makalah analisis transaksional ria indonesia

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Eric Berne (1910-1970) kelahiran Montreal, Canada, adalah pelopor Analisis
Transaksional (AT). Ia mulai mengembangkan AT ini sebagai terapi ketika ia
bertugas dalam Dinas Militer Amerika Serikat dan diminta untuk membuka program
terapi kelompok bagi para serdadu yang mendapat gangguan emosional sebagai
akibat Perang Dunia ke-2.
Berne, pada mulanya adalah seorang pengikut Freud dan melakukan praktik
Psikoanalisis dalam terapi. Sebab, saat itu psikoanalisis tengah mendapat perhatian
yang luar biasa. Bahkan Berne sendiri pernah mendapat kuliah psikoanalisis di Yale
Psychiatric Clinic (1936-1938) dan New York Psichoanalitical institute (1941-1943).
Analisis transaksional berevolusi dari ketidakpuasan Berne dengan lambatnya
psikoanalisis dalam menyembuhkan orang-orang dari masalah mereka. Setelah Berne
berhenti bekerja pada Dinas Militer, Berne mulai melakukan eksperimen yang
sungguh-sungguh.

Akhirnya

pada


pertengahan

tahun

50-an

barulah

ia

memperkenalkan teorinya, Analisis Transaksional. Diluar dugaan, teori ini mendapat
sambutan baik dari kalangan ahli terapi kelompok,

dalam pertemuan Regional

Perhimpunan Terapi Kelompok Amerika di Los Angeles tahun 1957 teori ini
diangkat sebagai salah satu tema yang dibahas. Tentu saja AT mulai mengundang
ingin tahu banyak orang dengan prinsip-prinsip yang dikembangkannya. Prinsipprinsip yang dikembangkan oleh Eric Berne dalam analisis transaksional adalah
upaya untuk merangsang rasa tanggung jawab pribadi atas tingkah lakunya sendiri,
pemikiran logis, rasioanal, tujuan-tujuan yang realistic, berkomunikasi dengan

terbuka, wajar, dan pemahaman dalam berhubungan dengan orang lain.

1

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah :
1. Apakah Pengertian terapi Analisis Transaksional ?
2. Bagaimana Hakikat manusia dari terapi Analisis Transaksional ?
3. Bagaimana asumsi dasar dari Analisis Transaksional ?
4. Apa saja tujuan konseling dari Analisis Transaksional ?
5. Bagaimana peranan dan fungsi dari Analisis Transaksional ?
6. Bagaimana proses konseling dari Analisis Transaksional ?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memecahkan atau
menjawab pertanyaan yang ada pada rumusan masalah sebagai berikut :
1. Menjelaskan Pengertian terapi Analisis Ttransaksional
2. Menguraikan Hakikat manusia dari terapi Analisis Transaksional
3. Menguraikan asumsi dasar dari Analisis Transaksional
4. Menjelaskan saja tujuan konseling dari Analisis Transaksional
5. Menguraikan peranan dan fungsi dari Analisis Transaksional

6. Menguraikan proses konseling dari Analisis Transaksional

2

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Analisis Transaksional
Eric Berne (1910-1970) seorang psikiatris dan psikoanalisis, mendapatkan gelar
M. D dari MCGill University di Montreal pada tahun 1953, dan menyelesaikan
pendidikan spesialis psikiater di Yale university. Pada tahun 1964 buku pertamanya
Games People Play (permainan yang dimainakn orang) menjadi buku terlaris seacara
internasional. Pada saat yang sama pendekatan terapeutiknya yang baru, yang
mencerminkan ditinggalkannya psikoanalisis secara radikal, menjadi popler secara
luas di tahun) 1960an (corey, 1995: 373). Berne mengembangkan dasar teori
ananalisis transaksional pada tahun 1950an. Penemuannya tentang status ego disadari
sebagai fase pertama dari sejarah perkembangan analisis transaksional. Penemuan
teori tersebut berdasarkan eksperimen-eksperimen neorulogi yang menyatakan bahwa
status ego yang dialaimnya individu berbeda lewat stimulus.
Secara singkat Berne mendefinisikan pengertian dari analisis transaksi sebagai:
“Ein Transaktions-Stimulus plus eine Transaktions-Reaktion” (Joines dalam

