HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden

  • – 9

  

ANALISIS EKONOMI RUMAHTANGGA PETERNAK SAPI

DI KECAMATAN SINONSAYANG KABUPATEN MINAHASA

Femi H. Elly

Artise H.S. Salendu

  

(Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi Manado)

ABSTRAK

  Rumahtangga petani peternak sapi bertujuan untuk memaksimumkan profit sekaligus memaksimumkan utilitasnya. Usaha ternak sapi merupakan sumber pendapatan bagi rumahtangga petani peternak sapi di Kecamatan Sinonsayang. Permasalahannya bagaimana perilaku ekonomi rumahtangga dalam usaha ternak sapi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perilaku produksi, permintaan input, penawaran tenaga kerja dan perilaku pengeluaran rumahtangga petani peternak sapi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei, dengan jumlah responden sebesar 30 peternak sapi yang ditentukan secara purposive sampling. Analisis data yang digunakan adalah analisis persamaan tunggal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha ternak sapi merupakan sumber pendapatan rumahtangga, tetapi pakan yang dikonsumsi hanya limbah jagung, limbah padi, rumput lapangan dan rumput lainnya. Pendapatan dapat ditingkatkan dengan meningkatkan produktivitas ternak sapi melalui introduksi hijauan yang berkualitas. Kesimpulan dari penelitian ini, perilaku produksi ternak sapi dipengaruhi oleh harga ternak sapi tersebut, jumlah rumput yang dikonsumsi, jumlah limbah jagung dan jumlah anggota keluarga. Perilaku permintaan rumput dipengaruhi oleh harga rumput, jumlah ternak sapi dan harga jagung. Sedangkan perilaku pengalokasian tenaga kerja dipengaruhi oleh upah tenaga kerja, curahan tenaga kerja sebagai buruh tani dan biaya sarana produksi. Perilaku pengeluaran rumahtangga dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga, pendidikan formal dan total pendapatan rumahtangga untuk usaha ternak sapi. Kata Kunci: Ternak Sapi, Ekonomi Rumahtangga

  ABSTRACT Cattle farmers household aims to maximize profit at the same time maximizing their utility. Cattle farming is a source of household income for cattle farmers in the district Sinonsayang. The problem is how the economic behavior of households in the cattle farming. The purpose of this study was to analyze the behavior of production, input demand, labor supply and farm household expenditure behavior of cattle farmer. The method used is survey method, the number of respondents of 30 cattle farmer who are determined using purposive sampling. Analysis of the data used is a single- equation analysis. The results showed that the cattle farming is a source of household income, but only a waste of feed consumed maize, rice waste, grass and other grasses. Income can be increased by increasing productivity through the introduction of cattle forage quality. The conclusion of this study, the behavior is influenced by the production of cattle, beef cattle prices, the amount of grass consumed, the amount of waste corn and the number of family members. Demand of grass behavior is influenced by the price of grass, number of the cattle and corn prices. While the labor allocation behavior is influenced

  Jurnal Agribisnis dan Pembangunan Masyarakat (AGROPEM)

  ISSN: 2089-66700

  Vol. 1, No. 1, Januari 2012 : hal. 1

  by wage labor, the allocation of labor as farm laborers and the cost of production. Behavior of expenditure households affected by the number of family members, formal education and total household income for the cattle farming. Key words: Cattle, Household Economy PENDAHULUAN

  Ternak sapi merupakan salah satu ternak yang memiliki potensi untuk dikembangkan di Sulawesi Utara. Ternak ini memiliki peran dalam penyediaan bahan makanan berupa daging, sebagai salah satu sumber pendapatan bagi rumahtangga petani peternak di pedesaan dan sumber tenaga kerja. Ternak selain sebagai penyedia lapangan kerja, tabungan dan sumber devisa yang potensil serta untuk perbaikan kualitas tanah. Ternak sapi di Sulawesi Utara telah dijadikan sebagai ternak andalan yang ditetapkan pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah khususnya dari subsektor peternakan.

