BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Peramalan - Perencanaan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Dengan Menggunakan Model Economic Order Quantity Studi Kasus: PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Sei Silau Kisaran)

BAB 2 LANDASAN TEORI Peramalan

2.1 Peramalan adalah bagian yang penting dan bersatu dengan kegiatan pengambilan

  keputusan didalam suatu perusahaan, terutama untuk melakukan perencanaan ke masa depan. Semakin meningkatnya kebutuhan akan peramalan dapat terlihat pada keadaan masa kini yang sangat ingin menghindari keadaan yang tidak pastioleh sebab itu telah tersedia berbagai metode peramalan untuk mendukung kebutuhan tersebut. Masalahnya adalah bagaimana memakai berbagai jenis karakteristik peramalan tersebut agar sesuai dengan yang dibutuhkan. Pemilihan metode peramalan tersebut harus mempertimbangkan situasi pada saat peramalan tersebut dilakukan. Situasi peramalan tersebut sangat beragam, tergantung pada horizon waktu peramalan, pola data, tingkat ketelitian, persediaan data dan biaya yang dibutuhkan.

  Pada dasarnya peramalan itu dikelompokkan dalam dua kategori utama yaitu metode kuantitatif dan metode kualitatif. Metode kuantitatif meliputi deret berkala

  

(time series) dan metode kausal (sebab-akibat), sedangkan metode kualitatif meliputi

  eksploratories dan metode normatif. Peramalan dengan kuantitatif dapat diterapkan bila terdapat kondisi sebagai berikut:

  1. Tersedianya informasi tentang masa lalu

  2. Informasi tersebut dapat dikuantifikasikan dalam numerik

  3. Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan berlanjut di masa mendatang Metode kualitatif dibagi dua, yaitu metode eksploratoris dan metode normatif. metode eksploratoris (seperti metode Delphi, kurva S, analog) dimulai dengan masa lalu dan masa kini sebagai titik awalnya dan bergerak kearah masa depan dengan melihat semua kemungkinan yang ada. Metode normatif (seperti metode matriks keputusan , pohon relevansi, analisa sistem) dimulai dengan menetapkan sasaran dan tujuan yang kan datang. Kemudian bekerja mundur untuk melihat apakah hal ini dapat dicapai berdasarkan kendala sumber daya dan teknologi yang tersedia.

2.1.1 Model Deret Berkala (Time Series)

2.1.1.1 Pola Data Model Deret Berkala

  Ada empat jenis pola data untuk deret berkala, yaitu:

  1. Pola Horizon (H) Pola horizon ini terjadi jika nilai data berfluktuasi disekitar harga rata-rata yang konstan. Penjualan produk tidak bertambah atau tidak berkurang disepanjang waktu. Pola horizon dapat digambarkan pada gambar 2.1 berikut.

  2. Pola Musiman (S) Pola ini terjadi bila deret berkala dipengaruhi oleh faktor-faktor musiman misalnya tahunan, kwartal, bulanan, mingguan atau harian. Model ini dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut.

  3. Pola Siklis (C) Pola ini terjadi bila data dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi yang waktunya relatif panjang dan gerakanya tidak beraturan.pola siklis ini dapat dilihat pada

gambar 2.3 berikut.

  4. Pola Trend (T) Pola ini dapat terjadi bila secara umum terjadi penambahan atau penurunan pada data yang ada. Pola ini dapat digambarka seperti terlihat pada gambar 2.4 berikut.

2.1.1.2 Teknik peramalan Deret Berkala

  Metode dan teknik peramalan deret berkala adalah metode peramalan berdasarkan periode waktu. Metode yang termasuk dalam deret berkala adalah :

a. Metode Penghalusan (Smoothing)

  1. Metode Rata-rata Bergerak (Moving Average): Single Moving Average (SMA) dan Linier Moving Average (LMA).

  2. Metode Exponential Smoothing: Single Exponential Smoothing,

  Double Exponential Smoothing, Triple Exponential Smoothing, Adaptive Response Rate ES (ARRES), Holt 2-Parameters Linier ES,

  dan Witer 3-Parameters Linier ES.

  b. Metode Regresi : Konstan, Regresi Linier (Trend), kuadratis , Eksponensial dan Siklis.

  c. Metode Dekomposisi Metode yang akan digunakan pada peramalan dalam analisis masalah dan pemecahan masalah adalah: a. Metode Single Exponential Smooting

