Visi Misi GKPA 2016 2041

Visi Misi GKPA 2016-2041

VISI MISI & RENSTRA
GEREJA KRISTEN PROTESTAN ANGKOLA (GKPA)
TAHUN 2016 – 2041

Tim Penyusun
VISI MISI
GEREJA KRISTEN PROTESTAN ANGKOLA (GKPA)
MENUJU 2041
&
RENCANA STRATEGIS
GEREJA KRISTEN PROTESTAN ANGKOLA (GKPA)
TAHUN 2016-2021
Padangsidimpuan, April 2016

Visi Misi GKPA 2016-2041

Ringkasan Eksekutif

Pintu masuknya kekristenan di daerah Angkola-Mandailing pada awalnya dimulai

dengan berakhirnya perang Padri pada 1833. Sejak itu Belanda menempatkan Mayor Eilers
sebagai komandan pasukan yang berkedudukan di Pakantan, Mandailing bersama Verhoeven,
seorang tentara yang sekaligus pendeta dan berhasil membaptiskan Ja Mandatar Lubis dan
Kalirancak Lubis menjadi Kristen sekitar tahun 1834. Namun, perkembangan kekristenan di
daerah Mandailing tidak begitu menggembirakan.
Selanjutnya, perkembangan kekristenan di Tanah Batak dimulai lagi dengan
kehadiran Gerrit van Asselt di Parausorat, Sipirok (Angkola) pada 1857. Dari “Luat (daerah)
Angkola” Firman Allah disebarkan ke seluruh pelosok pulau Sumatera dan daerah ini
menjadi daerah “Persemaian Firman Allah”. Kemudian sekitar 1940-an umat Kristen
Angkola-Mandailing berkeinginan untuk berdiri sendiri dalam satu Badan Gereja Huria
Kristen Batak Protestan Angkola (HKBP-A). Namun keinginan itu belum terwujud
berhubungan karena menghadapi banyak rintangan.
Gerakan kemandirian ini baru menjadi kenyataan pada 26 Oktober 1975, HKBP
memberikan mandat kemandirian untuk orang Kristen Angkola dalam wadah Huria Kristen
Batak Protestan Angkola (HKBP-A). Seturut dengan perkembangan jaman dan dinamika
yang terjadi, HKBP-A mengalami skisma dan lahirlah Gereja Protestan Angkola (GPA) pada
1980-an. Skisma ini diatasi dengan rekonsiliasi di antara HKBP-A dan GPA dengan
mengubah nama gereja menjadi GKPA pada 3 Juli 1988. GKPA berbentuk Badan Hukum
yang berdiri sendiri, diawalnya bertempat kedudukan di Sipirok (1975) kemudian 1987
pindah ke Kota Padangsidimpuan, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia.

Untuk dapat mengoptimalkan tugas dan panggilannya sebagai lembaga yang
menjalankan Missio Dei, GKPA menatap ke masa depan tanpa melupakan sejarahnya. Untuk
itu GKPA menyusun Visi Misi, Tata Nilai-nilai, Strategi dan program-program utamanya,
sebagai penuntun menuju masa depan yang lebih jelas agar dapat memenuhi tuntutan
perubahan serta harapan-harapan semua pihak yang berkepentingan (stake holders).
Setelah melalui langkah-langkah studi dan analisis internal, eksternal serta
meneropong kecenderungan perubahan 25 tahun mendatang, di bawah terang Firman Tuhan,
ditetapkanlah Visi GKPA 2016-2041 yaitu: “Gereja Yang Unggul Melayani Dalam
Kebersamaan”( Parlagutan Na Dumenggan Mangkobasi Rap Sauduran –[“The Church
who excellent service in togetherness”]).
Sedangkan misi GKPA untuk mencapai visi tersebut adalah: “Meningkatkan dan
Mengembangkan Kesaksian, Persekutuan, Pelayanan dengan Semangat Pembaruan
dan Kebersamaan”(“Padenggankon dohot pahirbangkon hasaksian, parsaoran,

Visi Misi GKPA Menuju 2016-2041

1

Visi Misi GKPA 2016-2041
pangkobasion di bagasan roha haimbaruon dohot harentaon” – [“To increase and develop

marturia, coinonia, deaconia with the spirit of reform/renew and togetherness”]).
Di bawah tata nilai ideal dan inkremental yang berbasis pada teologi dan tradisi
GKPA, maka ditetapkan tata nilai operasional dalam rangka membangun budaya kerja dan
pelayanan GKPA, yaitu: TEDUH (Tangguh, Efektif & Efisien, Damai, Unggul, dan
Hormat).
Langkah-langkah kunci utama (strategi) Gereja Kristen Protestan Angkola perlu
dirumuskan secara konkrit dalam rangka mencapai Visi Tahun 2041. Dengan strategi utama
ini GKPA diharapkan mampu menyikapi berbagai pengaruh dan perubahan eksternal yang
semakin intensif, ekstensif dan cepat. Strategi Utama GKPA menuju 2041 berpedoman pada
lima tahap yang dilakukan secara menyeluruh, paralel dengan penekanan atau fokus yang
berkaitan, yaitu:
I.
2016-2021 – “Peningkatan Kapasitas dan Kapabilitas”- KONSOLIDASI
II.
2021-2026 – “Penguatan Kebersamaan dan Kerukunan” – REFORMASI
III.
2026-2031 – “Pengembangan Semangat Inovatif” - INOVASI
IV.
2031-2036 – “Pembaruan secara terpadu.” - OPTIMALISASI
V. 2036-2041 – “Keunggulan & Kebersamaan” - TRANSFORMASI

Dalam penjabaran strategi tahap I (2016-2021) – KONSOLIDASI – sebagai fondasi
bagi langkah-langkah tahap berikutnya, dijabarkan program-program prioritas yang
merupakan agenda implementasi berbasis pada isu-isu strategis yang harus segera dijawab.

Visi Misi GKPA Menuju 2016-2041

2

Visi Misi GKPA 2016-2041

KATA PENGANTAR
Gereja Kristen Protestan Angkola sudah memiliki sejarah perjalanan yang sangat
panjang dalam menunaikan tugas dan panggilannya sebagai “rekan kerja” Allah di dunia ini
dalam menghadirkan kerajaan-Nya di Indonesia. Perjalanan ini akan terus berlanjut dan
selalu membutuhkan pimpinan-Nya. Di samping itu secara bersamaan, akal budi yang telah
Tuhan berikan, juga perlu dioptimalkan untuk menyusun perencanaan ke depan dengan
metode akademis dan praktis yang telah terbukti efektif.
Visi Misi GKPA 2016-2041 dan Rencana Strategis 2016-2021 disusun dengan
melibatkan seluruh pemangku kepentingan melalui kuesioner, focus group discussion (FGD),
in depth interview, studi dokumentasi, dan berbagai masukan aspirasi pemangku kepentingan

dapat teridentifikasi secara komprehensif. Dari berbagai masukan tersebut Tim Visi Misi
melakukan analisis dengan data-data yang menggambarkan kondisi GKPA terkini.
Secara bertahap tim Visi Misi telah melalui 13 (tiga belas) langkah dalam menyusun
dokumen ini, yaitu: (1) Menetapkan Tim Penyusun Visi Misi GKPA Menuju 2041 dengan
SK Pucuk Pimpinan GKPA, (2) Studi dan kajian terhadap semua dokumen GKPA dan suratsurat Keputusan GKPA yang berhubungan dengan visi misi dan strategi GKPA selama ini,
(3) Penyusunan instrument (kuesioner) pengukuran kinerja GKPA 5 tahun terakhir untuk
mengidentifikasi profil GKPA secara obyektif, (4) Penyebaran kuesioner kepada semua stake
holder GKPA untuk mendapatkan gambaran obyektif tentang kondisi GKPA saat ini dan
mendapatkan apa harapan mereka terhadap GKPA di masa depan, (5) Focus group
discussion (FGD) yang melibatkan pemangku kepentingan inti GKPA (Pucuk Pimpinan,
Majelis Pusat, Praeses, Pendeta Resort, Guru Jemaat (Parlagutan), Penginjil Perempuan
(Parjamita Ina), Bibelvrouw, Penatua (Sintua), Pelaksana Harian Distrik, Resort, Parlagutan,
dan jemaat), untuk mengidentifikasi masukan dan harapan-harapan mereka terhadap GKPA
di masa depan, (6) Indepth interview yang melibatkan pemangku kepentingan luar GKPA
(tokoh-tokoh gereja, LSM, akademisi, donor, BKAG Tapsel dan Kota Padangsidimpuan,
GAMKI Kota Padangsidimpuan, Perwakilan Pemerintah dan FKUB Tapsel dan Kota
Padangsidimpuan), untuk mengidentifikasi masukan dan harapan-harapan mereka terhadap
GKPA di masa depan, (7) Membuat analisis TOWS (Threats, Opportunities, Weaknessess,
Strength) GKPA, (8) Membuat analisis kecenderungan eksternal global, nasional, dan
regional 25 tahun ke depan, (9) Menetapkan visi GKPA 2041 dan merumuskan misi GKPA

