku pemilih akan sangat dipengaruhi oleh
interaksi antara faktor internal dan ekternal individu dalam bermasyarakat. Pendekatan Psikologi
sosial juga bisa menjelaskan bagaimana sikap (attitude) dan harapan (expectation) masyarakat
dapat melahirkan tindakan serta tingkah laku yang berpegangan teguh pada tuntutan sosial
(conformity).
Salah satu konsep psikologi sosial yang digunakan untuk menjelaskan perilaku untuk
memilih pada pemilihan umum adalah berupa identifikasi partai. Konsep ini merujuk pada
keterikatan emosional pemilih terhadap partai tertentu. Pendekatan ini menitik beratkan konsep
sosialisasi dan sikap sebagai variabel utama dalam menjelaskan perilaku memilih, daripada
pengelompokan sosial. Menurut pendekatan ini, para pemilih menentukan pilihannya terhadap
6

seorang kandidat (walikota atau parleman) karena pengaruh kekuatan psikologis yang
berkembang dalam dirinya sebagai produk dari sosialisasi yang mereka terima.

Bagi pendekatan psikologis, faktor sikap merupakan hal yang penting. Pertama, sikap
merupakan fungsi kepentingan. Penilaian terhadap suatu objek diberikan berdasarkan motifasi,
minat, dan kepentingan orang tersebut. Kedua, sikap merupakan fungsi penyesuian diri.
Seseorang bersikap tertentu sesuai dengan keinginan orang itu untuk sama atau tidak dengan
tokoh yang disegani atau kelompok panutan. Ketiga, sikap merupakan fungsi ekternalisasi dan
pertahanan diri. Sikap seseorang itu merupakan upaya untuk mengatasi konflik batin dan tekanan
psikis, yang mungkin berwujud mekanisme pertahanan dan ekternalisasi diri seperti proyeksi,
identifikasi dan idealisasi.
5. Pendekatan Rasional
Pemilih akan memilih jika ia merasa ada timbal balik yang akan diterimanya. Ketika
pemilih merasa tidak mendapatkan faedah dengan memilih kandidat yang sedang bertanding, ia
tidak akan mengikuti dan melakukan pilihan pada proses Pemilu. Pendekatan ini melihat adanya
untung rugi dalam melihat perilaku pemilih. Disini faktor kesadaran pemilih sangat berpengaruh.
Dalam pendekatan ini sering melihat berdasarkan asumsi sederhana, yaitu setiap orang selalu
mengutamakan self-interest.
Pendekatan-pendekatan yang digunakan pada penjelasan sebelumnya dipersempit atau
diperkecil menjadi tiga pendekatan yaitu pendekatan sosiologi, pendekatan psikologis dan
pendekatan rasional. Pendekatan sosiologi lebih menekankan akan pentinganya beberapa hal
yang berkaitan dengan instrument kemasyarakatan seseorang, seperti status sosial ekonomi yang
terdiri dari pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan, dan seterusnya. Pendekatan psikologis

sangat bergantung dengan sosialisasi politik lingkungan tempat pemilih berdomisili. Sosialisasi
politik yang berkembang yang akan mengarahkan kecenderungan emosional pemilih dalam
menentukan pilihan politiknya. Semua ini termasuk didalamnya adalah kegiatan-kegiatan
kampanye yang menimbulkan pencitraan politik terhadap kandidat. Untuk konteks pendekatan
rasional, pada saat seorang pemilih merasa tidak mendapat faedah dengan memilih salah satu
partai atau kandidat calon walikota dalam pemilihan walikota, ia tidak akan memberikan
pilihannya dan kasus ini berlaku juga bagi pemilih yang tidak mau tahu atau pemilih apatis.

7

PEMBAHASAN
Seperti yang kita ketahui bahwasannya pada putaran pertama Pilkada kemarin, hampir
semua lembaga hitung cepat menjatuhkan kemenangan pada pasangan Ahok dan Djarot. Dari hal
ini saja sudah dapat di jelaskan bahwasannya warga Jakarta sangat rasional dalam kemaslahatan
ini. Meski dihatam oleh kabar atau isu-isu primordial, warga Jakarta tetap memilih Ahok karena
mungkin mereka menilai bahwa kinerja dia sebagai calon pertahana diatas rata-rata. Ditengah
tekanan kuat pasca kontroversi atas surat Al-Maidah dan status Ahok sendiri sebagai terdakwa
dalam kasus penodaan agama, namun perolehan suara sebagai pemenang diputaran pertama tidak
terlalu buruk.
Namun jika kita menanggapi hal ini justru kemenangan ini bisa dibaca sebaliknya.

