Riset Perilaku Konsumen Analisis Buk

Riset Perilaku Konsumen
Ir. Agustina Shinta, MP
Febriananda Faizal, SP., MP.
Lab of Agribusiness Analysis and Management,
Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya
Email: shint4_71ub@yahoo.com, f_faizal@ub.ac.id

A. PENGANTAR
B. KEGIATAN BELAJAR
 Tujuan Pembelajaran
 Uraian Materi Pembelajaran :
1. Riset Model Proses
Keputusan Pembelian
2. Riset Model Tiga Komponen
(Tricomponent Model)
3. Riset Model Sikap Angka
Ideal (The Ideal-Point
Model)

A.


MODUL

4. Riset Kepuasan
Konsumen
5. Riset Loyalitas
Konsumen
C. PROPAGASI
D. REFRENSI

10

PENGANTAR
Peran

strategis

disiplin

ilmu


perilaku

konsumen

adalah

menawarkan berbagai cara, metode, agar supaya para pelaku

sehingga ketika aka mengeluarkan produk atau jasa tertentu
dipasar dapat diterima pasar secara memuaskan. Dengan
mengenal perilaku konsumen, para pelaku bisnis dapat
mengembangkan bisnisnya sesuai dengan ilmu pemasaran
modern yang berorientasi pada kebutuhan konsumen.
Dalam modul ini dibahas proses pengambilan keputusan
konsumen

dalam

memilih,


membeli,

menggunakan

dan

mengevaluasi barang dan jasa. Modul ini juga menjelaskan
berbagai

konsep

penerapannya

atau

dalam

riset
bidang


perilaku

konsumen

pemasaran

serta

serta
juga

memberikan banyak contoh dan ilustrasi dengan kasus-kasus
komunikasi pemasaran suatu perusahaan.

SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT

bisnis dapat memahami perilaku konsumen secara tepat

Perilaku Konsumen


B.

Brawijaya University

2016

KEGIATAN BELAJAR
 Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami
bagaimana riset dalam perilaku konsumen dimanfaatkan oleh para produsen
atau pemasar untuk meningkatkan kinerja bisnisnya, menyusun strategi
pemasaran, dan dapat mengidentifikasi dan menganalisis perilaku konsumen
dan perubahan-perubahan perilaku tersebut dalam mengembangkan produk
dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen

 Uraian Materi Pembelajaran
1.

RISET MODEL PROSES KEPUTUSAN PEMBELIAN
Keputusan konsumen untuk membeli atau memakai suatu produk tidak muncul


begitu saja, melainkan melalui proseS keputusan yang mempengaruhi keputusan
pembelian. Berdasarkan Engel, et al.

(2006)

terdapat

lima tahapan

proses

pengambilan keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen, yaitu pengenalan
kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan hasil.
Pada Gambar 1 disajikan tahapan-tahapan keputusan pembelian secara sederhana.
Identifikasi Masalah

Pencarian Informasi

Evaluasi Alternatif


Pembelian Rutin atau
Kebiasaan
(Kesetiaan Merek)

Pembelian

Evaluasi Pascabeli
Gambar 1. Proses Keputusan Pembelian Konsumen (Sumber: Boyd et al, 2000)

1.1. Pengenalan Kebutuhan
Timbulnya kebutuhan merupakan proses pertama timbulnya permintaan, karena
adanya keinginan dan kebutuhan konsumen yang belum terpenuhi atau terpuaskan.
Menurut Engel et al (2006) pengenalan kebutuhan sebagai tahap awal pengambilan
keputusan dipengaruhi oleh tiga faktor penentu yaitu informasi yang disimpan dalam
ingatan, perbedaan individual dan pengaruh lingkungan. Pengenalan kebutuhan
Page 2 of 25

Perilaku Konsumen


Brawijaya University

2016

didefiniskan sebagai persepsi atas perbedaan antara keadaan yang diinginkan dengan
situasi aktual yang
keputusan.

Adanya

memadai untuk
kebutuhan

membangkitkan dan

disebabkan

karena

mengaktifkan


konsumen

proses

merasakan

ketidaksesuaian antara keadaan yang dihadapi konsumen sekarang dengan keadaan
yang diinginkan konsumen.

1.2. Pencarian Informasi
Pencarian informasi merupakan tahap kedua dari proses pengambilan keputusan.
Konsumen yang telah mengetahui kebutuhannya akan mencari informasi untuk
memenuhi kebutuhan tersebut. Pencarian informasi adalah kegiatan yang termotivasi
dari pengetahuan yang tersimpan dalam ingatan (pencarian internal) dan pengumpulan
informasi dari lingkungan (pencarian eksternal) (Engel et al. 2006).
Pencarian

yang


bersifat

internal

lebih

dahulu

terjadi

sesudah

pengenalan

kebutuhan, apabila pencarian internal telah memberikan cukup informasi maka
pencarian eksternal tidak dibutuhkan. Pencarian eksternal lebih bersifat informasi
tambahn dari lingkungan, yaitu ketika pencarian internal tidak mencukupi makan
konsumen akan memutuskan melakukan pencarian eksternal.

1.3. Evaluasi Alternatif

Evaluasi alternatif adalah proses dimana suatu alternatif pilihan dievaluasi dan
dipilih untuk memenuhi kebutuhan konsumen (Engel, et al. 2006). Empat komponen
dasar proses evaluasi alternatif yaitu menentukan kriteria evaluasi yang akan
digunakan,

memutuskan

alternatif

pilihan,

menilai

kinerja

alternatif

yang

dipertimbangkan dan menerapkan kaidah keputusan untuk membuat pilihan akhir.

1.4. Keputusan Pembelian
Keputusan pembelian merupakan tahap terakhir dari serangkaian proses keputusan
pembelian. Keputusan pembelian dilakukan setelah konsumen memilih alternatif
pilihan. Pada tahap keputusan pembelian, konsumen harus mengambil tiga keputusan
yaitu kapan membeli, dimana membeli dan bagaimana membayar.
Niat pembelian konsumen digolongkan menjadi dua kategori, yaitu (1) baik produk
maupun merek, (2) kelas produk saja. Niat pembelian pada kategori produk maupun
merek disebut sebagai pembelian yang terencana sepenuhnya, dimana pembelian
merupakan hasil dari keterlibatan tinggi. Konsumen bersedia waktu, tenaga dan materi
dalam membeli barang tersebut. Niat pembelian yang hanya melihat kelas produk saja
disebut juga dengan pembelian terencana jika pilihan merek dibuat di tempat
pembelian.

Page 3 of 25

Perilaku Konsumen

Brawijaya University

2016

1.5. Hasil atau Perilaku Pasca Pembelian
Setelah pembelian terjadi konsumen akan mengevaluasi hasil pembelian yang telah
dilakukannya. Konsumen mengevaluasi apakah alternatif yang dipilih memenuhi
kebutuhan dan harapan segera sesudah digunakan. Hasil evaluasi setelah terjadi
pembelian dapat berupa kepuasan atau ketidakpuasan. Jika mereka puas maka
kenyakinan dan sikap yang terbentuk akan berpengaruh positif terhadap pembelian
selanjutnya.

Kepuasan

berfungsi

mengukuhkan

loyalitas

pembeli,

sementara

ketidakpuasan dapat menyebabkan keluhan, komunikasi lisan yang negatif.