untuk mewujudkan visi tersebut, (10) Mengidentifikasi isu-isu strategis dan merumuskan
strategi umum GKPA Menuju 2041, (11) Mempresentasikan visi, misi, isu-isu strategis dan
strategi kepada pemangku kepentingan inti GKPA untuk mendapatkan masukan-masukan
akhir, (12) Menyusun Garis-garis Besar Program GKPA 2016-2021 yang berisi Pokok-pokok
Visi Misi GKPA Menuju 2016-2041

3

Visi Misi GKPA 2016-2041
Program Tahunan yang merupakan Block Building untuk mencapai visi 2041, (13) Menyusun
laporan final rencana strategis GKPA berdasarkan koreksi dan masukan-masukan akhir.
Proses kerja dimulai pada 17 Oktober 2012 yang targetnya selesai di akhir 2013.
Namun di perjalanan Tim Visi Misi mengalami berbagai hambatan yang membuat
penyelesaian pekerjaan akhirnya mundur sampai awal 2016. Ini menunjukkan bahwa
komitmen bersama untuk menyusun panduan perjalanan lembaga GKPA ke masa depan tidak
surut meskipun banyak hambatan yang harus dihadapi.
Sesudah tersusunnya Visi Misi GKPA ini, langkah berikutnya adalah
mewujudnyatakan dengan konsisten. Untuk itu dibutuhkan 4 (empat) K, yaitu (1)
Komitmen, (2) Kompetensi, (3) Koordinasi dan (4) Keberanian dari semua pemangku
kepentingan GKPA.

Kami mengucapkan terimakasih kepada semua stake holder, instansi pemerintah dan
swasta, para pemuka agama dan lembaga-lembaga keumatan, pribadi-pribadi yang telah
memberikan idea, pemikiran, dan gagasan-gagasan dalam rangka penyelesaian rancangan visi
misi GKPA ini. Juga terimakasih kepada Pucuk Pimpinan GKPA yang telah mempercayakan
tim untuk menyusun visi misi GKPA. Secara khusus buat fasilitator bapak Drs. Sigit
Triyono,MM yang telah bersedia memberikan pemikiran, tenaga, dan waktunya dalam
membimbing dan mengarahkan seluruh anggota tim untuk bisa menyelesaikan penyusunan
visi misi GKPA. Terakhir kepada semua anggota tim yang telah memberikan yang terbaik
dalam rangka menuntaskan penyusunan visi misi GKPA ini. Kiranya hasil yang telah dicapai
ini dapat menghantar “GKPA MENJADI GEREJA YANG UNGGUL MELAYANI
DALAM KEBERSAMAAN”. Semoga Tuhan memampukan kita!
Padangsidimpuan, Medio April 2016

Tim Penyusun Visi Misi GKPA 2016-2041
Pdt.Agus H.J.Sibarani,S.Th. (Ketua merangkap Anggota)
Ir.Surung Siregar,Dip.HE. (Wakil Ketua merangkap Anggota)
Pdt.Guswin P.Simbolon,S.Th. (Sekretaris merangkap anggota)
Pdt.Rosanna Pasaribu,S.Th. (Bendahara merangkap anggota)
Pdt.Saud A.Sigalingging,S.Th. (Anggota)
Pdt.Ramos B.B. Simanjuntak,S.Th. (Anggota)

Pdt.Josep P.Matondang,M.Th. (Anggota)
Pdt.Bernard Nainggolan,M.Th. (Anggota)
Pdt.Anton Pakpahan,S.Th. (Anggota)
Pdt.Ramli SN Harahap,M.Th. (Anggota)
Drs.Sigit Triyono,MM (Fasilitator)
Visi Misi GKPA Menuju 2016-2041

4

Visi Misi GKPA 2016-2041

KATA SAMBUTAN
Melalui pergumulan yang panjang dan membutuhkan pikiran, waktu dan materi
akhirnya visi misi GKPA untuk 25 tahun dan Rencana Strategi 2016-2021 ke depan rampung
dikerjakan oleh tim. Patut disampaikan terimakasih kepada anggota tim visi misi, Praeses,
Pendeta Resort, Guru Jemaat, Penatua dan semua warga jemaat GKPA yang telah
mendukung proses penyusunan Pernyataan1 Visi Misi (PVM) ini.
Juga tidak lupa kami sampaikan terimakasih kepada semua unsur yang terlibat
sebagai sumber informasi di dalam proses penyusunan visi misi ini, seperti: pemerintah
Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan, pemerintah kota Padangsidimpun, dan kelompok

keumatan (FKUB, GMKI, GAMKI, PWKI kota Padangsidimpuan dan Tapanuli Selatan, dll),
serta kepada Pimpinan Gereja tetangga (HKBP, GKPI, HKI, GPKB, GMI, dan GKPS) yang
telah memberikan masukan sebagai bahan perbandingan buat tim.
Pernyataan visi misi ini sangat besar kaitannya dengan tugas dan fungsi “majelis”
jemaat sebagai perencana, pelaksana dan pengevaluasi dari semua aktifitas warga jemaat di
GKPA. Pernyataan visi misi sangat besar pengaruhnya untuk mendorong keefektifan fungsi
kepemimpinan setiap anggota majelis jemaat.
Lebih jauh dari hal itu kami menghimbau agar semua lapisan di GKPA memberi
waktunya untuk membaca, memahami, mendiskusikan semua isi dari visi misi ini. Kami
sangat mengharapakan kontribusi yang konstruktif agar dalam penyusunan strategi lima
tahunan tahap kedua, tahap ketiga dan seterusnya lebih baik lagi dan bisa mencapai sasaran
sebagai mana makna yang terkandung di dalam Visi GKPA 2016-2041, menjadi “GEREJA
YANG UNGGUL MELAYANI DALAM KEBERSAMAAN” (The Church who Excellent
Service
in
Togetherness).
Dan
Misinya,
“MENINGKATKAN
DAN

MENGEMBANGKAN KESAKSIAN, PERSEKUTUAN, PELAYANAN DENGAN
SEMANGAT PEMBARUAN DAN KEBERSAMAAN” (To increase and Develop
Marturia, Coinonia, Deaconia, with Spirit of Reform/renew and togetherness).
Kiranya Tuhan menolong kita!!!
Padangsidimpuan, April 2016
Pucuk Pimpinan GKPA,

Pdt.Adolv Bastian Marpaung,M.Min,M.Th.
Ephorus

Daftar Isi
1

Kata Pernyataan berarti sebuah maklumat GKPA yang harus dimaknai secara bersama-sama.