Menurut data longitudinal Indikator Politik Indonesia, rata-rata kepuasan public terhadap Ahok
mencapai 73,4 persen. Jika kita berpikir rasional maka setidaknya Ahok minimal mengantongi
kisaran 70 persen suara sesuai dengan proporsi warga yang puas atas kinerjanya. Denagan kata
lain, perolehan suara dari ketiga paslon (pasangan calon) di Jakarta tidak bisa dijelaskan sematamata oleh faktor rasionalitas.
Secara rasional warga mungkin mengakui kinerja pertahan dalam mengatasi banjir,
sampah, pelayanan publik, dan lain seterusnya, akan tetapi dalam factor emosional mungkin
mereka sulit untuk menerima Ahok. Hal ini seperti gejala doublethink yang dikatakan George
Orwel dimana dalam hal ini dipahami sebagai “kemampuan seseorang untuk memercayai dua hal
yang bertolak belakang secara bersamaan tanpa merasa bersalah atau tidak nyaman”.3
Berkurangnya para pendukung calon pertahana mungkin terjadi setelah dia terlibat kasus
penodaan agama dan beberapa isu primordial lainnya. Ini menandakan bahwa perubahan emosi
sesaat saja dapat mempengaruhi pola perilaku pemilih warga Jakarta sehingga mereka
menghiraukan sikap rasionalitas mereka.
Hasil exit poll (survey dengan bertanya pada pemilih di TPS) yang dilakukan oleh
Indikator Politik Indonesia pad 15 Fabruari 2017 menemukan gejala doublethink yang banyak
dialami pemilih muslim yang mayoritas tinggal di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. Mereka
puas dengan kinerja Ahok tapi enggan untuk memilihnya. Hal ini sejalan dengan survey pra

3

8

pilkada yang dilakukan oleh Indikator Politik Indonesia dimana basis dukungan Ahok sangat
kuat pada aspek rasional tapi lemah pada dimensi emosional.
Dalam pendeskripsian perilaku pemilih, evaluasi atas kinerja dari pertahana adalah salah
satu ukuran untuk melihat seberapa jauh model pilihan rasional bekerja. Faktor Rasional (kinerja
pertahana) dan faktor emosional (Al Maidah) secara bersama kuat dan signifikan pengaruhnya
terhadap pilihan. Apabila kinerja pertahana memuaskan, pemilih cenderung memilihnya begitu
pula sebaliknya. Dan jika Ahok dinilai melakukan penodaan agama maka pemilih cenderung
memilih Anies-Sandi atau Agus-Sylvi begitu pula sebaliknya.
Pada putaran kedua ini, kekuatan serta kelemahan paslon tentu perlu dibenahi jelang
putaran kedua. Untuk meraih kemenangan, Ahok tidak bisa hanya sekedar mengandalkan rekam
jejak dan bukti nyata kerjanya tanpa membenahi komunikasi dan pendekatan emosional yang
akan menyentuh hati pemilih. Hal ini misalnya dengan tidak mengulangi kesalahan terkait surat
Al Maidah.
Hasil putaran pertama menunjukan bahwasannya aspek rasionalitas belum cukup
mampuh untuk menjelaskan perilaku pemilih. Diperlukan strategi khusus untuk mendekati
pemilih yang masih terluka atas pernyataan Ahok dalam kasus Al Maidah.
Sebaliknya juga begitu, jika ngin menang, Anies-Sandi tidak bisa hanya mengandalkan
sentimen Agama. Perlu diingat, meskipun sama sama menawarkan kenyamana emosional bagi
pemilih yang kesal atas pernyataan Ahok mengenai surat Al Maidah, namun sepertinya pasangan
Anies-Sandi dinilai lebih unggul dalam aspek rasionalitas dibandingkan pasangan Agus-Sylvi.
Akan tetapi pasangan Anies-Sandi tidak boleh hanya mengandlakan aspek agama saja atau
mempertahankan kenyamanan psikologis-emosional yang sudah mereka berikan bagi para
pemilih. Hal ini dikarenakan Ahok mungkin lebih unggul dalam hal program kerja dan perlu
diketahui pula bahwasannya tingkat pendidikan dan pendapatan serta akses terhadap informasi di
Jakarta lebih baik dibandingkan wilayah lain. Hal ini bisa dijadikan rujukan bahwasannya warga
Jakarta mungkin memiliki modal rasionalitas yang lebih baik pula dibandingkan wilayah lain.
Hal ini pula yang mungkin menjadi sumber rasionalitas pemilih yang pasti menjadi penting bagi
kedua paslon baik itu Ahok-Djarot maupun Anies-Sandi dalam hal memberikan penawaran
program yang lebih baik serta pendekatan rasional yang lebih meyakinkan lagi pagi para pemilih.

