NILAI BUDAYA KOMUNITAS BISSU DALAM NOVEL CALABAI, PEREMPUAN DALAM TUBUH LELAKI KARYA PEPI AL-BAYQUNIE ARTIKEL PENELITIAN

  

NILAI BUDAYA KOMUNITAS BISSU

DALAM NOVEL CALABAI, PEREMPUAN DALAM TUBUH LELAKI

KARYA PEPI AL-BAYQUNIE

ARTIKEL PENELITIAN

  

OLEH:

AULIA

NIM F1011141033

  

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PONTIANAK

2018

  

NILAI BUDAYA KOMUNITAS BISSU

DALAM NOVEL CALABAI, PEREMPUAN DALAM TUBUH LELAKI

KARYA PEPI AL-BAYQUNIE

  

Aulia, Parlindungan Nadeak, Agus Wartiningsih

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan Pontianak

  

Email:auliasuryadi11@gmail.com

Abstract

  

The purpose of this research is to describe cultural values of the Bissu community in

novel Calabai, Perempuan dalam Tubuh Lelaki by Pepi Al-Bayqunie. This research can

be useful for enriching the development of science and language studies and to be used

as teaching materials for Indonesian language’s teacher. The method in this research is

descriptive method with qualitative research. The approach in this research is literature

anthropology approach. The source of data in this research is novel Calabai, Perempuan

dalam Tubuh Lelaki by Pepi Al-Bayqunie published by Javanica. The primary data of this

research reflected through the quotation of words, phrases, clauses, or sentences in the

novel Calabai, Perempuan dalam Tubuh Lelaki. The technique of data collecting is using

documentary study. The result of the research are: 1) cultural values from relationship

between human and God, 2) relationship between human and nature, and relationship

between human and another human.

  Keywords: Cultural values, Bissu community, Novel PENDAHULUAN

  Karya sastra merupakan dunia imajinatif pengarang yang selalu terkait dengan kehidupan sosial. Pengarang sebagai anggota masyarakat, dilahirkan, dibesarkan dan memperoleh pendidikan di tengah-tengah kehidupan sosial. Pengarang sebagai anggota masyarakat, hanya mungkin dapat berinteraksi dengan anggota masyarakat lainnya, jika ia mengerti dan memahami bahasa yang digunakan masyarakat yang bersangkutan. Dengan hanya membaca sebuah karya sastra, pembaca telah dibekali dengan sekian banyak aspek moral yang secara keseluruhan berfungsi untuk meningkatkan kehidupan bangsa sebab tidak ada karya sastra yang ditulis dengan tujuan negatif.

  Novel merupakan satu di antara karya sastra dalam bentuk prosa yang menjadikan permasalahan dalam kehidupan sebagai fokus penceritaan. Satu di antara tema tentang masyarakat yang bisa disampaikan di dalam novel adalah kebudayaan. Kebudayaan merupakan tema yang menarik untuk dianalisis dalam karya sastra sebab hubungan antara sastra, masyarakat dan kebudayaan sangat erat dan saling memengaruhi.

  Berdasarkan konteks tersebut, pendekatan antropologi sastra dalam novel membuka peluang untuk lebih memahami pemikiran pengarang dalam hubungannya dengan situasi sosial zamannya serta dengan lingkungan sosial budaya pengarangnya. Hal ini peneliti perkuat dengan pendapat Grebstein sebagaimana dikutip Mahayana (2007: 300), bahwa pemahaman terhadap karya sastra hanya mungkin dapat dilakukan secara lebih lengkap apabila karya itu sendiri, tidak dipisahkan dari lingkungan sosial, kebudayaan atau peradaban yang telah menghasilkannya. Setiap karya sastra adalah hasil pengaruh dari faktor-faktor sosial dan budaya.

  Setiap kebudayaan baik di dunia maupun di Indonesia berbeda-beda, begitu juga dengan suku Bugis. Suku Bugis merupakan suku yang mendiami sebagian besar wilayah di Sulawesi Selatan. Suku Bugis sebagian besar dikenal sebagai penganut agama Islam. Namun, masih ada kelompok masyarakat Bugis yang sampai saat ini menganut konsep lama dan merupakan sisa kepercayaan periode La Galigo yang menganut kepercayaan patutung yang dipimpin oleh Ammatoa.

  Satu di antara novel yang membahas tentang kebudayaan Bugis yaitu novel

  Perempuan dalam Tubuh Lelaki karya Pepi

  karya Pepi Al-Bayqunie adalah karena nilai- nilai tersebut merupakan bagian dari kehidupan manusia. Manusia tanpa budaya sama artinya dengan manusia yang tidak memiliki identitas sehingga sulit menentukan pedoman hidupnya. Nilai-nilai kebudayaan yang tercermin di dalam karya sastra, apabila diteliti akan banyak ditemukan sifat keuniversalan yang bisa diterapkan di segala zaman. Zaman sekarang keadaan kehidupan manusia cenderung mengutamakan pemenuhan kebutuhan hidup, justru nilai-nilai kebudayaan inilah yang peneliti anggap penting untuk ditumbuhkembangkan di dalam diri setiap manusia.

  Calabai, Perempuan dalam Tubuh Lelaki

  Adapun alasan pemilihan nilai budaya komunitas bissu untuk diteliti dalam novel

  Penelitian terhadap nilai budaya menjadi penting karena kebudayaan sendiri dapat dipahami sebagai keseluruhan pikiran, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat. Nilai budaya penting dipahami dalam rangka memahami pikiran, akal budi, adat istiadat bahkan peradaban suatu masyarakat yang dalam konteks penelitian ini adalah komunitas bissu.

  karya Pepi Al-Bayqunie ini direncanakan akan dianalisis dari segi kebudayaannya dengan menggunakan teori nilai kebudayaan Koentjaraningrat untuk memunculkan nilai- nilai budaya komunitas bissu yang dituangkan oleh pengarang ke dalam novel ini.