2. Riset Model Tiga Komponen (Tricomponent Model)
Disiplin perilaku konsumen telah memberikan kerangka pemikiran bagaimana
memahami proses pengambilan keputusan konsumen. Peter dan Olson (2010)
mengemukakan Model Analisis Konsumen (A Framework for Consumer Analysis) yang
disebutnya sebagai Tiga Unsur Analisis Konsumen (Three Element of Consumer
Analysis). Ketiga unsur tersebut adalah: consumer affect dan cognition, consumer
behavior, dan consumer environment. Model ini mengungkapkan bagaimana hubungan
masing-masing ketiga unsur tersebut. Pemahaman masing-masing unsur adalah sangat
penting agar dapat memahami konsumen dengan baik dan membantu menyusun
strategi untuk mempengaruhi konsumen.
Peter dan Olson (2010) mengemukakan bahwa afektif dan kognitif dari konsumen
adalah respons mental konsumen terhadap lingkungan. Afektif adalah perasaan
konsumen terhadap suatu objek, misalnya apakah ia menyukai atau tidak menyukai
suatu produk makanan. Kognitif adalah pikiran konsumen, kepercayaan mereka
tentang suatu produk makanan. Kognitif juga meliputi suatu pengetahuan yang dimiliki
tentang suatu produk dan disimpannya di dalam memori. Beberapa unsur dari afektif
dan kognitif yang dibahas oleh Peter dan Olson (2010) adalah pengetahuan dan
keterlibatan konsumen terhadap produk, perhatian dan pemahaman konsumen serta
sikap dan intensi (attitudes dan inetntion).
Menurut Threecomponent Attitude Model (Schiffman dan Kanuk, 2010; dan Engel,
Blackwell, dan Miniard, 1995), sikap terdiri atas tiga komponen: kognitif, afektif, dan
konatif. Kognitif adalah pengetahuan dan persepsi konsumen, yang diperoleh melalui
pengalaman

dengan

suatu

objek-sikap

dan

informasi

dari

beberapa

sumber.

Pegetahuan dan persepsi ini biasanya berbentuk kepercayaan (belief), yaitu konsumen
mempercayai bahwa produk memiliki sejumlah atribut. Kognitif sering juga disebut
sebagai pengetahuan dan kepercayaan konsumen. Afektif menggambarkan emosi dan
Page 4 of 25

Perilaku Konsumen

Brawijaya University

2016

perasaan konsumen, Schiffman dan Kanuk (2010) menyebutnya sebagai “as primarily
evaluative in nature”, yaitu menunjukkan penilaian langsung dan umum terhadap suatu
produk, apakah produk itu disukai atau tidak disukai; atau apakah produk itu baik atau
buruk. Konatif menunjukkan tindakan seseorang atau kecenderungan perilaku terhadap
suatu objek (Engel, Blackwell, dan Miniard, 1995), konatif berkaitan dengan tindakan
atau perilaku yang akan dilakukan oleh seorang konsumen (likelihood ot tendency) dan
sering juga disebut sebagai intention.
Solomon (2009) menyebut tricomponent model sebagai Model Sikap ABC. A
menyatakan sikap (Affect), B adalah perilaku (Behavior), C adalah kepercayaan
(Cognitive). Sikap menyatakan perasaan seseorang terhadap suatu objek sikap.
Perilaku adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu, sedangkan
kognitif adalah kepercayaan seseorang terhadap objek sikap. Model ABC menganggap
bahwa afektif, kognitif, dan perilaku adalah berhubungan satu sama lain. Jadi, sikap
seseorang terhadap suatu produk komputer tidak hanya digambarkan

dengan

pengetahuannya terhadap atribut produk komputer (kognitif), juga digambarkan
dengan perasaannya (apakah ia menyukai produk tersebut) dan kecenderungannya
(apakah ia akan membeli komputer tersebut).
a. Komponen Kognitif
Komponen kognitif dari sikap mengambarkan pengetahuan dan persepi terhadap
suatu objek sikap. Pengetahuan dan persepsi tersebut diperoleh dari pengalaman
langsung dari objek sikap tersebut dan informasi dari berbagai sumber lainnya.
Pengetahuan dan persepsi tersebut biasanya berbentuk kepercayaan (belief), artinya
bahwa konsumen mempercayai bahwa suatu objek sikap memiliki beberapa atribut dan
perilaku yang spesifik akan mengarahkan kepada hasil yang spesifik, Tabel 1 berikut
memberikan ilustrasi bagaimana kepercayaan seseorang terhadap sedan Soluna dan
Starlet.
b. Komponen Afektif
Afektif menggambarkan perasaan dan emosi seseorang terhadap suatu produk atau
merek. Perasaan dan emosi tersebut merupakan evaluasi menyeluruh terhadap objek
sikap (produk atau merek). Afektif mengungkapkan penilaian konsumen terhadap suatu
produk apakah baik atau buruk, “disukai” atau “tidak disukai”. Perasaan dan emosi
seseorang tersebut terutama ditunjukkan kepada produk secara keseluruhan, bukan
perasaan dan emosi terhadap atribut-atribut yang dimilik oleh produk. Perasaan dan
emosi digambarkan dengan ungkapan dua kata sifat yang berbeda untuk mengevaluasi
suatu produk. Contoh pengukuran komponen afektif dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 5 of 25

Perilaku Konsumen

Brawijaya University

2016

c. Komponen Konatif
Konatif adalah komponen ketiga dari sikap yang mengambarkan kecenderungan
dari seseorang untuk melakukan tindakan tertentu yang berkaitan dengan objek sikap
(produk atau merek tertentu). Konatif juga bisa meliputi perilaku yang sesungguhnya
terjadi. Komponen konatif dalam riset konsumen biasanya mengungkapkan keinginan
membeli dari seorang konsumen (intention to buy). Tabel 3 mengambarkan instrumen
untuk mengukur keinginan untuk membeli.
Tabel 1. Kepercayaan terhadap Suatu Produk, Merek, dan Model Sedan
Produk

Sedan

Brand

Toyota Soluna

Atribut

Tinggi

Luas Bagasi

Tinggi

Luas Bagasi

Lebih luas

Lebih rendah

Lebih

dari

dari

sempit

permukaan

permukaan

jalan

jalan

Kepercayaan Lebih tinggi

Evaluasi

Toyota Starlet

++

++

+

+

Tabel 2. Contoh instrumen untuk Mengukur Sikap Konsumen terhadap TV
Bagaimana penilaian anda terhadap TV Sony
Menyenangkan

5

4

3

2

1

Buruk

Lebih luas

5

4

3

2

1

Kecil

Mewah

5

4

3

2

1

Sederhana

Canggih

5

4

3

2

1

Kuno

Tabel 3. Contoh Instrumen Pengukuran Konatif
Pilihlah Salah Satu Jawaban yang Dianggap Tepat
Apakah Anda akan membeli TV Sony?
 Saya pasti akan membelinya
 Saya mungkin akan membelinya
 Saya tidak yakin apakah akan membelinya
 Saya mungkin tidak akan membelinya
 Saya pasti tidak akan membelinya
Bagaimana kemungkinan Anda membeli TV Sony tiga bulan
kedepan?
 Sangat mungkin
Page 6 of 25

Perilaku Konsumen

Brawijaya University

2016

 Mungkin
 Tidak mungkin
 Sangat tidak mungkin

3.