  Pengertian dasar dari metode ini adalah nilai ramalan pada t+1 merupakan nilai actual pada periode t ditambah dengan penyesuaian yang berasal dari kesalahan nilai peramalan yang terjadi pada periode t tersebut. Nilai peramalan dapat dicari dengan persamaan berikut:

  = + (1 ∝ −∝)

  • 1

  Dimana: = data permintaan pada periode –t = Faktor/konstanta pemulusan

  α = peramalan untuk period ke – t+1

  • 1

b. Metode Regresi Linier

  Metode kecenderungan dengan regresi merupakan dasar garis kecenderungan untuk satu persamaan, sehingga dengan persamaan tersebut, dapat diproyeksikan hal-hal yang akan diteliti pada masa yang akan datang. Untuk peramalan jangka pendek dan jangka panjang, ketepatan peramalan metode ini sangat baik. Data yang dibutuhkan untuk metode ini adalah tahunan, semakin banyak data yang dimiliki semakain baik hasil yang diperoleh. fungsi peramalan untuk regresi adalah:

  • =
Dimana: ∑ − (∑ )(∑ )

  =

  2

  2

  ) − (∑

  ) ∑ − (∑

  = Keterangan :

  c. Metode Dekomposisi Metode dekomposisi merupakan pendekatan peramalan yang tertua. Terdapat beberapa pendekatan alternatif untuk mendekomposisikan suatu deret berkala yang semuanya bertujuan memisahkan setiap komponen deret data seteliti mungkin. Konsep dasar pemisahan bersifat empiris dan tetap, yang mula-mula memisahkan unsur musiman, kemudaian trend dan akhirnya unsur siklis. Langkah peramalan secara umum adalah sebagai berikut:

  1. Ramalkan fungsi regresi linier biasa

  2. Hitung nilai indeks untuk unsur musiman yang ada

  3. Gabungkan nilai perolehan indeks, lalu ramalakan nilai baru dengan mengalikan nilai indeks dengan nilai peramalan memakai fungsi regresi linier tersebut.

  d. Metode Pemulusan Eksponensial Musiman

  Winter’s Three Parameter Trend and Seasonality Method

  Salah satu metode peramalan yang daigunakan khusus untuk data musiman adalah metode pemulusan eksponensial musiman. Metode ini didasarkan pada tiga persamaan, yaitu unsure stasioner,trend dan musiman, yang dirumuskan sebagai berikut:

  = ) � � + (1 − )(

  • −1 −1 −

  = ) + (1 ( − )

  • −1 −1

  = � � + (1 − )

  −1

  • = ( .

  )

  − + +

  • 1
  • +2

  Trend peramalan yang dipilih adalah trend yang memiliki SEE yang terkecil.

  � = Nilai trend atau ramalan kebutuhan n = Jumlah pengamatan f = Derajat kebebasan f = 1, untuk data konstan f = 2, untuk data linier f = 3, untuk data eksponensial

  SEE = Standard Error Estimate = Relasi kebutuhan masa lalu

  − Dimana :

  2

=1

  − � )

  = � ∑ (

  Untuk menentukan teknik atau metode peramlan yang paling mendekati digunakan harga Standard Error Estimate (SEE) rumusa yang digunakan adalah sebagi berikut:

  ��

  � + ⋯ + �

  2

  −

  � + �

  1

  −

  1 ��

  =

  Sebagaimana dengan perhitungan eksponensial tunggal, nilai inisial dapat disamakan dengan nilai aktualnya atau berupa rata-rata dari beberapa nilai pada musim yang sama. Sedangkan nilai inisial T dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

  Dimana: L = jumlah periode dalam satu siklus I = faktor penyesuaian musiman (indeks musiman)

2.1.1.3 Kriteria Pemilihan Trend

  Persediaan ( Inventory)

2.2 Persedian (Iventory) merupakan salah satu unsur yang paling sangat aktif dalam

  operasional perusahaan, tanpa adanya persediaan yang baik perusahaan akan dihadapkan pada kesulitan dalam mememnuhi permintaan konsumen. Hal ini mengakibatkan kontinuitas perusahaan yang sangat besar kemungkinannya akan terganggu. Bila hal ini terjadi maka akan merugikan perusahaan karena laba perusahaan akan menurun.

