Contoh Naskah Akademis Pembatasan Kendar

NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

TENTANG

PEMBATASAN KENDARAAN BERMOTOR PRIBADI
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
TAHUN 2016 – 2021

1

DEPARTEMEN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS GAJAH MADA
2016 / 2017

NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
TENTANG
PEMBATASAN KENDARAAN BERMOTOR PRIBADI

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Disusun oleh Kelompok 5
1. Ahmad Sri Bagas

15/378682/SP/26636

2. Amalia Dita Justiciasari

15/378683/SP/26637

3. Anggara Yoga Kus

15/384257/SP/26969

4. Disman S. Manasa

15/385689/SP/27037

5. M. Subhi Adzimi


15/381325/SP/26788

6. Novita Rahma

15/384279/SP/26991

7. Putri Intan Rengganis

15/381162/SP/26774

8. Putri Kusuma Devi

15/378701/SP/26655

9. Rafika Putri

15/378702/SP/26656

10. Aulia Noor Azizah


15/384258/SP/26970

Mata Kuliah : Parlemen
Dosen

: Mada Sukmajati, Dr. Rer.Pol., SIP. MPP
Srie Djoharwinarlian, Dra. SU
Bambang Purwoko, Drs

2

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan naskah akademik
tentang Pembatasan Kendaraan Bermotor Pribadi di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Naskah akademik ini disusun sebagai Tugas Ujian Akhir Semester Ganjil 2016/2017.
Dengan


menilik

berbagai

permasalahan

di

Daerah

Istimewa

Yogyakarta

yang

menitikberatkan pada berbagai permasalahan lalu lintas salah satunya adalah kemacetan.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu kami mengharapkan segala

saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga naskah akademik tentang Pembatasan Kendaraan
Bermotor Pribadi di Daerah Istimewa Yogyakarta ini dapat memberikan manfaat maupun
inpirasi terhadap pembaca.

Yogyakarta, November 2016

Penyusun

3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................. 3
DAFTAR ISI............................................................................................................. 4
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................................. 5
A.

LATAR BELAKANG........................................................................................ 5


B.

SASARAN...................................................................................................... 6

C.

IDENTIFIKASI MASALAH................................................................................ 6

D.

TUJUAN DAN KEGUNAAN PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK.........................7

E.

METODE PENELITIAN..................................................................................... 8

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS....................................................11
BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT..19
A.


KONDISI HUKUM DAN STATUS HUKUM YANG ADA.......................................19

B.

KETERKAITAN DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN LAIN...........21

BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS......................................23
A.

LANDASAN FILOSOFIS................................................................................. 23

B.

LANDASAN SOSIOLOGIS DAN LANDASAN YURIDIS.......................................23

BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN
DAERAH .............................................................................................................. 25
A.

KETENTUAN UMUM..................................................................................... 25


B.

MATERI YANG AKAN DIATUR......................................................................26

BAB VI PENUTUP................................................................................................... 33
A.

KESIMPULAN............................................................................................... 33

B.

SARAN........................................................................................................ 34

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 35

4

BAB 1
PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG

Daerah Istimewa Yogyakarta telah mengalami perkembangan yang pesat dari tahun
ke tahun. DIY selalu memiliki daya tarik baik dalam kancah lokal-nasional, dan tidak
menutup kemungkinan dalam skala internasional sekalipun. DIY dengan segala keunikan
budaya serta potensi di berbagai sektor kehidupan telah menarik minat masyarakat di luar
Daerah Istimewa Yogyakarta untuk kemudian singgah maupun menetap di Yogyakarta.
Menyadari adanya keadaan tersebut, membawa dampak atas meningkatnya intensitas
kendaraan bermotor yang tersebar di Yogyakarta. Berdasarkan data dari Dinas Perhubungan
Kota Yogyakarta menunjukkan terjadinya kenaikan penggunaan kendaraan bermotor sebesar
7-10 persen pada 2015 dibanding tahun sebelumnya. Setiap bulan terdapat 7 ribu sepeda
motor yang masuk ke Yogyakarta saat ini. Angka kenaikan penggunaan kendaraan bermotor
tersebut diperkirakan akan terus bertambah setiap tahunnya.1
Nyatanya, kenaikan intensitas kendaraan bermotor khususnya kendaraan pribadi yang
tidak sebanding dengan ketersediaan infrastruktur jalan untuk menampung jumlah kendaraan
yang kemudian dapat dilihat baik dari segi lebar jalan, tingkat kepatuhan terhadap ramburambu lalu lintas, ketersediaan lahan parkir, maupun dari faktor lain yang membuat
kemacetan terus-menerus merebak seperti virus yang belum dapat ditemukan obatnya.
Permasalahan kemacetan telah menjadi PR besar bagi pemerintah selama beberapa tahun
terakhir. Banyak penelitian yang telah dilakukan, banyak peraturan yang dibentuk baik yang

telah diaplikasikan maupun yang masih dalam uji kelayakan. Berdasarkan pengalamanpengalaman tersebut, pemerintah kemudian dituntut untuk segera dapat menemukan solusi
yang dapat mengatasi permasalahan kemacetan secara tuntas. Bagaimana tidak, masyarakat
sebagai pelaku (pengendara) seharusnya paham betul betapa dirinya juga menjadi pihak
terdampak dalam permasalahan kemacetan. Selain itu, kemacetan telah menjadi sorotan oleh

1

Data kenaikan penggunaan kendaraan bermotor, diakses melalui:
https://nasional.tempo.co/read/news/2016/10/11/058811212/mengapa-yogya-kianmacet-sekarang-ribuan-motor-itu

5

berbagai pihak, yang dalam hal ini pemerintah-lah yang kemudian dibebani dengan
kewajiban serta tanggung-jawab besar dalam menentukan langkah yang tepat.
Dari sekian banyak langkah yang telah ditempuh seperti, perbaikan infrastruktur jalan,
perbaikan fasilitas (kendaraan umum), merperketat pemberian izin (Surat Izin Mengemudi),
serta manajemen lalu lintas lainnya, kami mengambil langkah yang sebelumnya telah
diterapkan oleh pemerintah yakni penerapan batas minimum penggunaan kendaraan pribadi
mobil dan motor, penambahan tarif parkir, penambahan pajak kendaraan bermotor, ketentuan
asuransi kendaraan pribadi, ketentuan plat nomor kendaraan, dan pembatasan kuota penjualan

kendaraan pribadi. Langkah tersebut seharusnya dapat memberikan dampak besar dalam
usaha untuk mengatasi permasalahan kemacetan, hanya saja perlu adanya pengkajian ulang
untuk memperbaiki baik dalam tingkat regulasi, penerapan, maupun pengawasan dalam
pelaksanaannya.