  Ternak sapi di Sulawesi Utara mempunyai masa depan dan potensi pasar yang menggembirakan. Selain memberikan tambahan pendapatan kepada petani peternak, ternak sapi juga merupakan sumber pendapatan daerah melalui perdagangan ternak antar pulau. Sulawesi Utara setiap tahun melakukan perdagangan ternak sapi atau mengantarpulaukan melalui pelabuhan Bitung dan Labuan Uki yaitu ke Maluku, Irian Jaya, Jakarta dan Kalimantan Timur (Dinas Pertanian dan Peternakan Sulawesi Utara, 2005). Minahasa Selatan merupakan salah satu kabupaten di Sulawesi Utara mempunyai potensi yang baik untuk pengembangan ternak sapi.

  Adanya prospek perdagangan ternak sapi yang baik dan konsumsi lokal yang semakin meningkat, juga adanya permintaan hotel-hotel berbintang dan restoran maka perlu diadakan peningkatan jumlah populasi ternak sapi. Mengingat pada tahun 2004 populasi ternak mengalami penurunan maka kemungkinan besar permintaan pasar yang ada tidak dapat dipenuhi. Kondisi ini yang menyebabkan terjadinya impor ternak sapi maupun daging sapi. Jadi lambatnya pertumbuhan produksi sapi lokal, seiring dengan peningkatan pertumbuhan penduduk menyebabkan pasokan daging sapi tidak mencukupi.

  Berdasarkan pemikiran dan kenyataan tersebut di atas, maka tantangan ke depan adalah bagaimana memberdayakan ekonomi rakyat melalui pembangunan peternakan pedesaan secara terpadu. Untuk memberdayakan ekonomi rakyat tidak lepas dari permasalahan ekonomi rumahtangga pedesaan. Rumahtangga yang dimaksud adalah rumahtangga petani peternak sapi sebagai pelaku utama dalam kegiatan ekonomi peternakan rakyat. Dalam kaitannya dengan rumahtangga tersebut perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis kondisi ekonomi rumahtangga peternak sapi di Kecamatan Sinonsayang Kabupaten Minahasa Selatan. Berdasarkan pemikiran di atas, permasalahan penelitian ini dirumuskan: Bagaimana kegiatan produksi rumahtangga peternak sapi di Kecamatan Sinonsayang Kabupaten Minahasa Selatan; Bagaimana permintaan input produksi dan penawaran input tenaga kerja rumahtangga peternak sapi di Kecamatan Sinonsayang Kabupaten Minahasa Selatan; Bagaimana pengeluaran rumahtangga peternak sapi di Kecamatan Sinonsayang Kabupaten Minahasa Selatan. Penelitian ini yang mempengaruhi produksi ternak sapi di Kecamatan Sinonsayang; Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan input produksi dan penawaran input tenaga kerja rumahtangga peternak sapi di Kecamatan Sinonsayang; dan Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran rumahtangga peternak sapi di Kecamatan Sinonsayang Kabupaten Minahasa Selatan.

  METODE PENELITIAN

  Penelitian akan dilakukan dengan menggunakan metode survei pada sampel rumahtangga peternak sapi di Kecamatan Sinonsayang. Pengumpulan data akan dilakukan dengan menggunakan metode wawancara kepada responden peternak dan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan.

  Jenis data yang akan digunakan adalah data cross section dan data time

  series , dari sumber data primer dan data

  sekunder. Data primer (cross section setahun) akan diperoleh dari wawancara langsung dengan responden. Sedangkan data sekunder (time series tahunan) akan diperoleh dari instansi yang terkait dengan penelitian ini serta data hasil penelitian yang dipublikasi (Sinaga, 1996).

  Desa sebagai wilayah kecamatan Sinonsayang akan ditentukan secara

  purposive, yaitu desa Boyong Pante dan

  Ongkaw II yang pola usahatani kelapa dan mempunyai jumlah ternak sapi terbanyak. Peternak disetiap desa sampel akan dibatasi untuk rumahtangga peternak yang memiliki ternak sapi minimal 2 (dua) ekor dan pernah menjual ternak sapi. Jumlah rumahtangga peternak sapi yang menjadi sampel berjumlah

  30 responden. Untuk menjawab tujuan penelitian digunakan analisis persamaan

  HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden (93,33%) bermatapencaharian sebagai petani, sisanya 6,67% bermata pencaharian sebagai guru dan tukang. Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden dapat menunjang pengembangan usaha peternakan sapi. Artinya petani peternak sebagai responden dapat memanfaatkan limbah- limbah pertanian sebagai pakan.