  Secara umum persediaan meliputi barang atau bahan yang diperlukan perusahaan dalam proses produksi dan proses distribusi barang. Produksi tidak akan berjalan lancar bila persediaan bahan baku kurang, demikian juga dengan penjualan tidak akan berhasil jika persediaan kurang. Mengingat hal itu ada kecenderungan bahwa perusahaan akan lebih suka untuk mempunyai persediaan yang besar karena perusahaan akan mempunyai fleksibilitas dalam melakukan produksi dan penjualan. Namun hal itu juga mempunyai dampak pada biaya penyimpanan, biaya keamanan, dan biaya pemeliharaan. Oleh karena itu manager perusahaan harus menentukan jumlah yang seimbang antara perolehan laba dan resiko.

  Untuk memahami arti persediaan, maka akan dijelaskan beberapa definisi persediaan sebagai berikut:

  

1. Menurut Eddy Herjanto (1999;219): mengatakan bahwa persediaan adalah “bahan

atau barang yang disimpan untuk tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi atau perakitan untuk dijual kembali”.

  2. Sofjan Assauri (1993), menjelaskan bahwa persediaan adalah “Suatu aktiva yang

  meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha yang normal”.

  3. James L. Riggs (1993) mengatakan bahwa “inventory in a production contex is

  an idle resource. The resource can be animate or inanimate”. Most commonly it is production material: tolls, purchased part, raw material, office supplies, product in process, etc.

4. Sri Mulyono (2002), menjelaskan bahwa persediaan adalah “Sumber daya yang

  disimpan untuk memenuhi permintaan saat ini dan mendatang”

  Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa persediaan adalah material yang berupa bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi yang disimpan dalam suatu tempat atau gudang dimana barang barang tersebut menunggu untuk diproses atau diproduksi lebih lanjut.

2.1.1 Jenis – Jenis Persediaan

  Persediaan dapat dibedakan atau dikelompokkan menurut jenis dan posisi barang tersebut di dalam urutan pengerjaan produk, yaitu:

  1. Persediaan Bahan Baku (Raw Materials Stock) Persediaan dari barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi, yang mana barang dapat diperoleh dari sumber-sumber alam ataupun dibeli dari supplier atau perusahaan yang menghasilkan bahan baku bagi perusahaan pabrik yang menggunakannya.

  2. Persediaan bagian produk atau parts yang dibeli (purchased parts) Persediaan barang-barang yang terdiri dari parts yang diterima dari perusahaan lain, yang dapat secara langsung diassembling dengan parts lain, tanpa melalui proses produksi sebelumnya.

  3. Persediaan barang-barang perlengkapan (supplies stock) Persediaan barang-barang atau bahan-bahan yang diperlukan dalam proses produksi atau yang digunakan dalam proses produksi untuk membantu berhasilnya produksi atau yang dipergunakan dalam bekerjanya suatu perusahaan, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen dari barang jadi.

  4. Persediaan barang setengah jadi (work in process/progress stock)

  Persediaan barang-barang yang keluar dari tiap-tiap bagian dalam satu pabrik atau bahan-bahan yang telah diolah menjadi suatu bentuk tetapi lebih perlu diproses kembali untuk kemudian menjadi barang jadi.

  5. Persediaan barang jadi (finished goods stock) Persediaan barang-barang yang telah selesai diproses dalam pabrik dan siap untuk dijual kepada pelanggan atau perusahaan lain. Jadi barang jadi ini merupakan produk selesai dan telah siap untuk dijual.

  Disamping itu persediaan dapat dikelompokkan berdasarkan fungsinya, yaitu:

  1. Batch Stock atau Lot Size Inventory Dalam Batch Stock atau Lot Size Inventory, pembelian atau pembuatan yang dilakukan untuk jumlah besar, sedangkan penggunaan atau pengeluaran dalam jumlah kecil. Terjadinya persediaan karena pengadaan bahan/barang yang dilakukan lebih banyak dari pada yang dibutuhkan.

  2. Fluctuation Stock Dalam hal ini perusahaan mengadakan persediaan untuk dapat memenuhi permintaan konsumen, apabila tingkat permintaan menunjukkan keadaan yang tidak beraturan atau tidak tetap dan fluktuasi permintaan tidak dapat diramalkan lebih dahulu. Jadi apabila terdapat fluktuasi permintaan yang sangat besar, maka persediaan ini (fluctuation stock) dibutuhkan sangat besar pula untuk menjaga kemungkinan naik turunnya permintaan tersebut.