Visi Misi GKPA Menuju 2016-2041

5

Visi Misi GKPA 2016-2041


Ringkasan Eksekutif

1

Kata Pengantar

3

Kata Sambutan

5

Daftar Isi

6

Daftar Tabel

8

Daftar Grafik

9

Daftar Diagram

10

Daftar Matrix

11

Daftar Foto

12

BAB I:

PENDAHULUAN

13

1. Perjalanan Gereja Kristen Protestan Angkola

13

2. GKPA Menuju Masa Depan

23

3. Kekuatan & Keunikan

24

4. Konteks Masyarakat Angkola

25

5. Dasar Teologis GKPA

30

GAMBARAN UMUM GEREJA KRISTEN PROTESTAN ANGKOLA

53

BAB II:

1. Gambaran Kinerja GKPA Tahun 20011-2015

53

2. Harapan-harapan Pemangku KepentinganTerhadap GKPA

56

BAB III: TATA NILAI GEREJA KRISTEN PROTESTAN ANGKOLA

58

1. Tata Nilai Ideal

59

2. Tata Nilai Inkremental

59

3. Tata Nilai Operasional

61

BAB IV: ANALISIS STRATEGIS TOWS – ESFAS & ISFAS

62

BAB V:

TREN PERUBAHAN 25 TAHUN MENDATANG

65

1. Tren Perubahan Global Dan Internasional 25 Tahun Mendatang

65

2. Tren Perubahan Nasional 25 Tahun Mendatang

68

3. Tren Kehidupan Umat Beragama Secara Nasional 25 Tahun Mendatang

71

Visi Misi GKPA Menuju 2016-2041

6

Visi Misi GKPA 2016-2041
BAB VI: SEMBILAN SKENARIO GEREJA KRISTEN PROTESTAN ANGKOLA DI
MASA MENDATANG

75

BAB VII: ISU STRATEGIS &HARAPAN PEMANGKU KEPENTINGAN

79

BAB VIII: VISI, MISI, NILAI-NILAI & STRATEGI UTAMA GEREJA KRISTEN

81

PROTESTAN ANGKOLA
1. VISI

81

2. MISI

81

3. STRATEGI UTAMA

82

BAB IX :

POKOK-POKOK PROGRAM 2016-2021

89

BAB X:

PENUTUP

90

PUSTAKA PENDUKUNG

91

L A M P I R A N:
1. SK TIM VISI MISI GKPA

93

2. KERANGKA ACUAN PENYUSUNAN VISI MISI GKPA

94

3. FORMAT KUESIONER

95-106

4. TABEL KUESIONER

107-111

5. HASIL FGD

112-117

6. HASIL IN DEPT INTERVIEW

118-147

Daftar Tabel
Tabel 1. Uraian Faktor dan Variabel

53

Tabel 2. Kompilasi Hasil Penilaian Kinerja GKPA

54

Visi Misi GKPA Menuju 2016-2041

7

Visi Misi GKPA 2016-2041

Daftar Grafik
Grafik 1. Pertumbuhan Jumlah Anggota Jemaat GKPA 1975-2015

21

Grafik 2. Kompilasi Hasil Penilaian Kinerja Gereja Kristen Protestan Angkola

55

Visi Misi GKPA Menuju 2016-2041

8

Visi Misi GKPA 2016-2041

Daftar Diagram
Diagram 1. Kompilasi TOWS Analysis GKPA: ESFAS & ISFAS GKPA

63

Diagram 2. Kompilasi TOWS Analysis GKPA: Faktor Eksternal & Internal

63

Visi Misi GKPA Menuju 2016-2041

9

Visi Misi GKPA 2016-2041
Diagram3. Skenario Masa Depan GKPA

75

Diagram 4. Strategi Utama GKPA Menuju Tahun 2041

82

Daftar Matiks
Matriks 1.Internal Strategies Factors Analysis Summary (ISFAS)

62

Matriks 2.External Strategies Factors Analysis Summary (ESFAS)

62

Visi Misi GKPA Menuju 2016-2041

10

Visi Misi GKPA 2016-2041

Daftar Foto
Foto 1. Uraian Faktor dan Variabel

53

Foto 2. Kompilasi Hasil Penilaian Kinerja GKPA

54

Visi Misi GKPA Menuju 2016-2041

11

Visi Misi GKPA 2016-2041

BAB I
PENDAHULUAN
1.

Perjalanan Gereja Kristen Protestan Angkola (GKPA)

1.1.

Gambaran Umum

Visi Misi GKPA Menuju 2016-2041

12

Visi Misi GKPA 2016-2041
Titik pijak wilayah GKPA ini pada awalnya berada dalam wilayah Tapanuli Selatan
(Angkola-Mandailing). Namun sekarang, wilayah Tapanuli Selatan ini telah mengalami
pemekaran menjadi Kabupaten Tapanuli Selatan, Kota Padangsidimpuan, Kabupaten
Mandailing-Natal, Kabupaten Padanglawas Utara, dan Kabupaten Padanglawas Selatan.
Masuknya kekristenan di wilayah ini dimulai dari Pakantan (Mandailing) pada 1834
oleh Verhoeven dan telah membaptiskan orang Batak Mandailing Kristen pertama, yaitu: Ja
Mandatar Lubis dan Kalirancak Lubis. Misi ini tidak begitu berkembang karena pengaruh
perang Padri.
Selanjutnya, di daerah Angkola misionaris Gerrit van Asselt telah tiba di Parausorat,
Sipirok untuk memberitakan Injil pada 1857. Melalui hasil penginjilan ini Gerrit van Asselt
membaptiskan Simon Siregar dan Jakobus Tampubolon. Karenanya, Parausoratlah menjadi
titik awal pekabaran Injil di tanah Batak dan penyebaran Firman Allah ke bagian Utara pulau
Sumatera khususnya Tapanuli. Para misionaris2 yang tiba di tanah Batak memulai tugas
penginjilannya dari Parusorat. Nommensen sendiri memulai tugas pelayanannya dari
Parausorat. Namun karena penginjilannya kurang berhasil, maka beliau mengembangkan
penginjilannya ke tanah Batak pedalaman, yakni Tapanuli bagian Utara.
1.2.

Masuknya Injil Ke Tanah Angkola dan Mandailing
Masuknya Injil ke tanah Batak Angkola-Mandailing pada mulanya dibawa seorang
pendeta tentara Belanda yang bernama Verhoeven pada 1834 yang berkedudukan di
Pakantan.
Selanjutnya pelaksanaan penginjilan ini dilakukan oleh lembaga-lembaga zending.
Lembaga-lembaga zending yang masuk ke daerah Batak Angkola-Mandailing ada banyak.
Pertama, American Board of Commissioners for Foreign Missions (ABCMF) yang mengutus
Pdt. Ellys pada 1834. Kedua, jemaat Ermelo dari kota Ermelo, Belanda. Utusan pertamanya
ialah penginjil Gerrit van Asselt (1857). Ketiga, zending Rhein Jerman “Rheinsiche
Missionsgesellschaft (RMG) pada 1859 dengan penginjilnya C.J.Klammer. Keempat,
zending Belanda “Java Comitte” pada 1864 yang membantu pelayanan jemaat Ermelo di
bidang tenaga dan dana. Kelima, Doopagezinde Zending Vereeniging (DZV) yang berkantor
pusat di Amsterdam.3 Tenaga misionaris yang datang dari lembaga ini adalah H. Dirks, N.
Wiebe, G. Nikkei, D. Dirks dan J. Thiessen. H.Dirks adalah misionaris pertama yang diutus
DZV ke Pakantan pada 26 Januari 1871.4 Zending ini dikenal sebagai Mennonit-Anabaptist
dari Belanda pada 1871 yang melakukan penginjilan ke kawasan Angkola-Jae dan
Mandailing.
2

Misionaris yang pertama, seperti: Gerrit van Asselt [Ermelo (1857)], Dammerboer, van Dalen, Betz, Koster
[Ermelo (1858)], Heine, Klammer [RMG (1861)] dan I.L.Nommensen [RMG (1862)].
3
Lih. J.R.Hutauruk, “Makna Sejarah Gereja masa kini: Suatu analisa historis tentang sejarah kekristenan di luat
Angkola”, dalam Ramli SN Harahap (ed.), Bunga Rampai:Seratus Lima Puluh Tahun Kekristenan di Luat
Angkola, (Padangsidimpuan: Kantor Pusat GKPA), 2011, hl.26.
4
Tanggal itulah yang kemudian dijadikan "hari-jadi" Gereja Mennonit di Mandailing. Gereja Mennonit
Mandailing ini akhirnya bergabung dengan GKPA pada 26 Maret 1976.
Visi Misi GKPA Menuju 2016-2041