  Calabai, Perempuan dalam Tubuh Lelaki

  Antropologi sastra dipilih untuk menganalisis dan memahami karya sastra dalam kaitannya dengan kebudayaan. Karya sastra dengan demikian bukan refleksi, bukan semata-mata memantulkan kenyataan, melainkan mengangkat keberagaman budaya secara lebih bermakna. Nilai budaya komunitas bissu yang terdapat dalam novel

  Al-Bayqunie sebagai bahan analisis dalam penelitian ini dapat diuraikan ke dalam beberapa alasan. Pertama, novel ini mengangkat persoalan kehidupan bissu, nilai- nilai kebudayaan dapat digali dengan melihat pola-pola kebudayaan komunitas bissu tersebut. Kedua, novel ini merupakan novel yang diangkat dari kisah hidup Puang Matoa Saidi. Novel ini menceritakan secara gamblang perjalanan tokoh Saidi dari masa calabai hingga dilantiknya ia menjadi seorang bissu, dan menjadi puang matoa (pemimpin tertinggi komunitas bissu) yang penuh pergelutan dalam mempertahankan eksistensi komunitas bissu sehingga novel ini cocok untuk diteliti dengan pendekatan antropologi sastra.

  Adapun alasan pemilihan novel Calabai,

  Calabai, Perempuan dalam Tubuh Lelaki

  karena mereka laki-laki tapi berpenampilan seperti perempuan. Bissu juga dianggap menyimpang dari agama (dalam hal ini agama islam) sehingga komunitas ini pernah diberantas oleh kelompok islam DI/TII Kahar Muzakkar pada tahun 1950-an.

  bissu dianggap tidak menerima sunatullah,

  pra Islam yang dalam kesehariannya bissu (laki-laki) berpenampilan layaknya perempuan. Realitas seperti ini menjadikan

  Bissu adalah pendeta agama Bugis kuno

  novel yang di dalamnya banyak terdapat nilai kebudayaan. Nilai kebudayaan yang terdapat dalam novel ini terlihat pada kehidupan bissu yang melatari cerita dalam novel tersebut. Novel ini menyoroti perjalanan komunitas bissu serta keadaan masyarakat pada saat itu.

  Lelaki karya Pepi Al-Bayqunie ini merupakan

  Novel Calabai, Perempuan dalam Tubuh

  —tubuh yang pemiliknya sendiri kerap gagap memahaminya. Novel ini mengulik sisi kehidupan bissu, ahli waris adat dan tradisi luhur suku Bugis, yang dipercaya menjadi penghubung antara alam manusia dan alam Dewata.

  karya Pepi Al-Bayqunie. Novel ini bercerita tentang jiwa perempuan yang terperangkap dalam tubuh lelaki

  Selain alasan tersebut, ada beberapa alasan yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti nilai budaya komunitas bissu dalam novel Calabai, Perempuan dalam Tubuh

  Lelaki karya Pepi Al-Bayqunie. Pertama, arus

  Calabai, Perempuan dalam Tubuh Lelaki

  Sedangkan daya mengandung makna tenaga, kekuatan atau kesanggupan.

  Kata “kebudayaan” berasal dari bahasa Sanskerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal” (Gazalba dalam Sulasman dan Gumilar, 2013: 17). Budi mengandung makna akal, pikiran, paham, pendapat, ikhtiar atau perasaan.

  Kayam (dalam Said, 2016:14) mengemukakan, bahwa kebudayaan adalah hasil upaya yang terus-menerus dari manusia dalam ikatan masyarakat dalam menciptakan prasarana dan sarana yang diperlukan untuk menjawab tantangan kehidupannya. Menurut Koentjaraningrat (2015:144) kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar.

  Kata novel berasal dari bahasa Italia novella. Secara harfiah, novella berarti sebuah “barang baru yang kecil”, dan kemudian diartikan sebagai “cerita pendek dalam bentuk prosa”. Dewasa ini, novella mengandung pengertian yang sama dengan istilah novelette dalam bahasa Inggris, yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun tidak terlalu pendek (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2013: 17 —18).

  terhadap hal tersebut diharapkan dapat membuat siswa lebih bijaksana lagi dalam menjalani kehidupan.

  Lelaki karya Pepi Al-Bayqunie. Pemahaman

  karya Pepi Al-Bayqunie ini direncanakan akan dijadikan sebagai bahan ajar sastra di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas XII semester genap kurikulum 2013 revisi 2017. Adapun kompetensi dasar yang nantinya akan digunakan adalah kompetensi dasar 3.8 menafsir pandangan pengarang terhadap kehidupan dalam novel yang dibaca dan 4.8 menyajikan hasil interpretasi terhadap pandangan pengarang. Melalui pembelajaran terhadap teks sastra itulah peneliti meyakini bahwa siswa dapat belajar tentang gambaran kehidupan dan nilai-nilai yang terkandung dalam sastra, dalam hal ini nilai budaya komunitas bissu yang tercerminkan melalui novel Calabai, Perempuan dalam Tubuh

  Hasil dari penelitian terhadap novel

  globalisasi yang melanda seluruh dunia, tidak terkecuali Indonesia, telah menimbulkan perubahan-perubahan yang semakin cepat dan luas dalam berbagai bidang kehidupan. Hal tersebut telah menyebabkan rendahnya kepedulian manusia terhadap lingkungan sosialnya. Nilai-nilai yang dahulu dianggap luhur, cenderung mulai ditinggalkan oleh masyarakat pemiliknya. Akibatnya, identitas bangsa Indonesia menunjukkan gejala terancam pudar. Berdasarkan kenyataan tersebut, pembangunan mental masyarakat perlu menjadi perhatian utama. Hal tersebut dapat dilakukan dengan satu di antara caranya yaitu dengan meneladani nilai budaya komunitas bissu yang tercermin di dalam novel

  Al-Bayqunie sebagai satu di antara karya sastra yang memuat kehidupan bissu yang kaya akan nilai budaya patutnya juga pantas untuk diteliti.