  Umur merupakan salah satu faktor sosial petani yang dapat mempengaruhi keputusan dalam proses produksi. Umur petani peternak terendah adalah 29 tahun dan umur tertinggi adalah 69 tahun. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden dikategorikan dalam umur produktif. Umur produktif adalah umur yang lebih mudah dalam menyerap tehnologi yang diberikan. Kondisi ini sebagai salah satu penunjang pengembangan peternakan sapi di kecamatan Sinonsayang.

  Pendidikan petani peternak sapi merupakan faktor yang mempengaruhi pengembangan usaha ternak sapi. Dalam hal ini, pendidikan juga dapat mempengaruhi keputusan produksi. Semakin tinggi pendidikan, petani peternak semakin dapat mengadopsi teknologi, sehingga mereka dapat meningkatkan produksi dengan rasional untuk mencapai keuntungan maksimal.

  Tingkat pendidikan petani peternak sebagai kepala keluarga di wilayah penelitian mulai dari tidak tamat SD sampai dengan Perguruan Tinggi, dengan rata-rata lama pendidikan sebesar 7,93 tahun. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tingkat petani di wilayah Kondisi tersebut sangat mempengaruhi pola pikir petani peternak dalam melakukan pengembangan usaha ternak sapi kearah yang lebih baik. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka petani peternak akan lebih mudah menyerap inovasi teknologi. Faktor pendidikan anggota rumahtangga peternak dapat mempengaruhi keputusan produksi (Chavas et al., 2005).

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian petani peternak di wilayah penelitian pernah mengikuti penyuluhan. Penyuluhan adalah salah satu bentuk pendidikan informal bagi petani peternak di pedesaan. Petani peternak sapi sebagai responden yang pernah mengikuti penyuluhan tentang bidang peternakan yaitu sejumlah 17 responden (56,67%), sisanya 43,33% belum pernah mengikuti penyuluhan tentang bidang peternakan. Penyuluhan yang diberikan tentang manajemen usaha ternak sapi, manajemen pakan dan pemanfaatan kotoran ternak sapi sebagai pupuk kompos dan biogas.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata jumlah anggota keluarga sebesar 4,13 orang. Jumlah anggota keluarga ini mempengaruhi perilaku produksi dan perilaku konsumsi rumahtangga. Semakin tinggi jumlah anggota keluarga maka semakin tinggi perilaku konsumsi rumahtangga. Semakin tinggi perilaku konsumsi akan mempengaruhi perilaku produksi dari rumahtangga tersebut.

  Perilaku produksi rumahtangga mempengaruhi perilaku konsumsi yang terjadi melalui perubahan pendapatan. Perilaku ini dapat dilihat dari persamaan permintaan barang (Elly, 2008). Sedangkan perilaku konsumsi mempengaruhi perilaku produksi dapat dilihat melalui karakteristik rumahtangga. Perubahan internal dalam rumahtangga misalnya terjadi perubahan struktur demografi rumahtangga. Struktur demografi ukuran keluarga dan jumlah pekerja.

  Apabila terjadi perubahan struktur keluarga yang berdampak pada jumlah konsumsi maka akan menyebabkan terjadi perubahan rasio konsumsi dan pekerja. Rumahtangga akan mengurangi waktu santai dengan menambah waktu untuk bekerja dan memperoleh pendapatan.

  Beberapa penelitian yang dilakukan terhadap rumahtangga bertujuan untuk mempelajari keputusan ekonomi yang meliputi alokasi waktu kerja, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga (Nugrahadi, 2001; Negoro, 2003; Ariyanto 2004; Zairani, 2004 dan Elistiawaty, 2005). Penelitian ini mempelajari perilaku produksi, permintaan dan penawaran input serta pengeluaran rumahtangga petani peternak sapi di kecamatan Sinonsayang.