Riset Model Sikap Multi-atribut Fishbein
Teori-teori sikap mengemukakan bahwa sikap konsumen terhadap suatu produk

akan mempengaruhi perilaku atau tindakan konsumen terhadap produk tersebut. Para
pemasar berkepentingan untuk mengetahui sikap konsumen terhadap produk yang
dipasarkannya, dan kemudian merumuskan strategi untuk mempengaruhi sikap
konsumen tersebut. Riset pasar atau riset konsumen merupakan salah satu kegiatan
penting untuk mengetahui sikap konsumen terhadap suatu produk.
Pengukuran sikap yang paling populer digunakan oleh para peneliti konsumen
adalah Model Multiatribut Sikap dari Fishbein yang terdiri atas tiga model: The Attitude
Toward Object Model, The Attitude Toward Behavior Model, dan The Theory of
Reasoned Action Model. Model Sikap Multiatribut menjelaskan bahwa sikap konsumen
terhadap suatu objek sikap (produk atau merek) sangat ditentukan oleh sikap
konsumen terhadap atribut-atribut yang dievaluasi. Model tersebut disebut dengan
multiatribut karena evaluasi konsumen terhadap objek berdasarkan kepada evaluasinya
terhadap banyak atribut yang dimiliki oleh objek tersebut.
Model The Attitude Toward Object Model digunakan untuk mengukur sikap
konsumen terhadap sebuah produk (pelayanan/jasa) atau berbagai merek produk.
Model ini secara singkat menyatakan bahwa sikap seorang konsumen terhadap suatu
objek akan ditentukan oleh sikapnya terhadap beberapa atribut yang dimiliki oleh objek
tersebut. Model multiatribut menekankan adanya salience of attributes. Salience artinya
tingkat kepentingan yang diberikan konsumen kepada sebuah atribut. Model tersebut
mengambarkan bahwa sikap konsumen terhadap suatu produk atau merek sebuah
produk tertentu oleh dua hal, yaitu (1) kepercayaan terhadap atribut yang dimiliki
produk atau merek (komponen bi) dan (2) evaluasi pentinganya atribut dari produk
tersebut (komponen ei). Model ini digambarkan dengan formula berikut:

Ao

= Sikap terhadap suatu objek

bi

= Kekuatan kepercayaan bahwa objek tersebut memiliki atribu I
Page 7 of 25

Perilaku Konsumen

Brawijaya University

ei

= Evaluasi terhadap atribut I

n

= Jumlah atribut yang dimiliki objek.

2016

Model ini secara singkat menyatakan bahwa sikap seorang konsumen terhadap
suatu objek akan ditentukan oleh sikapnya terhadap berbagai atribut yang dimiliki oleh
suatu objek tersebut. Model ini biasanya digunakan untuk mengukur sikap konsumen
terhadap berbagai merek dari suatu produk. Komponen ei mengukur evaluasi
kepentingan atribut-atribut yang dimiliki oleh objek tersebut. Konsumen belum
memperhatikan merek dari suatu produk ketika mengevaluasi tingkat kepentingan
atribut tersebut. Sedangkan bi mengukur kepercayaan konsumen terhadap atribut yang
dimiliki oleh masing-masing merek. Konsumen harus memperhatikan merek dari suatu
produk ketika mengevaluasi atribut yang dimiliki oleh masing-masing merek tersebut.
Model Fishbein mengemukakan tiga konsep utama.
Atribut (Salient Belief)
Atribut adalah karakteristik dari objek sikap (Ao). Salient belief adalah
kepercayaan konsumen bawah produk memiliki berbagai atribut, sering disebut sebagai
attribute-object beliefs. Para peneliti sikap harus mengidentifikai berbagai atribut yang
Akan dipertimbangkan konsumen ketika mengevaluasi suatu objek sikap (Ao, suatu
produk). Misalnya, mobil akan memiliki atribut model, merek, kelas (jumlah cc), dan
transmisi (manual atau otomatis).
Kepercayaan (Belief)
Kepercayaan adalah kekuatan kepercayaan bahwa suatu produk memiliki atribut
tertentu. Konsumen akan mengungkapkan kepercayaan terhadap berbagai atribut yang
dimiliki oleh suatu merek dan produk yang dievaluasinya, langkah ini digambarkan oleh
bi, yang mengukur kepercayaan konsumen terhadap atribut yang dimiliki oleh masingmasing merek. Konsumen harus memperhatikan merek dari suatu produk ketika
mengevaluasi atribut yang dimiliki oleh masing-masing merek tersebut. Kepercayaan
tersebut sering disebut sebagai object-attribute linkages, yaitu kepercayaan konsumen
tentang kemungkinan adanya hubungan antara sebuah objek dengan atributnya yang
relavan. Misalnya, mengambarkan apakah seorang konsumen mempercayai bahwa
sedan Toyota Soluna memiliki sistem bahan balar yang lebih efisien.
Menurut Mowen dan Minor (1998) serta Peter dan Olson (2010), object-attribute
linkages biasaya diukur dengan pertanyaan berikut: ‘How likely is it that object x
posseses attribute y?’. Pengukuran biasaya menggunakan skala angka positif satu
sampai positif sepuluh mulai dari

extremly unlikely (1) sampai extremly likely (10).
Page 8 of 25

Perilaku Konsumen

Brawijaya University

2016

Metode pengukuran kedua dikemukakan Engel, Blackwell, dan Miniard (1995) serta
Loudon dan Della Bitta (1993) yang menyatakan bahwa kekuatan kepercayaan diukur
dengan skala bipolar yang menggunakan 7 angka skala yang mengambarkan perceived
likelihood mulai ‘very likely (+3)’ sampai ‘very unlikely (-3)’. Mereka menggunakan
angka -3 sampai +3.
Evaluasi Atribut
Evaluasi adalah evaluasi baik atau buruknya suatu atribut (evaluation of the
goodness or the badness of attribute I atau importance weigh), yaitu menggambarkan
pentingnya suatu atribut bagi konsumen. Konsumen akan mengidentifikasi atributatribut atau karakteristik yang dimiliki oleh objek yang akan dievaluasi. Konsumen akan
menganggap atribut produk memiliki tingkat kepentingan yang berbeda. Kemudian,
konsumen akan mengevaluasi kepentingan atribut tersebut. Komponen ei mengukur
evaluasi kepentingan atribut-atribut yang dimiliki oleh objek tersebut. Konsumen belum
memperhatikan merek dari suatu produk ketika mengevaluasi tingkat kepentingan
atribut tersebut. ei mengukur seberapa senang persepsi konsumen terhadap atribut
dan suatu produk/merek. Evaluasi suatu atribut dan produk/merek diukur dengan skala
ganjil bipolar dan mulai “very bad (-3)” sampai “very good (+3), seperti yang
dikemukakan oleh (Engel, Blackwell, dan Miniard, 1995; Peter dan Olson, 2010; Mowen
dan Minor (1998), dan Loudon dan Della Bitta (1993).