  Perempuan dalam Tubuh Lelaki karya Pepi

  dapat membantu sastrawan melacak kepribadian bangsa melalui karya-karya sastra yang beberapa waktu ini sudah dilakukan. Hal ini disebabkan karena pencerminan dari ibadah atau peradaban, misalnya, dapat tercerminkan melalui karya sastra. Oleh sebab itu, Calabai,

  Ketiga , penelitian ini diharapkan juga

  terlihat mengalami keterasingan terhadap kebudayaannya sendiri. Mereka sibuk dengan pesona perkembangan teknologi yang makin canggih. Akibatnya, pengadopsian budaya asing dalam berbagai bidang kehidupan sudah tidak dapat dihindari lagi. Hal ini membuat kebudayaan sendiri seolah-olah tersingkir jauh ke belakang. Keunggulan bangsa juga bisa ditunjukkan dengan menggali kebudayaan sendiri.

  Kedua , generasi muda pada umumnya

  Calabai, Perempuan dalam Tubuh Lelaki karya Pepi Al-Bayqunie.

  Menurut Koentjaraningrat (dalam Fanani, dkk., 1997:5), nilai budaya itu merupakan konsep hidup di dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang harus dianggap sangat bernilai di dalam kehidupan. Oleh karena itu, nilai budaya berfungsi sebagai pedoman aturan tertinggi bagi kelakuan manusia, seperti aturan hukum di dalam masyarakat (Djamaris dalam Fanani, dkk., 1997:6).

  Konsep antropologi sastra dapat dirunut dari kata antropologi dan sastra. Kedua ilmu itu memiliki makna tersendiri. Masing-masing sebenarnya merupakan sebuah disiplin keilmuan humaniora. Antropologi adalah penelitian terhadap manusia (Keesing dalam Susanto, 2017). Sepanjang diketahui, isu mengenai hubungan antara sastra dan antropologi kali pertama muncul dalam kongres Folklore and Literary Anthropology (Poyatos dalam Ratna, 2017:29) yang berlangsung di Calcutta (1978) diprakarsai oleh Universitas Kahyani dan Museum India. Hal yang menjadi bahan penelitian antropologi sastra adalah sikap dan perilaku manusia melalui fakta-fakta sastra dan budaya. Antropologi sastra berupaya meneliti sikap dan perilaku yang muncul sebagai budaya dalam karya sastra.

METODE PENELITIAN

  Kehadiran kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya, yakni Kurikulum 2006 atau KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) telah membawa perubahan yang mendasar dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Pada Kurikulum 2006, mata pelajaran Bahasa Indonesia lebih mengedepankan pada keterampilan berbahasa (dan bersastra), sedangkan dalam Kurikulum 2013, Pembelajaran Bahasa Indonesia digunakan sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan menalar.

  Sebagaimana yang dikemukakan Slamet (dalam Agusrida, 2009), bahwa pengajaran bahasa Indonesia adalah pengajaran keterampilan berbahasa bukan pengajaran tentang kebahasaan. Teori-teori bahasa hanya sebagai pendukung atau penjelas dalam konteks, yaitu yang berkaitan dengan keterampilan tertentu yang tengah diajarkan.

  Pembelajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya adalah membelajarkan peserta didik tentang keterampilan berbahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai tujuan dan fungsinya. Menurut Atmazaki (dalam Agusrida, 2009), mata pelajaran Bahasa

  Indonesia bertujuan agar: 1) peserta didik memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis, 2) menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara, 3) memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan, 4) menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial, 5) menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, dan 6) menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.

  Metode penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif. Bentuk penelitian ini adalah deskriptif sehingga penelitian dilakukan secara terurai dan dalam bentuk kata-kata, bukan berbentuk angka-angka. Peneliti akan mendeskripsikan nilai budaya komunitas bissu dalam novel Calabai, Perempuan dalam Tubuh Lelaki karya Pepi Al-Bayqunie menggunakan pendekatan antropologi sastra dan rencana implementasinya ke dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada kurikulum 2013.

  Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan antropologi sastra. Antropologi sastra adalah analisis dan pemahaman terhadap karya sastra dalam kaitannya dengan kebudayaan. Penelitian ini difokuskan pada teks sastra sebagai pantulan budaya. Karakteristik penelitian antropologi sastra adalah pemahaman sastra dari sisi keanekaragaman budaya.

  Sumber data dalam penelitian ini adalah dokumen dalam bentuk novel Calabai,

  Perempuan dalam Tubuh Lelaki karya Pepi

  Al-Bayqunie. Novel ini diterbitkan oleh penerbit Javanica pada tahun 2016, memiliki ketebalan 380 halaman yang terdiri atas 45 bab. Data dalam penelitian ini akan berupa nilai budaya komuniats bissu yang tercermin melalui kutipan berupa kata, frasa, klausa, atau kalimat dalam novel Calabai,

  Perempuan dalam Tubuh Lelaki karya Pepi Al-Bayqunie.