  Perilaku Produksi

  Perilaku produksi dalam penelitian ini dilihat dari perilaku rumahtangga dalam meningkatkan jumlah ternak sapi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemilikan ternak sapi berkisar antara 2-8 ekor, atau rata- rata 3,4 ekor per responden. Jumlah ini terdiri dari jumlah ternak sapi jantan rata-rata sebanyak 0,9 ekor per responden, sapi betina rata-rata 2,4 ekor per responden. Jumlah ini mengindikasikan bahwa petani peternak sapi masih mempertahankan ternak sapi betina. Berdasarkan fenomena ini menunjukkan bahwa peternakan sapi di daerah penelitian dapat dikembangkan ke arah yang lebih baik.

  Hasil analisis menunjukkan bahwa secara bersama-sama harga ternak sapi, jumlah konsumsi rumput, jumlah konsumsi limbah jagung berpengaruh terhadap peningkatan produksi sapi di wilayah penelitian. Makin tinggi harga ternak sapi maka semakin tinggi motivasi petani peternak ternak sapi. Harga ternak sapi saat penelitian berkisar antara Rp 50.000- 70.000 per berat hidup. Harga ini adalah harga yang diterima petani dalam menjual ternak sapinya. Harga ditentukan oleh pedagang sesuai dengan berat hidup yang mereka (pedagang) perkirakan.

  Pakan yang dikonsumsi oleh ternak sapi sangat mempengaruhi produktivitas ternak sapi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pakan yang dikonsumsi oleh ternak sapi berupa rumput australia, rumput gajah, rumput lapangan, jerami padi dan limbah jagung. Secara teori konsumsi hijauan oleh ternak sapi adalah sebesar 10 % dari berat badan ternak sapi. Tetapi dalam kenyataannya tidak demikian, sehingga produktivitas ternak sapi di wilayah penelitian sangat rendah. Hal ini dapat dilihat dari postur tubuh ternak sapi di wilayah penelitian lebih kecil dibanding ternak sapi di daerah lain (Misalnya di Minahasa) untuk jenis dan umur ternak sapi yang sama. Berdasarkan kondisi ini maka disarankan agar pemerintah memberi perhatian dalam pengembangan ternak sapi khususnya untuk introduksi hijauan yang berkualitas.

  Jumlah anggota keluarga mempengaruhi peningkatan populasi ternak sapi oleh petani peternak sapi di wilayah penelitian. Hal ini mengindikasikan dengan semakin tinggi anggota keluarga maka potensi tenaga kerja semakin tinggi.

  Perilaku Permintaan dan Penawaran Input

  Permintaan input dalam penelitian ini dihitung dari permintaan input produksi, sedangkan penawaran input dihitung berdasarkan alokasi tenaga kerja dalam usaha ternak sapi. Alokasi tenaga kerja dimaksud adalah penggunaan tenaga kerja keluarga dalam usaha ternak sapi.

  Permintaan input produksi yang dianalisis adalah permintaan rumput yang dikonsumsi oleh ternak sapi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total konsumsi rumput sebesar 16,42 kg per ekor per hari. Rata-rata konsumsi rumput yang terbesar adalah jerami jagung yaitu 9,06 kg/ekor/hari atau 46,58% dari total konsumsi rumput. Jerami jagung yang diberikan pada saat setelah panen jagung, ternak sapi diikat di lahan tersebut. Sebagian petani peternak memotong limbah jagung dan diberikan kepada ternak sapi. Rata-rata konsumsi rumput kedua terbanyak adalah rumput lapangan yaitu sebanyak 4,50 kg per ekor per hari atau 23,14% dari total konsumsi rumput. Rumput lapangan dikonsumsi pada saat ternak sapi diikat di bawah pohon kelapa. Dalam hal ini ternak sapi dibiarkan merumput dan dipindah-pindah.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemeliharaan ternak sapi dilakukan dengan cara diikat di lahan- lahan pertanian yaitu di bawah pohon kelapa dan lahan pertanian lainnya. Pada pagi hari ternak sapi diikat di bawah pohon kelapa dan dipindahkan di lahan lainnya pada siang hari. Sore hari, sebagian petani peternak membawa pulang ternaknya ke rumah, tetapi sebagian petani membiarkan ternaknya di kebun. Pada musim kemarau petani peternak sapi mencari rumput di lahan pertanian yang agak jauh. Aktivitas ini terjadi di daerah mana saja sesuai laporan beberapa peneliti (Hoda, 2002 dan Elly, 2008).