  3. Anticipation Stock

  Anticipation Stock adalah persediaan yang diadakan untuk menghadapi

  fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun dan untuk menghadapi penggunaan atau penjualan permintaan yang meningkat

2.1.2 Biaya-Biaya dalam Persediaan

  Tujuan yang ingin dicapai dalam penyelesaian masalah persediaan adalah meminimumkan biaya total persediaan. Biaya persediaan adalah semua pengeluaran atau kerugian yang timbul akibat persediaan. Berikut akan diuraikan komponen biaya dalam persediaan:

  Biaya pembelian adalah harga pembelian setiap unit item jika item tersebut berasal dari sumber-sumber eksternal, atau biaya produksi per unit bila item tersebut berasal dari internal perusahaan. Biaya pembelian item-item selama satu periode pengendalian persediaan dapat dirumuskan sebagai berikut:

  = .

  . . . (1)

  Di mana: = Biaya pembelian selama satu periode

  = Biaya pembelian per unit = Jumlah pemesanan

b. Biaya Pengadaan (Procurement Cost)

  Ginting, Rosnani (2007) dalam bukunya mengelompokkan biaya pengadaan menjadi 2 jenis biaya berdasarkan asal-usul barang, yaitu:

1. Biaya Pemesanan (Order Cost)

  Biaya pemesanan adalah semua pengeluaran yang timbul untuk mendatangkan barang dari pihak lain (supplier). Biaya ini pada umumnya meliputi:

a. Pemrosesan pesanan

  b. Biaya ekspedisi

  c. Biaya telepon dan keperluan komunikasi lainnya d. Pengeluaran surat-menyurat dan perlengkapan administrasi lainnya.

  e. Biaya pengepakan dan penimbangan

  f. Biaya pemeriksaan penerimaan

  g. Biaya pengiriman ke gudang Biaya pemesanan tidak tergantung pada jumlah per item barangyang dipesan tiap kali pemesanan. Biaya pemesanan dipengaruhi frekuensi pemesanan per-periode kegiatan. Semakin sering dilakukan pemesanan, maka semakin besar pula total biaya pemesanannya. Total biaya pemesanan selama satu periode dirumuskan sebagai berikut:

  = . . . (2) . ∑

  =1

  Di mana : = Total biaya pemesanan selama satu periode

  = Biaya setiap kali pesan

  = Jumlah unit item i setiap kali pesan (optimal)

  D i = Permintaan barang ke-i

2. Biaya Pembuatan (Setup Cost)

  Biaya pembuatan adalah semua pengeluaran yang ditimbulkan untuk persiapan memproduksi barang. Ongkos ini biasanya timbul di dalam pabrik, yang meliputi ongkos menyetel mesin, ongkos mempersiapkan gambar benda kerja, dan sebagainya.

c. Biaya Penyimpanan (Holding Cost or Carring Cost)

  Biaya penyimpanan adalah semua pengeluaran yang ditimbulkan oleh penyimpanan persediaan dalam gudang pada periode waktu tertentu. Jika barang yang disimpan merupakan barang jadi yang diterima dari pihak lain, maka biaya penyimpanannya meliputi:

  2. Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan

  3. Biaya modal

  4. Biaya resiko kerusakan, kecurian

  5. Biaya keusangan

  6. Biaya asuransi persediaan

  7. Biaya pajak persediaan

  8. Biaya pengelolaan/administrasi penyimpanan Biaya penyimpanan dapat dinyatakan dalam dua bentuk, yaitu sebagai persentase dari nilai rata-rata persediaan per-periode dan dalam bentuk rupiah per periode per unit barang. Pada perusahaan yang memiliki produk yang lebih dari satu (multi item), terdapat biaya penyimpanan untuk setiap item selain dari biaya penyimpanan untuk gudang. Biaya penyimpanan persediaan selama satu periode dirumuskan sebagai berikut:

  = . ∑ .