9

KESIMPULAN
Perilaku politik selalu berorientasi pada nilai atau berusaha mencapai tujuan. Nilai dan
tujuan dibentuk dalam proses perilaku politik, yang sesungguhnya merupakan satu bagian.
Kedua, perilaku politik bertujuan menjangkau masa depan, bersifat mengantisipasi, berhubungan
dengan masa lampau, dan senantiasa memperhatikan kejadian masa lalu. Ramlan Surbakti dalam
bukunya Memahami Ilmu Politik mengatakan bahwa perilaku politik itu merupakan suatu
kegiatan ataupun aktivitas yang berkenaan ataupun berhubungan langsung dengan proses politik,
baik itu dalam pembuatan keputusan politik sampai kepada pelaksanaan aktivitas politik secara
periode.
Perilaku pemilih merupakan tingkah laku seseorang dalam menentukan pilihannya yang
dirasa paling disukai atau paling cocok. Perilaku politik pemilih dapat dianalisis lewat tiga
pendekatan yaitu Sosiologi, Psikologi, dan Rasional. Pendekatan sosiologi lebih menekankan
akan pentinganya beberapa hal yang berkaitan dengan instrument kemasyarakatan seseorang,
seperti status sosial ekonomi yang terdiri dari pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan, dan
seterusnya. Pendekatan psikologis sangat bergantung dengan sosialisasi politik lingkungan
tempat pemilih berdomisili. Sosialisasi politik yang berkembang yang akan mengarahkan
kecenderungan emosional pemilih dalam menentukan pilihan politiknya. Semua ini termasuk
didalamnya adalah kegiatan-kegiatan kampanye yang menimbulkan pencitraan politik terhadap
kandidat. Untuk konteks pendekatan rasional, pada saat seorang pemilih merasa tidak mendapat
faedah dengan memilih salah satu partai atau kandidat calon walikota dalam pemilihan walikota,
ia tidak akan memberikan pilihannya dan kasus ini berlaku juga bagi pemilih yang tidak mau
tahu atau pemilih apatis.
Dari kasus perilku pemilih di Jakarta, penulis melihat bahwasannya pola perilaku pemilih
pada Pilkada DKI Jakarta 2017 adalah bahwasannya pemilih tidak hanya mengandalkan factor
rasionalitas mereka saja namun juga meliputi factor psikologis atau emosional mereka.
Perubahan emosi sesaat ternyata memperngaruhi pola perilaku pemilih meskipun secara rasioal
dia mengakui bahwa kinerja dari calon pertahana sangat bagus namun secara emosional mereka
tidak memilihnya. Hal ini memberitahukan bahwasannya pada pemilih terdapat gejala
doublethink yang dimaksudkan George Orwel dimana para pemilih mempercayai dua hal yang
bertolak belakang secara bersamaan tanpa merasa rishi atau tidak nyaman.
10

DAFTAR PUSTAKA
Indikator Politik Indonesia
Muslim Mufti. 2012. Teori-Teori Politik. Bandung: Pustaka Setia
Subakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo
http://nasional.kompas.com/read/2017/02/21/22505781/rasionalitas.pemilih.jakarta
https://news.detik.com/berita/d-3426013/data-real-count-kpu-di-pilgub-dki-berubah-padahalsudah-100
https://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_Khusus_Ibukota_Jakarta
http://www.tribunnews.com/metropolitan/2017/02/17/hasil-situng-kpud-dki-jakarta-final-inirincian-perolehan-suara-para-cagub
http://megapolitan.kompas.com/read/2017/02/26/16422491/ini.hasil.rekapitulasi.suara.tingkat.pr
ovinsi.pilkada.dki.jakarta.2017
http://www.informasiahli.com/2015/08/pengertian-pemilihan-umum-tujuan-fungsi-syarat.html

11

12

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63