B. SASARAN

1. Tahap Persiapan : Mapping kerangka sumber informasi dan perolehan data serta
perencanaan analisis.
2. Tahap Survei : Studi literatur teori dan aturan yang sudah ada.
3. Tahap Analisis Data : hasil data; penyelenggaraan bidang jalan; bidang sarana dan
prasarana; jumlah kendaraan bermotor pribadi, dan bidang registrasi dan identifikasi
kendaraan bermotor pribadi, pengemudi, penegak hukum, operasional manajemen,
dan rekayasa lalu lintas, serta pendidikan berlalu lintas.

C. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas dapat dilakukan identifikasi masalah, yaitu
jumlah kendaraan di Provinsi DIY semakin banyak dan volume kendaraan di jalan semakin
tinggi sehingga perlu dilakukan pembatasan jumlah kendaraan, utamanya kendaraan
bermotor pribadi. Sehingga diperlukan pengaturan, oleh karena itu perlu Rancangan

6

Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tentang pembatasan

jumlah

kendaraan bermotor pribadi.
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut dapat dirumuskan 3 pokok masalah, yaitu sebagai
berikut:
1. Permasalahan hukum apakah yang dihadapi sebagai alasan pembentukan Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tentang pembatasan jumlah
kendaraan bermotor pribadi?
2. Apakah yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis
pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
tentang pembatasan jumlah kendaraan bermotor pribadi?
3. Apakah ruang lingkup pengaturan yang akan diwujudkan, jangkauan, dan arah
pengaturan dalam Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
tentang pembatasan jumlah kendaraan bermotor pribadi?

D. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK

Menyediakan dokumen naskah akademik tentang pembatasan

jumlah kendaraan

bermotor pribadi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Naskah akademik ini disusun
untuk merumuskan pokok – pokok pikiran yang akan menjadi bahan dan dasar bagi
penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, tujuan penyusunan akademik dirumuskan sebagai
berikut:
1. Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai alasan pembentukan
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tentang
pembatasan jumlah kendaraan bermotor pribadi.
2. Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis tentang
pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
tentang pembatasan jumlah kendaraan bermotor pribadi.

7

3. Merumuskan ruang lingkup pengaturan yang akan diwujudkan, jangkauan, dan arah
pengaturan dalam Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
tentang pembatasan jumlah kendaraan bermotor pribadi.
Naskah Akademik ini diharapkan :
a. Dapat memberikan pemahaman kepada pengambil kebijakan tentang pembatasan
jumlah kendaraan bermotor pribadi dan tata cara penerapannya.
b. Dapat memberikan kerangka hukum (legal framework) bagi perumusan ketentuan dan
pasal–pasal dari Raperda tentang pembatasan jumlah kendaraan bermotor pribadi.

E. METODE PENELITIAN PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK

1. Jenis Penelitian dalam Penyusunan Naskah Akademik
Dalam Lampiran I Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan mengenai teknik penyusunan Naskah Akademik dijelaskan bahwa
penyusunan Naskah Akademik merupakan kegiatan penelitian yang berbasis penelitian
hukum atau penelitian lain. Apabila Naskah Akademik disusun berdasarkan penelitian
hukum, maka metode yang dapat digunakan adalah metode yuridis normatif atau metode
yuridis empiris yang dikenal pula dengan sebutan metode penelitian sosiolegal. Naskah
Akademik ini disusun menggunakan metode penelitian hukum normatif.
Dalam penelitian hukum normatif, untuk mengkaji persoalan hukum dipergunakan
bahan-bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Bahan
hukum primer berupa peraturan perundang-undangan, bahan hukum sekunder dapat berupa
makalah, dan buku-buku yang di tulis para ahli, dan bahan hukum tersier dapat berupa kamus
bahasa hukum dan kamus bahasa Indonesia.
2. Metode Pendekatan
Dalam penelitian hukum normatif ada beberapa metode pendekatan yakni pendekatan
perundang-undangan ( statute approach ), pendekatan konsep (conceptual approach ),
pendekatan analitis ( analytical approach ), pendekatan perbandingan ( comparative
approach ), pendekatan historis ( historical approach ), pendekatan filsafat ( philosophical

8

approach ),dan pendekatan kasus ( case approach). Dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan konsep, pendekatan analitis, pendekatan kasus, dan pendekatan historis.
3. Sumber Bahan Hukum
Dalam penelitian ini menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Bahan hukum primer merupakan bahan huu berupa Peraturan Perundang-undangan. Bahan
hukum sekunder adalah dokumen atau bahan hukum yang didapatkan dari rancangan undangundang, hasil-hasil penelitian, atau pendapat pakar hukum, makalah-makalah, jurnal ilmiah,
dan hasil-hasil penelitian yang memiliki relevansi dengan penelitian ini dan mendukung
bahan hukum primer, termasuk di dalamnya kamus dan ensiklopedia. Sumber bahan hukum
sebagai bahan pertimbangan maupun bahan perbandingan terhadap pembuatan Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tentang pembatasan

jumlah

kendaraan bermotor.
4. Metode Pengumpulan Bahan Hukum
Bahan hukum dikumpulkan dengan melakukan studi dokumentasi kepustakaan. Literatur
didapatkan baik melalui internet maupun dokumen-dokumen lain untuk memenuhi sumber
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer yaitu berupa
Peraturan Perundang-undangan antara lain:
-

UUD 1945 pasal 18 ayat (6)

-

UUD 1945 pasal 18 ayat (5)

-

PERDA DIY Nomor 5 Tahun 2004

-

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1993 BAB I dan BAB II

-

UU Nomor 28 Tahun 2009 pasal 1 ayat (10)

-

PERDA DIY Nomor 3 Tahun 20011

-

UU RI Nomor 13 Tahun 2012

-

PERDA DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2015

-

Undang-Undang No. 12 Tahun 2011

9

-

Undang-Undang No. 22 Tahun 2009

-

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 44 Tahun 1993
Bahan hukum sekunder menggunakan beberapa berita dari media massa seperti

tribunnews, beritajogja, dan kompas. Selain itu juga menggunakan bahan hukum dari bukubuku seperti Dinamika Hukum dan Ilmu Perundang-undangan di Indonesia dan
Ketatanegaraan Indonesia Dalam Kehidupan Politik Indonesia yang membantu dalam
penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tentang
pembatasan jumlah kendaraan bermotor.
5. Teknik Analisis Bahan Hukum
Bahan-bahan hukum yang terkumpul diklasifikasi dan disistematisasi. Selanjutnya
dilakukan interpretasi secara hermeneutikal yakni memberikan pendapat atau pandangan
teoritis secara gramatikal, historikal, teleologikal, sistematikal, sosiologikal, dan filosofikal
terhadap bahan-bahan hukum yang berhasil dikumpulkan. Dari interpretasi secara
hermeneutical tersebut diharapkan akan mampu menghasilkan Peraturan Daerah Provinsi
yang sesuai dengan harapan masyarakat, mengakomodasi nilai-nilai sosial budaya dan
ekonomi serta terdapat sinkronisasi dengan aturan hukum positif lainnya.