  7. Mendiskusikan hasil analisis dengan dosen pembimbing.

  mappasanre’ ri elo ullena Allah Taala ). Adapun perwujudan nilai-nilai budaya

  nyanyian, 5) bersyukur, 6) bersabar, 7) berserah diri kepada Dewata, 8) berpuasa, dan 9) bertawakkal kepada kekuasaan Allah yang Maha Kuasa (

  Langik ), 4) merapalkan mantra, doa dan

  3) percaya pada Penghuni Dunia Atas (Boting

  mappabati’ ada), 2) beribadah kepada Tuhan,

  1) bunyi mewujudkan kata (sadda,

  Langik ) terwujud dalam nilai budaya berikut:

  Nilai budaya komunitas bissu yang menggambarkan hubungan manusia dengan Tuhan diperoleh dari penyesuaian data-data dengan teori kebudayaan Bugis. Nilai budaya komunitas bissu yang menggambarkan hubungan manusia dengan Tuhan (Boting

  1. Nilai Budaya Komunitas Bissu yang Menggambarkan Hubungan Manusia dengan Tuhan

  8. Menyimpulkan dan melaporkan hasil penelitian data. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

  6. Merancang rencana implementasi pembelajaran bahasa Indonesia pada kurikulum 2013 dalam bentuk RPP.

  Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah peneliti sebagai instrumen kunci dibantu dengan laptop dan kartu data. Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teknik studi dokumenter. Studi dokumenter merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen- dokumen, baik dokumen tertulis maupun media elektronik. diperoleh kemudian dianalisis, dibandingkan dan dipadukan (sintesis) membentuk satu hasil kajian yang sistematis, padu dan utuh.

  5. Menganalisis nilai budaya komunitas bissu yang menggambarkan hubungan manusia dengan manusia dalam novel Calabai, Perempuan dalam Tubuh Lelaki karya Pepi Al-Bayqunie.

  4. Menganalisis nilai budaya komunitas bissu yang menggambarkan hubungan manusia dengan alam dalam novel Calabai, Perempuan dalam Tubuh Lelaki karya Pepi Al-Bayqunie.

  3. Menganalisis nilai budaya komunitas bissu yang menggambarkan hubungan manusia dengan waktu dalam novel Calabai, Perempuan dalam Tubuh Lelaki karya Pepi Al-Bayqunie.

  2. Menganalisis nilai budaya komunitas bissu yang menggambarkan hubungan manusia dengan karya dalam novel Calabai, Perempuan dalam Tubuh Lelaki karya Pepi Al-Bayqunie.

  1. Menganalisis nilai budaya komunitas bissu yang menggambarkan hubungan manusia dengan hakikat hidup dalam novel Calabai, Perempuan dalam Tubuh Lelaki karya Pepi Al-Bayqunie.

  5. Menguji keabsahan data menggunakan teknik triangulasi dengan teori, pengecekan melalui diskusi dan kecukupan referensi. Agar penelitian ini dapat mencapai hasil yang maksimal, maka peneliti menempuh langkah- langkah analisis data dengan berpedoman pada teknik analisis pendekatan antropologi sastra sebagai berikut.

  4. Menglasifikasikan data penelitian berdasarkan masalah penelitian.

  3. Mengidentifikasi nilai-nilai budaya komunitas bissu dalam novel Calabai, Perempuan dalam Tubuh Lelaki karya Pepi Al-Bayqunie.

  2. Memahami isi dari novel Calabai, Perempuan dalam Tubuh Lelaki karya Pepi Al-Bayqunie dan mengaitkannya sesuai dengan masalah yang akan diteliti.

  1. Membaca novel Calabai, Perempuan dalam Tubuh Lelaki karya Pepi Al-Bayqunie sebagai objek penelitian.

  Agar penelitian ini dapat mencapai hasil yang maksimal, maka peneliti menempuh langkah-langkah pengumpulan data sebagai berikut.

  tersebut disajikan dalam bentuk tabel di bawah ini.

  

Tabel 1. Nilai Budaya Komunitas Bissu yang Menggambarkan Hubungan Manusia dengan

Tuhan

No. Nilai Budaya Wujud Nilai Budaya 1.

  Penggunaan alat-alat musik yang mistis dalam upacara Mappaleppe Satinja (menebus nazar).

  2. Penggunaan gong dan seruling dalam upacara Attoriolong (tata cara leluhur).

  3. Penggunaan iringan musik sakral dan kendang yang Bunyi mewujudkan kata

  1. mengantar roh Saidi dalam ritual irebba (pembaiatan (

  sadda, mappabati’ ada) calon bissu).

  4. Penggunaan benda pusaka lonceng Calikerana Langi’e dalam ritual irebba yang membantu para bissu berhubungan dengan Penghuni Dunia Atas (Boting Langik ).

  1. Para bissu mendirikan sholat

  2. Beribadah kepada Tuhan 2.

  Para bissu berpuasa 1. Bissu berkomunikasi dengan Penghuni Dunia Atas melalui firasat dan penglihatan-penglihatan yang mereka terima secara niskala.

  2. Puang Matoa mendapatkan bisikan dari Penghuni Dunia Atas.

  3. Bissu menggelar ritual mappalili (bertanam padi) dengan mengarak benda pusaka Rakkala —yang merek percaya juga diturunkan oleh Dewata

  —sebagai tanda terima kasih Percaya pada Penghuni kepada Dewi Kesuburan (Sangiang Serri).

  3. Dunia Atas (Boting 4.

  Puang Matoa Saena memercayakan perlindungan benda

  Langik )

  pusaka Rakkala di bola Arajang (rumah benda pusaka) saat para bissu mengamankan diri dari penyerangan orang-orang yang ingin membubarkan komunitas bissu.

  5. Para bissu mendapatkan petunjuk Dewata (pammase

  Dewata ) berkaitan dengan terpilihnya Saidi sebagai seorang bissu oleh Dewata.