  Hasil analisis menunjukkan bahwa permintaan rumput dipengaruhi oleh harga rumput, jumlah ternak sapi dan harga jagung. Semakin tinggi harga rumput maka permintaan rumput akan semakin berkurang. Hal ini sesuai dengan teori ekonomi, yaitu semakin tinggi harga input maka permintaan input akan semakin berkurang. Semakin tinggi jumlah ternak sapi maka semakin penelitian menunjukkan konsumsi rumput tidak sesuai dengan yang dianjurkan sehingga produktivitas ternak sapi rendah. Semakin tinggi harga jagung mengakibatkan petani termotivasi untuk meningkatkan periode menanam rumput. Hal ini mengindikasikan permintaan rumput akan semakin berkurang. Petani peternak memberikan jerami jagung lebih banyak dibanding rumput lainnya.

  Tenaga kerja yang dialokasikan untuk usaha ternak sapi dalam penelitian ini merupakan tenaga kerja keluarga. Hal ini disebabkan karena usaha ternak sapi di wilayah penelitian hanya merupakan usaha sambilan sehingga mereka tidak menyewa tenaga kerja. Tenaga kerja keluarga untuk usaha ternak sapi dialokasikan untuk kegiatan memindahkan sapi, mencari rumput, memberi makan, memberi minum dan memandikan ternak sapi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jam kerja yang dialokasikan petani peternak yang terbesar adalah untuk memindahkan ternak sapi yaitu 0,49 jam per hari per responden atau 38,40 % dari total penggunaan jam dalam usaha ternak sapi. Dalam sehari ternak sapi dipindahkan 2-3 kali. Hal ini dilakukan agar ternak sapi dapat mengkonsumsi rumput untuk kebutuhan hidupnya.

  Hasil analisis menunjukkan bahwa penawaran tenaga kerja dipengaruhi oleh upah tenaga kerja, curahan tenaga kerja sebagai buruh tani dan biaya sarana produksi sapi. Semakin tinggi upah tenaga kerja maka petani peternak akan mengalokasikan tenaga kerjanya dalam usaha ternak sapi lebih besar. Upah dalam penelitian ini adalah upah tenaga kerja yang berlaku di wilayah penelitian. Upah yang berlaku adalah sekitar Rp50.000- Rp60.000 per hari atau sekitar Rp6.250- Rp7.500. Upah ini dihitung berdasarkan upah apabila petani peternak bekerja di tempat lain dan diberi upah.

  Semakin besar tenaga kerja dialokasikan sebagai buruh tani maka semakin kecil alokasi tenaga kerja keluarga untuk usaha ternak sapi. Hal ini disebabkan petani peternak membutuhkan penerimaan yang akan dialokasikan untuk konsumsi rumahtangga. Petani peternak selain berfunsgi sebagai produsen juga sebagai konsumen. Sebagai produsen petani peternak beryujuan memaksimumklan keuntungan. Disisi lain, sebagai konsumen petani peternak memaksimumkan utilitasnya. Fenomena ini yang menunjukkan petani peternak berusaha mencurahkan tenaga kerjanya sebagai buruh tani. Secara teori, alokasi tenaga kerja sebagai buruh tani berhubungan negatif dengan penawaran tenaga kerja dalam usaha ternak sapi.

  Semakin tinggi biaya sarana produksi maka semakin tinggi alokasi tenaga kerja dalam usaha ternak sapi. Hal ini dilakukan petani peternak untuk meningkatkan produktivitas kerjanya dalam usaha ternak sapi. Semakin tinggi produktivitas tenaga kerjanya diharapkan produktivitas ternak sapi semakin tinggi.