10

BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

Seiring dengan perkembangan masa, terjadi pertambahan jumlah penggunaan
kendaraan bermotor pribadi di wilyah Yogyakarta. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor,
seperti peningkatan jumlah pendatang, kemudahan dalam proses memiliki kendaraan
bermotor hingga rendahnya pajak yang ditetapkan bagi pengendara kendaraan bermotor.
Melihat pertambahan jumlah kendaraan bermotor yang meningkat secara drastis dan
signifikan berdampak pula pada tingkat kemacetan yang semakin tinggi.
Menurut data statistik pada tahun 2013 terdapat 1.396.967 kendaraan bermotor dan
hingga awal tahun 2014 terjadi peningkatan sebesar 305.365 kendaraan.2 Peningkatan volume
kendaraan ini tentulah membawa kekhawatiran akan munculnya berbagi permasalahan di
kemudian hari, mulai dari keamanan pengguna jalan, pemanfaatan fasilitas umum hingga
masalah kemacetan. Dalam praktiknya, kemacetan yang terjadi saat ini tidak hanya terjadi
pada momen-momen tertentu seperti pada waktu liburan panjang, namun kemacetan terjadi
pula pada jam-jam sibuk di ruas jalan utama. Pada ruas-ruas jalan utama di Yogyakarta
terjadi peningkatan kemacetan sebesar 7% setiap harinya. Dan diperkirakan akan terjadi
peningkatan kemacetan sebesar 45% pada tahun 2023. 3
Melihat data statistik peningkatan volume kendaraan maka dapat dikatakan bahwa
keadaan transportasi di Yogyakarta belumlah tertata dengan baik. Kemacetan yang terjadi
disebabkan jumlah kendaraan pribadi yang tumbuh lebih cepat daripada lebar dan panjang
jalan yang ada. Mengingat dari hasil survei kondisi transportasi perkotaan, sekitar 81%
kendaraan lebih banyak diisi oleh kendaraan pribadi di mana sepeda motor menempati porsi
paling banyak yakni 74%.4 Sementara itu, ruas jalan yang tersedia tidaklah mengalami
2

Tribun Jogja. (2014, Agustus 23). Inilah Data Pertambahan Jumlah Kendaraan di DIY dari
Tahun
ke
Tahun.
Retrieved
November
28,
2016,
from
Tribun
Jogja:
http://jogja.tribunnews.com/2014/08/23/inilah-data-pertambahan-jumlah-kendaraan-didiy-dari-tahun-ke-tahun
3

Gusti. (2013, Maret 6). Kemacetan di Ruas Jalan Kota Yogyakarta Bisa Capai 45 Persen .
Retrieved November 28, 2016, from UGM website: http://www.ugm.ac.id/id/post/page?
id=5370
4
Sajarwo, G. (2013, Maret 8). Problem Kemacetan Ancam Kota Jogja. Retrieved
November
28,
2016,
from
Kompas.com:
http://regional.kompas.com/read/2013/03/08/10421493/Problem.Kemacetan.Ancam.Kota.
Jogja

11

pelebaran dan peningkatan (total panjang jalan 4.598,1 km). Tentunya masalah ini harus
diselesaikan secara tepat, efektif dan efisien.
Keadaan peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang tidak berbanding lurus dengan
pertambahan ruas jalan di Yogyakarta sangat membutuhkan penanganan yang serius. Barubaru ini pihak Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM melalui penelitinya, Iwan
Puja Riyadi, membeberkan sebab kemacetan di Jogja. Menurut Iwan ada tiga sebabnya, yaitu
ketidakadilan sosial, kedua minimnya fasilitas transportasi yang disediakan pemerintah,
terakhir adalah belum adanya kesamaan pola pikir dari masyarakat dan para pemimpin untuk
mengatasi kemacetan.5 Dalam proses penyelesaian masalah ini, terdapat beberapa
rekomendasi kebijakan yang dapat diimplementasikan, diantaranya:
1. Penerapan batas minimum penggunaan kendaraan mobil dan motor
2. Kenaikan pajak kendaraan
3. Kenaikan tarif parkir kendaraan
4. Ketentuan asuransi kendaraan pribadi
5. Ketentuan plat nomor kendaraan
6. Pembatasan kuota penjualan kendaraan pribadi
Keenam rekomendasi kebijakan diatas diprediksi mampu mengurai masalah
kemacetan dan jumlah kendaraan yang berlebihan. Penerapan batas kendaraan telah
diterapkan oleh beberapa negara dan daerah, contohnya adalah di Singapura, Beijing dan DKI
Jakarta. Model pembatasan kendaraan yang dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta
diantaranya adalah penerapan zona 3 in 1, Electronic Road Pricing (ERP), penggunaan
kendaraan pribadi dengan nomor ganjil atau genap, serta pembatasan usia kendaraan
bermotor. Selain itu, dengan adanya kebijakan kenaikan besaran pajak kendaraan dan
kenaikan tarif parkir kendaraan diharapkan akan menekan jumlah penggunaan kendaraan
pribadi dan berdampak pada meningkatnya penggunaan transportasi umum sehingga
mengurangi kemacetan yang terjadi. Begitu juga dengan ketentuan kendaraan yang boleh
beroperasi sesuai dengan warna plat nomor juga diharapkan dapat mengurangi kemacetan.
Sesuai dengan tema besar yang diangkat yaitu tentang pembatasan penggunaan
kendaraan bermotor di Daerah Istimewa Yogyakarta, maka digunakan beberapa gagasan
5

Raya, J. (2015, November 27). Solusi Konkret Atasi Kemacetan di Jogja. Retrieved
November 28, 2016, from BeritaJogja: http://beritajogja.id/solusi-konkret-atasikemacetan-di-jogja.html

12

penguat terhadap rancangan pembatasan kendaraan daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta,
yaitu diantaranya :
Kemacetan
Bentuk Upaya Pembatasan kepemilikan kendaraan pribadi di Yogyakarta sangat
penting dilakukan untuk mengatasi kemacetan dan mengendalikan tingginya
pertumbuhan kendaraan pribadi. Dengan banyaknya jumlah kendaraan pribadi di
Yogyakarta berdampak pada kemacetan di yang kian parah. Hal ini disebabkan oleh
kapasitas jalan sudah tidak mencukupi untuk memenuhi pergerakan orang dan barang
yang terus meningkat dari dalam kota maupun dari luar kota Jogja. Penambahan ruas
jalan yang hanya sekitar 1 persen per tahun (Panjang jalan di Yogyakarta 7.650 km
dan luas jalan 40,1 km atau 0,26% dari luas wilayah DIY) tidak sebanding dengan
pertumbuhan kendaraan bermotor yang mencapai sekitar 11 persen per tahun. Kondisi
ini menyebabkan terganggunya kelancaran lalu lintas dan menimbulkan titik-titik
kemacetan. Hampir semua ruas jalan arteri di Jogja sudah mengalami kemacetan.
Tanah/ lahan di Jogja juga sudah sangat padat bangunan dan perumahan maka akan
sulit untuk menambahan marka jalan / memperlebar badan jalan.