4. Riset Model Sikap Angka Ideal (The Ideal-Point
Model)
Model sikap lainnya yang sering digunakan untuk menganalisis sikap konsumen
terhadap suatu produk adalah Model Sikap Angka Ideal (The Ideal-Point Model). Engel,
Blackwell, dan Miniard (1995) mengemukakan bahwa model angka ideal ini akan
memberikan informasi mengenai sikap konsumen terhadap merek suatu produk dan
sekaligus memberikan informasi mengenai merek ideal yang dirasakan oleh konsumen.
Perbedaan utama model Fishbein dan Ideal adalah terletak pada pengukuran sikap
idelal menurut konsumen. Fishbein tidak mengukur sikap ideal menurut konsumen.
Model Angka Ideal digambarkan sebagai berikut.

Ab

= Sikap terhadap suatu merek

Wi

= Tingakt kepentingan atribu ke I
Page 9 of 25

Perilaku Konsumen

Brawijaya University

Ii

= Performasi ideal atribut ke I

Xi

= Kepercayaan terhadap atribut ke I dari suatu merek

N

= Jumlah atribut yang dievaluasi oleh konsumen

2016

Pada prinsipnya, model angka ideal ini memberikan informasi mengenai evaluasi
konsumen terhadap apa yang dirasakan (yang sesungguhnya) oleh konsumen dan apa
yang diinginkan (yang ideal) oleh konsumen. Model ini mengukur gap

(perbedaan)

antara apa yang ideal dengan apa yang sesungguhnya dirasakan oleh konsumen.
Ab adalah sikap keseluruhkan konsumen terhadap suatu merek, yang akan
digambar oleh angka dari nol sampai jumlah tertentu. Semakin kecil skor Ab
(mendekati nol), artinya perbedaan antara apa yang diharapkan (yang ideal) dengan
yang sesungguhnya semakin dekat. Dengan kata lain, merek tersebut semakin disukai
oleh konsumen. Sebalinya, jika skor Ab semakin besar, artinya masih ada gap yang
lebar antara apa yang diinginkan dengan apa yang dirasakan oleh konsumen.
Wi mengambarkan evaluasi terhadap kepentingan suatu atribut. Konsumen
diminta untuk menyatakan pilihan dalam skala yang mengambarkan sama sekali tidak
penting 91) sampai kategori sangat penting (5). Misalnya, konsumen diminta untuk
memberikan penilaian atribut rasa manis, jika membeli minuman ringan dengan
pertanyaan berikut.
Rasa Manis
Tidak Penting

1

2

3

4

5

Penting

Ii menyatakan keinginan performasi ideal dari atribut yang dievaluasinya.
Konsumen memberikan pilihan dalam 5 skala yang menyatakan kategori sifat atribut
yang paling tidak diinginkan (1) sampai kepada sifat atribut yang paling diinginkan atau
yang ideal (5). Misalnya, konsumen menilai rasa manis yang paling ideal dari minuman
ringan, dengan pertanyaan berikut.
Rasa Manis
Sangat Asam

1

2

3

4

5

Sangat Manis

Langkah ketiga adalah mengukur komponen Xi, yaitu memberikan penilaian
aktual suatu atribut produk/merek seperti yang dirasakan konsumen. Misalnya,
konsumen menilai rasa manis dari minuman ringan Fanta.

Page 10 of 25

Perilaku Konsumen

Brawijaya University

2016

Rasa Manis
Sangat Asam

1

2

3

4

5

Sangat Manis

Untuk lebih memahami bagaimana model sikap angka ideal digunakan dalam
menganalisis sikap konsumen.

5. Riset Kepuasan Konsumen
Secara garis besar, riset-riset kepuasan konsumen didasarkan pada tiga teori yaitu
Contrast Theory, Assimilation Theory, dan Assimilation-Contrast Theory. Contrast
Thoery mengasumsikan bahwa konsumen akan membandingkan kinerja produk aktual
dengan ekspektasi sebelum pembelian. Apabila kinerja aktual lebih besar atau sama
dengan ekspektasi maka konsumen akan puas dan begitu juga sebalinya, apabila
kinerja aktual lebih kecil dengan ekspektasi maka konsumen merasa tidak puas.
Assimilation Theory menyatakan bahwa evaluasi purnabeli merupakan fungsi positif
dari ekpektasi konsumen sebelum membeli. Konsumen secara persepsi cenderung
mendistorasi perbedaan antara ekspektasi dan kinerjanya ke arah ekpestasi awal
karena proses diskonfirmasi secara psikologis tidak nyaman dilakukan. Arti lainnya
adalah penyimpaangan dari ekpektasi cenderung akan diterima oleh konsumen yang
bersangkutan.
Assimilation-Contrast Theory berpagang pada terjadinya efek asimilasi atau efek
kontras merupakan fungsi dari tingkat kesenjangan antara kinerja yang diharapkan
dengan kinerja aktual. Apabila kesenjangan besar, konsumen akan memperbesar gap
tersebut sehingga produk dipersepsikan jauh lebih bagus atau lebih buruk dibanding
dengan kenyataannya (Contrast Theory). Namun jika kesenjangannya tidak terlalu
besar, asimilasi teori yang berlaku.

5.1. Teori Kepuasan (The Expectacy
Disconfirmation Model)
Teori yang menjelaskan bagaimana kepuasan dan ketidakpuasan konsumen
terbentuk adalah The Expectacy Disconfirmation Model, yang mengemukakan bahwa
kepuasan dan ketidakpuasan konsumen merupakan dampak dari perbandingan antara
harapan

konsumen

sebelum

pembelian

dengan

yang

sesungguhnya

diperoleh

konsumen dari produk yang dibeli tersebut. Ketika konsumen membeli suatu produk,
maka ia memiliki harapan tentang bagaimana produk tersebut berfungsi (product
performance). Produk akan difungsikan sebagai berikut.
a.

Produk berfungsi lebih baik dari yang diharapkan, inilah yang dsebut sebagai
diskonfirmasi positif (positive disconfirmation). Jika ini terjadi, maka konsumen
Page 11 of 25

Perilaku Konsumen

Brawijaya University

2016

akan merasa puas.
b.

Produk berfungsi seperti yang diharapkan, inilah yang disebut sebagai konfirmasi
sederhana (simple confirmation). Produk tersebut tidak memberikan rasa puas, dan
produk tersebut pun tidak mengecewakan konsumen. Konsumen akan memiliki
perasaan netral.

c.

Produk berfungsi lebih buruk dari yang diharapkan, inilah yang disebut dengan
diskonfirmasi negatif (negative disconfirmation). Produk yang berfungsi buruk,
tidak sesuai dengan harapan konsumen akan menyebabkan kekecewaan, sehingga
konsumen merasa tidak puas. The Expectacy Disconfirmation Model diperlihatkan
oleh Gambar 2.
Pengalaman Produk dan
Merek Sebelumnya

Harapan Mengenai Merek
Seharusnya Berfungsi

Evaluasi Mengenai Fungsi
Merek yang Sesungguhnya

Evaluasi Gap Antara
Harapan dan yang
Sesungguhnya

Ketidakpuasan Emosional:
Merek Tidak Memenuhi
Harapan

Kepuasan Emosional:
Fungsi Merek Melebihi
Harapan

Konfirmasi Harapan:
Fungsi Merek Tidak
Berbeda dengan Harapan

Gambar 2. Model Model Diskonfirmasi Harapan dari Kepuasan dan Ketidakpuasan

Konsumen akan memiliki harapan mengenai bagaiman produk tersebut seharusnya
berfungsi (performance expectation), harapan tersebut adalah standar kualitas yang
akan dibandingkan dengan fungsi atau kualitas produk sesungguhnya dirasakan
konsumen. Fungsi produk sesungguhnya dirasakan konsumen (actual erformance)
sebenarnya adalah persepsi konsumen terhadap kualitas produk tersebut. Di dalam
mengevaluasi kualitas suatu produk dan jasa, konsumen akan menilai berbagai atribut
seperti yang dijelaskan oleh Tabel 4.