Eschenmoser, 2008:23). Pernyataan ini berarti bahwa sebuah transaksi terdiri dari
sebuah stimulus dan sebuah reaksi. Dengan kata lain, syarat terbentuknya sebuah
transaksi adalah adanya hubungan timbal balik antara stimulus yang diungkapkan
penutur dan respon yang diungkapkan oleh lawan bicaranya.
Analisis Transaksional

adalah salah satu pendekatan Psychotherapy yang

menekankan pada hubungan interaksional. Transaksional maksudnya ialah hubungan
komunikasi antara seseorang dengan orang lain. Adapun hal yang dianalisis yaitu
meliputi bagaimana bentuk cara dan isi dari komunikasi mereka. Dari hasil analisis
dapat ditarik kesimpulan apakah transaksi yang terjadi berlangsung secara tepat,
benar dan wajar. Bentuk, cara dan isi komunikasi dapat menggambarkan apakah
seseorang tersebut sedang mengalami masalah atau tidak. Analisis Transaksional
dapat dipergunakan untuk terapi individual, tetapi terutama untuk pendekatan

3

kelompok. Analisis transaksional berfokus pada keputusan – keputusan awal yang
dibuat oleh klien dan menekankan kemampuan klien untuk membuat keputusan baru.

Analisis Transaksional (AT) merupakan psikoterapi transaksional yang dapat
digunakan dalam konseling individual, tetapi lebih cocok digunakan dalam konseling
kelompok. Analisis Transaksional melibatkan suatu kontrak yang dibuat oleh klien,
yang dengan jelas menyatakan tujuan-tujuan dan arah proses konseling. Analisis
Transaksional berfokus pada keputusan-keputusan awal yang dibuat oleh klien dan
menekankan kemampuan klien untuk membuat keputusankeputusan baru. Analisis
Transactional menekankan aspek-aspek kognitif rasional-behavioral dan berorientasi
kepada peningkatan kesadar sehingga klien akan mampu membuat keputusankeputusan baru dan mengubah cara hidupnya. Berne menemukan bahwa dengan
menggunakan AT kliennya membuat perubahan signifikan dalam kehidupan mereka.
B. Hakikat Manusia
Analisis trasaksional berakar dari filosofi antideterministik. Iman ditempatkan
dalam kapasitas seseorang untuk di atas pola kebiasaan dan untuk memilih sasaran
dan perilaku baru. Ini tidak berarti bahwa mereka sama sekali tanpa ada hal yang
mempengaruhinya bisa sampai pada penentuan hidup yang kritis. Analisis ini juga
mengakui bahwa mereka dipengaruhi oleh harapan serta tuntutan oleh orang lain
yang signifikan baginya, terutama oleh karena keputusan yang terlebih dahulu telah
dibuat pada masa hidup mereka pada saat mereka sangat bergantung pada orang lain.
tetapi keputusan dapat ditinjau kembali dan ditantang dan apabila keputusan yang
telah diambil terdahulu tidak lagi cocok, bisa dibuat keputusan.
C. Asumsi Dasar

Pendekatan analisis transaksional berlandaskan suatu teori kepribadian yang
berkenaan dengan analisis struktural dan transaksional. Teori ini menyajikan suatu
kerangka bagi analisis terhadap tiga kedudukan ego yang terpisah, yaitu: orang tua,
dewasa, anak. Sifat kontraktual proses terapeutik analisis transaksional cenderung
4

mempersamakan kedudukan konselor dan klien. Adalah menjadi tanggung jawab
klie untuk menentukan apa yang akan diubahnya. Pada dasarnya, analisis
transaksional berasumsi bahwa manusia itu:
1. Manusia memiliki pilihan-pilihan dan tidak dibelenggu oleh masa lampaunya
(Manusia selalu berubah dan bebas untuk menentukan pilihanya). Ada tiga hal
yang membuat manusia selalu berubah, yaitu :
a. Manusia (klien) adalah orang yang telah cukup lama menderita” karena itu
mereka ingin bahagia dan mereka berusaha melakukan perubahan.
b. Ada kebosanan, kejenuhan atau putus asa. Manusia tidak puas dengan
kehidupan

yang

monoton,


kendatipun

tidak

menderita

bahkan

berkecukupan. Keadaan yang monoton akan melahirkan perasaan jenuh
atau bosan, karena itu individu terdorong dan berupaya untuk melakukan
perubahan.
c. Manusia bisa berubah karena adanya penemuan tiba-tiba. Hal ini
merupakan hasil AT yang dapat diamati. Banyak orang ya g pada mulanya
tidak mau atau tidak tahu dengan perubahan, tetapi dengan adanya
informasi, cerita, atau pengetahuan baru yang membuka cakrawala
barunya, maka ia menjadi bersemangat untuk menyelidiki terus dan
berupaya melakukan perubahan.
2. Manusia sanggup melampaui pengondisian dan pemprograman awal (manusia
dapat berubah asalkan ia mau). Perubahan manusia itu adalah persoalan di sini