 Daya tampung kendaraan kota sudah overload
Seperti yang diketahui jogja merupakan kota yang cukup padat selain karena menjadi
pilihan bagi para pelajar untuk melanjutkan pendidikannya, jogja juga menyimpan
sejumlah aset wisata yang banyak mnegundang kehadiran para wisatawan untuk bisa
menikmati kota ini. Namun tanpa disadari hal ini sangat berpengaruh dengan terhadap
kelancaran arus lalu lintas di daerah jogja sendiri. 136 universitas di Jogja dengan
daya tampung mahasiswa yang beragam sudah cukup menjadi perhatian bagaimana
padatnya kota ini jika dihiasi dengan semua kendaraan dari para perantau ditanah
istimewa ini.
Pencemaran udara
Pada masa sekarang ini, pencemaran udara di Indonesia 70% nya diakibatkan oleh
emisi kendaraan bermotor, karena kendaraan bermotor memiliki zat-zat yang
berbahaya bagi udara disekitar kita, antara lain adalah timbal/timah hitam (Pb),
suspended particulate matter (SPM), oksida nitrogen (NOx), hidrokarbon (HC),
13

karbon monoksida (CO), dan oksida fotokimia (Ox). Kutipan diatas merupakan
pernyataan yang menunjukkan bahwa keadaan udara yang ada disekitar kita
khususnya di Jogja memang sudah terkontaminasi dengan zat-zat seperti Suspended
Particulate Matter (SPM) yang sebagai manusia kita seharusnya tidak menghirup
udara-udara tersebut.
Sudah banyaknya upaya/ kebijakan untuk mengurangi kemacetan
Telah banyak kebijakan yang dikeluarkan terkait dengan angkutan umum dan
kendaraan pribadi, tetapi tetap saja kemacetan semakin parah. Titik pangkal
kemacetan di Jogja disebabkan oleh bertambahnya jumlah kendaraan pribadi terutama
mobil pribadi. Alih-alih mengurangi kemacetan, kebijakan tersebut seringkali menuai
pro dan kontra. Bahkan tidak jarang dari kebijakan itu memunculkan permasalahan
baru dikemudian harinya.
Fakta menyatakan jumlah pengguna kendaraan pribadi lebih banyak
dibandingkan tidak menggunakan.
Tidak bisa dipungkiri bagaimana respon dari setiap orang tentang penggunaan
kendaraan pribadi atau menggunakan angkutan umum. Dengan berbagai dalil
tentunya kendaraan pribadi tetap menjadi pilihan utama oleh banyak orang dalam
mengisi kesehariannya, sementara jika dilihat penggunaan kendaraan umum tentunya
jauh lebih efisien dalam segala hal.
Kebijakan ini akan menghemat pemakaian BBM
Seperti yang kita tahu bahwa isu mengenai kelangkaan BBM (Bahan Bakar Minyak)
sering kita jumpai di Indonesia. Ini merupakan keadaan dimana BBM bersubsidi
seperti jenis premium dan solar sulit didapatkan. Bukan hanya di SPBU (Stasiun
Pengisian Bahan Bakar Umum), tetapi juga di pengecer. Akibatnya harga BBM ini
menjadi semakin mahal, dan tentunya akan berdampak bagi semua kalangan
masyarakat. Oleh karena itu, jika dimungkinkan penggunaan BBM sebaiknya bisa kita
batasi. Tentunya dengan dilakukan pembatasan terhadap penggunaan kendaraan
pribadi maka penggunaan dan konsumsi BBM terutama di daerah Jogja dapat ditekan
lebih rendah lagi.

14

Karena saat ini kita sering menjumpai fenomena gaya hidup masyarakat yang terlalu
berlebihan. seperti contohnya remaja atau anak-anak SMA yang pergi kesekolah
dengan membawa kendaraan pribadi seperti mobil atau motor meskipun jarak tempuh
dari sekolah ke rumahnya cukup dekat. Ataupun kita juga sering melihat satu mobil
yang hanya dikendarai oleh satu orang.
Maka penghematan BBM ini perlu dilakukan, agar generasi berikutnya juga masih
bisa menikmati sumber daya ini. Mengingat bahwa BBM merupakan salah satu
sumber daya alam yang tidak bisa diperbarui.
Sementara itu, Dasar Hukum untuk penerapan pembatasan kendaraan pribadi adalah
Undang-undang No 22 Tahun 2009 tentang lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dalam pasal 133
ayat (1) dicantumkan bahwa: Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan
Ruang Lalu Lintas dan mengendalikan pergerakan Lalu Lintas, diselenggarakan manajemen
kebutuhan Lalu Lintas.
Dalam ayat (2) Manajemen kebutuhan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan cara:
 pembatasan Lalu Lintas Kendaraan perseorangan pada koridor atau kawasan tertentu
pada waktu dan Jalan tertentu;
 pembatasan Lalu Lintas Kendaraan barang pada koridor atau kawasan tertentu pada
waktu dan Jalan tertentu;
 pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor pada koridor atau kawasan tertentu pada waktu
dan Jalan tertentu;
 pembatasan Lalu Lintas Kendaraan Bermotor Umum sesuai dengan klasifikasi fungsi
Jalan;
 pembatasan ruang Parkir pada kawasan tertentu dengan batasan ruang Parkir
maksimal; dan/atau
 pembatasan Lalu Lintas Kendaraan Tidak Bermotor Umum pada koridor atau
kawasan tertentu pada waktu dan Jalan tertentu.
Dalam ayat (3) dicantumkan bahwa: Pembatasan Lalu Lintas dapat dilakukan dengan
pengenaan retribusi pengendalian Lalu Lintas yang diperuntukkan bagi peningkatan kinerja
Lalu Lintas dan peningkatan pelayanan angkutan umum sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
15