Page 12 of 25

Perilaku Konsumen

Brawijaya University

2016

Tabel 4. Dimensi Kualitas Pelayanan dan Produk
A. Dimensi Kualitas Pelayanan
1. Sarana Fisik (Tangibles)
2. Keandalan (Reliability)
3. Responsif (Responsiveness)
4. Menyakinkan (Assurance)
5. Menaruh Perhatian (Emphaty)
B. Dimensi Kualitas Produk
1. Fungsi (Performance)
2. Fitur (Features)
3. Keandalan (Reliability)
4. Usia Produk (Durability)
5. Pelayanan (Serviceability)
6. Estetika (Aesthestics)
7. Persepsi Kualitas (Perceived Quality)

Kualitas produk dan jasa didefinisikan sebagai keseluruhan gabungan karakteristik
produk dan jasa yang dihasilkan dari pemasaran, rekayasa, produksi dan pemeliharaan
yang membuat produk dan jasa tersebut dapat digunakan memenuhi harapan
konsumen (Wijaya, 2011). Bagi konsumen, kualitas mempunyai beberapa dimensi.
Menurut Garvin (dalam Kadir, 2001) faktor yang digunakan untuk mengevaluasi
kepuasan terhadap suatu produk anatar lain sebagai berikut.
Dimensi Kualitas Pelayanan
1. Keandalan

(reliability)

yaitu

kemampuan

untuk

melakukan

pelyanan

yang

dijanjikan secara andal dan akurat.
2. Responsif (responsiveness) yaitu keinginan untuk membantu dan memberikan
pelayanan yang cepat kepada pelanggan.
3. Menyakinkan (assurance) yaitu pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat
dapat dipercaya yang dimiliki oleh karyawan.
4. Menaruh Perhatian (emphaty) yaitu perhatian, pelayanan pribadi yang diberikan
kepada pelanggan.
5. Sarana Fisik (tangibles) yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, personalia, dan
bahan tertulis.

Page 13 of 25

Perilaku Konsumen

Brawijaya University

2016

Dimensi Kualitas Produk
1.

Kinerja (performance) yaitu karakteristik operasi pokok dari produk inti (core
product) yang dibeli.

2.

Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features) yaitu karakteristik sekunder atau
pelengkap.

3.

Kehandalan (reliability) yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kegagalan atau
kerusakan dalam penggunaannya.

4.

Kesesuain dengan spesifikasi (conformance to specification) yaitu sejauh mana
karakteristik desain operasi memenuhi standar yang telah ditetapkan sebelumnya.

5.

Daya tahan (durability) yaitu berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat
digunakan.

6.

Pelayanan (serviceability) yaitu meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, dan
kemudahan penggunaan, serta penanganan keluhan yang memuaskan.

7.

Estetika (aesthetic) yaitu daya tarik produk oleh pancaindra.

8.

Kualitas penerimaan (perceived quality) yaitu citra dan reputasi produk serta
tanggung jawab perusahaan terhadapnya.

5.2. Pengukuran Kepuasan Konsumen
Pengukuran kepuasan konsumen pada akhirnya menjadi suatu kebutuhan dalam
perusahaan karena tujuan didirikannya suatu perusahaan adalah untuk memberikan
yang terbaik untuk konsumen. Kotler (2004) dalam Tjiptono (2005) selanjutnya
mengidentifikasi empat metode untuk mengukur kepuasan konsumen yaitu sistem
keluhan, ghost shopping, lost customer analysis dan survei kepuasan konsumen.
a. Sitem Keluhan dan Saran
Sistem organisasi yang berorientasi pada konsumen (customer oriented) perlu
menyediakan kesempatan dan akses yang mudah dan nyaman bagi para konsumen
guna menyampaikan saran, kritik, pendapat dan keluhan mereka.
b. Ghost Shopping
Salah satu cara memperoleh gambaran mengenai kepuasan konsumen adalah
mempekerjakan beberapa orang ghost shopper untuk berperan atau berpura-pura
sebagai pelanggan potensial produk perusahaan dan pesaing
c. Lost Customer Analysis
Sedapat mungkin perusahaan menghubungi para konsumen yang telah berhenti
membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal ini
terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan guna perbaikan atau penyempurnaan
selanjutnya.
Page 14 of 25

Perilaku Konsumen

Brawijaya University

2016

d. Survei Kepuasan Konsumen
Sebagian besar riset kepuasan konsumen dilakukan dengan menggunakan metode
Survei Kepuasan Konsumen. Baik survei melalui pos, telpon, e-mail, websites, maupun
wawancara langsung. Melalui survei, perusahaan akan mempeoleh tanggapan dan
balikan secara langsung dari pelanggan dan juga memberikan kesan positif bahwa
perusahaan perhatian terhadap para konsumennya. Pengukuran kepuasan konsumen
melalui metode ini dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti berikut :
a. Dirrected Reported Satisfaction
Pengukuran dilakukan menggunakan hal-hal spesifik yang menanyakan langsung
tingkat kepuasan yang dirasakan oleh konsumen.
Contoh:
“Seberapa puas atau tidak puas Anda terhadap maskapai penerbangan XYZ?”
“Seberapa besar maskapai penerbangan XYZ memenuhi ekspektasi Anda?”
b. Derived Satisfaction
Dalam metode ini, akan ada dua pertanyaan yang diajukan, yaitu (1) Tingkat
harapan atau ekspektasi konsumen pada atribut-atribut yang relavan, dan (2)
Persepsi konsumen terhadap kinerja aktual produk atau pelayanan jasa.
Selanjutnya teknik yang digunakan untuk menganalisis adalah ImportancePerformance Analysis. Berikut contoh kuisoner pengukuran Derived Satisfaction
pada Tabel 5.
Tabel 5. Alternatif Pengukuran Derived Satisfaction
No Operasionalisasi Kepuasan Konsumen
1

Kepuasan Pelanggan = Perceived Performance

2

Kepuasan Pelanggan = Ideal - Perceived Performance

3

Kepuasan Pelanggan = Tingkat Kepentingan x Perceived Performance

4

Kepuasan Pelanggan = Tingkat Kepentingan x (Ideal - Perceived Performance)

5

Kepuasan Pelanggan = Tingkat Kepentingan

6

Kepuasan Pelanggan = Tingkat Kepentingan x (Ekspektasi - Perceived
Performance)

7

Kepuasan Pelanggan = Ekspektasi - Perceived Performance

5.3. Importance-Performance Analysis
Teknik ini pertama kali dikemukakan oleh Martila & James (1977) dalam artikel
mereka

“Importance-Performance

Analysis”

yang

dipublikasikan

di

Journal

of

Marketing. Pada teknik ini, konsumen diminta untuk menilai tingat kepentingan
berbagai atribut yang relavan dan tingkat kinerja perusahaan (perceived performance)
Page 15 of 25

Perilaku Konsumen

Brawijaya University

2016

pada masing-masing atribut tersebut. Kemudian nilai rata-rata tingkat kepentingan
atribut dan kinerja perusahaan akan dianalisis dengan Importance-Performance Matrix.