dan sekarang (here and now ). Berbeda dengan psikoanalisis, yang cenderung
deterministik, di mana sesuatu yang terjadi pada manusia sekarang ditilik dari
masa lalunya. Bagi T, manusia sekarang memiliki kehendak, karena itu
perilaku manusia sekarang adalah persoalan sekarang dan di sini. Kendatipun
ada hubunganya dengan masa lalu, tapi bukan seluruhnya perilaku hari di
ditentukan oleh pengalaman masa lalunya.
3. Manusia bisa belajar mempercayai dirinya dirinya sendiri , berpikir dan
memutuskan untuk dirinya sendiri, dan mengungkapkan perasaanpersaannya.
5

4. Manusia sanggup untuk tampil di luar pola-pola kebisaaan dan menyeleksi
tujuan-tujuan dan tingkah laku baru.
5. Manusia bertingkah laku dipengaruhi oleh pengharapan dan tuntutan dari
orang-orang lain.
6. Manusia dilahirkan bebas, tetapi salah satu yang pertama dipelajari adalah
berbuat sebagaimana yang diperintahkan.
D. Teori Kepribadian
Analisis trasaksional dipandang sebagai sesuatu yang positif, karena manusia
secar filosofis dapat ditingkatkan, dikembangnkan dan diubah secara langsung
melalui proses yang aman, menggairahkan dan bahan menyenangkan. Secara

keseluruhan dasar filosofinya bermula dari asumsi bahwa semuanya OK, artinya
bahwa setiap individu perilakunya mempunyai dasar menyenangkan dan mempunyai
potensi serta keinginan untuk berkembang, dan mengaktualisasikan diri.
Sumber-sumber dari tingkah laku sebagaimana seseorang itu melihat suatu
realitas serta bagaimana mereka mengolah berbagai informasi serta bereaksi dengan
dunia pada umumnya disebut oleh Eric Berne sebagai Ego State (Status Ego). Istilah
status ego digunakan untuk menyatakan suatu sistem perasaan dan kondisi pikiran
serta berkaitan dengan pola-pola dan tingkah lakunya. Status ego pada diri seseorang
itu terbentuk berdasarkan pengalaman-pengalaman yang diperoleh seseorang yang
masih membekas pada dirinya sejak kecil. Menurut Eric Berne behwa status ego
seseorang terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:

6

1. Orang tua (Parent)
Bila seseorang merasa dan bertingkah laku seperti orang tua atau tokohtokoh
terdahulu, maka ia dapatlah berada dalam status o orang tua. Setiap orang
mendapatkan berbagai bentuk pengalaman, sikap, serta pendapat dari orang
tuanya, maka dari itu berdasarkan pengalaman, sikap serta pendapatnya yang
diperoleh dari orang tuanya masing-masing, setiap orang akan memiliki atau

berada pada status ego orang tua.
Status ego orang tua itu lebih sering kita lihat dengan nyata, misalnya:
membimbing, membantu, mengarahkan, menyayangi, menasihati, mengecam,
mengomando, mendikte, dsb. Dapat pula diliha secara verbal, yaitu: harus,
awas, jangan, lebih baik, pokoknya, cepat, dsb. Selain itu dapat pula secara
non-verbal, yaitu: merangkul, membelai, menuing, mencium, melotot, dsb.

7

Dapat dikatakan bahwa status ego orang tua dapat berbentuk langsung yaitu
dengan menggunakan prot type, model, tipe, dari orang tua yang baik melalui
verbal maupun non-verbal. Sedangkan dengan bentuk tidak langsung adalah
merupaka petunjuk, aturan, norma, dan nilai-nilai yang pernah didenngar dari
orang tua atau tokoh terdahulu pada masa kecil.
2. Dewasa (Adult)
Status ego dewasa adalah bentuk tindakan seseorang yang berdasarkan dasar
pikiran yang logis, rasional, objektif, dan bertanggung jawab. Dewasa
berfungsi untuk mengumpulkan berbagai informasi, memasukkan berbagai
macam data ke dalam bank data, kem ian mempertimbangkan berbagai bentuk
kemungkinan yang ada.