Secara khusus penerapan tata kelola pembatasan kendaraan pribadi memuat asasasas / prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Kelestarian
Yang dimaksud dengan “asas kelestarian” adalah bahwa setiap orang memikul
kewajiban dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam
satu generasi. Kewajiban dan tanggung jawab itu ditunjukkan melalui upaya pelestarian daya
dukung dan daya tampung ekosistem dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup, yang
diwujud dengan memfasilitasi identifikasi opsi-opsi pembangunan / upaya perlindungan dan
pengelolaan lingkungan dengan alternatif rancangan / usulan yang lebih baik.
2. Keberlanjutan
Yang dimaksud dengan keberlanjutan adalah adanya kesinambungan antara kebijakan
yang akan diambil dengan kebijakan sebelumnya baik itu dalam aspek perencanaan,
penyelenggaraan ataupun pemanfaatan sumber daya sektor transportasi. Terkait dengan
penerapan tata kelola pembatasan kendaraan pribadi, pendapatan yang diperoleh dari
peningkatan pajak dan tarif parkir kendaraan harus dimanfaatkan kembali untuk peningkatan
layanan sektor transportasi secara berkelanjutan.
3. Keserasian dan keseimbangan
Yang dimaksud dengan “asas keserasian dan keseimbangan” adalah bahwa
pemanfaatan lingkungan hidup harus memperhatikan berbagai aspek seperti kepentingan
ekonomi, sosial, budaya, dan perlindungan serta pelestarian ekosistem. Dalam hal ini
penyelenggaraan-nya senantiasa dijiwai atau dipandu oleh nilai-nilai keseimbangan, keadilan
dan kesetaraan berdasarkan kepentingan sosial. ekonomi dan kepentingan lingkungan hidup,
baik untuk kepentingan jangka pendek maupun jangka panjang, dan menyeimbangkan
kepentingan pembangunan pusat dan daerah.
4. Manfaat
Yang dimaksud dengan “asas manfaat” adalah bahwa segala usaha dan / atau kegiatan
pembangunan yang dilaksanakan disesuaikan dengan potensi sumber daya alam dan
lingkungan hidup untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan harkat manusia selaras
dengan lingkungannya.

16

5. Keterpaduan
Yang dimaksud dengan “asas keterpaduan” adalah bahwa perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dilakukan dengan memadukan berbagai unsur atau
menyinergikan berbagai komponen terkait. Dalam hal ini dapat diwujudkan dalam bentuk:
-

Memastikan bahwa penerapan dan pengembangan tata kelola pembatasan kendaraan
pribadi sudah relevan untuk tercapainya pembangunan berkelanjutan.

-

Memuat saling keterkaitan antara aspek biofisik, sosial, dan ekonomi untuk setiap
pemanfaatan ruang.

-

Terkait secara hierarkis dengan kebijakan di sektor tertentu dan wilayah (lintas batas)
termasuk dengan sektor keuangan.

6. Kehati-hatian (pencegahan)
Yang dimaksud dengan “asas kehati-hatian atau pencegahan” adalah bahwa setiap
usaha atau kegiatan harus disusun berdasarkan perencanaan yang matang sehingga dapat
dilakukan antisipasi atau upaya untuk mencegah dan mengurangi kerusakan lingkungan.
Upaya ini dilakukan mulai dari tahap perencanaan yaitu tentang pemilihan lokasi karena
terkait dengan penataan ruang, pemilihan kegiatan atau usaha, pemilihan teknologi, proses
produksi atau pelaksanaannya.
7. Pencemar membayar
Yang dimaksud dengan “asas pencemar membayar” adalah bahwa setiap penanggung
jawab yang usaha dan/atau kegiatannya menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup wajib menanggung biaya pemulihan lingkungan. Dalam konteks
transportasi adalah pengguna yang membayar.
8. Partisipatif
Yang dimaksud dengan “asas partisipatif” adalah bahwa setiap anggota masyarakat
didorong untuk berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Azas ini dapat diwujudkan sebagai berikut:
-

Memperhatikan

dan

mempertimbangkan

kepentingan

semua

pihak

yang

berkepentingan, masyarakat yang potensial terkena dampak, dan instansi pemerintah
disepanjang proses pengambilan keputusan.

17

-

Terdokumentasi secara eksplisit segala masukan dan pertimbangan yang mengemuka

di dalam proses penetapan penerapan tata kelola pembatasan kendaraan pribadi.
-

Memiliki kejelasan informasi yang mudah dipahami, serta menjamin akses yang

memadai untuk semua informasi serta fasilitas tata kelola pembatasan kendaraan pribadi yang
dibutuhkan.
9. Tata kelola pemerintahan yang baik
Yang dimaksud dengan “asas tata kelola pemerintahan yang baik” adalah bahwa
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dijiwai oleh prinsip partisipasi, transparansi,
akuntabilitas, efisiensi, dan keadilan.
Melalui berbagai alasan dan faktor-faktor yang telah dijabarkan diatas, maka dapat
kita lihat bahwa pembatasan kendaraan bermotor pribadi di Yogyakarta sangatlah penting
untuk diterapkan. Pertambahan jumlah kendaraan bermotor yang tidak terkontrol tanpa
diikuti dengan pelebaran ruas jalanan dapat menyebabkan kemacetan yang kian parah. Jika
tidak ditangani dan diatur dengan tepat dan efisien maka tidak menutup kemungkinan
beberapa tahun yang akan datang akan terjadi kemacetan total disebagian besar jalanan
Yogyakarta. Dengan menerapkan pembatasan penggunaan kendaraan bermotor pribadi maka
telah terlaksana satu kebijakan untuk membentuk tata kelola yang lebih baik dibidang
transportasi di Yogyakarta.
Tercapainya kebijakan mengenai pembatasan kendaraan bermotor ini tentunya tidak
akan lepas dari pro dan kontra yang muncul di kalangan masyarakat D.I.Y sendiri nantinya,
guna mengatasi hal itu pemerintah dan semua pihak yang terkait harus lebih efektif dalam
melakukan tindakan kerja nyata guna tercapainya kenyamanan yang diinginkan oleh semua
warga dan masyarakat koa Yogyakarta.

18

BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

A. KONDISI HUKUM DAN STATUS HUKUM YANG ADA
Peraturan Perundangan yang digunakan sebagai rujukan dalam menyusun Naskah
Akademis Rancangan Peraturan Daerah DIY tentang Pembatasan Kendaraan Bermotor
Pribadi di DIY, antara lain :
1. Dasar pembentukan Peraturan Daerah didasarkan pada ketentuan Undang-Undang
Dasar 1945 terutama seperti yang tertuang dalam Pasal 18 ayat (6) UUD 1945 bahwa
pemerintahan daerah berhak untuk menetapkan peraturan daerah dan peraturanparaturan lain untuk melaksanakan otonomi dan peraturan-peraturan lain.
Tentu saja landasan hukum konstitusional ini juga berlaku bagi Pemerintahan daerah
bukan hanya di Provinsi, melainkan juga pemerintah daerah Kabupaten/Kota. Pasal
18 ayat (5) UUD 1945 juga menyebutkan bahwa pemerintah daerah dapat
menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintah yang ditentukan
sebagai urusan Pemerintah Pusat berdasarkan undang-undang.
2. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (PERDA DIY) Nomor 5
Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas Jalan di Wilayah Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta menyatakan bahwa seiring dengan semakin pesatnya
pertumbuhan dan perkembangan lalu lintas, maka perlu diadakan perencanaan,
pengaturan, pengendalian, serta pengawasan terhadap lalu lintas jalan. Agar dapat
mewujudkan kelancaran, keselamatan, dan keamanan terhadap seluruh pengguna
jalan.
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan
dan Pengemudi.
BAB I Pasal 1 ayat (1) : “ Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakkan
oleh peralatan teknik yang berada pada kendaraan itu. “
Pasal 1 ayat (2) : “ Sepeda motor adalah kendaraan bermotor beroda dua, atau
tiga tanpa rumah-rumah baik dengan atau tanpa kereta samping. “