  6. Para bissu melarung walasuji sebagai bentuk penghargaan kepada penguasa air (Dewata Uwae).

  1. Para bissu memberikan doa restu kepada salah seorang tim sukses kandidat bupati.

  2. Para bissu diundang untuk mengantarkan suara pengharapan para petani ke Dunia Atas (Boting Langik).

  3. Puang Nani merapalkan mantra pada saat akan menjemput roh Saidi pada ritual irebba (pembaiatan calon bissu). Merapalkan mantra, doa 4.

  Puang Matoa Ma’rang merapalkan doa-doa sebagai 4. dan nyanyian bentuk pengharapan kepada Dewata agar roh Saidi dan roh Puang Nani dilindungi.

  5. Para bissu melantunkan nyanyian dalam ritual mappalili (bertanam padi).

  6. Puang Matoa berdoa saat melepas keberangkatan para

bissu ke Surabaya.

  7. Para bissu melantunkan doa dan mantra saat Segeri terserang wabah penyakit.

  5. Bersyukur 1.

  diperjelas dengan rekonstruksi yang dilakukan oleh Pelras (2006: 101) terhadap teks-teks I

  Menggambarkan Hubungan Manusia dengan Alam

  2. Nilai Budaya Komunitas Bissu yang

  karya Pepi Al-Bayqunie dalam bentuk kutipan-kutipan secara tersirat. Adapun hubungan para bissu dapat dilihat dari kutipan yang mencerminkan aktifitas para bissu baik kepada Tuhan, Para Penghuni Dunia Atas, maupun Dewata

  Calabai, Perempuan dalam Tubuh Lelaki

  Nilai-nilai budaya komunitas bissu yang menggambarkan hubungan manusia dengan Tuhan tersebut tercermin dalam novel

  hasil dari persentuhan benda atau keadaan yang menghasilkan nuansa khas, berupa bunyi. Bunyi itu dipandang khas dan memiliki nilai serta kekuatan yang dianggap luar biasa. Anggapan atas kekuatan itu dihubungkan dengan ilmu gaib yang dapat digunakan untuk mendapatkan kekuatan lahir dan batin. Said (2016: 94) ,menaganggap hal ini dapat menimbulkan dorongan kuat yang menampilkan pribadi yang teguh dalam menghadapi masalah kehidupan yang terjelma sebagai sikap, perilaku dan temperamen, baik pada individu maupun pada kelompok masyarakat Bugis.

  Sadda berarti bunyi. Bunyi merupakan

  (Peretiwi) diciptakan, muncul sepasang Dewa yang disamakan dengan matahari dan bulan.

  Ale Kawa ) dan tujuh lapis Dunia Bawah

  berikutnya menghasilkan suatu entitas (satuan yang berwujud) spiritual abadi yang dinamakan Dewata Sisine ‘Yang Maha Esa’. Dari entitas ini, setelah tujuh lapis Dunia Atas (Boting Langik), Bumi/Dunia Tengah (Tana,

  La Galigo dan beberapa teks zaman

  Kawa ) dan Dunia Bawah (Peretiwi). Hal ini

  Saidi bersyukur kepada semesta karena semesta masih berbaik hati kepadanya yang seorang calabai.

  Masyarakat Bugis dalam I La Galigo (Kern, 1993: 1) diceritakan meyakini bahwa dunia ini terbagi atas tiga bagian, yakni Dunia Atas (Boting Langik), Dunia Tengah (Ale

  Saidi menenangkan Wina dengan mengatakan bahwa ketidakadilan yang mereka terima sebagai seorang calabai adalah semata-mata dikarenakan mereka tidak tahu apa yang telah Tuhan rencanakan untuk mereka.

  Mappasanre’ ri elo ullena Allah Taala ).

  9. Bertawakkal kepada kekuasaan Allah yang Maha Kuasa (

  8. Berpuasa Saidi berpuasa sebelum menjalani ritual irebba (pembaiatan calon bissu).

  4. Para bissu harus mampu menahan hawa nafsu mereka.

  3. Para bissu percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi kepada seseorang adalah takdir Dewata.

  2. Para bissu menggunakan bahasa torilangi untuk berkomunikasi dengan Dewata menyampaikan pengharapan atas keselamatan dan perlindungan pasukan saat akan berperang.

  Para bissu disibukkan dengan kegiatan-kegiatan tersebut dan sepenuhnya mengabdikan diri kepada Dewata.

  7. Berserah diri kepada Dewata 1.

  6. Bersabar Puang Sompo mengatakan kepada Saidi untuk sabar dan menunggu sampai Puang Matoa dan Puang Malolo mendapat tanda-tanda dari Dewata mengenai pengangkatan dirinya untuk menjadi seorang bissu.

  2. Seorang perempuan bersyukur karena anaknya diselamatkan oleh Puang Matoa dalam musibah kebakaran.

  Hubungan manusia dengan alam yaitu bagaimana manusia memandang alam karena masing-masing kebudayaan mempunyai persepsi yang berbeda tentang alam. Alam menyediakan berbagai kebutuhan yang dibutuhkan oleh manusia, maka sepatutnya manusia menjaga alam agar dapat memperoleh manfaat dari alam itu sendiri. Adapun nilai budaya dalam hubungan manusia dengan alam yang terdapat pada novel Calabai, Perempuan dalam Tubuh Lelaki yaitu nilai manusia yang bersatu dengan alam, mendayagunakan alam, menjaga keseimbangan alam dan membaca gejala alam.

  Nilai budaya komunitas bissu yang menggambarkan hubungan manusia dengan alam diperoleh dari analisis dan teori kebudayaan. perwujudan dari nilai-nilai budaya tersebut dibahas dalam bentuk tabel berikut.