  2 =1 . . . (3)

  Di mana: = Total biaya penyimpanan selama satu periode

  =

  Biaya penyimpanan dalam % dari nilai rata-rata persediaan

  = Jumlah unit item i setiap kali pesan (optimal) = Harga item i per-unit

d. Biaya Kekurangan Persediaan (Shortage Cost)

  Biaya kekurangan persediaan adalah biaya yang timbul sebagai akibat tidak tersedianya barang pada waktu yang diperlukan. Biaya kekurangan persediaan pada dasarnya bukan biaya nyata, melainkan berupa biaya kehilangan kesempatan. Termasuk dalam biaya ini, antara lain:

  1. Biaya administrasi tambahan 3. Biaya kehilangan pelanggan.

  4. Terganggunya proses produksi atau distribusi.

  5. Tambahan pengeluaran dan sebagainya. Dari komponen biaya di atas, terdapat hubungan antara biaya pemesanan dan biaya penyimpanan (total biaya persediaan) dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut:

Gambar 2.1 Grafik Total Biaya Persediaan (Siswanto. 2007)

  Dari gambar di atas, dapat diketahui bahwa semakin besar jumlah barang yang dipesan (order quantity), maka biaya penyimpanan semakin bertambah tinggi sedangkan biaya pemesanan semakin kecil. Sebaliknya semakin kecil jumlah barang

  Rp

  Biaya Simpan Biaya Pesan Biaya Total Persediaan

  Biaya total minimum yang dipesan, maka biaya pemesanan semakin besar sehingga biaya penyimpanan semakin kecil. Dengan demikian untuk memperoleh jumlah pemesanan optimum dan kapan dilakukan pemesanan haruslah dicari keseimbangan antara biaya penyimpanan dan biaya pemesanan.

  Perencanaan Pengendalian Persediaan

2.3 Perencanaan dan pengendalian produksi dan persediaan (PPIC) merupakan bagian

  yang berpartisipasi dalam peramalan permintaan, perencanaan kapasitas keseluruhan organisasi, penentuan berapa banyak persediaan bahan dan komponen-komponen yang harus ada dan kapan mendapatkannya, dan bila komponen tersebut diproduksi sendiri, bertanggung jawab atas kapan dibuat dan pada mesin-mesin mana sehingga

  

master production schedules atau jadwal perakitan akhir dipenuhi untuk memuaskan

permintaan organisasi (Handoko, 1993).

  PPIC pada industri apa pun pada dasarnya memiliki fungsi yang sama. Fungsi atau aktivitas-aktivitas yang ditangani oleh Departemen PPIC secara umum adalah sebagai berikut: 1. Mengelola pesanan dari pelanggan.

  2. Meramalkan permintaan masa depan agar skenario pruduksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan.

  3. Mengelola persediaan berupa tindakan transaksi persediaan, kebijakan persediaan pengaman, kebijakan kuantitas pesanan, kebijakan frekuensi dan periode pemesanan, dan mengoptimalkan biaya yang terkait didalamnya.

  4. Menyusun rencana agregat, penyesuaian permintaan dengan kapasitas.

  5. Membuat Jadwal Induk Produksi (JIP) mengenai apa dan berapa unit yang harus diproduksi pada suatu periode tertentu.

  6. Merencanakan kebutuhan seperti komponen, sub assembly, dan bahan penunjang untuk penyelesaian produk.

  7. Melakukan penjadwalan pada mesin atau fasilitas produksi.

  8. Monitoring dan pelaporan pembebanan kerja dibanding kapasitas produksi.

  9. Evaluasi skenario pembebanan dan kapasitas. Perencanaan dan pengendalian persediaan yang merupakan sub dari Departemen PPIC, terlihat jelas pada poin ke tiga dari fungsi – fungsi di atas bahwa perencanaan dan pengendalian persediaan memiliki aktivitas – aktivitas utama untuk mengelola persediaan, baik berupa tindakan transaksi yang berkenaan langsung dengan persediaan, kebijakan tentang tingkat persediaan pengaman, kebijakan kuantitas pesanan, kebijakan frekuensi dan periode pemesanan serta kebijakan pengelolaan persediaan untuk mengoptimalkan biaya yang terkait didalamnya.

  Fungsi - fungsi tersebut berlaku secara umum, namun terkadang suatu perusahaan hanya memiliki beberapa fungsi saja, tergantung sistem perencanaan dan pengendalian produksi dan persediaan yang digunakan perusahaan.

  Model Pengendalian Persediaan

2.4 Menurut Pontas M Pardede (2005), di dalam pengendalian persediaan terdapat berbagai jenis model yang dapat digunakan untuk perencanaan dan pengawasan.