3. Anak (Child)
Status ego anak adalah suatu tindakan dari sesorang yang didasarkan pada
rekasi emosional yang spontan, reaktif, humor, kreatif, serta inisiatif. Bentuk
status ego anak dapat berbentuk waja apabila terlhat bahwa tingkah lakunya
pada masa anak-anak, yaitu adanya ketergantungan pada orang lain, spontan,
bebas, agresi , tidak mau kompromi, impulsive, kreatif, ingin tahu, merasakan
berbagai bentuk penemuan baru yang berbentuk status ego yang lain adalah
pengaruh tertentu dari orang tuanya.
Dengan adanya pengaruh yang begitu melekat, maka menye abkan anak
bertindak dan bertingkah laku sesuai harapan, keinginan, dan cita-cita dari
orang tuanya. Di sini akan tampak pola anak yang , patuh, sopan, penurut,
tetapi ada pula yang menyebabkan anak mengalami penderitaan, yaitu:
overprotection, manja, konflik, st ess, frustasi. Jadi status ego anak merupakan
kejadian internal pada masa kanak-kanaknya.

8

STROKE
Dalam teorinya, Eric Berne mengemukakan suatu istilah ang disebut stroke,
yang dapat diterjemahkan dengan “tanda perhatian”. Menurutnya stroke dapat
dibedakan menjadi :
1. Stroke Positif ( positive stroke)
Stroke positif adalah merupakan segala bentuk perhatian yan secara langsung dapat
memperkuat motivasi dan kegairahan dala kehidupannya yang diperoleh seseorang
dalam awal kehidupannya. Misalnya : belaian, ciuman, senyuman, tepukan, dll. Be
tuk stroke yang lain yaitu seperti piagam atas suatu prestasi, ijazah, dll. Stroke ini
dapat menyebabkan seseorang merasa dihargai dan diperhatikan.
2. Stroke Negatif ( Negative Stroke)
Stroke negative adalah suatu bentuk stroke yang menunjukkan pandangan yang
mengecewakan atau menyesali, pukulan, tamparan yang menyakitkan, kata-kata yang
keras,mengkritik, sikap acuh, memelas, dan lain-lain. Sedangkan stroke yang lebih
formal adalah, tanda peringatan, surat teguran, nilai merah, dll. Stroke ini
menyebabkan seseorang merasa tidak dihargai dan tiak berarti, dan secara langsung
memungkinkan ses orang memiliki dan tumbuh sikap yang defensive untuk
mempertahankan diri.
3. Stroke Bersyarat (Conditional stroke)
Stroke bersyarat dapat diartikan sebagai suatu tanda p rhatian yang diperoleh
seseorang disebabkan ia telah melakukan sesuatu.Misalnya, “saya mau menemanimu
berbelanja, asalkan kau mau membantu me bersihkan rumah.”
4. Stroke tidak bersayarat ( unconditional stroke)
Stroke tak bersyarat atau perhatian tak bersyarat, ada tanda perhatian yang diperoleh
seseorang tanpa dikenakan persyaratan apapun. isalnya, “ Saya akan membantu anda
dengan sebaik-baiknya.”
E. Tujuan Konseling
Tujuan dasar dari Analisis Transaksional adalah membantu klien dalam membuat
keputusan-keputusan baru yang menyangkut tingkah lakunya sekarang dan arah
9

hidupnya. Sasarannya adalah mendorong klien agar menyadari bahwa kebebasan
dirinya dalam memilih telah dibatasi oleh keputusan-keputusan dini mengenai posisi
hidupnya dan oleh pilihan terhadap cara-cara hidup yang mandul dan determistik. Inti
dari konseling adalah menggantikan gaya hidup yang ditandai oleh permainan yang
manipulatif dan oleh skenario-skenario hidup yang mengalahkan diri, dengan gaya
hidup otonom yang ditandai oleh kesadaran, spontanitas, dan keakraban.
Individu memperoleh kesadaran tentang bagaimana kebebasannya terkekang
karena keputusan awal tentang posisi hidup, dan belajar untuk menetukan arah hidup
yang lebih baik. Inti terapi ini adalah mengganti kearah gaya hidup yang otonom
yang memiliki cirri-ciri: kesadaran, spontan, intim, dengan menggunakan game dan
naskah hidup. Individu juga belajar menulis kembali naskah hidup mereka sehingga
mereka memiliki control atas hidup mereka (Corey, 1986,p 158, dalam Komalasari G,
DKK. 2011). Adapun tujuan-tujuan khusus pendekatan ini adalah:
a.

Konselor membantu konseli untuk memprogram pribadinya agar membuat

ego state berfungsi pada saat yang tepat.
b.

Konseli dibantu untuk menganalisis transaksi dirinya sendiri.

c.

Konseli dibantu untuk menjadi bebas dalam berbuat, bermain menjadi orang

yang mandiri dalam memiliki apa yang diinginkan.
d.