Gambar 3. Matriks Importance-Performance

Matriks ini sangat bermanfaat sebagai pedoman dalam mengaplikasikan sumber
daya organisasi yang terbatas pada bidang-bidang spesifik, dimana perbaikan kinerja
bisa berdampak besar pada kepuasan total konsumen. Selain itu, matriks ini juga
menunjukkan bidang atau atribut tertentu yang perlu dipertahankan dan aspek-aspek
yang perlu dikurangi prioritasnya. Kendati demikian, batas antara tingkat kepentingan
tinggi dan tingkat kepentingan rendah serta tingkat kinerja tinggi dan tingkat kinerja
rendah relative arbitary, tergantung konteks riset bersangkutan. Matriks ImportancePerformance bisa dilihat pada Gambar 2.
Masing-masing wilayah memiliki ketentuan tertentu untuk setiap atribut agar dapat
masuk kategori salah satu dari keempat kuadran dalam diagram kartesius. Adapun
ketentuannya adalah sebagai berikut:
A. Kuadran I : Prioritas Utama (Concentrate Here)
Pada kuadran ini terdapat faktor-faktor yang dianggap penting dan atau diharapkan
konsumen akan tetapi kinerja perusahaan dinilai belum memuaskan sehingga pihak
perusahaan

perlu

berkonsentrasi

untuk

mengalokasikan

sumber

dayanya

guna

meningkatkan performa yang masuk pada kuadran ini.
B. Kuadran II : Pertahankan Prestasi (Keep Up The Good Work)
Pada kuadran ini terdapat faktor-faktor yang dianggap penting dan diharapkan
sebagai faktor penunjang kepuasan konsumen sehingga perusahaan wajib untuk
mempertahankan prestasi kinerja tersebut.
Page 16 of 25

Perilaku Konsumen

Brawijaya University

2016

C. Kuadran III : Prioritas Rendah (Low Priority)
Pada kuadran ini terdapat faktor-faktor yang dianggap mempunyai tingkat persepsi
atau kinerja aktual yang rendah dan tidak terlalu penting dan atau tidak terlalu
diharapkan oleh konsumen sehingga perusahaan tidak perlu memprioritaskan atau
memberikan perhatian lebih pada faktor-faktor tersebut.
D. Kuadran IV : Berlebihan (Possibly Overkill)
Pada kuadran ini terdapat faktor-faktor yang dianggap tidak terlalu penting dan
tidak

terlalu

diharapkan

oleh

pelanggan

sehingga

perusahaan

lebih

baik

mengalokasikan sumber daya yang terkait pada faktor tersebut kepada faktor lain yang
lebih memiliki tingkat prioritas lebih tinggi.

5.4. Customer Satiisfaction Index (CSI)
Pengukuran terhadap indeks kepuasan konsumen digunakan untuk mengetahui
besarnya indeks kepuasan yang dihasilkan oleh suatu produk. Sesuai dengan pendapat
Riandina dan Suryana (2006), Customer Satisfaction Index (CSI) digunakan untuk
mengetahui tingkat kepuasan konsumen secara menyeluruh dengan melihat tingkat
kepentingan dari atribut-atribut produk/jasa.
1. Menghitung Weighting Factor (WF), yaitu mengubah nilai rata-rata kepentingan
menjadi angka presentase dari total rata-rata tingkat kepentingan seluruh atribut
yang diuji, sehingga didapatkan total WF sebesar 100%.
2. Menghitung Weighting Score (WS), yaitu menilai perkalian antara nilai rata-rata
tingkat kinerja (kepuasan) masing-masing atribut dengan WF masing-masing
atribut.
3. Menghitung Weighting Total (WT), yaitu menjumlah WS dari semua atribut.
4. Menghitung Satisfaction Index, yaitu WT dibagi skala maksimum yang digunakan,
kemudian dikali 100%.
Untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen dengan menggunakan CSI, maka
dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
Langkah pertama dalam melakukan perhitungan Customer Satisfaction Index
yaitu menentukan Mean Importance Score (MIS) dan Mean Satisfaction Score (MSS).
Nilai ini berasal dari rata-rata tingkat kepentingan dan kinerja tiap atribut, dengan
rumus:

Page 17 of 25

Perilaku Konsumen

Brawijaya University

2016

Keterangan:
n

= Jumlah responden

Xi

= Nilai kinerja atribut ke-i

Yi

= Nilai kepentingan atribut ke-i

i

= Atribut ke-i (1, 2, 3 ... i)
Langkah kedua yaitu menghitung Weigh Factor (WF). Bobot ini merupakan

persentase nilai MIS per atribut terhadap total MIS seluruh atribut.

Keterangan:
p

= Jumlah atribut kepentingan

i

= Atribut ke-i (1, 2, 3 ... i)
Selanjutnya menghitung Weight Score (WS). Bobot ini merupakan perkalian

antara Weigh Factor (WF) dengan rata-rata tingkat kepuasan (MSS).

Langkah terakhir yaitu menghitung Customer Satisfaction Index (CSI), dengan
rumus:

Keterangan:
HS

= Skala maksimal yang digunakan
Nilai yang diperoleh dari perhitungan CSI digunakan untuk mengetahui tingkat

kepuasan konsumen. Tingkat kepuasan responden secara menyeluruh dapat dilihat dari
kriteria kepuasan konsumen dalam tabel berikut:
Page 18 of 25

Perilaku Konsumen

Brawijaya University

2016

Tabel 6. Kriteria Kepuasan Konsumen
Nilai CSI

Kriteria CSI

0,81-1,00

Sangat Puas

0,66-0,80

Puas

0,51-0,65

Cukup Puas

0,35-0,50

Kurang Puas

0,00-0,34

Tidak Puas

Sumber: Amiliyah (2006) dalam Afifi (2007)

6. Riset Loyalitas Konsumen
Menurut Tjiptono (2002), terciptanya kepuasan dapat memberikan beberapa
manfaat diantaranya hubungan antara perusahaan dan konsumen menjadi harmonis,
memberi

dasar

bagi

pembelian

ulang,

menciptakan

loyalitas

konsumen,

serta

rekomendasi mulut ke mulut yang menguntungkan perusahaan. Menurut Kotler (2003)
hubungan antara kepuasan dan loyalitas adalah saat dimana konsumen mencapai
tingkat kepuasan tertinggi yang menimbulkan ikatan emosi kuat dan komitmen jangka
panjang dengan merek perusahaan. Produk dan layanan yang berkualitas berperan
penting dalam membentuk kepuasan konsumen selain juga erat kaitannya dalam
menciptakan keuntungan bagi perusahaan. Semakin berkualitas produk dan layanan
yang diberikan perusahaan kepada konsumennya, kepuasan yang dirasakan akan
semakin tinggi. Menciptakan dasar yang baik bagi permbelian ulang dan terciptanya
loyalitas konsumen serta membentuk rekomendasi dari mulut ke mulut akan dapat
menguntungkan sebuah perusahaan, menurut Kotler dan Amstrong (2002), kepuasan
adalah sejauh mana suatu tingkatan produk yang dipersepsikan sesuai dengan harapan
pembeli.