13

Visi Misi GKPA 2016-2041
Keberagaman badan zending ini membawa keunikan tersendiri bagi GKPA hingga
kini karena membawa tradisi ajaran yang berbeda misalnya di bidang pemahaman akan arti
baptisan sebagai satu ajaran hakiki dalam kehidupan orang Kristen. Tiga lembaga zending
mengajarkan baptisan anak-anak, sedang zending Mennonit mengajarkan baptisan orang
dewasa, masing-masing dengan landasan dogma yang telah mengakar di dunia kekristenan di
Barat sejak munculnya reformasi oleh Marthin Luther.5 Keberagaman lembaga zending ini
akan menjadi peluang bagi GKPA untuk membangun kembali kerjasama dengan para
lembaga zending itu ke masa depan.
Para misionaris yang telah bekerja di kedua daerah ini (Angkola-Mandailing), telah
berhasil membaptiskan orang Batak menjadi Kristen. Pendeta Verhoeven pada 1834 telah
membaptis Ja Mandatar Lubis dan Kalirancak Lubis menjadi Kristen. Gerrit van Asselt
membaptis dua orang pada hari raya paskah 31 Maret 1861, yakni Pagar Siregar dengan
nama baptis Simon Petrus, bersama-sama dengan Main Tampubolon yang diberi nama
Jakobus di Parausorat, Sipirok. Simon Petrus adalah putra raja pamusuk (raja-kampung),
Sutan Doli, dari Bungabondar, sementara Jakobus adalah seorang anak rantau asal Barus
yang dibeli oleh van Asselt di salah satu pasar kemudian dijadikan pelayan pembantu van
Asselt.
Dari fakta ini, sudah saatnya GKPA menetapkan hari kelahirannya sejak pembaptisan
pertama pada 1834 (Pakantan-Mandailing) dan pada 31 Maret 1861 (Parausorat-Sipirok)
serta hari kemandiriannya pada 26 Oktober 1975. Hal ini telah kita tetapkan dalam syair Mars
GKPA bahwa GKPA-lah gereja yang sulung dahulu ditempa di Tanah Batak. Dari Tanah
Angkola-lah penyebaran Injil dilakukan ke tanah Batak Utara, dan tanah Batak lainnya.
1.3.

Embrio Kemandirian Gereja di Angkola
Gerakan kemandirian Gereja di Tanah Angkola-Mandailing sebenarnya dimulai pada
1940-an. Namun aspirasi masyarakat Kristen Angkola dan Mandailing akan suatu gereja
sendiri yang manjae (mandiri) belum tercapai, karena pecahnya Perang Dunia II dan HKBP
sendiri masih belum bersedia memberikan panjaeon kepada HKBP-A.
1.4.

Alasan Kemandirian
Ada beberapa alasan dan tujuan berdirinya GKPA, yakni:
Pertama, karena alasan mempertahankan nilai-nilai sejarah. Kekristenan masuk ke
tanah Batak dimulai dari daerah Angkola-Mandailing.
Kedua, alasan bahasa dan budaya. GKPA berada di daerah Angkola-Mandailing dan
berbudaya Angkola-Mandailing yang berbeda dari bahasa dan budaya Toba yang tinggal di
daerah Utara Tapanuli. Sering HKBP mengutus pendeta ke daerah Angkola yang tidak
mengerti bahasa dan budaya Angkola sehingga orang Kristen Angkola-Mandailing merasa
tidak nyaman dengan keadaan itu.
5

Lih. J.R.Hutauruk, “Makna Sejarah ..., hl.27.

Visi Misi GKPA Menuju 2016-2041

14

Visi Misi GKPA 2016-2041
Ketiga, alasan semangat patanakhon Hata ni Debata tu Luat Angkola (memberitakan
Firman Tuhan dengan sungguh-sungguh ke daerah Angkola-Mandailing). Alasan ini yang
sangat kuat dalam gerakan kemandirian GKPA. Pelayanan gereja di daerah Angkola
dirasakan kurang begitu diperhatikan oleh HKBP pada saat itu. Karena itu, orang-orang
Angkola berkeinginan mandiri dalam pelayanan yang prima dan baik kepada orang Angkola
oleh orang-orang Angkola dan yang terbeban untuk itu.
Keempat, karena pengalaman pahit. Hanya sedikit orang Angkola-Mandailing yang
diberi kesempatan studi di lembaga teologi. Bahkan penerimaan menjadi mahasiswa teologi
di lembaga teologi dihambat karena berasal dari Angkola-Mandailing. Pengalaman pahit ini
menjadikan semangat untuk menjadi sebuah gereja yang mandiri.
Kelima, karena mundurnya pelayanan. Pelayanan kerohanian di daerah AngkolaMandailing semakin tahun semakin menurun kualitasnya. Sejalan dengan kemunduran
pelayanan di bidang kerohanian ini maka banyak di antara jemaat berada dalam kondisi yang
semakin lemah dan akhirnya terpaksa ditutup. Contoh jemaat-jemaat yang tertutup di daerah
Angkola yaitu: Pargarutan, Lobu Hatongga, Simapil-apil dan Simatorkis. Untuk
meningkatkan mutu pelayanan ini, maka gerakan kemandirian Gereja semakin menguat di
kalangan orang Kristen Angkola-Mandailing.
1.5.

Kemandirian (Panjaeon) HKBP-Angkola
Setelah gerakan kemandirian gereja di daerah Angkola-Mandailing mengalami
kegagalan pada 1940-an, maka pada 1970-an, keinginan dan kerinduan kemandirian ini
bangkit kembali. Gerakan kemandirian gereja di daerah Angkola-Mandailing ini
dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, yaitu:
1.5.1. Daerah Angkola adalah daerah persemaian Allah yang pertama di Tanah Batak.
Hal ini terlihat dalam mukadimah Tata Gereja HKBP-A (1975), yang mengatakan
bahwa orang-orang Kristen Angkola dan Mandailing memahami luat Angkola dan
Mandailing menjadi daerah "persemaiam Firman Allah", sejak 1834 oleh Verhoeven
di Mandailing, dan 1856 oleh Zending Ermelo di Lumut serta 1857 oleh van Asselt di
Sipirok.6 Dari mukadimah itu terlihat bahwa kelompok Kristen Angkola-Mandailing
menyadari telah tiba saatnya untuk menata-layani sendiri pekabaran Injil di
kalangannya dan untuk itu perlu diwujudkan suatu struktur dan organisasi dalam
bentuk gereja yang mandiri.7
1.5.2. Daerah Angkola merupakan ujung tombak penginjilan dan perkembangan
kekristenan. Tapanuli Selatan menjadi ujung tombak dalam penginjilan dan
perkembangan kekristenan di seluruh Tanah Batak dan yang seterusnya meluas ke
utara sampai ke Sumatera Utara.8 Hal ini perlu dilanjutkan dengan memandirikan
6

Lih. J.U.Siregar, Dari Gereja Zending ke GKPA, (Padangsidimpuan: Kantor Pusat GKPA), 1999, hl. 177.
Ibid.
8
Ibid., hl.178.
7