19

Pasal 1 ayat (3) : “ Mobil penumpang adalah kendaraan bermotor yang
dilengkapi sebanyak-banyaknya 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk
tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan
pengangkutan bagasi. “
Pasal 1 ayat (9) : “ Kendaraan tidak bermotor adalah kendaraan yang
digerakkan oleh tenaga orang atau hewan. “
Pasal 1 ayat (12) : “ Pengemudi adalah orang yang mengemudikan kendaraan
bermotor atau orang yang secara langsung mengawasi calon pengemudi yang
sedang belajar mengemudikan kendaraan bermotor “.
BAB II Pasal 2 ayat (1) : “ Kendaraan bermotor dikelompokkan dalam beberap jenis,
yaitu : a. sepeda motor ; b. mobil penumpang ; c. mobil bus ; d. mobil barang ; e.
kendaraan khusus. “
4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Pasal 1 ayat (10) tentang Pajak Daerah, bahwa Pajak Daerah ini merupakan kontribusi
wajib pada daerah yang terutng oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
5. Peraturan Daerah Provinsi Daerah istimewa Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2011 tentang
Pajak Daerah
Sebagaimana yang tertuang dalam BAB II Pasal 2, bahwa Pajak Kendaraan Bermotor
menjadi salah satu pajak yang masuk dalam pendapatan daerah.
BAB III Pasal 4 ayat (2) : “ Termasuk dalam pengertian Kendaraan Bermotor
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Kendaraan Bermotor beroda beserta
gandengannya, yang dioperasikan di semua jenis jalan darat.
Penghitungan pajak Kendaraan Bermotor juga telah ditetapkan berdasarkan Pasal 7
Ayat (1) bahwa “ Pengenaan pajak Kendaraan Bermotor ini dihitung sebagai
perkalian dari dua unsur pokok yaitu Nilai Jual Kendaraan Bermotor dan Bobot yang
mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan
akibat penggunaan Kendaraan Bermotor. “

20

6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan
Daerah Istimewa Yogyakarta
Adanya pengaturan mengenai Keistimewaan DIY ini salah satunya bertujuan untuk
mewujudkan kesejahteraan dan ketenteraman masyarakat (Pasal 5 ayat (1a)). Dan
berdasarkan Pasal 5 ayat (3), kesejahteraan dan ketenteraman masyarakat Yogyakarta,
diwujudkan melalui berbagai kebijakan yang diorientasikan pada kepentingan
masyarakat itu sendiri dan juga disesuaikan dengan kemampuan masyarakat.
Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai salah satu daerah yang terkenal di Indonesia.
Daerah yang dijuluki sebagai Kota Pelajar ini sesuai dengan namanya, terdapat
banyak Sekolah dan juga Perguruan Tinggi yang banyak diminati. Oleh sebab itu,
setiap tahun pasti Yogyakarta didatangi oleh para pelajar dari berbagai daerah di luar
Yogyakarta, bahkan di luar Jawa untuk menempuh pendidikan di Kota ini.
Seiring dengan mobilisasi penduduk yang terjadi itu, diikuti pula dengan peningkatan
penggunaan kendaraan pribadi terutama mobil maupun kendaraan roda dua.
Akibatnya kemacetan tidak dapat dihindari, dan juga berbagai masalah lain seperti
polusi udara, suara, serta kerusakan di beberapa ruas jalan.
7. Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Perda
DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah

B. KETERKAITAN DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN LAIN

Negara Indonesia yang demokratis menerapkan otonomi daerah pada berjalannya
pemerintahan. Otonomi yang diberikan oleh pemerintah pusat memberi kelonggaran bagi tiap
daerah dalam mengatur masyarakatnya. Namun dengan demikian, pemerintah pusat tetap
harus mengontrol agar keduanya sinkron.
Dalam pembuatan Perda, pemerintah daerah juga harus mengacu pada peraturan atau
perundang-undangan yang lebih tinggi. Yang dalam hal ini peraturan tentang kendaraan telah
dibahas pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 44 tahun 1993. Namun
pembahasan pada peraturan ini masih bersifat umum dan luas. Sehingga dirasa perlu bagi
pemerintah daerah untuk menspesifikkannya sesuai kebutuhan daerah.

21

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki permasalahan dalam kemacetan dan
jumlah kendaraan yang dinilai berlebih dinilai membutuhkan peraturan baru yang
mengaturnya. Dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 44
tahun 1993, pemerintah daerah DIY menetapkan Perda pada tahun 2004 nomor 5 yang
membahas tentang penyelenggaraan lalu lintas jalan.
Keduanya memiliki keterkaitan sehingga tidak terjadi tumpang tindih satu sama lain.
Keterkaitan dengan peraturan perundang-undangan lain
Peraturan
Daerah Peraturan
Provinsi

Daerah Pemerintah

Istimewa
Materi Muatan

Yogyakarta Republik

(PERDA DIY) Nomor 5 Indonesia Nomor
Tahun

2004

tentang 44 Tahun 1993

Penyelenggaraan

Lalu tentang

Lintas Jalan
1. Pembatasan

Kendaraan

dan

Pengemudi
Seiring dengan semakin Pada peraturan ini Peraturan

jumlah

pesatnya

kendaraan

dan perkembangan lalu menjelaskan

2. Penetapan

Analisis

pertumbuhan hanya

Pemerintah
Republik

lintas, maka perlu di tentang kendaraan Indonesia

pajak

adakan

kendaraan

pengaturan,

perencanaan, dan

pengawasan

pengemudi masih

secara umum

pengendalian,

serta
terhadap

yang
terlalu

umum

memberi

ruang

bagi

pemerintah daerah

lalu lintas jalan. Agar

khususnya

dapat

untuk

mewujudkan

DIY

membuat

kelancaran, keselamatan,

perda yang lebih

dan keamanan terhadap

khusus

seluruh pengguna jalan.

mengatur
kendaraan

22

yang

BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

A. LANDASAN FILOSOFIS

Dalam pembentukan Peraturan Daerah yang bertujuan untuk menciptakan keteraturan
dan keamanan di dalam kehidupan masyarakat harus memiliki landasan yang menjadi
pandangan hidup dalam berbangsa dan bernegara di Indonesia. Pembentukan peraturan
daerah ini bersumber dari Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945 sebagai landasan yang
menjadi pertimbangan pembentukan peraturan daerah. Peraturan Daerah yang berisi tentang
pembatasan jumlah kendaraan bermotor pribadi yang bertujuan untuk mengurangi kemacetan
di jalan raya dan mengurangi polusi udara, hal ini juga bertujuan untuk memberikan hak
pejalan kaki dan pengguna sepeda sebagai warga negara yang berhak mendapatkan
kenyamanan dan keamanan di jalan raya.
Dengan tujuan ini pembentukan peraturan daerah berlandasan keadilan bagi setiap
warga negara untuk menikmati kenyamanan di jalan raya. Pembatasan kendaraan tidak
membatasi hak setiap warga negara dalam memiliki atau menggunakan kendaraan tetapi
peraturan pembatasan kendaraan ini memberikan hak – hak yang di miliki masyarakat atas
keadilan dan kewajiban.