6.1. Loyalitas Merek
Konsumen yang merasa puas terhadap produk atau merek yang dikonsumsi atau
dipakai akan membeli ulang produk tersebut. Pembelian ulang yang terus menerus dari
produk dan merek yang sama akan menunjukkan loyalitas konsumen terhadap merek.
Inilah yang disebut sebagai loyalitas merek, suatu hal yang sangat diharapkan
produsen. Salah satu tujuan komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh produsen
adalah untuk mencapai loyalitas merek.
Page 19 of 25

Perilaku Konsumen

Brawijaya University

2016

Loyalitas merek (brand loyalty) diartikan sebagai sikap positif seorang konsumen
terhadap suatu merek, konsumen memiliki keinginan kuat untuk membeli ulang merek
yang sama saat sekarang maupun masa yang akan datang. Keinginan yang kuat
tersebut dibutikan dengan selalu membeli merek yang sama, loyalitas merek sangat
terkait dengan kepuasan konsumen, tingkat kepuasan konsumen akan mempengaruhi
derajat loyalitas merek seseorang. Semakin puas seorang konsumen terhadap suatu
merek, akan semakin loyal terhadap merek tersebut. Namun harus diingat, bahwa
loyalitas merek sering kali bukan disebabkan oleh kepuasan konsumen, tetapi karena
keterpaksaan dan ketiadaan pilihan. Contoh, banyak konsumen yang kecewa dengan
pelayanan PLN. Listrik sering mati tiba-tiba tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu,
pencatatan meter listrik keliru. Konsumen tetap berlanggan listrik PLN, bahkan tidak
ada seorangpun konsumen yan berpikir untuk menghentikan jadi pelanggan listrik.
Inilah contoh loyalitas merek yang disebabkan oleh bukan loyalitas.
Mowen dan Minor (1998) mengemukakan bahwa ada dua pendekatan untuk
memahami loyalitas merek, yaitu pendekatan perilaku (behavioral approaches to brand
loyalty) dan pendekatana sikap (attitudinal measures of brand loyalty). Pendekatan
perilaku melihat loyalitas merek berdasarkan kepeda pembelian merek. Metode proposi
pembelian (proportion-of-purchase method) sering digunakan untuk mengukur loyalitas
merek dalam penelitian konsumen. Metode ini menanyakan kepada konsumen
mengenai pembelian produk selama periode tertentu, misalnya enam bulan atau satu
tahun. Kemudian dicatat berapa kali suatu merek dibeli, loyalitas merek ditentukan
berdasarkan proporsi dari merek yang dibeli dibandingkan dengan jumlah pembelian.
Misalnya, jika selama periode tersebut lebih dari 50% pembelian adalah merek A, maka
konsumen dianggap loyal terhadap merek A tersebut. Loyalitas merek dibagi kedalam
beberapa kategori berikut:
1. Loyalitas tak terbagi (undivided loyalty)

:AAAAAAA

2. Kadang-kadang mengganti (occasional switch)

: AABAAACAADAA

3. Loyalitas mengganti (switch loyalty)

: AAAAAABBBBBA

4. Loyalitas terbagi (divided loyalty)

: AAAABBBAABBB

5. Merek tidak berbeda (brand indifference)

: ABCDACDBCABC

Pendekatan perilaku

tidak mengungkapkan alasan seorang konsumen loyal

terhadap suatu merek. Pembelian merek yang sama terus-menerus selama periode
tertentu tidak mengambarkan apakah loyalitas merek yang sesungguhnya atau hanya
pembelian ulang. Pembelian ulang hanya mengambarkan perilaku membeli yang
berulang terhadap suatu merek, tidak mencerminkan perasaan konsumen terhadap
merek

tersebut.

Untuk

mengatasi

kelemahan
Page 20 of 25

tesebut,

maka

dikembangkanlah

Perilaku Konsumen

Brawijaya University

2016

pendekatan loyalitas merek berdasarkan sikap konsumen dan perilakunya. Konsumen
yang loyal terhadap suatu merek adalah konsumen yang menyatakan sangat menyukai
merek tersebut dan kemudian membeli dan menggunakan merek tersebut. Loyalitas
merek akan menyebabkan munculmya komitmen merek, yaitu kedekatan emosional
dan psikologis dari seorang konsumen terhadap suatu produk.
Loyalitas merek sering kali terkait dengan produk-produk tertentu. Misalnya,
Samsung adalah merek dari beberapa alat elektronik. Konsumen mungkin loyal
terhadap Samsung untuk produk kategori radio dan televisi, tapi ia tidak loyal untuk
produk telpon genggam. Para produsen perlu mengetahui apakah konsumen loyal
terhadap merek dari produknya. Kalau tidak loyal, maka produsen harus merancang
stategi untuk menciptakan loyalitas merek.
Beberapa penelitian menganalisis loyalitas merek terhadap produk makanan.
Nurjannah (2000) mengukur loyalitas merek berdasarkan tindakan yang dilakukan oleh
konsumen ketika mendapatkan merek yang dicari tidak ada. Seorang konsumen
dikatakan memiliki loyalitas merek jika ia menunda pembelian atau mencari merek lain,
jika merek yang diinginkan tidak tersedia ditempat pembelian. Hasil penelitiannya
dikemukakan pada tabel berikut. Sebanyak 26% responden mengungkapkan membeli
merek lain jika merek yang ingin dibeli tidak ada. Kelompok responden tersebut
dianggap belum loyal, karena masih mau berpindah merek hanya karena alasan merek
yang biasa dikonsumsi tidak tersedia. Sebanyak 42% responden menyatakan menunda
pembelian dan 30% responden mencari ditempat lain. Kedua kelompok responden ini
bisa dikatakan dengan konsumen yang loyal terhadap merek yang dikonsumsinya.
Mereka berusaha menuda pembelian dan mencari merek yang diinginkan. Hasil
penelitian tesebut diperlihatkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil Penelitian Loyalitas Terhadap Merek Produk Sereal Sarapan
Bila merek yang dikonsumsi tidak ada, maka

Jumlah %

Beli merek lain

26

26

Menunda pembelian

42

42

Mencari ditempat lain

30

30

Lain-lain

2

2

Jumlah

100

100

6.2. Tingkatan Piramida Loyalitas
Menurut Rangkuti (2002), loyalitas merek (brand loyalty) merupakan ukuran dari
kesetiaan konsumen terhadap suatu merek, yaitu inti dari brand equity yang menjadi
gagasan sentral dalam pemasaran, karena hal ini merupakan satu ukuran keterkaitan
Page 21 of 25

Perilaku Konsumen

Brawijaya University

2016

seorang pelanggan pada sebuah merek. Apabila loyalitas merek meningkat, maka
kerentaan kelompok pelanggan dari serangan kompetitor dapat dikurangi. Hal ini
merupakan suatu indikator dari brand equity yang berkaitan dengan perolehan laba di
masa yang akan datang karena loyalitas merek secara langsung dapat diartikan sebagai
penjualan di masa depan.
Loyalitas memiliki tingkatan sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 4 berikut
dengan penjelasannya.