Visi Misi GKPA Menuju 2016-2041

15

Visi Misi GKPA 2016-2041
Gereja Angkola untuk meneruskan semangat penginjilan ini di Tanah Batak AngkolaMandailing.
1.5.3. Keadaan dan situasi usaha zending yang memprihatinkan. Gerakan kemandirian
ini juga didorong oleh karena keadaan dan situasi usaha zending yang
memprihatinkan, sehingga membangkitkan gerakan reaksi di kalangan tokoh-tokoh
Kristen Angkola dan Mandailing. Mereka semakin sadar akan tugas panggilannya
mewujudkan dan membenahi gerejanya sendiri demi peningkatan misinya. Mereka
berhasrat memegang peranan lebih banyak dalam menatalayani Gereja.9
1.5.4. Kebangkitan semangat Nasionalisme. Faktor lain yang mendorong usaha
kemandirian HKBP-A adalah “gerakan kebangkitan Nasional” yang juga meresapi
tokoh-tokoh Angkola-Mandailing sejak 1910-an. Semangat dan kesadaran ini
mendorong mereka percaya pada potensi pribumi untuk menatalayani gerejanya,
sekaligus menampilkan sosok gereja yang lebih bercorak kepribadian, budaya dan
daerah sendiri.10
Dengan didasari beberapa faktor kemandirian di atas, maka umat Kristen AngkolaMandailing mulai membentuk organisasi-organisasi kemandirian gereja. Organisasiorganisasi inilah kemudian menjadi cikal-bakal lahirnya HKBP-A, seperti:
(1)
Terbentuknya Persekutuan Angkola11
Selama kurun waktu 33 tahun (1941-1974) menanti
perwujudan
HKBP-A
yang mandiri, semangat dan hasrat mandiri (manjae) senantiasa berkobar, tak padampadam, yang kemudian terungkap dalam berbagai bentuk. Masyarakat Kristen AngkolaMandailing di mana saja, khususnya yang diperantauan selalu rindu akan persekutuan
dalam lingkungan sendiri yang bersifat khas etnis Angkola-Mandailing, yang
mempergunakan bahasa daerahnya dalam kebaktian serta mempergunakan "Buku Ende
Angkola" dan Perjanjian Baru bahasa Angkola, yang akrab baginya. Dirasakan melalui
pertemuan ataupun partangiangan (persekutuan doa) semacam itu, banyak nilai-nilai
positif dan berharga yang dapat diperoleh dan dikembangkan demi tercapainya cita-cita
panjaeon HKBP-A.
Karena kerinduan yang mendalam itu, muncul dan tumbuhlah persekutuanpersekutuan Kristen Angkola-Mandailing di Medan Barat pada 1963 yang dinamai
“Sauduran Kristen Angkola" (SKA), disusul kemudian tahun berikutnya dengan
Marsiurupan Kristen Angkola"(MKA) di Medan Timur dan Satahi pada 1967 di Simpang
Limun Medan. Badan-badan itu mengadakan persekutuan doa dalam bahasa Angkola,
dan kegiatan-kegiatan memupuk rasa persaudaraan etnis, melalui tradisi dan adat
daerahnya jika ada siriaon dan siluluton serta mengadakan usaha sosial yang hasilnya
9

Ibid., hl.179.
Ibid.
11
Ibid., hl. 185.
10

Visi Misi GKPA Menuju 2016-2041

16

Visi Misi GKPA 2016-2041
diperuntukkan membantu jemaat-jemaat di Bonabulu (kampung halaman). Eksistensi
kumpulan-kumpulan itu semakin meluas dan frekwensi kegiatan-kegiatannya semakin
ditingkatkan pula. Akhirnya setiap kumpulan itu mengadakan ibadahnya secara rutin
setiap Minggu sore. Kegiatan diluaskan pula dengan pengumpulan buku-buku dan
terbitan gereja lainnya yang sudah langka untuk diperbanyak (dicetak-ulang) dan
dibagikan di kalangan sendiri, baik yang dirantau maupun yang di kampung halaman
(Bonabulu).
Berdirinya Hasadaon Kristen Angkola (HKA) Medan12
Langkah maju berikutnya ialah pembentukan HKA (Hasadaon Kristen Angkola)
pada 19 Juli 1967. Hasadaon (kesatuan) ini adalah badan penggabungan atau
pengayoman dalam bidang kerohanian dari perkumpulan-perkumpulan: Sauduran, MKA
dan Satahi di atas tadi. Ketiga badan itu tetap berjalan sebagai perkumpulan sosial antar
anggotanya, tetapi kegiatan bidang rohani telah disatukan penyelenggaraannya dalam
HKA - Huria Kristen Angkola. HKA inilah yang kemudian menjadi salah satu bakal
jemaat dari HKBP-A di Medan.
(2)

Berdirinya Hasadaon Kristen Angkola Tapanuli Selatan (HKA-TS) di Jakarta13
Prihatin atas proses kemunduran kerohanian yang dialami jemaat AngkolaMandailing di daerah Tapanuli Selatan, maka masyarakat Kristen Tapanuli Selatan di
Jakarta pada September 1969 membentuk wadah persatuan yaitu "Hasadaon Kristen
Angkola Tapanuli Selatan"(HKA-TS). Nama semula ialah 'Hasadaon ruas HKBP na ro
sian Distrik I" (Tapanuli Selatan). Hasadaon ini mempunyai tujuan ganda. Pertama,
mempersatukan warga gereja asal Distrik HKBP-Angkola dan Mandailing dalam satu
wadah persekutuan, yang menyelenggarakan "sermon"setiap sabtu sore. Kedua, menjadi
sarana pengumpulan dana bagi kepentingan jemaat-jemaat di Bonabulu antara lain
memberi "si palas ni roha"(ucapan syukur) bagi pelayan-pelayan gerejawi di Bonabulu,
pemberian beasiswa dan menanggung biaya cetak ulang dari Perjanjian Baru yang
diringkaskan dalam bahasa Angkola karya Schutz.
(3)

Berdirinya Hasadaon Kristen Angkola (HKA) Padangsidimpuan14
Perkumpulan HKA Padangsidimpuan ini merupakan perkumpulan ketiga (sesudah
Medan, Jakarta). Pembentukan perkumpulan ini pada 7 April 1974, merupakan suatu
tindakan keterpaksaan yang harus ditempuh sebagai tindak lanjut "tragedi
Padangsidimpuan"15. Menindaklanjuti tragedi Padangsidimpuan dilaksanakanlah berbagai
(4)

12

Lih. J.U.Siregar, Dari Gereja ... hl. 186.
Ibid.
14
Ibid., hl. 187.
15
Tragedi Padangsidimpuan adalah suatu peristiwa penolakan pendeta Angkola (Pdt.Z.S.Harahap) yang
ditugaskan di HKBP Resort Padangsidimpuan oleh sekelompok orang yang tidak suka dengan gerakan
panjaeon HKBP-A.
13

Visi Misi GKPA Menuju 2016-2041

17

Visi Misi GKPA 2016-2041
pertemuan yang mengarahkan masyarakat Kristen Angkola dan Mandailing untuk
mewujudkan HKBP-A yang berdiri sendiri.
Langkah selanjutnya adalah terbentuknya Badan Persiapan Panjeon (BPP) HKBPA pada 4 Mei 1973 di Medan yang diketuai oleh St. Baginda Hasibuan dan yang anggotaanggotanya terdiri dari wakil-wakil jemaat di Bonabulu, Medan dan Jakarta. Badan inilah
selanjutnya yang mengkoordinir dan mengarahkan perjuangan hingga berdirinya HKBPA.
HKBP-A berdiri sendiri16
Pada 26 Okotber 1975 HKBP memberikan kemandirian bagi Huria Kristen Batak
Protestan Angkola (HKBP-A) dengan menetapkan Pdt. Melanchton Pakpahan sebagai
Ephorus, Pdt. Zending Sohataon Harahap sebagai Sekretaris Jenderal, St. Baginda Galangan
Siregar sebagai Sekretaris, dan St. Mara Sinaga sebagai Bendahara. HKBP memberikan
kemandirian ini berdasarkan Rapat Parhalado Pusat HKBP pada 15-17 Oktober 1975 di
Parapat yang memutuskan,
(1) Memberikan "panjaeon de Facto" kepada Gereja HKBP-A, berlaku terhitung mulai
17 Oktober 1975.
(2) Panjaeon de Jure akan diberikan pada Sinode Godang HKBP 1976 pada 1 Agustus
1976 di Pematangsiantar.
1.6.

Penyerahan Panjaeon de Facto HKBP-A resmi dilangsungkan pada 26 Oktober 1975
di Bungabondar, sebagai acara awal dari Pesta Peresmian Panjaeon de Jure HKBP-A.
Naskah Panjaeon ini ditandatangani Ephorus HKBP Ds. G. Siahaan, Sekretaris Jenderal Prof.
Dr. F.H. Sianipar dan dari pihak HKBP-A, kedua Pimpinan HKBP-A dan Ketua Umum
BPP-HKBP-A, St.Baginda Hasibuan serta Sekretaris Umum BPP-HKBP-A, St.Arif
Hasibuan.
1.7.