  Untuk membangun atau membentuk model persediaan yang sesuai bagi suatu perusahaan, sebaiknya manajer persediaan mengikuti langkah-langkah berikut: a. Mempelajari keadaan yang berlaku yang berkaitan dengan persediaan dan kemudian merumuskan sifat-sifat atau ciri-ciri keadaan tersebut.

  b. Merumuskan asumsi-asumsi yang dibutuhkan.

  c. Membuat rumus atau persamaan biaya persediaan

  d. Menggunakan rumus atau persamaan tersebut untuk menentukan titik atau waktu pemesanan serta jumlah pesanan.

  Melalui model persediaan, penyederhanaan masalah persediaan akan menjawab dua hal penting, yaitu berapa banyak harus dipesan dan kapan (berapa kali) memesan sehingga persediaan dapat diminimumkan. Secara Umum, model persediaan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu: a. Model Deterministik Model deterministik ditandai oleh karakteristik permintaan dan periode kedatangan yang dapat diketahui secara pasti sebelumnya.

  b. Model Probabilistik Model probabilistik ditandai oleh karakteristik permintaan dan periode kedatangan pesanan yang tidak dapat diketahui secara pasti sebelumnya, sehingga perlu didekati dengan distribusi probabilitas.

  Pada dasarnya, model persediaan probabilistik dan model deterministik memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk mengendalikan persediaan dengan car menentukan jumlah optimum pemesanan dan titik pemesanan kembali. Selain itu, kedua model ini juga sama dalam hal fungsi persediaan dan komponen biaya persediaan.

  Economic Order Quantity (EOQ)

2.5 Dalam meminimumkan biaya, diperlukan pengetahuan tentang jumlah pemesanan

  yang paling ekonomis. Dalam usaha menentukan jumlah pemesanan yang paling ekonomis tersebut, terdapat dua biaya utama yaitu biaya pemesanan (ordering cost) dan biaya penyimpanan (carrying cost) yang memiliki sifat berbanding terbalik. Apabila barang yang dipesan dalam jumlah yang banyak, biaya pemesanan sedikit namun akan terkendala pada biaya penyimpanan yang cenderung besar. Namun apabila frekuensi pemesanan sering dilakukan, maka biaya pemesanan akan tinggi walaupun bisa meminumkan biaya penyimpanan. Untuk itu diperlukan keseimbangan antara kedua biaya. Dengan kata lain, jumlah pemesanan yang paling ekonomis merupakan jumlah atau besarnya pesanan yang memiliki biaya pemesanan dan biaya penyimpanan yang minimum. Metode yang dapat digunakan untuk menentukan jumlah pemesanan yang paling ekonomis adalah dengan menggunakan model

  Economic Order Quantity (EOQ).

  Metode EOQ dapat digunakan apabila kebutuhan-kebutuhan permintaan pada masa yang akan datang memiliki jumlah yang konstan dan relatif memiliki fluktuasi perubahan yang sangat kecil. Apabila jumlah permintaan dan masa tenggang diketahui, maka dapat diasumsikan bahwa jumlah permintaan dan masa tenggang merupakan bilangan yang konstan dan diketahui. EOQ dihitung dengan menganalisis total biaya (TC). Total Biaya pada satu periode merupakan jumlah dari biaya pemesanan ditambah biaya penyimpanan selama periode tertentu.

  Sukanto (2003) menyatakan bahwa kebijakan persediaan dapat menentukan jumlah pesanan ekonomis yang bertalian dengan penentuan berapa banyak dipesan dan titik pemesanan kembali yang bertalian dengan kapan mengadakan pesanan.

  Model persediaan EOQ memakai asumsi-asumsi sebagai berikut:

  a. Hanya satu barang yang diperhitungkan

  b. Kebutuhan (permintaan) setiap periode diketahui, relatif tetap dan terus menerus c. Barang yang dipesan diasumsikan langsung dapat tersedia atau berlimpah

  d. Waktu tenggang (lead time) bersifat konstan

  e. Setiap pesanan diterima dalam sekali pengiriman dan langsung dapat digunakan f. Tidak ada pesanan ulang (back order) karena kehabisan persediaan g. Tidak ada quantity discount.