Gambar 4. Tingkatan Piramida Loyalitas

a. Switcher Buyer (Konsumen yang suka berpindah-pindah)
Tingkat loyalitas yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal atau sama sekali
tidak tertarik pada merek-merek apapun yang ditawarkan. Dengan demikian,
merek memainkan peran yang kecil dalam keputusan pembelian. Pada umumnya,
jenis konsumen seperti ini suka berpindah-pindah merek atau disebut tipe
konsumen switcher buyer (konsumen lebih memperhatikan harga di dalam
melakukan pembelian)
b. Habitual Buyer (Konsumen yang membeli karena kebiasaan)
Tingkat kedua adalah para pembeli merasa puas dengan produk yang digunakan,
atau minimal ia tidak mengalami kekecewaan. Pada dasarnya, tidak terdapat
dimensi setidakpuasan yang cukup memadai untuk mendorong suatu perubahan,
terutama apabila pergantian ke merek lain memerlukan suat tambahan biaya. Para
pembeli tipe ini dapat disebut pembeli tipe kebiasaan (habitual buyer).
Page 22 of 25

Perilaku Konsumen
c.

Brawijaya University

2016

Satisfied Buyer (Konsumen yang puas dengan pembelian yang dilakukan)
Tingkat ketiga berisi orang-orang yang puas, namun mereka memikul biaya
peralihan, baik dalam waktu, uang atau resiko sehubungan dengan upaya untuk
melakukan pergantian ke merek lain. Kelompok ini biasanya disebut dengan
konsumen loyal yang merasakan adanya suatu pengorbanan apabila ia melakukan
penggantian ke merek lain. Para pembeli tipe ini disebut satisfied buyer.

d. Liking the Brand (Konsumen yang menyukai merek)
Tingkat keempat adalah konsumen benar-benar menyukai merek tersebut. Pilihan
konsumen terhadap suatu merek dilandasi pada suatu asosiasi, seperti simbol.
Rangkaian pengalaman dalam menggunakannya, atau kesan kualitas yang tinggi.
Para pembeli pada tingkat ini disebut sahabat merek, karena terdapat perasaan
emosional dalam menyukai merek.
e. Committed Buyer (Konsumen yang komit terhadap merek)
Tingkat teratas adalah para pelanggan yang setia. Mereka mempunyai suatu
kebanggaan dalam menemukan atau menjadi pengguna satu merek. Merek
tersbeut sangat penting bagi mereka baik dari segi fungsinya, maupun sebagai
ekspresi mengenai siapa mereka sebenarnya.
Loyalitas merek para pelanggan yang ada mewakili suatu aset strategi dan jika
dikelola dan dieksploitasi dengan benar akan mempunyai potensi untuk memberikan
nilai dalam beberapa bentuk.

6.3. Analisis Piramida Loyalitas
Data mengenai tingkat loyalitas konsumen akan disajikan dalam bentuk tabel. Skala
pengukuran dimensi loyalitas menggunkan skor. Hasil dari pengukuran dimensi loyalitas
selanjutnya dijumlahkan untuk kemudian ditentukan apakah konsumen berada dalam
tingkatan tersebut atau tidak. Untuk menentukan apakah konsumen termasuk dalam
tingkatan tersebut, maka jumlah skor yang diperoleh kemudian disesuaikan dengan
skor pada interval nilai tiap tingkatan. Interval nilai ditentukan melalui tahap-tahap
berikut ini:
1. Menentukan banyaknya kelompok dalam kelas
Yaitu penentuan apakah konsumen termasuk dalam dimensi loyalitas tertentu,
kemudian untuk menentukan apakah konsumen termasuk dalam tingkatan tersebut.
Kelompok dalam kelas juga ditetapkan sebanyak 2 kelompok yaitu sebagai berikut:
a. Konsumen termasuk dalam tingkat loyalitas tertentu
b. Konsumen tidak termasuk dalam tingkat loyalitas tertentu
Page 23 of 25

Perilaku Konsumen

Brawijaya University

2016

2. Menentukan kisaran
Untuk menentukan kisaran nilai digunakan rumus:

Dimana:
: Nilai pengamatan tertinggi
: Nilai pengamatan terendah
Terdapat 5 tingkatan loyalitas yaitu tingkat switcher buyer (berganti-ganti
merek), habitual buyer (kebiasaan pembelian), satisfied buyer (kepuasan pembelian),
liking the brand (menyukai merek) dan committed buyer (komitmen pembelian). Oleh
karena itu perlu diketahui jumlah atribut pada tiap variabel, serta jumlah skor terendah
dan tertinggi. Perhitungan kisaran nilai disajikan dalam Tabel 8 dengan ketentuan
jumlah skala 3 (puas, netral, tidak puas)
Tabel 8. Jumlah Elemen Pada Tiap Variabel
No

Variabel

Skor

Jumlah

Jumlah

Atribut

Skala

Terendah

Tertinggi

1

Switcher buyer

n

3

nx1

nx3

2

Habitual buyer

n

3

nx1

nx3

3

Satisfied buyer

n

3

nx1

nx3

4

Liking the brand

n

3

nx1

nx3

5

Committed buyer

n

3

nx1

nx3

3. Pembuatan Selang Kelas
Untuk menentukan klasifikasi konsumen dilakukan dengan membuat selang
kelas. Dari selang kelas tersebut akan diklasifikasikan konsumen-konsumen yang
termasuk dan tidak termasuk pada tiap-tiap tingkatan loyalitas.

Setelah dilakukan perhitungan selang kelas kemudian bisa dilakukan perhitungan
skala linier numerik / interval dari setiap tingkatan atau kategori loyalitas. Ketika skala
linier numerik sudah terbentuk, selanjutanya setiap konsumen bisa diklasifikasikan
pada setiap kategori yang sesuai dengan kriteria konsumen.

Page 24 of 25

Perilaku Konsumen

C.

Brawijaya University

2016

PROPAGASI

Latihan dan Diskusi (Propagasi vertical dan Horizontal)


Carilah jurnal atau artikel hasil penelitian yang menganalisis tentang risetriset model perilaku konsumen, kemudian berikan review hasilnya!

D.

REFERENSI

Rangkuti, Freddy. 2002. The Power of Brands: Teknik Mengelola Brand Equity dan
Strategi Pengembangan Merek. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Sumarwan, Ujang. 2011. Perilaku Konsumen: Teori
Pemasaran Edisi Kedua. Bogor: Ghalia Indonesia.

dan

Penerapannya

dalam

Simamora, Bilson. 2004. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama
Sangadji, Etta Mamang dan Sopiah. 2013. Perilaku Konsumen: Pendekatan Praktis
disertai Himpunan Jurnal Penelitian. Yogyakarta: Andi Offset
Sumarwan, Ujang et al. 2011. Riset Pemasaran dan Konsumen Seri 1 . Bogor: IPB
Press
Sumarwan, Ujang et al. 2012. Riset Pemasaran dan Konsumen Seri 2 . Bogor: IPB
Press

Page 25 of 25

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63