Konseli dibantu untuk mengkaji keputusan salah yang telah dibuat dan

membuat keputusan baru atas dasar kesadaran.
F. Peranan dan Fungsi Terapi
Terapis berperan sebagai guru adalah menerangkan tehnik seperti analisis
struktural, analisis transaksioanl, analisis naskah, dan analisi permainan. Terapis
membantu

klien

dalam

rangka

menemukan

kondisi-kondisi

yang

tidak

menguntungkan, mengadaptasi rencana hidup dan mengembangakn strategi dalam
berhubungan denagn orang lain. terapis membantu klien dalam menentukan
alternatif-alternatif menyatakan tugas terapi adalah menolong klien mendapatkan
perangakt yang diperlukan untuk mendapat perubahan, menolong klien untuk
10

menemukan kekuatan internal mereka untuk mendapatkan perubahan denagn jalan
mengambil keputusan yang lebih cocok.
Konseling analisis transaksional didesain untuk mendapatkan insight emosional
dan intelektual, tetapi focus pada bagian rasional. Hal ini berimplikasi pada peran
konselor dalam proses konseling yang lebih banyak didaktik dan focus pada
pemikiran konseli. Menurut Harris, 1967 dalam Komalasari G, DKK. 2011) peran
konselor adalah sebagai guru, pelatih dan penyelamat dengan terlibat secara penuh
dengan konseli. Sebagai guru, konselor menjelaskan teknik-teknik seperti analisis
struktur ( structural analysis), analisis transaksi, analisis game.
G. Hubungan Konselor-Klien
Analisis Transaksional adalah suatu bentuk terapi yang berdasarkan kontrak.
Suatu kontrak dalam Analisis Transaksional menyiratkan bahwa seseorang akan
berubah. Kontrak haruslah spesifik, ditetapkan secara jelas, dan dinyatakan secara
ringkas. Kontrak berisi tentang apa yang akan dilakukan oleh klien, bagaimana klien
akan melangkah ke arah tujuan yang telah ditetapkan, dan klien tahu kapan
kontraknya akan habis. Sebagai sesuatu yang dapat diubah-ubah, kontrak dapat dibuat
secara bertahap. Konselor akan mendukung dan bekerja sesuai dengan kontrak.
Banyak klien yang memandang konselor sebagai sumber obat yang manjur untuk
segala macam penyakit, sehingga mereka mengawali konseling dengan sikap pasif
dan dependen. Salah satu kesulitan mereka adalah penghindaran dari kewajiban
memikul tanggung jawab, dan mereka berusaha meneruskan gaya hidupnya dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada konselor. Pendekatan kontraktual Analisis
Transaksional berlandaskan pengharapan bahwa para klien berfokus pada tujuantujuan mereka dan membuat suatu komitmen. Konselor menekankan pembagian
tanggung jawab dan menyajikan suatu titik pemberangkat dan untuk bekerja.
Pendekatan kontrak dengan jelas menyiratkan suatu tanggung jawab bersama.
Dengan berbagi tanggung jawab bersama konselo , klien menjadi rekan treatment .
Konselor tidak melakukan sesuatu kepada klien sementara klien itu pasif. Akan
11

tetapi, baik konselor maupun klien harus aktif dalam kegiatan konseling tersebut. Ada
beberapa implikasi yang menyangkut hubungan konselor dan klien, yaitu:
1. Tidak ada jurang pengertian yang tidak bisa dijembatani di antara konselor
dan klien. Konselor dan klien berbagi kata-kata dan konsepkonsep yang sama,
dan keduanya memiliki pemahaman yang sama tentang situasi yang dihadapi.
2.

Klien memiliki hak-hak yang sama dan penuh dalam konseling. Hal ini
berarti klien tidak bisa dipaksa untuk menyingkapkan hal-hal yang tidak ingin
diungkapkannya. Selain itu pasti klien merasa bahwa dia tidak akan diamati
atau direkam di luar pengetahuannya atau tanpa persetujuan darinya.

3. Kontrak memperkecil perbedaan status dan menekankan persamaan diantara
konselor dan klien. Pada diri konselor, seorang klien harus menemukan
“seorang manusia yang berminat memajukan pengetahuan pasien tentang
dirinya sendiri dalam seketika sehingga secepat mungkin, pasien itu bisa
menjadi analis bagi dirinya sendiri.
Inti pokok dari AT terletak pada usaha konselor menganalisis transaksi klien
dengan teknik-teknik yang telah disebutkan diatas. Dengan demikian sikap dan
peranan konselor adalah :
1. Berusaha meletakkan tanggung jawab pada klien. Karena pada hakekatnya
setiap individu hendaknya bertanggung jawab atas kehidupannya, maka
AT juga mengarahkan agar pada diri klien tumbuh rasa tanggung jawab
dan kemampuan untuk mengambil tang ung jawab atas kehidupannya.
2. Menyediakan lingkungan yang menunjang. Untuk mencapai perubahan
klien atau keseimbangan klien, konselor berusaha sebagai penyedia
fasilitas yang mendorong terjadinya perubahan klien.
3. Memisahkan mitologi dengan realitas. Karena pengaruh , banyak klien
dipengaruhi oleh mitologi yang telah diadapsinya sejak lama. Dalam
rangka memperbaiki kembali (memahami kembali) skript kehidupan klien
itu, konselor AT mempunyai peranan untuk memisahkan mitologi yang
berpengaruh dalam klien dengan realitas kehidupan yang sebenarnya.
12