  Secara grafik, model persediaan EOQ dapat digambarkan sebagai berikut:

  Tingkat Persediaan Titik di saat pesanan diterima (reorder point) Q Q - D t Rata-rataPersediaan

Gambar 2.2 Grafik Model Persediaan EOQ (Ristono, Agus. 2009)

  Dalam metode EOQ digunakan beberapa notasi sebagai berikut: = Jumlah kebutuhan barang ke-i (unit/tahun)

  S = Biaya pemesanan (rupiah/pesan)

  ℎ = Biaya penyimpanan (% terhadap nilai barang) = Harga barang ke-i (rupiah/unit)

  = h x C = Biaya penyimpanan (rupiah/unit/periode) = Jumlah pemesanan barang ke-i (unit/pesanan)

  T = Jarak waktu antar pesan (tahun,hari,bulan)

  = Frekuensi pemesanan barang ke-i

  TC = Biaya total persediaan (rupiah/tahun)

  Merujuk pada Herjanto, Eddy (1999), cara untuk memperoleh EOQ adalah sebagai berikut: Biaya pemesanan per-tahun = Frekuensi pesanan x Biaya pesan

  = × ∑

  =1

  Biaya Penyimpanan = Persediaan rata-rata x Biaya penyimpanan = ×

  ∑

  =1

  

2 Biaya Total per Tahun = Biaya pemesanan + Biaya penyimpanan . . .

  × × (4) = ∑ �� � + � ��

  =1

  2 Biaya total persediaan akan naik jika semakin banyak unit (Q) yang dipesan maupun

  unit (Q) yang disimpan. Kondisi minimum pada biaya total persediaan akan tercapai apabila biaya pesan sama dengan biaya simpan, Konsep dasar EOQ Multi Item berasal dari konsep EOQ dasar, begitu pula dengan analisis biaya terhadap jumlah pemesanan ekonomis.

  Secara matematik =

  × × =

  2 . =

  2 2 .

  

.

  2 = 2 .

  .

  =

  = � 2 . . Untuk kasus Multi Item: = = . . . (5)

  �

  Atau,

  × × = � � + � �

  2 . .

  =

  • 2 ( ) . .
  • =

  �

  2 ( ) ( ) � � ( ) �

  ( ) −

  • =

  

2

  2 ( ) syarat minimum,

  ( ) = 0

  ( ) maka,

  − .

  = 0

  • 2

  2 .

  =

  2

  2

  2 .

  = 2 .

  

.

  2 = 2 .

  .

  =

  = � 2 . .

  =

  Untuk kasus Multi Item: = . . . (6) �

  Dari uraian secara matematik di atas, jelas bahwa kondisi minimum Biaya total persediaan dapat tercapai dengan memesan unit dengan metode EOQ.

  Safety Stock (Persediaan Pengaman)

2.6 Masalah kekurangan persediaan obat generik, misalnya karena permintaan obat

  generik yang lebih besar dari perkiraan semula atau keterlambatan dalam penerimaan obat yang dipesan pasti dialami oleh setiap perusahaan. Untuk mengatasi hal ini maka dibutuhkan Safety Stock. Dengan adanya persediaan pengaman, perusahaan dapat mengatasi ketidakpastian permintaan dengan segera. Untuk mengetahui berapa banyak safety stock (SS) harus disediakan berdasarkan data penyimpangan- penyimpangan masa lalu, dapat digunakan alat bantu yaitu Kurva Normal. Di dalam statistika, dikenal berbagai distribusi data. Salah satunya yang terkenal dan luas penggunaannya adalah Distribusi Normal. Karakteristik Distribusi Normal dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.3 Distribusi NormalGambar 2.4 menjelaskan cakupan luas area pada Kurva Normal di mana penyimpangan atau deviasi x terhadap rata-rata

  ̅ adalah ( − ̅ ) dan dinyatakan dalam standar deviasi . Pada dasarnya, menandai cakupan suatu luas area tertentu pada Kurva Normal. Pada kasus persediaan pengaman ini, penyimpangan- penyimpangan terhadap

  ̅ dinyatakan dalam:

  2

∑( − ̅)

  . . . (7) = �

  Selanjutnya, dari (7) digunakan untuk menemukan luas area dalam Kurva Normal melalui :

  − ̅

  . . . (8) =

  Nilai z pada (8) berkaitan dengan 4 digit bilangan di belakang koma yang menjelaskan berapa bagian atau persen luas area yang dicakup pada di (7). Karena luas seluruh area dalam Kurva Normal itu terdiri atas dua bagian yang simetrik sempurna, yaitu di sebelah kiri

  ̅ dan di sebelah kanan ̅ dan tabel itu hanya mewakili salah satu sisi saja, maka setiap bagian atau area 50% atau 0,5.