HKBP-A/GKPA - Pasca Mandiri (Manjae)
Dalam menjalani masa-masa kemandiriannya, GKPA mengalami dinamika organisasi
yang banyak.
1.7.1. Masa kesukaran
Tahun-tahun pertama HKBP-A manjae, dinyatakan Ephorus Pdt. M. Pakapahan
dalam laporannya kepada Sinode Am kedua (pertama sesudah Panjaeon de Jure) yang
diselenggarakan di Padangsidempuan pada 30 Oktober - 1 Nopember 1976, sebagai masa
hamaolon (kesukaran), keprihatinan dan kekecewaan yang dinyatakan oleh beliau dengan
mengatakan:
"Niambang hian do muda dung "manjae" hita, na angkon aman dan tenteram ma
pardalanan ni HKBP-A. Hape apala suhar-suhar ni i do na masa, angka na
16

Lih. J.U.Siregar, Dari Gereja ... hl. 187.

Visi Misi GKPA Menuju 2016-2041

18

Visi Misi GKPA 2016-2041
nihadapan, angka na tangkas maralo tu ngolu partondion ni ha-Kristenon. Gabe
rundut ma pangkilalaan, kacau-balau pamikirion. Betak beha dung "de Jure" ma
sanoli on dapot keamanan i, na parohon hadameon dohot ketenangan bekerja,
ninna roha laho pasabamsabam pangkilalan. Hape dung "de Jure"pe, laing nada
dapot na niharapkon i, mur nangkok na gariada, ibarat ni dalan siboluson". (Saya
kira setelah kita “mandiri”, maka perjalanan kehidupan HKBP-A akan aman
dan tentram. Ternyata yang terjadi adalah sebaliknya, yang dihadapi adalah halhal yang bertentangan dengan kehidupan rohani Kekristenan. Semakin runyam
perasaan, kacau-balau pemikiran. Mungkin setelah “de Jure” nanti ketentraman
(terjadi situasi yang damai antara HKBP dengan HKBP-A) akan dirasakan, yang
mendatangkan kenyamanan bekerja. Itulah yang terbertik dalam hati sanubari
untuk menentramkan jiwa. Ternyata setelah “de Jure” pun, tidak didapatkan apa
yang dirindukan, malahan semakin tambah persoalannya, bagaikan jalan terjal
yang harus ditempuh).17
Keluhan Pucuk Pimpinan HKBP-A itu cukup beralasan, karena memang HKBP-A
pada waktu itu dihadapkan pada berbagai kendala dan rintangan yang menuntut banyak
waktu, energi, kesabaran dan daya-upaya untuk mengatasinya. Semua itu adalah akibat dan
ekses dari cara pemberian panjaeon yang kurang memenuhi aspirasi masyarakat Kristen
Angkola–Mandailing.
1.7.2. Kesulitan Dana
Dalam penyerahan kemandirian HKBP-A, HKBP hanya memberikan 22 gereja kecil
di pedesaan dan 9 orang pendeta tanpa memberikan fasilitas Kantor Pusat. Hal ini
mengakibatkan HKBP-A banyak mengalami kesulitan dalam memenuhi pembiayaan
operasional, seperti: penggajian para pendeta dan karyawan Kantor Pusat, sarana transportasi,
gedung kantor pusat, dan alat-alat tulis kantor. Sehingga, pada awalnya Kantor Pusat HKBPA masih berkantor di Jl.Sipirok No.14 di salah satu rumah seorang jemaat, St.M.Sinaga.

1.7.3. Persoalan pemakaian bersama gedung gereja
Kemandirian HKBP-A sudah tentu menimbulkan persoalan pelik menyangkut
pemakaian dan pemilikan gedung gereja yang pada asalnya adalah "milik bersama". Memang
dalam Naskah Panjaeon ditetapkan bahwa "gedung gereja HKBP serta perlengkapannya
dapat dipakai bersama, berdasarkan musyawarah dan mufakat". Namun, mufakat atas
pengaturan di banyak gereja sering tidak tercapai, sehingga antar jemaat terjadi pro dan
kontra yang menimbulkan situasi ''tegang" dan "berseteru" yang berlarut-larut, tanpa tercapai
penyelesaian yang memuaskan kedua belah pihak. Masing-masing pihak mengklaim diri
sebagai pemilik yang sah. Bahkan persoalan kepemilikan gereja ini harus diselesaikan di
depan hukum. Akhirnya, tidak satupun gedung gereja HKBP yang berseteru dengan HKBP-A
diserahkan menjadi milik HKBP-A. Padahal, orang Kristen Angkola-Mandailinglah yang
17

Lih. J.U.Siregar, Dari Gereja ... hl. 203.

Visi Misi GKPA Menuju 2016-2041

19

Visi Misi GKPA 2016-2041
membangun gedung gereja itu. Akibatnya jemaat Kristen Angkola-Mandailing yang
tergabung dalam HKBP-A, harus membangun gedung gerejanya sendiri lagi.
1.7.4. Kesukaran yang disebabkan faktor internal
Kesukaran ini terjadi karena aturan-aturan Gereja yang belum ada ataupun belum
cukup tersedia sehingga timbul berbagai kesulitan internal dan konflik. Memang HKBP-A
memasuki era panjaeonnya hanya memiliki AD dan PRT 1975, yang disusun secara terburuburu, tidak atau kurang professional dan dalam waktu sangat singkat. Keruwetan itu
bertambah parah dengan penafsiran dan tanggapan yang berbeda-beda, malahan sering
bertolak-belakang yang satu dengan yang lain. Semua itu menimbulkan persepsi dan tindakan
yang berbeda-beda pula, malahan kerap saling bertentangan dan dualistis.
Dalam masa kesukaran internal ini HKBP-A pernah mengalami dinamika
management dan kepemimpinan pada periode tahun 1982-1988 yang mengakibatkan
perpecahan internal. Akibat perpecahan ini maka muncullah Gereja Protestan Angkola
(GPA).
1.7.5. Masa Konsolidasi
Untuk mengatasi persoalan di atas, maka Sinode Am ke-II/1976 (pertama sesudah
panjaeon de Jure) ditetapkan sebagai periode 5 tahun pertama, 1976-1981 sebagai periode
"konsolidasi". Direncanakan sepanjang periode ini, seluruh perhatian dan daya-upaya
dikerahkan dan dipusatkan pada penataan dan pemantapan organ-organ dan alat kelengkapan
HKBP-A, termasuk sumber daya manusianya. Demikian diharapkan pada periode 5 tahun
berikutnya dapat dilakukan usaha-usaha dan program pembangunan, pengembangan dan
pertumbuhan menuju perwujudan gereja yang dewasa dan missioner. Berbagai hamaolon
(kesukaran) internal maupun eksternal yang diuraikan di atas menjadi kendala utama tidak
tercapainya program konsolidasi dimaksud. Tahun-tahun pertama periode 5 tahun kedua,
1981-1986 masih dimanfaatkan untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan konsolidasi. Tidak
tersedianya dana yang cukup memadai, merupakan faktor penghambat tidak terealisirnya
konsolidasi dimaksud tepat pada waktunya. Demikian program pembangunan,
pengembangan dan pertumbuhan praktis baru dapat ditangani dan dilakukan mulai periode 5
tahun ketiga: 1986-1991.
Pada masa konsolidasi ini perpecahan internal antara HKBP-A dengan GPA dapat
diselesaikan dengan semangat kebersamaan dan pendekatan kekeluargaan maka terjadilah
penyatuan kembali antara HKBP-A dengan GPA dengan sebuah nama Gereja baru, yakni:
GEREJA KRISTEN PROTESTAN ANGKOLA (GKPA) dalam Sinode Am VIII pada 3 Juli
1988 di Kantor Pusat GKPA Padangsidimpuan.
1.8.