4. Melakukan Konfrontasi atas keanehan yang tampak. Keanehan atau
keadaan ego state klien yang tidak seimbang dapat diperbaiki konselor
dengan melakukan konfrontasi.Konselor hendaknya bisa m mbentuk dan
merekonstruksi menjadi seimbang.
Jadi, dengan melihat peranan dan sikap konselor di atas memperlihatkan bahwa
konselor dalam AT bersifat aktif dan lebih banyak menentukan jalannya konseling.
H. Proses Konseling
Proses Konseling/Terapi Analisis Transaksional ini dilakukan tiap transaksi yang
dianalisis. Klien yang nampaknya mengelakkan tanggung jawab diarahkan untuk mau
menerima tanggung jawab pada dirinya sehingga klien dapat menyeimbangkan
Egogramnya, mendefinisikan kembali skriptnya, serta melakukan instrospeksi
terhadap game yang dijalaninya.
Tahapan Proses Konseling Analis Transaksional.
1. Bagian pendahuluan digunakan untuk menentukan kontrak d ngan klien, baik
mengenai masalah maupun tanggung jawab kedua pihak.
2.

Pada bagian kedua baru mengajarkan Klien tentang egois tenya dengan
diskusi bersama Klien.

3. Membuat kontrak yang dilakukan oleh klien sendiri, yang berisikan tentang
apa yang akan dilakukan oleh klien, bagaimana klien akan melangkah ke arah
tujuan yang telah ditetapkan, dan klien tahu kapan kontraknya akan habis.
Kontrak berbentuk pernyataan kl en – konselor untuk bekerja sama mencapai
tujuan dan masing-masing terikat untuk saling bertanggung jawab. Beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi dalam kontrak, yaitu :
a. Dalam kontrak, konselor dan klien harus melalui transa dewasadewasa,
serta ada kesepakatan dalam menentukan tujuan-tujuan yang ingin dicapai.
b. Kontrak harus mempertimbangkan beberapa hal, yaitu : pertimbangan
pertama yaitu konselor memberikan layanan kepada klien secara
profesional (baik berupa kesempata maupun keahlian) pertimbangan
13

kedua yaitu, klien memberikan imbalan jas kepada konselor, dan
menandatangani serta melaksanakan isi kontrak sesuai dengan waktu atau
jadwal yang telah ditetapkan.
c. Kontrak memiliki pengertian sebagai suatu bentuk kompetensi anatara dua
pihak, yaitu, konselor yang harus memiliki kecakapan untuk membantu
klien dalam mengatasi masalahnya, dan klien harus cukup umur dan
matang untuk memasuki suatu kontrak.
d. Tujuan dari kontrak haruslah sesuai dengan kode etik konseling.
4. Setelah kontrak ini selesai, baru kemudian konselor bersama klien menggali
ego state dan memperbaikinya sehingga terjadi dan tercapainya tujuan
konseling.
I. Teknik-Teknik Konseling
Teknik-teknik konseling analisis transaksional banyak menggunakan teknikteknik pendekatan gestalt. James jongeward (1971) mengkombinasikan konsep
dan proses analisis transaksioanal dengan ekperimentasi Gestalt dan kombinasi
ini memberikan hasil yang menjanjikan pada self-awareness dan autonomy
(Corey, 1986,p 161, dalam Komalasari G, DKK. 2011).
a. Metode Didaktik (Didaktic Methods)
Prosedur belajar dan mengajar adalah dasar dari pendekatan ini.
b. Kursi Kosong (Empty Chair)
Teknik ini merupakan adopsi dari pendekatan Gestalt. Teknik ini biasanya
digunakan untuk structural analysis. McNeel (1976, dalam Komalasari G,
DKK. 2011) mendeskripsikan bahwa teknik yang menggunakan dua kursi ini
merupakan cara yang efektif untuk membantu konseli mengatasi konflik masa
lalu dengan orangtua atau orang lain pada masa kecil. Tujuan teknik ini adalah
untuk menyelesaikan unfinished business masa lalu (Corey, 1986,p 164,
dalam Komalasari G, DKK. 2011).