B. LANDASAN SOSIOLOGIS DAN LANDASAN YURIDIS

Pembatasan volume kendaraan bermotor pribadi di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta memang sudah sebaiknya digalakkan. Karena tingkat kemacetan serta kecelakaan
cukup sering terjadi dan berpotensi mengurangi pesona Yogyakarta sebagai kota yang
nyaman. Selain itu, pada dasarnya masyarakat Yogyakarta merupakan suatu perkumpulan
entitas yang identik dengan budaya kesederhanaannya dan mencintai kearifan lokal. Namun,
saat ini tidak sedikit masyarakat dengan gengsi tinggi untuk selalu membawa kendaraan
pribadi, baik itu motor maupun mobil yang dapat menimbulkan masalah lingkungan,
kecelakaan, pelanggaran lalu lintas, dll. Dengan begitu, memanfaatkan penggunaan sepeda
bisa digunakan sebagai upaya pembatasan kendaraan motor atau mobil.
23

Pada tahun 2008, Walikota Yogyakarta sempat mengusungkan konsep Sego Segawe
(Sepeda Kanggo Sekolah lan Nyambut Gawe), yang diharapkan bisa menanam semangat
untuk menggunakan sepeda untuk pergi ke sekolah dan bekerja bagi mereka yang jaraknya
kurang dari 5 kilometer dan konsep tersebut disambut baik oleh masyarakat Kota
Yogyakarta. Di samping itu dengan Sego Segawe juga menciptakan kota yang humanis,
efisiensi energi, nyaman, bebas polusi, serta dapat berimplikasi pada penurunan penggunaan
kendaraan bermotor, tetapi gagasan tersebut akhirnya dihapus pada tahun 2012. Untuk itu,
apabila kita berkaca dengan antusiasnya masyarakat Yogyakarta dengan konsep Sego Segawe
serta mengingat Provinsi Yogyakarta yang disebut sebagai Kota Pendidikan yang per
tahunnya menerima pelajar dan mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia yang bisa
berimplikasi kepada naiknya jumlah kendaraan, ada baiknya jika melakukan pengoptimalan
penggunaan sepeda onthel di tingkat provinsi.
Lalu juga menimbang adanya peraturan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pembatasan jumlah kendaraan bermotor telah diatur dalam
Pasal 133 melalui Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas dengan berbagai kriteria serta tata cara.
Dengan demikian, peraturan perundang-undangan di atas dapat dijadikan rujukan utama
sebagai perda tentang Pembatasan Jumlah Kendaraan Bermotor Pribadi.

24

BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI
MUATAN PERATURAN DAERAH

A. KETENTUAN UMUM

Menurut Adriana Grahani F, ketentuan umum dalam suatu naskah akademik memuat
rumusan akademik mengenai batasan pengertian/definisi beserta alternatifnya dan singkatan
serta akronim yang digunakan dalam peraturan.6
Beberapa hal yang relevan dicantumkan sebagai ketentuan umum dalam pembentukan
Peraturan Daerah tentang Pembatasan Kendaraan Bermotor Pribadi diantaranya adalah :
a. Jarak Minimum Kendaraan adalah jarak paling pendek yang dapat ditempuh oleh
pengguna kendaraan bermotor di Daerah Istimewa Yogyakarta.
b. Tempat Parkir adalah lahan yang digunakan untuk meletakan kendaraan bermotor
dalam kurun waktu tertentu.
c. Tarif Pajak Kendaraan adalah biaya yang dikenakan secara paksa dan bersifat wajib
bagi pengguna kendaraan bermotor.
d. Nilai Jual Kendaraan adalah besaran harga rata-rata pada masing-masing kendaraan
guna mengetahui nilai/bobot/kualitas dari setiap kendaraan.
e. Plat Warna adalah papan nomor kendaraan yang dalam hal ini berwarna merah yang
menunjukan bahwa kendaraan tersebut milik pemerintah.
f. CCTV adalah singkatan dari Closed Circuit Television yang merupakan suatu kamera
kecil untuk memantau aktivitas baik disuatu ruang private maupun publik.
g. Koefisien adalah bilangan yang memuat variable dari suatu suku pada bentuk aljabar.
h. Tekanan Gandar adalah satuan ukur muatan berat pada kendaraan bermotor.
i. Asuransi Kendaraan adalah jenis asuransi khusus kendaraan, dimana resiko yang
kemungkinan terjadi pada kendaraan dialihkan kepada perusahaan asuransi.

6

Adriana Grahani F, “Pedoman Penyusunan Naskah Akademik”, diakses dari
http://menulis-makalah.blogspot.co.id/2015/06/cara-menulis-footnote-catatan-kakiyang.html , pada tanggal 6 Desember 2016 pukul 17:38

25

B. MATERI YANG AKAN DIATUR

Materi pokok yang akan diatur adalah mengenai pembatasan jumlah kendaraan
bermotor pribadi yang ada di Provinsi DIY. Pembagian materi pokok kedalam kelompok
upaya mengurangi pembatasan kendaraan bermotor pribadi, yakni:
a. Pajak kendaraan bermotor
b. Tingkat kerusakan jalan atau pencemaran lingkungan
c. Kepemilikan kendaraan bermotor
d. Tempat parkir yang disetujui oleh Dinas Perhubungan
e. Sanksi bagi yang melanggar tempat parkir
f. Perlengkapan tempat parkir
g. Tarif parkir
h. Pendapatan daerah
i. Ketentuan jarak minimum kendaraan bermotor dari tempat tinggal
j. Asuransi kendaraan
k. Kuota penjualan kendaraan pribadi
l. Ketentuan warna plat nomor kendaraan
Berikut adalah spesifikasi penetapan kebijakan yang dijadikan rekomendasi terkait
dengan pembatasan kendaraan bermotor pribadi di Daerah Istimewa Yogyakarta :