  Dalam hal ini, PT Indofarma Global Medika Medan menggunakan batas toleransi (α) = 5% di atas perkiraan dan 5% bawah perkiraan. Dengan batas toleransi tersebut pada Tabel Standar Deviasi Normal, maka nilai Standar Normal Deviasi (Z) yang digunakan adalah 1,65. Rumus menghitung nilai Safety Stock (SS):

  . . . (9) = ×

  Di mana: SS = Safety Stock (persediaan pengaman)

  Z = Standar normal deviasi

  = Standar deviasi

  n = Banyak data Reorder Point (ROP)

2.7 Reorder Point ROP atau biasa disebut dengan batas/titik jumlah pemesanan kembali

  termasuk permintaan yang diinginkan atau dibutuhkan selama masa tenggang, misalnya suatu tambahan/ekstra stok.

  Menurut Fredi Rangkuti (2004), reorder point terjadi apabila jumlah persediaan yang terdapat di dalam stok berkurang terus. Dengan demikian kita harus menentukan berapa banyak batas minimal tingkat persediaan yang harus dipertimbangkan sehingga tidak terjadi kekurangan persediaan. Jumlah yang diharapkan tersebut dihitung selama masa tenggang. Selain itu dapat pula ditambahkan dengan safety stock yang biasanya mengacu kepada probabilitas atau kemungkinan terjadinya kekurangan stok selama masa tenggang.

  Faktor yang mempengaruhi pemesanan ulang (reorder point):

  a. Waktu yang diperlukan dari saat pemesanan sampai dengan barang datang di perusahaan (Lead Time)

b. Tingkat pemakaian barang rata-rata / hari atau satuan waktu lainnya

  c. Persediaan besi/safety stock (jumlah persediaan barang yang minimum harus ada untuk menjaga kemungkinan keterlambatan datangnya barang yang dibeli agar perushaaan tidak mengalami “stock out”/gangguan kelancaran kegiatan produksi karena kehabisan barang.

  Rumus: . . . (10)

  = ̅ × + Di mana: ROP = Reorder point (titik pemesanan ulang)

  = Rata-rata jumlah kebutuhan (unit/bulan) ̅

  LT = Lead time / waktu tunggu (bulan) SS = Safety Stock (persediaan pengaman)

  Secara grafik, hubungan EOQ, safety stock dan ROP dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.4 Grafik Hubungan EOQ, Safety Stock dan ROP (Zamit, Yulian. 2003) Persediaan Maksimal (Maximum Inventory)

2.8 Maximum Inventory (MI) diperlukan untuk menghindari jumlah persediaan yang

  berlebihan di gudang, sehingga tidak menimbulkan biaya yang lebih besar untuk penyimpanan persediaan tersebut. Besarnya persediaan maksimal yang ada di gudang dapat dihitung dengan menjumlahkan kuantitas persediaan menurut EOQ dengan jumlah persediaan pengaman (safety stock).

  Rumus menghitung persediaan maksimal (maximum inventory): = + . . . (11)

  Di mana: MI = Maximum Inventory

  SS = Safetry stock / persediaan pengaman EOQ = Economic order quantity (jumlah pemesanan ekonomis)

  Total Cost (Biaya Total) Persediaan

2.9 Total cost adalah total biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Biaya penyimpanan

  dapat menjadi lebih efisien jika perusahaan dapat mengetahui berapa jumlah barang yang tepat untuk dipesan kepada supplier, sehingga persediaan yang dipesan tidak kurang dan tidak melebihi yang dibutuhkan untuk proses produksi atau distribusi. Jika perusahaan dapat mengetahui berapa jumlah barang yang tepat untuk dipesan, hal ini juga dapat mengefisiensikan biaya pemesanan. Biaya yang tadinya dikeluarkan akibat pemesanan barang yang berlebih dapat diefisiensikan dengan memesan barang yang sesuai dengan kebutuhan. Jumlah barang yang harus dipesan dapat diketahui dengan menggunakan rumus perhitungan EOQ.

  Biaya total persediaan dapat dicari dengan rumus: Total Cost (TC) = Biaya pemesanan + Biaya penyimpanan × × . . .

  (12) = ∑ �� � + � ��

  =1

  2