14

c. Bermain Peran
Bermain peran (Role Play) biasanya digunakan dalam konseling kelompok
dimana melibatkan orang lain. Anggota kelompok lain dapat berperan sebagai
ego state yang bermasalah dengan konseli. Dalam kegiatan ini konseli berlatih
dengan anggota kelompok yang bertingkah laku sesuai dengan apa yang akan
diuji coba di dunia nyata. Variasi lain dapat dilakukan dengan melebihkan
karakteristik ego state tertentu untuk melihat reaksi tingkah laku saat ini
terhadap ego state tertentu (Corey, 1986,p 164, dalam Komalasari G, DKK.
2011).
d. Penokohan Keluarga ( Family Modeling)
Family Modeling adalah pendekatan untuk melakukan structural analysis,
yang pada umumnya berguna untuk menghadapi constant parents, constant
adult, constant child. Konseli diminta untuk membayangkan episode yang
berisi orang-orang yang penting baginya di masa lalu. Konseli bertindak
sebagai sutradara, produser, dan actor. Konseli mendefenisikan situasi dan
menggunakan anggota kelompok sebagai pengganti anggota keluarganya.
Konseli menempatkan mereka sehingga mengingat situasinya. Berdasarkan
hasil drama ini konseli dan konselor mendiskusikan, bertindak, dan
mengevaluasi sehingga dapat meningkatkan kesadaran tentang situasi yang
spesifik dan makna personal yang

masih dipegang teguh oleh konseli.

(Corey, 1986,p 164, dalam Komalasari G, DKK. 2011).
e. Analysis Ritual dan Waktu Luang (Analysis of Rituals and Pastime)
Analisis transaksional termasuk di dalamnya adalah identifikasi ritual dan
mengisi waktu luang (pastimes) yang digunakan dalam structuring of time.
Structuring of time adalah materi penting untuk diskusi dan penilaian karena
merefleksikan

keputusan

tentang

naskah

hidup

tentang

bagaimana

bertransaksi dengan orang laindan bagaimana mendapatkan stroke. Individu
yang memenuhi sebagian besar waktunya dengan ritual dan pastimes

15

kemungkinan mengalami kekurangan stroke dan kurang instimasi dalam
bertransaksi dengan orang lain.
J. Studi Kasus
Dalam studi kasus ini, kami gunakan huruf miring untuk menyoroti konsep
Analisis transaksional dan metode yang telah digambarkan di bagian sebelumnya.
Terapisnya bernama Tony Tilney.
KLIEN
Celia datang dan duduk dengan tegak dan kaku seolah-olah berpikir
bagaimana duduk yang baik. Ia menoleh kepada saya sambil tersenyum seperti anak
yang sedang gugup. Kesan yang langsung saya tangkap adalah seorang anak yang
mencoba menjadi dewasa. Ia seorang wanita professional di pertengahan empat
puluhan yang sudah senior dalam pekerjaan yang menuntut tanggung jawab yang
sangat tinggi. Ia menampilkan dirinya sebagai seorang yang penuh keyakinan diri dan
agak angkuh. Dalam dirinya, ia tampak cemas, tidak aman dan punya harga diri
rendah. Dengan teman-teman dan mitranya, ia sering berubah-ubah antara pemarah
dan berusaha menyenangkan orang lain.
ANALISIS NASKAH
Celia tidak jelas dengan yang diinginkannya dari terapi ini. Saya menjelaskan
pentingnya naskah kehidupan, seperangkat keputusan yang dibuat di masa kanakkanak yang menetukan apa yang kita lakukan bagaimana kita memandang dunia. Kita
membuat kontrak dengan analisis naskah untuk empat sesi dan kemudian meninjau
kembali hasil yang kita tuju.
Proses pembuatan kontrak ini- meneyepakati langkah maju dan kemudian
meninjau kembali dari sudut pandang yang berbeda, sering kali diulang-ulang ketika
terapi berjalan. Pembuatan kontrak bukan proses sekali jadi melainkan diintegrasikan
ke dalam keseluruhan terapi. Setiap kajian memberikan dan memampukan kita
menyesuaikan arah perawatan untuk mecapai tujuan secepat mungkin.
16