GKPA Sekarang

Visi Misi GKPA Menuju 2016-2041

20

Visi Misi GKPA 2016-2041
Berdasarkan hasil kuestioner, in depth interview, focus group discussion (FGD),
wawancara kepada stake holder dan berbagai kalangan, studi dokumen gereja GKPA, maka
keadaan GKPA saat ini berada pada pelayanan yang “tidak maju dan tidak mundur”, dan
pelayanan para pelayan GKPA yang perlu ditingkatkan kualitasnya, dan pelayanan GKPA
yang masih berorientasi ke dalam. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa indikator di bawah
ini:
1.8.1. Angka Pertumbuhan
Pertumbuhan pesat GKPA dapat dijelaskandengan angka-angka sebagai berikut:
Grafik 1. Pertumbuhan GKPATahun 1975-2015
35000
30000
25000
20000
15000
10000
5000
0
1975

1978

1981

1985

1991

1995

2000

2005

2010

2015

Angka-angka di atas menunjukkan jelas bahwa selama 20 tahun 1975-1995, jumlah
jemaat GKPA telah berkembang dan bertumbuh 700%, berarti peningkatan 35,4 % per tahun.
Bagi jumlah anggota, angka pertumbuhan itu adalah 270% atau rata-rata 13.5% per tahun.
Menyangkut rumah Ressort terdapat pertumbuhan dari 1 rumah pada 1975 meningkat
menjadi 21 rumah pada 1995 ataupun pertumbuhan rata-rata 21 % per tahun. Pada umumnya
rumah-rumah tersebut dibangun atas biaya Ressort bersangkutan dengan bantuan insentif dari
Kantor Pusat yang jumlahnya sangat terbatas. Hal tersebut menunjukkan betapa besar dan
tingginya semangat gotong-royong, kemandirian dan swa-daya warga gereja GKPA. Padahal,
HKBP-A mengalami kesulitan baik internal maupun eksternal.
Pertambahan pesat jumlah jemaat, mendorong GKPA untuk menambah pula jumlah
Resortnya yaitu dari 6 Resort pada tahun 1975 menjadi 31 Resort pada 2015. Demi penataan
dan koordinasi pelayanan yang lebih mantap dan efektif, maka sejak 1995 resort-resort telah

Visi Misi GKPA Menuju 2016-2041

21

Visi Misi GKPA 2016-2041
pula dikelompokkan atas 4 distrik yaitu Distrik: I Angkola-Mandailing, II Sipirok - Dolok
Hole, III: Sumatera Timur dan IV: Jawa-Sumbagsel.
Dari grafik di atas dapat juga ditarik pengertian bahwa pertumbuhan anggota jemaat
GKPA menanjak secara signifikan dari 1975-1995, namun mendatar (stagnan) pada tahun
1995-2015. Data ini menantang semua pemangku kepentingan GKPA untuk bertanya
mengapa?
1.8.2. Pelayan Gerejawi
Pertumbuhan jumlah pelayan gerejawi berjalan semakin meningkat, namun belum
selaras dengan penambahan jumlah jemaat dan Resort. Dengan kata lain, masih banyak
jabatan yang belum dapat diisi maupun terpaksa dirangkap, karena kekurangan tenaga
pelayan gerejawi, khususnya tenaga pendeta. Pada masa ini, 2015 - jumlah pendeta GKPA
adalah 54 orang. Dibandingkan dengan keadaan 1975, 9 tenaga pendeta, jumlah tersebut
mengalami pertumbuhan 20 % per tahun.
Namun, ironisnya sejak 1996, pertumbuhan gereja tidak mengalami pertumbuhan
yang signifikan padahal jumlah pertumbuhan pelayan sangat siginifikan dan penataan
struktur yang semakin bertambah (pertambahan Resort dan pembentukan 4 Distrik).
1.8.3. Tata Gereja/Tata Laksana
Dalam perjalanan HKBP-A/GKPA sejak manjae de jure, telah 5 kali mengalami
penyempurnaan Tata Gereja (TG) dan Tata Laksana (TL). Pertama, TG/ TL yang disahkan
oleh Sinode Am ke-I/1975 di Bungabondar, disempurnakan berdasarkan keputusan Sinode
Am ke II/l 976 oleh Rapat Majelis Pusat yang bersidang di Medan, 15-16 April 1977 dan
tidak pernah dibawakan kepada Sinode Am untuk pengesahan. Selama masa berlakunya TG/
TL itulah banyak timbul kesulitan internal disebabkan TG/TL yang kabur dan
implementasinya yang tidak atau kurang tepat. Kedua, sesuai dengan keputusan Sinode Am
ke-III/1978, TG/TL 1977 diperbaharui dan disahkan menjadi TG/TL 1981 oleh Sinode Am
ke-IV/1981 yang bersidang di Padangsidimpuan. Pada TG/TL ini tercantum Pasal 22.3 yang
menetapkan bahwa, "Setiap 10 tahun TG dan TL diteliti kembali untuk diadakan perubahan
dan penyempurnaan, serta menyesuaikannya dengan situasi dan konsidi waktu itu". Demikian
GKPA menginginkan agar TG/TLnya tetap up-to-date dan komprehensip pada wawasan,
kondisi zaman. Ketiga, memenuhi ketetapan itu, maka TG/TL 1981, disempurnakan menjadi
TG/TL-1991, yang disahkan oleh Sinode Am ke-IX yang bersidang di Padangsidimpuan
tanggal 24-30 Juni 1991 dan diberlakukan untuk masa 10 tahun mendatang. Keempat, TG/TL
disempurnakan pada Sinode Am XV/2003 di Padangsidimpuan dan kelima, TG/TL
disempurnakan lagi pada Sinode Am XVIII/2013 di Padangsidimpuan.
Dari kelima penyempurnaan TG/TL GKPA ini terlihat bahwa GKPA masih sibuk
mengatur para birokrat gereja dan bukan mengatur dan menatalayani jemaat yang mampu
melakukan Tri tugas gereja dengan baik, yakni: bersekutu, bersaksi dan melayani.
Visi Misi GKPA Menuju 2016-2041

22

Visi Misi GKPA 2016-2041

1.8.4. Pengembangan Masyarakat
Dalam melaksanakan pengabdiannya kepada masyarakat, GKPA telah membuka
beberapa yayasan, seperti: Yayasan Manna (1977-1980) yang mengembangkan proyek
pertanian di Pulo Pakkat Batang Toru, Proyek Ayam di Medan dan Jakarta serta Training
Centre di Silandit Padangsidimpuan, yayasan Sutan Gunung Mulia yang membidangi
pendidikan, yayasan Angkola Sejahtera yang membidangi proyek kebun sawit.
GKPA juga membuka proyek ”Partisipasi Pembangunan” (Parpem) yang membidangi
pengembangan masyarakat di semua bidang, seperti: pertanian, peternakan, pertukangan,
Credit Union, ekonomi, ketrampilan-ketrampilan, Proyek air minum, bidang kesehatan,
bidang pelayanan sosial (Panti Asuhan Debora di Silangge), bidang usaha (Kebun Salak,
kebun sawit dan Toko Buku Kristen).
Namun dalam perjalanan sejarahnya, yayasan yang dikelola GKPA ini mengalami
banyak tantangan dan kendala sehingga pengabdian kepada masyarakat ini tidak dapat
dilakukan dengan maksimal dan baik. Bahkan ada beberapa yayasan yang tutup dan unit-unit
usaha serta proyek pelatihan mengalami penutupan.
2.

GKPA Menuju Masa Depan
Berdasarkan penelitian atas data dan fakta di atas, maka sudah saatnya GKPA
memiliki visi dan misi yang jelas, sederhana, terarah dan terjangkau untuk membakar
semangat semua warga jemaat (stoke holder) GKPA dalam mengembangkan GKPA ke
dalam dan keluar.
Untuk menunjukkan eksistensinya sebagai Gereja maju dan bertumbuh, maka GKPA
akan melaksanakan beberapa rencana strategis yang disusun secara lima periodik hingga 25
tahun ke depan. Rencana strategis GKPA ini akan diuraikan secara khusus dalam bagian lain
dari dokumen ini.

3.