  Tabel 2. Nilai Budaya Komunitas Bissu yang Menggambarkan Hubungan Manusia

dengan Alam

No. Nilai Budaya Wujud Nilai Budaya

  1. Bersatu dengan alam 1.

  Para bissu melaksanakan upacara mappalili (bertanam padi) sebagai wujud pengharapan berkah kepada Dewi Kesuburan (Sangiang Serri) yang menunjukkan bahwa manusia dapat menyatu dengan alam dengan memanfaat segala yang ada di alam.

2. Para bissu melaksanakan upacara mappalili (bertanam padi) sebagai wujud kecintaan mereka kepada alam.

  3. Para bissu mempercayai bahwa dengan mantra dan ritual yang dilakukan, hal tersebut dapat menenangkan Dewata dan membawa keberkahan bagi mereka dan tanaman mereka.

  2. Menjaga keseimbangan alam

  1. Saidi memilih untuk tidak membunuh buaya yang menyerangnya saat Saidi sedang bertapa sebelum menjalani proses irebba (pembaiatan calon bissu) karena hal tersebut bertentangan dengan hati nuraninya.

  2. Para bissu memilih untuk menjaga hawa nafsunya dari menyukai sesama jenis kelamin adalah juga sebagai bentuk menjaga keseimbangan alam.

  3. Para bissu berusaha untuk menghindari cacat dalam ritual yang mereka lakukan karena mereka percaya bahwa hal tersebut dapat membawa petaka dan merusak keseimbangan alam.

  3. Mampu membaca gejala alam

  Puang Matoa dianugerahi kemampuan untuk membaca gejala alam oleh Dewata.

  Hubungan antara bissu dengan alam tentu tidak terlepas dari kehadiran Dewata. Berdasarkan kutipan tersebut, dapat dipahami bahwa pelaksanaan upacara Mappalili dihubungkan dengan paceklik yang dihadapi oleh masyarakat Segeri. Namun, masyarakat yang masih mempercayai para bissu meminta bantuan mereka. Alhasil, panceklik berakhir dan para petani berhasil memanen padi mereka yang tumbuh subuh. Peran para bissu sebagai penghubung manusia dengan alam dalam kaitannya dengan fungsi bissu yang bergabung menjadi satu dengan alam menjadi sangat penting dalam hal ini jika dikaitkan dengan hal tersebut.. Bissu juga percaya bahwa jika sebuah ritual/upacara dilakukan dengan cacat (terdapat kekurangan atau tidak sewajaranya) maka hal ini akan membuat keseimbangan alam rusak.

  Nilai-nilai budaya komunitas bissu yang menggambarkan hubungan manusia dengan Alam yang tercermin dalam novel Calabai,

  Perempuan dalam Tubuh Lelaki karya Pepi Al-Bayqunie dalam bentuk kutipan-kutipan.

  Adapun hubungan tersebut dapat dilihat dari ritual dan upacara-upacara adat bissu.

  3. Nilai Budaya Komunitas Bissu yang budaya: 1) perbuatan mewujudkan manusia

  Menggambarkan Hubungan Manusia ( gau’ mappabati’ tau), 2) bawaan hati yang

dengan Manusia baik (wawang ati mapaccing ), 3)

  Nilai budaya komunitas bissu yang kecendikiaan (amaccangeng), 4) keberanian menggambarkan hubungan manusia dengan (awaraningeng), 5) kewajaran atau kepatutan manusia divalidasi dengan teori kebudayaan (mappasitinaja), 6) keteguhan pendirian masyarakat Bugis. Nilai budaya komunitas (agettengeng) dan 7) kesolideran

  bissu yang menggambarkan hubungan (assimillereng).

  manusia dengan manusia terwujud dalam nilai

  

Tabel 3. Nilai Budaya Komunitas Bissu yang Menggambarkan Hubungan Manusia dengan

Manusia

No. Nilai Budaya Wujud Nilai Budaya 1.

  Para bissu berusaha menerima perbedaan dan hal tersebutlah yang menjadikan mereka seperti sekarang.

  Mereka berusaha untuk menerima perbedaan yang Perbuatan mewujudkan mereka miliki. 1. manusia ( 2.

  gau’ Puang Matoa dikunjungi oleh banyak orang saat beliau

  sakit dianggap sebagai bukti bahwa seorang calabai

  mappabati’ tau)

  sekaligus pemimpin tertinggi komunitas bissu amat dicintai banyak orang karena mereka pernah merasakan jasa Puang Matoa.

  1. Puang Matoa memilih kemenangan tanpa kekerasan dan menyelamatkan para bissu yang tersisa.

  2. Puang Matoa berusaha menyucikan dirinya dari sifat-sifat tercel dan menjaga dirinya agar tidak terbawa atau dikendalikan nafsu amarah. Pada saat bekas anggota Gorila tersebut marah-marah dan merendahkan bissu, bukannya terbawa suasana dan marah, Puang Matoa

  Bawaan hati yang baik

  2. Saena justru tampak tenang, tidak berusaha memberikan (wawang ati mapaccing) penjelasan dan diakhir tetap menerima ucapan terima kasih dari bekas anggota Gorila tersebut sambil tersenyum.

  3. Sebelum meninggal dunia, Puang Matoa Saena berpesan kepada Saidi agar Saidi tidak sombong dan tidak mementingkan dirinya sendiri. Sombong dan mementingkan diri sendiri merupakan sifat tercela. Selain menjaga benda pusaka, bissu juga dikenal terampil

  Kecendikiaan dalam bidang lain seperti menjadi penghulu upacara adat, 3. (amaccangeng) mengobati orang sakit dan menjadi pinati (pelaksana upacara) pada acara syukuran.

  1. Puang Matoa dan Puang Malolo tidak menunjukkan rasa takut dan gentar sedikit pun menghadapi para pengunjung rasa yang bertampang gahar.