Kami memulai analisis naskah dengan melakukan kuisioner naskah, suatu
cara bertanya sistematik untuk menelusuri riwayat klien, terutama terkait pengaruh
masa kecil, relasi dengan orangtua dan situasi dan situasi keluarga. Di sini kami juga
menemukan petunjuk-petunjuk mengenai bagaimana klien bereaksi dan keputusan
masa kanak-kanak yang telah di buatnya.
Awalnya Celia menggambarkan ibunya sebagai sosok ‘penyeyang’. Ia sering
memberitahu Celia betapa ia sangat mencintai Celia. Sebagai imbalan kasih itu, ia
menuntut Celia untuk membuat ibunya bahagia, tugas yang mustahil karena ibunya
yang sangat depresi dengan menarik diri dan emosi yang meledak-ledak. Sebagai
anak sulung, Celia harus menyatukan keluarga, mengerjakan tugas rumah,
menenangkan ibunya yang meledak-ledak atau meredakan depresi ibunya ketika
mengancam bunuh diri. Ayahnya menarik diri dari keluarga, menghabiskan waktunya
dengan bekerja dan minum-minum dengan temannya.
Celia berjuang dengan tugas menjadi ibu kecil dan membuat ibunya tetap
hidup, sehingga ia menjadi sangat kompoten. Ketika ia menginjak remaja, ia mulai
memberontak melawan peran ini, dan menuntut waktu untuk dirinya. Tak lama,
ayahnya meninggalkan keluarga dan ibunya bunuh diri.
Saya sekarang paham cara Celia yang sangat kaku ketika duduk pada sesi
pertama dan senyum kekanakan palsu itu. Dalam keadaan ego Anak, ia menjalankan
keputusan masa kecil bahwa ia harus melakukan banyak hal untuk orang lain atau
mereka akan mati. Untuk melakukan itu, ia harus sangat dewasa dan efesien. Ia tak
boleh membiarkan kebutuhaan dan perasaanya sendiri merintangi, sehingga ia tak
punya hak untuk merasa, menjadi dirinya sendiri, bahkan mungkin tak punya hak
untuk ada; ia hanya bias memenangkan hak untuk ada dengan bekerja keras. Ia
percaya bahwa jika orang-orang mengatakan bahwa mereka mencintaimu, engkau
harus bertanggung jawab sepenuhnya untuk mereka. Juga dalam keadaan Anak, Celia
harus berjuang dengan kemarahannya karena tidak mendapatkan kebutuhannya dan
bercampur dengan kesedihan yang mendalam, ketidakmampuan dan perasaan
bersalah yang ia rasakan (seperti yang dilihat di masa kecilnya) karena membuat
17

ibunya bunuh diri. Dari keadaan ego Orangtua, ia masih menerima pesan yang
memberitahunya bahwa ia belum melakukan hal besar atau belum cukup memberikan
dirinya.
Kita sekarang bias menggambar diagram yang disebut ‘matriks naskah’, yang
menunjukkan pesan naskah dari orangtuanya dan keputusan yang dibuatnya di masa
kanak-kanak yang sekarang sangat memengaruhi pikiran, perasaan, dan perilakunya.
Kami mengidentifikasi injungsi yang snagat kuat: Jangan Merasa, Jangan Menjadi
Dirimu, Jangan Menjadi Penting dan Jangan Ada dari ayahnya.
Kami juga bias memahami perilaku ibunya dengan menggunakan istilah dari
aliran Kateksis AT yang disebut simbiosis. Ibunya mencoba membuat Celia
menggunakan keadaan ego Anak Celia dan keadaan ego Orangtua dan Dewasa
dihidangkan.
TERAPI

18

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah kami adalah,bahwa dalam proses pendekatan
Analisis Transaksional dibutuhkan teknik dan cara-cara yang bertahap agar
menemukan penyelesaian dalam masalah yang di hadapi, dan untuk mencapai
tujuan yang diinginkan, baik sarana tersebut berupa fisik seperti alat peraga,
administrasi, dan pergedungan di mana proses kegiatan bimbingan berlangsung,
bahkan pelaksana metode seperti pembimbing sendiri adalah termasuk metode
juga dan sarana non fisik seperti kurikulum, contoh, teladan, sikap dan
pandangan pelaksana metode.

19

DAFTAR PUSTAKA
Corey. Gerald. (2005). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung:
Rafika Aditama
Gantina Komalasari, dkk. 2011. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta: PT. Indeks
http://www.ericberne.com/transactional_analysis_description.html
https://www.google.com/search?q=materi+analisis+transaksional&ie=utf8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-a&channel=
Rizky Putri Asridha S. Hutagalung. Psikologi Konseling. Jakarta: Universitas
Mercu Buana.
Stephen Palmer. 2010. Konseling dan Psikoterapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Zulisttya.blogspot.com.Mei 2012. Analisis Transaksional.

20