  Perilaku Pengeluaran Rumahtangga

  Pendapatan yang diperoleh rumahtangga dalam usaha ternak sapi dialokasikan untuk pengeluaran rumahtangga. Pengeluaran rumahtangga dimaksud adalah pengeluaran rumahtangga untuk konsumsi pangan. Semakin tinggi pendapatan yang diperoleh dari usahaternak sapi maka semakin tinggi pengeluaran untuk konsumsi rumahtangga.

  Penerimaan dihitung berdasarkan data jumlah ternak sapi saat penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah ternak sapi adalah 102 ekor atau rata-rata 3,4 ekor per responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya pakan merupakan biaya terbesar yaitu 99,74% dari total biaya dan biaya obat-

  0,31%. Perhitungan biaya di atas tanpa perhitungan biaya tenaga kerja, karena tenaga kerja yang digunakan adalah biaya tenaga kerja keluarga. Biaya pakan dan biaya obat-obatan dihitung berdasarkan jumlah ternak sapi yang terjual dengan asumsi : (1) jumlah konsumsi rumput rata-rata 19,29 kg/ekor/hari; dan (2) harga pakan diasumsikan Rp1000 per kg. Penerimaan, biaya produksi dan pendapatan usaha ternak sapi dapat dilihat pada Tabel 6.

  Penerimaan dihitung apabila ternak sapi yang dimiliki dijual oleh petani peternak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan rumahtangga dari usaha ternak sapi sebesar Rp5.038.716,33 per tahun per responden. Pendapatan ini akan lebih besar apabila produktivitas ternak sapi dapat ditingkatkan. Produktivitas ternak sapi dapat ditingkatkan dengan cara kualitas pakan ditingkatkan. Artinya petani peternak harus mengintroduksi hijauan yang kualitasnya lebih tinggi dibanding limbah jagung. Pengeluaran rumahtangga dihitung berdasarkan konsumsi rumahtangga setiap tahunnya. Jumlah anggota keluarga rata-rata 4,13 orang per responden. Pengeluaran untuk konsumsi rata-rata Rp 15.086.666,70 per tahun per rumahtangga responden.

  Hasil analisis menunjukkan bahwa pengeluaran rumahtangga untuk konsumsi dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga, pendidikan kepala keluarga dan total pendapatan rumahtangga dari usahaternak sapi. Semakin tinggi jumlah anggota keluarga maka jumlah pengeluaran rumahtangga untuk konsumsi pangan semakin tinggi. Secara teori peningkatan konsumsi rumahtangga dipebngaruhi oleh struktur demografi rumahtangga tersebut.

  Tingkat pendidikan yang semakin tinggi mengakibatkan petani peternak semakin meningkatkan konsumsi pangan. Secara teori semakin tinggi tingkat pendidikan maka petani peternak semakin rasional untuk meningkatkan pengeluarannya untuk konsumsi pangan. Dalam hal ini petani peternak memaksimumkan utilitasnya.

  Pendapatan rumahtangga dari usaha ternak sapi yang semakin tinggi mengakibatkan rumahtangga cenderung meningkatkan pengeluaran untuk konsumsi. Penerimaan yang diperoleh rumahtangga akan dialokasikan untuk konsumsi rumahtangga apakah konsumsi pangan, non pangan, investasi pendidikan dan investasi kesehatan. Seperti dijelaskan sebelumnya, rumahtangga bertujuan selain untuk memaksimumkan profitnya juga memaksimumkan utilitasnya (Suprapto, 2001; Muhammad, 2002; Andriati, 2003; Ambarsari, 2005; dan Anwar, 2005).

KESIMPULAN DAN SARAN

  Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : (1) Perilaku produksi ternak sapi dipengaruhi oleh harga ternak sapi tersebut, jumlah rumput yang dikonsumsi, jumlah limbah jagung dan jumlah anggota keluarga. (2) Perilaku permintaan rumput dipengaruhi oleh harga rumput, jumlah ternak sapi dan harga jagung. Sedangkan perilaku pengalokasian tenaga kerja dipengaruhi oleh upah tenaga kerja, curahan tenaga kerja sebagai buruh tani dan biaya sarana produksi. (3) Perilaku pengeluaran rumahtangga dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga, pendidikan formal dan total pendapatan rumahtangga untuk usaha ternak sapi.