  2. Puang Matoa Saena dengan berani menerobos kobaran Keberanian

  4. api tersebut untuk menyelamatkan anak perempuan yang (awaraningeng) terperangkap.

  3. Puang Matoa menunjukkan keberanian moral dalam hal menerima perbedaan. Puang Matoa memiliki tekad untuk tetap mempertahankan sikap yang telah ia yakini sebagai kewajiban demi harkat dan martabat kemanusiaan.

  5. Kewajaran atau kepatutan (mappasitinaja)

  Dalam pandangan dunia Bugis, manusia yang tidak menyerasikan antara perkataan dan perbuatannya disebut sebagai manusia munafik dan manusia yang demikian itu tidak akan dapat dipercaya dalam kehidupan sehari- sehari. Bagi manusia Bugis, hanya dengan kata dan perbuatanlah individu itu dapat mewujudkan dirinya sebagai tau (manusia yang berharkat dan bermartabat). Perbuatan individu tidak dapat dipisahkan dengan individu lainnya, karena dilandasi suatu prinsip pemuliaan harkat dan martabat manusia, yang dalam ungkapan Bugis disebut tau sipakatau (manusia saling memanusiakan). Manusia (tau)-lah menjadi penanggung jawab atas harkat dan martabatnya sebagai manusia.

  Tindakan bawaan hati yang baik dari seseorang dimulai dari suatu niat baik (nia mapaccing), yaitu suatu niat yang baik dan ikhlas untuk melakukan sesuatu demi tegaknya harkat dan martabat siri’-pesse. Bawaan hati yang baik mengandung tiga makna, yaitu a) menyucikan hati, b) bermaksud lurus, dan c) mengatur emosi- emosi (Said, 2016: 142).

  Dalam berbagai konteks, kata bawaan hati, niat, atau itikad baik juga berarti ikhlas, baik hati, bersih hati atau angan-angan dan pikiran yang baik.

  nia’ maja’ (niat jahat), nawa-nawa masala (niat atau pikiran bengkok) (Said, 2016: 142).

  (niat baik), nawa-nawa madecceng (niat atau pikiran yang baik) sebagai lawan dari kata

  nia’ madeceng

  Dalam bahasa Bugis, ati mapaccing (bawaan hati yang baik) berarti

  2. Puang Matoa berpesan kepada semua bissu untuk tetap bersatu walaupun mereka berbeda pendapat atau berselisih paham

  Bissu yang calabai juga adalah manusia. Mereka tidak bisa

  Para bissu merasakan rasa sakit yang sama. Hal ini ditunjukkan dengan air mata yang mereka teteskan karena pedihnya perasaan mereka melihat Bola Arajang (rumah benda pusaka) porak-poranda dan pusaka ada yang hilang atau hangus terbakar.

  7. Kesolideran (assimillereng) 1.

  2. Saidi teguh dengan pendiriiannya mengabdikan diri sebagai seorang bissu tanpa terpengaruh dengan ambisi untuk menjadi seorang puang malolo atau puang matoa.

  bissu ) untuk menjadi bissu.

  Saidi terlihat sangat tenang walaupun dihadapkan dengan perempuan cantik dan laki-laki tampan yang menggodanya. Saidi telah bertekad akan melewati ujian tersebut demi menjalani proses irebba (pembaiatan calon

  6. Keteguhan pendirian (agettengeng) 1.

  memutuskan kapan dan kepada siapa mereka menyukai seseorang. Bissu mengalami pergulatan batin mengenai hal ini. Kemampuan untuk dapat menahan perasaan agar tidak menjadi nafsu adalah hal yang patut dilakukan oleh Saidi pada saat ia menyadari perasaannya kepada toboto-nya, Sutte.

  Pertama, manusia menyucikan dan memurnikan hatinya dari segala nafsu-nafsu kotor, dengki, iri hati, dan kepalsuan- kepalsuan. Niat suci atau bawaan hati yang baik diasosiasikan dengan tameng (pagar) yang dapat menjaga manusia dari serangan sifat-sifat tercela. Segala macam hal yang dapat menodai kesucian itu harus dihindarkan dari hati, sehingga baik perkataan maupun perbuatan dapat terkendali dengan baik. Bagi manusia Bugis, segala macam perbuatan harus dimulai dengan niat suci karena tanpa niat suci (baik), tindakan manusia tidak mendapatkan ridha dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Seseorang yang mempunyai bawaan hati yang baik tidak akan pernah goyah dalam pendiriannya yang benar karena penilainnya jernih. Demikian pula, ia sanggup melihat kewajiban dan tanggung jawabnya dengan lebih tepat.

  Kedua, manusia sanggup untuk mengejar apa yang memang direncanakannya, tanpa dibelokkan ke kiri dan ke kanan. Manusia dituntut untuk selalu berniat baik kepada sesama. Memelihara hati untuk selalu berhati bersih kepada sesama manusia akan menuntun individu tersebut memetik buah kebaikan. Sebaliknya, individu yang berhati kotor, yaitu menghendaki keburukan terhadap sesama manusia, justru akan menerima akibat buruknya. Karena itu, tidak ada alasan bagi seorang individu untuk memikirkan hal-hal buruk terhadap sesama manusia. Dengan kata lain, agar setiap individu dapat memetik keberuntungan atau keberhasilan dalam hidup sesuai dengan cita-citanya, ia terlebih dahulu harus memelihara hatinya dari penyimpangan- penyimpangan. Jika menginginkan orang berbuat baik kepadanya, ia harus terlebih dahulu berniat dan berbuat baik kepada orang tersebut.