Kekuatan dan Keunikan
Dalam perjalanan sejarah dan kehidupan pelayanannya di tanah Batak Angkola,
GKPA memiliki keunikan yang tidak dimiliki gereja lain, yang dapat menjadi faktor
kekuatan dan penguat kelembagaan GKPA.
Pertama, GKPA memiliki pemahaman teologi yang beragam. Hal ini disebabkan
karena lembaga misi yang datang ke daerah Angkola memiliki latarbelakang teologi yang
berbeda-beda. RMG membawa teologi campuran Lutheran dan Calvinis. Zending Java
Comite dan Ermelo membawa teologi Calvinis Zending Mennonit-Anabaptis (DZV)
membawa teologi Mennonit.
Visi Misi GKPA Menuju 2016-2041

23

Visi Misi GKPA 2016-2041
Kedua, pemakaian bahasa Angkola-Mandailing sebagai bahasa pengantar dalam
ibadah dan kegiatan GKPA. Secara umum, gereja-gereja suku memiliki ciri khas tersendiri
sesuai dengan budayanya. Begitu juga dengan GKPA yang mayoritas jemaatnya suku
Angkola-Mandailing masih tetap mengharapkan agar bahasa Angkola-Mandailing jangan
pernah dilupakan dalam ibadah. Misalnya agenda ibadah, kidung pujian, Alkitab dan lain-lain
sudah menggunakan bahasa Angkola-Mandailing.
Ketiga, sikap toleransi dan rukun. Inilah yang membedakan GKPA dari gereja
lainnya. GKPA tinggal di tengah-tengah umat Islam yang mayoritas. Warga jemaat GKPA
menjalin hubungan yang baik dengan umat Islam. Hal itu disebabkan filosofi orang Angkola
yang mengatakan bahwa “Sipirok Nasoli, Banua na sonang” (Sipirok yang indah, tempat
yang aman). Masyarakat Angkola-Mandailing telah menjalin kerukunan umat beragama ini
ratusan tahun yang lalu. Umat Islam dan Kristen saling membantu dalam rangka membangun
rumah ibadah. Umat Islam dan Kristen saling mengunjungi dalam masa-masa hari raya besar
agama seperti: Idul Fitri dan Natal. Dalam pelaksanaan adat-istiadat, orang AngkolaMandailing menggunakan ayam, kambing dan kerbau sebagai makanan yang dikonsumsi
pada acara-acara adat.
Keempat, Gereja GKPA dikenal sebagai “Gereja Koum” (Gereja Keluarga). Pada
umumnya, jemaat GKPA baik yang ada di desa dan di kota memiliki hubungan keluarga
sehingga rasa kekeluargaan sangat menonjol dalam kehidupan bergereja. Gereja koum inilah
keunikan GKPA dari Gereja lainnya.
Kelima, GKPA memakai budaya Angkola-Mandailing dalam pelayanan di tengahtengah Gereja. Misalnya memakai kopiah Angkola-Mandailing dalam kehidupan sehari-hari.
Keenam, GKPA menggunakan bahasa setempat di wilayah pelayanannya sebagai
bahasa pengantar dan pelayanan. Misalnya, jemaat yang dominan suku Toba, GKPA
memakai bahasa Toba dalam tugas pelayanannya. Demikian juga dengan suku lainnya.
Ketujuh, Gereja GKPA disendingi oleh beberapa lembaga zending. Setidaknya ada
lima lembaga zending yang pernah melayani di daerah Angkola-Mandailing, yaitu:
American Board of Commissioners for Foreign Missions (ABCMF), Jemaat Ermelo, Belanda,
“Rheinsiche Missionsgesellschaft (RMG), “Java Comitte”, Doopagezinde Zending
Vereeniging (DZV).
Kedelapan,orang Angkola-Mandailing memiliki sifat dan berkarakter yang adaptif.
Masyarakat Angkola-Mandailing sangat mudah beradaptasi di mana mereka hidup dan
tinggal. Kemampuan beradaptasi ini menjadi kekuatan orang Angkola-Mandailing untuk bisa
bertahan hidup. Hal ini menunjukkan bahwa orang Angkola-Mandailing adalah masyarakat
nasionalis yang tangguh dalam menghadapi dinamika kehidupannya.
4.

Konteks Masyarakat Angkola-Mandailing
GKPA sebagai organisasi yang tinggal dan hidup di tengah-tengah masyarakat yang
beradat, berbahasa, berbudaya, dan beragama. Karena itu, seluruh kehidupan beragama dan
Visi Misi GKPA Menuju 2016-2041

24

Visi Misi GKPA 2016-2041
bermasyarakat, pada umumnya dipengaruhi cara berpikir dan cara hidup dari bahasa dan
budaya yang dimilikinya itu sendiri.
4.1.

Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah bahasa Angkola dan
bahasa Mandailing. Bahasa Angkola dan Mandailing dikenal sebagai bahasa Batak yang
paling halus, kerena pengucapannya berintonasi lembut. Dari tutur kata ini, masyarakat
Angkola-Mandailing mampu menunjukkan sikap hidup yang teduh dan damai sebab bahasa
dan tutur kata mereka agak jarang terdengar dengan kata-kata yang kuat dan kasar. Namun
dalam kehidupan berjemaat di seluruh GKPA, bahasa yang digunakan adalah beragam sesuai
dengan situasi dan kondisi jemaat yang dilayani.
4.2.

Budaya Angkola
Masyarakat Angkola maupun Mandailing merupakan komunitas yang berbudaya.
Tiap-tiap kelompok dari masyarakat Angkola dan Mandailing, diatur oleh sistem sosial
masing-masing. Hubungan nilai-nilai sosial dan norma-norma perilaku budaya masyarakat
adat Angkola dan adat Mandailing senantiasa bisa menjaga keharmonisan. Namun, ada juga
perbedaan yang mencolok antara adat budaya Mandailing dengan adat budaya Angkola yakni
pada pakaian adatnya. Pakaian adat Mandailing didominasi warna merah, dengan ornamen
yang ramai. Sedangkan pakaian adat Angkola lebih sederhana dan pengantin prianya
didominasi warna hitam. Perbedaan lainnya adalah dalam hal alat-alat gondang dan
penggunaanya. Di daerah Mandailing ada tambahan yang disebut dengan Gordang Sembilan.
4.3.
Beberapa Prinsip Hidup Masyarakat Angkola-Mandailing
4.3.1. Memegang prinsip Dalihan Na Tolu18
Prinsip hidup Dalihan Na Tolu merupakan prinsip hidup yang sangat kuat dalam
kehidupan orang Angkola. Dalihan na tolu sangat besar peranannya di dalam pengambilan
keputusan, penataan adat, pemberlakuan hukuman, pembagian harta warisan, dan lain-lain.
Hak dan kewajiban setiap unsur dalihan na tolu sangat menentukan warna demokrasi
masyarakat Angkola. Pengaruh setiap unsur sangat besar, dihargai sebagai muara
penggalangan kerukunan keluarga.
Secara harfiah istilah Dalihan Na Tolu berarti ”tungku nan tiga”. Kebiasan orang
Angkola sejak dahulu kala ketika memasak selalu di atas batu yang jumlahnya tiga yang
diatur persis seperti segi tiga sama sisi. Ketiga batu yang diatur sama sisi tersebut sama tinggi
juga sehingga bisa menahan segala sesuatu yang diletakkan diatasnya dalam rangka memasak
apapun sesuai kebutuhan. Andaikan bentuk satu periuk atau kuali adalah komunitas
masyarakat Batak maka yang menjadi tungkunya adalah Dalihan Na Tolu tersebut. Dalihan
Na Tolu bagi masyarakat Batak menjadi asas sistem kekerabatan yang mengatur segala
18

Bnd. Adolv Bastian Marpaung, Jiwa …, hl. 91-105.

Visi Misi GKPA Menuju 2016-2041

25

Visi Misi GKPA 2016-2041
aktivitasnya. Oleh karena itu banyak makna filosofis yang terkadung di dalam sistem
kekerabatan Dalihan Na Tolu dimaksud. Menurut Ibrahim Gultom tatanan kekerabatan ini
lahir dilatarbelakangi adanya krisis sosial kekerabatan pada generasi ketiga setelah Siraja
Batak. Itu artinya bahwa konsep Dalihan Na Tolu terinspirasi dan lahir bertitik tolak dari
semangat yang baik untuk menata komunitas orang Batak supaya terhindar dari peristiwaperistiwa sosial buruk.19 Kehidupan sosial orang Batak secara umum berlangsung dengan
baik, penuh kekerabatan, mempunyai norma-norma adat, memiliki tutur sapa persaudaraan
(partuturon) di mana semua tata-cara hidup itu dirangkul dalam sebuah sistem yaitu dalihan
na tolu. Sistem hidup ini sangat solid, berpengaruh dan mendominasi kehidupan masyarakat
Batak. Ia bagaikan makhluk ajaib, mampu menjamin ke