DAFTAR PUSTAKA

  Ambarsari, D.N. 2005. Analisis Ekonomi Rumahtangga Petani Pekebun Kakao di Kabupaten Tenggara. Tesis Magister Sains. Elly, F.H. 2008. Dampak Biaya Sekolah Pascasarjana Institut Transaksi Terhadap Perilaku Pertanian Bogor, Bogor Ekonomi Rumahtangga Petani

  Usaha Ternak Sapi Tanaman di Andriati. 2003. Perilaku Rumahtangga Sulawesi Utara. Disertasi

  Petani Padi Dalam Kegiatan Doktor. Program Pascasarjana Ekonomi Di Jawa Barat. Tesis Institut Pertanian Bogor, Bogor. Magister Sains. Program Pascasarjana Institut Pertanian Hoda, A. 2002. Potensi Pengembangan Bogor, Bogor. Sapi Potong Pola Usaha Tani

  Terpadu Di Wilayah Maluku Anwar, K. 2005. Analisis Respon Utara. Tesis Magister Sains. Produksi dan Konsumsi Pangan Program Pascasarjana Institut Rumahtangga Petani : Simulasi Pertanian Bogor, Bogor. Perubahan Kebijakan Harga. Tesis Magister Sains. Sekolah Muhammad, S. 2002. Ekonomi Pascasarjana Institut Pertanian Rumahtangga Nelayan dan Bogor, Bogor. Pemanfaatan Sumberdaya

  Perikanan Di Jawa Timur : Ariyanto, A. 2004. Alokasi Waktu Dan Suatu Analisis Simulasi Ekonomi Rumahtangga Pekerja Kebijakan. Disertasi Doktor.

  Pada Sektor Industri Formal Sekolah Pascasarjana Institut Berdasarkan Gender. Tesis Pertanian Bogor, Bogor. Magister Sains. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Negoro, N.B. 2003. Ekonomi Bogor, Bogor. Rumahtangga Pengusaha Dan

  Pekerja Industri Kecil Gerabah Chavas, J. P; R. Petrie and M. Roth. Di Sentra Industri Gerabah 2005. Farm Household Kasongan Kabupaten Bantul.

  Production Efficiency : Tesis Magister Sains. Program Evidence From the Gambia. Pascasarjana Institut Pertanian American Journal of Bogor, Bogor.

  Agricultural Economics. Vol 87 (1) : 160-179. Nugrahadi, E.W. 2001. Keputusan

  Ekonomi Rumahtangga Dinas Pertanian dan Peternakan. 2005. Pengusaha dan Pekerja Industri

  Laporan Tahunan Dinas Produk Jadi Rotan Di Kota Pertanian dan Peternakan Medan. Tesis Magister Sains. Provinsi Sulawesi Utara, Program Pascasarjana Institut Manado. Pertanian Bogor, Bogor.

  Elistiawaty. 2005. Ekonomi Sinaga, B.M. 1996. Metode Rumahtangga Pengusaha Pengumpulan Data. Makalah Industri Kecil Tenun Sutera Di Disampaikan pada Pelatihan Kabupaten Wajo Sulawesi Singkat Metodologi dan Selatan. Tesis Magister Sains. Manajemen Penelitian Bidang Program Pascasarjana Institut Pertanian, Cisarua Bogor 16-23 Pertanian Bogor, Bogor. Desember 1996. Proyek

  Pengembangan Sebelas Bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suprapto, T. 2001. Analisis Perilaku

  Ekonomi Rumahtangga Petani Irian Jaya. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

  Zairani, D. 2004. Analisis Peluang Kerja dan Keputusan Ekonomi Rumahtangga Pengusaha Kecil di Kota Bogor (Kasus Penerapan Kredit Usaha Kecil). Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor,Bogor.