  Peserta didik diharapkan dapat menganalisis pandangan pengarang dan isi novel serta dalam keterampilan mampu menyajikan hasil interpretasi terhadap pandangan pengarang dengan benar, tanggung jawab displin selama proses pembelajaran dan bersikap jujur, percaya diri serta pantang menyerah.

  pada Penghuni Dunia Atas (Boting Langik), 4) merapalkan mantra, doa dan nyanyian, 5) bersyukur, 6) bersabar, 7) berserah diri kepada Dewata, 8) berpuasa, dan 9) bertawakkal kepada kekuasaan Allah yang Maha Kuasa ( mappasanre’ ri elo ullena Allah Taala).

  sadda, mappabati’ ada ), 2) beribadah kepada Tuhan, 3) percaya

  Al-Bayqunie adalah sebagai berikut. Nilai budaya komunitas bissu yang menggambarkan hubungan manusia dengan Tuhan terwujud dalam nilai budaya berikut: 1) bunyi mewujudkan kata (

  Perempuan dalam Tubuh Lelaki karya Pepi

  Berdasarkan analisis data, dapat disimpulkan nilai budaya komunitas bissu yang tercermin dalam novel Calabai,

  SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

  metode ceramah, diskusi, tanya jawab dan penugasan.

  Ketiga, manusia tidak membiarkan dirinya digerakkan oleh nafsu-nafsu, emosi- emosi, perasaan-perasaan, kecondongan- kecondongan, melainkan diatur suatu pedoman (toddo), yang memungkinkannya untuk menegakkan harkat dan martabat manusia sesuai dengan kodratnya. Dengan demikian ia tidak diombang-ambingkan oleh segala macam emosi, nafsu dan perasaan dangkal. Jadi, pengembangan sikap-sikap itu membuat kepribadian manusia menjadi lebih kuat, lebih otonom dan lebih mampu untuk menjalankan tanggung jawabnya. Dalam memperlakukan diri sebagai manusia, bawaan hati memegang peranan yang amat penting. Bawaan hati yang baik mewujudkan kata-kata dan perbuatan yang benar yang sekaligus dapat menimbulkan kewibawaan dan apa yang diucapkan akan tepat pada sasarannya.

  learning. Metode yang digunakan antara lain

  Hasil penelitian ini direncanakan untuk diimplementasikan pada pembelajaran bahasa Indonesia kelas XII semester genap. Kompetensi dasar yang digunakan adalah KD 3.8 menafsir pandangan pengarang terhadap kehidupan dalam novel yang dibaca dan 4.8 menyajikan hasil interpretasi terhadap pandangan pengarang. Melalui kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik dan model discovery

  4. Rencana Implementasi Hasil Penelitian Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum 2013

  bentuk kutipan-kutipan. Adapun nilai-nilai tersebut banyak ditemukan pada hubungan antara para bissu, baik Puang Matoa maupun Puang Malolo.

  Tubuh Lelaki karya Pepi Al-Bayqunie dalam

  Nilai-nilai budaya tersebut tercermin dalam novel Calabai, Perempuan dalam

  Nilai budaya komunitas bissu yang menggambarkan hubungan manusia dengan alam terwujud dalam nilai budaya berikut: 1) bersatu dengan alam, 2) menjaga keseimbangan alam dan 3) mampu mempbaca gejala alam. Nilai budaya komunitas bissu yang menggambarkan hubungan manusia

  Kuno (Terjemahan La Side dan Sagimun

  Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

  M.D. dengan judul asli I La Galigo: Catalogus der Boegineesche tot den I La Galigo-cyclus behoorende handschriften bewaard in het Legatum Warnerianum te Leiden alsmede in andere Europeesche bibliotheken). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Koentjaraningrat. 2015. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.

  dengan manusia terwujud dalam nilai budaya: 1) perbuatan mewujudkan manusia (

  Kern, R.A. 1993. I La Galigo: Cerita Bugis

  Nilai Budaya. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

  Fanani, M., dkk. 1997. Analisis Struktur dan

  Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Teori

  Pelras, Christian. 2006. Manusia Bugis (Terjemahan Abdul Rahman Abu, Hasriadi dan Nurhady Sirimorok dengan judul asli The Bugis). Jakarta: Nalar.

  Sastra Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo.

  Ratna, Nyoman Kutha. 2017. Antropologi

  Sastra: Peranan Unsur-Unsur Kebudayaan dalam Proses Kreatif.

  Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi peneliti berikutnya untuk melakukan penelitian mengenai nilai budaya maupun dari aspek lainnya pada penelitian novel. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu perkembangan dalam penulisan karya sastra khususnya novel

  Saran

  Hasil penelitian ini dirujuk sebagai rencana implementasi terhadap pembelajaran bahasa Indonesia dalam kurikulum 2013 di tingkat SMA kelas XII semester genap pada KD 3.8 menafsir pandangan pengarang terhadap kehidupan novel yang dibaca dan 4.8 menyajikan hasil interpretasi terhadap pandangan pengarang.

  baik (wawang ati mapaccing ), 3) kecendikiaan (amaccangeng), 4) keberanian (awaraningeng), 5) kewajaran atau kepatutan (mappasitinaja), 6) keteguhan pendirian (agettengeng) dan 7) kesolideran (assimillereng).

  gau’ mappabati’ tau), 2) bawaan hati yang

  Mahayana, Maman S. 2007. Ekstrinsikalitas

DAFTAR RUJUKAN

  Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

  Aminuddin. 2013. Pengantar Apresiasi

  (https://bdkpadang.kemenag.go.id/index. php?option=com_content&view=article &id=674:agusridadsember&catid=41:top

  Indonesia dalam Kurikulum 2013: Sebuah Kajian Diklat Penerapan Kurikulum 2013.

  Agusrida. 2009. Pembelajaran Bahasa