1. Penetapan pajak kendaraan bermotor
Seperti yang telah tertuang dalam Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3
Tahun 2011 tentang Pajak Daerah, bahwa salah satu jenis pajak daerah adalah Pajak
Kendaraan Bermotor. Termasuk didalamnya adalah kendaraan pribadi seperti mobil dan
motor. Penentuan tarif pajak ini juga telah diatur dalam Perda yang sama yaitu Perda DIY No
3 tahun 2011 pasal 7 ayat (1). Bahwasanya, penghitungan pajak Kendaraan Bermotor
didasarkan pada Nilai jual kendaraan bermotor dan bobot yang mencerminkan secara relatif
tingkat kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan
bermotor ini.
Pasal 7 ayat (3) : “ Bobot sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dinyatakan dalam
koefisien yang nilainya 1 (satu) atau lebih besar dari 1 (satu) dengan pengertian sebagai
26

berikut : a. Koefisien sama dengan 1 (satu) berarti kerusakan jalan dan/atau pencemaran
lingkungan oleh penggunaan kendaraan bermotor tersebut dianggap masih dalam batas
toleransi ; b. Koefisien lebih besar dari 1 (satu) berarti penggunaan kendaraan bermotor
tersebut dianggap melewati batas toleransi.
Selanjutnya dibahas lebih rinci di Pasal 7 ayat (13), bahwa bobot yang dimaksud diatas
ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain :
a. Tekanan gandar, yang dibedakan atas dasar jumlah sumbu/as, roda, dan berat
kendaraan bermotor.
b. Jenis bahan bakar kendaraan bermotor yang dibedakan menurut solar, bensin, gas,
listrik, tenaga surya, atau jenis bahan bakar lainnya, dan
c. Jenis, penggunaan, tahun pembuatan, dan ciri mesin kendaraan bermotor yang
dibedakan berdasarkan jenis mesin 2 (dua) taka tau 4 (empat) tak, dan isi silinder.
Semua penghitungan dasar pengenaan tarif pajak kendaraan bermotor ini dinyatakan
dalam suatu tabel yang telah ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. Yang setiap tahun juga
akan dilakukan tinjauan kembali.
Khusus untuk Pajak kendaraan bermotor dari kepemilikan pribadi (seperti mobil)
akan ditingkatkan sebesar 0,5% dari peraturan yang sebelumnya sehingga menjadi 2%. Yang
mana sebelumnya ditetapkan sebesar 1,5% (satu koma lima persen) sesuai Pasal 9 Perda
Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.
Sedangkan untuk kepemilikan kendaraan bermotor roda empat yang kedua dan
seterusnya akan dikenakan tarif secara progresif. Dalam Perda lama yaitu Pasal 10 ayat (2)
disebutkan bahwa : a. kepemilikan kedua sebesar 2% ; b. kepemilikan ketiga 2,5% ;
kepemilikan keempat 3% ; kepemilikan kelima dan seterusnya sebesar 3,5%.
Menindaklanjuti hal tersebut, peningkatan tarif pajak progresif akan ditentukan
sebagai berikut : a. kepemilikan kedua sebesar 2,5% ; b. kepemilikan ketiga 3% ;
kepemilikan keempat 3,5% ; kepemilikan kelima dan seterusnya sebesar 4%. Yang nantinya
setiap persenan ini akan dikalikan dengan Nilai Jual Kendaraan Kena Pajak.

27

Atau lebih lengkapnya bisa dilihat dalam tabel dibawah ini
Besarnya Pajak

Kepemilikan

Kendaraan Bermotor
Mobil pertama
2%
Mobil kedua
2,5%
Mobil ketiga
3%
Mobil keempat
3,5%
Mobil kelima
4%
Mobil keenam
4,5%
Mobil ketujuh
5%
Mobil kedelapan
5,5%
Mobil kesembilan
6%
Mobil kesepuluh
6,5%
Mobil kesebelas dan seterusnya akan ditambah 0,5
%. Hingga mobil ketujuh belas nantinya besar PKB
senilai 10% dari Nilai Jual Kendaraan Bermotor.

2. Ketentuan tempat dan tarif parkir kendaraan
 Pengaturan tempat parkir kendaraan, akan diatur dalam beberapa poin berikut:

No

Ketentuan Tempat Parkir Kendaraan

1.

Tempat parkir yang di perbolehkan sebagai tempat parkir kendaraan
adalah tempat parkir yang di setujui atau di perbolehkan oleh pemerintah
daerah dalam hal ini dinas perhubungan.

2.

Tempat parkir harus memiliki petugas parkir yang berasal dari
pemerintah daerah atau dari tempat tertentu yang memiliki tempat parkir
yang di perbolehkan pemerintah daerah.

3.

Apabilah di temukan kendaraan yang parkir tidak pada tempat yang di
tentukan oleh pemerintah daerah maka akan di kenakan sanksi :
- Sanksi ringan berupa peringatan.
- Sanksi sedang berupa penggembokan kendaraan.
- Sanksi berat berupa penyitaan kendaraan dan denda sebesar
Rp. 200.000 untuk motor dan Rp. 500.000 untuk mobil.

4.

Tempat parkir harus memiliki pengamanan berupa petugas parkir dan
cctv.

28

5.

Tempat parkir yang di miliki oleh pemerintah daerah, tarif parkir harus
langsung masuk ke kas daerah.

6.

Tempat parkir yang di miliki oleh tempat tertentu, tarif parkir harus di
serahkan ke daerah 50% sebagai pendapatan daerah.

7.

Apabila ketentuan tersebut di langgar maka akan di kenakan denda
sebesar Rp.5.000.000 bagi penyedia tempat parkir.

 Pengaturan tarif parkir kendaraan akan ditentukan dalam beberapa poin
berikut :

No

Ketentuan Tarif Parkir Kendaraan

1.

Tarif parkir kendaraan roda 2 (motor) sebesar Rp.2.000 per jam.

2

Tarif parkir kendaraan roda 4 (mobil) sebesar Rp.4.000 per jam.

3.

Seluruh tempat parkir yang telah di tentukan oleh pemerintah daerah dan
tempat parkir yang terdapat di Provinsi DIY harus mematuhi tarif parkir
yang sudah di tentukan.

4.

Tarif parkir harus masuk ke kas daerah sebagai pendapatan daerah.

5.

Apabila ketentuan terebut di langgar maka akan di kenakan sanksi
berupa pembayaran denda sebesar Rp.300.000

3. Ketentuan Jarak Minimum Penggunaan Kendaraan Mobil dan Motor
Pengaturan ini berlaku bagi setiap pengendara yang ingin bepergian menggunakan
kendaraan pribadi bermotor, yang ditentukan berdasarkan jarak minimum tujuan :

No

Ketentuan Jarak Minimum Penggunaan Kendaraan Mobil dan
Motor
29

1.

Jarak minimum penggunaan kendaraan beroda 2 yaitu 5 kilometer dari
tempat tinggal.

2.

Jarak minimum penggunaan kendaraan beroda 4 yaitu 7 kilometer dari
tempat tinggal.

3.

Apabila jarak tempat tinggal dengan tujuan kurang dari ketentuan, warga
diwajibkan untuk menggunakan sepe